Fakultas Farmasi
2017/2018
Institute Sains Dan Teknologi Nasional.
Adapun isi dari makalah ini adalah , interaksi obat , faktor yang mempengaruhi
interaksi obat, mekanisme interaksi obat.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita semua dan dapat
memenuhi kriteria tugas yang diberikan, serta dapat menjadi nilai tambah untuk
penulis.
Tak ada yang sempurna, begitu pula dengan penulisan makalah ini. Oleh
sebab itu, penulis menerima kritik positif dari pembaca sebagai perbaikan bagi
penulis dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfat.
Penyusun
IV. PENUTUP
Kesimpulan...................................................................................................22
Daftar pustaka................................................................................................4
BAB 1
[Type text] Page 3
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain
(interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia
lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat
digunakan bersama-sama.
Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah studi di
Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus masuk
rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada seharusnya,
bahkan hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan/atau efek samping
obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi dengan
polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu
dokter, sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang
dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.
BAB II
[Type text] Page 4
TINJAUAN PUSTAKA
Efek dari interaksi obat bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas atau
menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki obat tersebut sebelumnya.
Penurunan efek obat karena interaksi daoat berbahaya bagi pasien misalnya
pemberian warfarin dengan rifampisin dapat menurunkan kadar warfarin dalam
darah sehingga dosis warfarin harus ditingkatkan. Namun ada juga interaksi
obat yang meningkatkan efek suatu obat dan memberi efek menguntungkan.
Misalnya pemberian obat antihipertensi bersama dengan diuretik.
Faktor yang berkaitan dengan pasien termasuk klirens obat pada pasien
tertentu, usia, faktor genetik, jenis kelamin, penyakit yang diderita, faktor
lingkungan dan makanan. Interaksi obat menjadi sangat penting pasa paisen
dengan usia lanjut atau usia yang sangat muda sepeti bayi dan anak-anak,
pasien dengan sistem imunitas yang lemah, pasien yang menerima pengobatan
yang berkaitan atau untuk mempengaruhi sistem kardiovaskular atau sistem
safar pusat, dan juga pasien dengan penyakit kronis, banyak penyakit dan juga
pasien yang mengalami kegagalan ginjal atau hati. Pasien yang baru saja
mengalami transplantasi, pasien dengan panyakit yang parah, dan penyakit
yang berhubungan dengan AIDS juga lebih rentan untuk terjaidnya interaksi
obat.
Usia yang rentan juga terhadap interaksi obat adalah anak-anak. Pada pasien
yang berusia dibawah 5 tahun interaksi obat juga berpotensi terjadi akibat
sistem enzimatik metabolik yang belum sempurna sehingga dapat
menyebabkan akumulasi obat. Klirens obat pada anak-anak umumnya lebih
cepat sehingga jika proses metabolism obat berubah maka meningkatkan resiko
toksisitas. Resiko toksisitas teofilin akibat inhibisi metabolismenya oleh
makrolida lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Penyakit
Termasuk didalamnya sifat kinetic dan dinamik yang khusus dari obat,
jumlah obat yang diresepkan, dosis, waktu, formulasi dan rute pemberian.
Kosultasi atau pemeriksaan pada beberapa dokter, penggunaan bebas dari obat
alternatif dan penggunaan obat yang termasuk kelompok yang menyebabkan
interaksi obat menyebabkan peningkatan kemungkinan interaksi obat. Angka
kejadian interaksi obat meningkat dengan jumlah obat yang diterima oleh
pasien. Telah dilaporkan bahwa resiko interaksi obat meningkat cukup pesat
ketika obat yang diberikan melebihi empat, dan angka kejadian interaksi obat
yang signifikan secara klinis mencapai lebih dari 20% ketika jumlah obat yang
diberikan 10 sampai 20 obat.
