Anda di halaman 1dari 98

TERAPI KOMPLEMENTER DALAM KEPERAWATAN

UNTUK ANTIOBESITAS
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Terapi Komplementer

TIM DOSEN
Raihany Sholihatul M, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun:
Astiyani AK.1.16.007
Habib Muhammad Iqbal AK.1.16.023
Sri Nuryanti AK.1.16.050

Kelas A Besar, Kelompok 9

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI KENCANA BANDUNG
2018
Kata Pengantar

Puji dan syukur Tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas
Rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
yang berjudul “Terapi Kompelemnter dalam Keperawatan untuk Antiobesitas”
yang merupakan salah satu tugas Mata Kuliah Terapi Komplementer.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan masih terdapat beberapa
kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan wawasan yang
penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan datang, karena manusia
yang mau maju adalah orang yang mau menerima kritikan dan belajar dari suatu
kesalahan.
Akhir kata dengan penuh harapan penulis berharap semoga makalah yang
berjudul “Terapi Kompelemnter dalam Keperawatan untuk Antiobesitas” mendapat
ridho dari Allah SWT, dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca umumnya. Amiin....

Bandung, September 2018

Tim Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

BAB I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2

BAB II Tinjaun Teori 4


2.1 Definisi Terapi Komplementer 4
2.2 Klasifikasi Terapi Komplementer 5
2.3 Tujuan Terapi Komplementer 8
2.4 Teknik Terapi Komplementer 8
2.5 Dasar Hukum Terapi Komplementer 11
2.6 Peran Perawat dalam Terapi Komplementer 12
2.7 Definisi Obesitas 14
2.8 Klasifikasi Obesitas 15
2.9 Penentuan Obesitas 18
2.10 Faktor Penyebab Obesitas 20
2.11 Terapi Komplementer untuk Anti Obesitas 21

BAB III Tinjauan Kasus 41

BAB IV Penutup 93
4.1 Kesimpulan 93
4.2 Saran 93

Daftar Pustaka 94

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak
negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting dalam
pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya (Snyder & Lindquis,
2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna terapi alternatif
dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik konvensional (Smith et al., 2004).
Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna terapi
komplementer di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997
(Eisenberg, 1998 dalam Snyder & Lindquis, 2002). Klien yang menggunakan terapi
komplemeter memiliki beberapa alasan. Salah satu alasannya adalah filosofi
holistik pada terapi komplementer, yaitu adanya harmoni dalam diri dan promosi
kesehatan dalam terapi komplementer. Alasan lainnya karena klien ingin terlibat
untuk pengambilan keputusan dalam pengobatan dan peningkatan kualitas hidup
dibandingkan sebelumnya. Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek
samping dari pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan memilih terapi
komplementer (Snyder & Lindquis, 2002).
Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan
masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien bertanya
tentang terapi komplementer atau alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter
ataupun perawat. Masyarakat mengajak dialog perawat untuk penggunaan terapi
alternatif (Smith et al., 2004). Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan
pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan terpenuhi
akan berdampak ada kepuasan klien. Hal ini dapat menjadi peluang bagi perawat
untuk berperan memberikan terapi komplementer. Peran yang dapat diberikan
perawat dalam terapi komplementer atau alternatif dapat disesuaikan dengan peran
perawat yang ada, sesuai dengan batas kemampuannya. Pada dasarnya,
perkembangan perawat yang memerhatikan hal ini sudah ada. Sebagai contoh yaitu
American Holistic Nursing Association (AHNA), Nurse Healer Profesional

1
Associates (NHPA) (Hitchcock et al., 1999). Ada pula National Center for
Complementary/Alternative Medicine (NCCAM) yang berdiri tahun 1998 (Snyder
& Lindquis, 2002). Kebutuhan masyarakat yang meningkat dan berkembangnya
penelitian terhadap terapi komplementer menjadi peluang perawat untuk
berpartisipasi sesuai kebutuhan masyarakat. Perawat dapat berperan sebagai
konsultan untuk klien dalam memilih alternatif yang sesuai ataupun membantu
memberikan terapi langsung. Namun, hal ini perlu dikembangkan lebih lanjut
melalui penelitian (evidence-based practice) agar dapat dimanfaatkan sebagai
terapi keperawatan yang lebih baik.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun Rumusan Masalah pada Makalah ini yaitu:
1. Jelaskan Definisi Terapi Komplementer!
2. Jelaskan Klasifikasi Terapi Komplementer
3. Jelaskan Tujuan Terapi Komplementer
4. Jelaskan Teknik Terapi Komplementer
5. Jelaskan Dasar Hukum Terapi Komplementer
6. Jelaskan Peran Perawat dalam Terapi Komplementer
7. Jelaskan Definisi Obesitas
8. Jelaskan Klasifikasi Obesitas
9. Jelaskan Cara Penentuan Obesitas
10. Jelaskan Faktor Penyebab Obesitas
11. Jelaskan Terapi Komplementer untuk Anti Obesitas

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun Tujuan Penulisan pada Makalah ini yaitu:
1. Untuk Mengetahui dan Memahami Definisi Terapi Komplementer
2. Untuk Mengetahui dan Memahami Klasifikasi Terapi Komplementer
3. Untuk Mengetahui dan Memahami Tujuan Terapi Komplementer
4. Untuk Mengetahui dan Memahami Teknik Terapi Komplementer
5. Untuk Mengetahui dan Memahami Dasar Hukum Terapi Komplementer

2
6. Untuk Mengetahui dan Memahami Peran Perawat dalam Terapi
Komplementer
7. Untuk Mengetahui dan Memahami Definisi Obesitas
8. Untuk Mengetahui dan Memahami Klasifikasi Obesitas
9. Untuk Mengetahui dan Memahami Cara Penentuan Obesitas
10. Untuk Mengetahui dan Memahami Faktor Penyebab Obesitas
11. Untuk Mengetahui dan Memahami Terapi Komplementer untuk Anti Obesitas

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Terapi Komplementer
2.1.1 Definisi Terapi Komplementer
Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang
digabungkan dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan
terapi tradisional ke dalam pengobatan modern (Andrews et al., 1999).
Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang
menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan (Crips &
Taylor, 2001).
Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan
pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang
mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan
individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan
fungsi (Smith et al., 2004). Pendapat lain menyebutkan terapi komplementer
dan alternatif sebagai sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan
yang meliputi sistem kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan teori
dan keyakinan, dengan cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang
umum di masyarakat atau budaya yang ada (Complementary and alternative
medicine/CAM Research Methodology Conference, 1997 dalam Snyder &
Lindquis, 2002).
Terapi komplementer dan alternatif termasuk didalamnya seluruh
praktik dan ide yang didefinisikan oleh pengguna sebagai pencegahan atau
pengobatan penyakit atau promosi kesehatan dan kesejahteraan.
Definisi tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai
pengembangan terapi tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi
modern yang mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis,
psikologis, dan spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada
yang telah lulus uji klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern.

4
Kondisi ini sesuai dengan prinsip keperawatan yang memandang manusia
sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko, sosial, dan spiritual).
Prinsip holistik pada keperawatan ini perlu didukung kemampuan
perawat dalam menguasai berbagai bentuk terapi keperawatan termasuk
terapi komplementer. Penerapan terapi komplementer pada keperawatan
perlu mengacu kembali pada teori-teori yang mendasari praktik
keperawatan. Misalnya teori Rogers yang memandang manusia sebagai
sistem terbuka, kompleks, mempunyai berbagai dimensi dan energi. Teori
ini dapat mengembangkan pengobatan tradisional yang menggunakan
energy misalnya tai chi, chikung, dan reiki.
Teori keperawatan yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam
mengembangkan terapi komplementer misalnya teori transkultural yang
dalam praktiknya mengaitkan ilmu fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-
lain. Hal ini didukung dalam catatan keperawatan Florence Nightingale yang
telah menekankan pentingnya mengembangkan lingkungan untuk
penyembuhan dan pentingnya terapi seperti musik dalam proses
penyembuhan. Selain itu, terapi komplementer meningkatkan kesempatan
perawat dalam menunjukkan caring pada klien (Snyder & Lindquis, 2002).

2.1.2 Klasifikasi Terapi Komplementer


Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh terapi
komplementer invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam basah) yang
menggunakan jarum dalam pengobatannya. Sedangkan jenis non-invasif
seperti terapi energy (reiki, chikung, tai chi, prana, terapi suara), terapi
biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin,
hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi,
refleksi, reiki, rolfing, dan terapi lainnya (Hitchcock et al.,1999).
National Center for Complementary/ Alternative Medicine (NCCAM)
membuat klasifikasi dari berbagai terapi dan system pelayanan dalam lima
kategori, yaitu:

5
1. Mind-Body Therapy
Mind-Body Therapy yaitu memberikan intervensi dengan
berbagai teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang
mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan
(imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor,
tai chi, dan terapi seni.
1) Yoga
Yoga merupakan teknik relaksasi yang mengajarkan
seperangkat teknik pernafasan, meditasi, dan posisi tubuh untuk
meningkatkan kekuatan dan keseimbangan. Melalui teknik
pernafasan, meditasi, dan posisi tubuh juga dapat timbul pengaruh
yang baik terhadap kesehatan secara umum (Fountaine & Kaszubski
2004; Geddes & Grosset 2000).
2) Tai Chi
Tai Chi terbentuk dalam dua suku kata yaitu Tai dan Chi. Tai
Mempunyai makna agung, dahsyat (Luar biasa) dan Chi mempunyai
arti hawa murni atau tenaga yang sangat halus yang ada didalam diri
manusia dan dapat dihasilkan melalui latihan Qi Gong (Olah Nafas).
Jadi Tai Chi adalah suatu ilmu bela diri dengan gerakan- gerakannya
yang khas dengan ritme pelan, lembut dan lemah gemulai serta
kekuatan jiwa yang muncul dari hasil olah nafas dalam diri manusia
sehingga keluar dalam bentuk tenaga yang sangat dahsyat secara fisik
(Hidayati & Mangoenprasodjo, 2005).
3) Meditasi
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata Meditasi
diartikan sebagai pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai
sesuatu. Sedangkan menurut Hidayati & Mangoenprasodjo (2005)
meditasi adalah sikap menenangkan pikiran dengan cara- cara
tertentu dimana pikiran kita sampai menentukan sensasi- sensasi
sehingga menimbulkan rasa damai dalam hati untuk mencapai
ketenangan jiwa (rohani). Meditasi juga berpengaruh pada fungsi-

6
fungsi organ tubuh yang bermanfaat bagi kesehatan seperti
Peningkatan kebugaran dan daya tahan tubuh (Geddes & Grosset,
2000).
2. Alternatif sistem pelayanan
Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari Barat
misalnya pengobatan tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli
Amerika, cundarismo, homeopathy, naturopathy.
3. Terapi Biologis
Terapi Biologis yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya
misalnya herbal, makanan).
4. Terapi Manipulatif Dan Sistem Tubuh
Terapi ini didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya
pengobatan kiropraksi, macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan
warna, serta hidroterapi.
5. Terapi Energi
Terapi Energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam
tubuh (biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya
terapetik sentuhan, pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong, magnet.
Klasifikasi kategori kelima ini biasanya dijadikan satu kategori berupa
kombinasi antara biofield dan bioelektromagnetik (Snyder & Lindquis,
2002).

7
2.1.3 Tujuan Terapi Komplementer
Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari
sistem-sistem tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar
tubuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit, karena tubuh
kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dirinya
sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya dan memberikan respon dengan
asupan nutrisi yang baik lengkap serta perawatan yang tepat.

2.1.4 Teknik Terapi Komplementer


Di Indonesia ada 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang
telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan untuk dapat diintegrasikan ke
dalam pelayanan konvensional, yaitu sebagai berikut:
1. Akupunktur Medic

Akupuntur Medic yaitu metode yang berasal dari Cina ini


diperkirakan sangat bermanfaat dalam mengatasi berbagai kondisi
kesehatan tertentu dan juga sebagai analgesi (pereda nyeri). Cara
kerjanya adalah dengan mengaktivasi berbagai molekul signal yang
berperan sebagai komunikasi antar sel. Salah satu pelepasan molekul
tersebut adalah pelepasan endorphin yang banyak berperan pada sistem
tubuh.

8
2. Terapi Hiperbarik

Terapi Hiperbarik yaitu suatu metode terapi dimana pasien


dimasukkan ke dalam sebuah ruangan yang memiliki tekanan udara 2 –
3 kali lebih besar daripada tekanan udara atmosfer normal (1 atmosfer),
lalu diberi pernapasan oksigen murni (100%). Selama terapi, pasien
boleh membaca, minum, atau makan untuk menghindari trauma pada
telinga akibat tingginya tekanan udara.

3. Terapi Herbal Medik

Terapi Herbal Medik yaitu terapi dengan menggunakan obat


bahan alam, baik berupa herbal terstandar dalam kegiatan pelayanan
penelitian maupun berupa fitofarmaka. Herbal terstandar yaitu herbal

9
yang telah melalui uji preklinik pada cell line atau hewan coba, baik
terhadap keamanan maupun efektivitasnya.

Terapi dengan menggunakan herbal, akan diatur lebih lanjut oleh


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi, yaitu:
a. Sumber daya manusia harus tenaga dokter dan atau dokter gigi yang
sudah memiliki kompetensi.
b. Bahan yang digunakan harus yang sudah terstandar dan dalam bentuk
sediaan farmasi.
c. Rumah sakit yang dapat melakukan pelayanan penelitian harus telah
mendapat izin dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan akan
dilakukan pemantauan terus – menerus.
Dari 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang ada, daya
efektivitasnya untuk mengatasi berbagai jenis gangguan penyakit tidak bisa
dibandingkan satu dengan lainnya karena masing – masing mempunyai
teknik serta fungsinya sendiri – sendiri. Terapi Hiperbarik misalnya,
umumnya digunakan untuk pasien – pasien dengan gangren supaya tidak
perlu dilakukan pengamputasian bagian tubuh. Terapi Herbal, berfungsi
dalam meningkatkan daya tahan tubuh. Sementara, Terapi Akupunktur
berfungsi memperbaiki keadaan umum, meningkatkan sistem imun tubuh,
mengatasi konstipasi atau diare, meningkatkan nafsu makan serta
menghilangkan atau mengurangi efek samping yang timbul akibat dari
pengobatan kanker itu sendiri, seperti mual dan muntah, fatigue (kelelahan)
dan neuropati.
Jenis pelayanan pengobatan komplementer – alternatif berdasarkan
Permenkes RI Nomor: 1109/Menkes/Per/2007 adalah:
1. Intervensi Tubuh Dan Pikiran (Mind and Body Interventions):
Hipnoterapi, Mediasi, Penyembuhan Spiritual, Doa Dan Yoga
2. Sistem Pelayanan Pengobatan Alternatif: Akupuntur, Akupresur,
Naturopati, Homeopati, Aromaterapi, Ayurveda

10
3. Cara Penyembuhan Manual: Chiropractice, Healing Touch, Tuina,
Shiatsu, Osteopati, Pijat Urut
4. Pengobatan Farmakologi Dan Biologi: Jamu, Herbal, Gurah
5. Diet Dan Nutrisi Untuk Pencegahan Dan Pengobatan: Diet Makro
Nutrient, Mikro Nutrient
6. Cara Lain Dalam Diagnosa Dan Pengobatan: Terapi Ozon, Hiperbarik,
EEC.

2.1.5 Dasar Hukum Terapi Komplementer


Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1109 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan pengobatan
komplementer-alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan. Menurut aturan itu,
pelayanan komplementer-alternatif dapat dilaksanakan secara sinergi,
terintegrasi, dan mandiri di fasilitas pelayanan kesehatan. Pengobatan itu
harus aman, bermanfaat, bermutu, dan dikaji institusi berwenang sesuai
dengan ketentuan berlaku.
Selain itu, dalam Permenkes RI No 1186/Menkes/Per/XI/1996
diatur tentang pemanfaatan akupunktur pelayanan kesehatan pada umumnya.
Di dalam pasal lain disebutkan bahwa pengobatan tradisional akupunktur
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian/keterampilan
di bidang akupunktur atau oleh tenaga lain yang telah memperoleh
pendidikan dan pelatihan akupunktur. Sementara pendidikan dan pelatihan
akupunktur dilakukan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Sementara itu, Keputusan Menkes RI No.
1076/Menkes/SK/VII/2003 mengatur tentang penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional. Di dalam peraturan tersebut diuraikan cara- cara mendapatkan
izin praktek pengobatan tradisional beserta syarat- syaratnya. Khusus untuk
obat herbal, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menkes RI Nomor 121
Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Medik Herbal. Untuk terapi SPA
(Solus Per Aqua) atau dalam bahasa Indonesia sering diartikan sebagai terapi

11
Sehat Pakai Air, diatur dalamPermenkes RI No. 1205/ Menkes/Per/X/2004
tentang pedoman persyaratan kesehatan pelayanan Sehat Pakai Air (SPA).

