01.pertemuan I S.D. 24 Hpidana PDF
01.pertemuan I S.D. 24 Hpidana PDF
TRISNO RAHARJO/I/2006 1
Prof Moeljatno
Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum
yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar
dan aturan aturan untuk:
– Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh
dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa
melanggar larangan tersebut
– Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka
yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat
dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah
diancamkan
– Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu
dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
melanggar larangan tersebut.
TRISNO RAHARJO/I/2006 2
Prof SIMON
keseluruhan perintah-perintah dan larangan-
larangan yang diadakan oleh negara dan
yang diancam dengan suatu nestapa
(pidana) barangsiapa yang tidak mentaatinya;
kesemua aturan-aturan yang menentukan
syarat-syarat bagi akibat hukum itu; dan
kesemua aturan-aturan untuk mengadakan
(menjatuhi) dan menjalankan pidana
tersebut.
TRISNO RAHARJO/I/2006 3
Prof Van Hamel
TRISNO RAHARJO/I/2006 5
Hukum Pidana Adat
Pra Kolonial
Kolonial
Kemerdekaan
6 TRISNO RAHARJO/I/2006
VOC
HUKUM DISIPLIN
7 TRISNO RAHARJO/I/2006
Plakaten
8 TRISNO RAHARJO/I/2006
Sumber Hukum
9 TRISNO RAHARJO/I/2006
Masa Inggris
RAFFLES
Memperhatikan kepentingan warga negara
Inggris
• WN Inggris tidak boleh dihukum lebih berat dari
ketentuan hukum pidana Inggris
• Eksekusi terhadap orang Inggris setelah
dilaporkan kepada Letnan Gubernur
• Hukuman Mati hanya dieksekusi setelah
dilaporkan kepada Letnan Gubernur
• Orang Inggris ditundukkan pada peraturan polisi
yang ada
10 TRISNO RAHARJO/I/2006
Masa 1814-1848
Pemidanaan disesuaikan
denganTujuan Politik Agraria
Sistem Kerja paksa bagi pelaku tindak
pidana
11 TRISNO RAHARJO/I/2006
Masa 1848-1918
12 TRISNO RAHARJO/I/2006
Asas Konkordansi
13 TRISNO RAHARJO/I/2006
Masa 1918 - 1942
14 TRISNO RAHARJO/I/2006
Masa 1942-1945
Pendudukan Jepang
Hukum Tentara
15 TRISNO RAHARJO/I/2006
Masa 1945 - 1958
Dualisme KUHP
UU No 1 Tahun 1946
KUHP Belanda
16 TRISNO RAHARJO/I/2006
Masa 1958-Sekarang
17 TRISNO RAHARJO/I/2006
Pembaharuan KUHP
UU No 1/1946 – Peraturan Hukum
Pidana
UU No 20/1946 – Pidana Tutupan
19 TRISNO RAHARJO/I/2006
Pembaharuan KUHP
UU No 4/1976 Perubahan dan penambahan
beberapa pasal dalam KUHPidana bertalian
dengan perluasan berlakunya ketentuan
peruuan pidana, kejahatan penerbangan
dan kejahatan terhadap sarana/prasarana
penerbangan
UU No 7/1974 Penertiban Perjudian
UU No 27/1999 tentang Perubahan KUHP
yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap
Keamanan Negara
20 TRISNO RAHARJO/I/2006
Ius Poenale dan Ius Puniendi
Ius Poenale atau hukum pidana objektif,
hukum pidana dilihat dari aspek
larangan, ancaman bagi yang
melanggar.
Ius Puniendi atau hukum pidana
subjektif berisi hak atau kewenangan
negara:
– Menentukan larangan
– Penjatuhan sanksi bagi pelanggar
– Menjalankan sanksi yang telah dijatuhkan
TRISNO RAHARJO/I/2006 21
HP Materiel dan HP Formil
HP Materiel
– Aturan-aturan yang menetapkan dan merumuskan
perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana, aturan-
aturan yang memuat syarat-syarat untuk dapat
menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai
pidana
– Ex: KUHP, UU Korupsi, UU Narkotika dll
HP Formil
– Mengatur bagaimana Negara dengan perantara
alat-alat perlengkapannya melaksanakan haknya
untuk mengenakan pidana
– Ex. KUHAP
TRISNO RAHARJO/I/2006 22
HP Umum dan HP Khusus
HP Umum memuat aturan-aturan
hukum pidana yang berlaku bagi setiap
orang
– KUHP
HP Khusus memuat aturan-aturan
hukum pidana yang menyimpang dari
hukum pidana umum, mengenai
golongan-golongan tertentu atau
berkenaan dengan jenis perbuatan
tertentu
– KUHPM, Hukum Pidana Fiskal
TRISNO RAHARJO/I/2006 23
Pemberlakuan HP
Internasional
–TP Humaneter/Kejahatan HAM
Nasional
–KUHP atau UU Nasional
Lokal
–Peraturan Daerah dengan
Sarana Penal
TRISNO RAHARJO/I/2006 24
Dasar sumber dan bentuk
Sumber:
–Kodifikasi
–Tidak Terkodifikasi
Bentuk:
–Tertulis (Perundang-undangan)
–Tidak Tertulis (Hukum Adat)
TRISNO RAHARJO/I/2006 25
FUNGSI HUKUM PIDANA
UMUM
– Mengatur hidup kemasyarakatan atau
menyelenggarakan tata dalam masyarakat
– Hukum hanya memperhatikan perbuatan-
perbuatan yang ada sangkut pautnya
dengan kehidupan bermasyarakat secara
patut dan bermanfaat
KHUSUS
– Melindungi kepentingan hukum terhadap
perbuatan yang hendak menyerang
KEPENTINGAN HUKUM dengan sanksi
yang tajam atau keras.
