Anda di halaman 1dari 32

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Generator Sinkron[1]

Generator arus bolak-balik (AC) atau disebut dengan alternator adalah

suatu peralatan yang berfungsi untuk mengkonversi energi mekanik (gerak)

menjadi energi listrik (elektrik) dengan perantara induksi medan magnet.

Perubahan energi ini terjadi karena adanya perubahan medan magnet pada

kumparan jangkar (tempat terbangkitnya tegangan pada generator).

Dikatakan generator sinkron karena jumlah putaran rotornya sama dengan

jumlah putaran medan magnet pada stator. Kecepatan sinkron ini dihasilkan

dari kecepatan putar rotor dengan kutub-kutub magnet yang berputar dengan

kecepatan yang sama dengan medan putar pada stator. Kumparan medan

pada generator sinkron terletak pada rotornya sedangkan kumparan

jangkarnya terletak pada stator.

Gambar 2.1 Generator Sinkron

6
2.2. Konstruksi Generator Sinkron[2]

Secara umum konstruksi generator sinkron terdiri dari stator (bagian

yang diam) dan rotor (bagian yang bergerak). Keduanya merupakan

rangkaian magnetik yang berbentuk simetris dan silindris. Selain itu

generator sinkron memiliki celah udara ruang antara stator dan rotor yang

berfungsi sebagai tempat terjadinya fluksi atau induksi energi listrik dari

rotor ke stator. Adapun konstruksi generator AC terdiri sebagai berikut :

1. Rangka stator terbuat dari besi tuang, yang merupakan rumah stator

tersebut.

2. Stator, merupakan bagian yang diam (statis) dan merupakan gulungan

kawat penghantar yang disusun sedemikian rupa dan ditempatkan

pada alur-alur inti besi yang disebut dengan belitan jangkar. Pada

penghantar tersebut adalah tempat terbentuknya GGL induksi yang

diakibatkan dari medan magnet putar dari rotor yang memotong

kumparan penghantar stator.

3. Rotor, merupakan bagian yang bergerak (dinamis). Rotor berfungsi

untuk membangkitkan medan magnet sehingga menghasilkan

tegangan kemudian akan diinduksikan ke stator. Rotor pada generator

juga berfungsi sebagai tempat belitan medan (eksitasi). Dimana

Kumparan medan magnet disusun pada alur-alur inti besi rotor,

sehingga apabila pada kumparan tersebut dialirkan arus searah (DC)

maka akan membentuk kutub-kutub magnet Utara dan Selatan pada

inti rotor.

7
4. Cincin geser, terbuat dari bahan kuningan atau tembaga yang dipasang

pada poros dengan memakai bahan isolasi. Slip ring ini berputar

bersama-sama dengan poros dan rotor.

5. Generator penguat, Generator penguat merupakan generator arus

searah yang dipakai sebagai sumber arus.

Gambar 2.2 Kontruksi generator sinkron

Generator sinkron memiliki dua tipe rotor, yaitu:

1. Rotor Kutub Sepatu Atau Menonjol (Salient Pole Rotor)

Pada rotor kutub menonjol ini mempunyai kutub yang jumlahnya

banyak. Pada Kumparannya dibelitkan pada tangkai kutub, dimana

kutub-kutub diberi laminasi untuk mengurangi panas yang ditimbulkan

oleh arus Eddy. Pada belitan-belitan medannya dihubung seri, sehingga

8
ketika belitan medan ini disuplai oleh eksiter, maka kutub yang

berdekatan akan membentuk kutub yang berlawanan. Rotor kutub

menonjol umumnya digunakan pada generator sinkron dengan kecepatan

putaran rendah dan sedang (120-400 rpm) sehingga kutub menonjol akan

mengalami rugi-rugi yang besar dan mengeluarkan suara bising jika

diputar dengan kecepatan tinggi. Bentuk kutub menonjol dapat di lihat

pada gambar berikut:

Gambar 2.3 Rotor Kutub Menonjol

2. Rotor Kutub Silindris (nonsalient Pole Rotor)

Rotor kutub tak menonjol ini dibuat dari plat baja berbentuk

silinder yang mempunyai sejumlah slot sebagai tempat kumparan.

Karena adanya slot-slot dan juga kumparan medan pada rotor maka

mengakibatkan jumlah kutub pun sedikit terbentuk. Konstruksi ini

memberikan keseimbangan mekanis yang lebih baik karena rugi-rugi

anginnya lebih kecil dibandingkan rotor kutub menonjol. Rotor silinder

umumnya digunakan pada generator sinkron dengan kecepatan putaran

9
tinggi (1500 atau 3000 rpm) karena distribusi disekeliling rotor

mendekati bentuk gelombang sinus sehingga lebih baik dari kutub

menonjol dan juga konstruksinya memiliki kekuatan mekanik pada

kecepatan putar tinggi.