2.1.6 Peran Perawat dalam Terapi Komplementer


Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang
terapi komplementer diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan,
peneliti, pemberi pelayanan langsung, koordinator dan sebagai advokat.
Sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya, konsultasi, dan
diskusi apabila klien membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil
keputusan. Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik bagi
perawat di sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di Australia
dengan lebih dahulu mengembangkan kurikulum pendidikan (Crips&
Taylor, 2001). Peran perawat sebagai peneliti di antaranya dengan
melakukan berbagai penelitian yang dikembangkan dari hasil-hasil
evidence-based practice.
1. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Didukung oleh teori keperawatan berdasarkan Teori Orem
(1971). Tujuan keperawatan adalah untuk merawat dan membantu klien
mencapai perawatan diri secara total. Nightingale (1860) Tujuan
keperawatan untuk pasilitasi proses penyebuhan tubuh dengan
memanipulasi lingkungan klien. Rogers (1970) Untuk mempertahankan
dan meningkatkan kesehatan, mencegah kesakitan, dan merawat serta
merehabilitasi klien yang sakit dan tidak mampu dengan pendekatan
humanistic keperawatan.) Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini
dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan
dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat
ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncakan dan dilaksanakan
tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia,
kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan
keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

12
2. Peran Sebagai Advokat (Pembela) Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan
keluarga dalam menginterpretasikan berbagia informasi dari pemberi
pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan
atas tindakan keperawatan berkaitan dengan terapi komplementer yang
diberikan kepada pasiennya, juga dapat berperan mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-
baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak
untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi
akibat kelalaian.
3. Peran Edukator
Didukung oleh Teori Peplau (1952). Tujuan keperawatan
untuk mengembangkan interaksi antara perawat dan klien. King (1971),
tujuan keperawatan untuk memanfaatkan komunikasi dalam membantu
klien mencapai kembali adaptasi secara positif terhadap lingkungan.
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan mengenai terapi komplementer, gejala penyakit
bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari
klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4. Peran Researcher
Mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang
sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan
keperawatan. Pengembangan kebijakan, praktik keperawatan,
pendidikan, dan riset. Apabila isu ini berkembang dan terlaksana
terutama oleh perawat yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan
tentang terapi komplementer, diharapkan akan dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan sehingga kepuasan klien dan perawat secara
bersama-sama dapat meningkat. Perawat secara holistic harus bisa
mengintegrasikan prinsip mind-body-spirit dan modalitas (cara
menyatakan sikap terhadap suatu situasi) dalam kehidupan sehari-hari
dan praktek keperawatannya. Terapi komplementer menjadi salah satu

13
cara bagi perawat untuk menciptakan lingkungan yang terapeutik dengan
menggunakan diri sendiri sebagai alat atau media penyembuh dalam
rangka menolong orang lain dari masalah kesehatan. Terapi
komplementer digunakan bersama-sama dengan terapi medis
konvensional.

2.2 Obesitas
2.2.1 Definisi Obesitas
Obesitas diartikan sebagai penimbunan jaringan lemak tubuh secara
berlebihan yang memberi efek buruk pada kesehatan. Kondisi ini dapat
dialami oleh setiap golongan umur baik laki – laki maupun perempuan.
Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, bahkan World
Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan
suatu epidemi global, pada negara – negara maju dan negara berkembang
seperti di Indonesia, terutama di daerah perkotaan (Rahman dkk, 2012).
Pengertian obesitas dapat dikatakan bahwa suatu keadaan, dimana
terjadi gangguan metabolisme lemak yang dikarenakan masukan kalori
berlebih dari kebutuhan seseorang per harinya. Obesitas didefinisikan
sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan yang berpeluang
menimbulkan beberapa risiko kesehatan pada seseorang (Nurmalina,2011).
Secara umum, obesitas dapat digolongkan ke dalam tiga tingkatan:
1. Obesitas ringan (kelebihan barat badan 20 sampai dengan 40%)
2. Obesitas sedang (kelebihan berat badan 41 sampai dengan 100%)
3. Obesitas berat (kelebihan berat badan lebih besar dari 100%)
Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi dimana perbandingan
berat badan dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan
obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau
terlokalisasi pada bagian bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan
total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan berat badan >20%
pada pria dan >25% pada wanita karena lemak (Razak, 2010).

14
Obesitas menjadi sebuah epidemi di suatu negara maju, di mana
ukuran objektif dari obesitas dinilai dari nilai indeks massa tubuh (IMT).
Dan ukuran international untuk obesitas adalah IMT ≥ 30 kg/m2, sedangkan
untuk ukuran orang Asia obesitas didifinisikan dengan nilai IMT ≥25
kg/m2.
Obesitas mempengaruhi banyak orang dari segala usia, jenis kelamin,
ras, dan kelompok etnis. Ini merupakan masalah kesehatan yang serius dan
sudah berkembang sejak lama. Banyak di negara maju masalah obesitas
mengalami peningkatan, dan peningkatan tersebut mencapai dua kali lipat
sejak tahun 80-an. Salah satunya negara Amerika, di mana orang – orang
dewasa yang mengalami obesitas (Nurmalina,2011). Akan tetapi tingkat
obesitas masyarakat Indonesia tidak dapat dibandingkan dengan negara lain
seperti Amerika, India, atau Jepang. Tingkat obesitas berbeda – beda dari
satu negara dengan negara lain, karena mencerminkan dari gaya hidup,
genetik, dan faktor ekonomi (Nursalim, 2011).

2.2.2 Klasifikasi Obesitas


Obesitas secara alamiah terjadi karena ketidak seimbangan lemak
tubuh dan tentunya secara kasat mata bahwa model dan bentuk obesitas
secara fisik bisa dilihat sama. Namun secara teori bahwa terdapat beberapa
macam jenis klasifikasi dari obesitas ini sendiri, yakni:
1. Obesitas berdasarkan bentuk tubuh
Berdasarkan bentuk tubuh dari penderita, maka obesitas terbagi
atas:
1) Obesitas sentral (obesitas android)
Obesitas jenis sentral secara tidak langsung dapat ditemukan
pada beberapa penderita obesitas. “Obesitas sentral adalah
peningkatan lemak tubuh yang lokasinya lebih banyak di daerah
abdominal daripada di daerah pinggul, paha, atau lengan”. Obesitas
android adalah jenis obesitas dimana terjadi penumpukan lemak yang

15
terlokalisasi pada tubuh bagian atas dan pinggang, paling sering
dijumpai pada laki – laki (Soegih,2009).
Dengan adanya obesitas tipe sentral atau android ini tentunya
dapat menimbulkan efek terhadap resiko terkena penyakit. Prevalensi
obesitas sentral pada penderita PJK pada usia lanjut sangat tinggi dan
yang perlu diketahui bahwa obesitas sentral berhubungan dengan
kadar adiponektin dalam tubuh (Gotera et al., 2006).
Inilah yang menyebabkan obesitas android memiliki efek yang
lebih parah dibandingkan dengan jenis ginekoid jika dilihat dari resiko
yang dapat diterima.
2) Obesitas perifer (obesitas ginekoid)
Sama halnya dengan obesitas sentral, penderita obesitas jenis
perifer atau yang disebut juga dengan obesitas ginekoid ini akan
banyak juga ditemui pada beberapa penderita obesitas umumnya.
Obesitas ginekoid adalah jenis obesitasdengan penumpukan lemak
terlokalisasi pada bagian separuh bawah tubuh, paling sering dijumpai
pada kaum perempuan.
Jenis timbunan lemak dari obesitas ginekoid adalah lemak
tidak jenuh, ukuran sel lemaknya kecil dan lunak. Tipe ginekoid ini
lebih aman bila dibandingkan dengan tipe android karena lebih kecil
kemungkinannya untuk terserang penyakit yang berhubungan dengan
metabolism lemak dan glukosa (Hutahaean,2014).

2. Obesitas berdasarkan kondisi sel


Obesitas berdasarkan kondisi sel memiliki perbedaan tersendiri pada
setiap penderita obesitas. Dengan adanya perbedaan ini, menjadikan jenis
obesitas yang diderita oleh seseorang menjadi berbeda – beda.
1) Obesitas tipe hiperplastik
Obesitas tipe hiperplastik merupakan obesitas yang terjadi
karena jumlah sel yang ada di dalam tubuh lebih banyak dari normal
namun ukurannya sesuai dengan ukuran normal (Purwati, 2001).

16
2) Obesitas tipe hipertropik
Obesitas tipe hipertropik adalah obesitas yang terjadi karena
ukuran selnya melebihi ukuran normal sedangkan jumlah selnya
normal (Purwati et al., 2005). Dengan adanya ukuran sel yang
melebihi dari ukuran normal ini, tentu saja dapat menimbulkan
keadaan yang abnormal pada tubuh khususnya pada penderita
obesitas.
3) Obesitas tipe hipertropik dan hiperplastik
Obesitas tipe hipertropik hiperplastik ini merupakan jenis
obesitas yang disebabkan oleh jumlah sel serta ukuran sel melebihi
dari normal. Tentunya obesitas jenis ini dapat menimbukan masalah
bagi tubuh (Purwati et al,.2005).

2.2.3 Penentuan Obesitas


Obesitas pada seseorang tentunya bisa ditentukan sesuai dengan
ketetapan yang telah ditetapkan terkait dengan batasan seseorang dapat
dikatakan obesitas. “Ada dua macam pembagian obesitas yang biasa
digunakan, yang pertama yaitu dengan perhitungan BMI dan yang kedua
menggunakan perhitungan berat badan ideal” Rosana (2007).
(BMI) atau Body Mass Index memiliki pengertian yang sama dengan
IMT (Indeks Massa Tubuh). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass
Index (BMI) merupakan cara yang sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan (obesitas) (Ristianing rum dkk, 2010).
“Pengukuran indeks massa tubuh membagi berat badan menjadi
empat jenis, yaitu underweight (kekurangan berat badan), berat badan yang
ideal, overweight (kelebihan berat badan), obese (kegemukan)”.Secara
umum, rumus penentuan Body Mass Index (BMI) atau Indeks Masa Tubuh
(IMT) adalah (Indika, 2010):

17
Cara ini, tentunya penentuan obesitas dari seseorang akan lebih
mudah terlebih dengan adanya batasan yang menjadi tolak ukur di dalam
penentuan obesitas seseorang berdasarkan hasil yang diperoleh dari rumus
tersebut.

18
Berikut ini adalah standar ukuran dalam penentuan obesitas menurut
WHO (2000-2004):

Penentuan obesitas pada anak – anak dan remaja memiliki


karakteristik yang berbeda dengan penentuan obesitas pada orang dewasa
yang menggunakan standar WHO pada umumnya. Ada beberapa
pertimbangan yang mendasar untuk membedakan, dikarenakan pada masa
anak – anak dan remaja merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan
sedang berlangsung dan kondisi lemak pada tubuh akan berubah dari tahun
ke tahun.
Grafik yang digunakan bagi anak – anak dan remaja dalam
menentukan obesitas masih menggunakan standar Center for Disease
Control and Prevention (CDC). Metode ini menggunakan grafik sebagai
media pengaplikasian Indeks Massa Tubuh (IMT) yang diperoleh pada anak
dengan patokan persentil yang ada pada grafik tersebut.

19
“Persentil adalah indikator yang digunakan untuk menilai pola
ukuran dan pertumbuhan individu anak. Ini terdiri atas serangkaian kurva
atau garis lengkung yang menunjukkan nilai persentil tertentu”. Adapun
grafik persentil Indeks Massa Tubuh (IMT) usia 2 sampai 20 tahun pada laki
– laki maupun perempuan ini terlampir (Nurmalina, et al., 2011).
Sedangkan untuk kategori batasan dari status berat badan anak pada
grafik adalah sebagai berikut:

2.2.4 Faktor Penyebab Obesitas


1. Keturunan (genetik)
Faktor genetik berhubungan dengan pertambahan berat badan,
IMT, lingkar pinggang dan aktivitas fisik. Apabila seorang anak
memiliki kedua orang tua yang menderita obesitas, kemungkinan anak
tersebut menjadi obesitas sebesar 70-80%. Apabila obesitas terjadi pada
anak sebelum usia 5-7 tahun, maka risiko obesitas dapat terjadi pada saat
tumbuh dewasa. Anak obesitas biasanya berasal dari keluarga yang juga
obesitas (Sartika, 2011).
2. Kebiasaan makan
Makanan siap saji atau fast food yang di era modern seperti
sekarang sangatlah digemari oleh setiap orang dikarenakan kenikmatan
rasanya serta harganya yang hemat tentunya menjadi daya Tarik
tersendiri bagi konsumen setianya. Konsumsi makanan siap saji atau fast

20
food yang mengandung banyak energy dari lemak, karbohidrat, dan gula
akan mempengaruhi kualitas diet dan meningkatkan risiko obesitas
(Hayati, 2009).
3. Status ekonomi dan social
Dari studi follow-up menunjukkan bahwa salah satu faktor
penyebab obesitas saat dewasa adalah tingkat pendidikan. Kejadian
obesitas pada anak-anak merupakan tanda dari tingginya status sosial,
kesuburan dan kesejahteraan. Tingkat pendidikan merupakan salah satu
indikator status sosial. (Sartika, 2011)
4. Penurunan aktivitas sehari-hari
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan kebutuhan energi, sehingga kemungkinan terjadinya
obesitas akan meningkat apabila aktivitas fisik rendah. Sebagai contoh
berkurangnya lapangan tempat bermain untuk anak-anak serta
tersedianya hiburan dalam bentuk game elektonik atau playstation dan
tontonan televisi (Nugraha, 2009). Kurangnya aktivitas fisik inilah yang
menjadi penyebab obesitas karena kurangnya pembakaran lemak dan
sedikitnya energi yang dipergunakan (Mustofa, 2010).
5. Kelainan neurogenic
Lesi yang terletak pada salah satu bagian otak yaitu nucleus
ventromedialis hipotalamus menyebabkan meningkanya nafsu makan,
meningkatnya produksi insulin, dan meningkatnya penyimpanan lemak.
(Sahadewa, 2013).

2.3 Terapi Komplementer untuk Anti Obesitas


Terapi obesitas di bagi berdasarkan dua garis besar yaitu medis dan non
medis (alternatif). Secara medis terapi obesitas terbagi atas pengaturan kegiatan
fisik, modifikasi kebiasaan makan, pengaturan diet, terapi dengan bantuan obat-
obatan (farmakoterapi), dan yang terakhir apabila obesitas sudah terlalu parah bisa
dilakukan pembedahan (Sahadewa, 2013). Sedangkan secara non medis (alternatif)

21
terapi obesitas terdiri dari pemaparan uap panas (sauna), akupuntur, penyinaran
infra- merah, Konsumsi Teh Hijau.

Terapi non medis (alternatif) obesitas


1. Terapi Sauna
Sauna, mandi uap atau bisa disebut “steam bath” adalah mandi dengan
uap dalam suatu ruangan yang telah dirancang khusus, dimana sisi-sisi ruangan
tersebut dapat mengeluarkan uap panas. Relaksasi yang dilakukan di dalam
ruangan dengan uap panas tersebut dipercaya bisa membuat kulit lebih cerah.
Pemaparan uap panas atau biasa di sebut sauna merupakan salah satu
jenis terapi alternatif obesitas, dimana sebuah ruangan dirancang sedemikian
rupa agar bisa memompakan uap yang berasal dari air maupun pembakaran
bahan lain yang menghasilkan uap seperti batu bara, arang, dan lain sebagainya.
Selanjutnya seseorang yang mengalami obesitas masuk kedalam ruangan
tersebut dan berdiam diri didalamnya selama beberapa menit maupun jam
sesuai dengan standar waktu yang telah di tentukan sebelumnya (Sutawijaya,
2010).
Salah satu fungsi sauna adalah membakar kalori dimana mekanisme
pengeluaran keringat dalam tubuh yang memerlukan banyak energi. Energi
didapatkan dari metabolisme kar- bohidrat, lemak dan yang terakhir protein
(keadaan darurat). Penelitian membuktikan bahwa dalam satu sesi sauna
membakar hampir 300-400 kalori (Daeli, 2011).
Terapi air adalah pengobatan yang menggunakan sifat air. Banyak sekali
sifat air yang menguntungkan kita. Salah satu sifat air yang dapat kita
manfaatkan dalam bidang kesehatan terutama terapi obesitas adalah energi
panas, air dapat berubah wujud ke dalam suhu yang panas atau dingin sehingga
air dapat digunakan untuk terapi kompres hangat atau dingin ataupun terapi
sauna untuk obesitas. Sauna untuk relaksasi dianjurkan 1-2 kali dalam 2 minggu
sedangkan untuk terapi obesitas 1-2 kali dalam seminggu, dengan suhu uap
180oF atau 82oC, selama kurang lebih 15-20 menit dalam satu kali terapi (Daeli,
2011).

