Anda di halaman 1dari 28

Presentasi case

Primigravida Hamil 30 minggu JTM Presentasi Kepala


Dengan Hidrosefalus

Disusun Oleh:

Hoiru saputra

Pembimbing:

dr. Rafiyandi Sp.OG

pendamping :

dr. Susi Ariyanti

dr Bagus Anggoro Dwiputro

2019
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Pristiani

Umur : 24 Tahun

Pendidikan : Sma

No. Rekam Medik : 14.05.07

Pekerjaan : Irt

Agama : Islam

Alamat : Dente Teladas Tuba

2. ANAMNESA
a. Keluhan utama : Mau melahirkan dengan hamil kurang bulan
b. Riwaya penyakit sekarang
Pasien G1P0A0 hamil 30 bulan datang ke RSUD Menggala mengeluh
perut mulas yang menjalar ke pinggang makin lama makin sering dan kuat,
keluar darah lender (+), keluar air-air (+), pandangan mata kabur (-), sakit
kepala hebat (-), nyeri ulu hati(-), mual dan muntah (-), hamil kurang bulan
dan gerakan anak tidak dirasakan, Os pernah memeriksakan kehamilanya di
RSUD menggala 1 kali dengan susp hidrosefalus
c. Riwayat penyakit terdahulu
Hipertensi (-) diabetes mellitus (-) asma (-) penyakit berat lainya disangkal
d. Riwayat penyakit keluarga
Hipertensi (-) diabetes mellitus (-) asma (-) penyakit berat lainya disangkal
e. Riwayat obstetric
Riwayat haid :
 Menarche : 13 tahun
 Pola haid : teratur
 Siklus : 26-28 hari
 Jumlah : 2-3 kali ganti pembalut per hari
 Lama haid : 6-7 hari
 Nyeri haid : hilang timbul kadang nyeri
 HPHT : 16-06-18
 Taksiran persalinan : 23-03-19
Riwayat keputihan : tidak ada
Riwayat kehamilan / persalinan
 Persalinan : tidak ada
 Jumlah anak hidup : tidak ada
 Jumlah anak mati : tidak ada
 Abortus : tidak ada
 Pernah oprasi : tidak ada
 Imunisasi TT : 1X
 ANC : rutin 1 bulan 1x
Riwayat perkawinan :
 Kawin : ya
 Berapa kali : 1x
 Lama perkawinan : 2 tahun

3. PEMERIKSAAN FISIK
KU : baik
Kesadaran : composmentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 82x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Temperature axiler : 36,7oC
Berat badan : 47 kg
Tinggi badan : 151 cm
Konjungtiva anemis : (-)
Sklera ikterik : (-)
Paru : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : sopel, BU(+), NTE(-)
Genitalia : normal, tidak tampak perdarahan
Extremitas : akral hangat crt <2
Reflak patella : +/+

4. STATUS GENIKOLOGI
Pemeriksaan luar
Tinggi fundus uteri teraba 3 jari diatas sympisis, letak memanjang, punggung
kanan, presentasi kepala, Nyeri tekan(-)
Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG

Keterangan :
JTH Pres Kep (Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala)
Biometri :
- BPD : 69.49 mm
- HC : 239.5 mm
- AC : 198.35 mm
- FL : 42.9 mm
- EF : 869 gr
Dengan gambaran hypoechoic dalam rongga cranium bayi
Ketuban cukup Sp 2.8 cm
Plasenta cornu anterior
Kesimpulan : Hamil 24 minggu 4 hari JTH Pres Kep dengan susp
Hydrosefalus

Keterangan :
JTM Pres Kep (Janin Tunggal Mati Presentasi Kepala)
Biometri :
- BPD : 73.44 mm
- HC : 262.58 mm
- AC : 239.93 mm
- FL : 49.30 mm
- EF : 1316 gr

Kesimpulan : Hamil 29 minggu 2 hari JTM Pres Kep dengan Hydrosefalus

6. DIAGNOSA KERJA
G1P0A0 hamil 29 minggu JTM dengan Hidrosefalus

7. PENATALAKSANAAN
-persalinan pervaginam
-IVFD RL 20 tpm + Oksitosin (drip berjenjang)
Follow up
Waktu Pemeriksaan Penatalaksanaan

07/01/2019 Keluhan utama : mules  Observasi Tanda vital


16.15WIB Status present : ibu
KU : sedang Sens : CM  IVFD RL xx gtt/menit
TD : 110/70mmHg Nadi : 80x/m  Mobilisasi
RR : 20x/m Suhu : 36,8C  Kateter menetap 24 jam
BT : 3  R/ Partus pervaginam
CT : 10

