Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH INTERAKSI OBAT

“prospek klinik interaksi obat”

Disusun oleh : Fikriyah Dzaky Rasanty (14330015)

Fakultas Farmasi
2017/2018
Institute Sains Dan Teknologi Nasional.

[Type text] Page 1


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT bahwa dengan


Rahmat dan Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Matakuliah
interaksi obat yang berjudul “prospek interaksi obat ” sebagai tugas Semester
tujuh.

Adapun isi dari makalah ini adalah , interaksi obat , faktor yang mempengaruhi
interaksi obat, mekanisme interaksi obat.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita semua dan dapat
memenuhi kriteria tugas yang diberikan, serta dapat menjadi nilai tambah untuk
penulis.

Tak ada yang sempurna, begitu pula dengan penulisan makalah ini. Oleh
sebab itu, penulis menerima kritik positif dari pembaca sebagai perbaikan bagi
penulis dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfat.

Jakarta, 19 september 2017

Penyusun

[Type text] Page 2


DAFTAR ISI
KATA PENGHANTAR................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................3
I. PENDAHULUAN
Latar belakang...............................................................................................4

II. TINJAUN PUSTAKA


A. definisi interaksi
obat.........................................................................................................5
B. faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi
obat.........................................................................................................6
C. penyebab terjadinya interaksi
obat ........................................................................................................8
D. mekanisme interaksi
obat ........................................................................................................8
E. interaksi obat yang berbahaya
............................................................................................12
F. interaksi obat yang signifikan secara
klinis............................................12
G. manajemen klinis interaksi
obat..............................................................12

III. PEMBAHASAN ………………………………………………………14

IV. PENUTUP
Kesimpulan...................................................................................................22
Daftar pustaka................................................................................................4

BAB 1
[Type text] Page 3
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain
(interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia
lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat
digunakan bersama-sama.

Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah studi di
Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus masuk
rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada seharusnya,
bahkan hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan/atau efek samping
obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi dengan
polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu
dokter, sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang
dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.

Kejadian interaksi obat dalam klinis sukar diperkirakan karena :

A. seringkali lolos dari pengamatan, karena kurangnya pengetahuan akan


mekanisme dan kemungkinan terjadi interaksi obat. Hal ini mengakibatkan
interaksi obat berupa peningkatan toksisitas dianggap sebagai reaksi
idiosinkrasi terhadap salah satu obat, sedangkan interaksi berupa penurunakn
efektivitas dianggap diakibatkan bertambah parahnya penyakit pasien

C. kejadian atau keparahan interaksi obat dipengaruhi oleh variasi individual, di


mana populasi tertentu lebih peka misalnya pasien geriatric atau berpenyakit
parah, dan bisa juga karena perbedaan kapasitas metabolisme antar individu.
Selain itu faktor penyakit tertentu terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang
parah dan faktor-faktor lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian
kronik).

BAB II
[Type text] Page 4
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. PENGERTIAN INTERAKSI OBAT


Interaksi obat adalah suatu perubahan atau efek yang terjadi pada suatu obat
ketika obat tersebut digabungkan dengan pemakaian obat yang lain, makanan ,
obat-obatan tradisional ataupun senyawa kimia yang lainnya. Menurut
Stockley, interaksi obat terjadi ketika efek suatu oabt berubah dengan
kehadiran obat lain, obat tradisional, makanan, minuman atau oleh suatu zat
kimia. Interaksi obat bisa juga terjadi diluar tubuh misalnya reaksi fisiko-kimia
yang terjadi pada obat yang dicampurkan dengan cairan intravena yang
menyebabkan obat tersebut mengendap atau mengalami inaktivasi.

Interaksi obat merupakan penyebab penting dari toksistas obat yang


berhubungan dengan penggunaannya dalam pengobatan ( therapy-related
toxicity ). Tetapi umtuk kesadaran dan pengenalan dari efek samping obat
akibat kejadian interaksi obat sangat rendah di kalangan dokter dan tenaga
medis lainnya.
Dengan meningkatnya penggunaan obat sekarang, dan beragamnya penyakit
yang diderita oleh pasien, maka kesempatan terjadinya interaksi obat semakin
tinggi pada praktik sehari-hari. Insidens dari efek samping obat meningkat
hampir bersamaan dengan banyaknya obat yang diberikan, dan sebagian
disebabkan karena terjadinya interaksi obat. Pasien –Pasien yang berada dalam
kondisi kritis. Berpenyakit kronis, atau pasien lanjut usia ( lansia ) adalah yang
paling sering mengalami resiko manifesttasi dari interaksi obat .

Efek dari interaksi obat bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas atau
menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki obat tersebut sebelumnya.
Penurunan efek obat karena interaksi daoat berbahaya bagi pasien misalnya
pemberian warfarin dengan rifampisin dapat menurunkan kadar warfarin dalam
darah sehingga dosis warfarin harus ditingkatkan. Namun ada juga interaksi
obat yang meningkatkan efek suatu obat dan memberi efek menguntungkan.
Misalnya pemberian obat antihipertensi bersama dengan diuretik.

