Anda di halaman 1dari 27

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/324138789

TEKNIK PRAKTIS GROUNDED THEORY DALAM PENELITIAN KUALITATIF

Method · April 2018


DOI: 10.13140/RG.2.2.18448.71689

CITATIONS READS
19 6,598

1 author:

M Chairul Basrun Umanailo


University of Iqra Buru
38 PUBLICATIONS   292 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by M Chairul Basrun Umanailo on 01 April 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


TEKNIK PRAKTIS GROUNDED THEORY DALAM PENELITIAN KUALITATIF

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo, M.Si


Universitas Iqra Buru
chairulbasrun@gmail.com (085254452882)

PENDEKATAN PENELITIAN

Paradigma

Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam
kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang
penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa
yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epitemologis yang panjang
(Mulyana, 2003:9).

Paradigma yang digunakan di dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Paradigma
konstruktivis, yaitu paradigma yang hampir merupakan antitesis dari paham yang meletakkan
pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan.

Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action
melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan
dan memelihara/ mengelola dunia sosial mereka (Hidayat, 2003:3).

Menurut Patton, para peneliti konstruktivis mempelajari beragam realita yang terkonstruksi oleh
individu dan implikasi dari kontruksi tersebut bagi kehidupan mereka dengan yang lain. Dalam
konstruksivis, setiap individu memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian, penelitian dengan
strategi seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang diambil individu dalam memandang dunia
adalah valid, dan perlu adanya rasa menghargai atas pandangan tersebut (Patton, 2002:96-97).

Paradigma konstruktivis memiliki beberapa kriteria yang membedakannya dengan paradigma lainnya,
yaitu ontologi, epistemologi, dan metodologi. Level ontologi, paradigma konstruktivis melihat kenyataan
sebagai hal yang ada tetapi realitas bersifat majemuk, dan maknanya berbeda bagi tiap orang. Dalam
epistemologi, peneliti menggunakan pendekatan subjektif karena dengan cara itu bisa menjabarkan
pengkonstruksian makna oleh individu.
Dalam metodologi, paradigma ini menggunakan berbagai macam jenis pengonstruksian dan
menggabungkannya dalam sebuah konsensus. Proses ini melibatkan dua aspek: hermeunetik dan
dialetik. Hermeunetik merupakan aktivitas dalam mengkaitkan teks-percakapan, tulisan, atau gambar.
Sedangkan dialetik adalah penggunaan dialog sebagai pendekatan agar subjek yang diteliti dapat
ditelaah pemikirannya dan membandingkannya dengan cara berpikir peneliti. Dengan begitu,
harmonitas komunikasi dan interaksi dapat dicapai dengan maksimal (Neuman, 2003:75).

Paradigma Konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut
paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan
pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri
dari pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam
karena manusia bertindak sebagai agen yang mengonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik melalui
pemberian makna maupun pemahaman perilaku di kalangan mereka sendiri. Kajian paradigma
konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya,
dan berusaha memahami dan mengonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan
diteliti.

Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori
konseptual dari pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara
pandang orang terhadap realitas tersebut. Teori konstruktivisme dibangun berdasarkan teori yang ada
sebelumnya, yaitu konstruksi pribadi atau konstruksi personal (personal construct) oleh George Kelly. Ia
menyatakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan cara mengelompokkan berbagai
peristiwa menurut kesamaannya dan membedakan berbagai hal melalui perbedaannya. Lebih jauh,
paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil
konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme ini
berada dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi
simbolik, fenomenologis dan hermeneutik. Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan
kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigm konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh
seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum
positivis. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L.Berger
bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada
diantara teori fakta social dan defenisi sosial (Eriyanto 2004:13).

Penulis menggunakan paradigma konstruktivis untuk mengetahui pengalaman yang didapat oleh
masyarakat dalam merencanakan, mengakses serta mengevaluasi keberadaan ruang public di Kota
Namlea hingga terpenuhinya kebutuhan mereka dari kegiatan tersebut.
Jenis Penelitian

Penelitian Grounded Theory merupakan disain penelitian kualitatif yang memungkinkan peneliti untuk
membentuk konstruk dan membangun teori dari data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti bukan
dari teori yang telah ada, seperti telah disebutkan di muka, penelitian Grounded Theory pertama kali
diperkenalkan oleh Barney & Anselm Strauss pada tahun 1967 (Cresswell, 1998), Penelitian ini dilakukan
jika peneliti melakukan observasi atau berpartisipasi.dalam perilaku sosial dan mencoba untuk mengerti
perilaku tersebut (Babbie, 1992).

Penelitian Grounded Theory memberikan peneliti suatu kemampuan untuk menurunkan teori dalam
konteks data yang dikumpulkan. Strauss & Corbin (1990) mendeskripsikan grounded theory sebagai
suatu teori yang diturunkan dari data yang secara sistematis dikumpulkan dan dinalisis melalui suatu
proses penelitian. Perbedaan antara metoda penelitian grounded theory dengan metoda penelitian lain,
khususnya adalah pada pendekatan filosifis pengembangan teori, yaitu yang menyarankan adanya
hubungan kontinyu antara pengumpulan data dan analisis data (Wardhono, 2011).

Salah satu kekuatan dari grounded theory adalah sifat komprehensif dari perspektif yang dapat
diperoleh oleh peneliti. Dengan cara langsung terjun ke dalam fenomena sosial dan melakukah
observasi secara lengkap, agar peneliti dapat mengembangkan pengertian yang mendalam dan lengkap.

Grounded theory adalah sebuah metodologi penelitian kualitatif yang sistematis dalam ilmu-ilmu sosial
yang menekankan penemuan teori dari data dalam proses berlangsungnya penelitian.

Grounded theory is a research method that prescribes systematic guidelines for data collection and
analysis with the purpose of inductively building a framework explaining the collected data (Charmaz,
2000).

Grounded theory adalah metode penelitian yang menjelaskan petunjuk-petunjuk sistematis untuk
pengumpulan dan analisis data dengan tujuan membangun kerangka yang dapat menjelaskan data yang
terkumpul.

Grounded theory is an inductive theory discovery methodology that allow researcher to develop a
theoritical account of the general features of the topics while simultanneously grounding account in
empirical observations of data (Martin & Tuner, 1986, p.141); Fernandez (2004). Grounded theory is a
methodology that seeks to construct theory about issues of importance in peoples’ lives (Glaser, 1978;
Glaser & Strauss, 1967; Strauss & Corbin, 1998).

Grounded theory adalah metodologi penemuan teori secara induktif yang memperkenankan peneliti
untuk mengembangkan laporan teoritis ciri-ciri umum suatu topik secara simultan di lapangan dari
catatan observasi empirik sebuah data. Grounded theory adalah sebuah metodologi yang mencoba
mengkonstruksi teori tentang isu-isu penting dari kehidupan masyarakat.