22
4 manfaat sauna untuk kulit:
1) Memicu produksi kolagen
Menurut Dr. Lawrence Wilson, peneliti dan pengarang buku tentang
manfaat sauna, produksi kolagen semakin meningkat ketika seseorang
sedang bersauna.
2) Peningkatan kolagen ini tentunya baik untuk mendorong terbuangnya kulit
mati dan memicu peningkatan sel kulit baru yang sehat.
3) Memperlancar aliran darah Ketika sedang bersauna, detak jantung bisa
meningkat hingga 50 persen. Karena peningkatan itu, aliran darah yang
mengalir juga meningkat sebanyak 30-50 persen.
4) Lancarnya aliran darah ini membawa oksigen dan nutrisi yang semakin
banyak kepada kulit. Hasilnya, kulit akan terlihat lebih sehat merona dan
segar. Detoksifikasi Setidaknya 30 persen racun dalam tubuh bisa
dikeluarkan lewat keringat pada kulit. Saat bersauna, uap yang panas
memicu semakin banyak timbulnya keringat. Seiring terbukanya pori-pori
dan keluarnya keringat dalam tubuh, racun yang tersimpan di bawah kulit
juga ikut terlepas. Setidaknya diperlukan waktu dua menit sauna sebelum
tubuh mulai memanas. Setelah tubuh mulai memanas dan mengeluarkan
keringat di situlah proses detoksifikasi dimulai.

Sauna merupakan sebuah terapi yang dilakukan di ruangan khusus


dengan cara penguapan untuk mendapatkan keringat. Terapi Sauna memberikan
efek pada kesehatan, yaitu untuk mengeluarkan racun dalam tubuh, untuk
membantu melangsingkan tubuh, serta untuk meningkatkan sirkulasi darah.
Sauna dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu;
1) Sauna konvensional, yaitu sauna yag dilakukan dengan metode
penghangatan udara
2) Sauna Inframerah, yaitu sauna yang menggunakan peralatan sebagai metode
penghangatan, seperti arang, serat karbon aktif, maupun bahan lainnya.

23
Tips Sauna
Berikut ini tips melakukan sauna (Ana,2015):
1) Sebelum melakukan terapi sauna, sebaiknya minum banyak cairan, terutama
setelah melakukan aktivitas berat seperti olah raga. Hal ini akan membantu
menghindari overheating (Kepanasan) saat sedang melakukan terapi ini.
2) Menurut Harvard Health Publications, sebelum melakukan terapi sauna
sebaiknya menghindari minuman beralkohol, terlalu banyak makan, maupun
konsumsi obat-obatan seperti stimulan, obat penenang maupun obat resep
lainnya, karena hal ini dapat mengganggu sistem metabolisme tubuh dan
menyebabkan masalah kesehatan.
3) Sebaiknya tidak melakukan kegiatan sauna seorang diri, hal ini akan
memberikan bantuan saat terjadi hal yang tidak diinginkan. Misalnya saja
pingsan, maupun kondisi menghawatirkan lainnya selama sauna.

24
4) Jangan terlalu lama berdiam diri di dalam ruang sauna. Jika mulai merasa
pusing, mual, maupun sakit kepala, sebaiknya segera menghentikan kegiatan
tersebut.
5) Lakukan pendinginan tubuh secara bertahap setelah melakukan sauna. Tunggu
beberapa saat sebelum melakukan mandi dengan air dingin. Hal ini bisa
membantu menghindari tekanan berlebih pada jantung. Minum cairan air
dingin sekitar 2 hingga 4 gelas setelah melakukan sauna. Hal ini berguna untuk
membantu proses pendinginan tubuh.

2. Konsumsi Teh Hijau


Teh merupakan minuman paling banyak kedua dikonsumsi di dunia
setelah air, yaitu sekitar dua pertiga dari populasi dunia (Khan & Mukhtar,
2013). Konsumsi teh mulai menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat
Indonesia, seiring dengan tingkat pemahaman dan kesadaran tentang gerakan
back to nature serta kecenderungan masyarakat mengkonsumsi makanan atau
minuman substitusi sebagai imbangan diet kaya lemak, kolesterol, dan rendah
serat. Teh hijau merupakan salah satu jenis teh yang prosesnya tidak melalui
proses fermentasi. Teh hijau berdasarkan hasil penelitian memiliki kandungan
katekin yang merupakan golongan polifenol. Senyawa ini diketahui efektif
dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, diabetes, penurunan berat
badan, sebagai antiinflamasi, antivirus dan antibakteri (Cyboran et al., 2015).
Kandungan katekin terbanyak yaitu (-)-epigallocatechin-3-gallate (EGCG)
ditemukan berkaitan kuat dengan penurunan risiko penyakit metabolik (Sae-tan
et al., 2011).

25
Hasil penelitian in-vivo pada hewan coba menunjukkan bahwa teh hijau
berpengaruh terhadap penurunan berat badan dan berat jaringan adiposa. Salah
satu mekanisme penurunan berat badan melalui konsumsi teh hijau yaitu
dengan meningkatkan absorpsi lipid. Ekstrak teh hijau dan katekin teh hijau
juga diketahui meningkatkan konsentrasi lipid feses pada tikus yang diinduksi
lemak /tinggi (Sae-tan et al., 2011). Hasil penelitian in-vitro juga menunjukkan
efek anti obesitas melalui mekanisme inhibisi proliferasi dan diferensiasi
adiposit serta mengurangi absorpsi lemak dan karbohidrat melalui inhibisi
berbagai enzim terkait (Wolfram et al., 2006). Efek anti obesitas teh hijau pada
manusia dilaporkan pertama kali pada tahun 2003 dengan subyek penelitian dari
Taiwan. Subyek yang mengkonsumsi teh hijau secara rutin lebih dari 10 tahun
menunjukkan prosentase lemak tubuh yang lebih rendah, lingkar pinggang yang
lebih kecil dan penurunan rasio pinggang panggul (Wu et al., 2003).

3. Senam Zumba
1) Pengertian Senam Zumba
Senam aerobik yang diperkenalkan dengan suatu inovasi baru, yaitu
aerobik ala irama latin bernama Tari Zumba. Saat ini, salah satu kelas
kebugaran yang paling populer di dunia adalah zumba. Dalam Bahasa
Spanyol, kata zumba berarti buzz seperti lebah dan bergerak cepat. Zumba
pertama kali dikembangkan di Colombia pada pertengahan tahun 90-an oleh

26
seorang pelatih kebugaran Alberto “Beto” Perez di tahun 1986. Zumba
sebenarnya dikembangkan karena “kecelakaan” ketika Beto lupa membawa
musik aerobik tradisional untuk kelas senamnya. Di mobilnya hanya ada
beberapa kaset musik latin. Di kelas, dia menggunakan musik itu dan mulai
menari salsa, rumba dan merengue. Pesertanya menyukainya dan zumba
lahir (Porcari, 2012).
Zumba saat ini dilakukan oleh lebih dari 12 juta orang, di 110.000
lokasi di 125 negara di seluruh dunia. Zumba menduduki peringkat
kesembilan dalam kesehatan kebugaran di seluruh dunia untuk tahun 2012
(Porcari, 2012). Zumba adalah sebuah program olah raga yang diadaptasi
dari tarian latin dan berbasis gerakkan fitness yang cukup membakar kalori
dan menjaga tubuh kita agar tetap terbentuk dan dapat menurunkan berat
badan (Liza, 2014).
Senam zumba merupakan salah satu senam aerobik. Olahraga yang
memadukan gerakan fitness dan tarian Latin ini kini sedang terkenal di
kalangan remaja dan dewasa teruatama kaum hawa. Senam aerobik ini
memerlukan waktu kurang lebih 30 menit yang terdiri dari 3 tahap yakni
diawali dengan warming up (pemanasan), lalu gerakan inti (gerakan
zumba), kemudian cooling down (Alim dkk, 2011).
Perpaduan gerakan dan musik berirama Latin dalam Zumba dapat
membakar antara 600 hingga 1000 kalori perjam. Senam zumba termasuk
dalam kategori “dance fitness” karena di dalam latihan ini terdapat gerakan
tarian yang dipadukan dengan metode interval training untuk meningkatkan
pembakaran kalori dan pembentukan tubuh (Dunia Fitnes, 2012).
Senam zumba yang di lakukan dalam penelitian ini adalah Zumba
fitness dimana zumba fitness dikombinasikan dengan gerakan
pengencangan otot-otot tubuh seperti otot perut, punggung, paha, betis, otot
tebal di bagian dada (pectoralis) dan sebagainya. Gerakan tarian-tarian yang
termasuk dalam gabungan tari. Zumba ini menonjolkan gerakan yang
bertenaga sehingga menimbulkan kontraksi serta tarikan otot. Semua

27
gerakan itu dilakukan dengan cepat dan tekanan tinggi, sehingga tarikan-
tarikan otot sangat terasa (Dunia Fitnes, 2012).
Gerakan Zumba Fitness terdiri dari berbagai variasi tarian bergaya
Latin yang menggabungkan unsur tarian lain seperti, meringue, pop,
reggaeton, cumbia, mambo, salsa, flamenco, rumba, dan calypso.
Kombinasi latihan squat dan lunges juga banyak diterapkan dalam senam
ini. Zumba bisa dilakukan dalam tempo yang cepat dan lambat, sehingga
penikmat Zumba dapat terhindar dari kebosanan, memiliki gerakan yang
lebih lincah, dan lebih banyak otot yang bekerja (Dunia Fitnes, 2012).
Senam zumba merupakan bentuk penerapan dari metode HIIT (High
Intensity Interval Training), yakni latihan kardio yang dilakukan dalam
waktu singkat dengan intensitas yang tinggi, sehingga sangat membantu
dalam proses pembakaran lemak dan penurunan berat badan (Dunia Fitness,
2012).

2) Jenis Senam Zumba


Menurut Arini (2013) Ada 6 kelas Zumba yang dikategorikan sesuai
dengan tingkat kemampuan dan usia, yaitu:
Jenis Senam Zumba Perbedaan
Zumba Fitness Zumba Fitness paling disukai dari semua
jeniszumba karena berlaku untuk umum.
Zumba bisa dilakukan oleh wanita dan pria
dengan usia produktif sekitar 17 hingga 40
tahun dengan syarat tidak ada gangguan
kesehatan tertentu serta memiliki tubuh yang
kuat. Gerakan Zumba Fitness berfokus pada
daerah panggul serta pinggang. Tempo musik
dan gerakannya cepat, sehingga efektif
membakar kalori.

28
Zumba Gold Kelas zumba yang satu ini
diperuntukkan buat lansia. Konsep yang
diberikan lebih mudah agar tidak
menimbulkan resiko kesehatan. Zumba Gold
irama musiknya lebih lambat. Gerakannya
dirancang untuk menguatkan tulang juga
melenturkan tubuh. Zumba Gold juga cocok
bagi wanita hamil. Hanya, pada gerakan
melompat, mereka tidak perlu ikut.
Zumba Tomik Zumba tomik khusus untuk anak-anak
dengan usia sekitar 3 sampai 12 tahun. Mereka
pun dibagi atas beberapa kelompok, mulai dari
little star sampai big star sesuai usianya. Lagu
yang digunakan pun disukai oleh mereka.
Gerakannya lebih sederhana namun lucu dan
menyenangkan. Selain baik untuk kesehatan,
Zumba Tomik bagus untuk meningkatkan
kepercayaan diri serta koordinasi tubuh anak-
anak.
Zumba Aqua Dikenal sebagai Zumba "pool party".
Kelas Zumba Aqua memberikan makna baru
dengan ide latihan menyegarkan. Aqua Zumba
dilakukan di dalam air. Aqua Zumba
merupakan gabungan zumba dengan olahraga
cardio di dalam air. karena air bersifat
menyokong berat badan, maka tubuh bisa
bergerak bebas dan fleksibel tanpa harus
mengalami cidera atau stres pada otot
khususnya persendian. Aqua Zumba sangat
bagus dilakukan oleh orang yang menjalani

29
terapi untuk melatih kekuatan dan
kebugarannya setelah mengalami kecelakaan
atau pembedahan
Zumba Sentao Zumba Sentao menggunakan kursi.
Gerakannya Fokus untuk membakar lemak,
mengencangkan paha, bokong, dan perut.
bagus juga untuk kesehatan jantung.

3) Tahapan Senam Zumba


a. Pemanasan

Kegiatan ini merupakan kegiatan pendahuluan yang


pelaksanaanya dilakukan secara perlahan-lahan dan tidak terlampau
memaksakan. Latihan pemanasan dengan menaikkan denyut jantung
secara berangsur angsur, mempersiapkan otot-otot dan persendian,
meningkatkan suhu inti tubuh, dan meningkatkan sirkulasi cairan
tubuh. Pemanasan dilakukan selama 3 menit.

b. Inti
Gerakan inti merupakan gerakan yang sudah lebih aktif dan
melibatkan gerakan yang disiplin untuk melatih bagian tubuh tertentu
dengan pengulangan yang cukup. Kegiatan ini mengikuti alur terentu,
gerakan dari bagian atas tubuh ke bawah atau dari bagian kepala, bahu,
lengan, pinggang ke gerakan gabungan. Pelaksanaan dari bagian inti
ini bergerak secara progresif, yaitu dari tahap gerakan tunggal bagian

30
tubuh, hingga pergerakan tubuh secara bersamaan. Dalam senam
zumba ini dibutuhkan sebuah konsentrasi yang baik dan benar agar
dapat memperoleh manfaat dari senam tersebut. Gerakan inti dilakukan
selama 22 menit.

c. Pendinginan
Pada gerakan pendinginan dengan gerakan yang mampu
menurunkan frekuensi denyut nadi untuk mendekati denyut nadi yang
normal, setidaknya mendekati awal dari latihan. Gerakan pendinginan
ini merupakan penurunan dari gerakan tingkatan tinggi ke gerakan
tingkatan rendah. Gerakan pendinginan dilakukan selama 5 menit.