TRISNO RAHARJO/I/2006 26
FUNGSI HUKUM PIDANA
KHUSUS
Melindungi kepentingan hukum dari
perbuatan yang menyerang kepentingan
HUKUM
Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam
rangka negara menjalankan fungsi
perlindungan atas berbagai kepentingan
HUKUM
Mengatur dan membatasi kekuasaan negara
dalam rangka negara melaksanakan fungsi
perlindungan atas kepentingan HUKUM
TRISNO RAHARJO/I/2006 27
Kepentingan Hukum yang
WAJIB dilindungi
Kepentingan hukum perorangan: Hak hidup
(nyawa), Hak atas tubuh (aniaya), hak milik
benda (pencurian), harga diri dan nama baik
(pencemaran nama baik), rasa susila (TP
Kesusilaan)
Kepentingan hukum masyarakat:
kepentingan dan ketertiban umum, ketertiban
lalu lintas
Kepentingan hukum negara: keamanan dan
keselamatan negara, negara sahabat,
martabat kepala negara
TRISNO RAHARJO/I/2006 28
Memfungsikan HP
SUBSIDIR: hukum pidana hendaknya
baru diadakan, apabila usaha-usaha
lain kurang memadai.
ULTIMUM REMEDIUM: Sanksi yang
tajam dan menderitakan harus dijadikan
obat terakhir (dibatasi) apabila sanksi
atau upaya-upaya pada cabang hukum
lainnya tidak mempan/ tidak mampu
menanggulanginya
TRISNO RAHARJO/I/2006 29
PRINSIP PEMBATASAN
Penggunaan PIDANA (Nigel Welkwer)
Hukum Pidana (HP) jangan digunakan untuk
semata-mata PEMBALASAN
HP jangan digunakan untuk perbuatan yang tidak
merugikan (membahayakan)
HP jangan digunakan untuk mencapai tujuan yang
dapat dicapai dengan sarana yang lebih ringan
HP jangan digunakan bila kerugian dari penerapan
HP lebih besar dari perbuatan pidana
Larangan HP jangan mengandung sifat lebih
berbahaya daripada perbuatan yang akan dicegah
HP jangan membuat larangan-larangan yang tidak
mendapat dukungan kuat dari PUBLIK
TRISNO RAHARJO/I/2006 30
Ilmu Hukum Pidana
Ilmu yang mempelajari HUKUM PIDANA POSITIF
Ilmu Hukum pidana dalam arti sempit:
– Menganalisa dan menyusun secara sistimatis
aturan-aturan pidana
– Mencari asas-asas yang menjadi dasar dari
peraturan perundang-undang pidana
– Menilai apakah peraturan-peraturan pidana yang
berlaku sejalan dengan asas-asas tersebut
– Memberi penilaian terhadap apakah asas yang
mendasari sesuai dengan nilai dari negara yang
bersangkutan
Ilmu Hukum pidana dalam arti luas meliputi
Perumusan dan penerapan Hukum Pidana
TRISNO RAHARJO/I/2006 31
KRIMINOLOGI
Krimono (kejahatan) dan logos (ilmu
pengetahuan)
Dua bidang Utama Kriminologi:
– Etiology of Crime
• Sebab-sebab terjadinya kejahatan
– Criminal Policy
• Kebijakan penanggulangan kejahatan
Hubungan dengan HP Kapan HP
diterapkan dan cara penyusunan HP
TRISNO RAHARJO/I/2006 32
Aliran-aliran dalam ETIOLOGY of CRIME
Mahzab Biologis
– Sebab utama kejahatan kr fiologis pelaku
(fisik sebagai ciri penjahat)
Mahzab Sosiologis
– Pengaruh lingkungan sosial yang negatif
Mahzab Sosio-Biologis
– Akumulasi karakter jahat dan lingkungan
sosial yang negatif
TRISNO RAHARJO/I/2006 33
VIKTIMOLOGI
Viktimo (korban) dan Logos (ilmu
pengetahuan)
Kajian Viktimologi
– Keterlibatan korban dalam proses
terjadinya kejahatan
• Hubungan dengan HP Pemidanaan
– Masalah perhatian hukum terhadap korban
kejahatan
• Hubungan dengan HP Pembaharuan HP
TRISNO RAHARJO/I/2006 34
Psikologi Kriminal
TRISNO RAHARJO/I/2006 35
KUHP MOBIL
(WvS) KUNO/ANTIK
TRISNO RAHARJO/I/2006 36
KONDISI SUBSTANSIAL
KUHP (WvS)
KUHP
sarana (obat/senjata/
remedium/kendaraan) KUNO
BUKU I
BUKU III
TRISNO RAHARJO/I/2006 37
Pasal 1 ayat (1) KUHP
Tiadasuatu perbuatan dapat
dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam perundang-
undangan yang telah ada sebelum
perbuatan dilakukan
TRISNO RAHARJO/I/2006 38
AZAS LEGALITAS
Asastentang penentuan perbuatan
apa sajakah yang dipandang sebagai
perbuatan pidana.