Gambar bentuk kutub silinder generator sinkron tampak seperti pada

Gambar berikut:

Gambar 2.4 Rotor Kutub Silinder

2.3. Prinsip Kerja Generator Sinkron[3]

Generator dapat menghasilkan energi listrik karena adanya pergerakan

relatif antaran medan magnet homogen terhadap kumparan jangkar pada

generator (magnet yang bergerak dan kumpran jangkar diam, atau

sebaliknya magnet diam sedangkankumparan jangkar bergerak). Jadi, jika

sebuah kumparan diputar pada kecepatan konstan pada medan magnet

homogen, maka akan terinduksi tegangan sinusoidal pada kumparan

tersebut. Medan magnet homogen ini bisa dihasilkan oleh kumparan yang

dialiri arus DC atau oleh magnet tetap. Contoh bentuk gambaran sederhana

proses pembangkitan energi listrik pada generator sinkron dapat

diperlihatkan seperti pada gambar 2.5.

10
Pada gambar 2.5 diperlihatkan contoh sederhana sebuah kumparan

rotor berputar di sekitar medan magnet homogen yang dihasilkan stator,

kemudian tegangan keluaran pada rotor diambil/dilewatkan melalui

sepasang slip ring (cincin sikat) yang bisa dihubungkan ke beban. Proses

terbentuknya gelombang AC yang dihasilkan pada keluaran rotor ini lebih

jelasnya diperlihatkan pada gambar 2.6.

Gambar 2.5 Kumparan jangkar pada rotor sumbu berputar di sekitar

medan magnet yang dihasilkan rotor dan menghasilkan

listrik

Gambar 2.6 Proses terbentuknya gelombang AC pada alternator

11
Dengan memperhatikan gambar 2.5 dan gambar 2.6, proses timbulnya

GGL induksi pada generator dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Kumparan tembaga BADC berputar diantara magnit permanen N-S

2) Kedua ujung kumparan dihubungkan dgn Slip Ring (cincin sikat)

3) GGL induksi akan menghasilkan arus (karena adanya beban pada

generator) yang mengalir melalui sikat-sikat arang ke beban yang

tersambung dengan generator.

Ketika kumparan BADC dari gambar 2.5 diputar ke kanan, satu sisi

kumparan dari kutup warna merah (kita anggap sisi kumparan warna merah)

bergerak ke atas sedang sisi lainnya (kumparan dari sisi kutup warna biru,

dianggap kumparan warna biru) bergerak ke bawah (perhatikan gambar

2.6). Kumparan mengalami perubahan garis gaya nagnet yang makin

sedikit, sehingga pada kedua sisi kumparan akan dibangkitkan tegangan

yang semakin sedikit pula. Bila alternator diberi beban, maka akan mengalir

pula arus listrik yang semakin mengecilt mengitari kumparan hingga

mencapai posisi kumparan vertical dengan arus menjadi nol karena

tegangan yang dibangkitkan juga nol (lihat gmbar 2.6). Pada posisi vertikal

kumparan tidak mengalami perubahan garis gaya magnet sehingga tidak ada

listrik yang mengalir pada kumparan (gelombang listrik AC beroda pada

posisi no 1 pada gambar 2.6).

Jika kumparan ini terus berputar hingga sisi merah bergerak ke kanan

(sisi selatan, S) dan sisi biru bergerak ke kiri (sisi utara, N). Kumparan

mengalami perubahan garis gaya magnet dari minimum ke maksimum tetapi

12
dengan arah yang berlawanan dari posisi sebelumnya (perhatikan bentuk

gelombang pada gambar 2.6), sehingga pada setiap sisi kumparan akan

dibangkitkan tegangan maksimum (posisi kumparan horizontal dan

gelombang berada pada titik no 3).

Kumparan terus berputar hingga sisi merah bergerak terus ke bawah

dan sisi biru bergerak ke atas. Saat ini kumparan mengalami perubahan garis

gaya magnet maksimum ke minimum, sehingga tegangan yang dibangkitkan

pada kumparan melemah hingga mendekati nol (pada posisi no 5).

Kemudian kumparan BADC terus berputar ke arah kutup utara (N)

sehingga terjadi pembalikan arah gelombang (posisi no 6 dan 7). Bila

kumparan terus berputar seihingga kumparan BADC kembali berada pada

posisi di atas maka gelombang tegangan akan berubah menjadi pada posisi

no 8 dan 9). Dari sini terlihat terbentuknya gelombang AC karena proses

perputaran kumparan di dalam medan magnet yang terbentuk dalam

kumparan jangkar ini adalah gelombang tegangan. Arus listrik akan

mengalir saat terminal keluaran generator di beri beban seperti lampu atau

beban yang lainnya.