D/ G1P0A0 hamil 29 minggu belum


impartu dengan IUFD + Hydrosefalus
07/01/2019 Keluhan utama : vt 3 cm, medial,  Drip bertingkat :
20.00WIB presentasi kepala Dalam 500 cc 1 amp
Status present : oksitosin
KU : sedang Sens : CM Setiap balus 100 cc + 1
TD : 120/70mmHg Nadi : 89x/m amp oksitosin
RR : 20x/m Suhu : 36,8C Maximal 5 ampul
D/ P1A0 Partus spontan dengan IUFD + oksitosin
Hydrosefalus Dengan 20 gtt/menit
(menetap)
 Observasi tanda-tanda
rupture uteri (kateter
urin kemerahan)
 Kateter menetap selama
24 jam
08/01/2019 Keluhan utama : (-)  Observasi Tanda vital
09.25WIB Status present : ibu, perdarahan
KU : sedang Sens : CM  Cefadroxyl 3x1 (po)
TD : 120/70mmHg Nadi : 80x/m  Asam mefenamat 3x
RR : 20x/m Suhu :36,8C 500 mg (po)
 Misoprostol 3 x 1 (po)
D/ P1A0 Partus spontan dengan IUFD +
 Neurdex 1x1 (po)
Hydrosefalus

09/01/2019 Keluhan utama : tidak ada keluhan  Cefadroxyl 3x1 (po)


07.05WIB BAK (+)/Normal  Asam mefenamat 3x
Status present : 500 mg (po)
KU : sedang Sens : CM  Misoprostol 3 x 1 (po)
TD : 110/80mmHg Nadi : 90x/m  Neurdex 1x1 (po)
RR : 20x/m Suhu :36,6C  R/ Pulang

D/ P1A0 Partus spontan dengan IUFD +


Hydrosefalus
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti
kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif
yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang
berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Keadaan ini
disebabkan oleh karena terdapat ketidak seimbangan antara produksi dan absorpsi
dari CSS. Bila akumulasi CSS yang berlebihan terjadi diatas hemisfer serebral,
keadaan ini disebut higroma subdural atau koleksi cairan subdural. Pada kasus
akumulasi cairan yang berlebihan terjadi pada sistem ventrikuler, keadaan ini disebut
sebagai hidrosefalus internal. Selain itu beberapa lesi intrakranial menyebabkan
peninggian TIK, namun tidak sampai menyebabkan hidrosefalus. Peninggian volume
CSS tidak ekivalen dengan hidrosefalus; ini juga terjadi pada atrofi serebral.
Hidrosefalus sebagai kesatuan klinik dibedakan oleh tiga faktor yaitu peninggian
tekanan intraventrikuler, penambahan volume CSS, dan dilatasi rongga CSS.1
Secara keseluruhan, insiden dari hidrosefalus diperkirakan mendekati 1 : 1000.
sedangkan insiden hidrosefalus kongenital bervariasi untuk tiap-tiap populasi yang
berbeda. Hershey BL mengatakan kebanyakan hidrosefalus pada anak-anak adalah
kongenital yang biasanya sudah tampak pada masa bayi. Jika hidrosefalus tampak
setelah umur 6 bulan biasanya bukan oleh karena kongenital. Mujahid Anwar dkk
mendapatkan 40 – 50% bayi dengan perdarahan intraventrikular derajat 3 dan 4
mengalami hidrosefalus. Pongsakdi Visudiphan dkk pada penelitiannya mendapatkan
36 dari 49 anak-anak dengan meningitis TB mengalami hidrosefalus, dengan catatan
8 anak dengan hidrosefalus obstruktif dan 26 anak dengan hidrosefalus komunikans.
Hidrosefalus yang terjadi sebagai komplikasi meningitis bakteri dapat dijumpai pada
semua usia, tetapi lebih sering pada bayi daripada anak-anak.1 Oleh karena itu penting
untuk dokter umum untuk mengenal kasus hidrosefalus dan memberikan tatalaksana
awal yang tepat dan mengetahui waktu untuk merujuk kasus hidrosefalus ke
spesialisasi yang tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI


2.1.1. Anatomi
Secara umum sirkulasi CSS terdiri dari pleksus koroideus, ventrikulus, ruang
subaraknoid dan vili araknoidea.2
a. Pleksus koroideus
Pleksus koroideus terletak pada ventrikulus lateralis, tertius dan quartus. Pada
saat embrio, pleksus ini berkembang dari invaginasi mesenkim pada daerah
mielensefalon selama minggu keenam intra-uterin. Pada usia minggu ke-7 sampai ke-
9, pleksus koroideus mulai kehilangan jaringan mesenkimal dan ditutupi oleh sel-sel
ependimal.2

Gambar 1. Potongan koronal dari ventrikulus lateralis dan tertius, tampak


pleksus koroideus2
b. Sistem ventrikulus
1. Ventrikulus Lateralis
Ventrikulus lateral berjumlah dua buah dan berbentuk huruf C, secara
anatomi, ventrikel ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu bagian kornu
anterior, korpus dan kornu posterior. Corpus dari ventrikulus lateralis menjadi
dasar dari septum pelusida.2
2. Ventrikulus Tertius
Ventrikulus tertius berada diantara dua thalami dan dibatasi oleh
hypothalamus di bagian inferior.Bagian anterior dari ventrikulus tertius
berhubungan dengan lamina teminalis dan foramen interventrikularis atau
foramen Monroe. Sedangkan bagian posteriornya berhubungan dengan
ventrikulus quartus melalui aquaduktus cerebri Sylvii.2
3. Ventrikulus Quartus
Ventrikulus quartus terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian superior
(bagian dari isthmus rhombensefalon), intermedius (bagian metensefalon) dan
inferior (bagain mielensefalon). Dinding dari ventrikel ini dibatasi oleh sel-sel
ependim, berlanjut ke bawah oleh canalis sentralis dari medulla dan bagian
superior oleh aquaduktus cerebri Sylvii dan melebar ke foramen
lateralis/foramen Luschka.2

Gambar 2. Proyeksi ventrikel lateral, tertius dan quartus pada otak.2


c. Spatium/Ruang Subaraknoid

Gambar 3. Posisi dari sisterna ruang subaraknoid.2

Otak dan medulla spinalis dibungkus oleh menings yang terdiri dari tiga
lapisan. Dari luar ke dalam dimulai dari duramater, araknoid dan piamater.2
Duramater merupakan lapisan paling superfisial dan melekat pada calvaria
cranii, kemudian lapisan kedua adalah araknoid. Dan selaput otak (menings) yang
langsung melekat pada girus otak adalah piamater. Antara araknoid dan piamater
terdapat spatium subaraknoid.Spatium subaraknoid diisi oleh CSS dan arteri-arteri
utama yang memperdarahi otak. Pada bagian tertentu spatium subaraknoid melebar
dan membentuk suatu cisterna. Antara medulla dan cerebellum terdapat cisterna
magna.2

d. Granulatio dan vili araknoidea


Telah diketahui bahwa granulatio dan vili araknoidea sangat berperan penting
dalam mengatur aliran CSS ke sistem venosus pada tubuh manusia.2
Gambar 4. (Atas) potongan koronal melalui verteks memperlihatkan
vena,menings dan granulatio arknoidea. (bawah) diagram granulatio.2
2.1.2. Fisiologi aliran CSS
Sebagian besar (sekitar 70%) CSS diproduksi oleh pleksus choroideus yang
terletak di dalam sistem ventrikel, terutama pada ventrikel lateralis. Produksi CSS
normal adalah 0,20-0,35 mL / menit; atau sekitar 300-500 ml/hari. Kapasitas ventrikel
lateralis dan tertius orang yang sehat adalah 20 mL dan total volume CSS pada orang
dewasa adalah 120 -160 mL.2
Aliran CSS dimulai dari pleksus choroideus yang terdapat pada ventrikulus
lateralis kemudian ke ventrikel tertius melalui foramen interventrikular (foramen
Monroe), dari ventrikel tertius CSS dialirkan ke dalam ventrikulus quartus melalui
aquaductus cerebri Sylvii, dan pada akhirnya ke ruang subaraknoid melalui foramen
Luschka dan Magendie dan selanjutnya diabsorbsi di granulatio dan vili araknoidea
ke sistem sinus venosus.3