TRISNO RAHARJO/I/2006 39
TRISNO RAHARJO/I/2006 40
PENGATURAN ASAS LEGALITAS
Magna Carta (1215)
– Perlindungan terhadap penangkapan, penahanan, penyitaan,
pembuangan atau dikeluarkannya seseorang dari perlindungan
hukum atau undang-undang
Hebeas Corpus Act (1679)
– Seseorang yang ditangkap harus diperiksa dalam jangka waktu
singkat
Bill of Rights Virginia (1776)
– Tak ada orang yang boleh dituntut atau ditangkap selain dengan
dan dalam peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam Undang-
undang
Declaration des droits de l’homme et du citoyen (1789)
– Tak ada orang yang dapat dipidana selain atas kekuatan UU
yang sudah ada sebelumnya
UUD 1945 (Amandemen)
– Pasal 28 I
– Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum,
dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apa pun.
TRISNO RAHARJO/I/2006 41
Tiga Prinsip Asas Legalitas
Tiada suatu perbuatan dapat
dipidana kecuali atas kekuatan
aturan dalam perundang-undangan
yang telah ada, sebelum perbuatan
dilakukan
Untuk menentukan adanya
perbuatan pidana tidak boleh
digunakan ANALOGI
Aturan-aturan pidana tidak berlaku
mundur (SURUT)
TRISNO RAHARJO/I/2006 42
ASAS RETRO AKTIF
Asas Hukum (PIDANA) boleh diberlakukan surut.
– Zaman Nazi Hitler di Jerman (Lex van der Lubbe)
– Kejahatan Perang Dunia II
– Ordonansi S-1945-135
– Kejahatan HAM Yugoslavia
– Kejahatan HAM Ruwanda
TRISNO RAHARJO/I/2006 43
Pembatasan lex temporis delicti
Lex temporis delicti Perbuatan
seseorang pada asasnya harus diadili
menurut aturan yang berlaku pada
waktu perbuatan dilakukan.
Pasal 1 ayat (2) KUHP (hukum
TRANSITOIR)
– Jika sesudah perbuatan dilakukan ada
perubahan dalam perundang-
undangan, dipakai aturan yang paling
ringan bagi terdakwa.
TRISNO RAHARJO/I/2006 44
UU UU
Lama Baru
2 thn 5 thn
TRISNO RAHARJO/I/2006 45
ATURAN PALING RINGAN
PERUBAHAN
– Aturan bengenai TINDAK PIDANA
DEKRIMINALISASI
TRISNO RAHARJO/I/2006 46
Undang-undang Berubah?
Teori Formal (SIMON)
– Jika yang berubah adalah teks hukum pidana
TRISNO RAHARJO/I/2006 47
Frans von Liszt
Der Magna Charta des Verbrechers
KUHP menjadi pegangan para
penjahat untuk dapat berbuat segala
sesuatu asal tidak tegas-tegas
tercantum dalam KUHP
TRISNO RAHARJO/I/2006 48
Asas Legalitas dalam Konsep
Pasal 2 ayat (1)
– Tiada seorang pun dapat dipidana atau
dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yang
dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak
pidana dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku pada saat perbuatan dilakukan
Pasal 2 ayat (3)
– Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang
hidup atau hukum adat yang menentukan
bahwa menurut adat setempat seseorang
patut dipidana walaupun perbuatan tersebut
tidak diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
TRISNO RAHARJO/I/2006 49
Batas Berlakunya HP berdasarkan
TEMPAT
• 5 Asas
– Territorialitas
– Nasional Aktif
– Nasional Pasif
– Universalitas
– Ekstra Territorialitas
• Pasal terkait Pasal 2,3,4,5,6,7,8,9 KUHP
• Souvereiniteit/Kedaulatan
TRISNO RAHARJO/I/2006 50
Asas Territorialitas
• Pasal 2 KUHP
– Aturan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia berlaku bagi setiap orang yang
melakukan perbuatan pidana di dalam wilayah
Indonesia
• Lokus delicti
– Tempat yang secara hukum dianggap sebagai
Tempat Kejadian Perkara
TRISNO RAHARJO/I/2006 51
Berlakunya Hukum Pidana Berdasarkan
TEMPAT
Asas Nasional Aktif (ASAS
KEBANGSAAN)
Pasal 5 ayat 1
Pasal 5 ke 2
Pasal 5 ayat 2
Pasal 6
TRISNO RAHARJO/I/2006 52
Pasal 5 ayat (1) ke-1
TRISNO RAHARJO/I/2006 53
Pasal 5 ayat (1) ke 2
TRISNO RAHARJO/I/2006 54
Pasal 5 ayat (2)
TRISNO RAHARJO/I/2006 55
Pasal 6
TRISNO RAHARJO/I/2006 56
Asas Nasionalitas PASIF
• Pasal 4 KUHP
– Aturan Pidana dalam Perundang-undangan Indonesia
berlaku bagi SETIAP ORANG yang diluar Indonesia
melakukan:
– Ke-1 Kejahatan Pasal 104-108, 110, 111 bis 1, 127 dan
131
– Ke-2 Kejahatan mata uang/uang kertas atau meterai,
merek yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia
– Ke-3 Pemalsuan surat utang Indonesia atau tanggungan
darah di Indonesia
– Ke-4 Kejahatan 438, 444, 446 mengenai pembajakan
laut; Pasal 447 penyerahan perahu pada BAJAK LAUT
• Pasal 8 KUHP terkait PELANGGARAN
PELAYARAN
TRISNO RAHARJO/I/2006 57
Asas Universalitas/UBIKITAS
• UU No 4/1976 tentang kejahatan
Penerbangan dan sarana penerbangan.