Untuk generator berkapasitas kecil, medan magnet dapat diletakkan

pada stator (disebut generator kutub eksternal / external pole generator)

yang mana energi listrik dibangkitkan pada kumparan rotor. Jika cara ini

digunakan untuk generator berdaya besar, maka hal ini dapat menimbulkan

kerusakan pada slip ring dan karbon sikat. Untuk mengatasi permasalahan

ini, maka pada generator berkapasitas besar digunakan tipe generator

13
dengan kutub internal (internal pole generator), yang mana medan magnet

dibangkitkan oleh kutub rotor dan tegangan AC dibangkitkan pada

rangkaian stator. Tegangan yang dihasilkan akan sinusoidal jika rapat fluks

magnet pada celah udara terdistribusi sinusoidal dan rotor diputar pada

kecepatan konstan. Bahagian dari kumparan generator yang membangkitkan

tegangan disebut kumparan jangkar, sedangkan bahagian dari kumparan

generator yang membangkitkan medan magnet disebut kumparan medan.

2.3.1. Frekuensi pada Generator Sinkron

Kecepatan perputaran generator sinkron akan mempengaruhi

frekuensi elektris yang dihasilkan generator. Rotor generator sinkron terdiri

atas rangkaian elektromagnet dengan suplai arus DC untuk membentuk

medan magnet pada rotor. Medan magnet rotor ini bergerak pada searah

putaran rotor. Hubungan antara kecepatan putar medan magnet pada rotor

dengan frekuensi elektrik pada stator adalah:

N r .p
f  ........................................................................................ (2.1)
120

dimana:

Nr = Kecepatan putar rotor (rpm)

p = Jumlah kutub rotor

f = frekuensi listrik (Hz)

Dari rumus di atas terlihat bahwa frekuensi yang dihasilkan generator

sinkron sangat dipengaruhi oleh keceparan putaran rotor dan jumlah kutup

magnet pada generator. Jika beban generator berobah, akan mempengaruhi

14
kecepatan rotor generator. Perubahan kecepatan rotor ini secara langsung

akan mempengaruhi frekuensi yang dihasilkan generator.

Kecepatan perputaran rotor pada generator sinkron akan sama dengan

kecepatan medan magnet generator. Oleh karena rotor berputar pada

kecepatan yang sama dengan medan magnetnya, maka generator ini disebut

generator sinkron atau lebih dikenal dengan nama Alternator. Agar daya

listrik dibangkitkan tetap pada frekuensi 50 Hz atau 60 Hz (sesuai standard

suatu negara, di Indonesian adalah 50 Hz), maka generator harus berputar

pada kecepatan tetap dengan jumlah kutub magnet yang telah ditentukan

yang dapat dihitung melalui persamaan (2.1). Sebagai contoh untuk

membangkitkan frekuensi 50 Hz pada generator dua kutub, maka rotor

harus berputar dengan kecepatan 3000 rpm, atau untuk membangkitkan

frekuensi 50 Hz pada generator empat kutub, maka otor harus berputar pada

kecepatan 1500 rpm.

2.3.2. GGL induksi pada Generator Sinkron

GGL induksi (Ea) pada alternator akan terinduksi pada kumparan

jangkar alternator bila rotor diputar di sekitar stator. Besarnya kuat medan

pada rotor dapat diatur dengan cara mengatur arus medan (If) yang diberikan

pada rotor. Besarnya GGL induksi (Ea) rata-rata yang dihasilkan kumparan

jangkar alternator ini dapat dilihat dalam persamaan sebagai berikut

(Chapman, 2005, hal 273):

Ea= √2π.NC.ϕ.f .......................................................................................... (2.2)

15
GGL ini tergantung besarnya fluks ϕ, frekuensi atau kecepatan putar rotor

dan konstruksi mesin. Persamaan diatas biasanya dituliskan dalam bentuk

yang lebih sederhana yaitu

Ea= K.ϕ.ω .................................................................................................. (2.3)

dimana:

Ea = GGL induksi (Volt) K= konstanta mesin

ϕ = Fluks magnetik (weber) ω = kecepatan putar rotor

NC =Jumlah lilitan kumparan stator P = jumlah kutub generator

NC
Jika nilai ω dinyatakan dalam radian listrik per detik, maka K  ,
2

sedangkan jika nilai ω dinyatakan dalam radian mekanik per detik, maka

NC P
K .
2

Arus medan (If) pada alternator biasanya diatur dengan menggunakan

rangkaian kontrol agar diperoleh tegangan pembangkitan (Ea) yang sesuai

dengan kebutuhan. Bentuk gambaran pengaturan sederhana arus medan (If)

terhadap Ea yang dibangkitkan alternator diperlihatkan pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Diagram fungsi pengaturan arus medan pada alternator

16
Apabila karakteristik pengaruh arus medan (If) terhadap fluks dan

GGL yang dihasilkan alternator digambarkan bila kondisi kecepatan tetap,

maka keadaan ini dapat digambarkan seperti yang diperlihatkan pada

gambar 2.8. Gambar 2.8 memperlihatkan hubungan antara Ea, fluks ϕ dan

arus medan rotor If.

