Validasi Metode Analisis
Validasi Metode Analisis
Oleh:
I GEDE DWIJA BAWA TEMAJA
0808505031
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2011
Validasi Metode Analisis
Validasi merupakan suatu proses yang terdiri atas paling tidak 4 langkah nyata yaitu
validasi perangkat lunak (software validation), validasi perangkat keras (hardware validation),
validasi metode, dan kesesuaian sistem (system suitability) (Gandjar dan Rohman, 2009).
Proses validasi dimulai dengan perangkat lunak yang tervalidasi dan system yang terjamin,
lalu metode yang divalidasi menggunakan sistem yang terjamin dikembangkan. Akhirnya,
validasi total diperoleh dengan melakukan kesesuaian sistem. Masing-masing tahap dalam proses
validasi ini merupakan suatu proses yang secara keseluruhan bertujuan untuk mencapai
kesuksesan validasi (Gandjar dan Rohman, 2009).
Validasi
𝑋𝑑
{ . 100} < 5%
𝑋0
𝑋𝑑 (𝑆(0,95𝑛 − 𝐼))
{ . 100} − < 1,5%
𝑋0 𝑛
Xd = Xi – X0
Xi = hasil analisis
X0 = hasil yang sebenarnya
I = nilai t pada tabel t’ student pada atas 95%
S = simpangan baku relatif dari semua pengujian
n = jumlah sampel yang dianalisis
(Harmita, 2004).
Sedangkan kadar analit dalam metode penambahan baku dapat dihitung sebagai
berikut:
𝐶 𝑅1
=
𝐶 + 𝑆 𝑅2
𝑅1
𝐶 = 𝑆( )
𝑅2 − 𝑅1
2. Keseksamaan (precision)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji
individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur
diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang
homogeny (Harmita, 2004).
Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif
(koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability)
atau ketertiruan (reproducibility).
Sesuai dengan ICH, presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu:
a. Keterulangan yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama
(berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
b. Presisi antara yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang berbeda, baik
orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
c. Ketertiruan merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang lain.
(Gandjar dan Rohman, 2009)
Pengujian presisi pada saat awal validasi metode seringkali hanya menggunakan 2
parameter pertama yaitu keterulangan dan presisi antara. Reprodusibilitas biasanya
dilakukan ketika akan melakukan uji banding antar laboratorium (Gandjar dan rohman,
2009).
Menurut Harmita (2009), keterulangan adalah keseksamaan metode jika
dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval
waktu yang pendek. Keterulangan dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah
lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi
memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal. Sedangkan yang dimaksud
dengan ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang
berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda
menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Analis
dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang
sama. Ketertiruan dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan
menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda. Kriteria seksama diberikan
jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang.
Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang
diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai bahwa
koefisien variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis. Ditemukan
bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi analit. Pada
kadar 1% atau lebih, standar deviasi relatif antara laboratorium adalah sekitar 2,5% ada
pada satu per seribu adalah 5%. Pada kadar satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16%,
dan pada kadar part per bilion (ppb) adalah 32%. Pada metode yang sangat kritis, secara
umum diterima bahwa RSD harus lebih dari 2% (Harmita, 2004).
Untuk menetapkan presisi bahan campuran dan bahan sisa pada artikel obat,
formula berikut ini harus digunakan untuk menentukan metode ketertiruan yang tepat
(interlaboratorium).
RSD < 2 (1-0,5 log c)
dan untuk keterulangan :
RSD < 2 (1-0,5 log c) x 0,67
c = konsentrasi analit sebagai fraksi desimal (contoh: 0,1% = 0,001)
(Harmita, 2004).
Keseksamaan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Hasil analisis adalah x1, x2, x3, x4,.....................xn maka simpangan bakunya adalah
(Σ(𝑋−𝑋̅)2 )
SD = √
𝑛−1
3. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya
mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain
yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan
sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel
yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis,
senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak
mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004).
Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang
mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa
plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi.
Penyimpangan hasil jika ada merupakan selisih dari hasil uji keduanya (Harmita, 2004).
Jika cemaran dan hasil urai tidak dapat diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh,
maka selektivitas dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang mengandung
cemaran atau hasil uji urai dengan metode yang hendak diuji lalu dibandingkan dengan
metode lain untuk pengujian kemurnian seperti kromatografi, analisis kelarutan fase, dan
Differential Scanning Calorimetry. Derajat kesesuaian kedua hasil analisis tersebut
merupakan ukuran selektivitas. Pada metode analisis yang melibatkan kromatografi,
selektivitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs) (Harmita, 2004).
ICH membagi spesifisitas dalam 2 kategori, yakni uji identifikasi dan uji
kemurnian atau pengukuran. Untuk tujuan identifikasi, spesifisitas ditunjukkan dengan
kemampuan suatu metode analisis untuk membedakan antar senyawa yang mempunyai
struktur molekul hamper sama. Untuk tujuan uji kemurnian dan tujuan pengukuran
kadar, spesifisitas ditunjukkan oleh daya pisah 2 senyawa yang berdekatan
(sebagaimana dalam kromatografi). Senyawa-senyawa tersebut biasanya adalah
komponen utama atau komponen aktif dan atau suatu pengotor. Jika dalam suatu uji
terdapat suatu pengotor (impurities) maka metode uji harus tidak terpengaruh dengan
adanya pengotor ini (Gandjar dan Rohman, 2009).
Penentuan spesifisitas metode dapat diperoleh dengan 2 jalan. Yang pertama (dan
yang paling diharapkan), adalah dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh
senyawa yang dituju terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (resolusi
senyawa yang dituju ≥ 2). Cara kedua untuk memperoleh spesifisitas adalah dengan
menggunakan detektor selektif, terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi secara
bersama-sama. Sebagai contoh, detektor elektrokimia atau detektor fluoresen hanya akan
mendeteksi senyawa tertentu, sementara senyawa lainnya tidak terdeteksi. Penggunaan
detektor UV pada panjang gelombang yang spesifik juga merupakan cara yang efektif
untuk melakukan pengukuran selektifitas (Gandjar dan Rohman, 2009).
Σ(𝑦1 −𝑦́ 1 )2
Sy =√
𝑁−2
dimana ý1 = a + bx
𝑆𝑦
Sx0 =
𝑏
Sx0 = standar deviasi dari fungsi
𝑆𝑥
Vx0 = 𝑥0
7. Kekuatan (Robustness)
Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi
yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan
akurasi. Sebagai contoh, perubahan yang dibutuhkan untuk menunjukkan kekuatan
prosedur HPLC dapat mencakup (tapi tidak dibatasi) perubahan komposisi organik fase
gerak (1%), pH fase gerak (± 0,2 unit), dan perubahan temperatur kolom (± 2-3°C).
Perubahan lainnya dapat dilakukan bila sesuai dengan laboratorium (Harmita, 2004).
8. Stabilitas
Untuk memperoleh hasil-hasil analisis yang reprodusibel dan reliable, maka
sampel, reagen dan baku yang digunakan harus stabil pada waktu tertentu (misalkan 1
hari, 1 minggu, 1 bulan, atau tergantung kebutuhan) (Gandjar dan Rohman, 2009).
Stabilitas semua larutan dan reagen sangat penting, baik yang berkaitan dengan
suhu atau yang berkaitan dengan waktu. Jika larutan tidak stabil pada suhu kamar, maka
penurunan suhu hingga 2-80C dapat meningkatkan stabilitas sampel dan standar,
pendinginan dalam autosampler biasanya tersedia untuk keperluan ini. Stabilitas juga
penting terkait waktu pengerjaan (Gandjar dan Rohman, 2009).
9. Kesesuaian Sistem
Sebelum melakukan analisis setiap hari, seorang analis harus memastikan bahwa
siatem dan prosedur yang digunakan harus mampu memberikan data yang dapat
diterima. Hal ini dilakukan dengan percobaan kesesuaian sistem yang didefinisikan
sebagai serangkaian uji untuk menjamin bahwa metode tersebut dapat menghasilkan
akurasi dan presisi yang dapat diterima. Persyaratan-persyaratan kesesuaian sistem
biasanya dilakukan setelah dilakukan pengembangan metode dan validasi metode
(Gandjar dan Rohman, 2009).
Farmakope Amerika (United States Pharmacopeia, USP) menentukan parameter-
parameter yang dapat digunakan untuk menetapkan kesesuaian sistem sebelum
dianalisis. Parameter-parameter yang dapat digunakan meliputi: bilangan lempeng teori
(N), factor tailing, kapasitas (k’ atau α) dan nilai standar deviasi relative (RSD) tinggi
puncak dan luas puncak dari serangkaian injeksi. Pada umumnya, paling tidak ada 2
kriteria yang biasanya dipersyaratkan untuk menunjukkan kesesuaian sistem suatu
metode. Nilai RSD tinggi puncak atau luas puncak dari 5 kali injeksi larutan baku pada
dasarnya dapat diterima sebagai salah satu criteria baku untuk pengujian komponen
yang jumlahnya banyak (komponen mayor) jika nilai RSD ≥ 1% untuk 5 kali injeksi.
Sementara untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, nilai RSD dapat diterima
jika antara 5-15 % (Gandjar dan Rohman, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Gandjar, Gholib., dan Rohman, 2009. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Harmita, 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu
Kefarmasian, Vol. I, No.3, Desember 2004.
Swartz, M.E., and Krull, I.S., 1997.Analytical Method Development and Validation, Marcell
Dekker: USA.