Gambar 5. Tanda panah memperlihtakan aliran cairan serebrospinal dari


ventrikulus lateralis ke villi arachnoidea.3
Gambar 6. Menings dan aliaran CSS.3

2.2. HIDROSEFALUS
2.2.1. Definisi
Hidrosefalus adalah kondisi yang kompleks, ditandai dengan akumulasi
progresif cairan serebrospinal (CSS) dalam sistem ventrikel otak karena gangguan
keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan CSS. CSS ditemukan disekitar
otak pada ventrikel, dan juga mengelilingi otak di dalam ruang subaraknoid. CSS
diproduksi oleh pleksus koroid yang merupakan inti kapiler epitel berlapis dan
jaringan ikat longgar yang ditemukan di ventrikel. Pada keadaan normal CSS
bersirkulasi perlahan ke ventrikel ketiga melalui foramen Monro, kemudian
meninggalkan ventrikel ketiga melalui aquaduktus Sylvii menuju ventrikel keempat.
CSS lalu keluar dari ventrikel keempat melalui foramen Luschka dan Magendie, lalu
masuk ke dalam ruang subaraknoid. Dari ruang subaraknoid CSS turun mengelilingi
saraf spinal, dan juga naik di ruang subaraknoid untuk mengelilingi hemisfer.
Sebagian besar bentuk hidrosefalus disebabkan oleh terhalangnya aliran CSS tersebut.
Pada hidrosefalus nonkomunikans, letak obstruksi ada di dalam ventrikel (misalnya
stenosis akuaduktus) atau di persimpangan antara ventrikel dan ruang subaraknoid.
Hidrosefalus komunikans terjadi akibat dari obstruksi dalam ruang subaraknoid
(misalnya oklusi sinus venosus). Hidrosefalus non-obstruktif disebabkan oleh
produksi CSS yang berlebihan (misalnya pleksus koroid papillomata) 1,2,3,4

2.2.2. Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus cukup beragam, bergantung pada faktor yang
berkaitan dengannya. Berikut ini klasifikasi hidrosefalus yang sering dijumpai :1
a. Menurut gambaran klinik, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus)
dan hidrosefalus yang tersembunyi (occult hydrocephalus). Hidrosefalus yang
tampak jelas tanda-tanda klinis yang khas disebut hidrosefalus yang manifes.
Sementara itu, hidrosefalus dengan ukuran kepala yang normal disebut
sebagai hidrosefalus yang tersembunyi.1
b. Menurut waktu pembentukannya, dikenal hidrosefalus kongenital dan
hidrosefalus akuisita. Hidrosefalus yang terjadi pada neonatus atau
berkembang selama intra-uterin disebut hidrosefalus kongenital. Hidrosefalus
yang terjadi karena cedera kepala selama proses kelahiran disebut hidrosefalus
infantil. Hidrosefalus akuisita adalah hidrosefalus yang terjadi setelah masa
neonatus atau disebabkan oleh faktor-faktor lain setelah masa neonatus.1
c. Menurut proses terbentuknya hidrosefalus, dikenal hidrosefalus akut dan
hidroseafalus kronik. Hidrosefalus akut adalah hidrosefalus yang terjadi secara
mendadak sebagai akibat obstruksi atau gangguan absorbsi CSS. Disebut
hidrosefalus kronik apabila perkembangan hidrosefalus tejadi setelah aliran
CSS mengalami obstruksi beberapa minggu.1
d. Menurut sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidosefalus non-
komunikans. Hidrosefalus non-komunikans berarti CSS sistem ventrikulus
tidak berhubungan dengan CSS ruang subaraknoid misalnya yang terjadi bila
akuaduktus Sylvii, atau foramina Luschka dan Magendie tersumbat.
Hidrosefalus komunikans adalah hidrosefalus yang memperlihatkan adanya
hubungan antara CSS sistem ventrikulus dan CSS dari ruang subaraknoid;
contohnya, terjadi bila penyerapan CSS di dalam vili araknoidalis
terhambat.1,4
e. Pseudohidrosefalus dan hidrosefalus tekanan normal (normal pressure
hydrocephalus). Pseudohidrosefalus adalah disproporsi kepala dan badan bayi.
Kepala bayi tumbuh cepat selama bulan kedua sampai bulan kedelapan.
Sesudah itu disproporsinya berkurang dan kemudian menghilang sebelum
berumur tiga tahun. Hidrosefalus tekanan normal ditandai oleh pelebaran
sitem ventrikulus otak tetapi tekanan CSS dalam batas normal.1
2.2.3. Epidemiologi
Frekuensi hidrosefalus lebih kurang 2 kasus per 1.000 kelahiran. Frekuensi
hidrosefalus dan spina bifida adalah 9.7% diantara kelainan perkembangan sistem
saraf. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Juga tidak ada perbedaan ras. Pada
remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis.1
Hidrosefalus infantil, 46% diantaranya adalah akibat abnormalitas
prekembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, kurang dari
4% akibat tumor fossa posterior.1
Insiden hidrosefalus kongenital di AS adalah 3 per 1.000 kelahiran hidup
sedangkan insiden untuk hidrosefalus akuisita (aquired hydrocephalus) tidak
diketahui secara pasti karena penyebab penyakit yang berbeda-beda. Pada umumnya,
Insiden hidrosefalus adalah sama untuk kedua jenis kelamin, kecuali pada sindrom
Bickers-Adams, X-linked hydrocephalus ditularkan oleh perempuan dan diderita oleh
laki-laki. Hidrosefalus dewasa mewakili sekitar 40% dari total kasus hidrosefalus.5

