Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KONSERVASI ENERGI

BIODIESEL

Disusun Oleh :

Kelompok 1 (Satu)

1. Imaniah Sriwijayasih (0609 4041 1337)


2. Seren Novita Hutauruk (0609 4041 1346)
3. Yonki Alexander Volta (0609 4041 1350)
4. Zuraida Dwi Gustiningtias (0609 4041 1352

Kelas : 6 EGA

Dosen Pembimbing : Faisal DEA

PROGRAM STUDI: D IV- TEKNIK ENERGI

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sebagaimana kita tahu bahwa minyak bumi masih menjadi komponen penting
dalam dunia pembangkitan kita. Kini, sumber daya minyak bumi semakin langka dan
cadangannya kian menipis. Sementara itu permintaan semakin naik sehingga harga
pun melangit. Oleh karena itu diperlukan suatu sumber energi baru yang terbarukan
yang bisa menggantikan peranan minyak bumi dalam dunia pembangkitan kita.
Biodiesel adalah salah satu energi Alternatif terbarukan. Biodiesel merupakan produk
dari reaksi kimia dari minyak nabati yang memiliki sifat seperti solar. Minyak nabati
tersebut dapat didapat dari berbagai macam jenis tumbuhan semisal jarak, randu,
kelapa , dan lain-lain yang notabenenya mudah diproduksi bahkan di lahan kritis
sekalipun (jarak). Dengan luas lahan kritis yang ada di Indonesia lebih dari 20 juta
hektar, biodiesel yang dihasilkan diproyeksikan bisa mengcover kebutuhan minyak
pada sistem kelistrikan kita tanpa mengganggu lahan produktif yang ada.
Setelah krisis ekonomi 1998, sektor energi di Indonesia mengalami dinamisasi
perubahan cukup signifikan yang utamanya sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan
permintaan energi dan perubahan regulasi akibat tingginya harga-harga energi tak
terbarukan (minyak bumi). Hal tersebut merupakan implikasi langsung dari terus
berkurangnya cadangan minyak bumi, baik itu di Indonesia maupun dalam lingkup
yang lebih luas (global). Terlebih lagi, sejak tahun 2004 Indonesia telah menjadi net
importer minyak bumi. Sebagai akibatnya, sejak tahun 2008 Indonesia juga telah
keluar dari OPEC.
Sektor energi listrik termasuk sektor yang cukup terpengaruh dengan
dinamisasi tersebut, sebagaimana kita tahu bahwasanya selama ini minyak bumi
merupakan sumber energi yang cukup dominan dan penting dalam unit
pembangkitan kita. Data energi mix kita menunjukkan bahwa 24% dari total raw
material yang di convert menjadi energi listrik berupa minyak bumi. Selain itu, minyak
bumi sangat berperan untuk mengatasi adanya peak power tiap harinya. Hal tesebut
dikarenakan minyak bumi sangat dibutuhkan sebagai bahan bakar Pembangkit
Listrik Tenaga Diesel, salah satu pembangkit yang flexible terhadap perubahan
permintaan daya yang cukup fluktuatif. Oleh karena itu, adanya perubahan dari
ketersediaan ataupun harga secara signifikan akan berpengaruh juga secara
signifikan pada ketersediaan dan keberlangsungan energi listrik. Terlebih lagi,
demand terhadap energi listrik saat ini terus meningkat tiap tahunnya dengan rata-
rata proyeksi pertumbuhan permintaan daya listrik per tahun sekitar 7.7% sampai
2016. Tak boleh dilupakan juga bahwasanya perluasan jangkauan listrik juga masih
sangat dibutuhkan mengingat rasio elektifikasi kita masih cukup rendah, sekitar
63,4%. Untuk itu penting dicarikan sebuah solusi untuk permasalahan ini semisal
dengan mencari bahan alternatif lain.
Kebutuhan energi nasional khususnya bahan bakar minyak (BBM) terus
meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan semakin
terbatasnya cadangan sumber daya minyak bumi, Indonesia harus mengimpor BBM
dalam jumlah besar untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak di sektor
transportasi dan energi.bPada tahun 2005, konsumsi minyak solar di Indonesia
mencapai 70.000 kiloliter per hari atau setara dengan 26 juta kiloliter per tahun. Pada
tahun yang sama, produksi minyak solar dalam negeri tidak lebih dari 13 juta kilo liter
per tahun, sehingga diperlukan impor minyak solar lebih dari 13 juta kilo liter. Dengan
menyimak pola konsumsi minyak solar yang terus meningkat khususnya pada sektor
transportasi, diperkirakan bahwa volume impor minyak solar ini akan terus meningkat
bila tidak diambil kebijakan diversifikasi bahan bakar dengan pemanfaatan energi
terbaharukan.
Dalam rangka menjamin pasokan energi dalam negeri terutama penyediaan
energi bagi industri, transportasi dan rumah tangga, serta untuk pengembangan
ekonomi lebih lanjut, perlu dilakukan langkah-langkah penghematan dan
pengembangan diversifikasi energi, termasuk energi alternatif yang terbaharukan.
Salah satu energi alternatif yang dapat dikembangkan adalah bahan bakar nabati
(BBN) yang murah, dapat diperbaharui, aman dan ramah lingkungan seperti halnya
biodiesel.
Saat ini, sumber bahan bakar alternatif yang memiliki potensi besar untuk
dikembangkan adalah sumber daya hayati atau biofuel. Bahan Baku hayati untuk
biofuel dapat berasal dari produk-produk dan limbah pertanian yang sangat
berlimpah di Indonesia Di tengah kondisi finansial PLN yang kurang mendukung,
pengadaan energi alternatif perlu dilakukan. Sejumlah alternatif pengadaan energi
listrik memang dapat ditempuh dengan berbagai cara. Selain mengolah bahan bakar
dari fosil, energi terbarukan seperti panas bumi cukup menarik dikembangkan.
Namun penggunaan bahan bakar fosil memerlukan sistem transportasi yang intensif.
Demikian juga pengadaan bahan bakar gas yang perlu sistem pipa rumit dan mahal.
Sementara energi panas bumi hanya untuk beberapa tempat di sejumlah pulau saja.
Itu pun masih tergolong mahal. Dari sekian banyak alternatif, efisiensi pengadaan
energi patut memperhitungkan ketersediaan sumber energi di tempat energi itu
diperlukan. Oleh karena itu, energi hidro skala kecil, mikrohidro, energi surya, energi
angin, biofuel, dan energi biomassa masuk ke dalam daftar pilihan. Saat ini, sumber
bahan bakar alternatif yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah
sumber daya hayati atau biofuel. Bahan baku hayati untuk biofuel dapat berasal dari
produk-produk dan limbah pertanian yang sangat berlimpah di Indonesia. Makalah ini
akan membahas mengenai biodiesel (salah satu jenis biofuel) sebagai salah satu
alternatif pengganti bahan bakar fosil.

