Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia ada berbagai macam profesi dalam kesehatan.Profesi tersebut
juga mengakibatkan banyaknya institusi kesehatan,diantaranya dokter,bidan,ahli
gizi,kesehatan masyarakat,radiologi,teknobiomedik, farmasi,analis kesehatan, dan
perawat. Semua profesi tadi diwajibkan saling bekerjasama dalam menjalankan
profesionalitas profesinya masing-masing.
Perawat merupakan satu dari banyaknya profesi kesehatan yang ada.Semua
profesi kesehatan yang ada tentu memiliki visi yang sama yakni terwujudnya
pelayanan kesehatan yang prima.Namun dalam pelaksanaannya perawat tidak
sendirian.Perawat ditemani oleh dokter,analis kesehatan,tim kesehatan
masyarakat,analis kesehatan,ahli gizi,radiologi dan lainnya.
Kemudian bagaimana caranya supaya tugas antar profesi keperawatan dapat
berjalan secara harmonis dan pelayanan kesehatan menjadi maksimal? Kolaborasi
pendidikan dan praktik antar profesi kesehatan tentunya sangat dibutuhkan.Semua
jenis profesi harus mempunyai keinginan untuk berkolaborasi.Perawat,bidan,
dokter,dan semua profesi lain merencanakan dan mengaplikasikan ilmu yang
diperolehnya di bangku pelajar. Ketergantungan antar profesi pun dapat tetap ada
asalakan dalam batas-batas lingkup praktek yang sesuai dengan aturan yang ada.

B. Tujuan
Agar Mahasiswa/i Dapat:
1. Memahami arti komunikasi perawat dan dokter.
2. Memahami kolaborasi perawat dan dokter.
3. Memahami Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi.
4. Mengaplikasikan komunikasi dalam dunia keperawatan.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Nursalam (2007) menyatakan, komunikasi juga merupakan suatu
seni untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang
mudah sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima maksud dan tujuan
pemberi pesan. Stuart,G.W., & Laraia, 2005 mengatakan bahwa dalam hubungan
komunikasi terapeutik perawat dan klien menjadi penting dalam mengeksplorasi
kebutuhan klien. Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan
perubahan verbal dan nonverbal dari informasi dan ide. Sedangkan komunikasi
terapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan
terencana mempelajari klien. proses memfokuskan pada klien namun
direncanakan dan dipimpin oleh seorang profesional. (Potter & Perry, 2009).

B. Prinsip-prinsip Komunikasi
Adapun prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers yaitu :
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, percaya, dan
menghargai.
3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien, baik fisik maupun
mental.
5. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang nyaman dan aman bagi
pasien.
6. Kejujuran dan terbuka.
7. Mampu sebagai role model.
8. Altruisme.
9. Bertanggung jawab .
10. Memahami betul arti Empati dan berpegang pada etika

2
C. Komponen-komponen dalam Komunikasi

a. Sender/komunikator(pemberi pesan): individu yang bertugas mengirimkan


pesan. Perawat sebagai pengirim pesan kepada pasien. Tujuannya untuk
membantu kesembuhan pasien, bersifat interpersonal. Contoh :

1) Perawat lebih aktif pendekatan diri pada pasien


2) Mendengarkan secara saksama
3) Memberikan respon pada pasien
4) Menawarkan informasi
5) Memberikan pencerahan pada pasien

b. Pesan : informasi yang diterima, bisa berupa kata, ide atau perasaan. Pesan
akan efektif bila jelas dan terorganisir yang diekspresikan oleh si pengirim
pesan.
c. Receiver (penerima pesan): seseorang yang menerima pesan. Bisa berbentuk
pesan yang diterima maupun pesan yang sudah diinterpretasikan.
d. Media: metode yang digunakan dalam pesan yaitu kata, bisa dengan cara
ditulis, diucapkan, diraba, dicium.
Contoh: catatan atau surat adalah kata; bau badan atau cium parfum adalah
penciuman (dicium), dan lain-lain.
e. Umpan balik: penerima pesan memberikan informasi/ pesan kembali kepada
pengirim pesan dalam bentuk komunikasi yang efektif. Umpan balik
merupakan proses yang kontinue karena memberikan respons pesan dan
mengirimkan pesan berupa stimulus yang baru kepada pengirim pesan.

D. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi


1. Situasi/suasana
Situasi/suasana yang hiruk pikuk atau penuh kebisangan akan
mempengaruhi baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan,suara bising
yang diterima komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan
tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima.Oleh karena itu, sebelum proses
komunikasi dilaksanakan, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa

3
supaya tenang dan nyaman.Komunikasi yang berlangsung dan dilakukan pada
waktu yang kurang tepat mungkin diterima dengan kurang tepat
pula.Misalnya,apabila perawat memberikan penjelasan kepada orang tua
tentang cara menjaga kesterilan luka pada saat orang tua sedang sedih,tentu
saja pesan tersebut kurang diterima dengan baik oleh orang tua karena
perhatian orang tua tidak berfokus pada pesan yang disampaikan
perawat,melainkan pada perasaan sedihnya.
2. Kejelasan pesan
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi.Pesan
yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara
komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang
disampaikan.Hal ini akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan
komunikasi yang dijalankan.Oleh karena itu,komunikator harus memahami
pesan sebelum menyampaikannya pada komunikan, dapat dimengerti
komunikan dan menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas.

E. Komunikasi antara Perawat dengan Dokter


Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah
cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien.Perawat bekerja
sama dangan dokter dalam berbagai bentuk. Perawat mungkin bekerja di
lingkungan di mana kebanyakan asuhan keperawatan bergantung pada instruksi
medis.
Perawat diruang perawatan intensif dapat mengikuti standar prosedur yang
telah ditetapkan yang mengizinkan perawat bertindak lebih mandiri.Perawat dapat
bekerja dalam bentuk kolaborasi dengan dokter. Contoh. Ketika perawat
menyiapkan pasien yang baru saja didiagnosa diabetes pulang kerumah, perawat
dan dokter bersama-sama mengajarkan klien dan keluarga begaimana perawatan
diabetes di rumah.Selain itu komunikasi antara perawat dengan dokter dapat
terbentuk saat visit dokter terhadap pasien, disitu peran perawat adalah
memberikan data pasien meliputi TTV, anamnesa, serta keluhan-keluhan dari
pasien,dan data penunjang seperti hasil laboraturium sehingga dokter dapat
mendiagnosa secara pasti mengenai penyakit pasien. Pada saat perawat

4
berkomunikasi dengan dokter pastilah menggunakan istilah-istilah medis,
disinilah perawat dituntut untuk belajar istilah-istilah medis sehingga tidak terjadi
kebingungan saat berkomunikasi dan komunikasi dapat berjalan dengan baik serta
mencapai tujuan yang diinginkan.
Komuniaksi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik apabila
dari kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya menjalankan tugas
secara individu, perawat dan dokter sendiri adalah kesatuan tenaga medis yang
tidak bisa dipisahkan. Dokter membutuhkan bantuan perawat dalam memberikan
data-data asuhan keperawatan, dan perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter
untuk mendiagnosa secara pasti penyakit pasien serta memberikan penanganan
lebih lanjut kepada pasien. Semua itu dapat terwujud dwngan baik berawal dari
komunikasi yang baik pula antara perawat dengan dokter.
Dalam melaksanakan tugasnya, perawat tidak dapat bekerja tanpa
berkolaborasi dengan profesi lain. Profesi lain tersebut diantaranya adalah dokter,
ahli gizi, apoteker dan sebagainya. Setiap tenaga profesi tersebut masing-masing
mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatan pasien. Bila setiap profesi telah
dapat saling menghargai, maka hubungan kerja sama dan komunikasi akan dapat
terjalin dengan baik. Selain itu perawat juga mempunyai tanggung jawab untuk:
1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan
dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara kerahasiaan
suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh.
2. Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan dan
pengalamannya kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan dan
pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan kemampuan
dalam bidang keperawatan.
3. Perawat merupakan kesatuan integral dengan tenaga kesehatan lainya yang
tak bisa dipisah – pisahkan dan disendirikan.

5
Tips untuk permintaan kejelasan kepada dokter:
1. Mengidentifikasi semua nama (Sebutkan nama dokter, sebutkan nama dan
posisi, mengidentifikasi klien dan diagnosis klien atau orang-orang lain
yang terlibat dalam masalah dengan nama.
2. Meringkas masalah (data faktual singkat tentang masalah),
3. Menyatakan tujuan ,
4. Menyarankan solusi pemecahan masalah yang relevan sesuai dengan
praktek klinik,
5. Menulis kesimpulan (menjelaskan siapa yang akan bertanggung jawab
untuk pelaksanaan, mengklarifikasi informasi terutama jika ini percakapan
telepon, menentukan kerangka waktu pelaksanaan). (Arnold & Boogs,
2007).

F. Isu Terkait Aplikasi Komunikasi Antara Perawat Dengan Dokter


Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif,
hal tersebut perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan
data kesehatan pasien secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber
informasi bagi semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh
karena itu perlu dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang
memungkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara efektif.
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang
telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien.
Perspektif yang berbeda dalam memandang pasien, dalam prakteknya
menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses
kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan dan individual, factor sosial, serta
budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya
kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat
kepentingan pasien.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa banyak aspek positif yang
dapat timbul jika hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik.
American Nurses Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14
rumah sakit melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya

6
mungkin dilakukan, tetapi juga berdampak langsung pada hasil yang dialami
pasien (Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan korelasi
positif antara kualitas hubungan dokter-perawat dengan kualitas hasil yang
didapatkan pasien.
Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat
profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi
sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam
aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi
dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi
sosial masih medukung dominasi dokter. Inti sesungguhnya dari konflik
perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap
pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya.
Dari hasil observasi penulis di rumah sakit nampaknya perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi
khususnya dengan dokter. Perawat bekerja memberikan pelayanan kepada
pasien hanya berdasarkan intruksi medis yang juga didokumentasikan secara
baik, sementara dokumentasi asuhan keperawatan yang meliputi proses
keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara penulis dengan
beberapa perawat rumah sakit pemerintah dan swasta, mereka menyatakan
bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam melaksanakan kolaborasi,
diantaranya pandangan dokter yang selalu menganggap bahwa perawat
merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai asistennya, serta kebijakan
rumah sakit yang kurang mendukung.
Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional
dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan
masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, serta menghambat
upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi.

7
G. Pentingnya Komunikasi Dalam Pelayanan Kesehatan

Komunikasi kesehatan merupakan proses penyampaian informasi terkait


kesehatan. Menurut The Centers of Disease Control and Prevention (CDC) dalam
Apriningsih dan Hippy (2003) mendefinisikan komunikasi kesehatan sebagai
suatu ilmu dan sebagai penggunaan strategi komunikasi untuk menyampaikan
informasi dan mempengaruhi keputusan individu serta masyarakat yang dapat
meningkatkan ksehatan. Jika komunikasi kesehatan digunakan secara baik, akan
memberikan pengaruh kepada individu. Individu akan memiliki persepsi yang
positif tentang masalah kesehatan, individu memiliki pengetahuan yang lebih baik
terkait kesehatan, serta individu dapat merubah perilaku atau pola hidup yang
sehat.
Komunikasi kesehatan antar mitra kesehatan diperlukan sebuah cara atau
strategi agar komunikasi menjadi komunikasi ksehatan yang efektif. Beberapa
cara agar terjalin komunikasi kesehatan antar mitra kesehatan yang efektif yaitu
berkomunikasi dengan detail, cepat, akurat, serta disrtai dengan bukti.
Komunikasi secara detail seperti melakukan pertukaran informasi dengan lebih
terperinci. Contohnya saat perawat melakukan pengkajian atas data dari klien,
perawat memberitahukan informasi yang ia dapatkan secara detail kepada dokter
atau mitra kesehatan lainnya.
Pada saat berkomunikasi dengan mitra kesehatan, tidak hanya dibutuhkan
komunikasi secara detail, tetapi juga dibutuhkan komunikasi secara cepat dan
akurat. Hal ini untuk meminimalisasi kejadian buruk yang mungkin terjadi.
Contoh komunikasi secara cepat dan akurat apabila suatu hari klien datang dengan
kondisi yang gawat sehingga mitra kesehatan harus menangani klien tersebut
dengan segera. Pada saat menangani klien tersebut, dibutuhkan kerja sama oleh
tenaga kesehatan lainnya denga cara berkomunikasi secara cepat dan akurat.
Setiap klien memiliki sifat atau karakter yang berbeda. Seperti contoh
terdapat klien dengan sifat extrovert, bersifat terbuka dan bersedia berkomunikasi
kepada orang lain apa yang terjadi pada dirinya, memudahkan tenaga kesehatan
dalam berkomunikasi dengan klien tersebut. Akan tetapi, tenaga kesehatan akan
merasa sulit melakukan komunikasi dengan klien yang memiliki sifat introvert,
bersifat menutup diri kepada orang lain. Menurut Djauzi dan Supartondo dalam

8
Sudarma (2008) mengatakan bahwa tenaga kesehatan memerlukan usaha yang
keras dalam berkomunikasi dengan klien dengan sifat introvert agar diagnosis
serta tindakan medis yang dilakukan oleh para tenaga kesehatan dapat berjalan
dengan baik.
Menurut Djauzi dan Supartondo dalam Sudarma (2008) mengatakan
bahwa setiap tenaga kesehatan dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi
secara efektif, yaitu dengan mengedepankan rasa empati dan simpati kepada
tenaga kesehatan lainnya ataupun kepada kien. Dalam berkomunikasi antar tim
kesehatan tidak hanya membutuhkan rasa empati dan simpati, tetapi juga
membutuhkan rasa tanggung jawab pada diri sendiri dan orang lain, serta
menghargai profesi kesehatan lainnya.
Keberhasilan dari komunikasi yang efektif antara tim kesehatan
bergantung pada hubungan baik di antara tenaga kesehatan. Menurut Kumala
(1995) keberhasilan kerja kelompok bergantung pada hubungan baik di antara
anggota tim, terutama antara pemimpin tim dengan anggota tim lainnya.
Pemimpin tim memiliki fungsi yaitu, mendorong terjadinya komunikasi,
mengamati proses komunikasi yang terjalin, serta memberi perhatian kepada
semua anggota agar komunikasi berjalan dengan efektif. Menurut Kumala (1995)
mengatakan bahwa prinsip-prinsip untuk mendukung komunikasi di antara tim
yaitu:
Setiap individu dalam tim memiliki hak untuk mengemukakan dan
menjelaskan pendapatnya atau pandangan mereka untuk melakukan sesuatu
tindakan.
Pesan yang diberikan, maupun dalam bentuk lisan maupun tulisan, harus
dinyatakan dengan menggunakan bahasa serta ungkapan yang jelas dan mudah
dimengerti oleh semua individu dalam tim tersebut.
Setiap individu dalam tim menghindari dari perselisihan dan pertentangan
sesama individu dalam tim agar komunikasi atau hubungan yang terjalin lebih
baik.Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu memerlukan orang lain
dalam menjalankan dan mengembangkan kehidupannya. Hubungan dengan orang
lain akan terjalin bila setiap individu melakukan komunikasi diantara sesamanya.
Kepuasan dan kenyamanan serta rasa aman yang dicapai oleh individu dalam

9
berhubungan sosial dengan orang lain merupakan hasil dari suatu komunikasi.
Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur terpenting dalam mewujudkan integritas
diri setiap manusia sebagai bagian dari sistem sosial.
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan dampak
yang sangat penting dalam kehidupan, baik secara individual maupun kelompok.
Komunikasi yang terputus akan memberikan dampak pada buruknya hubungan
antar individu atau kelompok. Tatanan klinik seperti rumah sakit yang dinyatakan
sebagai salah satu sistem dari kelompok sosial mempunyai kepentingan yang
tinggi pada unsur komunikasi.
Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya.
Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal an
konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar
individu yang bekerja Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai
modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan
kepada konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu
konsumen internal an konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur
hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit, baik hubungan secara
horisontal ataupun hubungan secara vertikal. Hubungan yang terjalin antar tim
multidisplin termasuk keperawatan, unsur penunjang lainnya, unsur adminitrasi
sebagai provider merupakan gambaran dari sisi konsumen internal. Sedangkan
konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi menerima jasa pelayanan, yaitu
klien baik secara individual, kelompok, keluarga maupun masyarakat yang ada di
rumah sakit.Seringkali hubungan buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit,
diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem komunikasi antar individu yang
terlibat dalam sistem tersebut.
Ellis (2000) menyatakan jika hubungan terputus atau menjadi sumber stres,
pada umumnya yang ditunjuk sebagai penyebabnya adalah komunikasi yang
buruk.Keperawatan yang menjadi unsur terpenting dalam memberikan pelayanan
dalam hal ini perawat berperan sebagai provider. Fokus perhatian terhadap
buruknya komunikasi juga terjadi pada tim keperawatan. Hal ini terjadi karena
beberapa sebab diantaranya adalah:

10
1) Lemahnya pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik saat
melakukan intraksi dengan klien.
2) Kurangnya kesadaran diri para perawat dalam menjalankan komunikasi
dua arah secara terapeutik.
3) Lemahnya penerapan system evaluasi tindakan (kinerja) individual yang
berdampak terhadap lemahnya pengembangan kemampuan diri sendiri.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu diupayakan suatu hubungan


interpersonal yang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih terapeutik.
Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan permasalahan yang dapat terjadi pada
komunikasi yang dijalin oleh tim keperawatan dengan kliennya. Modifikasi yang
perlu dilakukan oleh tim keperawatan adalah melakukan pendekatan dengan
berlandaskan pada model konseptual sebagai dasar ilmiah dalam melakukan
tindakan keperawatan. Sebagai contoh adalah melakukan komunikasi dengan
menggunakan pendekatan model konseptual proses interpersonal yang
dikembangkan oleh Hildegard E.Peplau.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Untuk mencapai pelayanan yang efektif maka perawat, dokter dan tim
kesehatan harus berkolaborasi satu dengan yang lainnya. Yidak ada kelompok
yang dapat penyatakan lebih berkuasa di atas yang lainnya. Masing-masing
profesi memilki profesional yang berbeda sehingga ketika digabungkan dapat
menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Banyaknya faktor
yang berpengaruh seperti kerjasama, saling menerima, berfungsi. Kolaborasi yang
efektif antara anggota tim kesehatan menfalisitasi terselenggaranya pelayanan
pasien yang berkulitas. Akan tetapi praktik kolaborasi perawat dokter yang terjadi
belum mencapai optimal tetapi masih tahap berunding dan masih ada yang
menghindar yang disebabkan kurang siapnya sumber daya keperawatan dan masih
adanya kesenjangan tingkat kependidikan perawat dan dokter serta kuarangnya
komitmen dokter untuk ikut meningkatkan kualitas sumber daya manusia
keperawatan.

1. Pada praktik kolaborasi mempunyai hubungan yaitu:Ada hubungan bermakna


komunikasi dengan prakti kolaborasi. Dengan komunikasi yang baik dan
menghargai profesi lain dalam pengambilan keputusan bersama (dalam
kolaborasi) di kelompok maka akan tercipta suatu tim work yang baik
sehingga komitmen dalam memberikan pelayanan yang komprehensip dapat
tercipta.
2. Tidak ada hubungan antara domain dengan praktik kolaborasi dimana domain
sangatlah bervariasi, baik pendapat dokter maupun perawat dan belum adanya
standar domain bersama (dokter-perawat) yang baku di Indonesia.

12
. B. Saran
Perlu adanya sosialisasi praktik kolaborasi dan managed care diantara tim
kerja kesehatan atau profesi kesehatan mulai dari situasi pendidikan.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan kesehatan perlu adanya
peningkatan pendidikan perawat dan komunikasi yang baik ke pasien maupun
antar tim kerja, dan untuk meningkatkan praktik kolaborasi perlu adanya
komitmen bersama antara pemimpin (struktural) dan fungsional (profesi
kesehatan), dimana pimpinan dapat mengadopsi managed care dan
mensosialisasikan serta dapat diterapkan pada pelayanan.

13

Anda mungkin juga menyukai