1.2FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTERAKSI


OBAT
[Type text] Page 5
Tingkat keparahan interaksi obat dapat sangat bervariasi antara pasien
satu dengan pasien yang lain. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kerentanan pasien terhadap interaksi obat antara lain:

1. Faktor yang berkaitan dengan pasien ( patient-related factor)

Faktor yang berkaitan dengan pasien termasuk klirens obat pada pasien
tertentu, usia, faktor genetik, jenis kelamin, penyakit yang diderita, faktor
lingkungan dan makanan. Interaksi obat menjadi sangat penting pasa paisen
dengan usia lanjut atau usia yang sangat muda sepeti bayi dan anak-anak,
pasien dengan sistem imunitas yang lemah, pasien yang menerima pengobatan
yang berkaitan atau untuk mempengaruhi sistem kardiovaskular atau sistem
safar pusat, dan juga pasien dengan penyakit kronis, banyak penyakit dan juga
pasien yang mengalami kegagalan ginjal atau hati. Pasien yang baru saja
mengalami transplantasi, pasien dengan panyakit yang parah, dan penyakit
yang berhubungan dengan AIDS juga lebih rentan untuk terjaidnya interaksi
obat.

Pada sebuah studi yang melibatkan sebanyak 287.074 veteran, obat-obat


yang umumnya berpotensial menyebabkan imteraksi obat yang merugikan
adalah verapamil, metrotrexat, amiodaron, litium, warfarin, siklosporin dan
itrakonazol ( roughhead,2010). Manifestasi pada usia lanjut termasuk
halusinasi dan gejolak psikomotor yang disebabkan oleh interaksi antara
venlafaksin dan propafenon, gangguan psikis akibat interaksi antara natrium
valproat dan levetiracetam dan terjadinya blood dyscrasia akibat pemberian
bersaama fenobarbital dan lamotrigin pada paisen epilepsi.

Usia yang rentan juga terhadap interaksi obat adalah anak-anak. Pada pasien
yang berusia dibawah 5 tahun interaksi obat juga berpotensi terjadi akibat
sistem enzimatik metabolik yang belum sempurna sehingga dapat
menyebabkan akumulasi obat. Klirens obat pada anak-anak umumnya lebih
cepat sehingga jika proses metabolism obat berubah maka meningkatkan resiko
toksisitas. Resiko toksisitas teofilin akibat inhibisi metabolismenya oleh
makrolida lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Penyakit

[Type text] Page 6


mempunyai akibat pada interaksi obat, karena sitokin, transporter obat dan
enzim bisa mengalami perubahan selamaproses infeksi dan proses lainnya.
Sebagai contoh aktivitas transporter pglikoprotein menurun pada paisen yang
mengalami operasi usus kecil, dan enzim mikrosomal hepatic CYP3A4 bisa
dipengaruhi jika pasien menderita sirosis hati.

2. Faktor khusus dari obat ( drug-specific factors)

Termasuk didalamnya sifat kinetic dan dinamik yang khusus dari obat,
jumlah obat yang diresepkan, dosis, waktu, formulasi dan rute pemberian.
Kosultasi atau pemeriksaan pada beberapa dokter, penggunaan bebas dari obat
alternatif dan penggunaan obat yang termasuk kelompok yang menyebabkan
interaksi obat menyebabkan peningkatan kemungkinan interaksi obat. Angka
kejadian interaksi obat meningkat dengan jumlah obat yang diterima oleh
pasien. Telah dilaporkan bahwa resiko interaksi obat meningkat cukup pesat
ketika obat yang diberikan melebihi empat, dan angka kejadian interaksi obat
yang signifikan secara klinis mencapai lebih dari 20% ketika jumlah obat yang
diberikan 10 sampai 20 obat.

Peresepan dan pencampuran bisa menyebabkan pasangan obat berpotensial


berinteraksi yag merugikan. Sebuah studi menemukan bahwa obat presipitan
yang umum diresepkan di sarana pelayanan kesehatan primer adalah golongan
AIDS dan antibiotik. Khususnya rimfampisin. Obat dengan indeks terapi
sempit atau rendah lebih mudah menjadi objek interaksi obat yang serius. Obat
objek yang sering digunakan yang menyebabkan interaksi obat termasuk
warfarin, fluorokuinolon, antiepilepsi, antikontrasepsi, cisaprid dan 3 hidroksi-
3 dimana obat-obat ini terlibat pada interaksi obat harus diberikan ‘bendera
merah’ termasuk warfarin, siklosporin, eritomisin, antifungi azol, PI ( inhibitor
protease HIV) dan inhibitor HMG CoA-reduktase (statin).