31
4) Proses Metabolisme Energi Saat Olahraga
Gerakan tubuh saat melakukan olah raga dapat terjadi karena otot
berkontraksi. Kontraksi otot memerlukan energi dalam bentuk ATP
(Adenosin Tri Phosphate). Olahraga aerobik dan anaerobik, keduanya
memerlukan energi. Energi yang diperlukan itu didapat dari energi potensial
yaitu energi yang tersimpan dalam makanan berupa energi kimia, dimana
energi tersebut akan dilepaskan setelah bahan makanan mengalami proses
metabolisme dalam tubuh (Kusumaningtyas, 2011). Proses metabolisme
energi secara aerobik merupakan proses metabolisme yang terjadi di dalam
mitokondria dan membutuhkan kehadiran oksigen (O2) agar prosesnya
dapat berjalan dengan sempurna untuk menghasilkan ATP. Pada saat
berolahraga, kedua simpanan energi tubuh yaitu simpanan karbohidrat
(glukosa darah, glikogen otot dan hati) serta simpanan lemak dalam bentuk
trigeliserida akan memberikan kontribusi terhadap laju produksi energi
secara aerobik di dalam tubuh (Coyle, 2006).
Untuk meregenerasi ATP, 3 simpanan energi akan digunakan oleh
tubuh yaitu simpanan karbohidrat (glukosa, glikogen), lemak dan juga
protein. Diantara ketiganya, simpanan karbohidrat dan lemak merupakan
sumber energi utama saat proses aerobik (Kusumaningtyas, 2011)
Aerobik mempunyai pengertian yang luas daripada gambaran kita
sehari-hari. Pelopor aerobik adalah Dr. Kenneth Cooper pada tahun1960,
yang merupakan konsep baru suatu latihan. Dr. Kenneth menjelaskan dari
suatu latihan-latihan dengan ritme musik dan gerakan yang teratur sehingga
tubuh kita dapat mengembangkan atau memompa oksigen dan
meningkatkan denyut jantung dan nadi (Gilang, 2007). Latihan aerobik
adalah latihan yang menggunakan energi yang berasal dari pembakaran
dengan oksigen. Efek latihan aerobik adalah kebugaran kardiorespirasi,
karena latihan tersebut mampu meningkatkan pengambilan oksigen,
meningkatkan kapasitas darah untuk mengangkut oksigen dan denyut nadi
menjadi lebih rendah saat istirahat maupun beraktifitas. Manfaat lainnya,
aerobik bisa meningkatkan jumlah kapiler, menurunkan jumlah lemak

32
dalam darah dan meningkatkan enzim pembakar lemak (Kurniawati, 2010).
Latihan aerobik sebaiknya dilakukan 20-60 menit setiap sesi tergantung
status kebugaran, intensitas latihan, dan usia. Dilakukan 3-5 kali seminggu.
Kurang dari 3 kali seminggu, latihan aerobik tidak membangun kebugaran
yang adekuat (Neiman, 2007)

5) Manfaat Senam Zumba


Adapun manfaat dari senam zumba untuk kesehatan adalah sebagai
berikut:
a. Melatih otot-otot pada lengan, perut, dan kaki agar menjadi lebih
kencang. Manfaat senam zumba tak hanya sampai disitu melainkan juga
melingkupi kesehatan pernafasan dan pelatihan kardio untuk jantung
dan peredaran darah (Jiwasraya, 2013).
b. Membuang mood negatif dan menggantinya dengan mood yang positif.
Senam ini dapat juga dijadikan sebagai sarana hiburan yang
menyehatkan. Membantu pembentukan dan perampingan lengan
(Jiwasraya, 2013).
c. Mengontraksi semua otot. Apalagi dengan zumba toning yang
menggunakan maraca atau dumbbell 1 kg. Selain itu, seperti olahraga
lainnya, zumba merangsang hormon endorfin yang dapat membuat kita
merasa lebih bahagia (Jiwasraya, 2013).
d. Menghilangkan baby blues pada wanita hamil. Setiap selesai melakukan
gerakan zumba, seseorang dapat terlihat menjadi lebih ceria dan lebih
positive thinking. Pikiran negatif setelah melahirkan pun menjadi hilang
(Jiwasraya, 2013).
e. Gerakan-gerakan zumba terfokus pada pinggul, pinggang, dan kaki,
sehingga bagus untuk pembentukan postur dan lekukan tubuh. Dan
akhirnya, postur dan lekukan tubuh yang baik akan membuat kita lebih
percaya diri (Jiwasraya, 2013).
f. Menurunkan berat badan dan membentuk otot pada kaki. Zumba juga
bisa membakar 600 hingga 1000 kalori per jam (Jiwasraya, 2013).

33
Jadi, tidak hanya membakar lemak dan menyehatkan jantung,
gerakan zumba dance juga dapat meningkatkan keseimbangan dan
fleksibilitas. Ketika berlatih tari zumba, seseorang akan mengeluarkan
keringat lebih banyak dan mungkin belum berhenti setiap 10 menit untuk
beristirahat. Ini menandakan pembakaran kalori lebih banyak (Porcari,
2012).
Kelebihan berat umumnya disebabkan oleh kelebihan asupan
makanan dibanding energi yang digunakan, selain kurang gerak
(hypokinetic). Peningkatan timbunan lemak tubuh akan membawa risiko
berbagai macam penyakit, seperti penyakit jantung dan penyakit diabetes
dan berbagai akibat dari hypokinetic, serta dampak psikologis yang pada
umumnya dirasakan wanita ialah merasa malu dan rendah diri karena
kelebihan berat badan. Bila asupan makanan mengandung banyak kalori
(energi), namun energi hanya digunakan sedikit saja untuk beraktivitas,
maka kelebihan energi akan ditimbun dalam bentuk lemak (Porcari, 2012).
Upaya peningkatan kesehatan sesungguhnya dapat dilakukan oleh
setiap orang melalui kegiatan pengaturan lemak di dalam tubuh dengan
baik. Disamping pengaturan pola makan, penggunaan olahraga merupakan
usaha sederhana dan murah untuk meningkatkan kesehatan, asalkan disertai
pengetahuan dan pengertian tentang kesehatan olahraga yang benar
(Porcari, 2012).
Senam aerobik yang dilakukan secara teratur dapat mencegah
kegemukan, membentuk otot dan memperbaiki tonus otot. Senam aerobic
juga telah terbukti dapat memelihara elastisitas dan kesehatan kulit sehingga
tidak cepat keriput dan tampak awet muda (Setya, 2005).

34
6) Prinsip- Prinsip Dasar Latihan Zumba
Menurut Danardono (2006: 1) prinsip- prinsip dasar latihan
meliputi:
a. Latihan yang efektif dan aman Dalam melakukan latihan, latihan-
latihan yang dipilih haruslah mampu untuk mencapai tujuan yang
diinginkan secara efektif dan aman artinya latihan yang dipilih dapat
mencapai tujuan lebih cepat dan aman, bukan seperti fakta yang ada,
yakni program yang ditawarkan dapat lebih cepat mencapai tujuan
namun kurang aman atau sebaliknya, aman namun tidak efektif
sehingga dalam menjalani latihan mengalami kejenuhan atau
kebosanan.
b. Kombinasi latihan dan pola hidup Untuk mencapai tujuan latihan
secara optimal disarankan tidak hanya dari segi latihan namun pola
hidup dan kebiasaan juga harus diperhatikan yakni dalam hal pola
makan dan istirahat (diet and rest). Kombinasi antara latihan, makan
dan istirahat sangat mempengaruhi keberhasilan ataupun kegagalan
suatu program latihan.
c. Latihan dengan sasaran dan tujuan yang jelas Ketika melakukan
latihan, tujuan dan sasaran latihan harus jelas, misalnya latihan dengan
tujuan kebugaran, atau pembakaran lemak tubuh (penurunan berat
badan), atau pembesaran massa otot (penambahan berat badan,
hipertropi otot atau untuk menjadi body builder)
d. Pembebanan harus overload (beban lebih) dan progress (meningkat).
Pembebanan dalam latihan harus lebih berat dibandingkan dengan
aktifitas sehari-hari dan ditingkatkan secaara bertahap sehingga mampu
memberikan peningkatan yang berarti pada peningkatan fungsi tubuh.
e. Latihan bersifat specific (khusus) dan individual. Ketika latihan, model
latihan yang di pilih harus di sesuaikan dengan tujuan yang hendak
dicapai, bersifat khusus dan tidak boleh disamakan antara satu orang
dengan orang lain. Misalnya, seseorang dengan berat badan berlebih

35
atau tujuan mengidealkan tubuh harus memilih latihan yang bersifat
aerobik, sedangkan untuk melatih kekuatan dan daya tahan otot pilihan
latihan yang tepat adalah latihan beban.
f. Revesible (kembali ke asal) Tingkat kebugaran yang dicapai seseorang
akan berangsurangsur turun bahkan dapat hilang sama sekali, jika
latihan tidak dikerjakan secara teratur dan terus menerus sepanjang
tahun dengan takaran atau dosis yang tepat. Tingkat kebugaran
seseorang akan menurun hingga 50% jika latihan berhenti 4-12 minggu
dan akan terus berkurang hingga 100% jika latihan berhenti selama 10-
30 minggu.
g. Continuitas (terus dan berkelanjutan) Latihan sebaiknya dilakukan
secara terus menerus dan berkelanjutan sehingga minimal mempunyai
fungsi mempertahankan kondisi kebugaran agar tidak menurun atau
malah bisa untuk meningkatkan tingkat kebugaran secara optimal.
h. Menghindari cara yang tidak benar dan merugikan Melakukan latihan
yang dapat mencederai tubuh atau tidak sesuai aturan dan salah, dapat
berdampak di kelak kemudian hari. Misalnya, seseorang yang berlatih
menggunakan latihan beban harus tahu fungsi akan alat yang di
pergunakan, cara menggunakan atau gerakan latihan dan pengaturan
nafas saat menggunakan alat.
i. Melakukan latihan dengan berurutan atau tahapan yang benar. Tahapan
latihan merupakan rangkaian dari proses berlatih dalam satu sesi
latihan dan harus berurutan dimulai dari warmingup (pemanasan),
conditionong (latihan inti), dan cooling-down (penenangan). Pada
Latihan Zumba menggunakan konsep frekuensi, intensitas, waktu dan
tipe latihan atau biasa disingkat FITT (Frekuecy, Intensity, Time,
Tipe).

36
Menurut Suharjana (2013: 45) menjeleskan bahwa takaran latihan
dijabarkan dalam konsep FITT (Frekuecy, Intensity, Time, Tipe).
a. Frekuensi latihan
Frekuensi menunjuk pada jumlah latihan per minggu. Secara
umum, frekuensi latihan lebih banyak, dengan program latihan lebih
lama akan mempunyai pengaruh lebih baik terhadap kebugaran
jasmani. Frekuensi latihan yang baik untuk endurance training adalah
2-5 kali perminggu, dan untuk anaerobic training 3 kali perminggu.
Frekuensi dalam melakukan latihan zumba sama halnya
dengan frekuensi latihan aerobik lainnya yaitu 2-5 kali per minggu atau
dapat juga dilakukan 3-5 kali perminggu. Menurut Djoko Pekik Irianto
(2004: 17) latihan dapat dilakukan 3-5 kali per minggu. Sebaiknya
dilakukan berselang, misalnya: Senin-RabuJ-umat, sedangkan hari
yang lain digunakan untuk istirahat agar tubuh memiliki kesempatan
melakukan recovery (pemulihan) tenaga.
Latihan dengan frekuensi tinggi membuat tubuh tidak cukup
waktu untuk pemulihan. Kegagalan menyediakan waktu pemulihan
yang memadai akan dapat menimbulkan cedera. Tubuh membutuhkan
waktu untuk bereaksi terhadap rangsangan latihan pada umumnya
membutuhkan waktu lebih dari 24 jam. Semakin bertambah usia
semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan.

b. Intensitas latihan (Intensity)


Intensitas latihan merupakan kualitas yang menunjukan berat
ringannya suatu latihan. Besarnya intensitas tergantung pada jenis dan
tujuan latihan. Besarnya intensitas tergantung pada jenis dan tujuan
latihan. Latihan aerobik menggunakan patokan kenaikan detak jantung
(Training Heart Rate = THR). Secara umum intensitas latihan
kebugaran adalah 60% - 90% detak jantung maksimal, sedangkan
intensitas latihan secara khusus dapat dilihat pada tabel 2.

37
Menurut Bompa (1994) Intensitas latihan merupakan komponen
latihan yang sangat penting untuk dikaitkan dengan komponen kualitas
latihan yang dilakukan dalam kurun waktu yang diberikan. Intensitas adalah
fungsi kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan, kuatnya
rangsangan tergantung dari beban kecepatan gerakan, variasi interval atau
istirahat diantara ulangan.

c. Durasi latihan (Time)


Time atau durasi latihan adalah waktu yang diperlukan setiap kali
latihan. Untuk meningkatkan kebugaran paru-jantung dan penurunan berat
badan diperlukan waktu berlatih 20-60 menit. Durasi dan intensitas latihan
saling berhubungan. Peningkatan pada salah satunya akan menurunkan
yang lain. Jika durasi latihan bertambah maka intensitas latihan akan
menurun begitupula sebaliknya. Durasi dapat berarti waktu, jarak dan
kalori. Durasi menunjukan lama waktu yang digunakan untuk latihan. Jarak
menunjukan pada panjang langkah, atau pedal, atau kayuhan yang dapat
ditempuh. Kalori menunjukan jumlah energi yang digunakan selama
latihan.

38
d. Tipe latihan
Tipe latihan adalah bentuk atau model olahraga yang digunakan
untuk latihan. Sebuah latihan akan berhasil jika latihan tersebut dipilihkan
tipe tepat. Tipe latihan akan menyangkut isi dan bentuk-bentuk latihan. Tipe
latihan salah satunya adalah latihan aerobik. Menurut McCarthy yang
dikutip Widiyanto (2004: 9) latihan aerobik merupakan bentuk latihan yang
dilakukan berulangulang (kontinyu) dan bersifat terus menerus (ritmis),
yang menggunakan kelompok-kelompok otot besar dalam tubuh, dan yang
dapat dipertahankan terus menerus selama 20 hingga 30 menit. Ketika
beban kerja otot meningkat, tubuh akan langsung merespon dengan
mengonsumsi oksigen sebanyak banyaknya untuk dikirim keseluruh otot
dan jantung sehingga mengakibatkan detak jantung dan frekuensi
pernapasan meningkat sampai memenuhi kebutuhan tubuh.
Metode latihan aerobik diantaranya: (1) latihan kontinyu; adalah
latihan yang dilakukan 30 menit atau lebih. Bentuk latihannya seperti:
jogging, jalan kaki, bersepeda, berenang senam aerobik, sepeda statis, step
up, rope skiping, (2) latihan Interval training; adalah latihan yang diselingi
interval istirahat diantara interval kerja. Interval training mengandung
empat komponen, yaitu: lama latihan, intensitas latihan, masa latihan dan
repetsi, (3) circuit training; adalah bentuk latihan aerobik yang terdiri dari
pospos latihan, yaitu antara 6 sampai 16 pos latihan. latihan dilakukan
dengan cara berpindah-pindah dari pos satu ke pos dua dan seterusnya
hingga sampai selesai seluruh pos.
Zumba termasuk dalam latihan aerobik dengan metode interval
training karena saat melakukan latihan diselingi dengan istirahat. Menurut
Andre Gunawan (2015: 49) Senam zumba merupakan bentuk penerapan
dari metode HIIT (High Intensity Interval Training), yakni latihan kardio
yang dilakukan dalam waktu singkat dengan intensitas yang tinggi,
sehingga sangat membantu dalam mengintegrasikan komponen dasar
kebugaran daya tahan kardiorespirasi, kekuatan otot, dan fleksibilitas.

39
Dengan metode HIIT, zumba mampu membakar kalori lebih banyak.
Menurut ZIN Junko Agus (2012) yang dikutip Sukesi Widya Nataloka
(2015: 30) metode penerapan dalam zumba adalah HIIT (High Intensity
Interval training), yaitu latihan kardio yang dilakukan dalam waktu singkat
dalam intensitas yang tinggi sehingga sangat membantu dalam proses
pembakaran lemak, pembakaran kalori, dan penurunan berat badan. Bentuk
latihan pada zumba adalah interval atau yang disebut dengan intermittent
training atau latihan terputus-putus.

40
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Jurnal Pertama

PENGARUH SENAM ZUMBA TERHADAP PERUBAHAN BERAT


BADAN PADA MAHASISWA KEPERAWATAN YANG
MELAKUKAN SENAM ZUMBA DI FAKULTAS ILMU
KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR

Husnul Awaliyah
NIM: 70300110047
ABSTRAK

Latar Belakang:
Kegemukan adalah suatu keadaan kelebihan berat badan 10% di atas berat badan
ideal atau jumlah presentase lemak tubuh melebihi 20% untuk pria dan 25% untuk
wanita. Kelebihan berat badan diatas 25% dari berat badan ideal disebut obesitas.
Lebih dari dua juta kematian setiap tahun disebabkan oleh kurangnya bergerak atau
beraktivitas fisik. Kebanyakan negara diseluruh dunia antara 60% hingga 85%
orang tidak cukup beraktivitas fisik untuk memelihara fisik mereka.

Tujuan:
untuk mengetahui adanya pengaruh senam zumba terhadap perubahan berat badan
pada mahasiswa keperawatan yang melakukan senam zumba di Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Alauddin Makassar.

Metode Penelitian:
Penelitian ini menggunakan rancangan pra experimental design dengan pendekatan
pre dan post test design dengan sampel Mahasiswa Keperawatan yang mengikuti

41
latihan senam zumba selama 4 minggu di Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin
Makassar. Besar sampel yaitu 10 peserta senam zumba dengan tekhnik
pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data yang
dikumpul kemudian diolah dan di analisis menggunakan Dari uji T berpasangan
untuk melihat pengaruh senam zumba terhadap perubahan berat badan.

Hasil:
Berdasarkan hasil penelitian dari uji paired t-test diperoleh nilai ratarata berat badan
sebelum latihan 60,39 kg dan setelah latihan 59,86 kg, nilai perubahan berat badan
adalah 0,530 ± 0,529 dan di dapatkan p-value sebesar 0,011 atau < 0,05 berarti ada
pengaruh pelatihan senam zumba.

Kesimpulan: Berdasarkan penelitian didapatkan hasil yang bermakna antara


senam zumba terhadap perubahan berat badan pada mahasiswa keperawatan yang
melakukan senam zumba di Fakultas Ilmu Kesehtan UIN Alauddin Makassar.

METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis dan Lokasi Penelitian


1) Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian pra experimental design
dengan menggunakan rancangan pretest-posttest one group design, yang
dipilih secara random dan diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal
(perlakuan). Bagan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pretest Perlakuan Posttest


O1 X O2

Keterangan:
O1 = Penimbangan berat badan sebelum intervensi senam zumba
X = Intervensi senam zumba

42
O2 = Penimbangan berat badan setelah intervensi senam zumba
Pengaruh adanya perlakuan (O2 - O1) adalah apabila ada perubahan
hasil pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan. Dalam penelitian,
pengaruh perlakuan dianalisis dengan uji beda menggunakan statistik t-test
(Suryabrata, 2011).

2) Lokasi dan Waktu Penelitian


a. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di lakukan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar. Jl. Sultan Alauddin No. 36 Samata
Gowa- Sungguminasa.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan selama 4 minggu di mulai pada bulan Mei
sampai bulan Juni, dengan 3 kali perlakuan dalam seminggu.

2. Populasi dan Sampel Penelitian


1) Populasi
Populasi adalah keselurahan obyek penelitian atau obyek yang
diteliti (Nursalam, 2008). Populasi penelitian ini adalah mahasiswa
keperawatan yang melakukan senam zumba di fakultas ilmu kesehatan UIN
Alauddin Makassar. Dimana berdasarkan data jumlah mahasiswa
keperawatan UIN Alauddin Makassar yang melakukan senam zumba adalah
35 orang mahasiswa.
2) Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dipergunakan
sebagai subyek penelitian melalui sampling. Sampling adalah proses
menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada
(Nursalam, 2008). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
teknik purposive sampling yaitu cara pengambilan sampel yang tidak
berdasarkan pada strata, random, atau daerah, tetapi didasarkan atas adanya
tujuan tertentu (Arikunto, 2010).

43
Ada beberapa saran praktis dalam menentukan ukuran sampel. Saran
yang dikemukakan termasuk sensus untuk populasi kecil, meniru ukuran
sampel dari peneliti serupa sebelumnya, menggunakan tabel yang sudah
dipublikasikan, dan menggunakan rumus untuk menentukan ukuran sampel.
Selain itu, ada jenis penelitian yang mengharuskan untuk menggunakan
sampel kecil, misalnya penelitian eksperimen, penelitian kasus, dan
penelitian kualitatif (Arif Tiro, 2011).
Berdasarkan teori di atas, sampel pada penelitian ini adalah meniru
ukuran sampel dari peneliti serupa sebelumnya, maka sampel yang
digunakan untuk mengetahui pengaruh senam zumba terhadap perubahan
berat badan pada mahasiswa keperawatan UIN Alauddin Makassar adalah
10 orang.
a. Kriteria Inklusi
a) Mahasiwa yang melakukan senam zumba di fakultas ilmu kesehatan
UIN Alauddin Makassar
b) Bersedia mengikuti senam zumba secara teratur yang dilakukan
selama 4 minggu.
c) Bersedia mengikuti latihan dan menandatangani surat persetujuan
(informed consent).
b. Kriteria Eksklusi
a) Menderita cacat otot dan tulang
b) Menderita penyakit, seperti penyakit jantung, asma

3. Sumber dan Cara Pengumpulan Data


1) Sumber Data
a. Data Primer
Diperoleh dengan cara: Pengukuran berat badan pre dan posttest dengan
menggunakan alat timbangan berat badan.

44
b. Data Sekunder
Data sekunder yang dimaksud disini adalah berupa jumlah peserta
senam zumba pada mahasiswa keperawatan UIN Alauddin Makassar
yang melakukan senam zumba di Fakultas Ilmu Kesehatan.

2) Cara Pengumpulan Data


Pengambilan data berat badan pre-test dilakukan satu kali sebelum
perlakuan pada minggu pertama, kemudian pengambilan data berat badan
post-test dilakukan pada akhir minggu pertama, selanjutnya kembali
melakukan penimbangan berat badan pada akhir latihan minggu kedua, dan
penimbangan berat badan setelah perlakuan pada akhir latihan minggu 3,
dan pada minggu keempat setelah perlakuan dilakukan penimbangan berat
badan. Sedangkan data tinggi badan hanya diambil sebelum pelatihan
dimulai. Data berat badan diukur dengan timbangan injak, dan tinggi badan
diukur dengan microtoice.
Data frekuensi senam zumba selama empat minggu dirata-ratakan
sehingga diperoleh rata-rata berat badan sebelum dan setelah melakukan
senam dalam waktu empat minggu. Untuk menganalisis perbedaan
perubahan berat badan digunakan uji paired t-test.

4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi latihan senam
zumba yang dilakukan 3 kali dalam seminggu dengan pemutaran video senam
zumba dengan menggunakan laptop, yang dihubungkan dengan speaker dan
LCD sebagai panduan gerak. Sebelum pelaksanaan senam penimbangan berat
badan dilakukan untuk mengetahui berat badan awal responden (pretest),
kemudian perlakuan senam zumba, dan dilakukan pengukuran pada akhir
penelitian (posttest). Pengukuran berat badan dengan menggunakan alat
timbangan berat badan dan dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).

45
Cara Pakai alat timbangan berat badan:
1) Jelaskan prosedur kepada responden.
2) Minta kepada responden untuk melepaskan barang yang bisa
mempengaruhi berat badan pada responden, seperti sepatu, dan tas.
3) Minta kepada responden untuk naik diatas timbangan dan biarkan
responden untuk diam beberapa saat dengan posisi responden berdiri tegak
menghadap ke depan.

Gerakan senam zumba:


Pemutaran video senam zumba dengan menggunakan laptop, yang
dihubungkan dengan speaker dan LCD sebagai panduan gerak.
1) Gerakan pemanasan durasi 3 menit, dengan 8 gerakan dalam hitungan (2x8)

2) Gerakan inti durasi 22 menit, dengan 60 gerakan dalam hitungan (2x8)

46
3) Gerakan pendinginan durasi 5 menit, dengan 22 gerakan dalam hitungan
(2x8)

5. Pengolahan dan Analisa Data


1) Pengolahan Data
a. Editing
Proses editing setelah data hasil pemeriksaan terkumpul dan
dilakukan dengan memeriksa kelengkapan data, memeriksa
kesinambungan data, dan keseragaman data.
b. Coding
Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data, semua
data perlu disederhanakan yaitu dengan simbol-simbol tertentu, untuk
setiap hasil pemeriksaan (pengkodean).
c. Tabulating
Tabulasi adalah kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian
ke dalam tabel-tabel sesuai kriteria yang telah ditentukan sesuai dengan
tujuan penelitian.
d. Entry Data
Memasukkan data yang telah ditabulasi ke dalam program
komputer.

47
2) Analisa Data
a. Analisa Univariat
Data selanjutnya dientri ke dalam komputer dan deskriptif
analisa data dengan menggunakan komputer. Pada analisa data
deskriftif, data akan dideskripsikan sebagai rerata dengan simpang buku
dan median. Selanjutnya dilakukan uji normalitas dari distribusi data
dengan uji Shapiro Wilk. Dalam penelitian ini, analisa univariat
dilakukan untuk mengetahui proporsi dari variabel penelitian yaitu
variabel bebas dan terikat.
b. Analisa Bivariat
Bila data yang diuji berdistribusi normal atau mendekati
distribusi normal, maka untuk mengetahui status perubahan berat badan
yang terjadi pada setiap perlakuan senam zumba di analisis dengan uji
T (paired t-test), Karena dalam penelitian, pengaruh perlakuan di
analisis dengan uji beda menggunakan statistik t-test. Jika ada
perubahan yang signifikan pada grup eksperimen maka perlakuan yang
diberikan berpengaruh secara signifikan (Suryabrata, 2011). Pada taraf
signifikansi 5 % (α=0,05) dengan dk=n-1, apabila p value < maka Ho
ditolak yang berarti ada pengaruh latihan senam zumba yang diberikan
terhadap variabel dependen sedangkan apabila p value > α berarti Ho
diterima yang berarti tidak ada pengaruh latihan senam zumba yang
diberikan terhadap variabel dependen (Arikunto, 2010).

6. Etika Penelitian
Menurut Yurisa (2008) dalam bukunya Etika Penelitian Kesehatan,
bahwasanya Komite Nasional Etika Penelitian telah membagi empat etika yang
harus ada dalam melakukan penelitian kesehatan yaitu:
1) Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk
mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian

48
serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy). Beberapa tindakan
yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan martabat manusia
adalah peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subyek (informed
consent).
2) Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy
and confidentiality).
Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi
dan kebebasan individu. Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat
terbukanya informasi individu termasuk informasi yang bersifat pribadi.
Sedangkan, tidak semua orang menginginkan informasinya diketahui oleh
orang lain, sehingga peneliti perlu memperhatikan hak-hak dasar individu
tersebut. Dalam aplikasinya, peneliti tidak boleh menampilkan informasi
mengenai identitas baik nama maupun alamat asal subyek dalam kuesioner
dan alat ukur apapun untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas
subyek. Peneliti dapat menggunakan koding (inisial atau identification
number) sebagai pengganti identitas responden.
3) Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness).
Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk
memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara jujur, hati-hati,
profesional, berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor
ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta perasaan
religius subyek penelitian. Lingkungan penelitian dikondisikan agar
memenuhi prinsip keterbukaan yaitu kejelasan prosedur penelitian.
Keadilan memiliki bermacam-macam teori, namun yang terpenting adalah
bagaimanakah keuntungan dan beban harus didistribusikan di antara
anggota kelompok masyarakat. Prinsip keadilan menekankan sejauh mana
kebijakan penelitian membagikan keuntungan dan beban secara merata atau
menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi dan pilihan bebas masyarakat.
Sebagai contoh dalam prosedur penelitian, peneliti mempertimbangkan
aspek keadilan gender dan hak subyek untuk mendapatkan perlakuan yang

49
sama baik sebelum, selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam
penelitian.
4) Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits)
Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian
guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek
penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence).
Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek
(nonmaleficence). Apabila intervensi penelitian berpotensi mengakibatkan
cedera atau stres tambahan maka subyek dikeluarkan dari kegiatan
penelitian untuk mencegah terjadinya cedera, kesakitan, stres, maupun
kematian subyek penelitian.

HASIL PENELITIAN

1. Deskriptif Hasil Penelitian


Lokasi penelitian di lakukan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar. Jl. Sultan Alauddin No. 36 Samata Gowa-
Sungguminasa. Sampel pada penelitian ini adalah berjumlah 10 orang.
Penelitian ini dilakukan selama 4 minggu di mulai pada bulan Mei sampai bulan
Juni, dengan 3 kali perlakuan dalam seminggu.
1) Analisa Univariat
a. Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Umur F %
19 Tahun 4 40.0
20 Tahun 6 60.0
Total 10 100.0

Sumber: Data Primer 2014

50
Pada tabel 4.1 terlihat bahwa distribusi responden
berdasarkan umur yang mengikuti latihan senam zumba adalah yang
berusia 18-20 tahun, yaitu 4 responden (40%), sedangkan usia 21-23
tahun sebanyak 6 responden (60%).

b. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin


Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin f %
Laki- Laki 4 40.0
Perempuan 6 60.0
Total 10 100.0
Sumber: data primer 2014

Pada tabel 4.2 terlihat bahwa distribusi responden berdasarkan


jenis kelamin yang mengikuti latihan senam zumba adalah laki-laki
yaitu 4 responden (40%), sedangkan perempuan sebanyak 6 responden
(60%). Jadi, responden paling banyak pada penelitian ini adalah
perempuan.

c. Distribusi responden berdasarkan Berat Badan Ideal (BBI)


Tabel 4.3
Distribusi responden berdasarkan Berat Badan Ideal (BBI)
BBI f %
47,7-49,5 5 50.0
50,0-54,0 3 30.0
>54 2 20.0
Total 10 100.0
Sumber: data primer 2014

51
Pada tabel 4.3 terlihat bahwa distribusi responden berdasarkan
berat badan ideal yang mengikuti latihan senam zumba adalah 47,7-49,5
yaitu 5 responden (50%), 50,0-54,0 sebanyak 3 responden (30%) dan
>54 sebanyak 2 orang (20%).

2) Analisa Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh variable
independen (senam zumba) dengan variabel dependen (berat badan)
ditunjukkan dengan nilai p > 0,05. Sebelum dilakukan uji T dilakukan uji
normalitas untuk mengetahui apakah data penelitian berdistribusi normal
pada data berat badan sebelum dan setelah latihan, maka digunakan uji
Shapiro-Wilk test.
a. Hasil Uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro Wilk
Tabel 4.4
Hasil uji normalitas
Latiham Hasil Uju Shapiro Wilk
Sebelum Latihan 0.609
Setelah Latihan 0.794
Sumber: Data Primer 2014

Tabel menunjukan bahwa setelah dilakukan uji normalitas


dengan menggunakan uji Shapiro Wilk menunjukan bahwa semua data
berdistribusi normal (>0.05).

52
b. Statistic Deskriptif Pre test – Post test
Tabel 4.5
Statistic Deskriptif Pre test – Post test
(sebelum perlakuan dan setelah perlakuan selama 4 minggu)
Latihan N BB BB Rata- Std
Minimum Maximum rata BB Devitiation
Sebelum 10 52.20 71.30 60.3900 6.10800
Latihan
Setelah 10 51.20 71.40 59.8600 6.20810
Latihan
Sumber: Data Primer 2014

Pada tabel 4.5 terlihat bahwa berat badan sebelum melakukan


senam nilai tertinggi adalah 71,30 kg dan berat badan terendah adalah
52,20 kg dengan nilai rata-rata berat badan sebelum senam adalah 60,39
kg. Berat badan setelah melakukan senam berat badan tertinggi 71,40
kg dan dan berat badan terendah adalah 51,20 kg dengan nilai rata-rata
berat badan setelah senam adalah 59,86 kg.

c. Hasil uji beda paired t test berat badan pada peserta senam zumba
Tabel 4.6
Hasil uji beda paired t-test
Latihan n Rata-rata Std. T P
Perubahan BB Devition Value
Sebelum dan 10 0.530 0.529 3.167 0,011
setelah makan
Sumber: Data Primer 2014

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa setelah dilakukan uji t paired


didapatkan nilai rata-rata perubahan berat badan adalah 0,530 ± 0,529, dan

53
di dapatkan p-value sebesar 0,011 atau < 0,05 berarti ada pengaruh
pelatihan senam.

2. Grafik Penurunan Berat Badan


Grafik 4.1
Grafik Penurunan Berat Badan

54
Pada grafik diatas menunjukkan bahwa nilai berat badan terendah
sebelum latihan senam zumba yaitu 52,2kg, dan tertinggi yaitu 71,3kg. Setelah
perlakuan senam pada minggu pertama, terlihat 2 responden mengalami
penurunan berat badan dengan nilai penurunan berat badan >1kg, 4 responden
dengan penurunan <1kg, dan 4 responden mengalami peningkatan berat badan
<1kg. Setelah perlakuan pada minggu kedua, 6 responden rata-rata mengalami
penurunan berat badan >1kg, 3 responden mengalami peningkatan berta badan
<1kg, dan 1 responden >1kg. Pada minggu ketiga setelah perlakuan 3 responden
memiliki berat badan yang sama pada minggu kedua, 4 responden mengalami
penurunan berat badan <1kg, 2 responden dengan penurunan >1kg, dan 1
responden mengalami peningkatan berta badan <1kg. Selanjutnya pada minggu
terakhir, setelah perlakuan pada akhir minggu keempat, 2 responden mengalami
penurunan >1kg, 1 responden dengan berat badan yang sama pada minggu
sebelumnya, 5 responden dengan penurunan <1kg, dan terdapat 2 responden
yang mengalami peningkatan berat badan <1kg. Setelah 4 minggu pelatihan
senam zumba di dapatkan nilai berat badan terendah setelah senam zumba
adalah 51,2 kg dan nilai berat badan tertinggi setelah senam zumba adalah 71,4
kg. Penurunan berat badan yang terjadi pada minggu ketiga dan keempat tidak
terlalu signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya jeda waktu
selama 3 hari disetiap minggu pelatihan dan besar kemungkinan juga bisa
disebabkan oleh faktor makanan. Namun, secara keseluruhan rata-rata terdapat
penurunan berta badan, dan adapun peningkatan yang terjadi pada akhir minggu
keempat tidak terlalu signifikan.

3. Pembahasan
Aktivitas fisik yang rutin dapat memberikan dampak positif bagi
kebugaran seseorang diantaranya yaitu peningkatan kemampuan pemakaian
oksigen dan curah jantung, peningkatan efisiensi kerja otot jantung, mencegah
mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung, peningkatan ketahanan saat
melakukan latihan fisik, peningkatan metabolisme tubuh dan meningkatkan
kemampuan otot (Fatmah, 2011).

55
Olahraga menjadi kebutuhan hidup yang sifatnya periodik. Artinya
olahraga merupakan alat untuk memelihara dan membina kesehatan yang tidak
dapat ditinggalkan. Olahraga menjadi gerakan olah tubuh yang memberi efek
pada tubuh secara keseluruhan. Pentingnya olahraga tidak hanya melatih otot –
otot, sirkulasi darah, dan oksigen dalam tubuh lancar sehingga metabolisme
tubuh optimal. Tubuh bisa terasa segar dan otak sebagai pusat saraf pun bekerja
lebih baik. Olahraga tidak sekedar menggerakan tubuh, menghasilkan keringat,
dan merasa kelelahan, melainkan kegiatan yang berguna bagi tubuh. Ada
beberapa manfaat olahraga secara umum antara lain meningkatkan daya tahan
tubuh, meningkatkan kemampuan otak, mengurangi stress, meningkatkan
energy tubuh, metabolism tubuh meningkat dan menurunkan resiko penyakit
serta dapat membakar lemak (Muchtadi, 2009).
Senam yang dilakukan secara teratur dan terukur dapat membentuk
tubuh menjadi lebih proporsional dimana komposisi tubuh menunjukkan
perbandingan kumpulan otot, tulang, lemak, dan cairan. Senam aerobik yang
dilakukan secara teratur dapat mencegah kegemukan, membentuk otot dan
memperbaiki tonus otot (Setya, 2005).
Senam zumba tidak hanya membakar lemak dan menyehatkan jantung,
gerakan zumba juga dapat meningkatkan keseimbangan dan fleksibilitas.
Ketika berlatih tari zumba, seseorang akan mengeluarkan keringat lebih banyak.
Ini menandakan pembakaran kalori lebih banyak. Penurunan berat badan
disebabkan oleh meningkatnya aktifitas fisik. Dengan meningkatnya aktifitas
fisik tersebut, menyebabkan terbakarnya cadangan lemak tubuh untuk
memenuhi kebutuhan kalori tubuh pada saat latihan senam zumba. Karena di
dalam tubuh kita senantiasa berlangsung proses biokimia untuk memperoleh
energi bagi tiap gerak kerja (Porcari, 2012).
Gerakan tubuh saat melakukan olahraga dapat terjadi karena otot
berkontraksi. Kontraksi otot memerlukan energi dalam bentuk ATP (Adenosin
Tri Phosphate). Olahraga memerlukan energi, energi yang diperlukan di dapat
dari energi potensial yaitu energi yang tersimpan dalam makanan berupa energi
kimia, dimana energi tersebut akan dilepaskan setelah bahan makanan

56
mengalami proses metabolisme dalam tubuh (Kusumaningtyas, 2011). Proses
metabolisme energy secara aerobik merupakan proses metabolisme yang terjadi
didalam mitokondria dan membutuhkan kehadiran oksigen (O2) agar prosesnya
dapat berjalan dengan sempurna untuk menghasilkan ATP. Pada saat olahraga,
kedua simpanan energy tubuh yaitu simpanan karbohidrat (glukosa darah,
glikogen otot dan hati) serta simpanan lemak dalam bentuk trigliserida akan
memberikan kontribusi terhadap laju produksi energi secara aerobik di dalam
tubuh (Coyle, 2006).
Islam memiliki perbedaan yang nyata dengan agama-agama lain di
muka bumi ini. Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur
hubungan manusia dengan Sang Khalik-nya dan alam syurga, namun Islam
memiliki aturan dan tuntunan yang bersifat komprehensi, harmonis, jelas dan
logis. Islam menganjurkan dan cenderung mewajibkan seseorang untuk mampu
memelihara kesehatan baik perorangan, keluarga maupun masyarakat. Untuk
itu ada beberapa tuntunan yang perlu kita perhatikan sekaligus meningkatkan
derajat kesehatan meliputi 4 hal yaitu penyuluhan, prepentif atau pencegahan,
kuratif atau pengobatan dan rehabilitatif yaitu pemulihan. Olahraga merupakan
salah upaya prepentif untuk menjaga kesehatan salah satunya dalam penurunan
berat badan bagi yang mengalami kelebihan berat badan atau overweight
(Syauqi, 2005).
Pendapat Ramayulis (2008), bahwa perubahan berat badan dapat
diperoleh dari pendekatan aktivitas fisik dan dengan mengatur pola makan.
Aktifitas fisik adalah cara yang positif untuk mengontrol perubahan berat
badan, tanpa mengurangi jaringan tanpa lemak. Aktifitas seperti senam aerobik
tampak lambat dalam menunjukan perubahan berat badan, namun bila
dilakukan secara intensif akan menunjukan hasil cukup baik dalam hal
penurunan berat badan (Dewantari, Ni Made, 2011).
Pada penelitian ini, nilai berat badan tertinggi sebelum melakukan
senam zumba adalah 71,3 kg, dan nilai berat badan terendah sebelum
melakukan senam adalah 52,2 kg, dengan rata-rata berat badan sebelum senam
adalah 60,3 kg. Sedangkan setelah melakukan pelatihan senam zumba selama 4

57
minggu terjadi penurunan berat badan. Penurunan berat badan setelah pelatihan
senam di dapatkan nilai tertinggi adalah 71,4 kg, berat badan terendah setelah
senam adalah 51,2 kg, dan rata-rata berat badan setelah perlakuan senam adalah
59,8 kg.
Di dalam jurnal Fathirina Sientia, 2012 Jurnal media medika muda,
dengan judul pengaruh latihan senam aerobik terhadap perubahan berat badan
pada peserta klub kebugaran Semarang, menggunakan 20 sampel menarik
kesimpulan bahwa terdapat perubahan berat badan bermakna pada peserta
senam aerobik setelah melakukan senam selama 12 minggu di klub kebugaran
(Sientia, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian dari uji paired t-test diperoleh nilai rata-
rata berat badan sebelum latihan 60,39 kg dan setelah latihan 59,86 kg, nilai
perubahan berat badan adalah 0,530 ± 0,529 dan di dapatkan p-value sebesar
0,011 atau < 0,05 yang berarti nilai p-value bermakna dan H0 ditolak sehingga
ada pengaruh senam zumba terhadap perubahan berat badan. Penelitian ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Galih Tri
Utomo, Said Junaidi dan Setya Rahayu pada tahun 2012 dengan judul penelitian
latihan senam aerobic untuk menurunkan berat badan, lemak, dan kolestrol di
Sanggar senam Studio 88 Salatiga, dengan sampel penelitian 10 sampel yang
dilakukan selama 3 kali seminggu selama 2 bulan, dengan menggunakan uji
paired t-test dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan senam aerobik
terbukti menurunkan berat badan sebesar 66,78% (Tri Utomo, 2012).
Penelitian lain yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ni Made
Dewantari P, A.A., Gde Raka Kayanaya, dan Melantini tahun 2011 di pusat
kebugaran Asia Gianyar, menggunakan 25 sampel, mengambil kesimpulan
bahwa olahraga dan latihan fisik secara teratur yang dilakukan minimal 4
sampai 6 minggu dengan durasi latihan minimal 30 menit memberikan
pengaruh terhadap penurunan berat badan seseorang. Pelatihan senam 3 sampai
5 kali seminggu dapat membantu menurunkan berat badan, selain itu juga dapat
mempertahankan berat badan yang sudah tercapai (Dewantari, Ni Made, dkk,
2011).

58
Menurut asumsi peneliti, berdasarkan hasil penelitian, pelatihan fisik
secara aerobik menggunakan lemak sebagai sumber energi dan pelatihan
aerobic merupakan metode ideal untuk mengurangi massa jaringan lemak dan
menurunkan berat badan. Apabila latihan aerobik dilakukan sesuai dengan
prinsip dan takaran latihan diharapkan dapat memberikan hasil yang maksimal,
sehingga tujuan dari program dapat tercapai. Di samping itu juga akan
memperoleh manfaat dari latihan aerobik seperti memiliki tubuh yang ideal,
kekuatan otot, daya tahan otot, dan fleksibititas sendi. Penurunan berat badan
dapat terjadi karena dengan melakukan olahraga aerobik maka terjadi
peningkatan metabolisme tubuh dan itu baik untuk menurunkan berat badan
yang berlebihan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan latihan secara teratur dapat
digunakan untuk meningkatkan kebugaran jasmani yang berhubungan dengan
kesehatan, terutama terhadap perubahan berat badan sesuai yang diharapkan
pada penelitian ini. Namun, dalam penelitian ini program pengaturan diet pada
sampel belum dilakukan dengan ketat sehingga kemungkinan faktor asupan
nutrisi mempengaruhi hasil penelitian. Selain faktor asupan nutrisi, juga terjadi
kemungkinan adanya stres yang dialami oleh para sampel. Dengan beberapa
kondisi tersebut terdapat kemungkinan bahwa para sampel mendapatkan stress
yang mempengaruhi keadaan psikologis mereka sehingga berpengaruh pula
pada proses fisiologis yang berlangsung di tubuhnya. Selain itu juga disebabkan
karena waktu latihan yang diberikan hanya 4 minggu latihan, jadi diharapkan
perlunya dilakukan penelitian kembali dengan waktu penelitian yang lebih
panjang. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh diet dan
olahraga dengan melibatkan jumlah sampel yang besar, waktu penelitian yang
lebih panjang, dan metode pengendalian faktor perancu yang lebih ketat.

59
3.2 Jurnal Kedua
EFEK ZUMBA TERHADAP PENURUNAN TEBAL LEMAK BAWAH KULIT
DAN BERAT BADAN MEMBER DF FITNESS DAN AEROBIC

Oleh: Arum Tri Sukma


NIM 11603141021

Abstrak
Zumba merupakan salah satu alternatif aktivitas olahraga yang sedang
digemari saat ini. Hampir setiap fitness center maupun sanggar senam
menawarkan kelas zumba. Namun belum diketahui efek zumba terhadap
tercapainya tujuan dari program latihan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efek zumba terhadap penurunan tebal lemak bawah kulit dan berat
badan member DF Fitness dan Aerobic.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan desain
one group pre test-post test design. Populasi dari penelitian adalah 50 member
DF Fitness dan Aerobic yang mengikuti kelas zumba, sampel yang digunakan
sebanyak 15 member, perlakuan program latihan zumba sebanyak 16 kali
pertemuan dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu dengan intensitas sedang
sampai tinggi. Pengambilan data menggunakan pengukuran dengan Skinfold
untuk variabel lemak bawah kulit, serta timbangan berat badan untuk variabel
berat badan. Teknik analisis data menggunakan analisis uji-t, melalui uji
prasyarat normalitas, dan homogenitas.
Hasil penelitian
Menunjukan bahwa: (1) terdapat efek yang signifikan zumba terhadap
penurunan tebal lemak bawah kulit yang terletak pada biceps, triceps,
subscapula, dan suprailiaca member DF Fitness dan Aerobic, (2) terdapat efek
yang signifikan zumba terhadap penurunan berat badan member DF Fitness dan
Aerobic.
Kata kunci: Zumba, Tebal Lemak Bawah Kulit, Berat Badan

60
PENDAHULUAN
Saat ini olahraga bukan hanya menjadi pengisi waktu luang melainkan
sebagai kebutuhan akan kondisi tubuh. Masyarakat sudah tahu manfaat berolahraga
yang tidak hanya menjadikan tubuh sehat akan tetapi dapat memperbaiki
penampilan fisik. Hal ini didukung dengan banyaknya perusahaan atau instansi
yang mendirikan pusat kebugaran dengan menawarkan berbagai macam program
latihan. Salah satu program latihan yang paling diminati terutama kaum wanita
adalah program penurunan berat badan. Program ini dilakukan karena faktor berat
badan dan tebal lemak bawah kulit berlebih yang menjadikan tubuh tidak ideal dan
memicu timbulnya berbagai macam penyakit seperti diabetes, kanker, penyakit
kardio vaskular, dan penyakit perlemakan hati non-alkoholik.
Penyakit-penyakit tersebut timbul akibat peningkatan jumlah sel lemak
dalam tubuh. Misalnya, pada penyakit diabetes terjadi akibat peningkatan lemak
tubuh yang mengubah respon terhadap insulin sehingga terjadi penolakan insulin.
Banyak sekali faktor yang menjadikan tubuh tidak ideal, dikarenakan kalori yang
diasup tidak sebanding dengan kalori yang dibuang. Hal ini yang menyebabkan
tubuh mengalami peningkatan berat badan dan tebal lemak bawah tubuh yang
berlebih. Jika terus meningkat, maka akan memicu terjadi overweight hingga
obesitas. Obesitas merupakan kondisi dimana berat badan 60% atau lebih diatas
berat badan ideal. Orang yang obesitas beresiko mengalami berbagai macam
gangguan kesehatan antara lain, hipertensi, gagal jantung, diabetes mellitus, batu
empedu, perlemakan hati, dan keluhan sendi.
Cara yang digunakan dalam mengurangi lemak yang berlebih adalah
menjaga pola makan dengan menjaga asupan kalori yang masuk sehingga tidak
melebihi kebutuhan kalori tubuh, mengurangi makanan berlemak dan
berkarbohidrat tinggi. Akan tetapi manusia saat ini lebih memilih makanan instan
yang cepat saji seperti fast food dan junk food. Menurut Dojko Pekik Irianto (2007:
143) fast food terdapat banyak kekurangan yakni komposisi bahan makanannya
kurang memenuhi standar makanan sehat seimbang, antara lain kandungan lemak
jenuh berlebih karena unsur hewani lebih banyak dibanding nabati, kurang serat,

61
kurang vitamin, terlalu banyak sodium. Hal ini yang menjadikan menjaga pola
makan sangat berpengaruh terhadap kadar lemak dalam tubuh, makanan seperti fast
food dan junk food sangat memungkinkan tubuh mengalami kegemukan.
Selain menjaga pola makan, yang harus dilakukan adalah dengan
berolahraga khususnya olahraga aerobik, yakni olahraga yang banyak
membutuhkan oksigen karena dilakukan dalam waktu yang relatif lama seperti:
bersepeda, berenang, jongging, senam aerobik, jalan cepat dan menari. Olahraga
aerobik adalah olahraga yang mampu menjaga kebugaran, menambah kapasitas
jantung paru dan membakar lemak.
Menurut Aine McCarthy (1995) yang dikutip Widiyanto (2005: 116) latihan
aerobik memberikan pengaruh antara lain: (1) latihan aerobik menurunkan
kerawanan terhadap penyakit jantung, yang di yakini dapat melindungi tubuh dari
pengaruh aterosklerosis, (2) latihan aerobik dapat menurunkan tekanan darah pada
tingkatan yang wajar, (3) latihan aerobik dapat meningkatkan oksidasi lemak tubuh,
(4) latihan aerobik dapat menurunkan depresi dan kecemasan, dan latihan aerobik
dapat mengurangi resiko penyakit tulang, penyakit jantung, tekanan darah, kadar
lemak tubuh, depresi, dan penyakit tulang. Saat ini banyak sekali wanita yang
berkeinginan memiliki tubuh yang ideal, tetapi sebagian besar wanita masih belum
tahu program latihan yang tepat untuk mendapat tubuh ideal. Fitness dengan cara
latihan beban adalah salah satu program yang dapat dilakukan untuk mendapatkan
tubuh yang ideal, akan tetapi masih banyak wanita yang beranggapan bahwa fitness
dengan program latihan beban akan menjadikan otot lebih besar atau mengalami
hipertropy otot seperti halnya otot pria. Maka dari itu, upaya yang dilakukan wanita
untuk mendapatkan tubuh ideal adalah dengan melakukan olahraga aerobik.
Olahraga aerobik yang saat ini sedang digemari adalah zumba. Gerakan-gerakan
saat melakukan zumba berbeda dengan senam aerobik, karena gerakan zumba
merupakan gabungan antara gerakan senam aerobik, body weight dan tarian.
Zumba adalah olahraga yang menyenangkan karena diiringi musik yang
bervariasi yang dapat membangkitkan semangat sehingga siapapun yang
melakukannya dapat menikmati olahraga aerobik tanpa merasa kelelahan,
kebosanan dan tanpa disadari akan banyak kalori yang dikeluarkan saat latihan

62
meski dilakukan dengan intensitas sedang sampai tinggi dan dalam durasi yang
cukup lama.
DF Fitness dan Aerobic merupakan pusat kebugaran yang menawarkan
berbagai macam program kelas kebugaran diantaranya fitness, senam aerobik,
senam yoga pilates dan zumba. Salah satu kelas yang paling diminati adalah kelas
zumba, karena memiliki instruktur yang sudah berpengalaman dan tergabung dalam
ZIN (Zumba Instruktur Network), sehingga gerakan gerakan zumba yang
ditampilkan di DF Fitness dan Aerobic lebih energik dan variatif. Dalam
pengamatan peneliti, selama ini belum pernah dilakukan evaluasi apakah zumba
yang dilakukan oleh member DF Fitness dan Aerobic memberikan manfaat seperti
yang diharapkan khususnya terhadap tebal lemak dan berat badan. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penelitian tentang efek zumba terhadap penurunan tebal lemak
bawah kulit dan berat badan di DF Fitness dan Aerobic.

METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah quasi experiment menggunakan
metode the one group pre test-post test design. Dasar penggunaan metode ini
adalah kegiatan percobaan yang diawali dengan pengukuran awal tebal lemak
dan berat badan kemudian memberikan perlakuan kepada subyek selama 16 kali
latihan dan diakhiri dengan pengukuran akhir guna mengetahui efek perlakuan
yang telah diberikan. Adapun desain penelitian adalah sebagai berikut:

O1 P O2

Keterangan:
O1: Tes awal/ Pre test
P: Perlakuan / Treatment
O2: Test akhir / Post test

63
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalan penelitian merupakan variabel bebas
dengan satu variabel independen dan dua variabel dependen. Menurut Sugiyono
(2013: 45) variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dipenden. Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel independen yaitu zumba. Variabel
dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel independen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
dependen yaitu tebal lemak bawah kulit dan berat badan.
1. Zumba (x); dalam penelitian ini yang dimaksud zumba adalah olahraga
aerobik dengan dasar gerakan senam aerobik yang digabung dengan tarian.
Latihan zumba dilakukan kurang lebih selama 60 menit setiap latihan
dengan frekuensi 3 kali per minggu dengan intensitas sedang sampai tinggi.
2. Tebal lemak bawah kulit (Y1); dalam penelitian ini yang dimaksud tebal
lemak bawah kulit adalah perbandingan antara lemak tubuh dengan jumlah
keseluruhan jaringan tubuh lainnya. Ketebalan lemak bawah kulit diukur
menggunakan Skinfold caliper dengan ketelitian 0,1 mm. Bagian yang
diukur terdapat di empat titik bagian yaitu biceps, triceps, suprailiaca, dan
subscapula dengan cara mencubit permukaan kulit dengan hanya bagian
lemak saja tanpa terkena otot.
3. Berat badan (Y2); dalam penelitian ini yang dimaksud berat badan adalah
suatu posisi dimana member diukur seberapa besar massa tubuh dengan
menggunakan timbangan yang dinyatakan dalam satuan berat (kg).

Y1

Y2

Gambar 2. Desai Penelitian

64
C. Tempat Penelitian
1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanankan di DF Fitness dan Aerobic
Yogyakarta
2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan 16 kali latihan atau
dalam kurun waktu satu bulan dua minggu terhitung dari bulan mei hingga
juni 2015.

D. Populasi dan Sampel


Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang dapat terdiri dari
manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau
peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu
dalam suatu penelitian (Nawawi, 2003: 141). Populasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah seluruh member atau anggota pusat kebugaran di DF
Fitness dan Aerobic yang mengikuti kelas zumba sebanyak 50 orang. Sampel
merupakan sebagian dari populasi yang diambil secara representatif atau
mewakili populasi yang bersangkutan atau bagian kecil yang diamati (Iskandar,
2008: 69). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah member aktif
yang mengikuti kelas zumba sebanyak 15 orang dalam satu kelompok
perlakuan dengan menggunakan metode purposive sampling. Sugiono (2013:
96) purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu yakni sumber data yang dianggap paling tahu apa yang
diharapkan. Kriteria sampel yang diambil diantaranya: member yang tidak
mempunyai riwayat penyakit akibat kecelakaan (misalnya patah tulang),
member wanita, bersedia menjadi subyek penelitian, sedang menjalankan
program penurunan berat badan, berusia 20-30 tahun.

E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini istrumen yang digunakan berupa:
1. Skinfold caliper dengan ketelitian 0,1 mm. Untuk mengetahui jumlah tebal
lemak bawah kulit dilakukan dengan mengukur ketebalan lemak pada
bagian lemak tubuh tertentu. Terdapat beberapa metode pengukuran tebal

65
lemak bawah kulit yang menggunakan tempat pengambilan sampel yang
berbeda. Pada penelitian ini peneliti menggunakan 4 titik pengukuran, yakni
tebal lemak bawah kulit pada biceps, triceps, suprailiaca, dan subscapula
menggunakan Skinfold caliper (Djoko Pekik Irianto, 2004: 111).
2. Timbangan berat badan digital model Omron Body Weight Scale yang
menggunakan dengan layar LCD yang besar memudahkan untuk membaca
hasil pengukuran berat badan antara 5 Kg sampai dengan 150 Kg, sehingga
perubahan berat yang kecil dapat terdeteksi. Timbangan Omron Body
Weight Scale merupakan alat bantu untuk memonitor berat badan secara
mudah dan akurat.

F. Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan metode eksperimen tentang efek zumba
terhadap penurunan tebal lemak bawah kulit dan berat badan. Menurut Sutrisno
Hadi (2004: 468-469) disebutkan langkah-langkah teknik pengambilan data
yaitu:
1. Pre eksperiment (pengukuran sebelum perlakuan)
2. Treatment (tindakan pelaksanaan eksperimen)
3. Post eksperiment (pengukuran sesudah eksperimen berlangsung).

66
Langkah-langkah teknik pengambilan data dapat dilihat pada gambar 3
sebagai berikut:

Gambar 3. Langkah- Langkah Penelitian

G. Teknik Analisis Data


Teknik yang digunakan dalam analisis adalah menggunakan Analisis
Uji-t dengan taraf signifikan 5%.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Deskripsi Tempat dan Subyek Penelitian
1. Deskripsi Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di DF Fitness dan Aerobic yang
beralamatkan di Ruko Demangan Baru, jalan Demangan Baru blok Kav. D,
kabupaten Sleman Yogyakarta.
2. Deskripsi Subyek
Subyek dalam penelitian ini adalah member DF Fitness dan Aerobic
Yogyakarta yang berjumlah 15 orang member wanita yang aktif mengikuti

67
kelas zumba. Dari hasil perolehan data 15 orang member dengan
karakteristik disajikan dalam tabel sebagai berikut.
a. Indeks Massa Tubuh
Tabel. 5 Karakteistik Member Berdasarkan IMT

Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 15 orang member,


yang merupakan member terbanyak adalah member yang memiliki
indeks massa tubuh dengan kategori normal yaitu sebanyak 8 orang
dengan persentase 53,33 %. Sedangkan member dengan kategori
kegemukan (Overweight) sebanyak 7 orang dengan persentase 46,67 %.
Hal ini dikarenakan, member yang mengikuti latihan zumba tidak hanya
member yang memiliki tubuh dengan kategori Overweight akan tetapi
member dengan kategori bertubuh normal yang berkeinginan
menurunkan tebal lemak bawah kulit dan berat badan supaya tubuh
lebih ideal. Berdasarkan tabel 5, apabila digambarkan dalam diagram,
maka berikut gambar diagram batang yang diperoleh

68
b. Golongan Usia
Tabel. 6 Karakteistik Member Berdasarkan Usia

Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 15 orang


responden, yang merupakan member terbanyak adalah member yang
berumur antara 22-24 tahun, dengan persentase sebesar 53 %. Hal ini
dapat dikarenakan sebagian besar member adalah mahasiswa tingkat
akhir.

c. Golongan Profesi
Tabel. 7 Karakteristik Member Berdasarkan Profesi

Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 15 orang responden,


yang merupakan member terbanyak adalah member yang berprofesi
sebagai mahasiswa dengan persentase sebesar 67 %. Hal ini dapat
dikarenakan letak DF Fitness dan Aerobic yang berada di lingkungan
perkampusan.
Dari hasil perolehan karakteristik data dapat disimpukan bahwa
sebagian besar member aktif yang mengikuti zumba adalah dari
kalangan mahasiswa dengan kisaran usia antara 22 sampai 24 tahun

69
yang memiliki IMT dengan kategori normal akan tetapi berkeinginan
untuk menurunkan berat badan.

B. Deskripsi Data Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen yang hanya ada
satu kelompok penelitian dengan perlakuan zumba. Penelitian ini bermaksud
mengetahui efek zumba terhadap penurunan tebal lemak bawah kulit dan berat
badan member DF Fitness dan Aerobic khususnya member wanita. Data yang
terkumpul terdiri dari 2 macam, yaitu data tebal lemak bawah kulit dan data
berat badan, yang diukur pada saat pre test dan post test.

Hasil analisis deskriptif data penelitian dapat disajikan sebagai berikut:

1. Tebal Lemak Bawah Kulit


Deskripsi data tebal lemak tubuh terdiri dari 4 kelompok data, yaitu
data tebal lemak bawah kulit pada biceps, triceps, subscapula, dan
suprailiaca. Data yang terkumpul juga terdiri dari data pre test dan post test.
Berikut deskriptif data ketebalan lemak bawah kulit yang diperoleh.
a. Tebal Lemak Biceps
Deskripsi data tebal lemak terdiri dari pre test dan post test.
Berikut deskriptif data tebal lemak tubuh yang diperoleh.

Tabel 8. Nilai Pre Test Post Test Tebal Lemak Biceps

70
Selanjutnya data disusun dalam distribusi frekuensi berdasar
rumus Sudjana (2002: 47) sebagai berikut:

Tabel 9. Ditribusi Frekuensi Pre Test Tebal Lemak Biceps

Tabel 10. Ditribusi Frekuensi Post Test Tebal Lemak Biceps

Apabila digambarkan dalam bentuk diagram, maka berikut


gambar diagram batang yang diperoleh:

71
b. Tebal Lemak Triceps
Deskripsi data Tabel Lemak terdiri dari Pre test dan Post Test.
Berikut Deskriptif data table Lemak tubuh yang diperoleh:

72
Tabel 11. Nilai Pre Test Post Test Tebal Lemak Triceps

Selanjutnya data disusun dalam distribusi frekuensi berdasar


rumus Sudjana (2002: 47) sebagai berikut

Tabel 12. Ditribusi Frekuensi Pre Test Tebal Lemak Triceps

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Post Test Tabel Lemak Triceps

73
Apabila digambarkan dalam bentuk diagram, maka berikut
gambar diagram batang yang diperoleh:

c. Tebal Lemak Subscapula


Deskripsi data tebal lemak terdiri dari pre test dan post test.
Berikut deskriptif data tebal lemak tubuh yang diperoleh

74
Tabel 14. Nilai Pre Test Post Test Tebal Lemak Subscapula

Selanjutnya data disusun dalam distribusi frekuensi berdasar


rumus Sudjana (2002: 47) sebagai berikut:

Tabel 15. Ditribusi Frekuensi PreTest Tebal Lemak Subscapula

Tabel 16. Ditribusi Frekuensi PostTest Tebal Lemak Subscapula

Apabila digambarkan dalam bentuk diagram, maka berikut


gambar diagram batang yang diperoleh:

75
d. Tebal Lemak Suprailiaca
Deskripsi data tebal lemak terdiri dari pre test dan post test.
Berikut deskriptif data tebal lemak tubuh yang diperoleh.

76
Tabel 17. Nilai Pre Test Post Test Tebal Lemak Suprailiaca

Selanjutnya data disusun dalam distribusi frekuensi berdasar


rumus Sudjana (2002: 47) sebagai berikut:

Tabel 18. Ditribusi Frekuensi PreTest Tebal Lemak Suprailiaca

Tabel 19. Ditribusi Frekuensi Post Test Tebal Lemak Suprailiaca

Apabila digambarkan dalam bentuk diagram, maka berikut


gambar diagram batang yang diperoleh:

77
2. Berat Badan
Deskripsi data berat badan terdiri dari pre test dan post test. Berikut
deskriptif data berat badan yang diperoleh.

78
Tabel 20. Nilai Pre Test Post Test Berat Badan

Selanjutnya data disusun dalam distribusi frekuensi berdasar rumus


Sudjana (2002: 47) sebagai berikut:

Tabel 21. Distribusi Frekuensi Pre Test Berat Badan

Tabel 22. Distribusi Frekuensi Post Test Berat Badan

Apabila digambarkan dalam diagram, maka berikut gambar


diagram batang yang diperoleh:

79
C. Uji Prasyarat
Sebelum dilakukan analisis data, akan dilakukan uji prasyarat analisis
data yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil uji prasyarat
analisis disajikan berikut ini:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas di ujikan pada masing-masing data penelitian yaitu
persentase lemak dan berat badan saat pre test maupun post test. Uji

80
normalitas dilakukan menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov dengan
program SPSS16. Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai
signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05 (Sig> 0,05). Hasil uji
normalitas untuk masing-masing data penelitian dapat adalah sebagai
berikut:

Tabel 23. Rangkuman Hasil Uji Normalitas

Hasil uji normalitas variabel penelitian, diketahui semua data


penelitian tebal lemak tubuh dan berat badan pada saat pre test maupun post
test lebih besar dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel
penelitian pada saat pre test maupun post test berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan variansi,
atau untuk menguji bahwa data yang diperoleh berasal dari populasi yang
homogen. Dalam uji ini menggunakan Levene Statistik. Kriteria
pengambilan keputusan adalah varians dikatakan homogen apabila nilai
signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05 (Sig > 0,05). Hasil uji
homogenitas adalah sebagai berikut:

81
Tabel 24. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas

Hasil uji homogenitas dari masing-masing kelompok data variabel


penelitian semuanya memperoleh nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (Sig
> 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini
mempunyai variansi yang homogen. Dengan demikian maka uji pra sarat
analisis telah terpenuhi semua, dan selanjutnya dapat dilakukan pengujian
statistik parametrik.

D. Hasil Analisis Data


Analisis data dilakukan dengan uji-t pada masing-masing kelompok
data, baik kelompok data tebal lemak tubuh maupun berat badan. Hasil analisis
dikatakan signifikan apabila t hitung > dari t tabel dengan db=(n-1) pada taraf
signifikansi  = 0,05.
1. Perbedaan Pre Test dan Post Test data Lemak Biceps
Untuk mengetahui ada tidaknya efek zumba terhadap penurunan
tebal lemak biceps member DF Fitness dan Aerobic, dilakukan uji beda data
pre test dan post test. Hasil uji-t ditunjukkan pada tabel berikut

Tabel 25. Rangkuman Hasil Uji-t Data Tebal Lemak Biceps

Hasil uji-t diperoleh nilai t hitung sebesar 5,284 dan nilai t tabel
sebesar 1,761 pada taraf signifikansi 0,05. Oleh karena nilai t hitung > t tabel

82
(5,284 > 1,761), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan tebal lemak biceps pada saat pre test dan post test. Dengan
demikian berarti bahwa ada efek yang signifikan zumba terhadap penurunan
tebal lemak biceps member DF Fitness dan Aerobic.

2. Perbedaan Pre Test dan Post Test Lemak Triceps


Untuk mengetahui ada tidaknya efek zumba terhadap penurunan
tebal lemak triceps member member DF Fitness dan Aerobic, dilakukan uji
beda data pre test dan post test. Hasil uji-t ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 26. Rangkuman Hasil Uji-t Data Tebal Lemak Triceps

Hasil uji-t diperoleh nilai t hitung sebesar 5,832 dan nilai t tabel
sebesar 1,761 pada taraf signifikansi 0,05. Oleh karena nilai t hitung > t tabel
(5,832 > 1,761), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan tebal lemak triceps pada saat pre test dan post test. Dengan
demikian berarti bahwa ada efek yang signifikan zumba terhadap penurunan
tebal lemak triceps member DF Fitness dan Aerobic.

3. Perbedaan Pre Test dan Post Test Lemak Subscapula


Untuk mengetahui ada tidaknya efek zumba terhadap penurunan
tebal lemak subscapula member DF Fitness dan Aerobic, dilakukan uji beda
data pre test dan post test. Hasil uji-t ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 27. Rangkuman Hasil Uji-t Data Tebal Lemak Subscapula

83
Hasil uji-t diperoleh nilai t hitung sebesar 5,292 dan nilai t tabel
sebesar 1,761 pada taraf signifikansi 0,05. Oleh karena nilai t hitung > t tabel
(5,292 > 1,761), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan tebal lemak subscapula pada saat pre test dan post test. Dengan
demikian berarti bahwa ada efek yang signifikan zumba terhadap penurunan
tebal lemak subscapula member DF Fitness dan Aerobic.

4. Perbedaan Pre Test dan Post Test Lemak Suprailiaca


Untuk mengetahui ada tidaknya efek zumba terhadap penurunan
tebal lemak suprailiaca member DF Fitness dan Aerobic, dilakukan uji beda
data pre test dan post test. Hasil uji-t ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 28. Rangkuman Hasil Uji-t Data Tebal Lemak Suprailaica

Hasil uji-t diperoleh nilai t hitung sebesar 8,191 dan nilai t tabel
sebesar 1,761 pada taraf signifikansi 0,05. Oleh karena nilai t hitung > t tabel
(8,191 > 1,761), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan tebal lemak suprailiaca pada saat pre test dan post test. Dengan
demikian berarti bahwa ada efek yang signifikan zumba terhadap penurunan
tebal lemak suprailiaca member DF Fitness dan Aerobic.

5. Perbedaan Pre Test dan Post Test Berat Badan


Untuk mengetahui ada tidaknya efek zumba terhadap penurunan
penurunan berat badan member DF fitness dan aerobic, dilakukan uji beda
data pre test dan post test. Hasil uji-t ditunjukkan pada tabel berikut.

84
Tabel 29. Rangkuman Hasil Uji-t Data Penurunan Berat Badan

Hasil uji-t diperoleh nilai t hitung sebesar 6,509 dan nilai t tabel
sebesar 1,761 pada taraf signifikansi 0,05. Oleh karena nilai t hitung > t tabel
(6,509 > 1,761), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan berat badan pada saat pre test dan post test. Dengan demikian
berarti bahwa ada efek yang signifikan zumba terhadap penurunan berat
badan member DF Fitness dan Aerobic.

E. Pembahasan
Dalam penelitian ini, latihan yang digunakan adalah olahraga aerobik,
yaitu dengan melakukan zumba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek
zumba terhadap penurunan tebal lemak bawah kulit dan berat badan member
DF Fitness dan Aerobik.
1. Lemak Tubuh
Sampel yang digunakan dalam penelitian sebanyak 15 orang
member wanita yang aktif mengikuti zumba di DF Fitness dan Aerobic
menunjukkan bahwa tebal lemak bawah kulit mengalami penurunan yang
cukup signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari taraf signifikasi yang
kurang dari 0,05. Fakta empiris dari hasil penelitian menunjukkan rerata
pada pre test dan pos test tebal lemak bawah kulit di masing-masing titik
pengukuran. Rerata pre test tebal lemak biceps 24,00, sedangkan rerata post
test 21,80. Rerata pre test tebal lemak Triceps 29,87, sedangkan rerata post
test 27,07. Rerata pre test tebal lemak Subscapula 26,07, sedangkan rerata
post test 24,07. Rerata pre test tebal lemak Suprailiaca 30,93, sedangkan
rerata post test 28,00.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan
bahwa terdapat perbedaan antara rerata pre test dan post test yaitu nilai post

85
tes < nilai pre test. Penurunan hasil pada penelitian dapat diketahui dengan
menghitung selisih antara rerata pretest dan posttes yaitu; biceps sebanyak
2,20, Triceps sebanyak 2,80, Subscapula sebanyak 2,00 dan Suprailiaca
sebanyak 2,93.

2. Berat Badan
Sampel yang digunakan dalam penelitian sebanyak 15 orang
member wanita yang aktif mengikuti zumba di DF Fitness dan Aerobic
menunjukkan bahwa berat badan mengalami penurunan yang cukup
signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari taraf signifikasi yang kurang dari
0,05. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa
terdapat perbedaan antara rerata pre test dan post test yaitu nilai post tes <
nilai pre test. Pada rerata pre test dan post test berat badan juga menunjukkan
penurunan yang signifikan dengan perhitungan selisih antara rerata pre test
dan post tes sebanyak 1,73 dari hasil rerata pre test 56,98 dan post test 55,25.

Dari hasil uraian hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa ada


perbedaan yang signifikan antara pre test dan post test pada data tebal lemak
bawah kulit maupun berat badan. Ini menandakan terdapat efek yang signifikan
zumba terhadap penurunan tebal lemak bawah kulit dan berat badan member
DF Fitness dan Aerobic. Zumba merupakan kombinasi gerakan antara dansa
dan fitness yang melibatkan seluruh anggota tubuh. Dengan metode ini,
seseorang dapat lebih cepat menurunkan tebal lemak bawah kulit serta
menurunkan berat badannya. Gerakan zumba yang merupakan gabungan antara
tarian salsa, ramba dan merengue dengan dilakukan menggunakan otot-otot
tubuh seperti otot pinggul, pinggang, dan kaki yang dikombinasikan dengan
gerakan pengencangan otot-otot tubuh lainnya seperti otot perut, punggung,
paha, betis, dan otot tebal di bagian dada (pectoralis).
Zumba termasuk program kebugaran yang dapat dengan cepat
membakar kalori dan lemak pada tubuh karena zumba merupakan tipe latihan
HIIT (Hight Intensity Interval Training), yaitu latihan aerobik dengan metode

86
interval training karena saat melakukan latihan diselingi dengan istirahat.
Menurut ZIN Junko Agus (2012) yang dikutip Sukesi Widya Nataloka (2015:
30) metode penerapan dalam zumba adalah HIIT (High Intensity Interval
training), yaitu latihan kardio yang dilakukan dalam waktu singkat dalam
intensitas yang tinggi sehingga sangat membantu dalam proses pembakaran
lemak, pembakaran kalori, dan penurunan berat badan. Hal ini didukung dengan
hasil penelitian Adriana Ljubojevic, et, al. (2014: 32) menunjukkan bahwa
penelitian dari program kebugaran zumba yang dilakukan delapan minggu pada
dari 12 sampel wanita menunjukkan efek signifikan secara statistik untuk
perubahan komposisi tubuh perempuan, dalam pengurangan berat badan,
persentase lemak dan massa lemak.
Dengan lemak yang semakin sedikit dan berat badan yang semakin
turun maka latihan ini tepat digunakan untuk menjaga kesegaran jasmani
seseorang. Hasil deskripsi data penelitian saat pre test, baik pada data tebal
lemak tubuh maupun berat badan lebih tinggi daripada saat post test. Ternyata
dengan latihan zumba tebal lemak bawah kulilt dan berat badan member
semakin menurun, sehingga hal ini merupakan hal yang positif untuk
memperbaiki status gizi dan tingkat kesegaran jasmani seseorang, khususnya
member DF Fitness dan Aerobic. Dengan tingkat kesegaran jasmani yang baik,
seseorang tidak akan mudah mengalami kelelahan yang berlebih, sehingga tetap
dapat bergerak bebas tanpa terhalang oleh lemak tubuh dan kelebihan berat
badan.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Ada efek
yang signifikan zumba terhadap penurunan tebal lemak bawah kulit member
DF Fitness dan Aerobic. 2. Ada efek yang signifikan zumba terhadap penurunan
berat badan member DF Fitness dan Aerobic.

87
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, hasil penelitian ini mempunyai
implikasi sebagai berikut:
1. Secara Teoritis, dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan dapat
bermanfaat sebagai kajian ilmiah dan teori baik bagi peneliti selanjutnya
mengenai efek zumba terhadap penurunan tebal lemak bawah kulit dan
berat badan.
2. Secara praktis, penelitian ini mempunyai implikasi yaitu:
a. Bagi member DF Fitness dan Aerobic, sebagai sumber informasi
tentang efek zumba terhadap penurunan tebal lemak bawah kulit dan
berat badan.
b. Dapat diterapkan dalam dunia olahraga sebagai metode penurunan tebal
lemak bawah kulit dan berat badan dengan metode baru yang
menyenangkan.

C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pembatasan masalah, namun demikian
penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Beberapa keterbatasan penelitian
ini di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Peneliti tidak dapat mengontrol aktivitas dan makanan yang dikonsumsi
subyek selama perlakuan berlangsung.
2. Peneliti juga tidak mampu mengontrol latihan yag dilakukan subyek di luar
program latihan yang diberikan.
3. Peneliti kekurangan referensi terkait zumba dikarenakan zumba tergolong
olahraga baru.

D. Saran-saran
Dengan mengacu pada kesimpulan dan keterbatasan-keterbatasan dalam
penelitian, peniliti menyarankan:

88
1. Bagi instruktur fitness dan aerobik, bahwa untuk menurunkan tebal lemak
bawah kulit dan berat badan dapat menggunakan metode zumba.
2. Bagi penelitian selanjutnya, agar hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar
penelitian lanjutan dengan menghubungkan variabel penelitian dengan
variabel lain, dan memperdalam kajian tentang tebal lemak bawah kulit dan
berat badan.

89
Analisis Jurnal

Pengaruh Senam Zumba Terhadap Perubahan Berat Badan Efek Zumba Terhadap Penurunan Tebal Lemak Bawah
Judul Jurnal Pada Mahasiswa Keperawatan Yang Melakukan Senam Kulit Dan Berat Badan Member Df Fitness Dan Aerobic
Zumba Di Fakultas Ilmu Kesehatan Uin Alauddin Makassar
Tahun Jurnal 2014 2016

Kata Kunci - Zumba, Tebal Lemak Bawah Kulit, Berat Badan

Penulis Jurnal Husnul Awaliyah Arum Tri Sukma

Latar Belakang Masalah Kegemukan adalah suatu keadaan kelebihan berat badan Zumba merupakan salah satu alternatif aktivitas olahraga
10% di atas berat badan ideal atau jumlah presentase lemak yang sedang digemari saat ini. Hampir setiap fitness center
tubuh melebihi 20% untuk pria dan 25% untuk wanita. maupun sanggar senam menawarkan kelas zumba. Namun
Kelebihan berat badan diatas 25% dari berat badan ideal belum diketahui efek zumba terhadap tercapainya tujuan
disebut obesitas. Lebih dari dua juta kematian setiap tahun dari program latihan. Penelitian ini bertujuan untuk
disebabkan oleh kurangnya bergerak atau beraktivitas fisik. mengetahui efek zumba terhadap penurunan tebal lemak
Kebanyakan negara diseluruh dunia antara 60% hingga bawah kulit dan berat badan member DF Fitness dan
85% orang tidak cukup beraktivitas fisik untuk memelihara Aerobic.
fisik mereka.

90
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui adanya pengaruh senam zumba terhadap Mengetahui efek zumba terhadap penurunan tebal lemak
perubahan berat badan pada mahasiswa keperawatan yang bawah kulit dan berat badan member DF Fitness dan
melakukan senam zumba di Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Aerobic.
Alauddin Makassar.
Metodelogi Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan pra experimental Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen
design dengan pendekatan pre dan post test design dengan desain one group pre test-post test design.

Sampel Penelitian Sampel Mahasiswa Keperawatan yang mengikuti latihan Populasi dari penelitian adalah 50 member DF Fitness dan
senam zumba selama 4 minggu di Fakultas Ilmu Kesehatan Aerobic yang mengikuti kelas zumba, sampel yang
UIN Alauddin Makassar. Besar sampel yaitu 10 peserta digunakan sebanyak 15 member, perlakuan program latihan
senam zumba dengan tekhnik pengambilan sampel dengan zumba sebanyak 16 kali pertemuan dengan frekuensi 3 kali
menggunakan teknik purposive sampling. Data yang dalam seminggu dengan intensitas sedang sampai tinggi.
dikumpul kemudian diolah dan di analisis menggunakan
Dari uji T berpasangan untuk melihat pengaruh senam
zumba terhadap perubahan berat badan.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dari uji paired t-test diperoleh Menunjukan bahwa: (1) terdapat efek yang signifikan
nilai ratarata berat badan sebelum latihan 60,39 kg dan zumba terhadap penurunan tebal lemak bawah kulit yang
setelah latihan 59,86 kg, nilai perubahan berat badan adalah terletak pada biceps, triceps, subscapula, dan suprailiaca
member DF Fitness dan Aerobic, (2) terdapat efek yang

91
0,530 ± 0,529 dan di dapatkan p-value sebesar 0,011 atau < signifikan zumba terhadap penurunan berat badan member
0,05 berarti ada pengaruh pelatihan senam zumba. DF Fitness dan Aerobic.
Kelemahan Penelitian 1. Program pengaturan diet pada sampel belum dilakukan 4. Peneliti tidak dapat mengontrol aktivitas dan makanan
dengan ketat sehingga kemungkinan faktor asupan yang dikonsumsi subyek selama perlakuan
nutrisi mempengaruhi hasil penelitian. berlangsung.
2. Waktu latihan yang diberikan hanya 4 minggu latihan, 5. Peneliti juga tidak mampu mengontrol latihan yag
jadi diharapkan perlunya dilakukan penelitian kembali dilakukan subyek di luar program latihan yang
dengan waktu penelitian yang lebih panjang. diberikan.
3. Sampel Penelitian Hanya 30 Orang Sehingga 6. Peneliti kekurangan referensi terkait zumba
Kemungkinan Bias masih besar dikarenakan zumba tergolong olahraga baru.
Kelebihan Penelitian 1. Peneliti Mencantumkan Waktu Pada Setiap Fase Senam 1. Dapat menggambarkan secara jelas Pengaruh dari
Zumba Senam Zumba
2. Peneliti Menggunakan teknik purposive sampling yaitu
sampel yang diambil berdasarkan ketentuan peneliti
sehingga dapat menghemat biaya penelitian.
Manfaat Penelitian bagi a. Sebagai sumber Informasi tentang efek Zumba b. Bagi member DF Fitness dan Aerobic, sebagai sumber
Kesehatan terhadap penurunan berat badan informasi tentang efek zumba terhadap penurunan tebal
lemak bawah kulit dan berat badan.

92
c. Dapat diterapkan dalam dunia olahraga sebagai metode
penurunan tebal lemak bawah kulit dan berat badan
dengan metode baru yang menyenangkan.

93
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan
dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional
ke dalam pengobatan modern (Andrews et al., 1999). Terminologi ini dikenal
sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks
dalam pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001).
Senam zumba merupakan salah satu senam aerobik. Olahraga yang
memadukan gerakan fitness dan tarian Latin ini kini sedang terkenal di kalangan
remaja dan dewasa teruatama kaum hawa. Senam aerobik ini memerlukan waktu
kurang lebih 30 menit yang terdiri dari 3 tahap yakni diawali dengan warming up
(pemanasan), lalu gerakan inti (gerakan zumba), kemudian cooling down (Alim
dkk, 2011).
Perpaduan gerakan dan musik berirama Latin dalam Zumba dapat
membakar antara 600 hingga 1000 kalori perjam. Senam zumba termasuk dalam
kategori “dance fitness” karena di dalam latihan ini terdapat gerakan tarian yang
dipadukan dengan metode interval training untuk meningkatkan pembakaran
kalori dan pembentukan tubuh (Dunia Fitnes, 2012).

4.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini
dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.

93
DAFTAR PUSTAKA

Widyatuti, W. 2008. Terapi Komplementer dalam Keperawatan

Lynda Juall Corpenito.1998. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek


Klinis.Jakarta: EGC

Sukma, Arum Tri. 2016. Efek Zumba Terhadap Penurunan Tebal Lemak Bawah
Kulit Dan Berat Badan Member Df Fitness Dan Aerobic.
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.
uny.ac.id/30009/1/SKRIPSI_ARUM%2520TRI%2520SUKMA_1160314
1021.pdf&ved=2ahUKEwjln9GgofPeAhUZcCsKHS2TBA8QFjADegQIA
RAB&usg=AOvVaw3MCHyYcdbXu-Jfs-WXmR1i Diperoleh 27
November 2018 Pukul 06.59

94

Anda mungkin juga menyukai