Anda di halaman 1dari 11

ACARA III

PENGAMATAN POLEN DAN KANTUNG EMBRIO

A. Hasil Pengamatan
1. Viabilitas Polen
a. Polen Bunga Jagung (Zea mays)

Keterangan: Viabel
𝟏𝟓
Persentase viabel = 𝟏𝟓 × 𝟏𝟎𝟎% = 𝟏𝟎𝟎%

b. Polen Bunga Cabai (Capsicum spp.)

Keterangan: Tidak viabel


𝟗
Persentase viabel = 𝟐𝟎 × 𝟏𝟎𝟎% = 𝟎, 𝟒𝟗%
c. Polen Bunga Talok (Muntingia calabura)

Keterangan: Viabel
𝟏𝟕
Persentase viabel =𝟐𝟒 × 𝟏𝟎𝟎% = 𝟕𝟎, 𝟖𝟑%

d. Polen Bunga Sepatu (Hibiscus Rosa-sinensis L.)

Keterangan: Viabel
𝟏𝟑
Persentase viabel = 𝟏𝟑 × 𝟏𝟎𝟎% = 𝟏𝟎𝟎%
e. Polen Bunga Stroberi (Fragaria L.)

Keterangan: Viabel
𝟐𝟒
Persentase viabel = × 𝟏𝟎𝟎% = 𝟏𝟎𝟎%
𝟐𝟒

2. Perkecambahan Polen
a. Perkecambahan Polen Talok (Muntingia calabura)

Keterangan : Berkecambah
Panjang perkecambahan 0,6 µm dengan perbesaran 10x40
b. Perkecambahan Polen Cabai (Capsicum spp.)

Keterangan : Berkecambah
Panjang perkecambahan 0,3 µm dengan perbesaran 10x40

c. Perkecambahan Polen Jagung (Zea mays)

Keterangan : Berkecambah
Panjang perkecambahan 0,5 µm dengan perbesaran 10x10
d. Perkecambahan Polen Bunga Sepatu (Hibiscus Rosa-sinensis L.)

Keterangan : Berkecambah
Panjang perkecambahan 0,1 µm dengan perbesaran 10x10

e. Perkecambahan Polen Bunga Stroberi (Fragaria L.)

Keterangan : Berkecambah
Panjang perkecambahan 0,5 µm dengan perbesaran 40x40
3. Hasil Pengamatan Kantung Embrio Torenia spp.

