Laporan Patgul
Laporan Patgul
Tujuan
Tujuan dari praktikum pati ini adalah mengetahui proses pembuatan
tepung dan ekstraksi pati dari berbagai sumber pati, mengetahui karakteristik
komoditas pati, dan melakukan analisa kualitas dari tepung dan pati yang
digunakan.
METODOLOGI
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah pisau, timbangan, pemarut, kain saring,
baskom, nampan, pengering, tampah, alat pengukus, panci, kompor, penggiling,
oven, test plate, pipet tetes, mikroskop, cawan aluminium, cawan porselin, tanur,
erlenmeyer 250 ml, autoclaf, corong buchner, aspirator, gelas ukur, pipet
volumetri, pipet tegak, kompor listrik, dan buret. Bahan yang digunakan adalah
umbi-umbian (ubi ungu, ubi merah, kimpul, kentang, pisang, singkong), tepung
ketan merah dan tepung iles-iles, bahan kimia berupa bahan pemutih (natrium
bisulfit, kapur), NaCl 0,2 M dan NaOH 0,3%, larutan iod, alkohol netral 95%,
NaOH 0,05 N, phenolptalein, HCl 3%, H2SO4 0,325 N, NaOH 1,25%, NaOH
40%, larutan Luff schrolls, KI, dan indikator kanji.
Metode
Perubahan warna
Buah dimasukan dalam wadah,
ditambahkan air hingga penuh.
Densitas kamba
3. Pengaruh pemasakan
Perubahan yang
terjadi
B. Pembuatan Tepung dan Ekstraksi Pati
1. Pembuatan tepung dari umbi dan pisang 2. Pembuatan tepung serealia
Umbi Biji-bijian
Rendam bahan yang sudah bersih kemudian Giling serealia dengan menggunakan
tambahkan natrium bisulfit (1.5 g/l) dan waring blender
kapur (20 g/l)
Tepung Umbi
Umbi 1 kg Serealia 2 kg
Untuk bahan dengan gum yang banyak, Diamkan semalam sampai pati mengendap,
parutan dicuci dengan NaCl 0.2 M, dan kemudian cuci dengan larutan NaOH 0.1N.
air pencuci ditambah NaOH 0.3%, lalu
dicuci sampai bersih Buang air di atasnya, lakukan
penetralan secara berulang jika
Diamkan sampai pati mengendap, diperlukan
lalu buang air di atasnya, dan
keringkan Keringkan dibawah sinar matahari
atau oven pengering 50oC
Pisang 2 kg
Pati dikeringkan
Ditimbang bobotnya
Pati pisang
Bahan Bahan
Tambahkan iod
Amati bentuk granula
Warna bahan
menjadi hitam Gambar
granula
3. Suhu Gelatinisasi 4. Kejernihan Pasta
Suhu gelatinisasi
Bobot
Setelah dingin dinetralkan dengan
NaOH
Dinginkan
Hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
[Terlampir]
Pembahasan
EKSTRAKSI PATI
Pati merupakan polisakarida yang terdapat pada tanaman dalam bentuk
granula. Granula pati banyak tersimpan pada bagian batang, akar, umbi, biji dan
atau pada buah. Pati pada tanaman berperan sebagai sumber energi untuk fase
dorman, germinasi dan pertumbuhan. Pati mengandung dua komponen utama
yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polimer rantai lurus dari glukosa
dengan ikatan rantai α-1,4 glikosidik. Bila ditambah dengan sejumlah iodine,
amilosa akan membentuk kompleks amilosa-iodin. Larutan amilosa memilki
viskositas yang tinggi dan relatif tidak stabil dibanding amilopektin (Mcdonald
1984).
Proses ekstraksi pati dari berbagai jenis bahan berbeda-beda, tergantung
pada karakteristik bahan yang akan diekstrak patinya. Misalnya pada bahan yang
mengandung gum cukup banyak, sebelum diekstrak patinya harus direndam dulu
dalam larutan NaCl untuk menghilangkan gumnya. Kandungan gum yang terlalu
banyak dalam pati dapat menyebabkan pati yang dihasilkan berwarna coklat.
