Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN ABSES PSOAS DEX

BAB I

A. Latar Belakang
Abses iliopsoas (Iliopsoas Abscess/IPA) adalah suatu kondisi dimana

terbentuknya pus pada organ retroperitoneal yang melibatkan muskulus iliopsoas.Pertama

kali ditemukan oleh Mynter pada tahun 1881 yang dinamakan psoitis. Abses iliopsoas

dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu akibat penyebaran infeksi oleh organ disekitar otot

iliopsoas atau secara hematogen dari sumber infeksi yang mengandung banyak

vaskularisasi pada otot.1,2


Muskulus psoas memiliki vaskularisasi yang kaya sehingga diyakini sebagai salah

satu predisposisi terhadap penyebaran hematogen dari daerah terinfeksi. Abses psoas juga

dapat sebagai infeksi sekunder dari keadaan patologis organ sekitar, contohya organ

gastrointestinal atau renal.3


Abses ini jarang terjadi khususnya pada negara barat dengan insidensi 0,4 per

100.000 angka kejadian di U.K. Walaupun demikian, abses iliopsoas menjadi masalah

kesehatan utama di banyak negara-negara tropis. Sebelum terapi antituberkulosis modern

ditemukan, abses iliopsoas dikenali sebagai komplikasi dari tuberkulosis spinal. Dengan

menurunnya angka tuberkulosis, abses iliopsoas menjadi jarang ditemukan.4,5,6,7,8


Abses iliopoas adalah fenomena klinis yang jarang.Pemeriksaan radiologi modern seperti

USG, CT-Scan, dan MRI dapat mendiagnosis abses ini secara cepat dan tepat.Abses

Iliopsoas harus ditatalaksana dengan management yang tepat sehingga dapat menurunkan

angka morbiditas dan mortalitas pasien.

BAB II
Tinjauan Pustaka

A. Anatomi
Kompartmen iliopsoas adalah rongga ekstraperitoneal yang berawal dari

mediastinum posterior hingga sendi panggul.Kompartmen ini berisi muskulus psoas

major, muskulus psoas minor, dan muskulus iliaca, yang berfungsi sebagai otot flexor

utama panggul dan batang tubuh.Muskulus psoas major adalah otot berbentuk panjang

yang terletak di sisi regio lumbal kolumna vertebral dan bibir pelvis minor.

Gambar 1. Anatomi Iliopsoas

Origo otot ini berasal dari batas lateral

vertebra T12 sampai L5. Otot ini berjalan

menurun melewati bibir pelvis mayor, semakin mengecil, melewati ligamentum

inguinalis dan berakhir sebagai tendon di depan kapsul sendi panggul. Tendon ini

memiliki hampir seluruh fibrosa muskulus iliaca dan memiliki insersi di trochanter minor

os femoralis.
Muskulus iliaca berawal dari dari fossa iliaca superior dan juga memasuki paha

lewat ligamentum inguinalis.Memiliki insersi di trochanter minor os femoralis melalui

tendon iliopsoas terutama eminensia iliopubica dan kemudian ke daerah kecil di femoral

shaft dibawah trochanter minor.Permukaan otot diselubungi oleh fascia psoas yang kuat,
dimulai dari vertebra lumbal ke eminensia iliopubica.Di balik fascia inilah abses iliopsoas

terbentuk. Muskulus psoas minor assesorius ditemukan pada 10-65% manusia.


Vaskularisasi psoas mayor berasal dari arteri L4 ipsilateral dan aliran balik

melalui vena lumbalis. Iliaca menerima suplai arteri dari arteri femoralis sirkumfleksi

medial dan cabang iliaca dari arteri iliolumbar, cabang posterior pertama arteri iliaca

interna. Muskulus psoas mayor dan iliaca terkadang dianggap sebagai satu otot yang

dinamakan iliopsoas. Otot ini dipersarafi oleh cabang L2, L3, dan L4. Fungsi otot ini

sebagai otot fleksor utama dari sendi panggul.

Gambar 2. Hubungan antara

abses iliopsoas dan

pembuluh darah

femoralis

Muskulus psoas terletak sangat dekat dengan beberapa organ seperti kolon sigmoid,

appendiks, jejenum, ureter, aorta abdominalis, renal, pakreas, spinal, dan nodus limfe

iliaca.Oleh karena itu, infeksi dari organ-orang ini dapat menyebar ke muskulus

iliopsoas. Suplai darah yang berlimpah pada otot ini juga diyakini sebagai predisposisi

dari penyebaran secara hematogenik dari sumber tempat infeksi.


B. Definisi
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati)

yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh

bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau

jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah

penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan

subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. (Siregar, 2004).


Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi

yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan

nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim

autolitik. (Morison, 2003) Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang

berdinding tebal, terjadi sebagai akumulasi dari pus dalam suatu rongga patologis yang

dapat terjadi di bagian tubuh manapun sebagai reaksi pertahan tubuh terhadap benda

asing.
Atau bisa juga di sebut kumpulan pus pada kompartement illopsoas (ruangan

anatomis retroperitoneal yang terdiri dari m.psoas major, psoas minor, dan iliacus).

Muskulus psoas memiliki vaskularisasi yang kaya sehingga diyakini sebagai salah satu

predisposisi terhadap penyebaran hematogen dari daerah terinfeksi. Abses psoas juga

dapat sebagai infeksi sekunder dari keadaan patologis organ sekitar, contohya organ

gastrointestinal atau renal.

C. Etiologi
Abses iliopsoas dapat diklasifikasi menjadi primer dan sekunder, tergantung dari

kehadiran ada atau tidaknya penyakit yang mendasari. Abses iliopsoas primer terjadi

kemungkinan akibat penyebaran secara hematogenik akibat dari proses infeksi yang

terjadi dari sumber tertentu di dalam tubuh. Penyakit-penyakit yang dapat menjadi
penyebab terjadinya abses iliopsoas primer diklasifikasi pada table 1. Sedangkan, abses

iliopsoas sekunder terjadi akibat penyebaran infeksi oleh organ yang berada di dekat dan

sekitar otot iliopsoas.Penyebab abses iliopsoas sekunder yang paling umum terjadi adalah

Crohn’s disease.

Tabel 1.Klasifikasi Abses Psoas

Pasien yang pernah menjalani prosedur operasi di regio lumbal, panggul, maupun

selangkangan memiliki risiko tinggi untuk menjadi abses iliopsoas. Bartolo et al

melakukan penelitian selama 10 tahun, dan didapatkan insidensi sebesar 0,4/100.000

kasus di United Kingdom. Dalam 367 kasus, Ricci et al mencatat berbagai macam

perbedaan etiologi dari seluruh dunia. Di Asia dan Africa, lebih dari 99% abses iliopsoas

merupakan abses primer, dimana pada Eropa hanya 17% dan di Amerika Utara sekitar

61%. Abses iliopsoas sering terjadi pada pasien muda dibanding pasien lansia.

Dilaporkan juga bahwa keadaan ini lebih umum dialami oleh pria dibanding wanita.

Penelitian lain dilakukan oleh Bresee et al yang meneliti 142 kasus pasien anak

dengan abses iliopsoas. Ia menemukan sebanyak 57% abses terjadi pada bagian kanan,

40% bagian kiri, dan 3% abses terjadi pada keduanya atau bilateral. Angka mortalitas
pada abses iliopsoas primer lebih rendah (2,4%) dibandingkan dengan abses iliopsoas

sekunder (19%). Ricci et al mengatakan bahwa pasien dengan abses iliopsoas yang tidak

mendapatkan terapi apapun memiliki angka mortalitas sebesar 100%. Bakteri penyebab

terbanyak pada abses iliopsoas primer adalah Staphylococcus aureus sebanyak lebih dari

88%. Sedangkan abses iliopsoas sekunder disebabkan oleh Streptococcus sp. (4,9%) dan

E. coli (2,8%).

Mycobacterium tuberculosis sebagai penyebab abses iliopsoas sebenarnya tidak

umum di negara barat, tapi sangat umum di negara berkembang. Bakteri penyebab lain

antara lain: Proteus sp., Pasteurella multocida, Bacteroides sp., Clostridium sp., Yersinia

enterocolitica, Klebsiella sp., methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA),

Salmonella sp., Mycobacterium kansasii, dan Mycobacterium xenopi.

Tabel 2. Bakteri penyebab Psoas Abses


D. Manifestasi Klinis
Presentasi klinis abses iliopsoas sering bervariasi dan tidak spesifik.Trias klinis

pada kondisi ini dimana demam, nyeri punggung dan tungkai hanya terjadi pada 30%

pasien.Dikarenakan muskulus psoas dipersarafi oleh L2, L3, dan L4, nyeri dapat

menyebar hingga panggul dan paha. Gejala lain antara lain nyeri abdomen samar,

malaise, nausea, dan penurunan berat badan.

Gejala Klinis
 Nyeri punggung/panggul
 Nyeri abdominal samar
 Demam
 Lemas
 Malaise
 Penurunan berat badan
 Benjolan di selangkangan
Tabel 3. Gejala klinis yang sering terjadi

Pemeriksaan fisik yang rutin sangat penting untuk penegakkan diagnosa pada

penyakit ini.Diagnosa dapat ditegakkan jika pasien diminta untuk memposisikan diri

dengan posisi paling nyaman.Posisi ini adalah posisi supine dengan lutut cukup fleksi dan

panggul agak rotasi eksternal.Ada tanda-tanda jelas untuk memperoleh diagnosa pasien

dengan abses iliopsoas, walaupun sangat tidak spesifik pada konsisi ini. Prinsip dari tes

ini adalah muskulus psoas sebagai fleksor utama panggul.


Ada 2 macam test yang dapat dilakukan. Pertama, pemeriksa meletakkan tangannya

di bagian proksimal ipsilateral lutut pasien dan pasien diminta untuk mengangkat paha

melawan tangan pemeriksa. Tindakan ini akan menyebabkan kontraksi otot psoas dan

menimbulkan nyeri. Kedua, posisikan pasien berbaring dalam posisi normal.

Hiperekstensi pada panggul yang terinfeksi akan menyebabkan nyeri otot psoas yang

teregang. Namun, pemeriksaan ini juga dapat menghasilkan hasil yang positif pada
penderita appendisitis dimana sama-sama terdapat inflamasi pada otot iliopsoas namun

tanpa terbentuknya abses.


Pada pasien dengan abses iliopsoas, pasien mungkin mengeluhkan gejala

pembengkakan tanpa rasa nyeri dibawah ligamentum inguinalis.Hal ini akan sulit

dibedakan dengan hernia femoralis atau nodus limfatikus inguinal yang membesar. Pada

keadaan abses iliopsoas, massa/benjolan yang membesar di daerah inguinal ini akan

keluar saat batuk dan dapat masuk kembali.


Abses iliopsoas sekunder Karena Chron’s disease dapat menekan ureter dan

menyebabkan hidronefrosis.Tumor yang berasal dari organ dalam rongga pelvis atau

regio lumbalis juga dapat tumbuh menyerupai abses iliopsoas.Abses iliopsoas yang besar

dapat muncul bersamaan dengan deep vein thrombosis (DVT). Penyebab thrombosis

dikarenakan kompresi ekstrinsik vena iliaca oleh karena abses iliopsoas.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meliputi penggunaan antibiotik yang sesuai bersamaan dengan

drainasi abses. Pengetahuan yang adekuat terkait organisme penyebab abses dapat

menjadi panduan untuk memilih terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur bakteri yang

dilakukan. Kultur bakteri dilakukan dengan sampel cairan abses dan dilakukan uji

kepekaan untuk melihat sensitifas antibiotik terhadap bakteri. Pada pasien yang diduga

menderita abses iliopsoas primer, antibiotic antistaphylococcal harus diberikan terlebih

dahulu sebelum hasil kultur keluar. Pada abses iliopsoas sekunder, pasien dapat diberikan

antibiotic spektrium luas seperti clindamycin, penicillin antistaphylococcal, dan golongan

aminoglikosa.
Drainase abses dapat dilakukan secara drainase perkutan dengan bantuan CT-scan

(PCD/Percutaneous Drainage) atau lewat prosedur pembedahan (surgical drainage).PCD

lebih tidak invasif dan telah menjadi teknik drainase pilihan.Mueller et al melaporkan
aplikasi PCD pertama pada abses iliopsoas di tahun 1984. Pada sebuah studi dari 22

pasien dimana 20 pasien mengalami abses iliopsoas primer dan 2 pasien mengalami abses

iliopsoas sekunder, Cantasdemir et al menemukan bahwa PCD efektif pada 21 dari 22

pasien. Prosedur ini juga memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang rendah.14,15
Tindakan operatif dapat dilakukan atas indikasi:
1. Tindakan PCD gagal untuk menghilangkan pus;Pasien memiliki kontraindikasi

dari
2. Tindakan PCD, antara lain kelainan pembekuan darah;
3. Terdapatnya keadaan patologis intraabdominal lainnya yang membutuhkan

operasi.

Pada pasien dengan Crohn’s disease, dilakukannya tindakan operasi tunggal untuk

mendrainase abses dan reseksi usus diperlukan.Terkadang, PCD dapat berguna sebagai

terapi inisial untuk memperbaiki kondisi pasien sebelum operasi dilakukan. Pemberian

antibiotik dapat dilanjutkan hingga 2 minggu setelah drainase abses selesai.


BAB III

A. Diagnosa
1. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Menurut Herdman (2007), diagnosa keperawatan untuk abses adalah :
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3. Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan.

2. Intervensi
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan agen injury biologik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan rasa

nyaman nyeri teratasi.


Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri berkurang,

klien dapat rileks, klien mapu mendemonstrasikan keterampilan relaksasi

dan aktivitas sesuai dengan kemampuannya, TTV dalam batas normal; TD :

120 / 80 mmHg, Nadi : 80 x / menit, pernapasan : 20 x / menit.


Intervensi :
1. Observasi TTV
2. Kaji lokasi, intensitas, dan lokasi nyeri.
3. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
4. Dorong menggunakan teknik manajemen relaksasi.
5. Berikan obat analgetik sesuai indikasi.

b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkanHipertermi dapat

teratasi.
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36 0 C – 37 0C).
Intervensi :
1. Observasi TTV, terutama suhu tubuh klien
2. Anjurkan klien untuk banyak minum, minimal 8 gelas / hari
3. Lakukan kompres hangat
4. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.

c. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan

dengan trauma jaringan.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan

integritas kulit teratasi.


Kriteria hasil: Klien memeperlihatkan integritas kulit tetap baik tidak ada

tanda – tanda infeksi, kulit elastis.


Intervensi :
1. Observasi keadaan luka ( diameter luka, adanya pus dan darah )
2. Lakukan perawatan luka, ganti perban luka klien
3. Pertahankan linen tetap bersih dan tidak mengkerut
4. Anjurkan klien untuk mengganti bajunya minimal 1 x sehari
5. Kolaborasi dalam penggunaan obat topikal sesuai indikasi

Anda mungkin juga menyukai