Anda di halaman 1dari 6

Nadhira Azka Afifa

240210150108

IV. HASIL PENGAMTAN DAN PEMBAHASAN

Gula merupakan bahan utama dalam pembuatan kembang gula. Gula yang
digunakan biasanya sukrosa. Beberapa gula ditambahkan untuk mengatur proses
kristalisasi pada kembang gula, ini dikarenakan sukrosa memiliki sifat yang mudah
mengkristal ketika dipanaskan. Beberapa produk kembang gula menginginkan
adanya kristalisasi tersebut namun beberapa lainnya menghindari proses kristalisasi
yang optimal. Titik lebur sukrosa adalah 1600C (Winarno, 1997). Apabila keadaan
ini telah tercapai dan terus dipanaskan sampai suhunya melampaui titik leburnya,
maka mulailah terjadi bentuk amorf yang berwarna cokelat dan terbentuklah
pigmen karamel.

Praktikum kali ini yakni menguji kekentalan dan pemasakan gula dengan
beberapa perlakuan suhu. Hal ini untuk membuktikan bahwa suhu berpengaruh
pada tekstur yang akan dihasilkan. Mula-mula, gula ditimbang sebanyak 200 gram,
kemudian dipanaskan dan diaduk. Setelah mencair, gula diteteskan pada baskom
yang berisi air es. Berikut merupakan hasil pengamatan yang dilakukan :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Kekentalan dan Pemasakan Gula
Suhu Warna Aroma Rasa Tekstur Gambar
Kristal
Putih
Manis gula
1050C kecoklatan ++
++ belum
pucat
meleleh
Ada gula
P yang
Putih Manis
A 1150C +++ belum
kecoklatan +++
N meleleh,
C kristal ++
I Manis Kristal
1220C Kecoklatan ++++
++++ bening+
1 Manis
+ Kristal
1380C Coklat +
Pahit coklat ++
+++
Kristal
Gula Pahit
1540C Cokelat tua coklat
terbakar ++++
+++
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2018)
Nadhira Azka Afifa
240210150108

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Kekentalan dan Pemasakan Gula


Suhu Warna Aroma Rasa Tekstur Gambar
Putih Manis Keras,
1050C -
keemasan + kasar
Putih Manis Keras,
P 1150C -
keemasan + kasar
A
Emas Manis Keras,
N 1220C -
keputihan ++ kasar
C
Coklat Manis Keras,
I 1380C -
bening +++ halus
2 Manis
sediki
0 Cokelat Sedikit Keras,
154 C t
bening gosong halus
goson
g
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2018)

Berdasarkan hasil pengamatan warna gula dari panci 1 menyatakan semakin


tinggu suhu semakin tua pula warna coklatnya, lain dengan gula panci 2 dimana
semakin tinggi suhu warna pada coklat tidak menjadi coklat tua melainkan coklat
bening. Hasil aroma gula panci 1 menyatakan semakin lama semakin tercium aroma
gula terbakar, sengangkan gula panci 2 semakin lama semakin tercium bau gosong
yang terjadi. Hasil rasa gula panci 1 menyatakan semakin lama pemanasan makan
rasa akan semakin pahit, sedangkan pada gula panci 2 semakin lama pemasakan
rasa gula menjadi manis sedikit gosong. Hasil tekstur gula panci 1 menyatakan
semakin tinggi suhu pemanasan terkstur gula akan semakin mengkristal dan
semakin coklat, sedangnya tekstur gula pada panci 2 semakin tinggi suhu
pemanasan tekstur tetap menjadi keras dan halus.
Suhu 122oC ini menjadi suhu yang ideal dalam pemasakan gula. Gula yang
dihasilkan memiliki warna yang baik yaitu kecoklatan pada panci 1, sedangkan
pada panci 2 warna yang didapat yaitu emas keputihan. Aroma gula yang semakin
lama akan menghasilkan aroma gosong karena suhu yang digunakan terlalu tinggi,
sama halnya dengan rasa yang semakin lama rasa akan semakin pahit sehingga
membuat gula tidak mengkaramel melainkan menjadi gosong dan rasanya pahit.
Bau dan rasa karamel yang khas adalah akibat dari sejumlah hasil fragmentasi dan
dehidrasi gula, termasuk diasetil, asam asetat, asam format, dan yang mempunyai
bau khas karamel yaitu asetil formalin (4 hidroksi 2,3,5 heksana trion) dan 4
Nadhira Azka Afifa
240210150108

hidroksi 25 dimetil –3 (2H) Furanon akibat proses karamelisasi yang juga akan
menghasilkan warna coklat (karamel) (De Man dan John, 1997).
Tekstur keras pada gula yang dihasilkan merupakan hasil dari proses
pemasakan. Permen keras juga merupakan larutan supersaturasi antara air, gula,
sirup jagung tersebar/terdispersi secara homogen dan seimbang di dalamnya. Hard
candy merupakan kembang gula yang mempunyai formasi paling sederhana, dibuat
dengan bahan baku utama gula dan sirup yang dipanaskan pada temperatur 1490C.
Sukrosa yang digunakan pada pembuatan hard candy umumnya sebanyak 50-70 %
dari berat total. Hasil penelitian Wahyuni dan Made (1998) menunjukkan bahwa
peningkatan kadar sukrosa akan meningkatkan kekentalannya. Untuk pembuatan
hard candy dapat digunakan sukrosa dalam bentuk granular atau gula cair.
Seperti halnya yang dikatakan oleh Vail et al (1978), karakteristik kembang
gula lunak karamel tergantung dari suhu pemasakan, reaksi pencoklatan, dan
bahan-bahan lain dalam campuran kembang gula lunak karamel yang membantu
mencegah kristalisasi atau senyawa yang terbentuk dari sukrosa akibat pemanasan
suhu tinggi. Karamel dapat diklasifikasikan berdasarkan tekstur yang diatur melalui
kadar air sisa, sebagai karamel keras (kadar air 6%), sedang (kadar air 8%), dan
lunak (kadar air 10%) (Buckle et al., 1987).
Daya larut gula ini dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu suhu dan padatan terlarut
lain. Dimana semakin tinggi suhunya maka akan semakin tinggi daya larutnya dan
semakin tinggi titik didihnya (Tjahjadi dkk, 2008). Pemasakan ini berperan dalam
mengurangi kadar air adonan, meleburkan bahan-bahan, melarutkan bahan,
karamelisasi gula dan inversi sukrosa (Tjahjadi dkk, 2008).
Melihat hasil pengamatan kembali, terlihat bahwa hasil dari pemasakan
panci 1 dengan panci 2 mendapatkan hasil yang berbeda, hal ini dapat terjadi akibat
pengadukan yang kurang merata, api yang terlalu besar atau terlalu kecil, dan waktu
yang dilakukan tidak sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Hal ini juga dapat
disebabkan dari alat yang digunakan berbeda, sehingga luar permukaan pindah
panasnya pun berbeda. Dalam komposisi gula juga berpengaruh. Berikut
merupakan table tingkat pemasakan gula menurut berbagai suhu :
Tabel 3. Tingkat Pemasakan Gula dengan Berbagai Perlakuan Suhu dan Hasil
Produknya
Nadhira Azka Afifa
240210150108

Temperature at sea level,


Stage Product
sugar and water mixture
Degrees C. Degrees F.
Thread 110 – 113 230 – 235 Syrup
Soft ball 113 – 116 235 – 240 Fondant, fudge, penuche
Firm ball 119 – 121 246 – 250 Caramels
Hard ball 121 – 129 250 – 265 Divinity, marsmallows,
Soft crack 132 – 143 270 – 290 Butterscotch, taffies
popcorn balls
Hard crack 149 – 154 300 – 310 Brittle, glace
Sugar liquefies 160 320 Barley sugar
Liquid becomes 170 338 Caramelized sugar
Brown
(Sumber : Herudiyanto dan Herlina, 2016)
Jika melihat pada table berikut, maka dapat dilihat bahwa ada beberapa
tingkatan pemanasan gula untuk menghasilkan tekstur. Tesktur tersebut
dipengaruhi oleh suhu yang digunakan dalam pemasakan gula. Selain itu, informasi
mengenai tingkat kekerasan atau jenis kembang gula. Merujuk dari table tersebut,
untuk suhu 105oC bahwa kembang gula tersebut termasuk ke dalam stage thread
atau akan memberikan tekstur seperti benang, produknya yakni sirup. Untuk suhu
115oC yakni soft ball dengan produk fondant, fugde dan penuche. Untuk suhu
112oC produknya marsmallow dan divinity dengan tingkatan firm ball. Suhu 138oC
yakni soft crack dengan produk butterscotch dan taffies. Untuk suhu 154oC
termasuk ke dalam hard crack dengan contoh produk brittle, glace.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Nadhira Azka Afifa
240210150108

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka didapat kesimpulan


sebagai berikut:
 Suhu 105oC dalam stage thread, suhu 115oC yakni soft ball, suhu 112oC
firm ball, suhu 138oC yakni soft crack, suhu 154oC termasuk ke dalam hard
crack.
 Suhu pemasakan sirup gula sangat berpengaruh terhadap kualitas kembang
gula yang terbentuk; terutama terhadap tekstur, kekerasan, dan warnanya.
 Hasil dari pemasakan panci 1 dengan panci 2 mendapatkan hasil yang
berbeda, hal ini dapat terjadi akibat pengadukan yang kurang merata, api
yang terlalu besar atau terlalu kecil, waktu yang dilakukan tidak sesuai
dengan waktu yang sudah ditentukan, serta alat yang digunakan berbeda
sehingga luar permukaan pindah panasnya pun berbeda.

5.2 Saran
Adapun saran dari praktikum kali ini adalah:
 Pengamatan yang dilakukan seharusnya dilakukan oleh semua kelompok,
agar tidak ada pengamatan yang dilewati yang menghasilkan data yang
kurang akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, M. Wootton 1987. Ilmu Pangan (Hari


Purnomo dan Adiono, Penerjemah). Jakarta: UI-Press.
De Man and John M. 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Herudiyanto, Marleen dan Herlina M. 2016. [PDF] Panduan Praktikum Teknologi
Pengolahan Cokelat dan Kembang Gula.
Tjahjadi, Carmencita. Souvia Rahimah dan Herlina Marta. 2008. Teknologi
Pengolahan Cokelat dan Kembang Gula. Universitas Padjadjaran.
Jatinangor.
Vail, G. E., Jean A. P., L. O. Rust, R. M. Griswold, dan M. M. Justin. 1978. Foods
7th ed. Houghton Miffin Company. Boston.
Wahyuni, A.M. dan Made, A. 1998. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat
Guna Cv Akademika Pressindo. Jakarta.
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai