Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh - tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa
jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama
tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu
sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan
tumbuh serta dinamis ( Marsono, 1977 ).
Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
sebaran berbagai spesies dalam suatu area melaui pengamatan langsung. Dilakukan dengan
membuat plot dan mengamati morfologi serta identifikasi vegetasi yang ada. Kehadiran
vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan
ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem
terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara,
perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain.
Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif,
tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh
pada daerah itu. Sebagai contoh vegetasi secara umum akan mengurangi laju erosi tanah,
tetapi besarnya tergantung struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi vegetasi
daerah tersebut.
Dalam komunitas vegetasi, tumbuhan yang mempunyai hubungan di antara mereka,
mungkin pohon, semak, rumput, lumut kerak dan Thallophyta, tumbuh-tumbuhan ini lebih
kurang menempati strata atau lapisan dari atas ke bawah secara horizontal, ini disebut
stratifikasi. Individu yang menempati lapisan yang berlainan menunjukkan perbedaan-
perbedaan bentuk pertumbuhan, setiap lapisan komunitas kadang-kadang meliputi klas-klas
morfologi individu yang berbeda seperti, strata yang paling tinggi merupakan kanopi pohon-
pohon atau liana. Untuk tujuan ini, tumbuh-tumbuhan mempunyai klas morfologi yang
berbeda yang terbentuk dalam “sinusie” misalnya pohon dalam sinusie pohon, epifit dalam
sinusie epifit dan sebagainya (Hadisubroto, 1989). Maka dari itu dilakukanlah percobaan ini.

1|Page
I. 2 Tujuan Percobaan:
1. Untuk mengetahui kerapatan ( densitas), frekuensi, dan dominasi dari suatu spesies
penyusun dalam suatu vegetasi dengan menggunakan metode Line Intercept Transect
(LIT), Belt Transect dan Point Centered Quarter (PCQ).
2. Melatih keterampilan mahasiswa dalam menggunakan teknik-teknik sampling
organisme dan rumus-rumus sederhana dalam analisis vegetasi.

2|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi
secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi
adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis
vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai
penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh
informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Greig-Smith,
1983).
Sifat komunitas akan ditentukan oleh keadaan individu-individu tadi, dengan
demikian untuk melihat suatu komunitas sama dengan memperhatikan individu-individu atau
populasinya dari seluruh jenis tumbuhan yang ada secara keseluruhan. Ini berarti bahwa
daerah pengambilan contoh itu representatif bila didalamnya terdapat semua atau sebagian
besar dari jenis tumbuhan pembentuk komunitas tersebut (Sagala, E.H.P, 1997).
Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta herba.
Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu
komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu
komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak
belukar dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh
komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara
alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai
faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik
(Setiadi, 1984; Sundarapandian dan Swamy, 2000).
Pada suatu daerah vegetasi umumnya akan terdapat suatu luas tertentu, dan daerah
tadi sudah memperlihatkan kekhususan dari vegetasi secara keseluruhan.yang disebut luas
minimum (Odum, 1998).
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu
vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan
tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan
kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan
berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
Analisa vegetasi dibagi atas dua metode yaitu : (1) metode plot/kuadrat dan (2)
metode non plot/jalur atau transek.

3|Page
2.1. Metode Plot/Kuadrat
Metode plot adalah prosedur yang umum digunakan untuk sampling berbagai tipe
organisme. Bentuk plot biasanya segi empat atau persegi ataupun dalam bentuk lingkaran.
Sedangkan ukurannya tergantung dari tingkat keheterogenan komunitas. Ukuran plot
umumnya ditentukan berdasarkan luasan kurva spesies tumbuhan dan hewan menetap
(sessile) ataupun yang bergerak lambat, contohnya hewan tanah dan hewan yang bersarang
di lubang (Umar, 2010).
Metode non plot ini dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan minimum area
atau luas minimum. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui minimal jumlah petak
contoh. Sejumlah sampel dikatakan representive bila didalamnya terdapat semua atau
sebagian besar jenis tanaman pembentuk komunitas atau vegetasi tersebut (Odum, 1993).
Luas minimum adalah luas terkecil yang dapat mewakili karakteristik komunitas
tumbuhan atau vegetasi secara keseluruhan. Luas minimum dan jumlah minimum dapat
digabung dengan menentukan luas total dari jumlah minimum yang sesuai dengan luas
minimum yang sudah dapat didapat terlebih dahulu. Penyebaran individu suatu populasi
mempunyai 3 kemungkinan yaitu: Penyebaran acak, Penyebaran secara merata,
Penyebaran secara kelompok, untuk mengetahui apakah penyebaran individu suatu
polpulasi secara merata atau kelompok maka penentuan letak percontoh dalam analisis
vegetasi dapat dibedakan dengan cara pendekatan yaitu: Penyebaran percontohan secara
acak, penyebaran percontohan secara sistematik, penyebaran secara semi acak dan semi
sistematik ( Rahadjanto, 2001).
Untuk memahami luas, metode manapun yang di pakai untuk menggambarkan suatu
vegetasi yang penting adalah harus di sesuaikan dengan tujuan luas atau sempitnya suatu
area yang diamati. Bentuk luas minimum dapat berbentuk bujur sangkar, empat persegi
panjang dan dapat pula berbentuk lingkaran. Luas petak contoh minimum yang mewakili
vegetasi hasil luas minimum, akan dijadikan patokan dalam analisis vegetasi dengan
metode kuadrat.(Anwar,1995).
Langkah dalam menentukan minimum area adalah sebagai berikut:
 Pertama menentukan terlebih dahulu vegetasi yg akan dianalisis
 Kemudian membuat plot dg ukuran tertentu
 Setelah itu mencatat semua jenis tumbuhan yg terdapat dalam plot
 Lalu melakukan perbesar ukuran plot menjadi 2 X semula
 Dan mencatat jenis tumbuhan baru yg ditemukan

4|Page
 Melakukan perbesaran plot berulang kali sampai tdk ditemukan pertambahan jenis
baru
 Setelah tidak ditemukan spesies baru, maka luas tersebut merupakan luas minimum
atau minimum area dari wilayah tersebut
2.2. Metode non plot/jalur atau Transek
Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari/diselidiki.
Tujuannya untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungan
(Syafei, 1990). Tujuannya untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan
lingkungan. Terdiri dari :
a) Belttransect(transeksabuk).
Belt transek merupakan jalur vegetasi yang lebarnya sama dan sangat panjang. Lebar
jalur ditentukan oleh sifat-sifat vegetasinya untuk menunjukkan bagan yangsebenarnya.
Lebar jalur untuk hutan antara 1-10 m. Transek 1 m digunakan jikasemak dan tunas di
bawah diikutkan, tetapi bila hanya pohon-pohonnya yang dewasa yang dipetakan, transek
10 m dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasitergantung pada struktur dan yang baik.
Panjang transek tergantung tujuan penelitian. Setiap segment dipelajari vegetasinya
(Kershaw,1979).
Metode ini biasa digunakan untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan
belum diketahui keadaan sebelumnya. Cara ini juga paling efektif untuk mempelajari
perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topograpi, dan elevasi. Transek dibuat
memotong garis-garis topograpi, dari tepi laut kepedalaman, memotong sungai atau menaiki
dan menuruni lereng pegunungan. Lebar transek yang umum digunakan adalah 10-20 meter,
dengan jarak antar antar transek 200-1000 meter tergantung pada intensitas yang
dikehendaki. Untuk kelompok hutan yang luasnya 10.000 ha, intensitas yang dikendaki 2
%, dan hutan yang luasnya 1.000 ha intensitasnya 10 %. Lebar jalur untuk hutan antara 1-10
m. Transek 1 m digunakan jika semak dan tunas di bawah diikutkan, tetapi bila hanya
pohon-pohonnya yang dewasa yang dipetakan, transek 10 m yang baik.

b) Line transect (transek garis).


Dalam metode ini garis-garis merupakan petak contoh (plot). Tanaman yang berada
tepat pada garis dicatat jenisnya dan berapa kali terdapat/dijumpai. Pada metode garis ini,
sistem analisis melalui variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang
selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi
nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati

5|Page
oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu
tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang
terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi
diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar
(Rohman, 2001).
Metode line intercept biasa digunakan oleh ahli ekologi untuk mempelajari komunitas
padang rumput. Dalam cara ini terlebih dahulu ditentukan dua titik sebagai pusat garis
transek. Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50 m, 100 m. Tebal garis transek biasanya 1
cm. Pada garis transek itu kemudian dibuat segmen-segmen yang panjangnya bisa 1 m, 5 m,
10 m. Dalam metode ini garis-garis merupakan petak contoh (plot). Tanaman yang berada
tepat pada garis dicatat jenisnya dan berapa kali terdapat/ dijumpai.
Metode transek-kuadrat dilakukan dengan cara menarik garis tegak lurus, kemudian di atas
garis tersebut ditempatkan kuadrat ukuran 10 X 10 m, jarak antar kuadrat ditetapkan secara
sistematis terutama berdasarkan perbedaan struktur vegetasi. Selanjutnya, pada setiap kuadrat
dilakukan perhitungan jumlah individual (pohon dewasa, pohon remaja, anakan), diameter
pohon, dan prediksi tinggi pohon untuk setiap jenis.
pengamatan terhadap tumbuhan dilakukan pada segmen-segmen tersebut. Selanjutnya
mencatat, menghitung dan mengukur panjang penutupan semua spesies tumbuhan pada
segmen-segmen tersebut. Cara mengukur panjang penutupan adalah memproyeksikan tegak
lurus bagian basal atau aerial coverage yang terpotong garis transek ketanah.
c) Metode Jarak
Salah satu metode jarak adalah metode PCQ (Point Center Quarter). Yaitu metode yang
penentuan titik-titik terlebih dahulu ditentukan disepanjanggaris transek. Jarak satu titik
dengan lainnya dapat ditentukan secara acak atau sistematis. Masing-masing titik dianggap
sebagai pusat dari arah kompas, sehingga setiap titik didapat empat buah kuadran. Pada
masing-masing kuadran inilah dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan satu
pohon yang terdekat dengan pusat titik kuadran. Selain itu diukur pula jarak antara pohon
terdekat dengan titik pusat kuadran.
Adapun langkah-langkah dalam metode PCQ (Point Center Quarter) adalah
sebagaiberikut :
 Tentukan titik secara random sepanjang transek
 Tarik garis lurus melalui titik tsb sehingga terbentuk 4 kuadran semu
 Tentukan pohon terdekat ke titik pd setiap kuadran
 Tentukan pohon terdekat ke titik pd masing-masing kuadran

6|Page
 Ukur jarak pohon ke titik
 Catat spesies dan diameter pohon tsb
Hasil pengukuran lapangan dilakukan dianalisis data untuk mengetahui kondisi
kawasan yang diukur secara kuantitatif. Beberapa rumus yang penting diperhatikan dalam
menghitung hasil analisa vegetasi, yaitu :
a) Kerapatan (Density)
Banyaknya (abudance) merupakan jumlah individu dari satu jenis pohon dan
tumbuhan lain yang besarnya dapat ditaksir atau dihitung. Secara kualitatif dibedakan
menjadi jarang terdapat, kadang - kadang terdapat, sering terdapat dan banyak sekali terdapat
jumlah individu yang dinyatakan dalam persatuan ruang disebut kerapatan yang umunya
dinyatakan sebagai jumlah individu,atau biomassa populasi persatuan areal atau
volume,misalnya 200 pohon per Ha.
b) Dominasi
Dominasi dapat diartikan sebagai penguasaan dari satu jenis terhadap jenis lain (bisa
dalam hal ruang, cahaya dan lainnya), sehingga dominasi dapat dinyatakan dalam besaran :
1. Banyaknya Individu (abudance) dan kerapatan (density)
2. Persen penutupan (cover percentage) dan luas bidang dasar (LBD) / Basal area
(BA)
3. Volume
4. Biomassa
5. Indek nilai penting (importance value-IV)
6. Kesempatan ini besaran dominan yang digunakan adalah LBH dengan
pertimbangan lebih mudah dan cepat, yaitu dengan melakukan pengukuran
diameter pohon pada ketinggian setinggi dada (diameter breas heigt-dbh).
c) Frekuensi
Frekuensi merupakan ukuran dari uniformitas atau regularitas terdapatnya suatu
jenis frekuensi memberikan gambaran bagaimana pola penyebaran suatu jenis, apakah
menyebar ke seluruh kawasan atau kelompok. Hal ini menunjukan daya penyebaran dan
adaptasinya terhadap lingkungan.
d) Indek Nilai Penting(importance value Indeks)
Merupakan gambaran lengkap mengenai karakter sosiologi suatu spesies dalam
komunitas(Contis dan Mc Intosh, 1951) dalam Shukla dan chandel (1977). Nilainya
diperoleh dari menjumlahkan nilai kerapatan relatif, dominasi relatif dan frekuensi relatif,
sehingga jumlah maksimalnya 300%.

7|Page
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Pengamatan


Pengamatan dilakukan di Arboretum Buperta, Cibubur pada hari Sabtu, 30 Desember
2013, pukul 08.00 sampai dengan 12.00 WIB.

3.2. Alat dan Bahan:


1. Tali rafia
2. Alat ukur panjang (meteran)
3. Alat tulis
4. Papan jalan
5. Label gantung
6. Gunting
7. Kantung plastik
8. Koran untuk menyimpan spesimen
9. Pasak/patok
10. Buku identifikasi tumbuhan
3.3. Cara kerja:
a. Metode Line Intercept Transect
1. Menentukan lokasi pengamatan
2. Membuata jalur / transek sepanjang 100 m dengan menggunakan tali rafia.
Membuat jarak antara tali dengan permukaan tanah antara 30-50 cm.
3. Menentukan 5 titik pengamatan dalam garis dengan jarak antara titik adalah 20 m
4. Mencatat spesies tumbuhan yg tersentuh garis dan ukur panjang garis yg tersentuh
oleh masing-masing spesies
5. Melakukan perhitungan data pola penyebaran ( densitas, dominansi dan frekuensi),
menganalisis hasil.

8|Page
b. Metode Belt Transect
1. Menentukan lokasi pengamatan
2. Membuata jalur / transek sepanjang 100 m dengan menggunakan tali
rafiakemudian membuat plot dengan ukuran 10 m x 10 m.
3. Menentukan 5 titik pengamatan.
4. Meletakkan plot pada lokasi pengamatan , jarak antara plot adalah 10 m.
5. Mencatat spesies tumbuhan yg terdapat di dalam plot, mengukur diameter pohon
setinggi dada orang dewasa
6. Melakukan perhitungan data pola penyebaran ( densitas, dominansi dan frekuensi),
menganalisis hasil.
c. Metode PCQ (Point Center Quarter)
1. Menentukan lokasi pengamatan
2. Membuata jalur / transek sepanjang 100 m dengan menggunakan tali rafia
3. Menentukan 5 titik pengamatan. Jarak antara titik adalah 20 m.
4. Menarik garis lurus melalui titik tsb sehingga terbentuk 4 kuadran semu
5. Menentukan pohon terdekat ke titik pd setiap kuadran (pohon yang dicatat yg
memiliki keliling ±30 cm).
6. Mengukur jarak pohon ke titik, mengukur keliling pohon.
7. Mencatat spesies dan diameter pohon
8. Melakukan perhitungan data pola penyebaran ( densitas, dominansi dan
frekuensi), menganalisis hasil.

9|Page
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Metode line intercept merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui vegetasi
tumbuhan bawah, semak, ataupun herba yang ada pada suatu lokasi
2. Pada metode line intercept, INP tertinggi terdapat pada Sp. 9.
3. Sp. 9 merupakan jenis tumbuhan yang hidup berkelompok.
4. Dalam metode belt transek didapatkan 16 macam spesies.
5. Kerapatan relatif terbesar pada sp.12 dan sp. 15 yaitu sebesar 16%
6. Frekuensi relatif terbesar pada sp. 12 yaitu sebesar 15%
7. Dominansi relatif terbesar pada sp.15 yaitu sebesar 34,272%
8. Frekuensi relatif menunjukkan luasnya penyebaran suatu spesies pada suatu area
9. Apabila INP suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka jenis itu sangat mempengaruhi
kestabilan ekosistem tersebut.
10. Semakin tinggi INP maka semakin besar pula pengaruh suatu spesies terhadap
kestabilan suatu ekosistem. Pada percobaan ini yang memiliki INP paling tinggi
adalah sp.15
11. Metode Point Center Quater (PCQ) merupakan metode plot less method, yang berarti
metode ini merupakan salah satu metode yang tidak memerlukan luas tempat
pengambilan contoh atau suatu luas kuadrat tertentu.
12. Frekuensi relatif, dominansi relatif dan densitas tertinggi terdapat pada Sp 27
13. Nilai INP tertinggi pada metode PCQ terdapat pada Sp 27 dengan nilai sebesar 102,4
sedangkan nilai INP terendah terdapat pada Sp 28 yaitu 13,85
14. Nilai INP dapat menggambarkan tingkat densitas dan dominansi suatu spesies
15. Suatu spesies yang memiliki densitas dan dominansi yang tinggi dalam suatu
ekosistem tertentu dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya faktor
lingkungan yang mendukung seperti pH, suhu dan kelembaban yang cocok guna
untuk mendukung pertumbuhan populasi selain itu juga memiliki kemampuan
bersaing yang cukup kuat terhadap tanaman lain untuk tetap bertahan hidup di
lingkungannya.

10 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, 1995, Biologi Lingkungan. Bandung: Ganexa exact.


Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Greig-Smith, P. 1983. Quantitative Plant Ecology, Studies in Ecology. Volume 9. Oxford:
Blackwell Scientific Publications.
Hadisubroto, Tisno. 1989. Ekologi Dasar. Deptdikbud. Jakarta.
Kershaw, K.A. 1979. Quantitatif and Dynamic Plant Ecology. London: Edward Arnold
Publishers.
Odum, Eugene P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta: UGM University Press.
Odum, P. E. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan Ir. Thahjono Samingan, M.Sc. Cet. 2.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rahardjanto Abdul Kadir,2005. Buku Petunjuk Pratikum Ekologi Tumbuhan. Malang : UMM
Press.
Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan.
Malang: JICA.
Sagala, E.H.P, 1997. Analisa Vegetasi Hutan Sibayak II pada Taman Hutan Rakyat
Bukit Barisan Sumatera Utara. Skripsi Sarjana Biologi (Tidak dipublikasi)
Medan: FMIPA USU.
Setiadi, D. 1984. Inventarisasi Vegetasi Tumbuhan Bawah dalam Hubungannya dengan
Pendugaan Sifat Habitat Bonita Tanah di Daerah Hutan Jati Cikampek, KPH
Purwakarta, Jawa Barat. Bogor: Bagian Ekologi, Departemen Botani, Fakultas
Pertanian IPB.
Syafei. 1990. Dinamika Populasi. Kajian Ekologi Kuantitatif. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Umar, M. Ruslan, 2010. Ekologi Umum Dalam Praltikum. Makassar: Universitas
Hasanuddin.

11 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai