1. TERUMBU KARANG
Terumbu karang adalah ekosistem di laut yang terbentuk oleh biota luat
penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan alaga berkapur,
bersama dengan biota lain yang hidup di dasar lautan. Terumbu karang
merupakan ekosistem dinamis dengan kekayaan biodiversitanya serta
produktivitas tinggi, karena itu terumbu karang mempunyai peran yang
signifikan. Secara ekologis, terumbu karang merupakan tempat organisme
hewan maupun tumbuhan mencari makan dan berlindung. Secara fisik
menjadi pelindung pantai dan kehidupan ekosistem perairan dangkal dari
abrasi laut.
Terdapat dua jenis karang, yaitu karang keras (hard coral) dan karang lunak
(soft coral). Karang lunak (soft coral) tidak bersimbiosis dengan alga,
bentuknya seperti tanaman (Risnandar, 2015). Karang keras (hard coral)
merupakan endapan masif kalsium karbonat (CaCO3) yang dihasilkan dari
organisme karang pembentuk terumbu karang dari filum Coridaria, Ordo
Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan Zooxanthellae dan sedikit
tambahan alga berkapur serta organisme lain yang mensekresikan kalsium
karbonat.
Terumbu karang tidak dapat hidup di air tawar atau muara ataupun hidup
disemua tempat, akan tetapi hidup di perairan laut. Ada beberapa faktor
pembatas yang membatasi penyebaran karang, yaitu:
1. Up-welling
Akibat dinamika massa air yang disebabkan oleh arus, kondisi batimetri
dan faktor-faktor lain menyebabkan fenomena up-welling. Arus up-
welling ini membawa massa air dingin dari lapisan bawah ke lapisan
substat terumbu karang.
2. Cahaya Matahari
Cahaya yang cukup harus tersedia untuk fotosintesis zooxanthellae
simbiotik dalam jaringan karang dapat terlaksana dengan baik. Tanpa
cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan bersama
dengan itu kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat
dan membentuk terumbu akan berkurang pula. Titik kompensasi untuk
karang ialah kedalaman di mana intensitas cahaya berkurang sampai 15
– 20% dari intensitas di permukaan.
3. Kejernihan air
Karang memerlukan air laut yang bersih dari kotoran-kotoran. Air laut
yang kotor, akan menghalangi cahaya yang diperlukan oleh zooxanthella
untuk hidup. Di samping itu, endapan lumpur atau pasir yang terkanfung
di dalam air akan diendapkan oleh arus sehingga akan dapat
mengakibatkan kematian pada terumbu karang.
4. Kedalaman
Terumbu karang tidak dapat berkembang di perairan yang lebih dalam
dari 50 – 70 m, kebanyakan terumbu karang tumbuh baik pada
kedalaman sampai sekitar 25 m (Nybakken, 1988). Menurut Veron
(1995), yang menjadi faktor pembatas (limiting factor) utama distribusi
karang dunia adalah faktor suhu dan cahaya.
5. Suhu perairan
Suhu terendah dimana karang dapat hidup yaitu 15 oC, tetapi
kebanyakan ditemukan pada suhu air diatas 18oC dan tumbuh sangat
baik antara 25oC-29oC. Temperatur maksimum dimana terumbu karang
masih hidup adalah 36oC.
7. Sedimentasi
Terumbu karang sangat sensitif terhadap sedimentasi, akibatnya
terumbu karang tidak lagi ditemukan pada daerah yang terlalu banyak
pemasukan air tawar yang membawa banyak endapan lumpur
meskipun keadaan lingkungannya cukup baik. Kebanyakan hewan
karang tidak dapat bertahan karena adanya endapan yang menutupinya
sehingga menyumbat struktur pemberian makanannya. Endapan juga
menyebabkan kurangnya cahaya matahari yang dibutuhkan untuk
fotosintesis, sehingga akan menyebabkan kematian bagi karang.
8. Arus
Pergerakan air atau arus diperlukan untuk tersedianya aliran suplai
makanan jasad renik dan oksigen maupun terhindarnya karang dari
timbunan endapan. Pada siang hari oksigen didapatkan dari hasil
fotosintesis zooxanthella dan pada malam hari sangat diperlukan arus
yang kuat yang dapat memberi suplai oksigen yang cukup bagi fauna di
terumbu karang. Pertumbuhan terumbu karang di tempat yang airnya
selalu teraduk oleh angin, arus dan ombak lebih baik daripada yang
tenang dan terlindung.