1.2 Rumusan Masalah


Melihat dari latar belakang masalah, maka permasalahan yang timbul adalah :
1. Bagaimana potensi biodiesel yang dihasilkan dari bahan baku nabati atau
tumbuhan penghasil biodiesel yang ada di Indonesia?
2. Bagaimana proses pembuatan biodiesel sehingga dapat digunakan sebagai
energi alternatif pengganti biodiesel?

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah :
1. Dapat mengetahui potensi biodiesel yang dihasilkan dari bahan baku nabati
atau tumbuhan penghasil biodiesel yang ada di Indonesia.
2. Dapat memahami proses pembuatan biodiesel sehingga dapat digunakan
sebagai energi alternatif pengganti biodiesel.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Sebagai informasi kepada semua pihak, bahwa banyak sekali bahan baku
nabati atau tanaman yang dapat dikonversikan menjadi biodiesel. Serta, dapat
melihat sisi lain dari sisa (limbah) yaitu minyak jelantah yang dapat berpotensi
sebagai energi alternatif biodiesel.
2. Ikut serta dalam meningkatkan penggunaan energi alternatif, sehingga dapat
mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Biodiesel
Biodiesel merupakan nama yang diberikan untuk bahan bakar yang terdiri dari
mono-alkyl ester yang dapat terbakar dengan bersih, berasal dari berbagaiminyak
tumbuhan atau lemak hewan, biasanya berupa metil ester atau etil esterdari asam
lemak. Nama biodiesel telah disetujui oleh Departemen of Energy (DOE), Environmental
Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing Material (ASTM) sebagai industri
energi alternatif. Berasal dari asamlemak yang sumbernya renewable limit,dikenal sebagai
bahan bakar yang ramah ngkungan dan menghasilkan emisi gas buang yang relatif
lebih bersihdibandingkan bahan bakar konvensional. Biodiesel tidak beracun, bebas
daribelerang, aplikasinya sederhana dan berbau harum.Biodiesel dapat ditulis sebagai
B100.B100 menunjukkan bahwa biodieseltersebut murni 100% terdiri atas mono-alkyl
ester . Biodiesel campuran ditandaiseperti " BXX", dimana " XX" menyatakan
prosentase komposisi biodiesel yangterdapat di campuran tersebut, dengan kata lain
B20 adalah 20% biodiesel, 80%minyak solar (Zuhdi dkk, 2003).

2.2. Sumber-sumber biodiesel


Biodiesel termasuk golongan alkohol dengan nama kimia alkil ester, bersifat
sama seperti solar bahkan lebih baik nilai cetanenya. Biodiesel dibuat lewat reaksi
antara SVO (Straight Vegetable Oil) atau WVO (Waste Vegetable Oil) dengan
metanol atau etanol dengan bantuan katalisator soda-api (caustic-soda atau NaOH)
atau KOH. Hasilnya adalah metil ester (biodiesel) dengan produk sampingan yaitu
gliserin (Prihandana & Hendroko 2008).
Biodiesel berbeda dari minyak sayur atau straight vegetable oil (SVO) yang
dapat digunakan (secara murni atau campuran) sebagai bahan bakar pada beberapa
kendaraan yang mesinnya telah dimodifikasi. Terdapat berbagai macam minyak yang
dapat diproduksi menjadi biodiesel, meliputi:
1. Bahan baku minyak nabati murni; biji kanola dan minyak kedelai yang paling
banyak digunakan. Minyak kedelai paling banyak digunakan 90% sebagai stok
bahan bakar di Amerika.
2. Minyak jelantah;
3. Lemak hewan termasuk produk turunan seperti asam lemak Omega-3 dari minyak
ikan.
4. Algae juga dapat dipergunakan sabagai bahan baku biodiesel yang dapat
dibiakkan dengan menggunakan bahan limbah seperti air selokan tanpa
menggantikan lahan untuk tanaman pangan.
5. Lemak hewani sangat terbatas dalam persediaan dan tidak efisien meningkatkan
kadar lemak dalam tubuh hewan. Walaupun demikian, produksi biodiesel dengan
lemak hewani tidak dapat diacuhkan dan dapat dijadikan sebagai pengganti
penggunaan petro-diesel dalam jumlah kecil. Hingga sekarang, investasi senilai 5
juta dollar sedang dibuat pabrik di Amerika, direncanakan akan memproduksi 11.4
juta liter biodiesel dari perkiraan 1 milyar kg lemak ayam setiap tahun dari
peternakan ayam lokal.

2.2.1. Biodiesel dari Minyak Nabati


Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati maupun lemak hewan, namun yang
paling umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak
nabati. Minyak nabati dan biodiesel tergolong ke dalam kelas besar senyawa-
senyawa organik yang sama, yaitu kelas ester asam-asam lemak. Akan tetapi,
minyak nabati adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol, atau trigliserida,
sedangkan biodiesel adalah monoester asam-asam lemak dengan metanol.
Perbedaan wujud molekuler ini memiliki beberapa konsekuensi penting dalam
penilaian keduanya sebagai kandidat bahan bakar mesin diesel :
1. Minyak nabati (yaitu trigliserida) berberat molekul besar, jauh lebih besar dari
biodiesel (yaitu ester metil). Akibatnya, trigliserida relatif mudah mengalami
perengkahan (cracking) menjadi aneka molekul kecil, jika terpanaskan tanpa
kontak dengan udara (oksigen).
2. Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari minyak
diesel/solar maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi bahan bakar di dalam
mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan (atomization) yang baik
ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam kamar pembakaran.
3. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding ester metil asam-asam
lemak. Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada angka
setana ester metil. Angka setana adalah tolok ukur kemudahan menyala/terbakar
dari suatu bahan bakar di dalam mesin diesel.
Di luar perbedaan yang memiliki tiga konsekuensi penting di atas, minyak
nabati dan biodiesel sama-sama berkomponen penyusun utama (≥ 90 %-berat)
asam-asam lemak. Pada kenyataannya, proses transesterifikasi minyak nabati
menjadi ester metil asam-asam lemak, memang bertujuan memodifikasi minyak
nabati menjadi produk (yaitu biodiesel) yang berkekentalan mirip solar, berangka
setana lebih tinggi, dan relatif lebih stabil terhadap perengkahan.
Banyak jenis sumber bahan baku nabati atau tumbuhan di Indonesia yang
bisa diolah menjadi biodiesel yang dapat dilihat dari Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Tumbuhan Indonesia Penghasil Minyak Lemak