• Amandemen Pasal 3, 4 ke-4 dan 379 KUHP
• Perluasan Asas Nasionalitas Pasif
TRISNO RAHARJO/I/2006 58
Asas Ekstra Territorialitas
• Pasal 9 KUHP
– Berlakunya Pasal 2-5, 7 dan 8, dibatas oleh
pengecualian-pengecualian yang diakui dlaam
dunia hukum Internasional “HAK IMUNITAS”
TRISNO RAHARJO/I/2006 59
LOKUS DAN TEMPUS DELICTI
Lokus Delikti Tempus Delikti
Tempat terjadinya Tindak Waktu Terjadinya Tindak Pidana
Pidana
Untuk Menentukan:
Untuk Menentukan: • Berlakunya Pasal 1 (1) (2)
• Apakah UUPidana Ind dapat KUHP
diterapkan terhadap tindak • Daluwarsa, Residivis, Kondisi
pidana itu Kejiwaan Pembuat
• Kompetensi Relatif PN
Menimbulkan Teori
DELiK
TRISNO RAHARJO/I/2006 61
Unsur-unsur DELIK
Perbuatan itu berwujud kelakuan (aktif/pasif) yang berakibat
timbulnya suatu hal atau keadaan yang dilarang oleh hukum.
Kelakuan dan akibat yang timbul tersebut harus bersifat
melawan hukum
Adanya hal-hal atau keadaan yang menyertai terjadinya
kelakuan dan akibat yang dilarang oleh hukum
Berkaitan dengan diri pelaku perbuatan pidana (delik jabatan)
Berkaitan dengan tempat terjadinya perbuatan pidana (delik di
muka umum)
Berkaitan syarat tambahan bagi pemidanaan (Kesengajaan)
Berkaitan dengan keadaan yang memberatkan pemidanaan
TRISNO RAHARJO/I/2006 62
Aliran Monistis
Aliran dalam hukum pidana yang menggabungkan
konsep delik dengan konsep pertanggung jawaban
pidana dalam satu kesatuan konsep.
Strafbaar Feit
TRISNO RAHARJO/I/2006 63
Aliran Dualistis
Aliran dalam hukum pidana yang memisahkan
antara konsep perbuatan pidana dengan
pertanggung jawaban pidana dalam bidang sendiri-
sendiri
Perbuatan Pidana
TRISNO RAHARJO/I/2006 64
Delik Berganda Kejahatan: Buku II
Mala per se
Pelanggaran:
Buku III Mala quia
prohibita
Delik dgn
Kekhususan: ada
Delik Formil:
peringanan
Menekankan pd
Perbuatan yg
Delik Terkualifikasi:
dilarang
Pemberatan
Delik Materiil:
Delik Berkelanjutan: Menakankan pd
Keadaan terlarang Akibat
berlangsung terus Kategorisasi
Delik Biasa
Delik
DELIK
Commissionis Delik Aduan:
Peromissionem Penuntutannya
ommissa: dengan aduan
melakukan
pelanggaran
larangan dgn cara Delik Dolus: Unsur
tidak berbuat Delik Komisi Delik Culpa: Kesengajaan
(Commissie): Unsur
Melanggar Kealpaan
Delik Omisi
Larangan Delik Umum dan
(Omissie):Mela
nggar Perintah Politik
TRISNO RAHARJO/I/2006 65
Pasal 209 KUHP
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama
dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak
tiga ratus rupiah:
Ke-1 barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu
benda kepada seorang pejabat dengan maksud supaya
digerakkan untuk berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya
Ke-2 barangsiapa memberi sesuatu kepada seorang
pejabat karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatnnya.