Grounded theory berhubungan dengan proses pengumpulan data yang kemudian sering dikatakan
melakukan induksi secara alami (Morse, 2001), dimana peneliti ke lapangan tidak membawa ide-ide
sebagai pertimbangan sebelumnya untuk membuktikan atau tidak. Isu-isu penting dari partisipan
muncul dari kisah atau cerita yang mereka katakan tentang sesuatu yang menjadi interes bersama-sama
peneliti. Peneliti mengalisis data dengan analisis komparatif (constant comparison), mengawali data
dengan data secara refleksif, diteruskan dengan pembandingan interpretasi mereka yang diterjemahkan
kedalam kode-kode dan kategori. Dengan analisis constant comparison, peneliti di lapangan membuat
teori berdasarkan pengalaman partisipan. Beberapa permutasi dari grounded theory berkembang
bersamaan waktu (MacDonald, 2001; MacDonald & Schreiber, 2001; Wuest & Merritt-Gray, 2001).

Tujuan penelitian grounded theory adalah untuk menghasilkan atau menemukan suatu teori, suatu
skema analitis abstrak dari suatu fenomena yang berhubungan dengan suatu situasi tertentu (Cresswell,
1998). Situasi ini merupakan situasi dimana individu berinteraksi, melakukan aktivitas, tindakan, atau
melakukan suatu proses yang merupakan respon terhadap suatu fenomena. Sedangkan yang dimaksud
dengan fenomena adalah ide utama, kejadian, peristiwa, ataupun insiden dimana sekumpulan tindakan
atau interaksi diarahkan, dikelola, atau ditangani secara kontekstual yang berhubungan dengan
sekumpulan tindakan tersebut (Strauss & Corbin, 1990).

Untuk meneliti bagaimana orang-orang bertindak dan bereaksi dengan adanya fenomena tersebut,
peneliti akan mengumpulkan data yang berupa data dari hasil wawancara, melakukan beberapa kali
kunjungan ke lapangan, mengembangkan dan menghubungkan berbagai katagori informasi, dan
kemudian selanjutnya dapat menuliskan proposisi teoritis atau hipotesis atau menampilkan gambaran
visual dan teori (Creswell, 1998).

Strauss dan Corbin (1994) menyatakan bahwa teori merupakan suatu hubungan dua atau lebih variabel
yang dapat dipertanggung-jawabkan (reasonable) diantara konsep-konsep dan atau sekumpulan
konsep-konsep yang saling berkaitan. Teori yang dikembangkan oleh peneliti dinyatakan pada akhir
suatu penelitian dan dapat dinyatakan dalam bentuk pernyataan yang bersifat naratif (Strauss &
Corbin,1990); atau gambaran visual (Morrow & Smith, 1995); atau suatu serial hipotesa dan/atau juga
proposisi (Cresswell & Brown, 1992).

Dengan menggunakan grounded theory peneliti biasanya melakukan wawancara, dengan melakukan
beberapa kali kunjungan lapangan untuk mengumpulkan data hingga kategori-kategori mencapai
saturasi/kejenuhan (mencari informasi dan terus menerus menambahkannya hingga tidak dapat
ditemukan informasi baru lagi).

Suatu katagori merepresentasikan suatu unit informasi yang terdiri dari kejadian-kejadian (events,
happenings & rnsfances) (Strauss & Corbin, 1990). Peneliti juga dapat pula mengumpulkan dan
menganalisis hasil observasi dan dokumen-dokumen, namun bentuk data seperti ini tidaklah umum.
Secara bersamaan seorang peneliti grounded theory dapat mengumpulkan data dan sekaligus
menganalisanya. Pada kenyataannya, pengumpulan data penelitian grounded theory merupakan proses
"zig-zag" ke lapangan untuk mengumpulkan informasi/data, menganalisisnya, kembali ke lapangan
untuk lebih banyak mengumpulkan informasi/data, menganalisisnya lagi, dan seterusnya (Creswall,
1998).
Pendekatan Desain

Desain riset grounded theory merupakan seperangkat prosedur yang digunakan untuk menyusun
sebuah teori yang menjelaskan sebuah proses mengenai sebuah topik substantif (Egan, 2002).

Riset grounded theory cocok digunakan dalam rangka menjelaskan fenomena, proses atau merumuskan
teori umum tentang sebuah fenomena yang tidak bisa dijelaskan dengan teori yang ada.

Riset dengan menggunakan metode grounded theory merupakan salah satu bentuk riset yang banyak
membutuhkan keprofesionalan seorang ilmuwan, terutama kejujuran, (Martin dan Turner, 1986). Di
samping ketelitian dan kesabaran juga sebagai modal utamanya. Praktisi dalam riset ini, adalah
komunitas ilmuwan yang telah memahami substansi teori secara mendalam, terutama grand theory.
Praktisi-praktisi itulah yang mungkin menghasilkan teori dengan baik, oleh karena mereka sangat
memahami prosesnya. Perbedaan utama antara metode grounded theory dan metode lainnya adalah
kekhasan pendekatannya dalam pengembangan teori grounded theory yang menyarankan bahwa harus
terdapat interaksi yang terus-menerus antara proses pengumpulan data dan analisisnya (Egan, 2002).

Rancangan sistematis dari teori grounded digunakan secara meluas dalam penelitian sosial, dan ia
terkait dengan prosedur yang rinci dan ketat sebagaimana diidentifikasi oleh Strauss dan Corbin pada
tahun 1990 dan dielaborasi lagi pada edisi kedua tentang tekhnik dan prosedur mengembangkan teori
grounded (1998). Prosedur tersebut jauh lebih terbimbing dibandingkan dengan konseptualisasi awal
tentang teori grounded yang dikembangkan pada tahun 1967 (Glaser& Strauss, 1967). Rancangan yang
sistematis dari teori grounded memberi penekanan pada penggunaan langkah-langkah analisis data,
pengkodean terbuka, axial, dan selektif, serta pengembangan paradigma logis atau gambaran visual dari
teori yang dilahirkan. Dalam defenisi ini, tiga tahapan pengkodean terjadi.

Pada tahap pertama, pengkodean terbuka, seorang pakar grounded membentuk kategori-kategori awal
dari informasi tentang fenomena yang diteliti melalui pemilahan informasi. Peneliti mendasari kategori-
kategori itu pada semua data yang dikumpulkan, seperti wawancara, observasi, dan memo serta
catatan-catatan peneliti. Biasanya, para peneliti mengidentifikasi kategori-kategori dan sub-sub kategori,
seperti terlihat dalam penelitian teori grounded yang dilakukan oleh Knapp (1995).

Pada tahap kedua, pengkodean aksial (bersumbu), seorang pakar teori grounded memilih satu buah
kategori dalam pengkodean terbuka, meletakkannya pada posisi sentral dari proses yang sedang dikaji
(sebagai inti dari fenomena), dan kemudian mengaitkan kategori-kategori yang lain dengan kategori
tersebut. Kategori-kategori yang lain ini merupakan kondisi penyebab (faktor-faktor yang
mempengaruhi kategori inti), strategi (aksi yang dilakukan dalam rangka memberikan respon terhadap
kategori inti), kondisi-kondisi kontekstual dan pengganggu (faktor-faktor spesifik dan umum yang
berpengaruh terhadap strategi), dan konsekuensi (hasil/akibat dari penggunaan strategi). Tahap ini
mencakup pembuatan diagram, yang disebut coding paradigm (paradigma pengkodean), yang
memggambarkan hubungan timbal balik antara kondisi-kondisi penyebab, strategi, kondisi-kondisi
kontekstual dan pengganggu, dan konseuensi-konsekuensi.
Tahap ketiga, adalah pengkodean selektif. Di dalam selective coding (pengkodean selektif), pakar
grounded menyusun teori dari kesalinghubungan antara kategori-kategori di dalam model pengkodean
aksial. Pada tataran dasar, kategori ini memberikan penjelasan abstak tentang proses yang sedang dikaji
dalam sesuatu penelitian. Proses itu adalah proses memadukan dan memperhalus teori (Strauss &
Corbin, 1998) melalui teknik-teknik seperti menuliskan alur cerita yang mengaikan kategori-kategori
satu sama lainnya dan menyortir memo-memo pribadi berkenaan dengan gagasan-gagasan teoritis. Di
dalam alur cerita, seorang peneliti boleh jadi mengkaji bagaimana faktor-faktor tertentu berpengaruh
terhadap fenomena yang menyebabkan digunakannya strategi-strategi tertentu yang pada akhirnya
membawa suatu hasil atau konsekuenasi tertentu pula.

