Anda di halaman 1dari 21

PRIMARY SURVEY

Oleh :

Erick Satria Corputty

PPDS I
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2015
0
PRIMARY SURVEY

I. PENDAHULUAN

Penanganan trauma umumnya bertujuan untuk menyelamatkan jiwa,


mencegah kerusakan organ yang lebih jauh, mencegah kecacatan tubuh dan
menyembuhkan. Tujuan dari primary survey adalah mengenali keadaan yang
mengancam nyawa dan dilakukan resusitasi pada saat itu juga. Pada primary
survey dikenal sistem ABCDE yaitu Airway, Breathing, Circulation, Disability,
Exposure/ Enviromental control, yang disusun berdasarkan urutan prioritas
penanganan. Jadi prioritas utama adalah menjamin keadaan jalan nafas terjaga
adekuat. Oleh karena itu, trauma jalan nafas adalah keadaan yang memerlukan
tindakan yang cepat dan efektif untuk menghindari akibat yang tidak diinginkan.

Pengelolaan penderita dengan luka parah memerlukan penilaian yang


cepat dan tepat. Penilaian awal ini meliputi tahap persiapan, triase, primary
survey, resusitasi, adjunct, secondary survey, reevaluasi, dan terapi definitif.1

II. PRIMARY SURVEY

Primary survey adalah penilaian awal terhadap pasien, bertujuan untuk


mengidentifikasi secara cepat dan sistematis dan mengambil tindakan terhadap
setiap permasalahan yang mengancam jiwa.2 Primary survey harus dilakukan
dalam waktu tidak lebih dari 2-5 menit. Penanganan yang simultan terhadap
trauma dapat terjadi bila terdapat lebih dari satu keadaan yang mengancam jiwa.3

Hal tersebut mencakup:

1. Airway

Menilai jalan napas. Dapatkah pasien berbicara dan bernapas dengan bebas?
Bila ada sumbatan, langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:

1
 Chin lift/jaw thrust
 Suction
 Guedel airway/nasopharyngeal airway
 Intubasi

Prioritas utama adalah membuat atau memelihara airway yang bebas.

Berbicara pada pasien, seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas pasti
memiliki airway yang bebas. Pasien yang tidak sadar mungkin saja membutuhkan
bantuan airway dan ventilasi. Vertebra cervical harus dilindungi selama
dilakukannya intubasi endotracheal bila diduga adanya trauma kepala, leher atau
dada. Penyumbatan airway paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada
pasien-pasien yang tidak sadarkan diri.3

ABC of Resuscitation

Setelah menilai kesadaran, maka penolong harus dengan segera dapat menilai
fungsi jalan napas. Pada korban yang sadar dan dapat bersuara, jalan napas
biasanya dikatakan bebas atau tidak ada gangguan. Pada korban yang tidak
mengeluarkan suara atau tidak sadar, maka penilaian jalan napas dapat dilakukan
dengan :

 Look : Melihat langsung ke rongga mulut ada atau tidaknyanya sumbatan


pada jalan napas.

 Listen : Mendengarkan suara napas korban. Adanya snoring atau gurgling.

 Feel : Merasakan dengan pipi atau punggung tangan adanya hembusan


napas dari korban.

2
ATLS

Kontrol Servikal. Berbagai usaha dapat dilakukan dalam membebaskan jalan


napas sesuai dengan jenis sumbatanya. Tapi perlu diingat bahwa sebelum
melakukan berbagai tindakan pada jalan napas, terlebih dahulu dilakukan adalah
C-spine control. Kemungkinan adanya cedera leher ditandai dengan jejas atau
tanda trauma di daerah atas os clavicula termasuk di kepala harus diwaspadai.
Pada korban trauma yang tidak sadar adan atau tidak diketahui mekanisme
terjadinya trauma dengan pasti, meskipun tidak ditemukan adanya tanda cedera
leher, patut dicurigai mengalami cedera leher. Tindakan yang menyebabkan
bergeraknya servikal pada cedera leher dapat menyebabkan henti napas dan
henti jantung seketika. Kontrol servikal dapat dilakukan dengan bantuan colar
neck atau dengan bantuan benda keras lainnya yang dapat menahan kepala dan
leher untuk tidak bergerak. Dapat pula menghgunakan kedua tangan atau paha
penolong ( jika penolong lebih dari 1 orang) sambil melakukan control pada jalan
napas korban.