Selain itu, gum juga dapat menghambat proses penyaringan. Pada umumnya
proses ektraksi pati meliputi penggilingan bahan, pelarutan granula, dekantasi,
pengeringan, penggilingan pati, dan pengayakan. Penggilingan bahan bertujuan
untuk menghancurkan dinding sel sehingga granula bahan dapat diekstrak. Proses
pelarutan granula dilakukan dengan menambahkan air pada tepung kemudian
tepung diperas untuk mengekstrak patinya. Pemerasan di sini berfungsi untuk
memisahkan granula pati dari selulosa atau kandungan lain yang tidak diharapkan.
Dekantasi berfungsi untuk memisahkan fraksi pati. Pengeringan dilakukan untuk
mengurangi kadar air pada pati. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara
sederhana (menggunakan sinar matahari langsung) atau dengan pengeringan
buatan (menggunakan mesin). Setelah dikeringkan, pati digiling dan diayak untuk
mendapatkan bentuk butiran (serbuk) yang diinginkan.
Data hasil pengamatan menunjukkan bahan tidak memiliki rendemen
100%, bahan memiliki selisih yang cukup besar antara berat awal dengan berat
akhir. Hal ini dikarenakan tidak keseluruhan massa hasil pengilingan bahan
merupakan tepung dari bahan tersebut seperti berat ampas kulit, penurunan kadar
air akibat penjemuran, dan sisa bahan yang kasar setelah di ayak. Hasil rendemen
terbesar adalah ketan putih karena tidak mengalami pengurangan ampas kulit dan
penjemuran seperti pada ubi jalar, kentang, dan singkong sedangkan untuk hasil
rendemen terkecil adalah kentang karena kentang mengalami pengurangan bobot
kulit dan kadar air yang di kandung cukup tinggi. Untuk serealia yang digunakan
sebagai bahan baku kadar airnya cukup rendah sehingga ketika digiling dan
dikeringkan susut bobotnya tidak terlalu besar.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi rendemen antara lain mutu
bahan baku (kondisi tanaman, umur panen), penanganan pascapanen (pengeringan
dan penyimpanan) dan proses ekstraksi, penyaringan, pengeringan dan
penggilingan). Perbedaan varietas ternyata berpengaruh terhadap rendemen
tepung dan pati yang dihasilkan. Hal ini diduga disebabkan faktor genetik
tanaman. Greenwood (1970) menyatakan bahwa keberadaan amilosa dalam pati
mungkin bervariasi yang disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian variasi
kadar amilosa dari pati maupun tepung yang dihasilkan diperkirakan dipengaruhi
varietas.
KARAKTERISASI PATI DAN TEPUNG
Uji Iod
Granula pati ubi jalar berbentuk polygonal dengan kandungan amilosa dan
amilopektin berturut-turut adalah 20% dan 80% (Swinkels 1988). Pati ubi jalar
memiliki derajat pembengkakan 20-27 ml/g, kelarutan 15-35%, dan amilopektin.
Amilosa gelatinisasi pada suhu 75-88°C untuk granula berukuran kecil (Moorthy
2004). Komponen utama dalam pati adalah amilosa dan amilopektin yang
tersusun dalam granula pati. Butir-butir pati tidak larut dalam air dingin tetapi
apabila suspensi dalam air dipanaskan, akan terjadi suatu larutan koloid yang
kental. Larutan koloid ini apabila diberi larutan iodium akan berwarna biru.Warna
biru terserbut disebabkan oleh molekul amilosa yang membentuk senyawa.
Amilopektin dengan iodium akan memberikan warna ungu atau merah lembayung
(Poedjiadi dan Supriyanti 2006). Berdasarkan hasil praktikum tepung yang
digunakan menunjukkan warna biru pada tepung kentang dan pada tepung lainnya
berwarna ungu. Hal ini menunjukkan pada tepung kentang zat yang teridentifikasi
adalah amilosa. Sedangkan pada pengujian iodin pada pati diperoleh warna
tepung iles-iles adalah cokelat gelap. Hal ini menunjukkan bahan tepung iles-iles
yang digunakan sedah mengalami kerusakan sehingga warna uji iodnya berubah.