Penggunaan ketiga jenis prosedur pengkodean ini bermakna bahwa para pakar teori grounded
menggunakan satu set prosedur untuk mengembangkan teori mereka. Mereka mengandalkan
penganalisisan data untuk menemukan tipe-tipe kategori yang spesifik pada pengkodean aksial dan
penggunaan diagram-diagram untuk menyajikan teori mereka. Teori grounded yang menggunakan
pendekatan ini boleh jadi berakhir dengan hipotesis (yang disebut proposisi oleh Strauss dan Corbin,
1998 ) yang membuat hubungan diantara kategori-kategorri dalam paradigma pengkodean aksial itu
menjadi eksplisit.

TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam grounded theory pengambilan data dilakukan dengan menggunakan wawancara yang
pertanyaannya tidak terstruktur yaitu melalui interview yang dikenal dengan istilah unstructured
interview Suatu wawancara tidak terstruktur merupakan interaksi antara pewawancara dengan
responden, dimana pewawancara hanya mempunyai rencana pertanyaannya atau rencana hal-hal atau
konteks/topik yang akan ditanyakannya. Pertanyaan tersebut biasanya merupakan pertanyaan yang
umum dan bukan merupakan sekumpulan pertanyaan spesifik yang harus ditanyakan dengan perkataan
tertentu dan dengan urutan tertentu (Babbie, 1992).

Ada enam tingkat dalam pendekatan grounded theory refleksif yaitu:

a. Research initiation

b. Data selection

c. Data collection

d. Data analysis

e. Synthesis and theory generation

f. Reserach publication
Pendekatan grounded dari Glaser dan Strauss (1967), Glaser (1978).1992): Strauss dan Corbin (1998)
dirancang untuk mengembangkan dan mengintegrasikan sejumlah ide dan hipotesis di dalam sebuah
teori. Diperlukan sejumlah perilaku dalam beberapa wilayah subtansif (Lowe, 1996). Dengan kata lain
pendekatan grounded theory mencakup pembangkitan teori dari data empirik. Dengan demikian variasi
metode pengumpulan data harus diterapkan seperti interview, observasi partisipan, eksperimen dan
pengumpulan data secara langsung.

Keunikan pendekatan grounded theory terletak pada dua elemen (Glaser. 1978.1992: Strauss dan
Corbin. 1998) yaitu:

a. Teori didasarkan pada pola-pola yang ditemukan dari data empirik, bukan dari inferensi atau
asosiasi ide-ide

b. Ada constan comparatif diantara teori yang muncul (kode dan konstruksi) dan data baru, constant
comparatif mengkonfirmasi bahwa konstruksi teoritis terjadi diantara sampel-sampel data.
Pengendalian pengumpulan penambahan data hingga peneliti merasa jenuh teoritis (kembali lagi
ke analisis awal) telah tercapai

Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi non-partisipan

b. Wawancara Mendalam

c. Pengumpulan Dokumen

Teknik Sampel

Pengambilan sampel variasi maximum dimaksudkan untuk mencari informasi yang dapat menjelaskan
adanya variasi serta pola-pola umum yang bermakna dalam variasi tersebut. Maka dengan model
bervariasi yang dilakukan diharapkan juga akan mendapat kombinasi pola-pola yang mampu mewakili
populasi yang diteliti. Selain dengan cara pengambilan sampel variasi maximum, peneliti juga
mempergunakan cara purposive sampling dengan dasar pertimbangan bahwa orang tersebut kaya
informasi.

Riset kualitatif dengan metode grounded theory sangat menekankan pada penggalian secara mendalam
data prilaku yang sedang berlangsung untuk melihat prosesnya secara langsung dan bertujuan untuk
melihat berbagai hal yang memiliki hubungan sebab akibat. Penyampelan dilakukan berdasarkan
keterwakilan konsep dan bukan pada besarnya jumlah populasi. Teknik penyampelan dilakukan dengan
cara penyampelan teoritis yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan atas konsepkonsep yang telah
terbukti memiliki hubungan secara teoritis dengan teori yang sedang dibangun, yang bertujuan untuk
mengambil sampel fenomena yang menggambarkan tentang sifat, katagori dan ukuran yang secara
langsung dapat menjawab masalah risetnya.
Fenomena yang terpilih kemudian digali oleh si peneliti pada saat proses pengumpulan data. Karena
fenomenanya melekat dengan subjek yang diteliti, maka jumlah subjeknyapun terus bertambah sampai
pada tidak ditemukannya lagi informasi baru yang diungkapkan oleh beberapa subjek yang terakhir. Jadi
dapat dikatakan bahwa penentuan sampel subjek dalam riset grounded theory tidak dapat direncanakan
dari awal dilakukan riset, namun subjek yang diteliti akan berproses nantinya sesuai dengan keadaan di
lapangan pada saat dilakukan pengumpulan data.

Aktivitas pengumpulan data di lapangan dalam riset kualitatif grounded theory berlangsung secara
bertahap dalam kurun waktu cukup lama, dimana proses pengambilan sampelnya juga berlangsung
secara terus-menerus pada saat dilakukan pengumpulan data. Jumlah sampel juga bisa terus bertambah
sesuai dengan bertambahnya jumlah data yang dibutuhkan dalam riset tersebut. Pengumpulan data,
analisis dan perumusan teori yang dapat disangkal tersambung dalam arti timbal-balik, dan metode
grounded theory menggabungkan prosedur yang tegas untuk panduan ini. Hal ini terungkap jelas
menurut grounded theory, dimana proses bertanya dan membuat perbandingan khusus secara rinci
untuk menginformasikan danmembimbing analisis dan untuk memfasilitasi proses berteori. Sebagai
contoh, secara khusus menyatakan bahwa pertanyaan riset harus terbuka dan umum daripada dibentuk
sebagai hipotesis spesifik, dan bahwa teori harus muncul untuk sebuah fenomena yang relevan kepada
peneliti.

Secara umum dalam riset kualitatif yang menggunakan metode grounded theory, penyampelan
dilakukan hingga tercapainya pemenuhan teoritis bagi setiap katagori yang digunakan. Kegiatan
penyampelan dihentikan apabila tidak ada lagi data baru yang relevan, atau telah terpenuhinya
penyusunan katagori yang ada, dan hubungan antar katagori telah ditetapkan dan dibuktikan.