2.2.4. Etiologi
Apapun sebab dan faktor resikonya, hidrosefalus terjadi sebagai akibat
obstruksi, gangguan absorbsi atau kelebihan produksi CSS. Tempat predileksi
obstruksi adalah foramen Monroe, foramen Sylvii, foramen Luschka, foramen
Magendi dan vili araknoid.1 Hidrosefalus secara umum dapat disebabkan oleh banyak
hal seperti tumor, infeksi, peradangan dan perdarahan.6
Obstruksi CSS disebabkan oleh faktor-faktor intraventrikular,
ekstraventrikular dan kelainan kongenital. Faktor intraventrikular meliputi stenosis
herediter, stenosis intraventrikular, ventrikulitis, papiloma pleksus koroideus atau
neoplasma lain.1 Faktor ekstraventrikular meliputi stenosis kompresi akibat tumor
dekat ventrikulus, tumor di fossa posterior atau tumor cerebellum. Kelainan
kongenital meliputi malformasi Arnold-Chairi dan sindrom Dandy Walker.1
Secara terperinci penyebab dari hidrosefalus adalah sebagai berikut:6
a. Hidrosefalus kongenital (congenital Hydrocephalus) pada bayi dan anak-anak
dapat disebabkan oleh:5
 Malformasi batang otak menyebabkan stenosis dari akuaduktus Sylvius
 Malformasi Dandy-Walker
 Malformasi Arnold-Chiari tipe 1 dan tipe 2
 Agenesis dari foramen Monroe
 Kongenital toksoplasmosis
 Sindrom Bickers-Adams
b. Hidrosefalus akuisita (aquired Hydrocephalus) pada bayi diatas 6 bulan dan
anak-anak dapat disebabkan oleh:5
 Massa lesi: biasanya tumor (misalnya, medulloblastoma, astrocytoma),
tetapi kista, abses, atau hematom juga dapat menjadi penyebab
hidrosefalus ini.
 Perdarahan: perdarahan intraventrikular dapat dikaitkan dengan prematur,
cedera kepala, atau pecahnya suatu malformasi vaskular.
 Infeksi: Meningitis
 Idiopatik
c. Hidrosefalus pada orang dewasa dapat disebabkan oleh:5
 Perdarahan subarachnoid (SAH), menghalangi dan membatasi penyerapan
dari CSS.
 Hidrosefalus idiopatik.
 Tumor bisa menyebabkan penyumbatan di sepanjang jalur CSS. Tumor
yang paling sering berhubungan dengan hidrosefalus adalah
ependymoma, papiloma pleksus choroid, adenoma hipofisis, hipotalamus
atau glioma saraf optik, dan metastasis tumor.
 Meningitis.