TRISNO RAHARJO/I/2006 66
Pasal 338 KUHP
Barangsiapa sengaja
merampas nyawa orang lain,
diancam, karena
pembunuhan, dengan pidana
penjara paling lama lima
belas tahun
TRISNO RAHARJO/I/2006 67
Pasal 359 KUHP
Barangsiapa karena
kealpaannya menyebabkan
matinya orang lain, diancam
dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau kurungan
paling lama satu tahun
TRISNO RAHARJO/I/2006 68
Pasal 335 KUHP
(1) Diancam dengan pidana penjara paling
lama satu tahun atau denda paling banyak
tiga ratus rupiah:
Ke-2 barangsiapa memaksa orang lain supaya
melakukan, tidak melakukan atau membiarkan
sesuatu dengan ancaman pencemaran atau
pencemaran tertulis
(2) dalam hal diterangkan ke-2, kejahatan
hanya dituntut atas pengaduan orang yang
terkena
TRISNO RAHARJO/I/2006 69
Pasal 531 KUHP
Barangsiapa ketika menyaksikan bahwa ada
orang yang sedang menghadapi maut, tidak
memberi pertolongan yang dapat diberikan
padanya tanpa selakanya menimbulkan
bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam,
jika kemudian orang itu meninggal, dengan
kurungan paling lama tiga bulan atau denda
paling banyak tiga ratus rupiah
TRISNO RAHARJO/I/2006 70
Pasal 194 KUHP
(1) Barangsiapa dengan sengaja menimbulkan
bahaya bagi lalu-lintas umum yang digerakkan oleh
tenaga uap atau mesin lainnya di jalan kereta api
atau trem, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun
(2) Jika perbuatan mengakibatkan matinya orang,
yang bersalah dikenakan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu
paling lama du puluh tahun
TRISNO RAHARJO/I/2006 71
Pasal 333 KUHP
(1)Barangsiap dengan sengaja dan
melawan hukum merampas
kemerdekaan seseorang, atau
meneruskan perampasan
kemerdekaan yang demikian,
diancam dengan pidana penjara
paling lama delapan tahun.
TRISNO RAHARJO/I/2006 72
Pasal 363 KUHP
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
Ke-1 pencurian ternak
Ke-2 pencurian waktu ada kebarakan, banjir, gempa bumi,
gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakan
kereta api, huru-hara, pemberantoka perang
Ke-3 pencurian diwaktu malam hari
Ke-4 pencurian oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu
Ke-5 pencurian dengan merusak, memotong atau
memanjat atau memakai anak kunci palsu atau jabatan
palsu
(2) Hukuman jadi 9 tahun jika dilakukan (1) ke-3 disertai salah
satu ke-4 dan ke-5
TRISNO RAHARJO/I/2006 73
Pasal 341 KUHP
Seorang ibu yang, karena takut
akan ketahuan melahirkan anak,
pada saat anak dilahirkan atau
tidak lama kemudian dengan
sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam dengan penjara
paling lama tujuh tahun
TRISNO RAHARJO/I/2006 74
Pasal 481 KUHP
(1) Barangsiapa menjadikan sebagai
kebiasaan untuk sengaja membeli,
menukar, menerima gadai, menyimpan
atau menyembunyikan barang, yang
diperoleh dari kejahatan, diancam
dengan pidana penjara laing lama tujuh
tahun
TRISNO RAHARJO/I/2006 75
Teknik Perumusan Tindak Pidana
Menguraikan atau menerangkan sehingga
diketahui unsur-unsur deliknya -281 KUHP
Hanya menyebut kualifikasi tanpa unsur-
unsur perbuatan, unsur-unsur delik
diserahkan pada yurisprudensi.-351 KUHP
Menguraikan unsur-unsur delik serta
ditambahkan pula kualifikasi atau sifat dan
nama delik-338 KUHP
TRISNO RAHARJO/I/2006 76
Cara Penempatan Norma dan
Sanksi Pidana
Penempatan norma dan sanksi sekaligus
dalam satu pasal.
Penempatan terpisah, sanksi pidana
ditempatkan di pasal lain, atau bila dalam
pasal yang sama, penempatannya dalam
ayat yang lain.
Sanksi sudah dicantumkan terlebih dahulu,
sedangkan normanya belum ditentukan
(BLANKETT STRAFGESETZE)-Pasal 122
sub 2 KUHP
TRISNO RAHARJO/I/2006 77
Pasal 281
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau
menempelkan di muka umum tulisan, gambaran, atau benda
yang telah diketahui isinya dan yang akan melanggar kesusilaan;
atau barang siapa dengan maksud untuk disiarkan,
dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin
tulisan, gambar atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam
negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri atau
mempunyai persediaan; ataupun barangsiapa secara terang-
terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta,
menawarkannya, atau menunjukkannya dapat diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau denda
paling tinggi tiga ribu rupiah.