Di lapangan biasanya terjadi tumpang tindih antara pengumpulan data dan analisis data karena
keduanya dilaksanakan secara terus-menerus dan bersamaan. Dalam hal ini metode pengumpulan data
menggunakan metode yang fleksibel dan oportunistik. Semua ini dilaksanakan agar proses analisis bisa
cepat dan mempermudah peneliti memanfaatkan tema dan keistimewaan kasus yang muncul (Budiasih,
2014).

4.4.1 Pendekatan Analisis yang digunakan

Analisis terhadap data empiris dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Strauss. Alasan pemilihan
pendekatan Strauss adalah bahwa pendekatan Strauss lebih cocok untuk konteks penelitian yang
cenderung menggali seluruh aspek yang terdapat dalam data-data empiris dan berusaha menyediakan
deskripsi lengkap atas aspek-aspek tersebut.

Berdasarkan pendekatan Strauss untuk menjamin bahwa teori yang dihasilkan tidak tercampuri oleh
teori-teori lain, maka digunakan open coding untuk menghasilkan kategori-kategori yang berasal dari
data-data empiris. Setelah seluruh kategori ditemukan, maka dilakukan axial coding untuk menemukan
hubungan (relationship) antara kategori tersebut. Proses untuk menemukan hubungan-hubungan antar
kategori ini dibantu dengan coding paradigm, teori-teori yang sudah ada yang berhubungan dengan
konsep dan kategori yang ditemukan, dan pembentukan hipotesa untuk pengumpulan data berikutnya.
Proses open coding dan axial coding dilakukan berulang-ulang setiap didapatkan data empiris baru.
Proses pengulangan perbandingan ini disebut sebagai constant comparison baik antara indikator, kode,
konsep, dan kategori dengan data-data empiris yang baru.

Unit analisis atau elemen dari data yang dijelaskan dan terkode dapat dalam bentuk kalimat, baris
transkrip, interaksi perbincangan, aksi fisik, sekuen satu detik sebuah video, atau kombinasi dari elemen
tersebut. Hal ini penting untuk mengklarifikasi secara pasti apakah yang kita intensifkan untuk diuji
dalam analisis dan memilih tingkat granularitas/butir-butir yang sesuai.

Contoh Open Coding

KODE TRANSKRIP INDIKATOR

P1 - Tradisi mengadakan Perayaan dan membawa  1 suro


macam2 puncen dll, trus nanti hasil bumi di bawa memiliki
dan percaya betul bahwa hasil bumi itu berkah makna
dari dia, ya termasuk bersih desa itu satu lingkup tersendiri
desa, desa itu punya istilahnya danyangnya. bagi
Bersih Desa itu menghormati danyagnya, sama kelompok
dengan satu suro yaitu menghargai Cuma suro itu yang
luas jadi se-indonesia yang percaya dengan aliran melaksanaka
itu maka akan sama. n ritual

- hari kepercayaan kami adalah satu suro mbak  1 suro bagi


kelompok
- Satu syuro ada nanggap wayang, nyucikan diri itu
pangestu
ajaran Saptodarmo sama saja
- Pangestu itu semua hari baik semua gak ada seperti hari
peringatan 1 syuro atau yang lainnya, pangestu lainnya
itu termasuk paguyuban namun tetap
harus
- Nggih nek solo kulo ngertos, niki adek kulo dihargai
pindahan saking solo, kraton mriku, wargane
biyen lho lingkungan mriku sing jogo kraton juru  1 suro
kunci sakniki pindah mriku, nggih ngertos selama sebagai
berkembang bahasa inggris, yen syuro daerah bentuk
pagu, mriki nggih biasa-biasa cuma ada sebagian ungkapan
sing pusate sing anu mriko daerah menang sak rasa
anune kediri kabupaten ngalor sampun ngertos menghormati
kantore, pagu dumul mriku ngilen lapang, atas berkah
yang
diberikan
oleh tuhan
P2 - Tiap tiap kitab suci yang diajarkan itu sudah baik, disitu  Setiap ajaran
betul betul akan menjadi orang baik tidak mungkin dipercayai
yang satu akan bertentangan dengan yang lain mengajarkan
(agama) makanya masalah agama jangan dibuat untuk hal-hal yang
berdebat. Jadi ketika kita omong-omong anda agama baik
islam, hindu atau Kristen itu tidak bisa hanya kita bisa
kita membicarakan gimana baiknya kita beribadah,  Agama bukan
harga menghargai lah menjadi
bahan
- Agamamu agamamulah agamaku ya agamaku perdebatan

- iya cuek-cuek itu, kata-kata fanatik itu gak ada itu di  Adanya sikap
sini kan dikelilingi pondok,gak ada banyak sekali saling
perbedaan, gak ada itu konflik di sini kan di kelilingi menghargai
pondok, gak ada banyak sekali, perbedaan gak ada itu, antar
segala agama itu udah gak papa pemeluk
kepercayaan
- Ahmadiyah itu dimana-mana dilarang, dan pemeluk
Ahmadiyah di jalan slamet itu gak papa, itu dekat
agama
gereja itu, gak ada anu gak ada konflik

- Ketika ada perbedaan atau yang satu berbuat


aneh maka yang lainnya sudah mengingatkan
Contoh Pelabelan

NO INDIKATOR (Poin kunci) KODE / LABEl

P1 Belum dihasilkan data yang akurat dan dapat diandalkan  Keandalan


(reliable) pada proses pembuatan laporan akibat data yang data
tersimpan selalu berubah. Perubahan data yang tersimpan sistem
dalam database disebabkan adanya upaya perbaikan data informasi
data lama. baru
rendah

P2 Programmer belum memahami keseluruhan teknologi, dan  Keterbatas


konsekuensi dari teknologi web ketika menentukan bahwa an
sistem informasi yang baru memanfaatkan teknologi wawasan
berbasis programm
er dan
Konsekuensi yang muncul adalah bahwa tidak tersedia
system
komponen-komponen yang bisa digunakan berulang-ulang
analyst.
terutama yang berhubungan dengan antar muka dari
tentang
perangkat lunk. Programmer juga dituntut untuk
teknologi
memahami daerah kemampuan yang lebih luas : html,
yang
protokol http, interface berbasis web yang baik, keamanan
diperlukan.
untuk internet, koneksi database, dan sekaligus web
scripting seperti javascript.

Pembentukan Konsep

Pada hakikatnya, setiap fenomena yang sudah diberi label adalah unit-unit data yang masih berserakan.
Kapasitas intelektual manusia tidak cukup kuat untuk sekaligus memproses dan menganalisis informasi
yang jumlahnya besar seperti itu. Untuk menyederhanakan data tersebut perlu dipisahkan ke dalam
beberapa kelompok. Penyederhanaan data itu pada umumnya dilakukan dengan cara mereduksi data
sehingga menjadi lebihringkas dan padat, kemudian membagi-baginya ke dalam kelompok-kelompok
tertentu (kategorisasi) sesuai sifat dan substansinya. Proses kategorisasi ini pada dasarnya tergantung
pada tujuan penelitian yang sudah ditetapkan pada rancangan penelitian.

Pembentukan konsep dilakukan dengan membandingkan kode-kode yang telah ditemukan, dan mencari
kemiripan (commonality), perbedaan, dan konsistensi dari kode-kode tersebut. Dari proses
perbandingan tersebut dihasilkan konsep-konsep baru yang kemudian dibandingkan lagi dengan
indikator-indikator yang ada sehingga didapatkan konsep yang sesuai.
Jika dalam pelabelan fenomena dilakukan proseS konseptualisasi, maka dalam pemberian nama kategori
dilakukan proses abstraksi. Kegiatan ini berkaitan dengan logika induktif, di mana sejumlah unit data
yang sama atau memiliki keserupaan dikelompokkan dalam satu kategori kemudian diberi nama yang
lebih abstrak.