2.2.5. Patofisiologi
Patogenesis hidrosefalus dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu sebagai
berikut:1
a. Bentuk hidrosefalus akut, didasari oleh faktor mekanik. Perdarahan otak,
tumor/infeksi/abses otak, stenosis akuaduktus cerebri Sylvii, hematoma
ekstradural dan edema otak akut akan mengganggu aliran dan absorbsi CSS
sehingga terjadi peningkatan TIK. Akibatnya tekanan intraventrikular
meningkat, sehingga kornu anterior ventrikulus lateral melebar.1
b. Kemudian diikuti oleh pelebaran seluruh ventrikulus lateralis. Dalam waktu
singkat diikuti penipisan lapisan ependim ventrikulus. Hal ini akan
mengakibatkan permeabilitas ventrikulus meningkat sehingga memungkinkan
absorbsi CSS dan akan menimbulkan edema substantia alba di dekatnya.1
c. Apabila peningkatan absorbsi ini dapat mengimbangi produksinya yang
berlebihan maka tekanannya secara bertahap akan menurun sampai normal,
meskipun penderita masih memeperlihatkan tanda-tanda hidrosefalus.
Keadaan demikian ini disebut hidrosefalus tekanan normal. Namun biasanya
peningkatan absorbsi ini gagal mengimbangi kapasitas produksinya. Sehingga
terjadi pelebaran ventrikulus berkelanjutan dengan tekanan yang juga tetap
meningkat.1
d. Hidrosefalus kronik terjadi beberapa minggu setelah aliaran CSS mengalami
sumbatan atau mengalami gangguan absorbsi, apabila sumbatan dapat
dikendalikan atau dihilangkan, tekanan intraventrikular akan menjadi
progresif normotensif karena adanya resorbsi transependimal parenkim
paraventrikular. Akibat dari peningkatan tekanan CSS intraventrikular
mengakibatkan sistem venosa menjadi kolaps dan penurunan volume aliaran
darah, sehingga terjadi hipoksia dan perubahan metabolisme parenkim
(kehilangan lipid dan protein). Akibat lebih jauh adalah terjadinya dilatasi
ventrikulus karena jaringan periventrikular menjadi atrofi.1
Patogenesis hidrosefalus komunikans dan non-komunikas dapat dijelaskan
sebagai berikut:1
a. Pada hidrosefalus komunikans terjadi hubungan langsung antara CSS sistem
ventrikulus dan CSS di ruang subaraknoid. Hambatan aliran CSS pada tipe ini
biasanya pada bagian distal dari sistem ventrikulus ini, yaitu pada ruang
subaraknoid (sebagai akibat fibrosis dari infeksi sebelumnya) atau pada
granulatio arachnoidea (sebagai akibat kelainan bentuk struktur ini). Hal ini
mengakibatkan akumulasi CSS dan pembesaran ruang ventrikulus.6
b. Pada hidrosefalus nonkomunikans, CSS pada ruang ventrikulus tidak
bisamencapai ruang subaraknoid karena adanya hambatan aliran CSS pada
foramen Monroe, aquaductus cerebri Sylvii atau pada foramen Magendi dan
Luschka. Obstruksi pada foramen Monroe misalnya diakibatkan oleh tumor,
menghalangi aliran CSS dari ventrikulus lateralis ke ventrikulus tertius,
mengakibatkan akumulasi cairan dan pembesaran pada ventrikulus lateralis
pada sisi yang mengalami sumbatan. Obstruksi aquaductus cerebri Sylvii oleh
tumor, peradangan atau atresia kongenital mengakibatkan akumulasi cairan
dan pembesaran pada ventrikulus tertius dan kedua ventrikulus lateralis.
Obstruksi pada foramen Magendi dan Luschka oleh tumor, inflamasi atau
atresia Kongenital mengakibatkan akumulasi dan pembesaran pada ventrikulus
quartus, ventrikulus tertius dan kedua ventrikulus lateralis.6

2.2.6. Diagnosis
a. USG
Pada 6-12 bulan pertama kehidupan, diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan
degan USG. Pada USG akan tampak dilatasi dari ventrikel tetapi USG sangat jarang
digunakan dalam mendiagnosis hidrosefalus.8

(a)
(b)

Gambar 9a & b. Foto USG kepala fetus pada trimester ketiga. Tampak dilatasi
bilateral dari kedua ventrikel lateralis (gambar a) dan penipisan jaringan otak
(gambar b).8

b. CT Scan
Dengan menggunakan CTScan, kita dapat menentukan ukuran dari
ventrikel.Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat ditentukan lokasi dan ukuran
dari tumor tersebut.Pada pasien dengan hidrosefalus akan tampak dilatasi dari
ventrikel pada foto CT Scan serta dapat melihat posisi sumbatan yang menyebabkan
terjadinya hidrosefalus. Dengan CT-Scan saja hidrosefalus sudah bisa ditegakkan.9
Gambar 10. CT Scan kepala potongan axial pada pasien
hifrosefalus, dimana tampak dilatasi kedua ventrikel lateralis.5

c. MRI
Dengan menggunakan MRI pada pasien hidrosefalus, kita dapat melihat
adanya dilatasi ventrikel dan juga dapat menentukan penyebab dari hidrosefalus
tersebut.Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat ditentukan lokasi dan ukuran
dari tumor tersebut.Selain itu pada MRI potongan sagital akan terlihat penipisan dari
korpus kalosum.10
Gambar 11. MRI potongan sagital pada hidrosefalus nonkomunikans akibat
obstruksi pada foramen Luschka dan magendie.Tampak dilatasi dari ventrikel
lateralis dan quartus serta peregangan korpus kalosum.10

b
a

Gambar 12a & b. MRI potongan axial pada hidrosefalus nonkomunikans akibat
obstruksi pada foramen Luschka dan magendie. Tampak dilatasi dari ventrikel
lateralis (gambar a) dan ventrikel quartus (gambar b).10