Keterangan:
1. Embrio sac
2. Ovulum
3. Kutub mikrofil

Perbesaran 10x10
B. Pembahasan
Polen, disebut juga sebagai serbuk sari, merupakan massa spora mikroskopik pada tanaman berbiji
yang biasanya muncul sebagai serbuk (tepung). Polen berukuran kecil, memiliki bentuk dan struktur
yang bervariasi. Polen dibentuk dalam stamen tanaman, dan ditransfer ke putik dengan berbagai cara
dimana akan terjadi pembuahan (Sihombing, 1997). Polen berada dalam antera tepatnya dalam kantung
yang disebut teka. Polen merupakan perkembangan mikrosporosit (sel induk mikrospora) yang
mengalami meiosis serta sitokenesis menghasilkan sel mikrospora haploid tersusun tetrad yang dapat
terpisah menjadi monad. Inti sel mikrospora akan mengalami mitosis menghasilkan inti sel generatif
dan inti sel vegetatif (Foster & Gifford, 1973). Pada tanaman berbunga, perkecambahan tabung polen
memainkan peranan penting dalam mengirimkan sel sperma ke sel telur untuk pembuahan (Isogai et
al., 2015).
Viabilitas polen didefinisikan sebagai kemampuan polen untuk hidup, berkembang, dan
berkecambah jika berada dalam kondisi yang sesuai. Ketersediaan polen dengan viabilitas yang tinggi
merupakan salah satu komponen yang menentukan keberhasilan persilangan tanaman (Ridha, 2016).
Biasanya polen sensitif terhadap suhu. Hilangnya viabilitas polen sangat dipengaruhi oleh lingkungan
terutama suhu dan kelembaban relatif. Polen mudah kehilangan viabilitasnya pada kondisi alami
sehingga pelestarian polen bermasalah (Du et al., 2019). Viabilitas polen merupakan parameter
penting, karena polen harus hidup dan mampu berkecambah setelah penyerbukan agar terjadi
pembuahan.
Kantung embrio adalah gametofit betina dalam angiospermae. Struktur kutub ini memiliki ujung
chalazal dimana sel-sel antipodal terletak dan ujung mikropil dimana sel telur (egg apparatus) berada.
Kantung embrio angiosperma umumnya terdiri dari sel telur, dua sinergid, tiga sel antipodal, dan sel
sentral. Semua sel individu memiliki nucleus tunggal, kecuali sel sentral besar yang mengandung dua
nucleus (Wredle, 2004). Pembentukan gamet betina berlangsung di dalam bakal biji, yang diawali
dengan terjadinya megasporogenesis (melalui pembelahan meiosis) untuk menghasilkan megaspora
dan diikuti dengan beberapa kali pembelahan mitosis (megagametogenesis) untuk membentuk
gametofit betina atau kantung embrio. Kantung embrio dibagi menjadi tiga macam yaitu monospora,
bispora, dan tetaspora.
Perkembangan kantung embrio tipe polygonum (monospora) yaitu pada umumnya hanya ada sebuah
sel induk megaspora yang terbentuk dalam setiap nuselus meskipun ada juga beberapa tumbuhan lain
yang membentuk lebih dari satu sel induk megaspora. Di bagian apeks dari nuselus, sebuah sel
hipodermis atau lebih, berdiferensiasi menjadi sel induk megaspore. Sel induk megaspora mengalami
meiosis yang diikuti dengan pembentukan dinding di sekeliling masing-masing inti dari keempat
megaspora haploid yang terjadi. Umumnya keempat megaspora tersebut tersusun dalam tetrad yang
linier. Ketiga megaspora yang berdekatan dengan mikropil umumnya akan berdegenerasi, sementara
megaspora yang berdekatan dengan kalaza tetap bertahan dan melanjutkan perkembangannya menjadi
gametofit betina. Megagametofit akan mengalami pendewasaan melalui tiga kali pembelahan mitosis
tanpa diikuti sitokinesis sehingga dihasilkan gametofit betina yang mengandung 8 inti bebas. Pada
masing-masing ujung sel gametofit (khalaza dan mikropil) akan terdapat empat buah inti. Selanjutnya,
terjadi pemindahan masing-masing satu inti dari kedua kelompok tersebut di atas ke pusat gametofit
dan dinamakan inti polar. Ketiga inti yang masih berada di kutub kalaza, masing-masing akan
membentuk selaput sel dan terjadi penambahan sitoplasmanya, dinamakan sel antipoda. Pada kutub
mikropil ketiga inti akan membentuk egg apparatus, yang terdiri atas sel telur dan kedua inti di
sebelahnya masing-masing menjadi sinergid. Sebelum pembuahan ganda berlangsung, maka kedua inti
kutub di tengah akan bersatu menjadi inti polar yang diploid. Gametofit betina dewasa akan memiliki 7
buah inti (Iriawati & Suradinata, 2012).
Perkembangan kantung embrio tipe Fritillara (tetraspora) yaitu keempat inti megaspora haploid yang
merupakan hasil meiosis sel induk megaspora, akan tetap berada dalam satu sel yang dinamakan sel
kantung embrio, dan tidak terjadi degenerasi. Tiga di antaranya berpindah ke kutub kalaza dan satu
berada di dekat mikropil. Inti dekat mikropil membelah secara mitosis dua kali, menghasilkan 4 inti
haploid. Dari 4 inti tersebut, sebuah inti menjadi sel telur bersama dengan dua sintergid yang tersusun
lateral. Inti keempat berpindah kebagian tengah kantung embrio dan merupakan bagian dari inti polar
yang ada di tengah kantung embrio. Perbedaan yang mencolok terjadi pada perilaku megaspora yang
berkelompok dekat kalaza. Setelah berpindah ke kutub tersebut, akan terjadi pembelahan secara
serentak, namun pada metafase ketiga, kumparan yang terbentuk menjadi kusut dan kemudian
menyatu. Oleh karena masing-masing inti telah mengalami duplikasi kromosom maka terdapat 3
perangkat kromosom yang telah membelah dalam satu kumparan besar. Pada akhir telofase terbentuk 2
anak inti masingmasing mengandung 3n kromosom. Kedua inti triploid tersebut masingmasing
membelah lagi menghasilkan 4 inti triploid dekat kalaza. Tiga di antaranya berlaku sebagai antipoda
dan akhirnya akan berdegenerasi, sedangkan inti keempat berpindah ke tengah sebagai inti polar yang
kedua. Dengan demikian, pada gametofit tipe Fritillara ditemukan 2 inti polar masingmasing dengan
jumlah kromosom 1n dan 3n. Pada megagametofit dewasa, akan terdapat inti dengan jumlah kromosom
4n. Pada keadaan ini megagametofit telah siap berperan dalam pembuahan ganda (Iriawati &
Suradinata, 2012).
Penyerbukan merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan buah dan biji-bijian, sebagai
syarat dalam produksi buah. Polinasi sendiri adalah peristiwa jatuhnya polen ke kepala putik sehingga
selanjutnya akan terjadi proses pembuahan. Sebagai prasyarat untuk fertilisasi, polinasi adalah penting
untuk produksi buah dan biji tanaman dan berperan penting dalam program yang dirancang untuk
meningkatkan tanaman dengan pembibitan (Anonim, 2015). Manfaat dari dilakukannya pengamatan
terhadap polen dan kantung embrio adalah untuk mengetahui jumlah polen yang viable untuk
menentukan keberhasilan proses polinasi yang nantinya akan diikuti dengan pembentukan buluh serbuk
sari atau perkecambahan serbuk sari, karena tanpa adanya pembentukan buluh serbuk sari, tidak akan
terjadi fertilisasi.
Uji viabilitas polen metode pewarnaan dilakukan dengan menggunakan larutan aceto carmin.
Viabilitas polen dapat dihitung dengan mengamati preparat di bawah mikroskop, kemudian dihitung
jumlah polen yang fertil atau viabel. Polen masuk dalam kategori fertil, jika berbentuk bulat dan
berwarna kuning, sedangkan polen yang tidak viable berbentuk kisut, lebih kecil dan berwarna gelap.
Persentase polen yang viabel dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑝𝑜𝑙𝑒𝑛 𝑣𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
Viabilitas polen = × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑝𝑜𝑙𝑒𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
Suatu polen dikatakan fertil (viabel) apabila memiliki fertilitas 61-100%, fertil sebagian dengan
fertilitas 31-60%, steril sebagian dengan fertilitas 11-30% dan steril dengan fertilitas 0-10% (Sari et al.,
2017).
Tanaman yang diambil polennya dan digunakan pada saat pengamatan polen adalah tanaman jagung
(Zea mays), cabai (Capsicum spp.), talok (Muntingia calabura), stroberi (Fragaria L.) dan bunga
sepatu (Hibiscus rosa-sinensis). Dari hasil pengamatan dan perhitungan viabilitas polen, polen yang
mempunyai viabilitas tertinggi ke terendah adalah polen dari tanaman bunga sepatu (100%), tanaman
stroberi (100%), tanaman jagung (100%), tanaman talok (70,83%) dan tanaman cabai (0,49%). Patokan
dari perhitungan polen yang viabel adalah bentuknya yang sempurna (bulat), dapat menyerap
acetocarmin, berwarna kuning, dan polen tidak pecah. Polen dapat kehilangan viabilitasnya, hal ini
dikarenakan oleh kondisi lingkungan, suhu, dan kelembaban relatif. Dari hasil pengamatan juga dapat
dilihat polen jagung berbentuk lonjong, cabai berbentuk bulat menyerupai segitiga, polen talok
berbentuk bulat sedikit lebih besar, polen stroberi berbentuk bulat kecil dan polen bunga sepatu
berbentuk bola berduri.
Kantung embrio tanaman yang dipakai dalam percobaan ini adalah dari tanaman Torenia spp.
Dalam kantung embrio tanaman tersebut terdapat bagian-bagian yang disebut antipoda, inti sekunder,
sinergid, dan sel telur. Akan tetapi pada hasil pengamatan, bagian yang dapat teramati hanyalah
ovulum, embryo sac, dan kutub mikrofil. Hal ini terjadi karena saat melakukan squish tekanan yang
diberikan terlalu kuat sehingga bagian lain tidak dapat teramati dengan jelas pada mikroskop. Kantung
embrio tanaman Torenia fourneri termasuk ke dalam tipe monospora oenothera. , pada tipe ini hanya
terjadi 2 kali pembelahan inti megaspora, sehingga hanya ada 4 inti di bagian mikropil. Dan 4 inti, 2
menjadi sinergid, 1 sel telur dan 1 (satu) inti kutub (Mulyani, 2006).

Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Polen pada tanaman jagung berbentuk lonjong, cabai berbentuk bulat menyerupai segitiga,
polen talok berbentuk bulat sedikit lebih besar, polen stroberi berbentuk bulat kecil dan polen
bunga sepatu berbentuk bola berduri.
2. Uji viabilitas polen metode pewarnaan dilakukan dengan menggunakan larutan aceto carmin.
Polen masuk dalam kategori fertil, jika berbentuk bulat dan berwarna kuning, sedangkan polen
yang tidak viable berbentuk kisut, lebih kecil dan berwarna gelap.
3. Persentase viabilitas polen dapat dihitung dengan proporsi jumlah polen yang viabel terhadap
jumlah seluruh polen yang teramati.
4. Embryo sac atau kantung embrio adalah gametofit betina pada tumbuhan angiospermae, yang
terbentuk dari pertumbuhan dan pembelahan megaspora menjadi struktur multiseluler dengan
delapan nukleus haploid. Pada tanaman Torenia spp. Kantung embrionya memiliki struktur
dengan bagian-bagian Egg cell, Synergids, Polar nuclei, dan Antipodals seperti kantung
embrio pada umumnya.
Daftar Pustaka
Anonim. 2015. Pengertian Polinasi. <https://hisham.id/2015/07/pengertian-polinasi.html>. Diakses
pada 5 Mei 2019.
Du, G., J. Xu., C. Gao., J. Lu., Q. Li., J. Du., M. Lv. and X. Sun. 2019. Effect of low storage
temperature on pollen viability of fifteen herbaceous peonies. Biotechnology Reports 20(2018).
Foster A. S. and Gifford E. M. 1973. Comparative Morphology of Vascular Plants Second Edition.
W.H Freeman And Company, San Fransisco.
Iriawati. and T. Suradinata. 2012. Struktur Bunga, Alat Reproduksi, serta Proses Reproduksi Jantan dan
Betina pada Tumbuhan Angiospermae. Universitas Terbuka, Jakarta.
Isogai, M., T. Yoshida., T. Shimura. and N. Yoshikawa. 2015. Pollen tubes introduce Raspberry bushy
dwarf virus into embryo sacs during fertilization processes. Virology 484 (2015) 341–345.
Mulyani, S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Kanisius, Yogyakarta.
Ridha, R. 2016. Uji viabilitas polen beberapa varietas padi (Oryza sativa L.) introduksi. Agrosamudra
3(2): 81-89.
Sari, D. K., N. Kendarini. and Damanhuri. 2017. Studi inkompatibilitas pada beberapa kombinasi
persilangan ubi jalar (Ipomoea batatas L.) Jurnal Produksi Tanaman 5(9): 1518-1524.
Sihombing, D. T. H. 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Wredle, U. 2004. Autophagic programmed cell death in the suspensor and endosperm of Vicia faba: An
ultrastructural study. Department of Botany. Stockholm University. Disertasi Doktor.

Anda mungkin juga menyukai