1.3PENYEBAB TERJADINYA INTERAKSI OBAT

[Type text] Page 7


1) Polifarmasi
Merupakan hal yang umum sekarang ini untuk meresepkan banyak obat
sekaligus yang sering disebut sebagai polifarmasi
2) Pasien berkonsultasi pada beberapa dokter
Terkadang pasien tidak puas dengan satu dokter saja dan bisa berkonsultasi
dengan dokter lain tanpa menginformasikan hasil konsultasinya pada dokter
pertama
3) Polifarmasi yang irasional, penggunaan bersamaan obat yang diresepkan
dan obat yang tidak diresepkan.
Pasien bisa menggunakan aspirin dan antasida yang bisa diperoleh tanpa resep
dokter. Jika pasien tersebut juga meminum obat yang diresepkan dokter seperti
digoksin dan tetrasiklin, interaksi obat bisa terjadi.
4) Ketidak patuhan pasien
Kadang-kadang pasien tidak mematuhi aturan yang diberikan oleh dokter atau
apoteker dan mengkonsumsi bahan makanan yang dilarang. Sebagai contoh
keju dengan monoamine axidase inhibitord, hal ini bisa menyebabkan krisis
hipertensi yang parah.

1.4 KONSEKUENSI INTERAKSI OBAT

Kejadian interaksi obat baru menjadi hal yang penting untuk para pasien dan
dokter, bila terjadi gangguan pada efektivitas atau berkurangnya keamanan dari
pengobatan. Kejadian interaksi obat yang berpotensi membahayakan atau
menyebabkan kematian disebabkan karena interaksi dengan obet antikoagulan,
anti diabetik, dan antineoplastik interaksi obat lebih sering membawa dampak
yang serius bila terjadi pada lansia atau pasien yang menderita penyakit sangat
berat. Obat-obat tertentu membutuhkan perhatian serius, terutama obat-obat
dengan indeks terapi sempit ( narrow therapeutic index) obat yang memiliki
sifat menginduksi sendiri ( self-inducible) atau memiliki jalur metabolik jenuh
( saturable metabolic pathways) atau yang mempunyai kurva respons dosis
yang curam

Interaksi diantaranya obat-obat yang umum digunakan secara luas atau obat
– obat yang sering digunakan bersama-sama dalam pengobatan penyakit
spesifik tertentu, lebih penting dibandingkan dengan interaksi dari obat – obat

[Type text] Page 8


yang sangat jarang digunakan. Hal ini mendatangkan masalah bagi obat-obat
yang mudah didapat tanpa resep atau zat – zat lainnya. Misalnya alkohol,
rokok, antasid dan obat antiinflamasi non steroid yang berpotensi
menyebabkan interaksi dengan banyak obat lainnya.

1.5 MEKANISME INTERAKSI OBAT

Terdapat beberapa mekanisme bagaimana obat isa berinteraksi sebagian


besar dapat dikelompokan menjadi interaksi farmakokinetik ( absorpsi,
distribusi, metabolisme, ekskresi) interaksi farmakodinamik atau interaksi
gabungan. Pengetahuan tentang mekanisme interaksi obat terjadi berguna
secara klinis, karena mekanisme dapat mempengaruhi baik waktu dan metode
mencegah atau mengatasi interaksi. Beberapa interaksi obat muncul sebagai
hasil dari dua atau lebih mekanisme.

1. Interaksi farmakokinetik
Interaksi obat farmakokinetik terjadi ketika terdapat perubahan pada absorpsi,
distribusi, biotransformasi atau eliminasi satu atau lebih obat. Absorpsi obat
disaluran cerna bisa dipengaruhi oleh penggunaan bersamaan zat lain yang :
 Memiliki luas permukaan yang luas dimana obat bis diserap
 Mengikat atau khelat
 Mengubah ph lambung
 Mengubah motilitas saluran cerna
 Mempengaruhi protein transport seperti P-glikoprotein
Kita harus membedakan anatara efek pada kecepatan absorpsi dan efek pada
jumlah yang diabsorbsi. Pengurangan pada kecepatan absorbsi obat jarang
peting bagi klinik, sedangkan pengurangan jumlah yag diabsorpsi akan penting
secara klinis jika hal terseut menghasilkan kadra serum yang dibawah kadar
yang menghasilkan efek teraupetik.

Mekanisme yang mempengaruhi distribusi obat termasuk:


 Kompetisi pengikatan protein plasma
 pemindahan dari ikatan jaringan tempat aksi
[Type text] Page 9
o perubahan pada penghalang jaringan local, contohnya: penghambatan
P-glikoprotein pada sawar darah otak.

Meskipun kompetisi ikatan protein plasma dapat mengingkatkan konsentrasi


bebas dari obat yang dipindahkan dalam plasma, peningkatan itu hanya terjadi
sementara saja karena peningkatan ini akan seimbang pada fase disposisi obat.
Pentingnya pemindahan ikatan protein telah dilebih-lebihkan, penelitian
terbaru menyatakan bahwa interaksi tersebut tidak menghasilkan efek samping.
Penggantian dri ikatan jaringan akan menyeimbangkan konsentrasi darah.

