Anda di halaman 1dari 9

HUKUM KEWARISAN DI MALAYSIA

Sumber Hukum

Terdapat empat sumber hukum pokok di Malaysia yaitu hukum tertulis,

hukum kebiasaan, hukum Islam dan hukum adat.1 Hukum tertulis terdiri dari

undang-undang dasar federal dan negara bagian, perundangan parlemen federal

dan legisalasi negara bagian, dan legislasi tambahan (undang-undang dan

peraturan). Hukum kebiasaan terdiri dari hukum kebiasaan Inggris dan peraturan

persamaan hak yang telah dikembangkan pengadilan Malaysia, yang di dalamnya

terdapat kemungkinan adanya pertentangan dengan hukum tertulis dan juga

penyesuaian-penyesuaian kualifikasi dan keadaan lokal yang dianggap pantas.2

Pengadilan Malaysia mengikuti prinsip stare decisis, yaitu pengadilan

mengikuti keputusan pengadilan sebelumnya. Keputusan pengadilan tinggi

mengikat pada tingkat pengadilan di bawahnya. Keputusan pengadilan banding

mengikat pada pengadilan tinggi dan juga tingkat pengadilan di bawahnya dan

keputusan pengadilan federal mengikat pada pengadilan banding dan pengadilan

di bawahnya. Hukum Islam bersumber dari al-Qur’an, hadist, hukum yang

disepakati ahli fiqh klasik atau modern, dan dalam adat.3 Dalam konteks Malaysia

yang memiliki keragaman ras, hukum Islam hanya berlaku pada kaum muslim

sebagai hukum perseorangan, seperti pernikahan, perceraian, perwalian, dan

warisan.

1
Sudirman Tebba, Perkembangan Hukum Islam di Asia Tenggara : Studi Kasus Hukum
Keluarga dan Pengkodifikasiannya, (Bandung : Mizan, 1993), hlm.100-101
2
Sudirman Tebba, Perkembangan Hukum Islam di Asia Tenggara, hlm.,..........,102
3
Dedi Supriadi, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, (Bandung : Pustka al-
Fikriis, 2009), hlm.128
distribusi harta pusaka orang Islam di Malaysia sebenarnya dibuat berlandaskan

kepada hukum Islam, yaitu Hukum Faraid walaupun undang-undang utama yang

digunakan adalah undang-undang sipil. penggunaan undang-undang sipil (civil

law) dalam hal ini hanya bersifat administratif atau prosedural dalam hal distribusi

harta warisan. Seperti, tatacara memohon pembagian, memproses permohonan,

pembagian kewenangan institusi dan sebagainya.4 Dalam hal penentuan waris,

kadar perolehan masing-masing ahli waris dan perkara-perkara yang berkaitan

dengan pembagian, semuanya mengikuti kepada hukum syarak. Seperti yang

terdapat dalam Akta Pusaka Kecil 1955 (Akta 98) bagian 12 (7) bahwa pembagian

harta pusaka pewaris hendaklah mengikuti undang-undang yang sesuai

kepadanya. Ini bermakna bagi orang Islam, pembagian hartanya hendaklah

mengikuti Hukum waris Islam. pasal 12(7):

“pihak yang yang berwenang hendaklah menentukan, dengan cara yang


paling sesuai, undang undang yang berlaku dalam peralihan harta pusaka
pewaris, dan hendaklah memutuskan siapa yang menjadi ahli waris sesuai
dengan undang-undang berlaku terhadapnya dan besaran perolehan kepentingan
masing-masing”.

Di samping itu, bila terdapat persoalan yang berkaitan dengan hukum

Islam, termasuk Hukum Faraid atau perkara lain, seperti penentuan nasab, adopsi

anak, pengesahan wasiat, hibah dan sebagainya, pegawai yang membicarakan

4
Mohd Shahril Ahmad Razimi, concept of Islamic law (faraid) in malaysia: Issues and
Challenges, research Journal of Applied Sciences, medwell journals, 2016. Hlm. 1462. Lihat pula
Najibah M. Zin, ‘The Training, Appointment and Supervision of Islamic Judges in Malaysia’,
Pacific Rim Law and Policy Journal, 21:(1) 2012, hlm. 116. Sedangkan undang-undang terkait
kewarisan Islam belum ada satu Negara bagian yang membuat undang-undang, sehingga perkara
kewarisan masih menggunakan fiqh dalam memutuskannya. Karena hukum federal mengatur hak-
hak kebendaan, maka pengadilan syariah dan pengadilan sipil harus bekerjasama dalam perkara-
perkara kewarisan Islam. Seperti, jika harta berjumlah tidak lebih dari 2 juta ringgit maka
pengadilan syariah menentukan bagian masing-masing ahli waris dan dilaksanakan oleh
pengadilan sipil.
harta pusaka tersebut dapat merujuk kepada pihak berkuasa agama di negeri

masing-masing seperti yang tercantum dalam pasal 19(1) (a) Akta:

“Jika persoalan itu berkaitan dengan hukum Islam atau adat Melayu atau
hukum pribumi atau adat Sabah atau Sarawak, untuk mendapat keputusannya
perkara itu merujuk kepada pihak negeri yang berkuasa (Ruler of the state) di
mana daerahnya terletak atau di mana orang lain atau kumpulan orang
sebagaimana yang diarahkan oleh pihak penguasa.5

Jenis-jenis Harta Pusaka

dalam pentadbiran harta pusaka orang Islam, terdapat dua buah undang-

undang induk yang menetapkan cara-cara dan peraturan pentadbiran harta pusaka

di Malaysia yaitu Akta Probet6 dan Pentadbiran 1959 (Akta 97) dan Akta Harta

Pusaka Kecil (Pembahagian) 1955 (Akta 98). Berdasarkan dua undang-undang

tersebut, harta pusaka diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:

1. Harta Pusaka Kecil

Harta pusaka kecil diatur dalam akta harta pusaka kecil 1955 (akta 98).

Bagian ketiga dari akta 98 menafsirkan harta pusaka kecil sebagai harta pusaka

tanpa wasiat yang jumlah nilainya tidak lebih dari RM2.000.000 yang hanya

berupa harta tak alih saja (immovable) atau bisa keduanya antara harta tak alih

dan harta alih dan tidak berwasiat mengikuti akta wasiat 1959 pada saat

permohonan dibuat.7

2. Harta pusaka besar (disebut pula harta pusaka biasa)

5
Lihat Act 38, Small Estate Distribution Act 1995 Bagian 19 (1) huruf a
6
Probet adalah tindakan untuk memberi pengakuan dan mengesahkan suatu wasiat yang
ditinggalkan oleh pewaris. Tujuan probet adalah untuk memberi pengiktirafan (pengakuan) kepada
sesuatu wasiat yang sah menurut undang-undang. Lihat pentadbiran harta pusaka, bagian 5 yang
diterbitkan oleh Jabatan Bantuan Guaman.
7
section 3 (2) Act 98, “ For the purposes of this Act a small estate means an estate of a
deceased person consisting wholly or partly of immovable property situated in any State and not
exceeding two million ringgit in total value.”
Harta pusaka besar adalah semua jenis harta peninggalan pewaris yang

nilainya lebih dari RM 2.000.000, dalam hal ini dapat berupa, hanya harta alih

(movable) atau hanya harta tak alih (immovable) atau bisa kedunya harta tak alih

dan harta alih. Harta pusaka besar termasuk pula harta yang kurang dari RM

2.000.000 ketika ada wasiat (di bawah akta wasiat 1959).

3. Harta pusaka ringkas

Harta pusaka ringkas adalah harta pusaka tanpa wasiat yang hanya berupa

harta alih (movable) dan jumlah nilainya tidak melebihi RM600,000.00. ahli waris

dapat melakukan peralihan hak milik harta peninggalan tanpa memohon surat

kuasa tadbir dari Mahkamah dengan syarat ahli waris membuat permohonan

kepada pegawai pentadbir pusaka atau pemegang amanah raya untuk diselesaikan.

Institusi yang berwenang dalam distribusi harta warisan

Dalam urusan distribusi harta pusaka dikendalikan oleh empat institusi

yang telah ditetapkan kewenangannya masing-masing.8

1. Amanah Raya Berhad (pusaka ringkas)

Mengatur harta pewaris yang hanya meninggalkan harta alih dan nilainya

tidak melebihi RM 600,000 sesuai dengan Akta Perbadanan Amanah Raya

Berhad (Akta 532). Seperti, pewaris hanya meninggalkan uang simpanan di

institusi keuangan (BSN, ASB, Tabungan Haji, KWSP), kenderaan (mobil, sepeda

motor), saham dan sebagainya.

2. Seksyen Pembahagian Pusaka/ Pejabat Tanah (pusaka kecil)

8
Lihat Mohd Shahril Ahmad Razimi, concept of Islamic law (faraid) in malaysia: Issues
and Challenges......,hlm. 1462
Pada tingkat daerah dikenal sebagai Unit Pembahagian Pusaka, menangani

harta peninggalan pewaris yang hanya berupa harta tak alih (tanah) atau harta tak

alih beserta dengan harta alih. seperti uang simpanan di bank dan nilainya tidak

melebihi RM 600,000 dan tidak berwasiat mengikut Akta Wasiat 1959. Undang-

undang yang mengaturnya yaitu Akta Harta Pusaka Kecil 1955 (Akta 98).