Sumbatan jalan napas. merupakan pembunuh tercepat, lebih cepat dibandingkan


gangguan breathing dan circulation. Lagipula perbaikan breathing tidak mungkin
dilakukan bila tidak ada airway yang paten. Obstruksi jalan napas total atau
parsial.

a. Obstruksi Total

Pada obstruksi total mungkin ditemukan penderita masih sadar atau dalam
keadaan tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan
tertelannya benda asing yang lalu tersangkut dan menyumbat dipangkal
laring (tersedak). Bila obstruksi total timbul perlahan maka akan berawal
dari obstruksi parsial yang kemudian menjadi total.
3
• Bila penderita masih sadar

Penderita akan memegang leher dalam keadaan sangat gelisah. Sianosis


mungkin ditemukan dan mungkin ada kesan masih bernapas (walaupun
tidak ada ventilasi)

• Bila penderita ditemukan tidak sadar

Tidak ada gejala apa-apa mungkin hanya sianosis saja. Pada saat
melakukan pernapasan buatan mungkin ditemukan resistensi (tahanan)
terhadapa ventilasi. Dalam keadaan ini harus ditentukan dengan cepat
adanya obstruksi total dengan sapuan jari ke dalam faring sampai di
belakang epiglottis.

Usaha-usaha untuk membebaskan jalan napas dari obstruksi total akibat


banda asing dapat dilakukan dengan :

- Back Blow-Back Slap

Tepukan pada punggung di antara kedua scapula, dengan maksud


memberikan tekanan yang besar pada rongga dada, dapat dilaukukan
pada semua usia korban.

Pada korban yang masih sadar, tepukan punggung dapat dilakukan


dalam keadaan berdiri. Penolong menompang tubuh korban di bagian
dada mengunakan tangan terkuat, tubuh korban sedikit dibungkukkan
untuk memudahkan benda asing keluar melalui mulut. Pada korban
tidak sadar, tepukan pada korban dapat dilakukan pada posisi korban
miring stabil, dengan syarat tidak adanya cedera leher dan tulang
belakang.4

- Abdominal Thrust

Tekanan pada perut di gunakan untuk memberikan untuk memberikan


tekanan pada rongga dada. Tekanan dilakukan di daerah epigastrium
(daerah antara pusat dan xipoideus). Pada korban sadar dapat
dilakukan sambil berdiri. Penolong seperti memeluk korban dari
4
belakang dan melakukan tekanan dengan kedua tangan kearah
belakang atas. Pada korban tidak sadar, tekanan pada perut dapat
dilakukan dengan menaiki tubuh korban. Tekanan diberikan dengan
sudut 45 derajat ke arah belakang atas. Pertolongan ini tidak dianjurkan
untuk dilakukan pada korban anak-anak dibawah usia 8 tahun, bayi,
wanita hamil, dan orang gemuk.

- Chest Thrust

Tekanan pada dada dilakukan dengan memberikan tekanan di daerah


2/3 strenum. Pada orang dewasa tekanan diberikan dengan bantuan
berat badan penolong-sama dengan pijatan jantung luar. Sedangkan
pada bayi, tekanan cukup dilakukan dengan dua jari.

Semua usaha pembebasan jalan napas pada penderita tersedak


dilakukan sebanyak 5 kali, setelah itu lakukan evaluasi terhadap jalan
napas, jika tidak ada pebaikan, maka usaha tersebut dapat diulangi. 4

Krikotiroidotomi

Tindakan pembebasan jalan napas harus senantiasa dievaluasi. Dan


dilakukan dengan cepat. Jika semua tindakan tersebut tidak berhasil, maka
dapat tindakan yang dilakukan dalah membuat jalan napas pintas pada
leher. Dengan jalan membuat jalur ventilasi baru di daerah tenggorokan,
diantara tulang krikoid dan tirod. Tindakan ini dikenal dengan
Krikotiroidotomi.

b. Obstruksi Parsial

Obstruksi parsial dapat disebabkan berbagai hal. Biasanya penderitanya


masih bisa bernapas sehngga timbul berbagai macam suara, tergantung
penyebabnya :

• Cairan (darah, secret, aspirasi lambung)

