Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH SUHU CURING TERHADAP PENYEMPURNAAN TAHAN

API MENGGUNAKAN ORGANOPHOSPAT PADA KAIN POLIESTER


LAPORAN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Teknologi Penyempurnaan 1

Kelompok 4
Disusun oleh : Adzkia N.A.H (17020007)
Amalia P. (17020007)
Dhanny E.H. (17020007)
Dhea N. (17020007)
Grup : 2K1
Nama Dosen : Wulan S., S.ST.,M.T.
Asisten Dosen : Desti M., S.ST.
Desi Riana

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL


POLITEKNIK SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL
BANDUNG
2019
I. Maksud dan Tujuan
1.1 Maksud
Untuk Mengetahui proses penyempurnaan tahan api dengan menggunakan
resin jenis organophospat pada kain polyester.
1.2 Tujuan
- Memberikan sifat tahan api pada kain polyester.
- Mengevaluasi sifat tahan api pada kain polyester setelah proses
penyempurnaan tahan api .
- Menganalisis pengaruh resin tahan api jenis organophospat terhadap kain
polyester.

II. Dasar Teori


2.1 Serat Poliester
Serat poliester merupakan suatu polimer yang mengandung gugus ester dan
memiliki keteraturan struktur rantai yang menyebabkan rantai-rantai mampu saling
berdekatan,sehingga gaya antar rantai polimer poliester dapat bekerja membentuk
struktur yang teratur. Poliester merupakan serat sintetik yang bersifat hidrofob
karena terjadi ikatan hidrogen antara gugus – OH dan gugus – COOH dalam
molekul tersebut.Oleh karena itu serat poliester sulit didekati air atau zat
warna.Serat ini dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol.

Sifat fisika polyester:


1. Elektrostatis : Mempunyai elektrostatik yang cukup tinggi
2. Berat jenis : 1,38 g/cm3
3. Kekuatan tarik : 4.5 – 7.5 g/denier
4. Mulur : 25 % - 75 %.
5. Morfologi : Berbentuk silinder dengan penampang melintang bulat
6. Moisture Regain : RH 65 ± 2 % dan suhu 20o C ± 1 % , MR 0.4 %
RH 100 % , MR 0.6 % - 0.8 %
7. Pengaruh Panas : tahan panas sampai suhu 220oC suhu 230-240oC
melunak, suhu 260oC polyester meleleh.
Sifat kimia polyester:
1. Pengaruh alkali : Tahan terhadap alkali lemah, terhidrolisa esternya
pada
alkali kuat
2. Pengaruh asam : Tahan asam lemah dan asam kuat namun suhu
rendah.
3. Zat organic :Akan lartut dalam zat organik seperti metakresol, asam
triflouroasetat–klorofenil dan campuran triokhlorofenol
dengan fenol dan campuran tetra kloro etana dengan
fenol

2.2 Penyempurnaan Tahan Api

Kain mudah terbakar (flammable) adalah kain yang akan terus terbakar
meskipun tanpa dibantu bila terkena api. Sedangkan kain tahan api atau non
flammable (flame proof fire resistant) merupakan kain yang tidak terbakar bila
terkena api. Flame retardant adalah istilah yang dipakai untuk menerangkan sifat
tidak mudah terbakar pada kain, dimana pembakaran berlangsung lambat dan api
akan mati dengan sendirinya bila sumber nyala api ditiadakan.

Pada peristiwa pembakaran api pada kain terjadi dekomposisi kimia serat
dan menghasilkan suatu bahan tertentu yang mudah menguap dan dapat terbakar.
Bila nyala apinya padam maka tinggallah residu seperti karbon. Bagaimanan sifat
bahan dalam pembakaran ditentukan oleh jumlah bahan yang menguap. Perlu
diingat bahwa sisa pembakaran (arang) juga dapat membara dan terus terbakar.
Penyempurnaan tahan api diharapkan dapat mencegah tekstil terbakar bila
terkena api dan mencegah bara api terus menyala pada sisa pembakaran.
Setiap serat memiliki sifat yang berbeda bila dibakar. Kapas dan serat
selulosa lainnya akan menyala dan terbakar pada suhu 320OC sedangkan wol
pada suhu yang lebih tinggi. Serat-serat sintetik akan meleleh saat terbakar dan
dari bahan yang terbakar akan terlepas gumpalan gumpalan-gumpalan lelehan
serat yang menyala. Sifat dan struktur serat tekstil juga saat menentukan sifat
pembakaran. Pembakaran akan cepat jika struktur kain mendukung penyimpanan
udara atau oksigen sehingga meneruskan pembakaran setelah dinyalakan,
misalnya kain yang permukaannya berbulu (napped, pile). Demikian pula dengan
kain yang struktur terbuka.
2.2.1 Proses Terbakarnya Bahan Tekstil

Proses pembakaran pada dasarnya terdiri dari proses pemanasan,


dekomposisi, penyalaan dan perambatan. Panas yang timbul akibat adanya
sumber dari luar akan menyebabkan proses pembakaran. Panas akan menaikkan
suhu bahan tekstil sampai degradasi dan dekomposisi pada struktur polimer,
dimana dari polimer selulosa biasanya akan terbentuk sisa karbon. Selanjutnya
padatan akan terurai menghasilkan gas, baik gas yang mudah terbakar maupun
tidak. Jumlah relative dari gas yang mudah terbakar maupun tidak mudah terbakar
yang dihasilkan tergantung pada sifat serat, kondisi lingkungan dan zat kimia yang
digunakan.

Proses pembakaran biasanya dibagi menjadi proses menyala (flaming),


membara (glowing) dan memijar (smoldering).

 Nyala (flame)

Menyala adalah proses pembakaran yang digambarkan sebagai suatu


proses terbakarnya gas yang terurai dipermukaan. Proses dekomposisi
thermal yang terjadi pada selulosa selalu didahului oleh proses nyala. Proses
nyala ini menghasilkan gas, cairan, arang dan padatan. Penyalaan
merupakan proses pembakaran yang terjadi secara eksotermis yang terdiri
dari uap yang mudah terbakar dan terurai dipermukaan bahan tekstil.

 Bara (glow)

Membara merupakan proses eksotermis yang terjadi dipermukaan dan


berada pada fase gas yang hanya berada diatas permukaan. Keadaan ini
berlangsung dalam kondisi jumlah oksigen yang melimpah. Bahan tekstil
dengan penyempurnaan tahan bara sering diperoleh bersama-sama dengan
sifat tahan nyala api. Zat penghambat nyala yang berfungsi sebagai
penghambat bara misalnya fosfat, tetapi beberapa dari jenis lainnya seperti
sufamat, mempunyai daya penahan bara yang kecil. Panas pembakaran
pada selulosa sekitar 400 – 500 oC, sedangkan suhu nyala bara api sekitar
600 oC.

 Pijar (smolder)

Proses pemijaran secara umum terjadi dibawah permukaan dan


biasanya dalam kondisi persediaan oksigen yang sangat sedikit. Proses
pemijaran ini terjadi secara lambat, dan biasanya disertai dengan keluarnya
asap, tetapi tanpa disertai adanya nyala atau bara.kemampuan meneruskan
pemijaran sangat dipengaruhi oleh adanya panas dari reaksi eksotermis yang
ditahan didekat area yang sedang berpijar. Suhu minimum yang dibutuhkan
untuk mempertahankan pemijaran dipengaruhi oleh karakteristik bahan ketika
mengalami proses oksidasi dan jumlah oksigen yang ada. Pada kondisi
kandungan okasigen yang lebih besar, dengan suhu yang lebih rendah
proses pembaraan dapat bertahan lebih lama. Metoda yang baik yang dapat
digunakan untuk mencegah proses pemijaran adalah dengan menghilangkan
panas dengan segera dari daerah yang mengalami proses oksidasi.

2.2.2 Bahan –bahan penyempurnaan tahan api :


1. Zat yang larut dalam air dan larutannya dapat dikeringkan pada kain
misalnya borax (Na2B4O7.10H2O) dan alumunium sulfat (Al2[SO4]3.18H20)
hasilnya penyempurnaannya tidak tahan cuci.
2. Zat yang tidak larut, terutama zat organik.
3. Bahan-bahan organik dengan kelarutan terbatas. Fiksasi pada bahan
tekstil dibantu resin sintetik sebagai zat pengikat.
4. Bahan yang diaplikasikan pada serat melalui larutan atu dispersi dan
selanjutnya direaksikan dengan serat, sedangkan bahan-bahan asam
peristiwa membentuk ester dengan selulosa.

2.2.3. Proses penyempurnaan tahan api


Diantara zat – zat untuk penyempurnaan tahan api yang larut dalam air
adalah :
 Borax (Na2B4O7.10H2O)
 Aluminium sulfat (Al2[SO4]3.18H2O)
 Campuran borax / asam borat 7 : 3
 Campuran borax/ diamonium – hidrogen – fosfat 1 : 1
Zat – zat tersebut meleleh pada suhu relatif rendah dan membentuk busa
pelindung api pada serat. Zat – zat tersebut efektif untuk mencegah nyala api
walaupun bersifat tidak permanen. Asam borat dan asam fosfat atau garamnya
dapat menghambat nyala bara api (afterglow) karena dapat melepaskan asam
pada suhu tinggi.
Proses penyempurnaan tahan api dengan bahan – bahan anorganik tidak
larut adalah proses perkin, yang didasarkan pada dekomposisi ganda natrium
stanat dan amonium sulfat sehingga menghasilkan stani – oksida pada bahan
tekstil. Proses ini menyebabkan kerusakan kain kapas dan kurang tahan cuci.
Proses pengendapan oksida titanium, antimon dan zirkonium.
Beberapa teori bermaksud menerangkan bagaimana fungsi dan zat tahan
api yang digunakan terhadap serat. Teori tersebut meliputi teori pelapisan, gas,
thermal, ikatan hidrogen, katalisatorb dehidrasi dari selulosa untuk karbon dan air.
1. Teori pelapisan (coating)
Zat tahan api yang terbentuk berupa lapusan tipis transparan dan buih
yang stabil pada permukaan serat. Lapisan tersebut melindungi bahan dari
udara berfungsi sebagai pelindung dari api dan mengikat zat-zat yang
mudah menguap selama terjadi pembakaran. Teori ini cukup memadai
untuk penggunaan zat tahan api, teori ini menerangkan tipe-tipe kejadian
lain.
2. Teori gas
Teori ini menyatakan bahwa zat tahan api mengurai pada suhu
pembakaran, gas-gas yang dihasilkannya tidak terbakar, gas tersebut
melemahkan nyala api yang terjadi dengan cara menguraikan selulosa pada
konswentrasi dibawah titik dimana seratnya terbakar. Teori ini berhasil jika
zat tahan api yang digunakan mengandung unsur halogen, dalam
kenyataannya langsung terjadi mekanisme radikal bebas.
3. Teori Pemanasan (Thermal Teori)
Dua mekanisme pemanasan telah diajukan untuk menerangkan
terjadinya penghambatan pembakaran pada serat selulosa.
a. Kalor yang diterima dari sumber dihamburkan dengan cara menerima
panah penggantian (endotermic change) seperti penggabungan atau
sublimasi dari zat tahan nyala api, yang mencegah penyebaran
pembakaran.
b. Panas dihantarkan secara cepat sedangkan selulosa tidak dapat
menjangkau suhu pembakaran.
Kedua mekanisme diatas dapat digunakan pada kebanyakan zat tahan api
yang diketahui.
1. Ikatan hidrogen
Bahwa ikatan hidrogen yang kuat dari zat tahan api dapat
membantu menstabilkan ikatan antara bagian-bagian selulosa dengan
menurunkan kadar gas yang mudah menguap dan oleh sebab itu akan
menurunkan sifat pembakaran selulosa. Tetapi walau bagaimanapun
ikatan hidrogen tidak akan terbentuk pada suhu 400-500C.
2. Teori Penghilangan Air
Teori ini menyatakan bahwa sifat tahan api disebabkan kira-kira
oleh katalisator dehidrasi pada selulosa melalui reaksi dari asam lewis
dengan selulosa melalui perantara cara kerja ion carbinium. Oleh
karena itu akan diturunkan sisa pembakarannya yang disebabkan
oleh naiknya kadar arang dan turunnya nilai pembakaran.

2.3 Resin Liguard 700

III. Percobaan/Praktikum
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Gelas piala
- Pengaduk
- Pipet volume
- Nampan plastik
- Timbangan digital
- Mesin pad
- Mesin stenter

3.1.2 Bahan
- Kain polyester
- Resin tahan api jenis organophospat
- Air
3.2 Diagram Alir

Perhitungan resep
Persiapan alat dan
dan penimbangan
bahan
bahan

Proses perendaman
Pembuatan larutan
kain pada larutan
resin tahan api
resin tahan api

Proses drying suhu


Proses padding
100℃ selama 2
WPU 70%
menit

Proses curing suhu


Pencucian/ Tanpa 150℃, 170℃ ,
cuci 190℃ selama 2
menit

Proses drying Evaluasi


untuk kain yang
Uji tahan api
dicuci suhu 100℃
3.3 Resep

3.4 Fungsi Zat

3.5 Skema Proses

3.6 Prosedur Kerja


 Proses Penyempurnaan Tahan Api
1. Menyiapkan alat dan bahan, menghitung kebutuhan zat dan menimbang
kebutuhan zat dan kain.
2. Persiapan larutan penyempurnaan tahan api.
3. Siapkan kain dalam baki kemudian masukan larutan penyempurnaan
tahan api dalam baki yang telah diletakkan bahan contoh uji
4. Dilakukan padding sebanyak 2x putaran dengan WPU 70%.
5. kemudian di keringkan pada mesin stenter dengan suhu 100⁰C
6. Curring pada suhu 150⁰C , 170⁰C, 190⁰C.
7. Melakukan evaluasi tahan api.
8. Kain kedua dilanjutkan dengan proses pencucian kemudian dikeringkan
dan dilakukan evaluasi yang sama.

3.7 Perhitungan Resep

3.8 Data Pengamatan


IV. Diskusi
.
V. Kesimpulan
Daftar Pustaka

Hendrodyantopo, dkk. 1998. Teknologi Penyempurnaan. Bandung : Sekolah Tinggi Tekstil.

Soeprijono, P. 1973. Serat-Serat Tekstil.Bandung : Institut Teknologi Tekstil.

Susyami, N.M., dkk. Bahan Ajar Praktek Teknologi Penyempurnaan Kimia.Bandung : Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil.

https://id.scribd.com/doc/310427424/Makalah-Basaha-Indonesia-Penyempurnaan-Tolak-Air-
dan-Tahan-Air

http://www.academia.edu/9804497/PENYEMPURNAAN_TOLAK_AIR

Anda mungkin juga menyukai