(amandemen nilai pusaka kecil menjadi RM 2.000.000). Seperti, pewaris

meninggalkan 2 bidang tanah atau meninggalkan 2 bidang tanah dan uang

simpanan di Lembaga Tabung Haji.

3. Mahkamah Tinggi (pusaka besar)

Mengatur harta peninggalan pewaris yang meninggalkan harta tak alih (tanah)

atau harta alih yang nilainya melebihi RM 2.000.000 atau harta berwasiat (bagi

bukan Islam) walaupun nilainya kurang dari RM 2.000.000. Mahkamah Tinggi

juga mengendalikan perkara-perkara banding di bawah Seksyen 29, Akta Harta

Pusaka Kecil 1955. Undang-undang yang dipakai yaitu Akta Probet dan

Pentadbiran 1959 (Akta 97).

4. Mahkamah Syariah

Menangani terkait penentuan ahli waris dan bagian masing-masing ahli

waris yang dikeluarkan dalam “Sijil Faraid (sertifikat faraid)“. Ini berdasarkan

kepada Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri-negeri atau Akta Pentadbiran

Undang-undang Islam (Wilayah-wilayah Persekutuan) 1993 (Akta 505). Di

samping itu Mahkamah Syariah mempunyai wewenang dalam hal wasiat, hibah,

wakaf, anak angkat, perkawinan, harta sepencarian dan nasab.


Dalam konteks penyelesaian pembagian warisan di Malaysia menempuh

dua cara, pertama, untuk pembagian harta pusaka terlebih dahulu diperlukan sijil

faraid (sertifikat faraid) yang berkaitan dengan ahli waris yang berhak menerima

harta warisan dan disertai besaran perolehan masing-masing ahli waris yang

tertera dalam sertifikat faraid. Institusi yang berwenang dalam penentuan ahli

waris dan besaran perolehannya yaitu Mahkamah syari’ah.

Kedua, setelah terdapat sertifikat faraid, maka pembagian harta tersebut

dilakukan oleh amanah beraya berhad, pejabat tanah, dan mahkamah tinggi

dengan mengajukan permohonan pembagian pada institusi yang berwenang sesuai

dengan jumlah nilai harta warisan.9

Pola Pembagian Warisan

dalam banyak kasus pada pembagian warisan di Malaysia, pembagian

secara faraid hanya dijadikan sebagai alternatif terakhir ketika pewaris belum

sempat membagi warisan semasa hidupnya. Sebagaimana kasus-kasus yang

terjadi menunjukkan bahwa pembagian harta dapat dibagi menjadi dua. Pertama,

pembagian ketika pewaris masih hidup melalui hibah, wasiat, wakaf, sedekah dan

lain sebagainya. Kedua, pembagian setelah pewaris meninggal dan sebelumnya

tidak sempat membagi harta warisan maka cara penyelesaiannya secara faraid.10

walau bagaimanapun masih dimungkinkan ahli waris melakukan takahrruj, yaitu

ahli waris mengeluarkan diri dari mendapatkan bagian untuk diberikan kepada

9
Wan Abdul Halim, ketua pengarah tanah dan galian Negeri Perak, isu-isu pembagian
harta pusaka orang Islam dalam konteks perundangan Malaysia.
10
Rusna Dewi dan Ahmad, pengurusan harta melalui hibah, jurnal Hadhari, fakulti
undang-undang Universiti Teknologi Mara Perlis Malaysia, 2013, hlm. 91.
ahli waris yang lain.11 Di samping cara itu, masih dapat dilakukan dengan cara

mufakat ahli waris.

1. Hibah

Praktik hibah di Malaysia tidak dibatasi dengan pemberian pada ahli waris

semata, namun hibah sebagai pemberian ketika pemilik harta masih hidup yang

boleh diberikan kepada siapapun yang dikehendaki. Artinya, jika cucu laki-laki

sebagai anak yatim terhalang mendapat warisan oleh anak laki-laki, maka masih

dimungkinkan ia mendapatkan harta melalui jalan hibah. di samping itu hibah

dapat diberikan kepada ahli waris yang berbeda agama dan anak angkat.

Sebagai salah satu contoh Pemberian hibah kepada ahli waris dapat dilihat
dari kasus Muhammad Awang & yang lain, lwan Awang Deraman & yang lain
[2004] CLJ (Sya) 139; Tengku Haji Jaafar Ibni Almarhum Tengku Muda Ali &
Anor v Govt of Pahang [1987] 2 MLJ 74; Mustak Ahmed v Abdul Wahid; Sharifah
Bibi v Abd Wahid & Ors [1987] 2 MLJ 449 yang melibatkan pemberian hibah dari
seorang bapa kepada anak-anaknya.12
Pemeberian hibah kepada anak angkat dapat dilakukan karena anak angkat
tidak termasuk di dalam kategori penerima harta berdasarkan sistem pembagian
harta secara faraid. Sebagai contoh, di dalam kasus Fatimah Binti Baba lwn Meah
Binti Hussain [JH XIX/I BHG 1 hlm. 165], seorang suami yaitu yang juga
merupakan bapak angkat telah menghibahkan sebidang tanah yang terdapat
sebuah rumah di atasnya kepada anak angkat semasa hidupnya.13 Pemberian hibah
kepada ahli waris non-Muslim, dalam kasus In Re Timah bt Abdullah, Dec’d
[1941] MLJ 51.

2. Mufakat perdamaian

pasal 15 (bab 5) dalam akta (Pembagian) Harta Pusaka Kecil sebenarnya

telah menyediakan garis panduan kepada Pentadbir Tanah dalam mengeluarkan

perintah pembagian. pembagian harta pusaka selain faraid dibenarkan mengikuti

11
Lihat Yazid Ahmad dan Mohd Nasron dkk, Takharuj as an effective solution to the
inheritance problems of muslims, medwell Journals, 2018. Hlm, 1098
12
Rusna Dewi dan Nor Hisyam Ahmad, pengurusan melalui hibah, jurnal Hadhori,
Fakulti undang-undang Universiti Teknologi Mara Perlis, Malaysia, 2013. Hlm, 96
13
Ibid.hlm, 96
kesepakatan, yaitu pembagian dibuat tanpa mengikut hukum faraid dengan syarat

persetujuan tersebut berdasarkan kesepakatan semua ahli waris.14

Pembagian semacam ini dapat dilihat pada kasus Re Mamat bin Dat San &
Anor; Mek Som v Awang bin Senik [1972] 1 MLJ 59, Mahkamah Persekutuan
telah membuat keputusan bahwa pembagian yang dibuat secara mufakat (consent)
adalah sah dan mengikat waris-waris.

Wasiat

Wasiat merupakan salah satu perkara yang kewenangannya diberikan

kepada Undang-undang Syari’ah, sehingga seharusnya hal-hal yang berkaitan

dengan wasiat bagi orang Islam harus diselesaikan menurut hukum Islam yaitu di

Mahkamah Syari’ah. Akan tetapi dalam implementasinya bahwa proses

pengurusan wasiat masih dilaksanakan di Mahkamah Sipil, Mahkamah Syari’ah

hanya mengesahkan apa yang telah diputuskan oleh Mahkamah Sipil tersebut.

Kesannya, orang Islam terpaksa merujuk kepada dua Mahkamah dalam urusan

wasiat, pertama ke Mahkamah Syari’ah untuk menentukan keabsahannya dan

kedua ke Mahkamah Sipil untuk urusan administrasinya. Belum terbentuknya

Undang-undang Syari’ah tentang wasiat ini mengakibatkan masih berlakunya

hukum peninggalan Inggris (Undang-Undang Sipil).15

14
Lihat act 98 1995, first schedule, subsection 15 (5), In determining whether to make a
distribution order in accordance with any agreement between the beneficiaries or in settling the
terms of any distribution order providing for the distribution of land. Dalam bab ini disebutkan
pula bahwa dalam pembagian harta pusaka berupa tanah, dapat dimiliki secara kolektif. Artinya
sebidang tanah dapat dimiliki lebih dari dua orang.
15
Aminuddin, undang-undang syari’ah dan undang-undang sipil di malaysia suatu
perbandingan (studi wewenang dan implementasinya di mahkamah syari’ah dan mahkamah sipil
malaysia), skripsi, (fakultas syari’ah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), Hlm 65-
6
Menurut hukum Islam seorang boleh mewasiatkan hartanya hanya

sepertiga kepada bukan ahli waris. Wasiat kepada ahli waris dianggap tidak sah

kecuali dengan persetujuan ahli waris yang lain. Kesahihan wasiat kepada isteri

yaitu waris si mayit bergantung kepada persetujuan para ahli waris yang lain, jika

tidak ada persetujuan wasiat tersebut tidak sah menurut hukum Islam. Namun

berdasarkan Undang-undang Britis (Mahkamah Sipil) hakim memutuskan bahwa

pemberian wasiat oleh suami kepada isterinya tanpa disertai dengan persetujuan

ahli waris yang lain adalah sah dan isteri berhak menerima semua harta warisan.

Undang-undang yang dipakai di Malaysia adalah Undang-undang Britis

berdasarkan Piagam Keadilan Kedua (second Charter of Justice) 1826 yang lebih

tinggi dari undang-undang negara bagian.

Anda mungkin juga menyukai