Gambar 2.8 a. Plot hubungan arus terhadap arus medan rotor

b. Kurva magnetisasi generator sinkron

2.4. Generator Berbeban

Jika generator belum berbeban, maka ggl (Ea) yang dibangkitkan pada

kumparan jangkar di stator sama dengan tegangan terminalnya (V). Pada

keadaan berbeban ggl (Ea) tersebut tidak sama dengan tegangan terminalnya

(V), tegangan terminal (V) akan bervariasi disebabkan:

1. Jatuh tegangan (voltage drop) karena resistansi jangkar (Ra) sebesar I.Ra

2. Jatuh tegangan karena reaktansi bocor XL dari jangkar sebesar I.XL

3. Jatuh tegangan karena reaksi jangkar sebesar I. Xa

17
Reaksi jangkar disebabkan oleh arus beban I yang mengalir pada

kumparan jangkar, arus tersebut akan menimbulkan medan yang melawan

medan utama, sehingga seolah-olah jangkar mempunyai reaktansi sebesar

Xa. Reaktansi jangkar bersifat reaktif dan disebut juga sebagai reaktansi

permanen (Xm). Reaktansi permanen ini bersama-sama dengan reaktansi

fluks bocor (XL) menimbulkan reaktansi sinkron (Xs) dengan persamaan

sebagai berikut:

Xs = XL + Xa .................................................................................... (2.4)

Rangkaian ekivalen alternator sangat bermanfaat digunakan untuk

menganalisa kondisi alternator tanpa harus mengoperasikan alternator

secara nyata, sehingga dapat diketahui bentuk karakteristik alternator dalam

berbagai kondisi tanpa merusak alternator. Apabila karakterisitik alternator

telah diketahui tanpa harus mengoperasikan alternator, maka dapat

direncanakan dengan baik beban yang cocok yang dapat diberikan pada

alternator. Gambar 2.9 merupakan rangkaian ekuivalen generator 3 fasa

berbeban. Gambar memperlihatkan sumber arus searah (DC) mensuplai

rangkaian medan rotor yang dimodelkan oleh hubungan seri kumparan

induktansi LF dan resistansi RF. Tahanan Radj berfungsi mengatur besar arus

medan.

18
Gambar 2.9 Rangkaian ekuivalen generator 3 fasa berbeban

(Chapman, 2005. Hal. 277)

Secara umum sifat beban yang dipikul oleh alternator dapat bersifat

resistif (R), induktif (L) dan kapasitif (C). Bentuk hubungan beban ini akan

mempengaruhi arus yang mengalir pada generator sinkron (alternator). Arus

ini bisa menjadi sefasa, tertinggal, atau mendahului dari tegangan,

tergantung dari jenis beban yang diberikan pada terminal alternator. Adapun

diagram fasor alternator pada faktor daya satu, terbelakang dan mendahului

diperlihatkan pada gambar 2.10, dengan sudut antara Ea dengan Vph disebut

sudut daya. Sudut daya ini tergantung dari besar dan jenis beban pada

alternator, dengan maksimal sudut daya sedikit di bawah 90 o. Bila sudut

daya lebih dari 90o maka alternator akan rusak dan merusak sistem yang lain

jika alternator ini paralel dengan sistem tenaga listrik yang lain.

19
Gambar 2.10. Hubungan berbagai kondisi beban terhadap arus dan tegangan

a) Beban resistif (sefasa)

b) Bebab induktif (terbelakang)

c) Beban kapasitif (mendahului)

Dengan memisalkan alternator dihubungkan ke sistem besar (busbar),

pada gambar (a) yang merupakan diagram vektor dari alternator dengan

faktor daya satu (sefasa) dapat terlihat jatuh tegangan IA∙RA sefasa dengan IA

dan IA ∙XS mendahului IAsejauh 90o. Seperti persamaan sebagai berikut:

IA∙ZS = IA∙RA+ j IA∙XS ................................................................................ (2.5)

EA = V +IA∙ZS ............................................................................................ (2.6)

EA = V +IA(RA+ jXS) ................................................................................. (2.6)

dimana:

V = tegangan terminal sistem

IA = arus alternator

RA = tahanan alternator

XS = Reaktansi sinkron

Jika arus penguatan alternator dinaikkan dari penguatan normal pada

faktor daya satu (sefasa), maka EA akan bertambah sedangkan jumlah vektor

20
antara V dan IA∙ZS tetap tidak berubah (EA ≠ V + IA∙ZS). Perbedaan ini timbul

akibat arus reaktif terbelakang dimana daya keluaran pada alternator tidak

berpengaruh sehingga menimbulkan jatuh tegangan IR ∙ZSyang terbelakang

90odari IA∙ZS.

Pada gambar (b) terdapat diagram vektor, dimana bila diberi

penguatan yang lebih (over excited) maka alternator bekerja pada faktor

daya terbelakang(lagging) sehingga menyebabkan arus akan terbelakang

dari tegangan yang mengakibatkan generator sinkron membangkitkan daya

reaktif induktif. Namun bila arus penguatan dikurangi (under excited), EA

tentu akan menjadi kecil, sehingga terdapat perbedaan jumlah vektor V dan

IA∙ZS tetap tidak berubah. Perbedaan ini timbul akibat arus reaktif

terbelakang sehingga menimbulkan jatuh tegangan IR ∙ZS yang mendahului

90o dari IA∙ZS.