Kadar %-b-
No Nama Latin Nama Lokal Sumber P/NP
kr
1. Ricinus communis Jarak Kaliki Biji 45-50 NP
2. Jatropa curcas Jarak Pagar Inti Biji 40-60 NP
3. Ceiba pentandra Kapuk / Randu Biji 24-50 NP
4. Heven brasiliensis Karet Biji 40-50 NP
5. Psophocarpus tetrag Kecipir Biji 15-20 P
6. Moringa oleifera Kelor Biji 30-49 P
7. Aleurites mohiccana Kemiri Inti biji 57-69 NP
Inti Biji
8. Aleurites trisperma Kemiri Cina - NP
Daging
9. Sleichera trijuga Kusambi Biji 55-70 NP
10. Sterculia feotida Kepoh Inti Biji 45-55 NP
Callophyllum
11. Nyamplung Inti Biji 40-73 NP
inophyllum
12. Bombax malabaricum Randu Alas/ Agung Biji 18-26 NP
13. Ximenia americana Bidaro Inti Biji 49-61 NP
14. Cerbera odollam Bintaro Biji 43-64 NP
15. Gmelina asiatica Bulangan Biji - NP
16. Croton tiglium Cerakin/kroton Inti Biji 50-60 NP
17. Hernandia peltata Kampis Biji - NP
18. Hibiscus cannabiinus Kenaf Biji 18-20 NP
Keterangan :
Kr = kering ; P = minyak/lemak pangan ; NP = minyak/lemak non pangan.
(Sumber : adytiaputrak.blogspot.com/.../pengolahan-biji-mahoni-swietenia.html)

2.2.2. Komposisi Minyak Nabati


Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-
trigliserida asam lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati,
mencapai sekitar 95%-b), asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa disingkat
dengan FFA), mono- dan digliserida, serta beberapa komponen-komponen lain
seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur. Bahan-bahan mentah
pembuatan biodiesel adalah :
a. trigliserida-trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan minyak-lemak,
dan
b. asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (refining) lemak dan
minyak-lemak.

2.2.2.1. Trigiliserida
Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu asam-
asam karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak dikandung dalam
minyak dan lemak, merupakan komponen terbesar penyusun minyak nabati. Selain
trigliserida, terdapat juga monogliserida dan digliserida. Struktur molekul dari ketiga
macam gliserid tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur molekul monogliserida, digliserida, dan trigliserida


2.2.2.2. Asam Lemak Bebas

Gambar 2.2. Struktur molekul asam lemak bebas


Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida,
digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh
pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga
dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati.
Dalam proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau
dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi pada
peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi sedimentasi pada
injektor. Pemisahan atau konversi asam lemak bebas ini dinamakan tahap
preesterifikasi.

2.3. Potensi Biodiesel yang ada di Indonesia


Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku biodiesel, yaitu dengan memanfaatkan minyak kelapa sawit
atau crude palm oil (CPO) dan turunannya. Dari kekayaan ini Indonesia merupakan
penghasil CPO terbesar di dunia. Produksi CPO tahun 2003 telah mencapai 9 juta
ton dan mengalami kenaikan 15% per tahun.
Selain CPO, masih ada lebih dari 40 jenis minyak nabati yang potensial
sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia, misalnya minyak jarak pagar
(jatropacurcas), minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak kapuk.
Dengan demikian, pengembangan biodiesel dapat menyesuaikan dengan
potensi minyak nabati setempat
Minyak nabati sebagai sumber utama biodiesel dapat dipenuhi oleh berbagai
macam jenis tumbuhan tergantung pada sumberdaya utama yang banyak terdapat di
suatu tempat/negara. Indonesia mempunyai banyak sumber daya untuk bahan baku
biodiesel, yang hingga saat ini sudah banyak penemuan yang menemukan berbagai
jenis tanaman yang memiliki potensi dalam menghasilkan biodiesel. Tamanan
penghasil biodiesel yang telah diketahui hingga kini, diantaranya adalah alga, kemiri
sunan, tamanan nyamplung, jarak, dan sawit. Tanaman-tanaman penghasil biodiesel
tersebut memiliki bagian tertentu yang digunakan sebagai penghasil biodiesel.
Selain tanaman-tanaman yang tersebut diatas, biodiesel juga dapat dihasilkan
oleh organisme bakteri. Bakteri yang kita kenal sebagai bakteri merugikan,
menyebabkan penyakit penyakit, kini bisa dimanfaatkan dalam pembuatan biofuel.
Bakteri ikut berperan dalam menghasilkan biofuel tersebut adalah Eschericia coli
atau yang sering di sebut sebagai bakteri E. coli. Namun E. coli tidak digolongkan
dalam kingdom Plantae, tetapi animalia, maka berikut ini hanya akan diuraikan
beberapa contoh tanaman penghasil biodiesel.

2.3.1. Potensi Tanaman Penghasil Biodiesel


2.3.1.1 Jarak Pagar (Jatropha curcas)
Tanaman jarak penghasil biodiesel ini berasal dari jenis tanaman jarak pagar
yang dalam bahasa Inggris bernama ‘Physic Nut’ dengan nama species Jatropha
curcas, tanaman ini seringkali salah diidentifikasi dengan tanaman jarak yang dalam
bahasa Inggris disebut ‘Castor Bean’ dengan nama species Ricinus communis.
Kedua tanaman ini berasal dari kerabat klasifikasi tanaman (family) yang sama yaitu
‘Euphorbiaceae’. Tidak sedikit dari kerabat klasifikasi tanaman Euphorbiaceae ini
dikenal dengan nama lokal Indonesia sebagai tanaman jarak. Bahkan Jatropha
sendiri sebagai sebuah ‘genus’ dalam klasifikasi tanaman memiliki 12 species,
semuanya dikenal dalam nama lokal sebagai ‘tanaman jarak’. Selain dikenal dengan
nama lokal yang sama, tanaman jarak ‘Physic Nut’ dan ‘Castor Bean’ ini juga sama-
sama banyak ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia, bahkan juga dari kedua
jenis tanaman ini dapat diperoleh ekstrak minyak dari bijinya. Hanya saja tanaman
jarak ‘Castor Bean’ seringkali terkait dengan produksi ‘ricin’ yaitu racun yang sangat
berbahaya dan banyak digunakan untuk penelitian terapi penyakit kanker,
sedangkan tanaman jarak ‘Physic Nut’ lebih banyak terkait dengan informasi
‘biodiesel’ atau ‘biofuel’. Meskipun nama lokal sama, tentu saja kedua tanaman ini
jelas berbeda baik dalam bentuk morfologi tanaman maupun minyak yang
dihasilkannya.
Minyak jarak (Jatropha oil) akhir-akhir ini mulai banyak diperkenalkan sebagai
energi alternatif biodiesel. Biodiesel tersebut dihasilkan dari minyak yang diperoleh
dari biji tanaman jarak (inti biji 40-60%) yang banyak tumbuh di daerah tropis seperti
Indonesia. Dan dalam berbagai penelitian tentang minyak yang dihasilkan oleh
tanaman ini, tampaknya dapat menjadi substitusi bahan bakar diesel.
Gambar 2.3. Tanaman Jarak