Gambar 13. MRI pada Neoplasma di vermis cerebellum dengan hidrosefalus


obstruktif (nonkomunikans).Tampakmassa menekan ventikulus quartus dan
menyebabkan hidrosefalus obstruktif (gambar a).10
2.2.7. Diagnosis Banding
Berdasarkan gambaran radiologi, hidrosefalus memiliki gambaran yang
hampir sama dengan holoprosencephaly, hydraencephaly dan atrofi cerebri.11
a. Holoprosencephaly11
Holoprosencephaly muncul karena kegagalan proliferasi dari jaringan otak
untuk membentuk dua hemisfer. Salah satu tipe terberat dari holoprosencephaly
adalah bentuk alobaris karena biasa diikuti oleh kelainan wajah, ventrikel lateralis,
septum pelusida dan atrofi nervus optikus. Bentuk lain dari holoprosencephaly adalah
semilobaris holoprosencephaly dimana otak cenderung untuk berproliferasi menjadi
dua hemisfer. Karena terdapat hubungan antara pembentukan wajah dan proliferasi
saraf, maka kelainan pada wajah biasanya ditemukan pada pasien holoprosencephaly.
b. Hydranencephaly12
Hydranencephaly muncul karena adanya iskemik pada distribusi arteri karotis
interna setelah struktur utama sudah terbentuk.Oleh karena itu, sebagian besar dari
hemisfer otak digantikan oleh CSS.Adanya falx cerebri membedakan antara
hydranencephaly dengan holoprosencephaly.Jika kejadian ini muncul lebih dini pada
masa kehamilan maka hilangnya jaringan otak juga semakin besar.
Biasanya korteks serebri tidak terbentuk, dan diharapkan ukuran kepala kecil
tetapi karena CSS terus di produksi dan tidak diabsorbsi sempurna maka terjadi
peningkatan TIK yang menyebabkan ukuran kepala bertambah dan terjadi ruptur dari
falx serebri
c. Atrofi Serebri13
Secara progresif volume otak akan semakin menurun diikuti dengan dilatasi ventrikel
karena penuaan. Tetapi atrofi didefinisikan sebagai hilangnya sel atau jaringan, jadi
atrofi serebri dapat didefinisikan sebagai hilangnya jaringan otak (neuron dan
sambungan antarneuron). Biasanya disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif
seperti multiple sklerosis, korea huntington dan Alzheimer. Gejala yang muncul
tergantung pada bagian otak yang mengalami atrofi. Dalam situasi ini, hilangnya
jaringan otak meninggalkan ruang kosong yang dipenuhi secara pasif dengan CSS.
2.2.8. Pengobatan
a. Secara Medikamentosa:5
 Pengobatan dengan farmakologi dilakukan untuk menunda operasi. Biasa
dilakukan pada bayi premature dengan hidrosefalus post perdarahan.
 Pengobatan dengan farmakologi tidak efektif untuk jangka waktu yang
lama.
 Pengobatan secara farmakologi bekerja dengan mengurangi produksi CSS
(Acetazolamide atau furosemide) dan meningkatkan penyerapan CSS.
 Hidrosefalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi tidak
memerlukan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25-50
mg/kgBB. Pada keadaan akut dapat diberikan manitol. Diuretik dan
kortikosteroid dapat diberikan walaupun hasinya kurang memuaskan.1
b. Operasi
Operasi merupakan pilihan terapi. Punksi Lumbal ulangan dapat dilakukan
pada pasien hidrosefalus setelah perdarahan interventrikular.
Shunt merupakan terapi yang banyak dilakukan pada kebanyakan
orang.4 Hanya 25% pasien dapat diobati tanpa melakukan shunt. Prinsip dari shunt
adalah membentuk hubungan atau saluaran antara ventrikulus dengan rongga plura
atau peritoneum.
 Ventriculoperitoneal (VP) Shunt adalah yang paling banyak digunakan.
 Ventriculoatrial (VA) Shunt dikenal juga sebagai vascular shunt, prinsipnya
menghubungkan ventrikel, vena jugularis dan vena cava superior ke atrium
kanan. Prosedur ini dilakukan pada pasien dengan kelainan abdominal seperti
peritonitis.
 Lumboperitoneal Shunt, hanya digunakan pada hidrosefalus komunikans,
fistula CSF dan pseudotumor.
 Torkildsen shunt sudah jarang digunakan. Prinsipnya adalah menghubungkan
anatara ventrikel dengan cisterna magna dan hanya efektif pada hidrosefalus
obstruktif didapat.
 Ventriculopleural shunt merupakan pilihan kedua.
2.2.9. Prognosis
a. Kelangsungan Hidup (Quo ad Vitam)
Prognosis atau keberlangsungan penyakit sangat ditentukan oleh adanya
kelaian neural dan ekstraneural yang menetap. Pada sebagaian besar kasus, 50 %
kasus meninggal saat masih dalam uterus atau dilakukan terminasi pada kehamilan
karena adanya ketidaknormalan yang terdeteksi. Dan 50% sisanya berkembang
menjadi ventricolomegaly yang progresif. Pada bayi seperti ini, segera setelah
dilakukan shunt akan memberikan hasil yang baik.4
b. Kelangsungan Organ (Quo ad Functionam)
Pada anak-anak dengan hidrosefalus terjadi peningkatan ketidakmampuan
mental dan koqnitif. Kemampuan atau pengetahuan umum sangat berkurang bila
dibandingkan dengan populasi anak-anak pada umumnya, kebanyakan anak
mengalami keterbelakangan mental, verbal dan memori. Selain itu juga menyebabkan
kelainan pada mata.4
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Hidrosefalus. Dalam: Harsono,


Editor. Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press; 2005. Hal. 209-16.
2. Barker RA, Barasi S, Neal MJ. Meninges and Cerebrospinal Fluid. In:
Neuroscience at a glance. United states of America: Blackwell Science; 2000.
p. 40-1.
3. Guyton AC, Hall JE. Cerebral Blood Flow, Cerebrospinal Fluid, and Brain
Metabolism. In: Textbook of Medical Physiology. 11th Ed. Pennyslvania:
Elsevier Inc; 2006. p 761-8.
4. Bonnemann CG, Golden JA. Developmental Structural Disorders. In: Goetz
CG, Editor. Textbook of Clinical Neurology. 2nd Ed. Pennsylvania: Saunders;
2003. p 553-6.
5. Varma R, Williams SD. Wessel HB. Neurology. In: Zitelli BJ, Davis HW,
Editor. Atlas of Pediatric Physical Diagnosis. 5th Ed. New York: Blackwell
Science; 2000. p 562-86.
6. Porth CM, Gaspard KJ. Alterations in Brain Function. In: Essentials of
Pathophysiology. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2004. p 667-
71.
7. Scarabino T, Salvolini U, Jinkins JR. Intracranial Hypertension.
In: Emergency Neuroradiology. New York: Springer Berlin Heilberg; 2006. p
203-11.
8. Sjair Z. Tomografi Komputer Kepala. Dalam: Ekayuda I, Editor. Radiologi
Diagnostik FKUI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p 387-91.
9. Kurtz AB, Johnson PT. Hydranencephaly. In: Radiology. Philadelphia:
RSNA; 1999. p 419-22.
10. Barnes P, Levine D. MR Imaging of Fetal CNS Abnormalities. In: Levine D,
Editor. Atlas of Fetal MRI. New York: Taylor & Francis; 2005. p 25-47.
11. Fenichel GM. Increased Intracranial Pressure; Disorders of Cranial Volume
and Shape. In: Clinical Pediatric Neurology A Signs and Symptoms
Approach. 5thEd. Pennyslvania: Elsevier Inc.; 2005. p 91-7; 353-69.
12. Johnston MV, Kinsman S. Congenital Anomalies of the Central Nervous
System. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Editors. Nelson
Textbook of Pediatrics. 17th Ed. Pennsylvania: Saunders; 2004. p 1983-92.
13. Tanenbaun LN. Degenerative, Toxic, and Metabolic Diseases. In: Zee CS,
Editor. Neuroradiology A Study Guide. New York: McGraw-Hill; 1996. p
323-6.

Anda mungkin juga menyukai