Pada gambar (c) terdapat diagram vektor, dimana bila arus penguatan

dikurangi, maka alternator bekerja pada faktor daya mendahului (leading)

sehingga menyebabkan arus akan mendahului dari tegangan yang

mengakibatkan daya reaktif kapasitif. Pada alternator dengan daya keluaran

konstan, maka jatuh tegangan IA∙ZS akan konstan pula. Jika arus

penguatannya dibuat bervariasi, maka IAtetap tidak akan berubah, tetapi IR

dan IR ∙ZS akan berubah nilainya.

Pada kenyataannya beban suatu alternator selalu bervariasi (IA dan

faktor daya). Idealnya sistem tetap mempertahankan nilai tegangan terminal

generator tetap konstan. Dari persamaan 2.6 terlihat untuk mempertahankan

21
nilai V adalah dengan mengubah Tegangan internal/eksitasi generator EA.

Dengan melihat persamaan EA = K.ϕ.ω dimana nilai ω (frekuensi) dianggap

konstan, EA harus dapat diatur dengan menvariasikan nilai ϕ (fluks medan).

Perubahan beban pada alternator memerlukan pengaturan

pembangkitan daya dari alternator dengan cara mengatur arus penguat

medannya. Karakterisitik arus medan terhadap perubahan beban ini

diperlihatkan pada gambar 2.11 dan 2.12

Gambar 2.11 Hubungan If vs Ia terhadap variasi beban P (Watt)

Gambar 2.12 Hubungan pengaturan If vs Ia dengan variasi beban Q (VAr)

22
Akibat pengaruh kenaikan beban generator, maka pengaturan

tegangan terminalnya agar konstan dapat dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Menurunkan tahanan medan RF pada generator sehingga meningkatkan

arus medan IF .

2. Meningkatnya arus medan IF meningkatkan besar fluks ϕ.

3. Bertambahnya fluks medan ϕ meningkatkan tegangan internal generator

EA.

4. Bertambahnya nilai EA meningkatkan nila tegangan terminal V.

Proses sebaliknya terjadi jika terjadi penurunan beban pada generator.

Dimungkinkan untuk mempertahankan nilai tegangan terminal generator

dengan cara menyetel/mengatur arus medan/eksitasinya.

Pengaturan arus medan pada alternator disamping untuk mengontrol

pengeluaran daya pada alternator, juga berfungsi untuk mengatur tegangan

yang dibangkitkan alternator agar tegangan keluaran alternator dapat dijaga

tetap stabil. Presentasi besarnya drop tegangan yang terjadi antara tegangan

yang dibangkitkan alternator terhadap tegangan keluaran alternator disebut

Regulasi Tegangan (Voltage Regulation, VR) yang dapat dijabarkan sebagai

berikut:
E  Vt
VR  a 100% ............................................................................ (2.7)
Vt

dimana:

VR = regulasi tegangan

Vt = tegangan terminal alternator

23
Ea = tegangan internal (yang dibangkitkan) alternator

Karena tegangan Ea dapat diukur pada tegangan terminal saat alternator

tanpa beban, maka persamaan (2.7) dapat dirubah menjadi sebagai berikut:

VNL  VFL ............................................................................ (2.7)


VR   100%
VFL

dimana:

VNL = tegangan terminal alternator saat tanpa beban

VFL = tegangan terminal alternator saat berbeban

Mutu sebuah alternator sangat ditentukan oleh besarnya efisiensi

alternator

tersebut. Makin besar efisiensi sebuah alternator, maka dikatakan alternator

tersebut makin bagus. Efiensi alternator ini dihitung berdasarkan

perbandingan antara daya keluaran alternnator terhadap daya masukan awal

alternator, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

POUT = IL x ZL, dan PCU = I2A x RA

PIND = POUT + PCU dan PIN = PIND + PROT

maka:
POUT
efesiensi ( )   100% ................................................................... (2.8)
PIN
dimana:

POUT = daya keluaran pada terminal alternator (watt)

PIN = daya masukan pada rotor alternator (watt)

24
IL = Arus pada beban alternator (ampere)

ZL = impedansi pada beban alternator (ohm)

PCU = rugi-rugi tembaga pada alternator (watt)

PROT = rugi-rugi untuk memutar rotor (watt)

PIND = daya yang dibangkitkan alternator (watt)

2.5. Kerja Paralel Generator [4]

Untuk melayani beban berkembang, ada kalanya kita harus

memparalelkan dua atau lebih alternator dengan maksud memperbesar

kapasitas daya yang dibangkitkan.

Selain untuk tujuan diatas, kerja paralel juga sering dibutuhkan untuk

menjaga kontinuitas pelayanan apabila ada mesin (alternator) yang harus

dihentikan, misalnya untuk istirahat atau reparasi. Untuk maksud paralel ini,

ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Harga sesaat kedua ggl generator harus sama dengan kebasarannya, dan

bertentangan dalam arah dengan harga efektif tegangan jala-jala.

2. Frekuensi kedua alternator atau alternator dan jala-jala harus sama.

3. Fasa kedua alternator harus sama dan bertegangan setiap saat.

4. Urutan fasa kedua alternator harus sama.

25
Gambar 2.13 Lampu SInkronoskop Hubungan Terang

Misalkan suatu generator G akan diparalelkan dengan jala-jala. Mula-

mula G diputar oleh penggerak mula mendekati putaran sinkronnya, lalu

penguatan If diatur hingga tegangan terminal generator tersebut sama

dengan jala-jala. Untuk mendekati frekuensi dan urutan fasa kedua tegangan

(generator denagn jala-jala) digunakan alat pendeteksi yang pada Gambar

8.8 berupa lampu sinkronoskop hubung terang. Benar tidaknya hubungan

parallel tadi, dapat dilihat dari lampu tersebut. Jika rangkaian untuk paralel

itu benar (urutan fasa sama) maka lampu L1, l2, dan L3 akan hidup-mati

dengan frekuensi fL – fG cycle. Sehingga apabila ke3 lampu sedang tidak

berkedip berarti fL = fG atau frekuensi generator dan jala-jala sudah sama.

Untuk mengetahui bahwa fasa kedua tegangan (generator dan jala-jala)

sama dapat dilihat dari lampu L1, L2 dan L3 yang hubungan seperti pada

Gambar 8.9, L1 akan mati dan L2, L3 menyala sama terang. Frekuensi

26
tegangan generator diatur oleh penggerak mula sedang besar tegangan diatur

oleh penguatan medan.

Jika rangkaian untuk paralel itu salah (urutan fasa tidak sama) maka

lampu L1, L2 dan L3 akan hidup mati bergantian dengan frekuensi (fL +

fG) cycle. Dalam hal ini dua buah fasa (sebarang) pada terminal generator

harus kita pertukarkan. Untuk jelasnya liat diagram pada gambar 8.9 dan

8.10.

2.6. Sistem Eksitasi Pada Generator Sinkron[1]`

Eksitasi atau biasa disebut sistem penguatan adalah suatu perangkat

yang memberikan arus penguat (If) kepada kumparan medan generator arus

bolak-balik (alternating current) yang dijalankan dengan cara

membangkitkan medan magnetnya dengan bantuan arus searah (DC). Ada 2

cara pemasukan Arus DC (sebagai arus medan) ke rangkaian medan rotor

untuk membentuk medan magnet pada kumparan rotor, yaitu :

1. Menyuplai daya DC ke rangkaian rotor dari sumber DC eksternal

(biasanya berupa batere dari luar) dengan sarana slip ring dan sikat. Bila

generator ini hanya menerima sumber DC dari luar untuk start awal

saja, maka sumber DC sebagai penguat kumparan medan selanjutnya

diambil dari keluaran generator itu sendiri (setelah sumber dari batere

dilepas) dengan cara merubah keluaran AC generator ini menjadi DC

(disearahkan sebelum dimasukkan ke kumparan medan pada rotor)

27
2. Menyuplai daya DC dari sumber DC khusus yang ditempelkan

langsung pada batang rotor generator sinkron. Sumber DC ini biasanya

dari generator DC yang ditempel pada rotor generator sinkron.

Arus eksitasi adalah pemberian arus listrik pada kutub magnetik,

dengan mengatur besar kecilnya arus listrik tersebut kita dapat mengatur

besar tegangan output generator atau dapat juga mengatur besar daya reaktif

yang diinginkan pada generator yang sedang paralel dengan sistem jaringan

besar (infinite bus).

Sistem eksitasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sistem eksitasi

dengan menggunakan sikat dan sistem eksitasi tanpa sikat.

2.6.1. Sistem Eksitasi Menggunakan Sikat

Sistem eksitasi dengan menggunakan sikat terdiri dari:

a) Sistem eksitasi statis

b) Sistem eksitasi dinamik

2.6.1.1. Sistem Eksitasi Statis

Sistem eksitasi statik adalah sistem eksitasi generator dengan

menggunakan peralatan eksitasi yang tidak bergerak, yang berarti bahwa

peralatan eksitasi tidak ikut berputar bersama rotor generator sinkron.

Sistem eksitasi ini disebut juga dengan self excitation merupakan sistem

eksitasi yang tidak memerlukan generator tambahan sebagai sumber eksitasi

generator sinkron dan sebagai gantinya sumber eksitasi berasal dari keluaran

28
generator sinkron itu sendiri yang disearahkan terlebih dahulu dengan

menggunakan rectifiier.