2.3.1.2. Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma B)


Ternyata di wilayah Indonesia masih banyak tanaman yang berpotensi untuk
menghasilkan biodiesel, salah satunya adalah kemiri sunan (Reutealis trisperma
Blanco), inti biji (40-73%). Produksi biji kemiri sunan pada umur spuluh tahun dapat
mencapai 250 kg/pohon atau 25 ton/ha, dengan kandungan minyak mencapai 52%
dan persentase dari minyak mentah ke biodiesel mencapai 88%, maka dalam satu
hektar pertanaman akan dihasilkan sekitar 10 ton biodiesel. bandingkan dengan
jarak pagar yang hanya 3 ton/ha dan sawit 6 ton/ha.
Kemiri Sunan (Reutealis trisperma Blanco/Airy Shaw) adalah tanaman yang
berasal dari Philipina. Di Indonesia kemiri Sunan dikembangkan di Jawa sebagai
substitusi minyak kayu China (Chinese houtolie) dari minyak kemiri. Tanaman Kemiri
Sunan Menyebar dan tumbuh baik di Cianjur, Bandung, Sumedang, Majalengka,
Garut dan Cirebon.
Kemiri Sunan (Reutealis trisperma Blanco/Airy Shaw) memiliki potensi
menghasilkan minyak nabati dari buahnya yang dapat diolah menjadi biodiesel,
namun potensi tersebut belum banyak diketahui dan dimanfaatkan. Pengolahan biji
Reutealis trisperma lebih mudah dibanding biji kemiri biasa. Berbeda dengan
tumbuhan penghasil minyak lainnya, tanaman Kemiri Sunan berpeluang besar untuk
dikembangkan karena beberapa keunggulan yang dipunyainya.
Reutealis trisperma tanaman berupa pohon berukuran sedang, mempunyai
daya adapatasi tinggi terhadap lingkungan dan mampu tumbuh dilahan kering iklim
basah, perakarannya yang kuat dan dalam, mampu bertahan pada lahan berlereng
sehingga dapat menahan erosi, tajuknya yang rimbun serta daunnya yang cukup
lebar dan lebat dapat menyerap CO2 dan menghasilkan O2 yang cukup banyak,
daun tersebut akan rontok pada musim kering sehingga dapat membentuk humus
yang cukup tebal. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dari Balittri,
tanaman Reutealis trisperma sudah berbuah pada umur 4-5 tahun dengan produksi
sebesar 50 kg biji/batang dan produksi terus meningkat seiring dengan makin
bertambah umur dan bertumbuhnya tanaman. Pada umur 10 tahun produksi biji
sudah mencapai 250 kg/pohon.
Hasil penelitian selanjutnya memperoleh data bahwa kandungan minyak dari
kernel biji R. trisperma mencapai 52 %, dan biodiesel jadi mencapai 88% dari minyak
kasar. Dengan bentuk pohon yang besar dan rindang serta potensi produksi
biodiesel yang tinggi, tanaman ini bila dikembangkan tidak hanya memecahkan
masalah kebutuhan BBN tetapi juga memecahkan masalah lingkungan hidup. Biji R.
trisperma mengandung racun, sehingga tidak dapat digunakan sebagai bumbu
makanan seperti kemiri biasa, dan tidak akan tumpang tindih dengan keperluan
pangan.
Tanaman Reutealis trisperma dapat diperbanyak secara generatif dan
vegetatif. Secara generatif kemiri sunan diperbanyak dengan biji. Biji Reutealis
trisperma termasuk biji ortodoks yang tidak dapat disimpan lama. Sedangkan
perbanyakan secara vegetatif, yaitu dengan setek cabang, setek pucuk, grafting dan
kultur jaringan. Populasi penanaman kemiri sunan dalam satu hektar sebanyak 123
batang (jarak tanam 8x8x8 m sistem segi-tiga), pemeliharaan tanaman ini sama
dengan pemeliharaan tanaman kemiri biasa.
Potensi produksi biji R. trisperma termasuk selain menghasilkan 10 ton
minyak juga menghasilkan 8.695 kg bungkil yang dapat digunakan sebagai bahan
pembuat briket, biogas, pupuk dan pakan ternak. Bila harga biodiesel sama dengan
harga solar, yaitu yang berlaku saat ini Rp. 4.500/ liter, maka nilai produksi dari
biodiesel kemiri sunan pada umur sepuluh tahun mencapai lebih dari Rp.
45.000.000,-/ha/tahun.

Gambar 2.4. Tanaman Kemiri

2.3.1.3. Tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum)


Buah/biji pohon nyamplung merupakan sumber bahan cair nabati yang
merupakan anternatif pengganti kerosene dan minyak solar Tanaman Nyamplung
(Calophyllum inophyllum) mampu menghasilkan biodiesel, di mana bagian atau
sumber tanaman yang digunakan adalah inti biji (40-73%). Secara tradisional, biji
buah nyamplung merupakan sumber obat-obatan tradisional (obat gatal, koreng,
penumbuh rambut, dsb). Kayunya mengandung Calannolide A dan B yang
merupakan senyawa Anti virus HIV.
Calophyllum inophyllum tumbuh di pantai yang berudara panas sampai
ketinggian 200 meter dari permukaan laut. Penanaman dapat dilakukan pada
batasan hutan dengan desa, tepi sungai, tepi Bendungan dan waduk, sekitar mata
air, sebagai tanaman pengisi, tanaman tepi serta sebagai turus jalan pada alur-alur
yang ada dalam hutan.
Tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) yang merupakan tanaman
tropis tahunan dari keluarga manggis-manggisan (Guttiferae). Tanaman ini banyak
dijumpai di Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan tinggi mencapai 8-20 meter,
diameter dapat mencapai 100 cm dan sangat toleran terhadap cekaman kekeringan
serta kadar garam yang tinggi sehingga banyak tumbuh di lahan-lahan marjinal serta
tepi pantai. Menurut sejumlah pustaka, tanaman Nyamplung telah dibudidayakan
dengan baik di O’ahu, Moloka’i, Kaua’i, Waiakea (Hawai’i) serta sejumlah kepulauan
di Samudera Pacifik dengan kerapatan tanaman antara 400 hingga 1000 batang
pohon per hektar.
Tanaman Nyamplung merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh
hingga lebih dari 70 tahun. Dari biji Nyamplung dapat dihasilkan minyak yang biasa
dipakai sebagai minyak lilin atau lampu. Minyak Nyamplung memiliki bilangan iodine
sebesar 71,5 dan bilangan setana sebesar 57,3 dengan komposisi asam lemak
berupa asam oleat (42 %) dan linoleat (18 – 24 %). Gross energy Nyamplung
sebesar 10,578 Kilo kalori /gram (44,288 Kilo Joule/kg). Nilai ini tidak jauh berbeda
dengan gross energy diesel oil sebesar 46,146 KJ/kg.
Tanaman Nyamplung berbuah dua kali setahun sekitar bulan Mei dan
Nopember. Tanaman ini menghasilkan 100 kg buah kering/pohon/tahun atau setara
dengan 58kg biji kering/pohon/tahun. Dengan populasi tanaman antara 400 – 500
pohon/hektar akan diperoleh sekitar 23–29 ton biji kering/hektar. Sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa rendemen minyak Nyamplung sebesar 25%, sehingga dari
setiap hektar lahan dapat diperoleh sekitar 5–7 ton minyak/tahun.