Timbul suara “gurgling”, suara bernapas bercampu suara cairan. Dalam


keadaan ini harus dilakukan pengisapan.
5
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan
membebaskan jalan napas pada sumbatan yang disebabkan oleh cairan
adalah sebagai berikut :

o Finger Sweep

Teknik sapuan jari biasanya dilakukan pada penderita yang tidak


sadar. Pada tindakan ini, penolong menggunakan jarinya untuk
membuang benda padat atau cairan yang mengganggu jalan napas.
Telebih dahulu mulut koban dibuka dengan menggunakan maneuver
chin lift atau jaw thrust, atau dapat pula menggunakan finger cross-
menyilangkan telunjuk dan ibu jari untuk membuka mulut korban
untuk mengeluarkan cairan, dapat dibantu dengan menggunakan
bahan yang mudah menyerap cairan. Jangan memasukkan jari
terlampau dalam karena bisa menimbulkan rangsangan muntah.

o Suction

Dapat dilakukan dengan kateter suction atau alat suction khusus


seperti yang dipakai di kamar operasi. Untuk cairan (darah, secret,
dsb) dapat dipakai soft tip tetapi unutk materi yang kental sebaiknya
memakai tipe yang rigid. Di lapangan, dapat dibuat suction
sederhana menggunakan spuit 10cc atau lebih besar dan selang
kecil.

o Recovery Position

Posisi ini dapat digunakan untuk membuang cairan dari rongga mulut
atau jalan napas. Jika cairan sulit keluar maka dapat dibantu dengan
finger sweap. Tindakan ini tidak dapat dilakukana pada korban
dengan tanda adanya cedera pada leher, tulang belakang, atau
cedera lain yang dapat bertambah parah akibat posisi ini.

6
• Lidah yang terjatuh kebelakang

Keadaan ini bisa terjadi karena tidak sadar atau patahnya rahang bilateral.
Timbul suara mengorok (Snoring) yang harus diatasi dengan perbaikan
Airway, secara manual atau dengan alat.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan


membebaskan jalan napas akibat lidah jatuh kebelakang adalah sebagai
berikut :

 Head Tilt (ektensi kepala)

Dengan menekan kepala (dahi) ke bawah maka jalan napas akan berada
dalam posisi yang lurus dan terbuka. Tindakan ini tidak dianjurkan lagi
karena besarnya pergerakan yang ditimbulkan pada servikal.

ABC of Resuscitation

 Chin Lift (angkat dagu)

Mengangkat dagu menggunakan jari dengan maksud lidah yang


menyumbat jalan napas dapat terangkat sehingga jalan napas terbuka. Jika
dilakukan dengan bener cara ini tidaka akan banyak menimbulkan gerakan
pada servikal.

 Jaw Thrust (mendorong rahang)

Mendorong mandibulan (rahang) korban kea rah depan dengan maksud


ynag sama dengan chin lift. Mandibula diangkat ke atas oleh jari tengah di
sudut rahang (angulus mandibula), dorongan di dagu dilakukan dengan

7
menggunakan ibu jari, dan jari telunjuk sebagai penyeimbang di ramus
mandibula.4

 Orofaringeal Airway ( Guedel)

Alat ini berfungsi untuk menjaga jalan napas agar tetap bebas dari
sumbatan. Oropharygeal Airway dimasukkan ke dalam mulut dan
diletakkan di belakang lidah.

• Penyempitan di laring atau trakea

Dapat disebabkan udema karena berbagai hal ( luka bakar, radang, dsb)
atapun desakan neoplasma. Timbul suara “crowing” atau stridor respiratori.
Keadaan ini hanya dapat diatasi dengan perbaikan airway distal dari
sumbatan, misalnya dengan Trakeostomi.

Jika usaha-usaha penanganan jalan napas telah dilakukan dan jalan napas
dinyatakan bebas, kembali lakukan penilaian (re-evaluasi), jika ditemukan
hembusan napas maka pertahankan jalan napas. Jika tidak ada hembusan
napas maka segera periksa pernapasan (breathing).

2. Breathing

Jalan napas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik
meliputi fungsi baik dari paru. Dinding thorak, dan diafragma. Pekaian yang
menutupi dada korban harus dibuka untuk melihat pernapasan korban.

 Pernapasan normal.

o Dewasa: 16-24 x/m

o Anak-anak: 15-45 x/m

o Bayi: 30-50 x/m

8
Pada orang dewasa abnormal bila pernapasan >30 x/menit atau <10x/menit.
Pernapasan umumnya torako-abdominal sedangkan pada anak-anak pernapasan
abdominal lebih dominan.

Sesak napas dapat terlihat atau mungkin juga tidak. Bila terlihat maka mungkin
akan ditemukan : Penderita mengeluh sesak, bernapas cepat, pernapasan Cuping
hidung, pemakaian otot pernapasan tambahan (Retraksi Suprastrenal, Retraksi
Intercostal, Retraksi Sternum, Retraksi Infrasternal), mungkin ditemukan sianosis

Pemeriksaan Fisik :

Inspeksi (Look) terhadap frekuensi pernapasan adalah penting. Apakah terdapat


salah satu dari hal-hal berikut ini: Sianosis, trauma tusuk, ada tidaknya gerakan
dinding dada, luka pada dada, apakah ada penggunaan otot-otot pernapasan
tambahan.

Palpasi (Feel) : Pergeseran trakea, fraktur costae, emfisema subcutan,


pneumothorak

Auskultasi (Listen) : Pneumothorak (suara nafas menurun pada daerah trauma),


deteksi suara-suara abnormal pada dada

Pengelolaan

• Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12


liter/menit)

• Ventilasi dengan Bag Valve Mask

• Menghilangkan tension pneumothorax

• Menutup open pneumothorax

• Memasang pulse oxymeter

Evaluasi

Tanda-tanda pernafasan yang memadai (adekuat):

9
• Dada dan perut bergerak naik turun seirama dengan pernafasan

• Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut/hidung

• Penderita tampak nyaman

• Frekuensi cukup.3

Tanda-tanda pernafasan tidak adekuat : Gerakan dada kurang baik, ada suara
nafas tambahan, sianosis, frekuensi kurang atau lebih, perubahan status mental
(gelisah).

Tanda-tanda tidak adanya pernafasan: Tidak ada gerakan dada atau perut, tidak
terdengar aliran udara mulut atau hidung, tidak terasa hembusan nafas dari mulut
atau hidung.

3. Circulation

Setelah melakukan penangan pada sistem pernapasan, sistem sirkulasi


dapat segera dinilai dengan cara :

• Memeriksa denyut nadi ( radialis atau carotis )

Pada orang dewasa dan anak-anak, denyut nadi diraba pada arteri
radialis dan arteri caritis (medial dari M. Sternocleidomastoideus).
Sedangkan pada bayi, meraba denyut nadi adalah pada A.Brachialis,
yakni pada sisi medial lengan atas. Frekuensi denyut jantung pada orang
dewasa adalah 60-100 kali/menit. Bila kurang dari 50 kali/menit disebut
bradikardi dan lebih dari 100 kali/menit disebut takikardi. Bradikardi
normal sering ditemukan pada atlit yang terlatih. Pada bayi frekuensi
denyut jantung adalah 85-200 kali/menit sedangkan pada anak-anak
adalah 60-140 kali/menit. Pada syok bila ditemukan bradikardi
merupakan tanda diagnostic yang buruk.

10
• Menilai warna kulit

• Meraba suhu akral dan kapilari refill

• Periksa perdarahan

Selain itu, kesadaran yang menurun dapat digunakan sebagai penilaian


terhadap adanya masalah pada system sirkulasi, karena kurangnya
perfusi oksigen ke otak dapat menyebabkan terjadinya penurunan
kesadaran.

Pemeriksaan sirkulasi dapat dilakukan bersamaan dengan penilaian jalan


napas dan system pernapasan. Pada saat melakukan penilaian jalan
napas, nadi radialis maupun nadi carotis dapat pula teraba.

Circulation dengan kontrol perdarahan :

• Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal

• Mengetahui sumber perdarahan internal

• Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.


Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi masif segera.

• Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.

• Periksa tekanan darah

Pengelolaan :

• Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal

• Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta


konsultasi pada ahli bedah.

• Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel


darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita

11
usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah
(BGA).

• Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.

• Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-


pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.

• Cegah hipotermia.3

ABC of Resuscitation

Resusitasi Jantung Paru

Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat


kegagalan sirkulasi dan pernapasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal
guna mencegah kematian biologis.

Indikasi melakukan RJP :

o Henti napas (apnue)

12
Dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi
pernapasan baik di sentral maupun perifer. Berkurangnya oksigen
didalam tubuh akan menberikan suatu keadaan yang disebut
hipoksia. Frekuensi napas akan lebih cepat dari pada keadaan
normal. Bila penanggulangannya lama akan memberikan kelelahan
pada oto-otot napas akan mengakibatkan terjadinya penumpukan
sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2, kemudian mempengaruhi
SSp dengan menekan Pusat napas. Keadaan ini dikenal sebagai
henti napas.

o Henti jantung (Cardiac arrest)

Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar


darah dapat dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubh. Dengan
berhentinya napas, maka oksigen akan tidak ada sama sekali
didalam tubuh sehingga jantung tidak dapat berkontraksi dan
akibatnya henti jantung (Cardiac arrest).

Langkah-langkah yang harus diambil sebelum memulai resusitasi jantung


paru (RJP)

a. Penentuan tingkat kesadaran ( Respon Korban)

Dilakukan dengan menggoyangkan korban dan mengajak berbicara .


Bila korban menjawab,maka airway dalam keadaaan baik. Dan bila tidak
ada respon, maka segera ambil tindakan

b. Memanggil bantuan (call for help)

Memanggil ambulans sesegera mungkin dengan meminta bantuan


kepada orang-orang di sekitar anda. Jika dua penolong, satu penolong
melakukan resusitasi , yang lain mencari bantuan. Jika satu penolong,
lakukan resusitasi minimal 1 menit sebelum mencari bantuan

c. Posisikan Korban

13
Korban harus dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai,
longboard). Bila dalam keadaaan telungkup, korban dibalikan. Bila dalam
keadaan trauma, pembalikan dilakukan dengan “log roll”

d. Posisi Penolong

Korban di lantai, penolong berlutut setinggi bahu , di sisi kanan bahu


korban.

e. Pemeriksaan pernafasan

Yang pertama harus selalu dipastikan adalah airway dalam keadaan baik

o Tidak terlihat gerakan otot nafas

o Tidak ada aliran udara via hidung

o Tidak dirasakan hembusan nafas dari mulut dan hidung

Dapat dilakukan dengan menggunakan teknik lihat, dengar, rasa

Bila korban bernafas, korban tidak memerlukan RJP

f. Pemeriksaan Sirkulasi

Pada orang dewasa yang tidak ada denyut nadi carotis

Pada bayi dan anak kecil yang tidak ada denyut nadi brachialis

Tidak ada tanda-tanda sirkulasi

Bila ada pulsasi dan korban bernafas, nafas buatan dapat dihentikan.
Tetapi bila ada pulsasi dan korban tidak bernafas, nafas buatan
diteruskan.dan bila tidak ada pulsasi, lakukan RJP.

- Henti napas

Pernapasan buatan diberikan dengan cara :

14
a. Mouth to mouth Ventilation

Cara langsung sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi


(terutama hepatitis, HIV) karena itu harus memakai barier device
(alat perantara). Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen
hanya 18%.

b. Mouth to nose Ventilation

Penolong mengalirkan udara melalui hidung korban, sedangkan


mulut korban yang ditutup oleh tangan penolong.

c. Mouth to stoma Ventilation

Dapat dilakukan dengan membuat krikotiroidektomi yang kemudian


dihembuskan udara melalui jalan yang telah dibuat melalui prosedur
krikotoroidektomi tadi

d. Mouth to Mask Ventilation

Udara ditiupkan kedalam mulut penderita dengan bantuan face


mask.

e. Bag valve mask Ventilation (Ambu Bag)

Dipakai alat yang ada bag dan mask dengan di antaranya ada katup.
Untuk mendapatkan penutup masker yang baik, maka sebaiknya
masker dipegang satu petugas sedangkan petugas yang lain
memompa.

f. Flow restricted Oxygen Powered Ventilation (FROP)

Pada ambulans dikenal sebagai “OXY-viva”. Alat ini secara otomatis


akan memberikan oksigen sesuai ukuran aliran yang diinginkan.

- Henti jantung

o RJP dapat dilakukan oleh satu orang penolong atau dua orang
penolong.
15
Lokasi titk tumpu kompresi :

 1/3 distal sternum atau 2 jari prosikmal Procesus Xyphoideus

 Jari tengah tangan kanan diletkkan di proc. Xiphoideus,


sedangkan jari telunjuk mengikuti

o Tempatkan tumit tangan di atas jari telunjuk tersebut

o Tumit tangan satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada


tepat di titik pijat jantung

o Jari-jari tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung


dada korban.

Teknik Resusitasi Jantung Paru (kompresi)

o Kedua lengan lurusdan tegak lurus pada sternum

o Tekan ke bawah sedalam 4-5 cm

o Tidak menyentak

o Tidak berubah tempat

o Kompresi ritmik 100x/menit (2 pijatan/detik)

o Fase pijitan dan relaksasi sama (1 : 1)

o Rasio pijat dan napas 30 : 2 ( 30 kali kompresi : 2 kali hembusan


napas)

o Setelah 4 kali siklus pijatan napas, evaluasi sirkulasi.2

Resusitasi jantung paru pada bayi (<1 tahun)

o 2-3 jari atau kedua ibu jari

o Titik kompresi pada 1 jari dibawah garis yang menghubungkan


kedua papilla mamae tegak lurus sternum

16
o Kompresi sedalam 1,5-2,5 cm

o Kompresi ritmik 5 pijatan/3 detik atau kurang lebih 100x/menit

o Rasio pijat napas 5 : 1

o Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi.2

Resusitasi jantung paru pada anak-anak (1-8 tahun)

o Satu telapak tangan

o Titik kompresi pada satu jari di atas proc. xypoideus

Pijat jantung dan napas buatan dihentikan jika :

o Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi

o Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)

o Bantuan sudah datang

o Teraba denyut karotis.2

4. Disability

Penilaian neurologis cepat (apakah pasien sadar, member respon suara terhadap
rangsang nyeri, atau pasien tidak sadar). Tidak ada waktu untuk melakukan
pemeriksaan Glasgow Coma Scale, maka sistem AVPU pada keadaan ini lebih
jelas dan cepat:

A: Alert (sadar)

V: Verbal/Vokal. Respons terhadap rangsangan vokal

P: Pain. Respons terhadap rangsangan nyeri

U: Unresponsive. Tidak bada respons.

17
Glasgow Coma Scale (GCS) adalah sistem scoring yang sederhana dan dapat
meramal kesudahan (outcome) penderita. GCS ini dapat dilakukan sebagai
pengganti AVPU. Bila belum dilakukan pada survei primer, harus dilakukan pada
secondary survey pada saat pemeriksaan neurologis.

Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi dan/atau


penurunan perfusi otak, ataupun disebabkan trauma langsung pada otak.
Penurunan kesadaran menuntut dilakukannya reevaluasi terhadap keadaan
oksigenasi, ventilasi dan perfusi.

Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita.


Walaupun demikian, bila sudah disingkirkan kemungkinan hipoksia ataupun
hipovolemia sebagai sebab penurunan kesadaran, maka trauma kapitis dianggap
sebagai penyebab penurunan kesadaran, dan bukan alkoholisme, sampai terbukti
sebaliknya.

5. Exposure

Tanggalkan pakaian pasien dan cari apakah ada luka. Bila pasien dicurigai
mengalami trauma leher maupun spinal, immobilisasi dalam suatu garis lurus
sangat penting.3

Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, sering dengan cara


menggunting, guna memeriksa dan evaluasi penderita. Setelah pakaian dibuka,
penting agar penderita tidak kedinginan. Harus dipakaikan selimut hangat,
ruangan yang cukup hangat, dan diberikan cairan intra vena yang sudah
dihangatkan. Yang penting adalah suhu tubuh penderita, bukan rasa nyaman
petugas kesehatan.

18
III. PENUTUP

Primary survey adalah penilaian awal terhadap pasien, yang bertujuan


untuk mengenali, mengidentifikasi secara cepat dan sistematis serta mengambil
tindakan secepatnya terhadap setiap permasalahan yang mengancam jiwa. Pada
primary survey dikenal sistem ABCDE yaitu Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Exposure/ Enviromental control, yang disusun berdasarkan urutan
prioritas penanganan.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgeons. (2008). Advanced trauma life support for doctors.
student course manual - Eight edition. Chicago.

2. Nolan, J., Soar, J., Zideman, D. (2010). European Resuscitation Counsil Guidelines
for Resuscitation. London.

3. Wilkinson, Douglas. A., Skinner, Marcus. W. (2000). Primary trauma care standard
edition. Oxford : Primary Trauma Care Foundation. ISBN 0-95-39411-0-8.

4. Colquhoun, M., Handley, A., Evans, TR. (2004). ABC of Resuscitation- fifth edition.
London.

20

Anda mungkin juga menyukai