Awalnya pada rotor ada sedikit magnet yang tersisa, magnet yang sisa

ini akan menimbulkan tegangan pada stator, tegangan ini kemudian masuk

dalam penyearah dan dimasukkan kembali pada rotor, akibatnya medan

magnet yang dihasilkan makin besar dan tegangan AC naik demikian

seterusnya sampai dicapai tegangan nominal dari generator AC tersebut.

Biasanya penyearah itu mempunyai pengatur sehingga tegangan generator

dapat diatur konstan menggunakan AVR.

Gambar 2.14 Sistem Eksitasi Statik

2.6.1.2. Sistem Eksitasi Dinamik

Sistem Eksitasi dinamik adalah sistem eksitasi generator tersebut

disuplai dari eksiter yang merupakan mesin bergerak. Sebagai eksiternya

menggunakan generator DC atau dapat juga menggunakan generator AC

yang kemudian disearahkan menggunakan rectifier. Slip ring digunakan

29
untuk menyalurkan arus dari generator penguat pertama ke medan penguat

generator penguat kedua.

Gambar 2.15 Sistem eksitasi dinamik

2.6.2. Sistem Eksitasi Tanpa Sikat (Brushless Excitation)

Gambar 2.16 Sistem eksitasi tanpa sikat

Sistem eksitasi tanpa sikat sama sekali tidak bergantung pada sumber

listrik eksternal, melainkan dengan menggunakan pilot exciter dan sistem

penyaluran arus eksitasi ke rotor generator utama, maupun untuk eksitasi

eksiter tanpa melalui media sikat arang. Pilot exciter terdiri dari sebuah

30
generator arus bolak-balik dengan magnet permanen yang terpasang pada

poros rotor dan kumparan tiga phasa pada stator.

2.7. AVR (Automatic Voltage Regulator)

AVR mendapat masukan dari sensor tegangan. AVR berfungsi untuk

menjaga agar tegangan generator tetap konstan dan akan tetap mengeluarkan

tegangan yang selalu stabil tidak terpengaruh pada perubahan variasi beban.

Prinsip kerja dari AVR adalah mengatur arus penguatan (eksitasi) pada

generator exciter. Apabila tegangan output generator dibawah tegangan

nominal tegangan generator, maka AVR akan memperbesar arus eksitasinya,

Dan juga sebaliknya apabila tegangan output lebih besar dari tegangan

nominal generator, maka AVR akan mengurangi arus eksitasinya. Dengan

demikian apabila terjadi perubahan beban, tegangan output generator akan

dapat distabilkan oleh AVR secara otomatis karena dilengkapi dengan

peralatan seperti alat yang digunakan untuk pembatasan penguat minimum

ataupun maksimum yang bekerja secara otomatis.

2.8. Menentukan Parameter Generator

Parameter generator sinkron (alternator) umumnya berupa tahanan

jangkar (Ra), Reaktansi sinkron (Xs) dan tegangan internal (Ea) alternator.

Parameter ini dapat ditentukan melalui 3 macam serangkaian pengujian /

percobaan terhadap alternator. Ke tiga macam pengujian itu ialah pengujian

tanpa beban (beban nol), pengujian hubungan singkat, dan pengujian

31
sumber DC pada terminal alternator. Dari serangkaian percobaan ini akan

diketahui karakteristik beban nol dan hubung singkat dari alternator

sehingga diperoleh data hubungan pengaturan kuat arus medan terhadap

tegangan yang dibangkitkan alternator. Penjelasan ke tiga pengujian pada

alternator ini dijelaskan sebagai berikut di bawah ini.

2.8.1 Pengujian Beban Nol (Tanpa Beban)

Pada pengujian beban nol (tanpa beban), alternator diputar pada kecepatan

ratingnya dan terminal alternator tidak dihubungkan ke beban. Arus eksitasi

medan mula adalah nol. Kemudian arus eksitasi medan dinaikan bertahap

dan tegangan terminal alternator diukur pada tiap tahapan. Bentuk gambaran

rangkaian pengujian beban nol pada alternator ini diperlihatkan pada

gambar 2.16.

Gambar 2.17 Rangkaian pengujian beban nol pada alternator

Dari percobaan tanpa beban arus jangkar adalah nol (Ia = 0) sehingga

tegangan terminal alternator (Vt) yang terukur dianggap sama dengan

tegangan yang dibangkitkan alternator (Ea). Dari hasil pengujian tanpa

32
beban ini akan diperoleh kurva karakteristik beban nol alternator. Dari

kurva karakteristik ini akan diperoleh hubungan GGL alternator (Ea) sebagai

fungsi terhadap arus medan (If). Untuk pendekatan dalam menentukan

parameter alternator, maka dari kurva ini harga yang akan dipakai adalah

harga liniernya (unsaturated). Pemakaian harga linier yang merupakan garis

lurus cukup beralasan mengingat kelebihan arus medan pada keadaan jenuh

sebenarnya dikompensasi oleh adanya reaksi jangkar. Contoh bentuk kurva

karakteristik pengujian beban nol (tanpa beban) pada alternator

diperlihatkan pada gambar 2.17 (a).

Gambar 2.18 Kurva karakteristik generator sinkron

a) saat beban nol (open-circuit characteristic)

b) saat hubung singkat (short-circuit characteristic)

33
2.8.2 Pengujian Hubung Singkat

Pada pengujian hubung singkat, kumparan jangkar alternator

dihubung bintang (Y) seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.18.

Gambar 2.19 Rangkaian pengujian hubung singkat pada alternator

Pada saat pengujian hubung singkat, arus eksitasi medan mula mula

dibuat nol, dan terminal generator dihubung singkat melalui sebuah alat

ukur ampere meter untuk mengukur arus hubung singkat (arus jangkar Ia

saat hubung singkat). Kemudian arus jangkar saat hubung singkat ( Iahs )

diukur dengan menaikkan arus eksitasi medan secara perlahan sampai pada

batas arus nominalnya. Dari pengujian hubung singkat akan menghasilkan

hubungan antara arus jangkar (Ia) sebagai fungsi arus medan (IF), dan ini

merupakan garis lurus. Gambaran karakteristik hubung singkat alternator ini

diberikan pada gambar 2.17 (b). Ketika terminal alternator dihubung

singkat, maka tegangan terminal adalah nol, dan impedansi internal

alternator adalah:
Ea
Z S  Ra2  X S2  .......................................................................... (2.9)
Ia
Besarnya nilai Ea yang diambil dari persamaan (2.5) diperoleh dari hasil

kurva karakteristik beban nol alternator yang telah kita peroleh sebelumnya.

34
Oleh karena reaktansi sinkron Xs >> Ra, maka persamaan (2.9) dapat

disederhanakan menjadi:
Ea VOC
XS   .................................................................................... (2.10)
Ia I ahs

dimana:

VOC = tegangan terminal alternator saat pengujian beban nol

Jadi, jika Ia dan Ea telah diketahui untuk kondisi tertentu, maka nilai

reaktansi sinkron (XS) dapat diketahui.

2.9 Faktor Daya[5]

Faktor daya yang sering disebut sebagai cos  didefinisikan sebagai

perbandingan daya aktif (kW) dan daya semu (kVA). Atau sebagai

perbandingan antara arus yang dapat menghasilkan kerja didalam suatu

rangkaian terhadap arus total yang masuk kedalam rangkaian. Adanya nilai

faktor daya pada sistem tegangan AC disebabkan adanya beban yang

mengalir dan nilainya bergantung oleh karakteristik beban tersebut.

P(W )
faktor daya  cos  
S (VA) .......................................................... (2.11)

dimana:

P = Daya aktif (watt)

S = Daya semu (volt ampere)

Faktor daya mempunyai pengertian sebagai besaran yang

menunjukkan seberapa efisien jaringan yang dimiliki dalam menyalurkan

35
daya yang bisa dimanfaatkan. Faktor daya rendah juga merugikan karena

mengakibatkan arus beban akan menjadi lebih tinggi. Daya reaktif yang

tinggi mengakibatkan meningkatnya sudut segitiga daya sehingga

menghasilkan faktor daya rendah, begitu juga sebaliknya.

2.10. Pengertian Daya

Dalam sistem tenaga listrik, daya merupakan jumlah energy listrik

yang digunakan untuk melakukan usaha. Untuk penggunaan sistem arus AC

tiga fasa, dikenal 3 daya yaitu:

a. Daya semu (apparent power)

Daya semu dikatakan daya total dari kapasitas daya maksimal generator

atau dapat diartikan sebagai penjumlahan daya aktif dan daya reaktif.

SV I ................................................................................... (2.12)

S√𝑃2 + 𝑄 2 ......................................................................... (2.13)

b. Daya aktif (active Power)

Daya aktif disebut juga daya nyata memiliki satuan Watt yang

mempunyai pengertian merupakan daya yang terpakai untuk melakukan

energi sebenarnya.Daya ini sering digunakan secara umum oleh

konsumen dan sebagai satuan yang digunakan untuk daya listrik dan

dikonversikan dalam bentuk kerja. Dimana dalam perhitungan phasa:

PV Icos θ (1 fasa) .................................................... (2.14)

P √3V Icos θ (3 fasa) ................................................... (2.15)

36
c. Daya reaktif (reactive power)

Daya reaktif dengan satuan VAR, memiliki pengertian daya yang di

suplay oleh komponen reaktif, atau disebut juga jumlah daya yang

diperlukan untuk pembentukan medan magnet. Dari pembentukan

medan magnet maka akan terbentuk fluks medan magnet. Dimana

dalam perhitungan phasa :

QV Isin θ (1 fasa) .................................................... (2.16)

Q √3V Isin θ (3 fasa) ................................................... (2.17)

S
Q

P
Gambar 2.20 Ilustrasi hubungan segitiga daya

Keterangan :

S = Daya semu (VA)

P = Daya aktif (Watt)

Q = Daya resktif (VAR)

Θ = Faktor daya (Cos Φ)

37

Anda mungkin juga menyukai