Gambar 2.5. Tanaman Nyamplung

2.4. Proses Pembuatan Biodiesel


2.4.1 Proses Pemisahan Gum (Deguming)
Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir
yangteridiri dari fosfatida, protein, residu, karbihidrat, air dan resin tanpa
mengurangijumlah asam lemak bebas dalam minyak. Proses ini dilakukan dengan
carapenambahan asam fosfat ke dalam minyak lalu dipanaskan sehingga
akanmembentuk senyawa fosfolipid yang lebih mudah terpisah dari minyak.

2.4.2. Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok
adalah zat berkarakter asam kuat dan, karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik
atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih
dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Untuk mendorong agar reaksi bisa
berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling
tinggi 120° C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat
berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk
ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui
kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran
air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam
waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi esterifikasi dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 2.6. Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester

Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam
lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak
bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan
tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi diumpankan ke tahap
transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus
disingkirkan terlebih dahulu.

2.4.3. Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik
yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling
umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga
reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik
dengan ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME). Reaksi
transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester dapat dilihat dibawah ini :
Gambar 2.7. Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida menjadi ester metil asam-asam
lemak

Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya


katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat
(Mittlebatch,2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah
katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.
Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai
berikut :

Gambar 2.8. Tahapan reaksi transesterifikasi

Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-
asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk,
yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm)

2.4.4. Macam – Macam Pembuatan Biodiesel


2.4.4.1. Biodiesel dari CPO (Kelapa Sawit)
Gambar 2.9. Skema Pembuatan Biodiesel dari CPO

Proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati disebut transesterifikasi.


Transesterifikasi adalah perubahan bentuk dari satu jenis ester menjadi bentuk ester
yang lain .Dalam proses transesterifikasi diperlukan katalis untuk mempercepar
proses..Untuk mempercepat reaksinya digunakan katalis metanol dan etanol.Biji
kelapa sawit dan diperas dan disaring. Dari CPO proses berikutnya bisa digunakan
untuk minyak goreng , yaitu melalui pemurnian , terlebih dahulu.Karena warna asli
CPO itu gelap sekali . Sedangkan untuk menjadi bahan bakar , CPO akan diproses
lebih lanjut dalam proses transesterifikasi.
CPO merupakan bahan baku utama biodiesel . Biodiesel merupakan energi
alternatif yang ramah lingkungan , selain itu energinya dapat terus dikembangkan.
Konsumsi CPO dari tahun ke tahun menunjukkan tren meningkat.Indonesia
merupakan negara yang paling banyak menyerap CPO dunia .Uni Eropa termasuk
konsumen besar .Para pembeli CPO di Indonesia antara lain India , Pakistan , Cina
dan Eropa.Ekspor CPO ke India sekitar empat juta ton , Pakistan 740 ribu , Cina
sebesar 2-2,5 juta ton , sisanya Eropa.

2.4.4.2.Biodiesel dari Jarak Pagar


Gambar 2.10. Proses Produksi Biodiesel dari Jarak Pagar

a. Pengepresan biji jarak pagar


Beberapa metoda yang dapat digunakan untuk mendapatkan minyak atau
lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak yaitu rendering,
teknik pengepresan mekanis (mechanical expression) dan menggunakan pelarut
(solvent extraction).Pengepresan mekanis merupakan suatu cara pemisahan minyak
dari bahan yang berupa biji-bijian dan paling sesuai untuk memisahkan minyak dari
bahan yang tinggi kadar minyaknya yaitu sekitar 30-70 persen. Sebagaimana kita
ketahui bersama, minyak jarak pagar terkandung dalam bahan yang berbentuk biji
dengan kandungan minyak sekitar 35 - 45 persen. Berdasarkan hal tersebut maka
metoda ekstraksi yang paling sesuai untuk biji jarak yaitu teknik pengepresan
mekanis.Dua cara yang umum digunakan pada pengepresan mekanis biji jarak yaitu
pengepresan hidrolik (hydraulic pressing) dan pengepresan berulir
(expellerpressing).
Pengepresan hidrolik adalah pengepresan dengan menggunakan tekanan.
Tekanan yang dapat digunakan sekitar 140,6 kg/cm. Besarnya tekanan yang
digunakan akan mempengaruhi sedikit-banyaknya minyak jarak yang dihasilkan.
Untuk teknik pengepresan hidrolik, sebelum dilakukan pengepresan,biji jarak perlu
mendapat perlakuan pendahuluan berupa pemasakan. Pemasakan biji jarak
bertujuan untuk menggumpalkan protein. Penggumpalan protein diperlukan demi
efisiensi ekstraksi. Dengan pengepresan hidrolik dapat dihasilkan rendemen minyak
sampai dengan 30 persen.
Teknik pengepresan biji jarak dengan menggunakan ulir (screw) merupakan
teknologi yang lebih maju dan banyak digunakan di industri pengolahan minyak jarak
saat ini. Dengan cara ini biji jarak dipress menggunakan pengepresan berulir (screw)
yang berjalan secara kontinyu.Teknik ekstraksi ini tidak memerlukan perlakuan
pendahuluan bagi biji jarak yang akan diekstraksi. Biji jarak kering yang akan
diekstraksi dapat langsung dimasukkan ke dalam screw press. Tipe alat pengepres
berulir yang digunakandapat berupa pengepres berulir tunggal (single screw press)
atau pengepres berulir ganda (twin screw press). Rendemen minyak jarak yang
dihasilkan dengan teknik pengepres berulir tunggal (single screw press) sekitar 25-
35 persen, sedangkan dengan teknik pengepres berulir ganda (twin screw press)
dihasilkan rendemen minyak sekitar 40 - 45 persen.