Bentuk Granula
Bahan-bahan yang digunakan dalam pratikum ini adalah ketan putih, ubi
ungu, ubi merah, kimpul, kentang, dan tepung iles-iles. Dalam bentuk aslinya
secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula.
Bentuk dan ukuran granula pati merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena
itu digunakan untuk identifikasi. Pati memiliki bentuk granula yang berbeda untuk
setiap tumbuhan. Granula pati dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop
cahaya. Pengamatan bentuk granula dilakukan dengan melihat sampel pati yang
telah ditetesi sedikit air melalui mikroskop pada perbesaran tertentu. Biasanya
digunakan perbesaran 10 x 10.
Berdasakan hasil yang diperoleh memang pada umumnya bentuk granula
adalah bulat. Kentang memiliki ukuran granula 12-100 µm, dan bentuk
granulanya bundar. Hal ini sesuai dengan gambar hasil praktikum yaitu berbentuk
bundar. Bentuk dari pati ubi ungu, pati kimpul, pati ketan putih, dan pati iles-iles
adalah bulat. Ukuran granula terutama berpengaruh pada profil gelatinisasi,
interaksiamilosa-lipid, kelarutan dan swelling volume serta kemudahan
didegradasi oleh enzim. Semakin besar ukuran granula menyebabkan granula
bersifat lebih kristalin, lebih sedikit membentuk kompleks dengan lemak, lebih
sedikit larut dan mengembang serta lebih lambat didegradasi enzim (Lindeboom
et al 2004).
Suhu Gelatinisasi
Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula
mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan gelatinisasi, sedangkan suhu
dimana terjadinya gelatinisasi disebut dengan suhu gelatinisasi. Pati yang telah
mengalami gelatinisasi akan kehilangan sifat birefringence atau sifat
merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat hitam
putih. Kisaran suhu yang menyebabkan 90% butir pati dalam air panas
membengkak sehingga tidak kembali ke bentuk normalnya disebut Birefringence
End Point Temperature atau disingkat BEPT.
Ketika granula pati dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan
menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air
yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan
amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya
pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas
tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula
menyebabkan bagian amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses gelatinisasi
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Perubahan bentuk granula pati selama proses gelatinisasi
(Sumber : Angela 2001)
Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi adalah kandungan amilosa
dan ukuran granula pati. Ukuran granula pati yang lebih kecil lebih tahan terhadap
gelatinisasi dibandingkan dengan granula berukuran besar (Banks et al 1973).
Selain konsentrasi, pembentukan gel dipengaruhi oleh pH larutan, garam, lemak
dan surfaktan, protein dan susu. Pembentukan gel optimum pada pH 4-7. Pada pH
yang terlalu tinggi pembentukan gel makin cepat tercapai, tapi cepat turun lagi,
sedangkan bila pH terlalu rendah menyebabkan gel terbentuk lambat, akibatnya
suhu gelatinisasi lebih tinggi (Winarno 1997). Adanya gula akan menyebabkan
gel lebih tahan terhadap kerusakan mekanik.
Menurut Rapaille dan Vanhemelrijck (1994), keberadaan lemak dan
protein dapat menyelimuti granula pati sehingga dapat menghalangi proses
gelatinisasi. Gula dan padatan terlarut mengakibatkan kompetisi dalam
penyerapan air. Gelatinisasi membutuhkan air yang tersedia pada derajat
reaktivitas tertentu sehingga dengan adanya komponen lain maka air yang tersisa
perlu ditingkatkan reaktivitasnya dengan cara menaikkan suhu (Olkku et al 1978).
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh suhu gelatinisasi terbesar adalah suhu
gelatinisasi pati kentang yaitu 56°C, dan suhu gelatinisasi terendah adalah pati
kimpul yaitu 40°C. Hal ini menunjukkan pati kentang lebih tahan terhadap panas
daripada pati kimpul.
Kadar Pati
Kadar pati adalah faktor yang menjadi parameter yang menunjukkan
kualitas dari tepung / pati. Semakin tinggi kadar pati suatu bahan maka memiliki
kualitas yang semakin baik. Faktor yang mempengaruhi kadar pati adalah lama
perendaman, jumlah bahan, ukuran bahan, dsb. Metode yang digunakan untuk
pengujian kadar pati pada tepung yaitu metode luff school. Luff school merupakan
salah satu metode yang digunakan dalam penentuan kadar pati secara kimiawi.
Metode ini menggunakan reagen Luff yang mengandung tembaga sitrat (CuO)
sebagai oksidator bagi gula pereduksi hasil hidrolisis pati dalam keadaan asam
(Winarno 1997). Berdasarkan hasil praktikum bahan yang mengandung kadar pati
paling tinggi adalah kimpul dengan kadar pati 74,25% dan bahan yang
mengandung kadar pati paling rendah adalah pisang dengan kadar pati 66,35%.
Kejernihan Pasta
Kejernihan pasta merupakan salah satu parameter penting dalam
menentukan kualitas pasta pati disamping viskositas pasta, terutama berdasarkan
penampakan visual terkait pada sifat jernih atau buram dari pasta yang dihasilkan.
Pada sebagian jenis makanan, pasta pati diharapkan berwujud jernih seperti untuk
bahan pengisi kue. Namun ada pula makanan yang menghendaki pasta pati
berwujud buram (opaque) seperti pada salad dressing (Makfoeld 1983).
Kejernihan pasta terkait dengan sifat dispersi dan retrogradasi.
Balagopalan et al (1988) menyatakan bahwa pati alami yang memiliki swelling
power (pembengkakan granula) tinggi dan kecenderungan retrogradasinya rendah
memiliki kejernihan pasta yang lebih tinggi. Retrogradasi adalah proses
kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi. Beberapa molekul
pati, khususnya amilosa yang dapat terdispersi dalam air panas, meningkatkan
granula-granula yang membengkak dan masuk ke dalam cairan yang ada di
sekitarnya. Pasta pati (1%) disiapkan dengan cara mensuspensikan 50 mg sampel
dalam 5 ml air (digunakan tabung reaksi berulir). Campuran dicelupkan dalam air
mendidih selama 30 menit, kemudian tabung dikocok setiap 5 menit. Sampel
didinginkan hingga suhu kamar. Nilai transmitan (%T) dibaca pada spektrometer
dengan λ 650 nm. Akuades digunakan sebagai blanko.
Sunarti et al (2007) menyatakan bahwa pasta pati bukan berupa larutan
melainkan berupa granula pati bengkak tak terlarut yang memiliki sifat seperti
partikel gel elastis. Apabila granula pati dipanaskan hingga suhu gelatinisasinya,
granula akan membentuk pasta pati yang kental. Kejernihan pasta terkait dengan
sifat dispersi dan retrogradasi. Winarno (1997) menambahkan bahwa pada saat
terjadi gelatinisasi akibat panas, maka suspensi pati yang mula-mula buram
berangsur-angsur berkurang dan akhirnya menjadi jernih. Tingkat kejernihan
pasta berhubungan langsung dengan pengembangan granula pati. Makin besar
kemampuan granula pati mengembang maka pasta yang diperoleh lebih jernih.
Pati yang mengandung amilopektin memiliki keunggulan yaitu tingkat
kejernihan yang tinggi sehingga dapat memperbaiki sifat dan penampakan produk
akhirnya. Pati yang ada pada umbi-umbian akan membentuk penampakan yang
jernih, cair, dan tekstur yang dimilikinya kohesif. Pengujian tingkat kejernihan
pasta dilakukan untuk melihat seberapa jauh larutan pati dapat ditembus oleh
cahaya. Pengujian ini dilakukan dengan mengukur nilai transmisi cahaya yang
dilewatkan pada sampel pasta pati. Alat yang digunakan untuk mengetahui nilai
persen transmisinya adalah spektrofotometer. Persen transmisi adalah banyaknya
cahaya yang dilewatkan pada suatu sampel. Semakin tinggi nilai persen transmisi
maka sampel semakin jernih.
Proses pemanasan yang dilakukan berulang-ulang dapat mempengaruhi
kejernihan pasta. Semakin banyak pemanasan yang terjadi menyebabkan
kejernihan pasta pati cenderung menurun (Suriani 2008). Pati dengan warna
buram dapat digunakan untuk produk sejenis salad dressing. Sunarti et al (2007)
melaporkan kejernihan pasta pati sangat tergantung dari sifat dispersi dan sifat
retrogradasi bahan. Balagopalan et al (1988) menyatakan bahwa suspensi pati
alami dalam air berwarna buram (opaque), namun proses gelatinisasi pada granula
pati dapat meningkatkan transparansi larutan tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa pati ketan putih dan pati
kentang memiliki kejernihan pasta yang tinggi dengan nilai %transmittannya
masing-masing adalah 89.1% dan 78,2%. Hal ini menunjukkan kadar amilopektin
pada kedua bahan cukup tinggi. Sedangkan pati iles-iles memiliki nilai
%transmittan sangat rendah yaitu sekitar 8,8%.
PENUTUP
Simpulan
Karakteristik dari umbi dapat dianalisis secara organoleptik dan kimia.
Secara organoleptik rata-rata umbi yang diamati itu memiliki bentuk tekstur yang
keras sebelum diolah dan memiliki tekstur yang lembut jika telah dimasak. Hal
tersebut dipengaruhi oleh akibat pemanasan dari pemasakan yang berikan.
Pengaruh pemanasan tersebut pasti akan dialami oleh setiap komoditi pertanian
umumnya. Selain itu, karakteristik lainnya dapat dilihat dari densitas kamba yang
dimiliki oleh masing-masing komoditi umbi dan buah. Besar atau kecilnya
densitas kamba yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh bobot dan ukuran komoditi
yang diujikan.
Tepung merupakan keseluruhan bagian dari bahan (umbi, serealia, atau
leguminosa yang mengalami proses pengolahan menjadi berbentuk bubuk seperti
pengecilan ukuran, pengeringan, dan penggilingan. Pada umumnya proses
ektraksi pati meliputi penggilingan bahan, pelarutan granula, dekantasi,
pengeringan, penggilingan pati, dan pengayakan. Natrium bisulfit pada
pembuatan tepung dan pati berfungsi untuk mencegah proses pencoklatan pada
bahan seperti umbi kentang sebelum diolah, menghilangkan kotoran dan getah
yang masih melekat, menghilangkan bau dan rasa getir terutama pada umbi serta
untuk mempertahankan warna agar tetap menarik dan dapat ber fungsi sebagai
pengawet. Perendaman dengan NaOH pada pembuatan pati dan tepung pada
pembuatan pati serealia (jagung), leguminosa (kacang hijau) dan ketan hita
bertujuan untuk melunakkan struktur kulit kacang, jagung, dan beras agar mudah
diproses selanjutnya juga untuk melarutkan protein yang terkandung dalam bahan.
Faktor yang mempengaruhi rendemen antara lain mutu bahan baku
(kondisi tanaman, umur panen), penanganan pascapanen (pengeringan dan
penyimpanan) dan proses ekstraksi, penyaringan, pengeringan dan penggilingan).
Perbedaan varietas ternyata berpengaruh terhadap rendemen tepung dan pati yang
dihasilkan. Pada praktikum, tepung yang memiliki rendemen terbesar adalah ubi
ungu, sedangkan patinya adalah ketan putih. Bentuk dari pati ubi ungu, pati
kimpul, pati ketan putih, dan pati iles-iles adalah bulat sedangkan bentuk dari pati
kentang adalah bundar(oval). Secara umum pati dan tepung yang digunakan pada
praktikum ini mengandung amilopektin. Kadar pati paling tinggi adalah kimpul
dan bahan yang mengandung kadar pati paling rendah adalah pisang. Pati kentang
lebih tahan terhadap panas daripada pati kimpul.
Saran
Pratikum yang dilakukan poduksi dan karakterisasi produk berbasis pati
serta karakteristik pati dan tepung tersebut sangat bagus. Hal tersebut dapat
menambah pengetahuan tentang bagaimana cara memproduksi pati dengan benar
dari berbagai sumber tanaman yang digunakan. Namun ada beberapa uji yang
tidak dilakukan, sehingga jika ingin lebih akurat, uji-uji lainnya dapat dilakukan
untuk menentukan karakteristik yang lebih spesifik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Angela LMS. 2001. The Molecular Organization in Starch Based Products. The
Influence of Polyol Used a Plasticizer. http. // igistut-archive-library-
uu.nl/dissertation/1979557.
Balagopalan LG, Padmaja SK, Nandi, SM northy. 1988. Cassava Food Feed and
Industry. Boca Ratun (US). CRC Press Inc
Banks W, Greenwood CT, Muir DD. 1973. The Structure of Starch . Di dalam G.
G. Birch dan L. F. Green(eds). Molecular Structure and Function of Food
Carbohydrate. London(UK): Applied Science Publ. Ltd.
Hubeis M. 1985. Pengawasan Mutu Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.
Bogor(ID) : Institut Pertanian Bogor.
Ikhlas V. 1992. Metode Ekstraksi dan Isolasi serta Karakteristik Fisiko Kimia dan
Fungsional Pati Beberapa Varietas Jagung. [skripsi]. Bogor(ID): IPB.
Greenwood CT. 1970. Starch and Glycogen. Di dalam The Carbohydrates
Chemistry and Biochemistry. New York(US): Academic Press.
Li JY, Yeh AI. 2001. Relationship between thermal rheological, characteristics
and swelling power for various starches. Journal of
Food Engineering. 50(2): 141-148.
Lindeboom et al. 2004. Analytical, biochemical, and physicochemical aspect of
starch granule size with emphasis on small granulastarches : A Review.
Starch/starke. 56(2): 89-99.
Makfoed D. 1983. Toksikan Nabati Dalam Bahan Makanan. Yogyakarta(ID)
:Penerbit Liberty.
Mardiah E. 1996. Penentuan aktivitas dan inhibisi enzim polifenol oksidase
dari apel (Pyrus malus Linn.). Jurnal Kimia Andalas. 2(2).
McDonald M. 1984. Greater Yogyakarta Groundwater Resources Study:
Groundwater. Yogyakarta(ID): Directorate General of Water Resources
Development.
Moorthy SN. 2004. Tropical sources of starch. Florida(US): CRC Press
Muchtadi TR, Purwiyatno, Ahza AA. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Murillo. 2008. Morphological, physicochemical and struktural characteristics of
oxidized barley and corn starches. Starch/ Starke. 60(2): 634-645
Olkku J, Fletcher SW, Rha C. 1978. Studies on Wheat Starch and Wheat Flour
Model Paste Systems. J. Food Science. 43(1): 52-63.
Payne JH, Gaston JL, Akau G. 1941. Processing and Chemical Investigations of
Taro. Hawai(US): University of Hawaii Agriculture
Poedjiadi, Supriyanti T. 2006. Dasar-Dasar Biokimia edisi Revisi.Jakarta(ID) :
UI Press.
Pomeranz D. 1991. Functional Properties of Food Components. San Diego(US):
Academic Press Inc
Rapaille A, Vanhemelrijck J. 1994. Modified Starches. Di dalam Imeson, A (ed).
Thickening and Gelling Agents for Food. London(ID): Chapman and Hall.
Thompson LU. 1976. Preparation of mung bean flour and application in bread
making. J. Food Scientist, Technology 9(1): 1-5
Sunarti TC, Richana N, Kasim F, Purwoko, Budiyanto A, 2007. Karakterisasi
Sifat Fisiko Kimia Tepung dan Pati Jagung Varietas Unggul Nasional dan
Sifat Penerimaannya terhadap Enzim dan Asam. Bogor(ID): IPB.
Suprapti ML. 2003. Tepung Ubi Jalar Pembuatan dan Pemanfaatannya.
Yogyakarta(ID): Kanisius.
Suriani AI. 2008. Mempelajari Pengaruh Pemanasan dan Pendinginan Berulang
terhadap Karakteristik Sifat dan Fisik Fungsional Pati Garut (Marantha
arundinaceae) termodifikasi. [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian
Bogor.
Swinkels. 1988.Source of Starch, its Chemistry and Physics. NewYork(US):M
Dekker.
Winarno FG. 1995. Kimia Pangan. Jakarta(ID): PT Gramedia.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta(ID): Gramedia Pustaka
Utama.
Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta(ID): Gramedia Pustaka
Utama.