I. PENDAHULUAN
Pohon ara tumbuh di pinggir sungai di daerah Provinsi Bengkulu dan penanganan
pasca panen yang masih jarang maka diperlukan alternatif pengolahan buah ara menjadi
suatu produk pangan yang bisa dikenal dan disukain oleh masyarakat luas, Selai buah
merupakan salah satu produk pangan semi basah yang cukup dikenal dan disukai oleh
masyarakat. Food & Drug Administration (FDA) definisikan selai sebagai produk
olahan buah-buahan baik berupa buah segar buah beku, buah kaleng maupun campuran
ketiganya. Pemanfaatan buah menjadi produk selai dapat mendatangkan keuntungan
yang cukup besar. Selai yang dihasilkan juga dapat disimpan dalam waktu relatif lama
(Fachruddin, 1997 ).
Selai merupakan produk makanan dengan konsistensi gel atau semi padat yang
dibuat dari bubur buah. Konsistensi gel atau semi padat pada selai diperoleh dari
senyawa pektin yang berasal dari buah atau pektin yang ditambahkan dari luar, gula
sukrosa dan asam. Interaksi ini terjadi pada suhu tinggi dan bersifat menetap setelah
suhu diturunkan. (Hasbullah, 2007).
1
Buah Ara kurang mengandung pektin sehingga perlu ditambahkan pektin jika
dibuat selai. Pektin adalah senyawa polimer yang dapat mengikat air, membentuk gel
atau mengentalkan cairan bersama gula dan asam (Puspitasari, dkk., 2008). Selain
pektin yang berpengaruh dalam pembentukan gel pada produk selai adalah gula. Gula
ditambahkan untuk pembentukan gel, memberikan rasa manis dan sebagai pengawet .
Menurut Siregar (2009) penambahan gula akan mempengaruhi keseimbangan pektin
dan air, pektin akan menggumpal dan membentuk suatu serabut halus, kontinuitas dan
kepadatan ditentukan olehan banyaknya kadar pektin dan gula yang digunakan. Harto
(2016), pada penelitaian pembuatan selai sawo menggunakan kosenterasi pektin 0.5%,
0.7% dan konsentrasi gula 35%, 45%, 55%. Produk terbaik selai sawo adalah
penggunaan pektin 0.5% dan gula 55%, dilihat dari tingkat kesukan panelis, total
padatan terlarut, pH, dan serat buah positif. Situmorang (2016) pada penelitian selai
mangga bengkulu menggunakan pektin sebanyak 2 gram, dengan kombinasi proporsi
gula merah dan gula pasir 10:10, 10:15, 10:20, 20:10, 20:15,30:10,30:20. Produk terbaik
pada kombinasi proporsi gula merah dan gula pasir 30:20.
Berdasarkan latar belakang ini, maka akan dilakuan kajian tentang pembuatan selai
buah ara dengan ditambahkan konsentrasi pektin dan kombinasi gula pasir dan gula
merah yang ditambahkan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana mutu fisik, kimia dan organoleptik selai buah ara (Ficus Racemosa L.)
dengan penambahan pektin dan kombinasi gula pasir dan gula merah yang
ditambahkan.
2. kombinasi gula pasir dan gula merah yang ditambahkan keberapa yang paling
disukai panelis.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini untuk:
1. Mendapatkan pengaruh penambahan pektin dan kombinasi gula pasir dan gula
merah yang ditambahkan, terhadap sifat fisik, kimia, dan organoleptik selai ara .
2. Mendapatkan persentasi yang paling disukai panelis.
3
3.5. Langkah-Langkah Penelitian
3.5.1 Persediaan Bahan Selai Ara
Buah ara yang digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan selai diambil
didaerah Bengkulu Buah yang diambil dilakukan sortas, selanjutnya dicucui, kemudian
dijadikan bubur buah ara dengan tambahan air, membeli pektin sebagai bahan tambahan
dan bahan pengental. Membeli gula pasir dan gula merah.
3.5.2 Pembuatan selai
Proses pembuatan selai ara, bubur buah sebanyak 100 gram setiap unit
percobaan .kemudian dicampur dengan pertama gula merah, kedua gula merah dan gula
pasir, ketiga gula pasir. Kemudian ditambahkan pektin dengan persentase 0,5%, 0,75%,
1% pada masing-masing unit sampel selai, proses selanjutnya selai dimasak dengan
suhu yang sama, sampai bahan mengental.
Kadar air pada selai mengaruhi kekentalan dan tekstur pada selai buah ara.
3.6.2 Uji pH
Uji pH dilakukan untuk melihat tingkat keasaman sediaan gel untuk menjamin
sediaan gel tidak menyebabkan iritasi pada kulit. pH sediaan gel diukur dengan
menggunakan stik pH universal. Stik pH universal dicelupkan ke dalam sampel gel
yang telah diencerkan, diamkan beberapa saat dan hasilnya disesuaikan dengan
standar pH universal. pH sediaan yang memenuhi kriteria pH kulit yaitu dalam
interval 4,5 – 6,5 (Tranggono dan Latifa, 2007).
3.6.3 Uji Daya Oles
Prosedur pengujian daya oles menurut Sudarminto et al. (1998). Prosedur
pengujian daya oles dengan disiapkan dua lembar kaca berukuran 20 cm x 5 cm x
2 mm direkatkan pada bidang oles (kaca). Sampel ditimbang sebanyak 3 gr
diratakan sepanjang 2 cm pada ujung pisau oles. Sampel dioleskan pada bidang
oles hingga jarak terjauh yang dapat dicapai. Jarak terjauh adalah jarak yang dapat
dicapai sampel tanpa terputusnya olesan. Jarak terjauh yang dapat dicapai sampel
4
diukur dengan mistar. Hasil daya oles yaitu jarak terjauh (cm). Menurut Muryanti
(2011) tekstur selai yang bagus bisa dilihat dari kemudahan produk menyebar pada
permukaan produk lain (roti) bila dioleskan.
5
DAFTAR PUSTAKA
Depp, P., A. K. Singh, M. T. Ansari, P. Raghav. 2013. Pharmacological Potentials of Ficus
racemosa. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research.
22(1) : 29-34
Dewi, Surti dan Ulfatun. (2010). Kualitas Selai yang Diolah dari Rumput Laut, Gracilaria
verrucosa Eucheuma cottoni, Serta Campuran Keduanya. Jurnal Perikanan (J.
Ish.Sci.). XII (1): 20-27
Harto, Y., Yessy, R., dan Laili, S. 2016. Karakteristik Fisik, Kimia, Dan Organoleptik Selai
Sawo (Achras Zapota L.) Dengan Penambahan Pektin Dan Sukrosa. Jurnal
Agroindustri Universitas Bengkulu. Bengkulu.6(2) : 88-100.
Hasbullah. 2007. Otonomi Pendidikan (Kebijakan Otonomi Daerah Dan Implikasinya
Terhadap Penyelanggaraan Pendidikan). Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Muryanti, (2011). Proses Pembuatan Selai Herbal Rosella (Hibiscus sabdarifa L) Kaya
Antioksidan dan Vitamin C. Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret
Nur’aini, Syamsuardi, dan A. Arbain. 2013. Tumbuhan Ficus L (Moraceae) Di Hutan
Konservasi Prof Soemitro Djojohadikusumo PT Tidar Kerinci Agung Sumatera Barat.
Jurnal Biologi Universitas Andalas. Padang. 2(4) : 235-241.
Puspitasari, D., N., Datti, dan L., Edahwati. 2008. Pengolahan Sumber Daya Alam Dan
Energi Terbarukan (Ektraksi Pektin dari Ampas Nanas). Surabaya, Makalah Seminar
Nasional Soebardjo Brotohardjono, 18 Juni 2008
Rahayu, W. P. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik Jurusan Teknologi Pangan
Dan Gizi. Fakultas Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Singh, R., A. Ali, G. Jeyabalan, S. Kakar dan A. Semwal. 2013. Development of quality
control parameters for the standardization of fruit of Ficus racemosa Linn. (M).
Journal of Acute Disease. 207-213. Doi: 10.1016/S2221-6189(13)60128-6
Siregar, R., 2009. Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat dan Lama PenyimpananTerhadap
Mutu Marmalade Sirsak (Anona muricata L). Skripsi. FakultasPertanian.Universitas
Sumatra Utara, Medan.
Situmorang, B., Yessy, R., dan Laili, S. 2016. Karakteristik Selai Mangga Bengkulu Dengan
Berbagai Proporsi Gula Kelapa Dan Gula Pasir. Skripsi. Universitas Bengkulu.
Bengkulu
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan
Dan Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Yogyakarta. 160 Hal
Sudarminto., Yuwono, S., dan Trim, S. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Tranggono, R.I., dan F. Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. PT.
Gramedia, Jakarta.
6
Lampiran 1: Diagram alir pembuatan selai buah Ara
Buah Ara
Pencucian
air
buah
Pembuatan
bubur buah
Selai ara