TRISNO RAHARJO/I/2006 78
Pasal 351
(1)
Penganiayaan diancam
dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan
atau denda maksimal tiga ratus
rupiah.
TRISNO RAHARJO/I/2006 79
Pasal 122 sub 2
Barangsiapa dalam masa perang dengan
sengaja melanggar aturan yang dikeluarkan
dan diumumkan oleh Pemerintah guna
keselamatan negara diancam pidana
maksimal tujuh tahun.
TRISNO RAHARJO/I/2006 80
SUBJEK TINDAK
PIDANA
Orang (Perbuatan Orang) –Natuurlijke
Personen
Asas SOCIETAS UNIVERSITAS DELINQUARE
NON POTES (Badan-badan hukum tidak dapat
melakukan tindak pidana)
• Ajaran kesalahan individual
Barangsiapa (hij)
Jenis-jenis pidana (hanya untuk manusia)
Kesalahan
81 TRISNO RAHARJO/I/2006
Subjek Hukum Adalah
Orang
Memori van Toelihting (MvT): Pasal
59 KUHP “suatu tindak pidana hanya
dapat dilakukan oleh manusia”
1 September 1886
Suatu tindak pidana hanya dapat
dilakukan oleh perorangan (natuurlijke
persoon). Pemikiran fkisi (fictie)
tentang sifat badan hukum
(rechtpersoonlijkheid) tidak berlaku
pada bidang hukum pidana
82 TRISNO RAHARJO/I/2006
Mengapa Badan Hukum Tidak
Dipidana?
Asas SOCIETAS UNIVERSITAS
DELINQUARE NON POTES
Von Feuerbach:
Suatu perkumpulan mempunyai
tujuan tertentu sebagai moralische
persoon, dan tindakan di luar tujuan
itu hanya dapat diperhitungkan
(dipertanggungjawabkan) kepada
anggota-anggota khusus
perkumpulan atau KORPORASI
83 TRISNO RAHARJO/I/2006
Korporasi dalam Hukum
Pidana
Baik Berbadan Hukum maupun tidak
Berbadan Hukum (perseroan yang
bukan badan hukum, perserikatan
(maatschap) kekayaan dengan tujuan
(doelvermogen)
84 TRISNO RAHARJO/I/2006
Tafsir Sempit Barangsiapa
Pasal 285, 286, 287, 288 dan 332 (1) ke 1
dan ke 2 KUHP
Barangsiapa hanya ditafsirkan sebagai laki-
laki
Pasal 449 dan 451 bis (1) KUHP
Barangsiapa ditafsirkan sebagai NAHKODA
Pasal 414-436 KUHP
Barangsiapa ditafsirkan sebagai PNS
Pasal 413 KUHP
Barangsiapa ditafsirkan seorang komandan
angkatan bersenjata
85 TRISNO RAHARJO/I/2006
Badan Hukum dalam
KUHP
BADAN HUKUM
Pasal 59 KUHP : Pemidanaan terhadap
pengurus
Pasal 169 KUHP : Ikut dalam Perkumpulan
terlarang
Pasal 399 KUHP : Komisaris atau Direktur Prus
Pailit
Pasal-pasa tersebut tidak berarti adanya
pemidanaan bagi KORPORASI
86 TRISNO RAHARJO/I/2006
Pembagian Badan Hukum
87 TRISNO RAHARJO/I/2006
Pertimbangan Pengaturan
Korporasi sebagai Subjek
Hukum
Belanda 1951 penjelasan menteri
kehakiman dalam memori jawaban
dari anggaran belanja kehakiman
menyatakan:
Pelaksanaan secara umum dari
tanggung jawab pidana badan-badan
hukum, menanti pengalaman-
pengalaman peradilan berdasarkan
Undang-Undang Tindak Pidana
88 Ekonomi (EDW 1950)
TRISNO RAHARJO/I/2006
Perkembangan Badan Hukum
Sebagai Subjek Tindak Pidana
UU No 7 Tahun 1955 sebagai Pelopor
Sejak 1997 disebut dengan istilah
KORPORASI
Konsep atau RUU KUHP telah
mengatur Korporasi sebagai subjek
tindak pidana
89 TRISNO RAHARJO/I/2006
PERBUATAN
90 TRISNO RAHARJO/I/2006
PERBUATAN
91 TRISNO RAHARJO/I/2006
PERBUATAN
92 TRISNO RAHARJO/I/2006
GERAK BADAN BUKAN
PERBUATAN
Gerakan Badan Yang tidak
dikehendaki oleh yang berbuat (VIS
ABSOLUTA)
Gerakan Refleks, gerakan yang tiba-
tiba dari urat syarat.
Semua Gerakan Jasmania yang
dilakukan dalam keadaan tidak sadar.
