Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. HR
Agama : Islam
Umur : 67 tahun
Alamat : BTN Hartaco Indah Blok F No.13
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Bugis
Status : Menikah
Pekerjaan : Pensiunan
No. RM : 018648
Tgl. Masuk : 13 Februari 2017

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pada punggung atas dan paha kanan
Anamnesis Terpimpin :
 Informasi mengenai keluhan utama
 Seorang pasien wanita berusia 67 tahun datang ke Poliklinik Saraf RS Haji
mengeluh nyeri pada punggung atas hingga bahu, nyeri dirasakan seperti tertusuk-
tusuk dan tidak menghilang, dialami sejak 9 hari yang lalu dan nyeri dirasakan
secara bertahap dan disertai dengan bintil berisi cairan dan keropeng pada daerah
punggung atas dan paha kanan pasien. Pasien baru pertama kali merasakan
keluhan tersebut. Pasien mengatakan bahwa ketika mengenakan pakaian pun rasa
nyeri kerap timbul. Pasien mengaku minggu lalu telah berobat ke puskesmas dan
di diagnosis herpes zoster, pasien juga sedang menjalani terapi carpal tunnel
syndrome yang di dapatkan sekitar 4 bulan yang lalu,Riwayat varicella (+),
hipertensi (+), riwayat DM (-), riwayat trauma (-)

1
 Anamnese sistematis
Demam (-),Sakit kepala (-), Batuk (-), Mual (-), Muntah (-), BAK lancar,
BAB biasa.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Umum
Kesan : Sakit sedang Nadi : 80x/menit, kuat
Kesadaran : Composmentis angkat, reguler
Gizi : Cukup Pernapasan : 24x/menit
Tekanan Darah : 150/100 Suhu : 37˚C
mmHg Anemis & Ikterus : -
TORAKS :
Paru-paru :
a. Inspeksi : Dinding thoraks simetris saat statis atau dinamis, retraksi otot
dinding dada (-)
b. Palpasi : Simetris antara kiri dan kanan
c. Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
d. Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
a. Inspeksi : Tidak tampak iktus cordis
b. Palpasi : Tidak teraba iktus cordis
c. Perkusi : Batas jantung – paru dalam batas normal
d. Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, mur-mur (-)
Abdomen :
a. Inspeksi : Massa (-), Ascites (-)
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan. Massa abnormal (-). Distensi abdomen (+)
c. Perkusi : Dalam batas normal
d. Auskultasi : Peristaltik normal

2
Ekstremitas :
a. Atas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), sianosis(-/-)
b. Bawah : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-),sianosis(-/-)

Status Lokalis

- Ad Regio : Setinggi MS C4-C7


- Efloresensi : Vesikel dan Krusta
- Sifat efloresensi : Herpetiformis

Status Dermatologikus/Venereologikus

a. Regio/ letak lesi : Setinggi MS C4-C7

b. Efloresensi/ Ruam/ Ujud Kelainan Kulit :


- UKK Primer :
- Eritema - Bula - Hipopion
- Hipopigmentasi - Pustula - Planus
- Hiperpigmentasi - Bula Purulen - Urtika
- Papula - Bula Hemoragik - Tumor
- Nodula - Scrath Mark - Kista
√ Vesikula

3
- UKK Sekunder :
- Skuama - Laserasi - Eksfoliasi
- Likenitikasi - Erosi - Plak
- Fisura √ Krusta - Granulasi
- Rhagaden - Eskoriasi - Fistula

- UKK Spesifik/ Khusus :


- Kanalikuli - Roseolae - Angio Edema
- Vegetasi - Talengiektasis - Flushing
- Tuber - Ptekiae - Sikatriks
- Infiltrat - Ekimosis - Keloid
- Purpura - Spider Neavy - Cafe au lait
- Purpura Palpabel - Eksantema - Ulkus

Sifat-sifat UKK
- Susunan : Berkelompok
- Penyebaran dan lokalisasi : Herpetiformis, unilateral

Status Neurologis : GCS = E4 M6 V5


1. Kepala :
Posisi : Di tengah
Penonjolan : Massa (-)
Bentuk/ukuran : Normocephal
Auskultasi :-
2. Saraf kranial : Kanan Kiri
N. I (Olfaktorius)
Subyektif : - -
Dengan bahan (kopi bubuk) : tidak dilakukan pemeriksaan
N. II (Optikus)
Tajam penglihatan : tidak dilakukan pemeriksaan
Lapang penglihatan : dalam batas normal

4
Melihat warna : dalam batas normal
Fundus okuli : tidak dilakukan pemeriksaan
N. III (Okulomotorius)
Celah mata : simetris
Posisi bola mata : di tengah di tengah
Pergerakan bola mata : dalam batas normal
Strabismus : - -
Nistagmus : - -
Exophtalmos : - -
Pupil : Besarnya : 2,5 mm 2,5 mm
Bentuknya : Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung : + +
Refleks cahaya tidak langsung: + +
Melihat ganda : - -
N. IV (Troklearis)
Pergerakan mata : dalam batas normal
(ke bawah-ke dalam)
Sikap bola mata : Tengah Tengah
Melihat ganda : - -
N.V (Trigeminus)
Membuka mulut : dalam batas normal
Mengunyah : dalam batas normal
Menggigit : dalam batas normal
Refleks kornea : +
Sensibilitas muka : dalam batas normal
N. VI (Abdusen)
Pergerakan mata (ke lateral) : dalam batas normal
Sikap bola mata : Tengah Tengah
Melihat ganda : - -

5
N. VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi : + +
Menutup mata : + +
Memperlihatkan gigi : + +
Perasaan lidah (2/3 anterior) : dalam batas normal
N. VIII (Vestibulocochlearis)
Suara berbisik : dalam batas normal
Tes schwabach : tidak dilakukan
Tes rinne : tidak dilakukan
Tes weber : tidak dilakukan
Vertigo : (-)
Nistagmus : (-)
N. IX (Glosofaringeus)
Perasaan lidah (1/3 posterior) : dalam batas normal
Sensibilitas faring : dalam batas normal
N. X (Vagus)
Arkus faring : dalam batas normal
Menelan : dalam batas normal
Refleks muntah : dalam batas normal
N. XI (Aksesorius)
Mengangkat bahu : dalam batas normal
Memalingkan muka : dalam batas normal
N.XII (Hipoglossus)
Atrofi lidah : tidak ada
Kekuatan : dalam batas normal
Gerak spontan : dalam batas normal
Posisi diam : dalam batas normal
Posisi dijulurkan : dalam batas normal

6
3. Leher:
Tanda-tanda perangsangan selaput otak:
 Kaku kuduk : tidak ada
 Kernig’s sign : tidak ada
Kelenjar limfe : Tidak teraba
Arteri karotis :
 Palpasi :Teraba, kuat angkat
 Auskultasi : Bruit (-)
Kelenjar gondok : Tidak teraba
4. Abdomen
Refleks kulit dinding perut : Ada
5. Kolumna vertebralis:
Inspeksi : Gibbus (-), Skoliosis (-)
Pergerakan : Normal
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Tidak Dilakukan

6. Ekstremitas: Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan : Normal Normal Normal Normal
Kekuatan : 5 5 5 5
Tonus otot : Normal Normal Normal Normal
Bentuk otot : Normal Normal Normal Normal
Otot yang terganggu : -

7
Refleks Fisiologis
 Biceps : normal/normal
 Triceps : normal/normal
 Radius : N/N
 Ulna : N/N
Klonus
 Lutut : tidak ada
 Kaki : tidak ada
Refleks Patologis
 Hoffman – Trommer : -/-  Gordon : -/-
 Babinsky : -/-  Schaffer : -/-
 Chaddock : -/-  Oppenheim : -/-
Sensibilitas Kanan Kiri
Taktil : Normal Normal
Nyeri : Normal Normal
Suhu : Normal Normal
Diskriminan 2 titik : Normal Normal
Lokalis : Normal Normal

7. Gangguan koordinasi :
 Tes jari hidung : normal
 Tes pronasi-supinasi : normal
 Tes tumit : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Tes pegang jari : Tidak dilakukan pemeriksaan

8. Gangguan Keseimbangan
 Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan

8
9. Gait : Tidak dilakukan pemeriksaan
10. Pemeriksaan nyeri : Tidak dilakukan pemeriksaan

11. Pemeriksaan fungsi luhur :


 Memori : dbn  Fungsi Psikomotor : dbn
 Fungsi Bahasa : dbn  Kalkulasi : dbn
 Visuospasial : dbn  Gnosis : dbn
 Fungsi Eksekutif : dbn

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


-
V. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK DAN PEMERIKSAAN LAIN-LAIN:
-
VI. RESUME
Seorang pasien wanita berusia 67 tahun datang ke Poli Saraf RS Haji
mengeluh nyeri sepanjang lesi pada punggung atas hingga bahu. Nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan terus menerus, Lesi berupa vesikel dan
krusta, dialami sejak 9 hari sebelum memeriksakan diri di poli saraf. Pasien
baru pertama kali merasakan keluhan tersebut. Pasien mengatakan telah
memeriksakan diri di puskesmas seminggu yang lalu dan di diagnosa
menderita herpes zoster. Saat ini pasien sedang menjalani terapi carpal tunnel
syndrome yang di dapatkan sekitar 4 bulan yang lalu. Riwayat varicella (+),
hipertensi (+), riwayat DM (-), riwayat trauma (-). Dari pemeriksaan fisis
didapatkan tanda vital TD: 150/100 mmHg, Nadi: 80x/menit, Pernapasaan:
24x/menit, Suhu: 370C, kesadaran Compos Mentis (E4M6V5), Pada
pemeriksaan dermatologi ditemukan lesi berupa vesikel dan krusta setinggi
MS C4-C7 secara berkelompok dan unilateral. Sedangkan pada pemeriksaan
neurologi memberikan hasil normal.

9
VII. DIAGNOSA
 Diagnosa klinis : Nyeri Neuropati
 Topis : Saraf Perifer Medulla Spinalis C4-C7
 Etiologi : Post Herpetic Neuralgia

VIII. DIAGNOSA BANDING


Trigeminal neuralgia
Herpes Simpleks

IX. TERAPI
 Medikamentosa :
- Asiklovir 5 x 800 mg
- Meloxicam 15mg 1x1
- Amlodipin 5 mg 1x1
- Pulvis (Amitriptilin 1/3 tab + Gabapentin 100 mg) 3x1
- Mecobalamin tab 2x1

X. FOLLOW UP
-
XI. PROGNOSIS
Qua Ad Vitam : Bonam
Qua Ad Sanationam : Dubia et bonam
Ad Fungsionam : Bonam

XII. DISKUSI

Neuralgia post herpetik disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster. Herpes
Zoster adalah infeksi virus yang terjadi senantiasa pada anak-anak yang biasa disebut
dengan varicella (chicken pox). Tipe Virus yang bersifat patogen pada manusia

10
adalah herpes virus-3 (HHV-3), biasa juga disebut dengan varisella zoster virus
(VZV). Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion
kranialis terutama nervus kranialis V (trigeminus) pada ganglion gasseri cabang
oftalmik dan vervus kranialis VII (fasialis) pada ganglion genikulatum. Menurut studi
epidemiologi, Insidens penyakit ini 73% terjadi pada usia di atas 70 tahun, 47% di
atas 60 tahun, 27% pada usia di atas 55 tahun dan hanya 2% yang berkembang pada
usia di bawah 50 tahun. Jenis kelamin yang terbanyak adalah perempuan1,2. Neuralgia
paska herpetika adalah suatu kondisi nyeri yang menetap dalam jangka waktu yang
lama yaitu dapat berbulan-bulan dan bertahun-tahun sebagai hasil reaktivasi dari
infeksi virus Varicella zoster pada penyakit herpes zoster3.