Contoh Konsep Yang Ditemukan Dari Indikator

NO KONSEP INDIKATOR-KODE

1 Terbentuknya harmonisasi alam dan (P1)


manusia
 1 suro memiliki makna tersendiri
bagi kelompok yang melaksanakan
ritual

 1 suro bagi kelompok pangestu


sama saja seperti hari lainnya
namun tetap harus dihargai

 1 suro sebagai bentuk ungkapan


rasa menghormati atas berkah yang
diberikan oleh tuhan (P27)

 Harmonisasi hubungan antara


alam dengan manusia

2 Sikap saling menghormati antara (P2)


penganut kepercayaan dan pemeluk
agama lahir didasari atas  Setiap ajaran dipercayai
pemahaman inti ajaran mengajarkan hal-hal yang baik

 Agama bukan menjadi bahan


perdebatan

 Adanya sikap saling menghargai


antar pemeluk kepercayaan dan
pemeluk agama (P4)

 Adanya keberagaman Sikap


toleransi masyarakat (P8)

 Tidak ada pemaksaan dalam


memeluk sebuah kepercayaan
(P12)

 Ajaran yang mampu membuat


orang untuk mengendalikan diri
(P23)

 Adanya sikap saling menghormati


antar aliran kepercayaan

Contoh Pelabelan Konsep

No. Konsep Kode / Label

1 Tidak ada kejelasan batas waktu P21 Tidak ada batas waktu yang
penyelesaian baik untuk tiap bagian ditetapkan untuk penyelesaian seluruh
modul, setiap modul, maupun seluruh sistem informasi baru.
sistem informasi.
P22 Tidak ada detail prediksi waktu
pengembangan yang memadai.

P24 Tidak diketahui secara pasti kapan


sebuah modul akan diselesaikan.

2 Evaluasi kinerja proses pengembangan P24 Evaluasi kinerja programmer yang


tidak memadai. tidak memadai.

Pembentukan Kategori dari Konsep-konsep yang Ditemukan

Proses pembentukan kategori dilakukan dengan mencari kemiripan lebih lanjut dari setiap konsep yang
ditemukan. Kategori adalah kata benda yang dapat dilengkapi dengan kata sifat yang dapat
menunjukkan cakupan pemahaman yang lebih luas daripada konsep-konsep di dalamnya tetapi tidak
menambah makna, kecuali bila diijinkan oleh adanya extant theory yang membahas pengetahuan
tersebut.

Dasar untuk penyusunan kategori adalah sifat dan ukurannya. Yang dimaksud dengan sifat di sini adalah
karakteristik atau atribut suatu kategori (yang berfungsi sebagai ranah ukuran, dimensional range),
sedangkan ukuran adalah posisi dari sifat dalam suatu kontinium. Hal penting yang perlu dipahami
adalah penentuan sifat umum dari suatu fenomena atau kategori. Sifat umum dari setiap kategori
fenomena tentu tidak Sama sedangkan sifat umum dari perilaku adalah frekuensi, intensitas, durasi, dan
seterusnya.
Contoh Pembentukan Kategori Dari Konsep Konsep

NO KATEGORI KONSEP KODE

1 Ritual sebagai rutinitas Terjadi harmonisasi alam dan P1


kelompok yang mengatur manusia
hubungan antara manusia P27
dengan penciptanya Kemampuan individu di dalam P7
kelompok kepercayaan untuk
mengaktualisasi ritual

Setiap ritual terdapat norma dan P14


tuntunan dalam pelaksanaannya
P16

P25

P26

2 nilai sebagai pembentuk Tidak adanya pemaksaan dalam P24


kesadaran kehidupan memeluk kepercayaan dan agama
berkelompok dan tertentu menciptakan sikap toleransi
bermasyarakat dalam keluarga

Keberkahan diperoleh ketika nyaman P5


dalam bekerja
P13

Sikap saling menghormati antara P2


penganut kepercayaan dan pemeluk
agama lahir didasari atas pemahaman P4
inti ajaran P8

P12

P23

Kesadaran dibentuk karena adanya P3


persamaan pedoman antara agama
dan aliran kepercayaan P21

Individu di anggap memiliki kekuatan P17


magis yang harus dihormati

Perbedaan persepsi setiap individu P18


dalam pemahaman aliran
kepercayaan

Symbol yang dimiliki aliran P20


kepercayaan mempunyai makna
khusus

Contoh Pelabelan Kategori

No. Kategori Konsep Kode


/
Label

1 Interupsi pada proses Interupsi dari luar tim pengembangan yang P23,
pengembangan. mengganggu proses pengembangan. P15

Pengembangan sebuah modul dapat P12,


mengganggu pengembangan modul lainnya. P19

2 Dokumentasi Proses pengembangan yang tidak efisien P14


pengembangan tidak (berulang).
lengkap.
Proses transfer pekerjaan antar programmer P10,
menjadi lambat P14

3 Masalah-masalah Tidak ada penentuan prioritas kerja. P15,


selama proses P18
pengembangan, dan
perawatan. waktu penyelesaian baik untuk tiap bagian P21,
modul, setiap modul, maupun seluruh P22,
sistem informasi. P24

Axial Coding (Theoretical Coding)

Proses axial coding adalah sebuah proses untuk menemukan relasi antar konsep, dan antar kategori.
Dari proses penemuan relasi ini dapat dihasilkan kategori baru, konsep baru, perubahan nama kategori
dan konsep, atau penggabungan konsep atau kategori.

Koding aksial adalah pelacakan hubungan diantara elemen-elemen data yang terkodekan. Teori
substantif muncul melalui pengujian adanya persamaan dan perbedaan dalam tata hubungan, diantara
kategori atau subkategori, dan diantara kategori dan propertisnya. Strauss (1978) menasehatkan bahwa
koding aksial harus menguji elemen seperti keadaan kalimat, interaksi diantara subyek, strategi, taktik
dan konsekuensi. Strauss and Corbin (1998) menyamakan proses ini untuk mencocokkan bagian-bagian
dari pola yang masih teka-teki. Mereka beragumentasi bahwa dengan menjawab konsekuensi dari
“Who, When, Where, Why, How and With”, peneliti dapat menceritakan struktur ke proses.

Pendekatan manapun yang diambil, kita dapat mencatat secara baik kemunculan wawasan/pengertian
dan secara eksplisit merefleksikan bagaimana wawasan itu membatasi masalah penelitian melalui
pemilihan sejumlah kategori. Ini dapat dicapai melalui pembangkitan catatan/memo teoritis.

Proses menemukan relasi dilakukan dengan menggunakan coding paradigm yang diusulkan oleh Strauss.
Coding paradigm meminta peneliti untuk mengidentifikasi lebih lanjut setiap konsep dan kategori yang
muncul dalam peranannya terhadap fenomena yang menjadi tujuan penelitian.