93 TRISNO RAHARJO/I/2006
Ketidak Sadaran
94 TRISNO RAHARJO/I/2006
Teori Conditio Sine Qua Non
95 TRISNO RAHARJO/I/2006
A B Sam TRUK
pah
Pisau kulit
D C pisan
g
F H
G
TRISNO RAHARJO/I/2006 96
Teori Menggeneralisir
Von Kries
– Secara umum: secara normal kelakuan itu layak
menimbulkan akibat berdasar pengetahuan
subjektif dari pelaku perbuatan pidana. (bukan
teori kausalitas yang murni)
Simons
– Secara umum: berdasarkan pengalaman manusia
biasanya memang bisa menimbulkan suatu akibat
98 TRISNO RAHARJO/I/2006
Teori Menggeneralisir…Lanjutan
Pompe
– Secara umum: kelakuan yang cenderung menjadi faktor
paling penting bagi timbulnya akibat
Birk Meyer
– Secara umum: kelakuan yang paling banyak pengaruhnya
bagi timbulnya akibat tersebut (subjektif-kuantitatif)
Kohler
– Secara umum: Kelakuan yang menurut sifatnya bisa
menimbulkan akibat (subjektif-kualitatif)
99 TRISNO RAHARJO/I/2006
Teori-teori Mengindividualisir
10
1 TRISNO RAHARJO/I/2006
SIFAT MELAWAN HUKUM
• Penilaian Objektif terhadap perbuatan
– Bertentangan dengan HUKUM
– Bertentangan dengan Hak orang lain
– Tanpa wenang atau tanpa hak (tidak perlu bertentangan dengan
hukum)
• Kapan suatu perbuatan dikatakan melawan hukum:
– Apabila perbuatan itu masuk dalam rumusan delik sebagaimana
dirumuskan dalam UU
• Perbuatan memenuhi rumusan delik tidak senantiasa
bersifat melawan hukum
• Apabila suatu perbuatan memenuhi rumusan delik,
maka merupakan indikasi perbuatan SMH, akan tetapi
sifat itu hapus apabila diterobos dengan adanya alasan
PEMBENAR
A
C
• TETAP DIPIDANA
– Kemampuan bertanggung jawab dianggap
ada, selama tidak dibuktikan sebaliknya.
(POMPE)
• TIDAK DIPIDANA
– Jika terjadi keragu-raguan harus diambil
keputusan yang menguntungkan terdakwa (in
dubio pro reo)
UMUM
– Berlaku umum untuk tiap DELIK 44, 48 – 51
KUHP
KHUSUS
– Berlaku khusus pada delik tertentu
• Pasal 221 (2) KUHP menyimpan orang yang
melakukan kejahatan tidak dituntut jika untuk
menghindari penuntutan dari istri, suami
(Keluarga Samenda)
ALASAN PEMBENAR
– Menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan
meskipun perbuatan telah memenuhi rumusan delik dalam
UU: Daya Paksa (48) Pembelaan Terpaksa (49 (1)),
Menjalankan Perintah UU (50), Perintah Jabatan (50 (1));
ALASAN PEMAAF
– Menyangkut pribadi PELAKU. Pelaku tidak dapat dicela
menurut hukum. Menghapuskan KESALAHAN sehingga
tidak mungkin ada pemidanaan. Tdk mampu btgjwb (44);
Daya Paksa (48), Noodweer exces (49 (2)); Itikat baik
melaksanakan perintah Jabatan yang tidak sah (51 (2))
Trisno Raharjo
• Prevensi spesial
– Special detterence
– Pengaruh pidana terhadap pidana; pencegahan kejahatan
dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku si
terpidana untuk tidam melakukan tindak pidana lagi
(rehabilitation theory)
• Prevensi general
– General detterence
– Pengaruh pidnaa terhadap masyarakat pada umumnya.
Pencegahan kejahatan itu ingin dicapai oleh pidana dengan
mempengaruhi tingkah laku anggota masyarakat pada
umumnya untuk tidak melakukan tindak pidana
UU No 20 Tahun 1946
Pidana tutupan adalah jenis pidana
hilang kemerdekaan bagi pelaku tindak
pidana yang mempunyai motivasi yang
perlu dihormati.
Motivasi yang perlu dihormati umumnya
adalah Kejahatan Politik.
Berfungsi sebagai Custodia Honesta
• Prof. Moeljatno
– Pada dasarnya seseorang itu dipidana karena melakukan
suatu delik
– Konsepsi perbuatan pidana ukuran suatu delik
didasarkan pada pokok pikiran adanya sifat berbahaya
perbuatan itu sendiri bagi keselamatan masyarakat
– Hukum adat tidak mengenal percobaan sebagai bentuk
delik yang tidak sempurna
– KUHP terdapat beberapa perbuatan yang dipandang
sebagai delik yang berdiri sendiri dan merupakan delik
selesai, walaupun pelaksanaan dari perbuatan itu
sebenarnya belum selesai, misalnya delik-delik makar.