Kejadian interaksi obat baru menjadi hal yang penting untuk para pasien dan
dokter, bila terjadi gangguan pada efektivitas atau berkurangnya keamanan dari
pengobatan. Kejadian interaksi obat yang berpotensi membahayakan atau
menyebabkan kematian disebabkan karena interaksi dengan obet antikoagulan,
anti diabetik, dan antineoplastik interaksi obat lebih sering membawa dampak
yang serius bila terjadi pada lansia atau pasien yang menderita penyakit sangat
berat. Obat-obat tertentu membutuhkan perhatian serius, terutama obat-obat
dengan indeks terapi sempit ( narrow therapeutic index) obat yang memiliki
sifat menginduksi sendiri ( self-inducible) atau memiliki jalur metabolik jenuh
( saturable metabolic pathways) atau yang mempunyai kurva respons dosis
yang curam
Interaksi diantaranya obat-obat yang umum digunakan secara luas atau obat
– obat yang sering digunakan bersama-sama dalam pengobatan penyakit
spesifik tertentu, lebih penting dibandingkan dengan interaksi dari obat – obat
1. Interaksi farmakokinetik
Interaksi obat farmakokinetik terjadi ketika terdapat perubahan pada absorpsi,
distribusi, biotransformasi atau eliminasi satu atau lebih obat. Absorpsi obat
disaluran cerna bisa dipengaruhi oleh penggunaan bersamaan zat lain yang :
Memiliki luas permukaan yang luas dimana obat bis diserap
Mengikat atau khelat
Mengubah ph lambung
Mengubah motilitas saluran cerna
Mempengaruhi protein transport seperti P-glikoprotein
Kita harus membedakan anatara efek pada kecepatan absorpsi dan efek pada
jumlah yang diabsorbsi. Pengurangan pada kecepatan absorbsi obat jarang
peting bagi klinik, sedangkan pengurangan jumlah yag diabsorpsi akan penting
secara klinis jika hal terseut menghasilkan kadra serum yang dibawah kadar
yang menghasilkan efek teraupetik.
Metabolisme obat bisa distimulasi atau dihambat oleh terapi obat yang
sedang diterima. Induksi isozim sitokrom CYP450 pada hati dan usus kecil
dapat disebabkan oleh obat-obat seperti barbitural, bosentan, karbamazepin,
efavirenz, nevirapin, fenitoin, primidon, rifampisin, rifabutin. Penginduksi
enzim juga bisa meningkatkan aktivitas metabolisme fase II seperti
glukkoronidasi. Induksi enzim tidak terjadi secara cepat, maksimal efek akan
terjaid setelah 7-10 hari dan membutuhkan waktu yang sama atau lebih
panjang untuk menghilangkannya setelah penginduksi enzim dihentikan.
Rimfampisin contohya, bisa menginduksi enzim setelah pemberian beberapa
dosis. Inhibisi metabolisme umumnya terjaid lebih cepat dari induksi enzim
dan bisa terjadi segera setelah konsentrasi inhibitor dalam jaringan yang cukup
tercapai. Bagaimanapun, jika waktu paruh dari obat yang dipengaruhi panjang,
waltu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi tunak serum yang baru bisa
satu minggu atau lebih.
2. Meknisme farmakodinamik
Ketika dua obat atau lebih yang memiliki efek farmakologik yang sama
diberikan secara bersamaan, respon adiktif atau sinergistik biasanya terlihat.
Dua obat bisa saja atau tidak memberi aksi pada reseptor yang sama untuk
menghasilkan efek tersebut. Sebaliknya, obat-obat dengan efek farmakologik
berlawanan bisa menurunkan respon salah satu atau kedua obat. Interaksi obat
farmakodinamik merupakan hal yang umum dalam praktek klinis, tatapi efek
samping yang terjadi umumnya bisa diminimalkan jika kita mengerti
farmakologi setiap obat yang digunakan. Dengan cara demikian interaksi-
interaksi bisa diantisipasi dan pengukuran yang sesuai bisa diambil
Ketika aksi suatu obat difasilitasi atau ditingkatkan oleh obat yang lain
fenomena ini disebut sinergis dan kombinasi ini disebut kombinasi sinergis.
Sinergisme antara dua obat bisa terjadi dengan cara yang berbeda-beda.