Gambar 2.11. Diagram Alir ekstraksi minyak dari biji jarak dengan
kombinasi metode twin screw press dan solvent extraction

b. Pengolahan minyak jarak


Metil ester (biodiesel) dari minyak jarak pagar dapat dihasilkan melalui proses
transesterifikasi trigliserida dari minyak jarak. Transesterifikasi adalah penggantian
gugus alkohol dari suatu ester dengan alkohol lain dalam suatu proses yang
menyerupai hidrolisis. Namun berbeda dengan hidrolisis, pada proses
transesterifikasi yang digunakan bukanlah air melainkan alkohol.
Umumnya katalis yang digunakan adalah sodium metilat, NaOH atau KOH.
Metanol lebih umum digunakan karena harganya lebih murah, walaupun tidak
menutup kemungkinan untuk menggunakan jenis alkohol lainnya seperti etanol.
Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi
agar bergerak ke kanan agar dihasilkan metil ester (biodiesel) maka perlu Biji jarak
kering Pengepresesan berulir (sistem kontinyu), minyak jarak (30 - 35%),
Ampas/bungkil Minyak jarak (8 - 10%) Solvent Extraction (pelarut heksan/heptana) .
Ampas/bungkil Destilasi Solvent digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah
satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan.
Faktor utama yang mempengaruhi rendemen ester yang dihasilkan pada
reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis katalis
yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, dan kandungan asam
lemak bebas pada bahan baku (yang dapat menghambat reaksi yang diharapkan).
Faktor lain yang mempengaruhi kandungan ester pada biodiesel diantaranya yaitu
kandungan gliserol pada bahan baku minyak, jenis alkohol yang digunakan pada
reaksi transesterifikasi, jumlah katalis sisa dan kandungan sabun.

2.4.5. Syarat Mutu Biodiesel


Suatu teknik pembuatan biodiesel hanya akan berguna apabila produk yang
dihasilkannya sesuai dengan spesifikasi (syarat mutu) yang telah ditetapkan dan
berlaku di daerah pemasaran biodiesel tersebut. Persyaratan mutu biodiesel di
Indonesia sudah dibakukan dalam SNI-04-7182-2006, yang telah disahkan dan
diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006 yang
tercantum pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006.


Sumber : adytiaputrak.blogspot.com/.../pengolahan-biji-mahoni-swietenia.html

2.5. Kelebihan dan Kekurangan Biodiesel


Bio Diesel sama seperti bahan bakar lainnya yang ternyata memiliki banyak
kelebihan tetapi tetap memiliki beberapa kelemahan. Berikut ini beberapa kelebihan
maupun kelemahan yang dimiliki oleh bahan bakar jenis ini :

- Keuntungan Biodiesel
1. Biodiesel tidak beracun.
2. Terbuat dari sumber daya terbarukan (bahan bakar biodegradable.).
3. Berfungsi seperti solar pada umumnya
4. Menghasilkan polusi lebih sedikit dan lebih mudah terbakar dibandingkan

dengan bahan bakar diesel biasa.


5. Dapat dicampur dengan bahan bakar diesel biasa (konvensional) dan dapat
digunakan di sebagian besar jenis kendaraan saat ini, bahkan dalam bentuk
biodiesel B100 murni.
6. Biodiesel lebih aman dipakai dibandingkan dengan diesel konvensional.
7. Mengurangi bahaya kontaminasi tanah dan air bawah tanah selama transportasi,
penyimpanan dan penggunaan.
8. Tidak mengandung belerang, zat-zat yang dapat menyebabkan hujan asam.
9. Tidak ada biaya tambahan untuk konversi mesin dibandingkan dengan bahan

bakar biologis lainnya.


10. Sangat cocok untuk catalytic converter.
11. Membuat mesin lebih awet jika menggunakan biodiesel
12. Menghasilkan 78% lebih sedikit emisi karbon dioksida (CO2) daripada bahan

bakar diesel biasa.


13. Biodiesel dapat membantu mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar
fosil, dan meningkatkan keamanan dan kemandirian energi.
14. Biodiesel dapat diproduksi secara massal di banyak negara, contohnya USA

yang memiliki kapasitas untuk memproduksi lebih dari 50 juta galon biodiesel per
tahun.
15. Produksi dan penggunaan biodiesel melepaskan lebih sedikit emisi dibandingkan

dengan diesel konvensional, sekitar 78% lebih sedikit dibandingkan dengan


diesel konvensional.
16. Biodiesel memiliki sifat pelumas yang sangat baik, secara signifikan lebih baik
daripada bahan bakar diesel konvensional, sehingga dapat memperpanjang
masa pakai mesin.
17. Biodiesel memiliki delay pengapian lebih pendek dibandingkan dengan diesel
konvensional.

-Kekurangan Biodiesel
1. Biodiesel secara signifikan lebih mahal dibandingkan dengan diesel
konvensional.
2. Cenderung mengurangi keekonomian bahan bakar.
3. Kurang cocok untuk digunakan dalam suhu rendah karena Biodiesel murni
memiliki masalah signifikan terhadap suhu rendah.
4. Tidak dapat dipindahkan/diangkut melalui pipa.
5. Menghasilkan lebih banyak emisi nitrogen oksida (NOx) yang dapat mengarah
pada pembentukan kabut asap.
6. Hanya dapat digunakan untuk mesin bertenaga diesel.
7. Menyebabkan tabung bahan bakar kendaraan tua menurun keawetannya
(tambah korosi). Biodiesel 20 kali lebih rentan terhadap kontaminasi air
dibandingkan dengan diesel konvensional, hal ini bisa menyebabkan korosi,
filter rusak, pitting di piston, dll.
8. Lebih banyak mengikat uap air, yang dapat menyebabkan masalah dalam cuaca
dingin (misalnya: bahan bakar beku, deposit air di sistem penyaluran bahan
bakar kendaraan, aliran bahan bakar dingin, pengkabutan, dan peningkatan
korosi).
9. Biodiesel saat ini sebagian besar diproduksi dari jagung yang dapat
menyebabkan kekurangan pangan dan meningkatnya harga pangan. Hal ini
bisa memicu meningkatnya kelaparan di dunia.
10. Biodiesel memiliki kandungan energi yang jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan diesel konvensional, sekitar 11% lebih sedikit dibandingkan dengan
bahan bakar diesel konvensional.