9. Substrat
Hewan karang membutuhkan substrat yang keras dan kompak untuk
menempel. Terurama larva planula dalam pembentukan koloni baru
dari karang, yang mencari substrat keras. Substrat keras ini dapat
berupa benda padat yang ada di dasar laut, seperti batu, cangkang
moluska, potongan-potongan kayu, bahkan besi yang terbenam, namun
setiap karang tertentu juga memiliki daya tahan yang berbeda pada
benda-benda tersebut. Karang mati yang tenggelam di dasar laut juga
dapat ditumbuhi berbagai jenis hewan karang.
2. SAVANA
2.1 Pengertian Savana
Sabana atau savana adalah padang rumput ekosistem yang ditandai dengan
pohon-pohon yang cukup kecil atau banyak space diantaranya sehingga kanopi
tidak menutup. Kanopi terbuka memungkinkan cahaya yang cukup untuk
mencapai tanah dan mendukung lapisan herba terutama yang terdiri dari
rumput. Beberapa klasifikasi menyatakan bahwaa savana adalah sebuah sistem
yang padang rumput yang tidak ada pohon.
Kebanyakan sabana memiliki kerapatan pohon yang lebih tinggi dan jarak
pohon lebih teratur dari pada di hutan. Sabana juga ditandai dengan
ketersediaan air musiman, dengan mayoritas curah hujan terbatas pada satu
musim. Sabana yang berhubungan dengan beberapa jenis bioma. Savanna
mencakup 20% dari luas lahan bumi dan wilayah terbesar bioma savana
ditemukan di Afrika.
Kuda Zebra
2. Karnivora
Anjing Hutan
Sedangkan jenis tumbuhan yang hidup di daerah savana, seperti yang telah
berulang kali dijelaskan pada definisi-definisi di atas, maka tumbuhan yang
terdapat di savana diantaranya rumput-rumputan, dan jenis tumbuh-
tumbuhan besar seperti jenis ekaliptus (Eucalyptus sp).
Secara geografis daerah hutan hujan tropis mencakup wilayah yang terletak
di antara titik balik rasi bintang Cancer dan rasi bintang Capricornus, yaitu
suatu wilayah yang terletak di antara 230 27’ LU dan 230 27’ LS. Hutan hujan
tropis memiliki penyebaran yang sangat luas di dunia, dimana kawasannya
meliputi kawasan Amerika Selatan seperti daerah Amazon, Karibia, Meksiko,
Brazil, Kolumbia, dan Ekuador dan sekitar daerah katulistiwa di Afrika
Tengah, Afrika Barat, Afrika Timur, dan Medagaskar. Pada Kawasan
Malaysia, penyebaran hutan tropis meluas ke Utara sampai pegunungan
Himalaya, ke timur laut sampai ke Indocina dan Filipina, serta ke Selatan dan
Timur meliputi sebagian besar wilayah Indonesia dan New Guinea sampai di
Fiji dan kepulauan Pasifik bagian Barat.
Pola penyebaran jenis erat pula kaitannya dengan ketinggian tempat. Hutan
hujan topis dataran rendah dan hutan hujan tropis pegunungan dapat
dibedakan menurut kehadiran jenis yang secara khas dapat dijumpai di
daerah-daerah tersebut. Jenis-jenis tumbuhan yang menjadi komponen
hutan dataran rendah adalah Pometia pinnata J. R. & G. Forst, Dysoxylum
arborescens (Bl.) Miq., D. Densiflorum (Bl.) Miq., dan Litchocarpus sundaicus
(Bl.) Rehd., sekalipun penyebarannya dapat mencapai ketinggian 1.50 m dari
permukaan laut. Jenis-jenis yang termasuk komponen hutan pegunungan
adalah Schima wallichii, Castanopsis tungurrut (Bl.) DC., Polyosma
integrifolia Bl. Dan Altingia excelsa. Pada ketinggian tempat antara 1000-
2000 m di Malesia dan Asia elemen-elemen floristik dataran rendah seperti
suku Dipterocarpaceae dan Lythraceae mengalami pengurangan dan
pegunungan seperti Araucariaceae, Podocarpaceae, Aceraceae,
Cunoniaceae, Elaeocarpaceae, Ericaceae, Fagaceae, Hamamelidaceae,
Juglandaceae, Megnoliaceae, Symplocaceae, dan Theaceae.
Hutan hujan tropis hanya menutupi sekitar 7% dari luas permukaan bumi,
tetapi mengandung sekurang-kurangnya setengah dari seluruh jenis yang
ada di bumi. Hutan-hutan hujan tropis sangat kaya dalam hal jenis karena
terspesialisasi dalam relung yang khusus, seperti perbedaan tipe tanah,
gradien kelembapan dan ketinggian tempat dari permukaan laut (Primack &
Hall, 1992). Komunitas biologis di daerah tropis memiliki keanekaragaman
jenis yang tinggi dibandingkan dengan komunitas temperate. Pada daerah
beriklim sedang biasanya terdapat sekitar 50 jenis pohon dan semak
perhektar lahan hutan, di hutan dataran rendah tropis dapat dijumpai 750
jenis atau lebih dalam setiap hektarnya, utamanya di hutan tropis asia dan
amerika selatan. Hampir dapat dipastikan bahwa hutan tropis mendukung
kehidupan jenis yang jauh lebih banyak daripada hutan temperate.
Suhu Udara di daerah hutan hujan tropis tidak pernah turun sampai
sampai mencapai titik beku (0ºC) namun pada daerah yang sangat
tinggi dimana kadang-kadang tapi sangat jarang suhu turun hampir
mencapai titk beku. Suhu rata-rata pada sebagian besar daerah adalah
27ºC, dan kisaran suhu bulanan berkisar 24-28ºC, yang dengan
demikian kisaran suhu musiman ini jauh lebih kecil dibanding kisaran
suhu siang dan malam (diurnal) yang dapat mencapai 100. Suhu
maksimum jarang mencapai 38ºC juga jarang jatuh sampai di bawah
20ºC (Mabberly,1983). Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan,
maka produktivitas akan meningkat dari wilayah kutup ke wilayah
ekuator (Barbour et al, 1987), namun untuk daerah hutan hujan tropis
suhu bukanlah faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi
lamanya musim tumbuh.
b. Curah Hujan
Di daerah hutan hujan tropis jumlah curah hujan per tahun berkisar
antara 1600 sampai dengan 4000 mm dengan sebaran bulan basah 9,5-
12 bulan basah. Kondisi ini memiliki curah hujan yang merata hampir
sepanjang tahun yang akan sangat mendukung produktivitas yang tinggi.
a. Hutan Wisata, adalah hutan yang dijadikan suaka alam yang ditujukan
untuk melindungi tumbuh-tumbuhan serta hewan/binatang langka, agar
tidak musnah atau punah di masa yang akan datang. Biasanya hutan wisata
menjadi tempat rekreasi dan tempat penelitian.
b. Hutan Cadangan, merupakan hutan yang dijadikan sebagai lahan
pertanian dan pemukiman penduduk.
c. Hutan Lindung, adalah hutan yang difungsikan sebagai penjaga
keteraturan air dalam tanah (fungsi hidrolisis), menjaga tanah agar tidak
terjadi erosi serta untuk mengatur iklim (fungsi klimatologis) sebagai
penanggulangan pencemaran udara seperti karbon dioksida dan karbon
monoksida.
d. Hutan Produksi / Hutan Industri, adalah hutan yang dapat dikelola untuk
menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi. Hutan produksi dapat
dikategorikan menjadi 2 golongan, yaitu hutan rimba dan hutan budidaya.
Hutan rimba adalah hutan yang alami, sedangkan hutan budidaya adalah
hutan yang sengaja dikelola manusia yang biasanya terdiri dari satu jenis
Eksudat akar adalah bahan yang dikeluarkan dari aktivitas sel akar hidup seperti gula,
asam amino, asam organik, asam lemak dan sterol, factor tumbuh, nukleotida,
flavonon, enzim , dan miscellaneous. Eksudat akar ini berperan sebagai pengatur
komunitas mikrob tanah di sekitar perakaran dan mendukung simbiosis yang
menguntungkan antara tumbuhan dan mikrob. Mekanisme ini terjadi karena eksudat
akar merupakan sumber karbon dan energi bagi mikrob.
Eksudat akar mengandung sejumlah bahan terlarut di dalam air. Pertumbuhan mikroba
yang cepat di rizosfer menunjukkan bahwadaerah ini kaya akan substrat untuk
pertumbuhan mikroba dan bahwa substrat yangdihasilkan akar tanaman selalu
berada dalam keseimbangan untuk tetap menjaga suplaimakanan yang diperlukan
mikroba.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 1994, Hutan Hakekat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta
Ewuise, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Terjemahan oleh Tanuwijaya U.
ITB press. bandung
Kusmana & Istomo, 1995. Ekologi Hutan . Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Widyastuti. 2002. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya
Lahan. IPB Press. Bogor