Ketika dua obat dengan efek sama digunakan bersamaan terjadi efek adisi,
penambahan efek dari dua obat,. Contoh yang umum terjadi termasuk
penambahan efek analgesik dari dua obat analgesic, adisi depresi sistem saraf
pusat atau penambahan efek blockade neuromuscular dari relaksan otot rangka
dan antibiotik aminoglikosida. Istilah “efek supra-aditif” biasanya digunakan
ketika efek kombinasi menjadi lebih besar daripada jumlah efek obat ketika
ditambahkan. Contohnya adalah kotrimoksazol, kombinasi trimetropin dan
silfametoksazol. Dua obat ini berkhasiat sebagai bakteriostaltik terapi
kombinasi keduanya menghasilkan efek bakterisidal dengan blokade dari dua
tahap sintesis asam folat pada mikroorganisme
4. Interaksi farmasetik
Obat-obat dapat menjadi inaktif atau terjadi endapan bila tidak
tercampur didalam syringe atau cairan infus, atau darah sebelum diberikan
pada pasien. Fenitoin dan tiopental dapat terjadi endapan kalau dilarutkan
dengan larutan yang tidak tepat. Hidrokortison dapat menyebabkan inaktivasi
penisilin, heparin, atau kanamisin bila diberikan bersama-sama
Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai modifikasi efek suatu oabt akibat
obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan sehingga
keefektifan atau toksisitas satu obat meningkat atau berubah. Selain interaksi
obat dengan obat, interaksi obat dengan makanan, asap rokok, etanol, bahan-
Populasi khusus seperti pasien lanjut usia juga beresiko mengalami interaksi
obat yang signifikan secara klinis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
diporto alegre di brazil tentang interaksi obat yang potensial pada lanjut usia
tahun 2013, ditemukan mayoritas menggunakan satu sampai tiga obat yang
berpotensi menyebabkan interaksi obat, juga ditemukan 591 interaksi obat
yang sebagian besar menyebabkan adverse effevt sedang pada pasien.
Kombinasi verapamil-simvastatin, aspirin-verapamil, dan digoxin-
spironolakton merupakan beberapa contoh penggunaan kombinasi obat yang
berintekasi dan berdampak klinis pada pasien. Penggunaan bersama verapamil
dan simvastatin dapat menyebabkan sadar simvastatin menigkat sehingga
terjadi toksisitas stain seperti miopati atau rhabdomiolisis. Kombinasi aspirin-
verapamil dapat meningkatkan resiko perdarahan, sedangkan penggunaan
digoksin bersama diuretik spironolakton menyebabkan toksisitas digoksin.
Resep dari dokter yang umumnya mengandung lebih dari satu obat juga
berpotensi menyebabkan interaksi obat yang dapat membahayakan pasien.
[Type text] Page 20
Penelitian yang dilakukan oleh tragni,et al. Tahun 2013 di italia tentang
peresepan obat yang berpotensi menyebabkan interaksi obat menemukan 27
pasangan kombinasi obat yang sering diresepkan oleh dokter dan dapat
menyebabkan interaksi obat. Pemilihan ini didasarkan pada interaksi yang
kontraindikasi atau mayor atau sedang yang relevan secara klinis serta
penggunaannya tinggi. Salah satu contoh kombinasi obat yang sering
diresepkan adalah simvastatin dengan itrakonazol yang diketahui adpat
menyebabkan toksisitas statin ( rhabdaomyolisis atau myopati).
Selain itu, untuk mencegah atau mengurangi terjadinya interaksi obat yang
tidak dikehendaki dan mungkin dapat bersifat fatal, beberapa hal berikut dapat
dipertimbangkan :
Usahakan memberikan jumlah obat sedikit mungkin pada tiap-tiap penderita,
termasuk pemberian obat-obat OTC, dan obat-obat herbal
Dalam memberikan obat, perhatian terutama pada pasie usia lanjut, pasien
dengan penyakit sangat berat, pasien dengan adanya disfungsi hati atau ginjal.
Sangat berhati-hati jika menggunakan obat-obat dengan batas keamanan
sempit (antikoagulan, digitalis, antidiabetik, antiaritmia, antikonvulsan,
sitostatika) dan obat-obat inhibitor kuat CYP ( ketokonazol, eritromisin )
BAB IV
KESIMPULAN
A.KESIMPULAN
1. Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat atau farmakokinetiknya aleh
adanya obat lain yang dapat menyebabkan efek/kejadian klinis
2. Interaksi obat dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor yang
berkaitan dengan pasien seperti usia, faktor genetik dan jenis kelamin serta
penyakit dan faktor yang berhubungan dengan obat seperti sifat kinetik dan
dinamika obat. Faktor usia dan penyakit merupakan faktor yang penting untuk
diperhatikan dalam usaha pencegahan interaksi obat.
3. Interaksi obat merupakan kejadian yang dapat diegah. Untuk interaksi obat
yang berpotensi menyebabkan kejadian klinis atau signifikan secara klinis
[Type text] Page 22
diperlukan penatalaksanaan interaksi obat untuk menghindari dan mencegah
kejadian klinis yang membahayakan pasien.