Pada kasus diatas, pasien mengalami nyeri pada punggung atas dan paha kanan
seperti tertusuk-tusuk, hal ini diawali oleh virus herpes zooster yang kebanyakan
memusnahkan sel-sel ganglion yang berukuran besar, dimana yang tersisa adalah sel-
sel berukuran kecil, Mereka tergolong dalam serabut halus yang mengahantarkan
impuls nyeri, yaitu serabut A-delta dan C. Sehingga semua impuls yang masuk
diterima oleh serabut penghantar nyeri Pasien mengaku sudah pernah terinfeksi cacar
air atau varicella hal ini mendukung perjalanan penyakit dari herpes zoster, Usia
pasien yang sudah lansia dapat memungkinkan pasien lebih rentan terhadap infeksi
karena sistem imunnya yang sudah lemah sehingga mempermudah proses port
d’entry bakteri ataupun virus pada pasien ini. Lesi yang muncul berupa vesikel dan
yang sudah berubah menjadi krusta juga mendukung manifestasi gejala klinis dari
herpes zoster keluhan lain mengatakan, nyeri muncul di tempat atau sekitar dari lesi
vesikel dan krusta. Dari keluhan yang dialami oleh pasien dapat disimpulkan bahwa
gejala yang dialaminya mirip dengan penyakit Post Herpetic Neuralgia.

11
Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, kecuali adanya
peningkatan tekana darah yakni 150/100 mmHg yang mengindikasikan bahwa pasien
memiliki riwayat Tekanan darah tinggi.

Ditemukannya lesi vesikel dan krusta di punggung atas dan paha kanan serta lokasi
nyeri yang berada di punggung dan paha menyingkirkan diagnosa neuralgia
trigeminal pada pasien.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Tidak ada tes
diagnostik yang spesifik untuk Post Herpetic Neuralgia, meskipun ada beberapa tes
yang mungkin dapat membantu mengidentifikasi atau menyingkirkan penyakit lain.
Misalnya Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF) 61% menunjukkan abnormal.
Ditemukan pleocytosis 46%, peningkatan protein 26%, dan Varicella zozter virus
(VZV) DNA 22%. Kultur virus atau pewarnaan imunofluorosen hanya untuk
membedakan herpes simpleks dari herpes zoster pada beberapa kasus yang sulit
dibedakan secara klinis. (4)

PATOFISIOLOGI

Infeksi primer virus varisella zoster dikenal sebagai varicella atau cacar air.
Pajanan pertama biasanya terjadi pada usia kanak-kanak. Virus ini masuk ke tubuh
melalui sistem respiratorik. Pada nasofaring, virus varisella zoster bereplikasi dan
menyebar melalui aliran darah sehingga terjadi viremia dengan manifestasi lesi kulit
yang tersebar di seluruh tubuh. Periode inkubasi sekitar 14-16 hari setelah paparan
awal. Setelah infeksi primer dilalui, virus ini bersarang di ganglia akar dorsal, hidup
secara dorman selama bertahun-tahun.5,6,7

12
Patogenesis terjadinya herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus
varisella zoster yang hidup secara dorman di ganglion. Imunitas seluler berperan
dalam pencegahan pemunculan klinis berulang virus varicella zoster dengan
mekanisme tidak diketahui. Hilangnya imunitas seluler terhadap virus dengan
bertambahnya usia atau status imunokompromis dihubungkan dengan reaktivasi
klinis. Saat terjadi reaktivasi, virus berjalan di sepanjang akson menuju ke kulit. Pada
kulit terjadi proses peradangan dan telah mengalami denervasi secara parsial. Di sel-
sel epidermal, virus ini bereplikasi menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi dan
lisis sel sehingga hasil dari proses ini terbentuk vesikel yang dikenal dengan nama
‘Lipschutz inclusion body’.5,6,7

Gambar 1 : Patologi Herpes Zoster7

Neuralgia Post Herpetik memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri


herpes zoster akut. NPH, komplikasi dari herpes zoster, adalah sindrom nyeri
neuropatik yang dihasilkan dari kombinasi inflamasi dan kerusakan akibat virus pada
serat aferen primer saraf sensorik. Setelah resolusi infeksi primer varicella, virus tetap
aktif di ganglia sensorik. Virus ini diaktifkan kembali atau mengalami reaktivasi,

13
bermanifestasi sebagai herpes zoster akut, dan berhubungan dengan kerusakan pada
ganglion, saraf aferen primer, dan kulit. Studi histopatologi telah menunjukkan
fibrosis dan hilangnya neuron (dalam ganglion dorsal), jaringan parut, serta
kehilangan akson dan mielin (pada saraf perifer yang terlibat), atrofi (dari tanduk
dorsal sumsum tulang belakang), dan peradangan (sekitar saraf tulang belakang)
dengan infiltrasi dan akumulasi limfosit. Selain itu, ada pengurangan saraf inhibitor
berdiameter besar dan peningkatan neuron eksitasi kecil, pada saraf perifer.8,9
Mekanisme terjadinya neuralgia pasca herpetika dapat berlainan pada setiap
individu sehingga manifestasi nyeri yang berhubungan dengan neuralgia
pascaherpetika juga berlainan. Replikasi virus di dalam ganglion dorsalis
menyebabkan respon inflamasi berupa pembengkakan, perdarahan, nekrosis dan
kematian sel neuron. Proses perjalanan virus ini menyebabkan kerusakan pada saraf.
Inflamasi pada saraf perifer dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa
bulan dan dapat menimbulkan demielinisasi, degenerasi wallerian dan proses
sklerosis.7,10

14
Kemudian virus akan menyebar secara sentrifugal sepanjang saraf menuju ke
kulit, menyebabkan inflamasi dan kerusakan saraf perifer. Kadang-kadang virus
meny
ebar
secara
sentri
petal
ke
arah
medul
a
spinal
is
(men
genai area sensorik dan motorik) serta batang otak. Hal ini menyebabkan sensitisasi
ataupun deaferenisasi elemen saraf perifer dan sentral.11
Gambar 2 : Desensitasi dan Deaferenisasi11
Sensitisasi saraf perifer terutama terjadi pada nosiseptor serabut saraf C yang
halus dan tidak bermyelin. Sensitisasi ini menyebabkan ambang sensoris terhadap
suhu menurun, menimbulkan heat hyperalgesia, yakni nyeri seperti terbakar. Selain
itu juga terjadi letupan ektopik dari nosiseptor C yang rusak sehingga timbul alodinia,
yakni rasa nyeri akibat stimulus yang pada keadaan normal tidak menimbulkan rasa
nyeri. Sebagai respon atas menghilangnya sebagian besar input serabut saraf C karena
kerusakan tersebut, terbentuk tunas-tunas serabut saraf Aβ yang menerima rangsang
non-noksius mekanoseptor di lapisan superfisial kornu dorsalis medula spinalis.
Pertunasan ini menyebabkan hubungan antara serabut saraf Aβ yang tidak
menghantarkan nyeri dengan serabut saraf C, sehingga stimulus yang tidak
menyebabkan nyeri (raba halus) dipersepsikan sebagai nyeri.11

15
Selain sensitisasi perifer dapat juga terjadi sensitisasi sentral yang
menyebabkan terjadinya nyeri spontan maupun nyeri yang diprovokasi, berupa
alodinia dan hiperalgesia. Sensitisasi sentral disebabkan oleh aktivitas ektopik dari
serabut saraf aferen. Neurotransmiter eksitatorik utama di medula spinalis adalah
glutamat yang berikatan dengan reseptor N-Metil-D-Aspartat (NMDA). Glutamat
diproduksi oleh serabut saraf aferen primer di kornu dorsalis. Pada keadaan istirahat
glutamat akan mengaktivasi reseptor ionotropik α-amino-3-hidroksi-5-metil-4-
isoksazol propionat (AMPA), reseptor kainat, dan reseptor metabotropik glutamat
(mGluRs), sedangkan reseptor NMDA diblok oleh ion magnesium sehingga
mencegah masuknya ion natrium dan kalsium yang akan terjadi saat glutamat
berikatan dengan reseptor NMDA tersebut. Aktivasi pascasinap yang berulang akan
menyebabkan sumasi potensial sinaptik dan depolarisasi membran yang progresif.
Hal ini menyebabkan reseptor NMDA terbebas dari blok ion magnesium yang
selanjutnya menyebabkan influks kation-kation ke dalam sel dan depolarisasi
membran makin progresif.8,12
Neuralgia pascaherpetika juga dapat terjadi akibat proses deaferenisasi, yakni
hilangnya serabut saraf aferen sensoris baik yang berdiameter besar maupun kecil.
Lesi pada serabut saraf perifer maupun sentral dapat memacu terjadinya remodeling
dan hipereksitabilitas membran sel. Lesi yang masih terhubung dengan badan sel
akan membentuk tunas-tunas baru. Tunas-tunas baru ini ada yang mencapai organ
target, sedangkan yang tidak mencapai organ target akan membentuk neuroma, di
neuroma ini akan terakumulasi berbagai kanal ion, terutama kanal ion natrium,
molekul-molekul transduser dan reseptor-reseptor baru, sehingga pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya letupan ektopik, mekanosensitivitas abnormal, sensitivitas
terhadap suhu dan kimia. Letupan ektopik dan sensitisasi berbagai reseptor akan
menyebabkan timbulnya nyeri spontan dan nyeri yang diprovokasi. Letupan spontan
pada neuron sentral yang terdeaferenisasi akan menyebabkan terjadinya nyeri konstan
pada area tersebut. 6,8,11,12

16
Gambar 3 : Mekanisme Sensitisasi Sentral dan Perifer15

Pada otopsi pasien yang pernah mengalami herpes zoster dan neuralgia paska
herpetika ditemukan atrofi kornu dorsalis, sedangkan pada pasien yang mengalami
herpes zoster tetapi tidak mengalami neuralgia paska herpetika tidak ditemukan atrofi
kornu dorsalis.6,9
Manifestasi Klinis
Tanda khas dari herpes zooster pada fase prodromal adalah nyeri dan
parasthesia pada daerah dermatom yang terkena. Dworkin membagi neuralgia post
herpetik ke dalam tiga fase: 8,14,15
1. Fase akut: fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanya
berlangsung < 4 minggu
2. Fase subakut: fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit tetapi < 4 bulan
3. Neuralgia post herpetik: dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset lesi kulit
atau 3 bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster.
Pada umumnya penderita dengan herpes zoster berkunjung ke dokter ahli
penyakit kulit oleh karena terdapatnya gelembung-gelembung herpesnya. Keluhan
penderita disertai dengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam

17
kemudian, setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa unilateral
mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah bentuk menjadi lesi vesikular.
Nyeri yang timbul mempunyai intensitas bervariasi dari ringan sampai berat sehingga
sentuhan ringan saja menimbulkan nyeri yang begitu mengganggu penderitanya.
Setelah 3-5 hari dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan mulai mengering. Durasi
penyakit biasanya 7-10 hari, tetapi biasanya untuk lesi kulit kembali normal
dibutuhkan waktu sampai berminggu-minggu. 8,14,15
Penyakit ini dapat sangat mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik yang
ditimbulkan diperberat oleh rangsangan pada kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia
dan hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat mengacaukan pekerjaan si penderita,
tidur bahkan sampai mood sehingga nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas hidup
jangka pendek maupun jangka panjang pasien. Nyeri dapat dirasakan beberapa hari
atau beberapa minggu sebelum timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang paling sering
dilaporkan adalah nyeri seperti rasa terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan
rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang merupakan respon nyeri berlebihan terhadap
stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum listrik. Nyeri sendiri dapat diprovokasi
antara lain dengan stimulus ringan/ normal (allodinia), rasa gata-gatal yang tidak
tertahankan dan nyeri yang terus bertambah dalam menanggapi rangsang yang
berulang. 8,14,15
Pada masa gelembung –gelembung herpes menjadi kering, orang sakit mulai
menderita karena nyeri hebat yang yang dirasakan pada daerah kulit yang terkena.
Nyeri hebat itu bersifat neuralgik. Di mana nyeri ini sangat panas dan tajam, sifat
nyeri neuralgik ini menyerupai nyeri neuralgik idiopatik, terutama dalam hal
serangannya yaitu tiap serangan muncul secara tiba – tiba dan tiap serangan terdiri
dari sekelompok serangan – serangan kecil dan besar. Orang sakit dengan keluhan
sakit kepala di belakang atau di atas telinga dan tidak enak badan. Tetapi bila
penderita datang sebelum gelembung – gelembung herpes timbul, untuk meramalkan
bahwa nanti akan muncul herpes adalah sulit sekali. Bedanya dengan neuralgia
trigeminus idiopatik ialah adanya gejala defisit sensorik. Dan fenomena paradoksal

18
inilah yang menjadi ciri khas dari neuralgia post herpatik, yaitu anestesia pada tempat
– tempat bekas herpes tetapi pada timbulnya serangan neuralgia, justru tempat –
tempat bekas herpes yang anestetik itu yang dirasakan sebagai tempat yang paling
nyeri. Neuralgia post herpatik sering terjadi di wajah dan kepala. Jika terdapat di dahi
dinamakan neuralgia postherpatikum oftalmikum dan yang di daun telinga neuralgia
postherpatikum otikum. 8,14,15
Manifestasi klinis klasik yang terjadi pada herpes zoster adalah gejala
prodromal rasa terbakar, gatal dengan derajat ringan sampai sedang pada kulit sesuai
dengan dermatom yang terkena. Biasanya keluhan penderita disertai dengan rasa
demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam kemudian, setelah gejala
prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa unilateral mengikuti dermatom
kulit dan dengan cepat berubah bentuk menjadi lesi vesikular. Nyeri yang timbul
mempunyai intensitas bervariasi dari ringan sampai berat sehingga sentuhan ringan
saja menimbulkan nyeri yang begitu mengganggu penderitanya. Setelah 3-5 hari dari
awal lesi kulit, biasanya lesi akan mulai mengering. Durasi penyakit biasanya 7-10
hari, tetapi biasanya untuk lesi kulit kembali normal dibutuhkan waktu sampai
berminggu-minggu. Intensitas dan durasi dari erupsi kulit oleh karena infeksi herpes
zoster dapat dikurangi dengan pemberian acyclovir (5x800mg/hari) atau dengan
famciclovir atau valacyclovir. Manifestasi klinis neuralgia paska herpetika adalah
penyakit yang dapat sangat mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik yang
ditimbulkan diperberat oleh rangsangan pada kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia
dan hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat mengacaukan pekerjaan si penderita,
tidur bahkan sampai mood sehingga nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas hidup
jangka pendek maupun jangka panjang pasien. Nyeri dapat dirasakan beberapa hari
atau beberapa minggu sebelum timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang paling sering
dilaporkan adalah nyeri seperti rasa terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan
rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang merupakan respon nyeri berlebihan terhadap
stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum listrik. Nyeri sendiri dapat diprovokasi
antara lain dengan stimulus ringan/ normal (allodinia), rasa gata-gatal yang tidak

19
tertahankan dan nyeri yang terus bertambah dalam menanggapi rangsang yang
berulang. 8,14,15
DIAGNOSIS

Langkah-Langkah Diagnosis
Anamnesis
 Adanya erupsi vesikel berkelompok yang nyeri sesuai dengan distribusi
dermatom (khas untuk herpes zoster).
 Erupsi dan vesikel menghilang namun nyeri tetap berlangsung selama 3
bulan atau lebih sehingga disebut PHN.
 Nyerinya nyata seperti rasa terbakar, tertusuk atau berdenyut.
 Infeksi Herpes zoster dapat teraktivasi kembali secara subklinikal disertai
nyeri dan mengikuti distribusi dermatom tanpa eritem 16.
 Pasien juga dapat mengeluhkan nyeri yang bersifat disestesia, hiperalgesia,
anesthesia dan paralgesia yang kontinyu17.
 Adanya rasa gatal yang semakin bertambah 18.
 Semua hal di atas dapat mengganggu aktivitas dan menimbulkan gangguan
tidur, depresi, anoreksia dan kelelahan.

Pemeriksaan Fisik
 Adanya scar cutaneus di daerah yang pernah terinfeksi Herpes zoster
sebelumnya.
 Adanya perubahan sensasi yaitu menjadi lebih sensitif (hyperaesthesia)
atau kurang sensitif seperti mati rasa/baal (dysaesthesia) pada daerah
yang terlibat infeksi.
 Alodinia yaitu nyeri yang disebabkan oleh stimulus non toksik (non
noxious) seperti sentuhan ringan oleh sikat, bergesekan dengan pakaian
saat memakai pakaian, aliran angin sepoi-sepoi, hembusan nafas,
menyisir rambut, kepanasan). Alodinia dialami oleh kurang lebih 90%

20
penderita neuralgia post herpetika dan biasanya dirasakan pada daerah
yang masih mempunyai sensasi rasa. Sedangkan nyeri spontan biasanya
terjadi pada dermatom yang sensasinya telah terganggu. Adapun perluasan
nyeri ini biasanya mengenai dermatom torakal (50%), kranial, servikal,
lumbal (10-20%), dan sakral (2-8%).
 Perubahan fungsi autonom seperti keringat bertambah pada daerah yang
terlibat infeksi herpes zoster 2,18,20.

Pemeriksaan Penunjang4
Laboratorium
 Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk PHN.
 Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF) 61% menunjukkan abnormal.
Ditemukan pleocytosis 46%, peningkatan protein 26%, dan Varicella
zozter virus (VZV) DNA 22%. Ini tidak spesifik untuk PHN.
 Kultur virus atau pewarnaan imunofluorosen hanya untuk membedakan
herpes simpleks dari herpes zozter pada beberapa kasus yang sulit
dibedakan secara klinis.
Radiologi
Menurut penelitian Haanpaa et al :
 MRI menunjukkan khas lesi herpes zoster terdapat pada batang otak dan
saraf servikal pada 9 pasien (56%).
 Pada 3 bulan setelah onset herpes zoster, 5 pasien (56%) dengan MRI
yang abnormal berkembang menjadi PHN.
 Pada 7 pasien yang tidak menderita herpes zoster namun terdapat
gambaran lesi di MRI tidak mengalami nyeri.
Patologi Anatomi (Pemeriksaan histologi)
Walaupun gejala herpes zoster hanya mempengaruhi beberapa sensoris
dermatom, namun secara patologikal terdapat perubahan yang luas yaitu
ganglia spinal atau radiks nervus kranialis mengalami pembengkakan dan

21
inflamasi dengan dominan sel limfosit. Beberapa sel ganglion mengalami
pembengkakan sedangkan yang lainnya mengalami degenerasi. Inflamasi
yang terjadi dapat berkembang ke meninges dan daerah keluarnya radix dan
bisa sampai ke kornu anterior dan daerah perivaskular medulla spinalis.
Perubahan patologi pada batang otak sama dengan radix spinal dan medula
spinalis. Dalam sebulan infeksi, fibrosis terjadi pada ganglia, nervus perifer
dan radiks saraf. Degenerasi terjadi pada cornu posterior ipsilateral.

Diagnosis Post Herpetic Neuralgia umumnya ditentukan oleh adanya kriteria


klinis dan beberapa temuan klinis.

Penatalaksanaan
Non Medikamentosa :
 Memakai pakaian yang nyaman. Pakaian yang terlalu ketat atau terbuat
dari bahan yang kasar atau material sintetik dapat mengiritasi kulit dan
menyebabkan nyeri semakin bertambah. Mengenakan pakaian yang bahan
dasar pembuatannya dari kapas akan lebih mengurangi terjadinya iritasi.
 Menutup daerah yang sensitive. Dapat dengan pakaian yang nyaman atau
dengan plastic yang melekat pada luka.
 Menggunakan es batu untuk mengebalkan atau menghilangkan nyeri
sesaat, kecuali bila PHN bertambah buruk pada beberapa kasus
(tergantung stimulus non noxious)21.

Medikamentosa :
1. Antivirus
Untuk menangani neuralgia post herpetika sebenarnya adalah dengan
mencegah terjadinya hal tersebut yaitu dengan mengobati infeksi herpes zoster

22
secara cepat dan tepat. Obat-obatan yang dipakai adalah asiklovir 6 x 800 mg selama
7 sampai 10 hari , famsiklovir 3 x 500 mg per hari selama 7 hari dan ditoleransi
dengan baik pada infeksi herpes zoster akut, valasiklovir 3 x 1000 mg selama 7
sampai 14 hari, mengurangi nyeri secara bermakna daripada pemberian asiklovir.
Dalam pemberian antivirus ini, perlu diperhatikan fungsi ginjal pasien. Pemberian
antivirus bertujuan untuk memperpendek gejala klinis, mencegah komplikasi,
mencegah perkembangan infeksi laten atau berulangnya infeksi, menurunkan
transmisi virus dan mengeliminasi infeksi laten yang menetap22.
2. Antidepresan

Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin, nortriptilin, imipramin, desipramin


dan doksepin) bekerja dengan cara menghambat reuptake norepinefrin dan serotonin.
Dosis amitriptilin, yaitu : Dewasa 30-100mg PO menjelang tidur; anak 0,1/kg/hr
ditoleransi hingga 0,5-2mg/hr menjelang tidur; remaja 25-50mg/hr sampai 100mg/hr
PO. Dosis nortriptilin, yaitu: Dewasa 25mg PO 3-4xsehari, tidak melebihi 150mg/hr;
anak BB<25kg tidak dianjurkan, BB25-35kg 10-20mg/hr PO, BB35-54kg 25-
35mg/hr PO,BB>25kg sama dengan dosis dewasa.
3. Analgesik
Analgesik yang dipakai adalah analgesik opioid. Tramadol telah terbukti
sebagai agonis opioid yang juga bekerja menghambat reuptake norepinefrin dan
serotonin. Dosis tramadol dititrasi hingga maksimum 400 mg/hari dibagi dalam 4
dosis. Ada juga Oxycodone dengan dosis 60mg/hari. Ada juga penggunaan krim
topikal seperti capsaicin. Obat ini berefek pada serat C (C-fiber). Dosis yang dipaki
yaitu 3-4x sehari selama 3-4 minggu.

4 . Anti konvulsan
Anti konvulsan digunakan untuk mengatasi spasme otot yang berat dan
memberi efek sedasi serta berefek untuk memodulasi nyeri. Gabapentin biasa

23
digunakan untuk nyeri neuropatik yang tertusuk dengan dosis untuk dewasa
3x100mg PO, dapat mencapai 900-1800mg PO setiap harinya tapi tidak
melebihi 4x900mg PO; dosis anak <12 th tidak direkomendasikan, anak >12th
sama dengan dosis dewasa. Sedangkan obat pregabalin onsetnya lebih cepat,
berikatan dengan subunit dari voltage-gated calcium channel yang mengurangi
influks kalsium dan pelepasan neurotransmiter (glutamat, substance P, dan calcitonin
gene-related peptide) pada primary afferent nerve terminals. Didapatkan pula hasil
perbaikan dalam hal tidur dan ansietas. Dosis dewasa awal 2x75mg PO,
dapat dinaikkan sampai 2x150mg dalam 1minggu, dapat dinaikkan lagi sampai
2x300mg jika perlu.
5. Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan sebagai anti inflamasi yang bekerja dengan
menekann migrasi sel leukosi PMN danmeningkatkan permeabilitas kapiler. Obat
yang biasa dipakai adalah dexametason. Dosisnya, d e w a s a 0 , 7 5 - 9 m g/ h r P O
d a l a m d os i s t e r b a gi s e t i a p 6 - 12 j am : anak 0,08-0,3mg/kg/hr PO dalam dosis
terbagi setiap 6-12 jam. Prednison juga dipakai dengan dosis dewasa 5-60mg/hr PO
setiap hari atau terbagi dalam 2-4xsehari,tappering off setelah 2 minggu/gejala
membaik; anak 1-2mg/kg/hr PO tappering off setelah 2 minggu/gejala membaik.
6. Terapi topical
Lidokain topical merupakan obat yang diteliti baik untuk mengobati nyeri
neuropati. Obat ini bekerja lebih baik jika kerusakan neuron hanya terjadi sebagian
dimana fungsi nosiseptor masih ada, hanya jumlah kanal sodium saja yang
meningkat. Hal ini dikarenakan kerja obat ini adalah menghambat votage gate sodium
channel. Lidokain yang biasa dipakai adalah lidokain patch 5%. Obat ini dioleskan
pada tempat yang nyeri dan dibiarkan selama 12 jam kemudian.

24
Obat-obatan yang digunakan untuk terapi PHN23
No. Golongan Obat Penjelasan singkat Jenis Obat Cara kerja Obat
1. Tricyclic Kompleks obat Amitritylin – Menghambat
antidepressants yang memiliki efek (Elavil) pengambilan kembali
antikolinergik serotonin/norepinefrin
sentral dan perifer oleh membrane
seperti efek neuronal presinaptik
sedative. Memiliki sehingga
efek sentral pada meningkatkan
transmisi nyeri dan konsentrasi sinaptik
memblok SSP.
pengambilan – Sebagai analgesic
kembali secara tertentu untuk kronik
aktif norepinefrin dan neuropatic pain
dan serotonin Nortriptylin – Terbukti efektif untuk
(Pamelor, nyeri kronik
Aventyl HCl) – Mekanisme kerja
sama dengan
amitiptylin
– Efek farmakodinamik
seperti desensitisasi
adenilat siklase dan
mengatur reseptor
beta adrenegik dan
serotonin.
2. Analgesik Capsaicin – Bahan kimia alami
topical yang terbuat dari
(Dolorac, tanaman family
Capsin, Solanaceae
Zostrix) – Bekerja dengan
menghilangkan dan
mencegah akumulasi
kembali substansi P di
neuron sensoris
perifer sehingga kulit
dan sendi menjadi
tidak sensitive
terhadap nyeri
– Substansi P menjadi
kemomediator
terhadap transmisi
nyeri dari perifer ke
SSP
Capsaicin 8% – Sebagai TRPV1
transdermal agonist
patch – Menghambat ekspresi

25
(qutenza) kompleks ion channel
reseptor pada serabut
saraf nosiseptif di
kulit yang dapat
menyebabkan nyeri
3. Corticosteroid Sebagai agent anti Dexamethason – Untuk mengobati
inflamasi. (Decadron, berbagai penyakit
Alba-dex, alergi dan inflamasi
Dalalone) – Mengurangi inflamasi
dengan menekan
migrasi PMN dan
membalikkan
peningkatan
permeabilitas kapiler
Prednisone Sama dengan
(Deltason, dexamethasone
Orasone,
Sterapred)
Methylprednis Sama dengan
olone (Solu- dexamethasone
medrol,
Adlone,
Duralone)
4. Antiviral agent Tujuan antivirus Famcyclovir Menghambat sintesis
untuk (Famvir) dan replikasi DNA virus
memperpendek
masa klinis,
mencegah
komplikasi,
berlanjut menjadi
masa latent &
mencegah kejadian
berulang, serta
mengurangi
transmisi
5. Anesthetic Agent ini Lidocain
menstabilkan anesthetic
membrane neuron (DermaFlex
sehingga neuron gel, Lidoderm
menjadi kurang 5% patch)
permeable terhadap
ion dan mencegah
inisiasi dan
transmisi impuls
saraf dengan
demikian

26
menyebabkan
terjadinya anastesi
local.
6. Anticonvulsant Agent ini Pregabalin Mengurangi eksitasi
digunakan untuk (lyrica) neurotransmitter dengan
mengatasi spasme cara mengikat subunit
otot yang berat dan alpha2-delta dari
menyebabkan gerbang voltase channel
sedasi pada kalsium.
neuralgia serta Gabapentin Sama dengan Pregabalin
mempunyai efek (Neurontin,
sentral terhadap Gralise)
nyeri. Gabapentin Sama dengan pregabalin
anacarbil
(Horizant)
7. Vaccine Digunakan untuk Zoster
mencegah Vaccine Life
penularan Herpes (Zostavax)
zoster

Neuropatic pain tidak berespon baik pada analgetik biasa seperti


aspirin, parasetamol, ibuprofen. Analgetik yang lebih kuat seperti codein
dan tramadol lebih disarankan untuk digunakan. Adapun obat-obat yang
dapat digunakan untuk menenangkan dan menahan nyeri seperti obat-obat
golongan tricyclic, anti-epileptic seperti gabapentin, dan golongan opioid pain
seperti morphine, codein, tramadol.
Terapi awal yang direkomendasikan untuk mengobati neuropatic pain seperti
PHN adalah Amitriptyline dan Pregabalin. Kedua obat ini dapat mengobati
nyeri secara signifikan namun tidak dapat menghilangkan nyeri sepenuhnya.
Kedua obat ini dapat dikonsumsi dalam bentuk tablet atau sirup.
 Amitriptyline
Merupakan antidepresan tricyclic yang terbukti efektif untuk
mengobati neuropatic pain seperti mengobati depresi. Obat ini bekerja
dengan mempengaruhi reaksi kimia di otak dan medulla spinalis untuk
bereaksi terhadap nyeri dan membuat reseptor nyeri menjadi kurang

27
sensitive. Dosis amitriptyline dapat dimulai dengan dosis rendah dan
dinaikkan selama beberapa minggu tergantung keuntungan dan efek
sampingnya. Sekitar 2-3 minggu untuk memperoleh efek penuh dengan
dosis yang tepat. Efek samping amitriptyline sebagai berikut : mulut kering,
berkeringat, penglihatan kabur, mengantuk, konsentrasi berkurang, masalah
buang air kecil. Apabila amitriptyline mampu mengurangi nyeri namun tidak
dapat menahan efek sampingnya makan dapat diganti dengan anti depresan
lainnya seperti imipramine, nortriptyline.
 Pregabalin
Merupakan obat anti epilepsy (anti konvulsan) yang digunakan utnuk
mengobati epilepsy. Sama halnya dengan amitriptyline, pregabalin juga
efektif untuk mengobati neuropatic pain. Obat ini bekerja dengan membantu
mengurangi/menghentikan impuls saraf. Terapi dengan pregabalin dapt
dimulai dengan dosis rendah kemudian dinaikkan sampai memperoleh efek
maksimal. Efek samping pregabalin yang paling sering adalah pusing dan
mengantuk. Efek samping lain adalah kurang koordinasi/keseimbangan,
berat badan bertambah, retensi cairan, gangguan memori sementara21.

Prognosis

PHN tidak dapat disembuhkan. Tetapi jika diterapi lebih awal maka
perbaikannya akan lebih besar. Banyak pasien dengan PHN mengalami
perbaikan nyeri dari waktu ke waktu. Hal ini tergantung dari durasi nyeri yang
terjadi. Apabila PHN tetap berlangsung selama 6 bulan setelah infeksi herpes
zoster maka kesempatan untuk mengalami perbaikan selama 12 bulan ke depan
sebesar 60%. Jika nyeri berlangsung lebih dari 1 tahun maka hanya sedikit
perbaikan yang dapat terjadi dan apabila setelah 3 tahun nyeri masih menetap
maka secara praktis tidak dapat disembuhkan Error! Bookmark not defined.8.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Sumaryo Sugastiasri. Prevention and Treatment of Post Herpetic Neuralgia to


be Travelling. Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas
kedokteran Universitas Diponegoro. RSUP dr.Karyadi. Semarang.2011
2. Gharibo Christofer MD, Kim Caroline MD. Neuropathic Pain of Post
Neuropathic Neuralgia. Pain Medicine News Special Edition. December 2011.
3. Roxas M. Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia:Diagnosis and
Therapuetic Considerations. Alternative Medicine Review Vol.11. 2006;102.
4. McElveen W Alvin. Postherpetic Neuralgia Workup.
(http://emedicine.medscape.com/article/1143066-overview). Updated: July 3,
2012.
5. Turk D, Ronald M. Handbook of Pain Assessment. Edisi 2. 2001. London:
The Guilford Press
6. Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook of
Clinical Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3. 2006. Canada:
Elsevier. p654-674
7. Jericho B. Postherpetic Neuralgia: A Review. Volume 16. 2010. Chicago: The
Internet Journal of Orthopedic Surgery
8. Panlilio L, Paul J, Srinivasa N. Current Management of Postherpetic
Neuralgia; dalam The Neurologist. Volume 8. 2002. Baltimore. p339-350
9. Regina, Lorettha W. Neuralgia Pascaherpetika. Volume 39. 2012. Jakarta.
p416-419
10. Roxas M. Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia: Diagnosis and
Therapeutic Considerations. Volume 11. 2006. Alternative Medicine Review.
p102-111
11. Gharibo C, Carolyn K. Neuropathic Pain of Postherpetic Neuralgia. 2011.
New York: Pain Medicine News. p84-91
12. Alvin W. Postherpetic Neuralgia; dalam Medscape Reference. Editor: Robert
A. 2012
13. Dubinsky R, et al. Practice Parameter: Treatment of Postherpetic Neuralgia.
2004. American Academy of Neurology. p959-965
14. Rabey M, M. Manip. Post-herpetic Neuralgia: Possible Mechanisms for Pain
Relief with Manual Therapy. 2003. London: Science Direct. p180-184
15. Bowsher D. The Management of Postherpetic Neuralgia. 1997. Liverpool:
The Fellowship of Postgraduate Medicine. p623-629

29
16. McElveen W Alvin. Postherpetic Neuralgia Clinical Presentation.
(http://emedicine.medscape.com/article/1143066-overview). Updated: July 3,
2012
17. Sumaryo Sugastiasri. Prevention and Treatment of Post Herpetic Neuralgia to
be Travelling. Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas
kedokteran Universitas Diponegoro. RSUP dr.Karyadi. Semarang.2011 (11)
18. Staff of the Pain Relief Foundation, Walton Centre Pain Team, Walton Center
for Neurology and Neurosurgery. Herpes zoster and Postherpetic Neuralgia.
Dealing with pain series 2003: Herpes zoster & PHN. Clinical Sciences
Centre, University Hospital Aintree, Lower line, Liver Pool L9 7LJ,UK : 1.
(www.painrelieffoundation.org.uk)
19. Wahyudi H, Selvarasan S. Patofisiologi dan Faktor Resiko Neuralgia Paska
Herpetika. Bagian.SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Udayana.
2012.
20. Symptom of PostHerpetic Neuralgia.
(http://www.nhs.uk/Conditions/postherpetic-neuralgia/Pages/symptoms.aspx).
Last reviewed: 01/08/2012.
21. Treating PostHerpetic Neuralgia. (http://www.nhs.uk/Conditions/postherpetic-
neuralgia/Pages/treatment.aspx). Last reviewed: 01/08/2012.
22. Mardani Agil Zulfah. Terapi Post Herpetic Neuralgia/PHN atau Nyeri Paskah
Herpes/NPH.2009. ( diunduh dari www.scribd.com, februari 2017)
23. McElveen W Alvin. Postherpetic Neuralgia Medication.
(http://emedicine.medscape.com/article/1143066-overview). Updated: July 3,
2012.

30

Anda mungkin juga menyukai