2.6. Pemanfaatan Biodiesel


Biodisel merupakan senyawabahan bakar yang terdiri dari campuran mono-
alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi
bahan bakar bagi mesin diesel.
Jumlah kebutuhan biodiesel akan sangat besar di dalam negeri dan luar
negeri. Di Indonesia diperkirakan pemakai solar per tahun 44 juta kiloliter. Menurut
data dari Direktorat Jenderal Energi dan Sumber Daya Mineral, untuk industri sekitar
6 juta kiloliter solar. Bila memakai 20 persen biodiesel maka diperlukan 1.200.000
kiloliter/tahun.
Untuk kebutuhan PLN sekitar 12 juta kiloliter solar, bila memakai 20 persen
biodiesel maka dibutuhkan 2.400.000 kiloliter/tahun. Sedangkan sektor transportasi
saja membutuhkan 26 juta kiloliter solar dan jika memakai 2 persen biodiesel maka
dibutuhkan 520.000 kiloliter.
Total kebutuhan biodiesel secara nasional mencapai 4.120.000 kiloliter/tahun.
Sementara kemampuan produksi biodiesel pada 2006 baru 110.000 kiloliter/tahun.
Pada 2007 baru akan ditingkatkan kapasitasnya sampai 200.000 kiloliter/tahun
Sementara produsen lain pada 2007 akan mulai beroperasi. Mungkin
kapasitas akan mencapai sekitar 400.000 kiloliter/tahun.jumlah tersebut masih
kurang dari kebutuhan. Dari kacamata bisnis hal tersebut merupakan sebuah
peluang usaha yang besar
Hingga saat ini setidaknya terdapat empat BBA yang dapat digunakan pada
mesin diesel yaitu biodiesel, e-diesel, water-in-diesel emulsion, dan gas-to-liquid
diesel fuel. Dari keempat BBA tersebut, biodiesel merupakan yang paling populer
saat ini karena kelimpahruahan bahan bakunya
Biodiesel merupakan campuran bahan bakar diesel (minyak solar) dengan
metil ester yang diperoleh dari minyak nabati. Melalui proses transesterification,
asam lemak yang berasal dari minyak sawit, minyak jarak, kedelai, biji bunga
matahari, maupun jelantah diubah menjadi metil ester.
Metil ester ini kemudian dicampur (blend) dengan minyak solar biasa (dalam
komposisi tertentu) menjadi Biodiesel. Secara teori, produk transesterification dapat
langsung digunakan hingga 100% (dikenal sebagai B100). Sampai saat ini yang
umum digunakan adalah B5 hingga B20.
Pemerintah Brazil telah mencanangkan penggunaan biodiesel (bahan baku
utamanya adalah minyak jarak dan biji bunga matahari) untuk transportasi pada
tahun 2005 dengan harapan mendapatkan perbaikan kualitas udara perkotaan,
menciptakan lapangan kerja baru di bidang pertanian sehingga secara tidak
langsung mengurangi tingkat kemiskinan. Thailand juga telah memasukan
penggunaan biodiesel dalam energy saving plan mereka di tahun 2011. Sedangkan
di Indonesia, sebagaimana dirilis oleh Kompas, BPPT telah merintis penggunaan
biodiesel untuk kendaraan bermotor pada September 2005 sebagai bagian dari
Landmark Energy 2020.
Selain kelimpahan bahan baku, keuntungan lain yang didapat dari
penggunaan biodiesel dalam transportasi adalah sifat pelumasannya yang lebih baik
sehingga mengurangi tingkat keausan pada komponen injeksi bahan bakar. Nilai
setana (cetane number) yang lebih tinggi juga meningkatkan kualitas
pembakarannya diatmbah dengan gas buang yang lebih bersih (particulate matter
rendah). Sedangkan nilai minusnya selain ongkos produksinya yang tinggi adalah
adanya sedikit peningkatan NOx, pengurangan tenaga mesin (power loss), stabilitas
yang rendah (sehingga mengurangi masa simpan dan masa pakai) serta
kemampuan alir pada temperatur rendah (cold flow properties) yang buruk.
Ketidakstabilan dan cold flow properties yang buruk dapat dikurangi dengan
penambahan beberapa zat aditif.

2.6.1. Penggunaan Biodiesel pada Kendaraan Diesel


Beberapa keuntungan menggunakan biodiesel dari minyak jelantah adalah
bahan baku dapat diperbarui (renewable), emisi karbonnya rendah sehingga
pemanasan global dapat dikurangi, selain itu dapat mengurangi penggunaan kembali
minyak jelantah yang dapt membahayakan tubuh maunusia karena mengandung
banyak kolesterol dan dpat memicu terjadinya penyakit jantung koroner. berikut
merupakan hasil analisis biodiesel dari minyak jelantah:

Tabel 2.3. Perbandingan biodiesel dengan solar


Analisis Laboratorium Sifat - sifat Biodiesel dari Minyak Jelantah

Sifat fisik Unit Hasil ASTM Standar


(Solar)
Flash point °C 170 Min.100
Viskositas cSt. 4,9 1,9-6,5
(40°C)
Bilangan setana - 49 Min.40
Cloud point °C 3,3 -
Sulfur content % m/m <<> 0.05 max
Calorific value kJ/kg 38.542 45.343
Density (15°C) Kg/l 0,93 0,84
Gliserin bebas Wt.% 0,00 Maks.0,02

Secara keseluruhan, parameter fisik yang ditampilkan dari tabel tersebut


masih berada dalam batasan standar dari ASTM, kecuali harga Calorific Value yang
sedikit lebih kecil dibandingkan harga solar. Saat membandingkan biodiesel dengan
solar, hal yang perlu diperhatikan juga adalah pada tingkat emisi bahan baker.
Biodiesel menghasilkan tingkat emisi hidrokarbon yang lebih kecil, sekitar 30%
dibanding dengan solar; Emisi CO juga lebih rendah, -sekitar 18%-, emisi particulate
molecul lebih rendah 17%; sedang untuk emisi NO x lebih tinggi sekitar 10%;
sehingga secara keseluruhan, tingkat emisi biodiesel lebih rendah dibandingkan
dengan solar, sehingga lebih ramah lingkungan.
Gambar 2.11. Diagram Alir Biodiesel

2.7. Perhitungan Biodiesel


Berikut ini akan diambil suatu kasus dari proses pengolahan minyak biji karet
menjadi biodiesel metode non-katalis.
Selama ini, proses pengolahan biodiesel yang ada di Indonesia
menggunakan metode katalis. Artinya, proses pengolahan minyak biji karet dimulai
dari “degumming” menggunakan asam fosfat, esterifikasi menggunakan katalis
asam, tranesterifikasi menggunakan katalis basa, dan dalam proses pencuciannya
menggunakan air ataupun magnesol sebagai bahan absorbant. Tetapi proses
pengolahan biodiesel yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini sebagai
pengembangan adalah tanpa “degumming”, tanpa esterifikasi dan tanpa
menggunakan air maupun magnesol. Minyak biji karet mentah langsung
ditranesterifikasi dalam sebuah BCR. Keuntungan metode non-katalis ini antara lain
adalah: memperpendek waktu produksi, biaya operasional lebih murah, ruangan
yang diperlukan lebih kecil, biaya investasi lebih murah, kwalitas biodiesel lebih baik,
dan kadar metil ester yang dihasilkan juga lebih banyak. Diagram alir proses
pengolahan biji karet menjadi biodiesel metode non-katalis ditunjukkan pada Gambar
2.12.
Gambar 2.12. Flow diagram proses pengolahan biji karet menjadi biodiesel metode
non-katalis, di dalam BCR, SH methanol, dan pada tekanan atmosfir

Keterangan:
VR = vaporizer R = reactor
SH = super heater Cd = condenser
H = heater O = outlet
V = valve B = level controller
Gambar 2.13. Skema Flow Diagram Sistem BCR Aliran Semi Batch

Minyak biji karet atau rubber seed oils (RSO) yang akan diolah menjadi
biodiesel diperoleh dengan cara pengepres biji karet. Karakteristik RSO harus
diketahui terlebih dahulu terutama FFA dan titik didihnya. Titik didih ini akan
menentukan pada temperatur berapa setting peralatan itu harus dilakukan. Yang
terpenting adalah setting temperatur reaksi harus di bawah titik didih RSO untuk
mempertahankan agar kondisinya tetap sebagai cairan. Dari uji laboratorium,
diperoleh data RSO sebagai berikut: viskositas 5,19 cSt, densitas 0,9209 kg/l, kadar
air 0,2%, FFA 6,66%, dan titik didih 305 0C. Metanol dengan kemurnian minimum
99,8% diperoleh di pasaran bebas.

Kebutuhan Reaktan
Untuk menghasilkan kadar metil ester optimum, bahan baku CPO memerlukan rasio
molar antara metanol dengan minyak CPO = 148 : 1. Dalam penelitian ini,
perhitungan kebutuhan reaktan untuk rasio molar 140 adalah sebagai berikut:

Rubber Seed oils


Densitas RSO (ρRSO) dihitung dengan cara
sebagai berikut:
 Volume RSO, ∀ = 10 ml
 Berat picnometer kosong, W1 = 12,566 g
Berat picnometer dan RSO = W2 = 21,818 g

Kebutuhan RSO
 Jumlah RSO fixe bed = 200 ml pada bubble column reactor → ∀RSO = 200 ml
 m x g ml x ml g RSO RSO RSO = ρ ∀ = 0,9252 / 200 =185,04
(BM)RSO = 878,414 g/gmol → dihitung

Metanol
 Rasio molar reaktan (Metanol: RSO) = 140 : 1
molmethanol = 140 x molRSO = 1140 x 0,216 gmol = 29,484 gmol
 (BM)metanol = 32,04 g/gmol
 mmethanol = molmethanol x (BM) methanol = 29,484 gmol x 32,04g/gmol =
944667g
 SGmetanol = 0,7866

Kebutuhan metanol

atau
 mmethanol = molmethanol x (BM) methanol = 29,484 gmol x 32,04g/gmol =
944667g
Dengan cara yang sama, maka kebutuhan reaktan untuk rasio molar (rm) 140, 150,
dan 160, ditabulasikan pada Tabel 2.4
Tabel 2.4. Kebutuhan Reaktan

.
BAB III
PENUTUP

Biodiesel adalah salah satu bahan bakar alternatif yang terbuat dari minyak
nabati yang merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui. Biodiesel dapat
dipakai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dengan tingkat emisi yang lebih
rendah apabila dibandingkan dengan solar-fosil sehingga lebih ramah lingkungan. Di
Indonesia yang kaya akan Flora dan fauna merupakan kelebihan yang dimiliki untuk
dimanfaatkan dalam ilmu pengetahuan. Dengan beragam tumbuhan yang ada di
bumi, dapat dilakukan banyak penelitian terhadap tanaman yang kemungkinan dan
memiliki potensi dalam menghasilkan biodiesel.
Biodiesel yang diperoleh dari pengolahan tanaman, di olah dengan proses
sedemikian rupa sehingga diperoleh minyak (biodiesel) dalam jumlah yang banyak.
Setiap tanaman memiliki bagian tertentu yang bermanfaat, seperti yang telah kita
bahas pada makalah, bahwa tanaman-tanaman tersebut dimanfaatkan bijinya dan
diolah hingga akhirnya diperoleh biodiesel yang berkualitas dan bermanfaat dalah
kehidupan manusia.
Pengelolahan tanaman biodiesel sehingga didapat poduk yang diinginkan
tidaklah mudah, prosesnya membutuhkan ketelitian, dan ketersediaan pangan
(bahan mentah) penghasil produk biodiesel. Minyak dengan keasaman yang tinggi
dapat diolah menjadi biodiesel dengan prosedur standar (transesterifikasi). Cara
mengatasi keasaman dimulai penanganan biji di lapangan sampai dengan pemilihan
teknologi yang tepat. Proses “estrans” telah teruji dapat mengatasi keasaman
biodiesel dari minyak jarak pagar. Pembangunan industri biodiesel dengan bahan
baku jarak pagar dianjurkan hanya untuk tujuan ekspor.
Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, maka sangat diharapkan
para ilmuan untuk mengembangkan penelitiannya demi kelangsungan kehidupan
manusia di bumi. Tidak lepas dari semua itu, pemerintah juga harus ikut berperan
dalam mengembangkan dalam sektor ini.
Demikianlah gambaran sekilas mengenai biodiesel (Tanaman Penghasil
Biodiesel), semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terutama
memotivasi bagi mahasiswa Ilmu Pengetahuan Alam untuk terus berkarya dengan
mengembangkan Ilmu Pengetahuan hingga masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2010. Biodisel Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Http://lemigas-proses.com


Anonim 2010. Tanaman Jarak Pagar. Http://ekyowinnersnews.blogspot.com
Ferry, Y. 2010. Biodiesel www.kabarindonesia.com
Indarto, S Y. 2006. Krisis Energi di Indonesia, mengapa dan harus bagaimana.
www.beritaiptek.com
Merry, M. 2006. Biofuel. www.indobiofuel.com
Putra, S E. 2006. Tinjauan Kinetika dan Termodinamika Proses Adsorpsi Ion Logam
Pb, Cd, dan Cu oleh Biomassa Alga Nannochloropsis sp. Laporan Penelitian
UNILA Republika. 2006. Pengembangan Tanaman Biodiesel Mampu
Menyerap Tenaga Kerja.
Susila, I Wayan. 2007. Proses Produksi Biodiesel Biji Karet Metode Non-Katalis
“Superheated Methanol” pada Tekanan Atmosfir. Http://
puslit.petra.ac.id/journals/pdf.php?PublishedID=MES09110209

Soeradjaja, T H. 2003. Energi alternatife Biodiesel 1 dan 2. www.kimia.lipi.co.id


Soerawidjaja, T H. 2005. Membangun Industri Biodiesel di Indonesia. Makalah Ilmiah
Forum Biodiesel Indonesia. 16 Desember 2005. Bandung Subur, S R. 2006.
Pabrik Biodiesel Terintegrasi, Terobosan untuk Pengembangan Biodiesel.
www.ipart.com
Windria, N H. 2003. Biodiesel alternatif Pendamping Solar. BEI News edisi 12 tahun
IV Desember 2002-Januari 2003

Anda mungkin juga menyukai