Metabolisme obat bisa distimulasi atau dihambat oleh terapi obat yang
sedang diterima. Induksi isozim sitokrom CYP450 pada hati dan usus kecil
dapat disebabkan oleh obat-obat seperti barbitural, bosentan, karbamazepin,
efavirenz, nevirapin, fenitoin, primidon, rifampisin, rifabutin. Penginduksi
enzim juga bisa meningkatkan aktivitas metabolisme fase II seperti
glukkoronidasi. Induksi enzim tidak terjadi secara cepat, maksimal efek akan
terjaid setelah 7-10 hari dan membutuhkan waktu yang sama atau lebih
panjang untuk menghilangkannya setelah penginduksi enzim dihentikan.
Rimfampisin contohya, bisa menginduksi enzim setelah pemberian beberapa
dosis. Inhibisi metabolisme umumnya terjaid lebih cepat dari induksi enzim
dan bisa terjadi segera setelah konsentrasi inhibitor dalam jaringan yang cukup
tercapai. Bagaimanapun, jika waktu paruh dari obat yang dipengaruhi panjang,
waltu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi tunak serum yang baru bisa
satu minggu atau lebih.

Obat-obatan yang bisa menghambat metabolism CYP450 dari obat lain


termasuk amiodaron, androgen, atazanavir, kloramfenikol, simetidin,
siprofoksasin, klaritromisin, siklosporin, delavirdin, flukonazol, fluvoksamin,
senyawa dalam sari buah anggur, indinavir, isoniazid, kuinidin, ritonavir,
verapamil, virokonazol, zafirlukas, dan zileuton. Ekskresi renal dari obat aktif
[Type text] Page 10
bisa dipengaruhi oleh terapi obat yang sedang digunakan. Ekskresi renal obat-
obat tertentu yang merupakan asam lemah atau basa lemah bisa dipengaruhi
oleh obat lain yang menyebabkan perubahan ph urin. Hal ini disebabkan oleh
perubahan ionisasi obat. Untuk beberapa obat, sekresi aktif ke dalam tubula
renal merupakan rute emliminasi yang penting. ABC P-glikoprotein transporter
berperan dalam sekresi aktif tubular untuk beberapa obat.

2. Meknisme farmakodinamik

Ketika dua obat atau lebih yang memiliki efek farmakologik yang sama
diberikan secara bersamaan, respon adiktif atau sinergistik biasanya terlihat.
Dua obat bisa saja atau tidak memberi aksi pada reseptor yang sama untuk
menghasilkan efek tersebut. Sebaliknya, obat-obat dengan efek farmakologik
berlawanan bisa menurunkan respon salah satu atau kedua obat. Interaksi obat
farmakodinamik merupakan hal yang umum dalam praktek klinis, tatapi efek
samping yang terjadi umumnya bisa diminimalkan jika kita mengerti
farmakologi setiap obat yang digunakan. Dengan cara demikian interaksi-
interaksi bisa diantisipasi dan pengukuran yang sesuai bisa diambil

a. Interaksi adiktif atau sinergis

Ketika aksi suatu obat difasilitasi atau ditingkatkan oleh obat yang lain
fenomena ini disebut sinergis dan kombinasi ini disebut kombinasi sinergis.
Sinergisme antara dua obat bisa terjadi dengan cara yang berbeda-beda.

Ketika dua obat dengan efek sama digunakan bersamaan terjadi efek adisi,
penambahan efek dari dua obat,. Contoh yang umum terjadi termasuk
penambahan efek analgesik dari dua obat analgesic, adisi depresi sistem saraf
pusat atau penambahan efek blockade neuromuscular dari relaksan otot rangka
dan antibiotik aminoglikosida. Istilah “efek supra-aditif” biasanya digunakan
ketika efek kombinasi menjadi lebih besar daripada jumlah efek obat ketika
ditambahkan. Contohnya adalah kotrimoksazol, kombinasi trimetropin dan
silfametoksazol. Dua obat ini berkhasiat sebagai bakteriostaltik terapi
kombinasi keduanya menghasilkan efek bakterisidal dengan blokade dari dua
tahap sintesis asam folat pada mikroorganisme

[Type text] Page 11


Penggunaan sulbaktan atau asam klavulanat (inhibitor beta laktamase) untul
mencegah rusaknya ampisilin atau amoksisilin merupakan contoh lain dimana
inhibitor beta-laktamase tidak memiliki aksi antimikroba tetapi memfasilitasi
efek dari antibiotik β laktam. Contoh-contoh diatas merupakan sinergis obat
atau potensiasi. Jadi istilah sinergisme dan potensiasi dipertimbangkan dengan
implikasi umum dari efek menguntungkan yang dihasilkan ketika dua zat atau
obat digunakan sebagai kombinasi, tidak tergantung apakah kedua komponen
tersebut memiliki efek yang sama atau tidak.

3. Interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik


Ada dua obat yang berinteraksi baik dengan mekanisme farmakokinetik
dan farmakodinamika. Aspirin menggantikan warfarin dari ikatan protein
plama dan menaikkan kadar warfarin yang menigkatkan efeknya, yang
merupakan efek farmakokinetik. Sebagai tambahan, efek antiplatelet dari
aspirin dan efek antikoagulan dari warfarin berpotensi satu sama lain pada
tingkat farmakodinamika.

4. Interaksi farmasetik
Obat-obat dapat menjadi inaktif atau terjadi endapan bila tidak
tercampur didalam syringe atau cairan infus, atau darah sebelum diberikan
pada pasien. Fenitoin dan tiopental dapat terjadi endapan kalau dilarutkan
dengan larutan yang tidak tepat. Hidrokortison dapat menyebabkan inaktivasi
penisilin, heparin, atau kanamisin bila diberikan bersama-sama

1.6 INTERAKSI OBAT YANG BERBAHAYA


Beberapa interaksi obat yang tidak diinginkan bisa saja menjadi serius
dan/atau fatal. Efek warfarin yang berlebihan bisa memicu perdarahan dengan
penggunaan bersama siprofloksasin, klaritromisin, metronidazol,
kotrimoksazol, lovastatin, asetaminofen dan AINS temasuk aspirin.

[Type text] Page 12


Peningkatan kadar memicu toksisitas sarius dari pengobatan antiepilepsi
( karbamazepin, fenitoin, fenobarbition) diketahui disebabkan oleh penggunaan
bersama dengan simetidin, eritromisin, klaritromisin dan flukonazol,
sedangkan rifampisin diketahui secara signifikan menurunkan efe dari
antiepilepsi. Penggunaan bersama AINS atau diuretik memicu peningkatan
yang signifikan kadar litium dan toksisitasnya.
2 Interaksi obat yang signifikan secara klinis
Tidak semua interaksi obat signifikan secara klinis. Signifikan dari interaksi
obat bisa dari rentang teoritis dan tidak berefek hingga membahayakan jiwa.
Interaksi disebut signifikan ketika terjadi antara dua atau lebih zat yang
diberikan bersama dan menghasilkan kebutuhan untuk penyesuaian dosis salah
satu zat atau intevensi medis lainnya.

Prevalensi interaksi obat yang signifikan secara klinis antara 2 % hingga


16%. Pemberian bersama-sama obat yang kurang hati-hati dari pasangan obat
sinergis atau antagonis bisa memicu efek yang tidak diinginkan. Beberapa jenis
obat yang umumnya menimbulkan interaksi obat yang signifikan secara klinis
antara lain depresan SSP, antikoagulan oral, antidiabetes, glikosida jantung,
antihipertensi, antihistamin non-sedatif, antiepilepsi, dan pengobatan
sitotoksik. Pada pasien yang sakit parah, memiliki penyakit kronis dan lanjut
usia memiliki resiko terkena interaksi obat ini. Pemberian kombinasi obat
diketahui berpotensi menimbulkan interaksi obat pada manusia bisa saja tidak
menghasilkan interaksi obat pada semua paisen.

1.7 MANAJEMEN KLINIS INTERAKSI OBAT

Setelah menilai tingkat dokumentasi di literatur dan tingkat signifikan


interaksi, pertimbangan harus diberikan pada onset dan oofset kejadian,
mekanismenya perubahan pada hasil anjuran manajemen dari diskusi pada
literature yang tersedia berkaitan dengan interaksi tersebut. Ketika seorang
pasien telah didentifikasiberesiko mengalami interaksi obat yang relevan secara

[Type text] Page 13


klinis, langkah-langkah harus diambil untuk mencegah atau meminimalkan
kejadian yang potensial ini. Jika memungkinkan kombinasi tersebut dihindari
atau salah satu atau lebih obat dihentikan. Pengobatan mungkin bisa diganti
dengan pengobatan yang tidak berinteraksi yang ekivalen secara terapeutik,
dosisi mungkin bisa disesuaikan, kekuatan dosis atau interval dimodifikasi,
atau rute pemberian diubah.

Peting untuk tidak bereaksi berlebihan terhadap interaksi yang potensial.


Tindakan seperti tidak melanjutkan obat yang penting pada pasien, peningkatan
atau penurunan dosis yang tidak perlu, meningkatkan kunjungan monitoring
yang tidak perlu, atau pengukuran konsentrasi obat tidak perlu dilakukan. 5
kelas sistem kategorisasi untuk manajemen interaksi obat direkomendasikan
dan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Sitem kategori manajemen interaksi obat

Kelas 1 Hindari pemberian kombinasi obat. Resiko efek yang tidak


diinginkan pada pasien. Hindari pemberian obat bersamaan
Kelas 2 Kombinasi dihindari kecuali manfaat pemberian kombinasi obat
lebih besar dari pada resikonya pada pasien. Jika perlu gunakan
obat alternafive yang tidak beriteraksi. Pasien harus dimonitor
secara ketat jika kombinasi obat diberikan.
Kelas 3 Beberapa pilihan penatalaksanaan tersedia : gunakan obat
alternative, mengubah regimen obat ( dosisi, interval ) atau rute
pemberian untuk meminimalkan interaksi atau monitor pasien
jika kombinasi obat diberikan
BAB III
PEMBAHASAN

Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai modifikasi efek suatu oabt akibat
obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan sehingga
keefektifan atau toksisitas satu obat meningkat atau berubah. Selain interaksi
obat dengan obat, interaksi obat dengan makanan, asap rokok, etanol, bahan-

[Type text] Page 14


bahan kimia lingkungan dan produk herbal juga dapat terjadi dan
mempengaruhi efek dari obat. Ketika kombinasi terapeutik mengakibatkan
perubahan yang tidak diinginkan atau komplikasi terhadap kondisi pasien.
Maka interaksi tersebut digambarkan sebagai interaksi yang bermakna klinis.
Interaksi obat kini menjadi perhatian didunia klinis karena banyak kasus
yang terjadi, ADR yang tinggi, dan untuk menjaga keamanan pasien dalam
pengobatan maka banyak sekali penelitian mengenai interaksi obat. Dari
beberapa penelitian yang dilakukan dibeberapa negara diketahui banyak
kombinasi oabt yang digunakan menyebabkan interaksi obat yang efeknya
parah, sedang maupun minor. Tabel dibawah ini mengambil contoh 10
( sepuluh ) kombinasi obat yang secara klinis menyebabkan efek yang parah
dan menyebabkan bagi pasien yang menggunakan kombinasi obat tersebut
berdasarkan hasil penelitian di beberapa negara.

Tabel 2. Contoh kombinasi obat yang berinteraksi dan menyebakan


efek/kejadian klinis

No Obat Obat Mekanisme Efek Yang Penanganan


Objek Presipitan Interaksi Ditimbulkan
1 isoniazida rifampisin Rifampisin Kerusakan hati/ Diberikan
mengubah hepatoksik peringatan
metabolisme untuk pasien
isoniazida, denga fungsi
menghasilkan hati yang rusak,
senyawa hidrazin lanjut usia,
yang menyebabkan anak dibawah 2
hepatiksik tahun, apsien
malnutrisi,
anjuran untuk
pemeriksaan
fungsi hati
setiap bulan
2 Enoxapari diklofenak Efek adisi Perdarahan Kombinasi
n antikoagulan dari sebaiknya
[Type text] Page 15
enoxaparin dihindari jika
harus
menggunakan,
harus
diperhitungkan
apakah
penggunaannya
mempunyai
manfaat yang
lebih besar atau
tidak.
3 warfarin heparin Heparin daoat Perdarahan Gunakan
memperpanjang heparin dan
waktu tahap satu warfarin
protrombin, bersamaan
sehingga untuk
meningkatkan memastikan
resiko perdarahan proses
antikoagulasi
terjadi sampai
warfarin
menjadi waktu
tunak ( steady-
state), hentikan
penggunaan
heparin ketika
INR sudah
stabil
4 Kotrimoks pirimetamin Pirimetamin dan Pansitopenia dan Kombinasi
azol trimetoprin anemia sebaiknya
keduanya antagonis megaloblastik dihindari jika
folat dan secara harus
selektif menggunakan
menghambat enzim kombinasi oini,

[Type text] Page 16


dihidrofilat pasien
reduktase, yang diberikan
memicu sintesis suplemen folat
dari asam nukleat seperti kalsium
yang didiperlukan folinat.
untuk produksi sel-
sel baru. Hal ini
menyebabkan
defisiensi folat dan
akhirnya
menyebabkan
anemia
megaloblastik
5 verapamil simvastatin Verapamil Toksisita Turunkan dosis
menghambat simvastatin simvastatin
isoenzim CYP450 ( meningkatkan hingga dosis
yaitu CYP3A4 resiko myopthy rendah (20mg)
yang berperan atau
dalam metabolisme rhabdomyolisis)
simvastatin
sehingga kadar
simvastatin
meningkat dan
beresiko terjadinya
myopathy
6 Digoxin spironolakto Spironolakton Toksisitas Jika
n menghambat digoxin (nause, penggunaan
ekskresi digoksin muntah, aritmia dogoksin pada
diginjal sehingga jantung) dosis tetinggi
spironolakton harus dilakukan
meningkatkan monitoring
kadar digoxin pada pasien
sebesar 25%
7 Aspirin verapamil Verapamil Resiko Gunakan

[Type text] Page 17


menghambat perpadarahan dan aspirin dengan
agregasi platelet, terjadi memar dosisi
karena verapamil abnormal ( satu minimum
(CCB) kasus) ketiak
mengganggu dikombinasikan
perpindahan ion dengan
kalsium melalui verapamil
membrane sel yang
dapat
mempengaruhi
fungsi platelet.
Efek adiktif terjadi
ketika
dikombinasikan
dengan antiplatelet
seperti aspirin
8 fluvastatin sikolosporin Kompetisi pada Toksisitas statin Kombinasi
isoenzim CYP3A4 (rhabdomyolisis, tidak dihindari
sitokrom 450 yang myopathy) tetapi gunakan
berperan dalam statin tidak
metabolisme lebih dari 10
fluvastatin. mg. Jika terjadi
Siklosporin myopathy,
menggangu hentikan
metabolisme penggunaan
fluvastatin dan statin.
meningkatkan
kadar fluvastatin
dalam darah
9 Lamotrigi Asam Asam valproat Ruam dan reaksi Ketika
n valproat menurunkan kulit serius digunakan
glukuronidasi termasuk bersamaan
lamotrigin dengan sindrom steves- valproat, dosis
inhibisi kompetitif johnson tremor lamotrigen

[Type text] Page 18


sehingga diturunkan
menurunkan klirens hingga
lamotrigin. setengah untuk
Interaksi menxegah
farmakodinamika toksisitas
menyebabkan lamotrigen
tremor
10 Simvastati Itrakonazol Itrakonazol Toksisitas statin ( Kombinasi
n menghambat rhabdomyolisis) harus dihindari
isoenzim CYP3A4
yang
memetabolisme
simvastatin
sehingga kadar
simvastatin dalam
darah menigkat dan
dapat terjadi
toksisitas
simvastatin

Ketika meggunakan obat-obatan, hasil yang beragam bisa muncul, kebanyakan


adalah hasil yang menguntungkan bagi pasien namun, efek yang tidak
diingiinkan, mulai dari efek samping mimor hingga kematian bisa terjadi. Slah
satu dari konsenkuensi penggunaan beberapa obat adalah resiko dimana salah
satu obat mempengaruhi aktivitas, ketersediaan atau efek dari obat lain.

Pada penelitian yang dilakukan dirumah sakit untivesitas gondar di etiopia


tahun 2013 ditemukan 413 interaksi obat yang potensial, sebagian besar masuk
kategori sedang ( 61.2%) dan dikategori serius sebanyak 12,8%. Kombinasi
rifampisin-isoniazida dan warfarain-heparin serta kotrimoksazol-pirimetamin
adalah contoh kombinasi obat yang meyebabkan adverse effect yang serius.
Penggunaan rifampisin dan isoniazida bersamaan bisa menyebabkan kerusakan
hati, sedangkan kombinasi warfarin dan heparin bisa meningkatkan resiko

[Type text] Page 19


perdarahan pasien. Penggunaan bersamaan kotrimoksazol dan pirimetamin
dapat menyebabkan anemia megaloblastik.

Populasi khusus seperti pasien lanjut usia juga beresiko mengalami interaksi
obat yang signifikan secara klinis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
diporto alegre di brazil tentang interaksi obat yang potensial pada lanjut usia
tahun 2013, ditemukan mayoritas menggunakan satu sampai tiga obat yang
berpotensi menyebabkan interaksi obat, juga ditemukan 591 interaksi obat
yang sebagian besar menyebabkan adverse effevt sedang pada pasien.
Kombinasi verapamil-simvastatin, aspirin-verapamil, dan digoxin-
spironolakton merupakan beberapa contoh penggunaan kombinasi obat yang
berintekasi dan berdampak klinis pada pasien. Penggunaan bersama verapamil
dan simvastatin dapat menyebabkan sadar simvastatin menigkat sehingga
terjadi toksisitas stain seperti miopati atau rhabdomiolisis. Kombinasi aspirin-
verapamil dapat meningkatkan resiko perdarahan, sedangkan penggunaan
digoksin bersama diuretik spironolakton menyebabkan toksisitas digoksin.

Hasil studi observasi retrospektif yang dilakukan dikroasia tahun 2005


sampai 2008 menemukan 94 kasus adverse effect yang disebabkan karena
interasi obat. Kombinasi fluvastatin-siklosporin dan asam valproat-lamotrigen
merupakan dua contoh intreraksi obat yang ditemukan menyebabkan adverse
effect pada pasien. Fluvastatin yang diberikan bersama siklosporin
menyebabkan keracunan sistem yaitu myopati atau rhabdomyolisis.
Penggunaan asam valproat bersama lamotrigin dalam pengobatan epilepsi
dapat menyebabkan ruam dan reaksi kulit serius.

Salah satu penyebab terjadinya interaksi obat adalah polifarmasi.


Polifarmasi yang menyebabkan inteksi obat tentunya perlu mendapatkan
perhatian bagi keamanan pasien yang menerima pengobatan dengan beberapa
obat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh sharifi (2013) di iran melaporkan
kombinasi enoxaparin dan diklofenak yang lazim digunakan menyebabkan
perdarahan akibat adisi efek antikoagulan dari enoxaparin.

Resep dari dokter yang umumnya mengandung lebih dari satu obat juga
berpotensi menyebabkan interaksi obat yang dapat membahayakan pasien.
[Type text] Page 20
Penelitian yang dilakukan oleh tragni,et al. Tahun 2013 di italia tentang
peresepan obat yang berpotensi menyebabkan interaksi obat menemukan 27
pasangan kombinasi obat yang sering diresepkan oleh dokter dan dapat
menyebabkan interaksi obat. Pemilihan ini didasarkan pada interaksi yang
kontraindikasi atau mayor atau sedang yang relevan secara klinis serta
penggunaannya tinggi. Salah satu contoh kombinasi obat yang sering
diresepkan adalah simvastatin dengan itrakonazol yang diketahui adpat
menyebabkan toksisitas statin ( rhabdaomyolisis atau myopati).

Farmasis bersama dokter yang meresepkan obat memiki tugas untuk


memastikan pasien mengetahui dan berhati-hati terhadap resiko efek samping
yang bisa terjadi. Farmasis memiliki pengetahuan yang detail tentang obat dan
kemampuan untuk menghubungkan gejala yang tidak dikehendaki yang
dialami oleh pasien yang mungkin merupakan efek yang tidak diinginkan pada
pengobatan. Praktek farmasi klinis juga memastikan bahwa efek obat yang
tidak diinginkan diminimalkan dengan menghindari obat-obat yang berpotensi
menyebabkan efek samping pada pasien yang rentan. Oleh karena itu farmasis
memiliki peran yang penting dalam hubungannya dengan pencegahan, deteksi
dan pelaporan efek obat yang tidak diinginkan.

Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh farmasis dalam penatalaksanaan


interaksi obat untuk menghindari interaksi obat, termasuk:

Menghindari kombinasi seluruhnya


Beberapa intertaksi obat, resikonya lebih besar dibandingkan manfaantnya
sehingga kombinasi tersebut harus dihindari. Biasanya dipilih obat alternatif
yang tidak berinteraksi baik untuk obat objek atau obat presipitan
Menyesuaikan dosis dari obat objek
Kadang-kadang dua obat yang berinteraksi bisa diberikan asalkan dosis obat
objek disesuaikan
Memberikan jarak waktu pemberian obat untuk menghindari interaksi obat
pada beberapa obat interaksi terjadi karena adanya ikatan disaluran
gastrointestinal. Untuk menghindari interaksi, obat objek diberikan 2 jam
sebelum atau 4 jam setelah obat presipitan. Dengan cara ini, obat objek bisa
diserap kedalam sirkulasi sebelum obat presipitan masuk
[Type text] Page 21
Monitoring untuk deteksi dini
Pada beberapa kasus yang mengharuskan kombinasi obat yang berinteraksi
diberikan, interaksi bisa diatasi melalui monitoring laboraturium atau klinis
yang ketat untuk melihat adanya bukti interaksi dengan demikian bisa
dilakukan perubahan dosis yang sesuai, atau pemberian obat dihentikan jika
perlu.

Selain itu, untuk mencegah atau mengurangi terjadinya interaksi obat yang
tidak dikehendaki dan mungkin dapat bersifat fatal, beberapa hal berikut dapat
dipertimbangkan :
 Usahakan memberikan jumlah obat sedikit mungkin pada tiap-tiap penderita,
termasuk pemberian obat-obat OTC, dan obat-obat herbal
 Dalam memberikan obat, perhatian terutama pada pasie usia lanjut, pasien
dengan penyakit sangat berat, pasien dengan adanya disfungsi hati atau ginjal.
 Sangat berhati-hati jika menggunakan obat-obat dengan batas keamanan
sempit (antikoagulan, digitalis, antidiabetik, antiaritmia, antikonvulsan,
sitostatika) dan obat-obat inhibitor kuat CYP ( ketokonazol, eritromisin )

BAB IV
KESIMPULAN

A.KESIMPULAN
1. Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat atau farmakokinetiknya aleh
adanya obat lain yang dapat menyebabkan efek/kejadian klinis

2. Interaksi obat dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor yang
berkaitan dengan pasien seperti usia, faktor genetik dan jenis kelamin serta
penyakit dan faktor yang berhubungan dengan obat seperti sifat kinetik dan
dinamika obat. Faktor usia dan penyakit merupakan faktor yang penting untuk
diperhatikan dalam usaha pencegahan interaksi obat.

3. Interaksi obat merupakan kejadian yang dapat diegah. Untuk interaksi obat
yang berpotensi menyebabkan kejadian klinis atau signifikan secara klinis
[Type text] Page 22
diperlukan penatalaksanaan interaksi obat untuk menghindari dan mencegah
kejadian klinis yang membahayakan pasien.

[Type text] Page 23

Anda mungkin juga menyukai