Selain menggunakan coding paradigm juga digunakan teori-teori yang sudah ada (extant theory) yang
berhubungan dengan konsep atau kategori tersebut yang membantu peneliti dalam membuat hipotesa
mengenai adanya konsep, atau kategori baru. Hipotesa tersebut kemudian digunakan sebagai bahan
dalam proses pengumpulan data, open coding, dan axial coding pada iterasi berikutnya.

Extant theory juga digunakan untuk merevisi nama kategori dan konsep, atau membentuk kategori dan
konsep baru. Extant theory memberi masukan pada peneliti mengenai daftar istilah, definisi istilah, dan
tingkat konsep dalam keseluruhan pengetahuan dalam extant theory tersebut. Tiga hal inilah yang
membantu peneliti merevisi lebih lanjut kumpulan konsep dan kategori yang ditemukan dalam open
coding.
Ritual sebagai Organisasi sebagai nilai sebagai Hubungan
rutinitas kelompok wadah apresisasi pembentuk kesadaran kepercayaan menjadi
yang mengatur tiap-tiap aliran kehidupan katalisator kegiatan
hubungan antara berkelompok dan
kepercayaan ekonomi
manusia dengan bermasyarakat
penciptanya

P14, P16, P6, P15 P2, P23 P9, P10


P25, P26 P4, P8
P12

P3, P21
P7 P19 P9

P17

P1, P27 P22

P18

P20

Contoh Kategori Dan Konsep hasil dari open coding


Pada axial coding, peneliti memulai dengan himpunan kode-kode awal atau konsep-konsep awal yang
terorganisasi (Strauss & Corbin, 1990). Pada tahap kedua ini peneliti memfokuskan pada tema kode
awal, dan bukan pada data mentah. Kode-kode tambahan atau ide-ide baru dapat saja muncul pada
tahap ini, namun tujuan utamanya adalah untuk mengamati dan mempelajari eksistensi konsep awal.

Peneliti harus bergerak ke arah pengorganisasian ide-ide atau tema-tema dan mengidentifikasi konsep-
konsep kunci pada proses analisis (Neuman,2006). Pada tahap ini peneliti menanyakan mengenai sebab
dan konsekuensi, kondisi dan interaksi, strategi-strategi dan proses-proses serta mencari kategori-
kategori atau konsep-konsep yang dapat dikelompokkan dalam satu kelompok tertentu atau cluster
tertentu.

Peneliti dapat menanyakan sebagai berikut (Strauss & Corbin, 1990)

a. Dapatkah konsep yang ada dibagi menjadi sub dimensi atau sub kategori?

b. Dapatkah beberapa konsep yang ada dan berhubungan dekat dikombinasi-kan menjadi konsep yang
lebih umum?

c. Dapatkah kategori-kategori diorganisasikan menjadi suatu urutan, atau dari lokasi fisik, atau dari
hubungannya dengan topic perhatian utama.

Pada axiat coding peneliti menggabungkan data dengan cara yang baru setelah open coding. Pada
pengkodean ini, peneliti mengidentifikasi suatu fenomena sentral, mengeksplorasi kondisi kausal,
menspesifikasi strategi-strategi, mengidentifikasi konteks dan kondisi yang mempengaruhi, dan
mendeskripsikan konsekuensi-konsekuensi untuk fenomena tersebut (Creswell, 1998).

Dalam Grounded Theory, setiap kategori harus dikelompokkan ke dalam satu jenis kategori berikut;
yaitu kondisi kausal, konteks, kondisi pengaruh, strategi aksi/interaksi,dan konsekudnsi. Sistem
pengelompokan kategori ini disebut dengan model paradigma Grounded Theory. Tugas peneliti pada
tahap ini adalah memberi kode terhadap setiap kategori data, dengan mengajukan pertanyaan,
"termasuk jenis kategori apa data ini"? Model paradigma inilah yang menjadi dasar untuk menemukan
hubungan antar kategori atau antar sub-kategori.

Kegiatan selanjutnya adalah menghubungkan subkategori dengan kategorinya. Sifat pertanyaan yang
diajukan dalam pengkodean terporos mengarah pada suatu jenis hubungan. Alternatif hubungan-
hubungan itu adalah; hubungan antara kondisi kausal dengan strategi aksi/interaksi, hubungan antara
konteks dengan strategi aksi/interaksi, hubungan antara kondisi pengaruh dengan strategi
aksi/interaksi, hubungan antara strategi aksi/interaksi dengan konsekuensi. Pola hubungan yang perlu
ditemukan itu tidak terhenti pada hubungan antara dua kategori, melainkan harus dapat mengungkap
hubungan antara semua jenis kategori.
Contoh Pemetaan Konsep

FENOMENA

A1. Hubungan kepercayaan menjadi katalisator kegiatan ekonomi

A2. Ritual sebagai rutinitas kelompok yang mengatur hubungan antara manusia
dengan penciptanya

A3. Pare merupakan tempat membentuk jaringan perekonomian yang strategis

CAUSAL CONDITIONS

B1. Patron kilen dalam perekonomian tercipta karena ada hubungan antara pemilik
dagangan dengan kuli pangul

B2. Adanya kesempatan untuk mengamalkan suatu ajaran agama dan kepercayaan

B3. Perbedaan persepsi setiap individu dalam pemahaman aliran kepercayaan

B4. Sikap saling menghormati antara penganut kepercayaan dan pemeluk agama lahir
didasari atas pemahaman inti ajaran

B5. Organisasi sebagai wadah apresisasi tiap-tiap aliran kepercayaan

B6. Individu di anggap memiliki kekuatan magis yang harus dihormati

B7. Kesadaran dibentuk karena adanya persamaan pedoman antara agama dan aliran
kepercayaan

B8. Nilai sebagai pembentuk kesadaran kehidupan berkelompok dan bermasyarakat

B9. Keberkahan diperoleh ketika nyaman dalam bekerja

B10.Kemampuan individu di dalam kelompok kepercayaan untuk mengaktualisasi


ritual

INTERVENE CONDITIONS

C1.Setiap ritual terdapat norma dan tuntunan dalam pelaksanaannya

C2.Tidak adanya pemaksaan dalam memeluk kepercayaan dan agama tertentu


menciptakan sikap toleransi dalam keluarga

C3.Adanya persyaratan bagi anggota baru dalam mengikuti aliran kepercayaan

C4.Symbol yang dimiliki aliran kepercayaan mempunyai makna khusus


C5.Terjadi harmonisasi alam dan manusia

CONSEQUENCE

D1. Masyarakat terintegrasi dalam persamaan kepentingan ekonomi

Selective Coding

Selective coding adalah upaya untuk menentukan satu, atau dua kategori inti dan membatasi penelitian
di seputar kategori inti tersebut. Kategori ini (core category) adalah poin esensial dan mendasar dari
teori yang dibangun, dimana kebanyakan kategori lain dihubungkan dengan kategori ini, dan kategori ini
bertanggung jawab terhadap hampir seluruh variasi pola yang terjadi. Kategori inti memiliki fungsi
utama (prime function) mengintegrasikan teori, dan membuat teori ‘padat’ dan saturasi terakhir dan
meliputi penelusuran (scanning) semua data dan kode-kode yang telah didapat sebelumnya. Tahap
terakhir ini dilakukan ketika peneliti telah siap untuk melakukan pengkodean terakhir dan ia telah
mengidentifikasi tema-tema utama dari penelitian. Pada pengkodean terakhir ini, peneliti melihat secara
selektif untuk kasus-kasus yang mengilustrasikan tema-tema hasil pengkodean sebelumnya.