• Teori Subjektif
– sikap batin atau watak yang berbahaya dari
sipembuat
• Teori Objektif
– Sifat berbahayanya perbuatan yang dilakukan
oleh si pembuat
• FORMIL-TATA HUKUM
• MATERIIL-KEPENTINGAN/BENDA HUKUM
• Teori Campuran
– Sikap batin dan sifat berbahaya perbuatan
TRISNO RAHARJO/I/2006 202
Unsur Percobaan
• SIMONS
– Delik Formil, perbuatan pelaksanaan ada apabila
telah dimulai perbuatan yang disebut dalam
rumusan delik
– Delik Materiil, perbuatan pelaksanaan ada
apabila telah dimulai/dilakukan perbuatan yang
sifatnya langsung dapat menimbulkan akibat
yang dilarang UU tanpa memerlukan perbuatan
lain
• Perbuatan Pelaksanaan
– Dua faktor yang harus diperhatikan
• Sifat inti dari delik percobaan
• Sifat inti dari delik pada umumnya
– tiga syarat:
• Perbuatan harus mendekati delik yang dituju
• Tidak ada keraguan perbuatan ditujukan pada
delik
• Apa yang telah dilakukan merupakan
perbuatan melawan hukum
TRISNO RAHARJO/I/2006 212
Unsur Pelaksanaan Tidak Selesai
Bukan Karena Kehendak Sendiri
• SIMONS
– Ada percobaan mampu, apabila perbuatan yang
menggunakan alat yang tertentu itu dapat
membahayakan benda hukum.
• POMPE
– Percobaan mampu, jika perbuatan atau alat yang
digunakan mempunyai kecenderungan atau
menurut sifatnya mampu untuk menimbulkan
delik selesai
• Penentuan ketidak mampun yang absolut
dan relatif jangan dilihat secara abstrak,
tetapi harus dilihat secara konkrit
• VAN HATTUM
– Percobaan mampu apabila perbuatan terdakwa ada
hubungan kausal yang adekuat dengan akibat yang
dilarang oleh UU
• Ukuran adekuat:
– Hal-hal yang terjadi secara kebetulan jangan
dimasukkan, karena rasa keadilan tidak membenarkan
hal demikian memberikan keuntungan kepada si
pembuat
– Hal-hal yang merintangi selesainya kejahatan yang dituju
jangan dimasukkan, apabila pada hakekatnya perbuatan
terdakwa membahayakan benda/kepentingan hukum.
TRISNO RAHARJO/I/2006 224
CONTOH
• Moeljatno
• Tidak menekankan pada kausalitas tetapi pada normatif
yaitu ukuran patut dipidananya suatu delik yaitu bersifat
melawan hukum.
– Teori Eindrucks/Kesan
• Ada percobaan yang mampu apabila dalam keadaan
tertentu ada perbuatan yang menimbulkan kesan dari luar
ada permulaan perbuatan yang dapat dipidana
• Kesan dari luar yaitu dari sudut padang masyarakat,
perbuatan-perbuatan itu telah mengganggu atau melukai
tata hukum.
• Orang hendak membunuh dengan pistol yang kosong atau
pencopet merogoh kantong orang lain yang ternyata kosong
• Percobaan duel/pekelahian
tanding
• Percobaan penaganiayaan ringan
hewan
• Percobaan Penganiayaan biasa
• Percobaan Penganiayaan ringan
TRISNO RAHARJO
ino@umy.ac.id
2008
Contoh:
Perkosaan dijalan umum
Pasal 285 (Perkosaan) dan Pasal 281 (Melanggar Kesusilaan
didepan umum)
Bersetubuh dengan anak sendiri yang belum berusia
15 tahun
Pasal 294 (Pebuatan cabul dgn anak sendiri blm 15 thn)
Pasal 287 (bersetubuh dgn wanita yg blm 15 thn diluar
perkawinan)
Pasal 63 ayat 1
Berlaku sistem absorbsi
Sistem ABSORBSI hanya dikenakan satu pidana pokok yang
terberat:
Hanya dikenakan satu aturan pidana, dan jika berbeda-beda dikenakan
ketentuan yang memuat ancaman pidana pokok terberat
Contoh:
Perkosaan dijalan umum
Pasal 285
Perkosaan dgn ancaman max 12 tahun penjara
Pasal 281
Melanggar Kesusilaan didepan umum dgn ancamn max 2 thn 8 bln penjara
Maksimum pidana penjara yang dapat dikenakan 12 tahun penjara
Penarikan
Pasal 75 KUHP
3 Bulan setelah diajukan
TRISNO RAHARJO/I/2006 282
NE BIS IN IDEM
Pasal 76 KUHP
Syarat-syarat ne bis in idem
Ada putusan hakim yang berkekuatan tetap
Orang (subjek) adalah sama
Perbuatan (Objek) adalah sama
Putusan Hakim berkekuatan tetap berupa:
Pembebasan
Pelepasan dari segala tuntutan hukum
Penjatuhan pidana
Tidak termasuk putusan hakim yang belum berhubungan
dengan pokok perkara seperti
Tentang tidak berwenangnya hakim untuk memeriksa perkara yang
bersangkutan
Tidak diterimanya tuntutan jaksa karena terdakwa tidak melakukan
kejahatan
Tentang tidak diterimanya perkara karena penuntutan sudah
kedaluwarsa
Diluar KUHP
Pemberian amnesti dan grasi