Pada pengkodean ini, peneliti melihat secara selektif untuk kasus-kasus yang mengilustrasikan tema-
tema hasil pengkode-an sebelumnya dan membuat perbandingan setelah hampir semua data terkumpul
lengkap.

Dengan kata lain, selective coding mengidentifikasi suatu alur cerita dan menuliskan cerita yang
mengintegrasikan kategori-kategori pada model axial coding (Creswell, 1998). Pada tahap ini proposisi
kondisional (atau juga hipotesis) dipresentasikan secara khusus.

Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk menyederhanakan data adalah dengan menggabungkan
semua kategori, sehingga menghasilkan tema khusus. Penggabungan tidaklah banyak berbeda dengln
pengkodean terporos, kecuali tingkat abstraksnya. Konsep-koniep yang digunakan dalam penggabungan
lebih abstrak dari konsep pengkodean terporos.

Cara ini merupakan tugas peneliti yang paling sulit. Kepekaan teoritik dari peneliti amat penting di sini.
lnti dari proses penggabungan itu adalah, bagaimana peneliti dapat menemukan spirit ieoritis dari
semua kategori. Spirit teoritis itu mungkin saja tidak tampak secara eksplisit, tetapi tertangkap oleh
pikiran peneliti.

Ada beberapa tahapan kerja yang disarankan dalam proses pengkodean terpilih ini;

a. Melakukan reproduksi kembali alur cerita atau susunan data ke dalam kerangka Pemikiran.

b. Mengidentifikasi data dengan menulis beberapa kalimat pendek yang berisl inti cerita atau data.
Pertanyaan yang perlu diajukan peneliti terhadap dirinya sendiri, adalah "apakah yang tampak
menonjol dari wilayah penelitian ini?", atau "apa masalah utamanya".
c. Menyimpulkan dan memberi kode terhadap satu atau dua kalimat sebagai'kategori inti. Keriteria
kategori inti yang disimpulkan itu ialah bahwa ia merupakan inti masalah yang dapat mencakup
semua fenomena/data. Kategori inti harus cukup luas agar mencakup dan berkaitan dengan
kategori lain. Kategori inti ini dapat diibaratkan sebagai matahari yang berhubungan secara
sistematis dengan planet-planet lain. Lalu kategori inti tersebut diberi nama (konseptualisasi)

d. Menentukan pilihan kategori inti. Jika ternyata pada tahap 2 ada dua atau tiga kategori inti, maka
mau tak mau harus dipilih satu saja, Kategoii inti lainnya d'rjadikan sebagai kategori tambahan
yang tidak menjadi inti pembahasan dalam penelitian ini.

Iterasi (perulangan) 6

Iterasi ke-6 dilakukan untuk menjawab hipotesa bahwa ketidakmampuan pemerintah daerah
memanfaatkan serta mengelola permasalahan sosial, politik dan ekonomi melalui pembangunan
infrastruktur. Untuk menguji hipotesa ini diajukan pertanyaan-pertanyaan yang berusaha menjawab
permasalahan yang dikaji.

Contoh Indikator yang dihasilkan dari iterasi ke-5

No. Indikator (Poin Kunci) Kode / Label

P28 Programmer dan system analyst tidak memahami project


network, critical path, dan bagaimana membuat prediksi
terhadap sumber daya yang dibutuhkan dalam tiap • Manajemen
proyek tidak
satuan kerja.
memadai
Programmer dan system analyst juga tidak memahami

bagaimana memprediksi, dan mengelola resiko yang
muncul dari proyek pengembangan modul. Ketidakmamp
uan
Programmer dan system analyst memahami secara programmer
terbatas mengenai work breakdown structure (WBS), tapi dan system
tidak mampu mengubah WBS menjadi project network analyst untuk
diagram dan mengukur critical path dari proyek. mengelola
proyek
Dengan menggunakan indikator tersebut, maka dilakukan penambahan konsep.

Contoh Penambahan konsep baru pada iterasi ke-5

No. Konsep Kode / Label

22 Ketidakmampuan P22 Tidak ada detail prediksi waktu


programmer dan system pengembangan yang memadai.
analyst mengelola proyek
P28 :
pengembangan.
• Manajemen proyek tidak memadai

• Ketidakmampuan programmer dan system


analyst untuk mengelola proyek

Dengan adanya konsep baru, maka dilakukan evaluasi ulang atas kategori-kategori yang sudah ada.
Evaluasi kategori menghasilkan adanya perubahan pada kategori yang berkaitan.

Contoh Perubahan kategori

N Kategori Konsep Kode / Label


o.

6 Keterbatasan Keterbatasan wawasan P2


kemampuan staf programmer dan system
teknologi informasi. analyst tentang teknologi
yang diperlukan.

Kecenderungan programmer P13


sulit berkomunikasi.

Ketidakmampuan P28
programmer dan system
analyst mengelola proyek
pengembangan.

Pada selanjutnya peneliti melakukan penggabungan konsep ke dalam sub kategori.


Hasil Analisis (Pembentukan Substantive Theory)

Setelah seluruh iterasi dilakukan pada tahap ke-1 hingga ke-6, maka dilakukan upaya pembuatan teori.
Hasil dari tahap analisis adalah teori mengenai rekonstruksi ketahanan sosial dan penciptaan ruang
publik di Kabupaten Buru. Teori ini dibangun dari data-data empiris yang dikumpulkan melalui proses
wawancara, dan pemeriksaan dokumen selama enam iterasi.

Hasil dari proses pengumpulan dan analisis data ini adalah suatu teori, a substantive level theory yang
ditulis peneliti untuk suatu permasalahan khusus pada suatu popuasi tertentu. Penelitian dapat selesai
pada titik ini karena pembentukan teori sudah dapat menjadi suatu keluaran yang sah dari suatu
penelitian (Creswell, 1998). Menurut Strauss & Corbin (1988), teori menyatakan sekumpulan kategori
yang telah dikembangkan dengan baik baik secara tema, maupun konsep yang secara sistematis
berhubungan melalui pernyataan hubungan untuk membentuk suatu kerangka teoritis yang dapat
menjelaskan beberapa fenomena sosial, psikologikal, maupun fenomena lain yang sejenis. Teori ini lebih
lanjut dapat diuji secara empiris karena sekarang telah diketahui variabel-variabel atau kategori-kategori
dari data lapangan.

Contoh Hasil Analisis


Validasi Hasil Analisis

Dalam studi kualitatif istilah yang sering digunakan adalah verifikasi, walaupun di dalam istilah tersebut
terkandung makna validasi. Demikian juga studi kuantitatif sering menggunakan istilah validasi,
walaupun dalam istilah tersebut sebenarnya juga mengandung makna verifikasi.

Studi kualitatif lebih suka menggunakan istilah verifikasi karena data-data yang diperoleh dalam
operasionalisasi studi biasanya didapatkan dari orang, sedangkan studi kuantitatif memperoleh data-
data studi dari eksperimen, penyebaran kuesioner (dimana konteks yang berbeda dari setiap orang tidak
terlalu diperhatikan dalam data-data tersebut).

Validasi adalah tingkat pencapaian kebenaran (approximate of truth) dari sebuah kesimpulan
(propositions, inferences, atau conclusions). Seperti halnya studi kualitatif, validasi dalam penelitian
Grounded Theory diperhatikan dalam dua area, yaitu validasi internal, dan validasi eksternal

Validasi Internal

Validasi internal adalah upaya untuk memastikan keakuratan dari informasi yang didapatkan dalam
studi, dan apakah informasi tersebut sesuai dengan realita sesungguhnya. Sesuai pengertian di atas,
peneliti harus memastikan bahwa persepsinya tidak mengganggu interpretasi dari data-data yang
dikumpulkan. Seluruh kategori-kategori yang diangkat dari data-data yang terkumpul harus sesuai
dengan persepsi orang yang diwawancarai, bukan persepsi dari peneliti itu sendiri. Biasanya peneliti
akan melakukan verifikasi pada setiap orang yang terlibat sebagai partisipan dengan mengkonfirmasi
apakah kategori-kategori tersebut dapat diterima oleh partisipan, dan apakah makna (meaning) dari
setiap kategori sesuai dengan persepsi partisipan.

Upaya verifikasi dilakukan dengan menulis ulang wawancara verbal dengan menggunakan kalimat
peneliti sendiri, dan memberikan kategori yang dianggap sesuai dengan bagian wawancara tersebut.
Dokumen tersebut kemudian dikirimkan kepada setiap partisipan untuk dinilai apakah tidak ada yang
terlewat, dan apakah makna (kategori) yang diberikan peneliti pada bagian wawancara tersebut telah
tepat. Penggunaan kalimat sendiri dalam menulis wawancara verbal penting dilakukan karena pada
penelitian ini setelah wawancara verbal dilakukan, rekaman suara wawancara tidak dimasukkan pada
proses transcribing, yaitu mengubahnya menjadi skrip wawancara untuk kalimat per kalimat yang
diucapkan baik partisipan maupun peneliti. Proses transcribing dapat memakan waktu sangat lama.
Untuk itu peneliti memutar ulang rekaman setiap wawancara beberapa kali dan menuliskan hal-hal
penting yang didapatkan dari wawancara tersebut. Hal-hal penting tersebut kemudian ditulis ulang
menggunakan kalimat peneliti sendiri untuk menjamin bahwa peneliti benar-benar mengerti apa yang
dimaksudkan oleh partisipan.
Validasi eksternal

Validasi eksternal berarti generalization. Validasi eksternal berarti upaya memastikan bahwa
kesimpulan-kesimpulan tersebut tetap dapat memenuhi tingkat kebenaran bila diaplikasikan pada
konteks di luar konteks penelitian (tempat, waktu, orang, atau situasi yang berbeda). Karena itu validasi
eksternal berarti generalization.

Studi kualitatif terutama yang menggunakan metode case study, dan ethnography biasanya tidak
memusingkan masalah generalization karena justru tujuan studi-studi tersebut adalah mengungkap
sebuah konteks tertentu, bukan untuk diaplikasikan secara umum atau luas. Grounded theory biasanya
menggunakan konteks penelitian yang lebih luas dibandingkan case study, dan ethnography. Karena itu
grounded theory pada tingkat tertentu harus memperhitungkan masalah validasi eksternal (generalisasi
teori).

Secara umum teori yang dihasilkan oleh grounded theory dan phenomenology dianggap dapat
diaplikasikan pada konteks yang lebih luas dari konteks yang menjadi konteks penelitian. Tetapi
bagaimanapun juga grounded theory adalah studi kualitatif yang dilaksanakan pada konteks yang
terbatas, sehingga perlu ada upaya yang membicarakan kondisi-kondisi apa saja yang membuat hasil
studi tidak dapat diaplikasikan pada konteks yang lebih luas. Karena itu peneliti harus membahas
ancaman terhadap validasi eksternal (threat of external validity).

KEABSAHAN DATA

Dalam menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan
didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Menurut Lexy J. Moleong, (2004 : 173) ada empat kriteria
yang digunakan, yaitu :

a. Derajat kepercayaan (Credibility)

b. Keteralihan (transferability)

c. Kebergantungan (dependability)

d. Kepastian ( confirmability)

Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Sugiyono dalam bukunya (2007 : 270) menyatakan uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif
meliputi uji credibility ( validitas internal), uji transferability (validitas eksternal), uji dependability
(reliabilitas) dan uji confirmability (objektifitas).

Semoga bermanfaat
bagi peneliti-peneliti kualitatif,
khususnya yang focus dengan kajian sosiologi
Daftar Pustaka
A Susanto, 2011. Filsafat Ilmu, Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis. Bumi Aksara.
Jakarta.
Babbie, E. 1992. The Practical of Social Research. 6 th Edition, Wadsworth Publishing Company. Belmont.
California.
Bagus, Lorens. 2002. Kamus Filsafat. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Bertens, Kees. 2002. Filsafat Barat Kontemporer. Pustaka Kanisius. Yogyakarta.
Bolton, Roger (Thomas McCharty). 1976. “On Communicative Action´makalah disampaikan dalam Boston
Collqulum for the Philosophy of Science.
Bolton, Roger. 2005. “Habermas Theory of Communicative Action and Theory of Social Capital” Makalah.
Associaton of American Geographers . Colorado.
Budiasih, I Gusti Ayu Nyoman. 2014. Metode Grounded Theory Dalam Riset Kualitatif. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan
Bisnis, Vol. 9 No. 1.
Egan, T. Marshall. 2002. Grounded Theory Research and Theory Building. Advances in Developing Human
Resources, Vol. 4, No.3. SAGE Publications.
Hidayat, Dedy N. 2003. Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik Klasik. Departemen Ilmu Komunikasi
FISIP Universitas Indonesia. Jakarta.
Horkheimer, M, and Theodor W. Adorno. 1972. Dialectic of enlightenment. Herder and Herder. New York.
Umanailo, M Chairul Basrun. 2018. Konsumerisme. https://www.researchgate.net/publication/323943765_KONSUMERISME.
DOI: 10.13140/RG.2.2.31101.26084.
Umanailo, M Chairul Basrun. 2018. TEKNIK PRAKTIS RISET FENOMENOLOGI.
https://www.researchgate.net/publication/324115163_TEKNIK_PRAKTIS_RISET_FENOMENOLOGI. DOI:
10.13140/RG.2.2.19320.34563
Moleong, Lexy. J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Mulyana, Deddy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Nasution, 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Tarsito Bandung. Bandung.
Neuman, William Lawrence. 2003. Social Research Methods: Qualitative and quantitative Approaches. Pearson
Education.
Patton, Michael Quinn. 2002. Qualitative Research and Evaluation Methods. 3rdEdition. Thousand Oaks. Sage
Publications. Inc. California.
Sugiyono, 2007. Metodologi Penelitian Bisnis. PT. Gramedia. Jakarta.
Umanailo, M. C B. 2017. “MASYARAKAT BURU DALAM PERSPEKTIF KONTEMPORER.” Open Science Framework.
December 10. doi:10.17605/OSF.IO/KZGX3
Umanailo, M. C. B. (2017, December 11). KAJIAN DAN ANALISIS SOSIOLOGI. http://doi.org/10.17605/OSF.IO/PV24F
Umanailo, M. C. B. (2018, April 1). KONSUMERISME MENUJU KONSTRUKSI MASYARAKAT MODERN.
http://doi.org/10.17605/OSF.IO/U8SED

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai