Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

VARIKOKEL

Oleh:
L. Muh. Editia Subihardi
H1A 007 032

Pembimbing:
dr. H. Suharjendro, SpU

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


MADYA BAGIAN/SMF BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB
MATARAM - 2013
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Varikokel

Nama : Lalu Muhammad Editia Subihardi

NIM : H1A 007 032

Referat ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan
Klinik Madya pada Bagian/SMF Bedah Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara
Barat / Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.

Mataram, Januari 2013


Pembimbing,

Dr. H. Suharjendro, Sp.U

1
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan .................................................................................... 2

Daftar isi ................................................................................................ 3

BAB I. Pendahuluan ..................................................................................... 4

BAB II. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 6

2.1.1

2.1.1

2.1.1

2.1.1

2.1.1

2.1.1

2.1.1

BAB III. Kesimpulan .................................................................................. 6

Daftar Pustaka ................................................................................... 6

2
BAB I
PENDAHULUAN

Varikokel, varicocele, adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis
akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada
15% pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan
didapatkan 21-41% pria yang mandul menderita varikokel. (Purnomo, 2012)

Dekade terakhir ini, pembahasan varikokel mendapat perhatian karena potensinya sebagai
penyebab terjadinya disfungsi testis dan infertilitas pada pria. Diperkirakan sepertiga pria
yang mengalami gangguan kualitas semen dan infertilitas adalah pasien varikokel
(bervariasi 19 - 41%). Akan tetapi tidak semua pasien varikokel mengalami gangguan
fertilitas, diperkirakan sekitar 20 - 50% didapatkan gangguan kualitas semen dan
perubahan histologi jaringan testis. Perubahan histologi testis ini secara klinis mengalami
pengecilan volume testis. Pengecilan volume testis bagi sebagian ahli merupakan indikasi
tindakan pembedahan khususnya untuk pasien pubertas yang belum mendapatkan data
kualitas semen. Salah satu cara pengobatan varikokel adalah pembedahan. Keberhasilan
tindakan pembedahan cukup baik. Terjadi peningkatan volume testis dan kualitas semen
sekitar 50 - 80% dengan angka kehamilan sebesar 20 - 50%. Namun demikian angka
kegagalan atau kekambuhan adalah sebesar 5 - 20%.

3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 STRUKTUR ANATOMI DAN FUNGSI TESTIS


Testis adalah organ genitalia pria yang pada orang normal jumlahnya ada dua dan masing-
masing terletak didalam skrotum kanan dan kiri. Bentuknya ovoid dan pada orang dewasa
ukurannya adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15-25 ml. Kedua buah testis terbungkus
oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea terdapat
tunika vaginalis yang terdiri dari lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot
kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati
ruang abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil. (Purnomo,
2012)

Gambar. Anatomi skrotum.

Secara histopatologi, testis terdiri dari ±250 lobuli dan tiap lobulus terdiri dari tubuli
seminiferi. Didalam tubulus seminiferi terdapat sel-sel spermatogonia dan sel sertoli,

5
sedangkan diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel leydig. Sel-sel spermatogonium pada
proses spermatogenesis menjadi spermatozoa. Sel-sel setoli berfungsi untuk member
makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel leydig atau disebut juga sel-sel interstisial
testis berfungsi untuk menghasilkan hormone testosteron. (Purnomo, 2012)

Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubulus seminiferi testis disimpan dan mengalami
pematangan/maturasi di epididimis. Setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-
sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ampulla vas
deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan di epididimis, vas deferens,
vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen dan mani. (Purnomo,
2012)

Gambar. Histologi testis

Testis mendapat darah dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri spermatika interna yang
merupakan cabang dari aorta, arteri diferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan

6
arteri kremasterika yang merupakan cabang dari epigastrika. Pembuluh darah yang
meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus pampiniformis (Purnomo, 2012)

2.2. VARIKOKEL
2.2.1 Definisi
Varikokel merupakan varikositas pleksus pampiniformis korda spermatika, yang membentuk
benjolan skrotum yang terasa seperti “kantong cacing” (Dorland, 2002).

2.2.2 Epidemiologi
Walaupun varikokel muncul pada kira-kira 20% populasi laki-laki secara umum,
kebanyakan terjadi pada populasi subfertil (40%). Faktanya, varikokel skrotum umumnya
merupakan penyebab rendahnya produksi sperma dan penurunan kualitas sperma.
Varikokel mudah diidentifikasi dan dikoreksi dengan prosedur pembedahan

Pada referensi lain disebutkan varikokel ditemukan kira-kira pada 15% anak remaja laki-
laki dan predominan pada sisi sebelah kiri. Hal ini didokumentasikan pada tahun 1880-an
yang menyebutkan bahwa varikokel lebih dominan pada sisi kiri, jarang muncul sebelum
pubertas, dan dalam beberapa hal berhubungan dengan hilangnya volume testis ipsilateral
yang tampak dan reversibel dalam beberapa peristiwa setelah ligasi varikokel (Daitch,
2003)

Varikokel jarang menjadi masalah klinis yang jelas sebelum masa remaja awal. Karena
varikokel jarang dilaporkan timbul pada orang-orang yang lebih tua, tampak bahwa
populasi dari anak laki-laki dengan varikokel mungkin mewakili populasi dari dewasa
yang akan punya varikokel. Prevalensi varikokel pada remaja, berhubungan dengan
infertilitas pada laki-laki, dan peningkatan kualitas sperma yang mungkin terlihat pada

7
orang-orang infertil setelah ligasi varikokel telah meningkatkan daya tarik untuk
mempelajari varikokel pada remaja dan hubungannya dengan disfungsi spermatogenik.

2.2.3 Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada
sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini disebabkan karena vena
spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan
yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika
interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
(Purnomo, 2012)

Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya:
kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena
spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus. (Purnomo, 2012)

Etiologi varikokel secara umum:


1. Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur
penunjang/atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif pleksus
pampiniformis.
2. Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior.
3. Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis internus kiri berlawanan
dengan kedalam v. spermatika interna kiri.
4. Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika .
5. Tekanan v. spermatika interna meningkat letak sudut turun v. renalis 90 derajat.
6. Sekunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis.

a. Etiologi Anatomi
Suplai arteri testis mempunyai 3 komponen mayor yaitu: arteri testikular, arteri kremaster
dan arteri vasal. Walaupun kebanyakan darah arterial pada testis berasal dari arteri
testikular, sirkulasi kolateral testikular membutuhkan perfusi yang adekuat dari testis,
walaupun arteri testikular terligasi atau mengalami trauma. Drainase venous dari testis
diprantarai oleh pleksus pampiniformis, yang menuju ke vena testikular (spermatika
interna), vasal (diferensial), dan kremasterik (spermatika eksternal). Walapun varikokel
dari vena spermatika biasanya ditemui pada saat pubertas, sepertinya terjadi perubahan

8
fisiologi normal yang terjadi saat pubertas dimana terjadi peningkatan aliran darah
testikular menjadi dasar terjadinya anomali vena yang overperfusi dan terkadang terjadi
ektasis vena (Schneck,2007).

b. Peningkatan Tekanan Vena


Perbedaan letak vena spermatika interna kanan dan kiri menyebabkan terplintirnya vena
spermatika interna kiri, dilatasi dan terjadi aliran darah retrogard. Darah vena dari testis
kanan dibawa menuju vena cava inferior pada sudut oblique (kira – kira 300). Sudut ini,
bersamaan dengan tingginya aliran vena kava inferior diperkirakan dapat meningkatkan
drainase pada sisi kanan (Venturi effect). Sebagai perbandingan, vena testikular kiri
menuju ke arteri renalis kiri (kira – kira 900). Insersi menuju vena renalis kiri sepanjang 8 –
10 cm lebih ke arah kranial daripada insersi dari vena spermatic interna kanan, yang berarti
sisi kiri 8 – 10 cm memiliki kolum hidrostatik yang lebih panjang dengan peningkatan
tekanan dan relatifnya aliran darah lebih lambat pada posisi vertikal.

Vena renalis kiri dapat juga terkompres di daerah proksimal diantara arteri mesenterika
superior dan aorta (0.7% dari kasus varikokel), dan distalnya diantara arteri iliaka komunis
dan vena (0.5% dari kasus varikokel). Fenomena nutcracker ini dapat juga menyebabkan
peningkatan tekanan pada sistem vena testikular kiri. (Schneck,2007)

9
c. Anastomosis Vena Kolateral
Studi anatomi menggambarkan terdapat anastomosis sistem drainase superfisial dan
interna, bersamaan dengan kiri-ke-kanan hubungan vena pada ureter (L3-5), spermatik,
skrotal, retropubik, saphenus, sakral dan pleksus pampiniformis. Vena spermatika kiri
memiliki cabang medial dan lateral pada level L4-penemuan ini penting dan harus
dilakukan untuk menentukan penanganan varikokel. Prosedur yang dilakukan diatas level
L4 memiliki risiko kegagalan lebih tinggi karena percabangan multipel dari sistem vena
spermatika.

d. Katup yang Inkompeten


Pada tahun 1966, Ahlberg menjelaskan bahwa pembuluh testis berisi katup yang protektif
terhadap varikokel, dan ini merupakan kekurangan atau ketidakmampuan pada sisi kiri
yang menyebabkan terjadinya varikokel. Untuk mendudung gagasan ini, ia menemukan
tidak adanya/hilangnya katup pada 40% postmortem vena spermatika kiri dibandingkan
dengan 23% hilangnya pada sisi kanan. Keraguan telah dilemparkan pada teori ini, namun,
dari studi radiologi terbaru yang dilakukan oleh Braedel dkk menemukan bahwa 26.2%
pasien dengan katup yang kompeten tetap ditemukan varikokel. Beberapa anatomis kini

10
bahkan menjelaskan bahwa sebenarnya tidak terdapat katup baik pada vena spermatika sisi
kanan maupun kiri. (Schneck,2007)

2.2.4 Patogenesis
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara,
antara lain:
1. Terjadi aliran darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia
karena kekurangan oksigen.
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis.
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan
zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga
menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya terjadi
infertilitas.

2.2.5 Patofisiologi
Beberapa mekanisme telah menjadi hipotesa untuk menjelaskan fenomena dari subfertilitas
yang ditemukan pada pria dengan varikokel unilateral atau bilateral, termasuk peningkatan
suhu skrotal yang menyebabkan disfungsi gonadal bilateral, refluks renal, metabolit
adrenal dari vena renalis, hipoksia, dan akumulasi gonadotoksin. (Schneck,2007)

a. Disfungsi Bilateral

Seperti aspek lainnya dari varikokel, penyebab disfungsi testikular bilateral disamping
varikokel unilateral masih dalam studi. Aliran darah retrograd sisi kanan didapatkan pada
pria dengan varikokel sisi kiri dan menjadi mekanisme yang memungkinkan. Zorgniotti
dan MacLeod membuat hipotesa pada era tahun 1970an, dengan data yang disebutkan pada
pria dengan oligosperma dengan varikokel memiliki temperarur intraskrotal dimana 0.60C
lebih tinggi dibandingkan pada pasien dengan oligosperma tanpa varikokel. Saypol dkk
dan Green dkk keduanya mendeskripsikan peningkatan aliran darah testikular bilateral dan
peningkatan temperatur pada eksperimen dengan binatang yang dibuat varikokel artifisial
unilateral. Sebagai tambahan, dilakukan perbaikan dari varikokel tersebut dengan hasil
normalisasi dari aliran dan temperatur. Setelah itu, peneliti mendemonstrasikan bahwa
aktivitas DNA polimerase dan enzim DNA rekombinan pada sel germ sensitif terhadap

11
temperatur, dengan suhu optimal kira- kira 330C. Temperatur optimal untuk sintesis
protein pada spermatid berkisar antara 340C. Proliferasi sel germ mungkin dipengaruhi dari
peningkatan suhu dari varikokel akibat inhibisi 1 atau lebih dari enzim – enzim yang
penting. Trauma hipertermi konsisten dengan penurunan jumlah spermatogonal akibat
adanya apoptosis yang ditemukan dari biopsi sampel pasien dengan varikokel. Disamping
temuan ini, tidak semua peneliti menemukan adanya hubungan antara meningkatnya
temperatur intratestis dan varikokel.

b. Refluks dari Metabolit Vasoaktif


Karena adrenal kiri dan vena gonadal menuju ke proksimitas terdekat satu sama lain dari
vena renalis, MacLeod menyebutkan bahwa derivat – derivat dari ginjal atau adrenal dapat
menuju ke vena gonadal. Jika metabolit ini bersifat vasoaktif (mis: prostaglandin), maka
dapat menjadi berbahaya pada fungsi testis. Hasil dari beberapa studi tidak mensuport teori
ini, tetapi peningkatan jumlah norepinefrin, prostaglandin E dan F, adrenomedulin
(vasodilator poten) ditemukan pada vena spermatika pria dengan varikokel. Metabolit
lainnya seperti renin, dehidroepiandrosteron, atau kortisol tidak ditemukan. Beberapa
penulis menyebutkan dengan adanya metabolit, refluks tidak mengubah/mempengaruhi
spermatogenesis.

c. Hipoksia
Pada era 1980an, Shafik dan Bedeir berteori bahwa perbedaan gradien tekanan (dan
gradien oksigen subsekuen) antara vena renalis dan gonadal dapat menyebabkan hipoksia
diantara vena gonadal. Dua teori hipoksia lainnya yaitu: peningkatan tekanan vena dengan
olahraga dapat menyebabkan hipoksia, dan stasis dari darah menyebabkan penurunan
tekanan oksigen. Menurut Tanji dkk, pria dengan varikokel memiliki “atrophy pattern”
muskulus kremaster dari studi histokimia. Disamping penemuan ini, tidak ada perbedaan
yang signifikan diantara kontrol dan tekanan gas oksigen, yang dilakukan percobaan pada
binatang.

d. Gonadotoksin
Beberapa studi telah mendemonstrasikan bahwa pria yang merokok memiliki efek samping
yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak merokok. Perokok setidaknya memiliki insiden
2 kali lebih tinggi untuk terkena varikokel, dan yang telah memiliki varikokel setidaknya
10 kali terjadi peningkatan insiden oligospermia jika dibandingkan dengan pria varikokel
yang tidak merokok. Nikotin memiliki implikasi sebagai kofaktor pada patogenesis

12
varikokel. Cadmium, gonadotoksin yang mudah dikenal sebagai penyebab apoptosis,
ditemukan secara signifikan pada konsentrasi testikular yang lebih tinggi dan penurunan
spermatogenesis pada pria dengan varikokel daripada pria dengan varikokel dengan normal
spermatogenesis atau obstruktif azoospermia.

2.2.6 Diagnosis
a. Manifestasi Klinis
Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa
tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa
nyeri.

Varikokel jarang menimbulkan rasa tidak nyaman. Keluhan yang biasa dimunculkan antara lain
adanya rasa sakit yang tumpul atau rasa berat pada sisi dimana varikokel terdapat, hal tersebut
biasanya muncul pada saat setelah berolahraga berat atau setelah berdiri cukup lama dan jika pasien
berada dalam posisi tidur, rasa berat dan tumpul tersebut menghilang.

Karena varikokel pada remaja biasanya asimptomatik, banyak yang ditemukan melalui
pemeriksaan fisik rutin sebelum masuk sekolah, ujian SIM, atau pemeriksaan medis preseason
kompetisi olahraga. Sementara itu disisi yang lain karena penyebaran informasi mengenai kanker
testis, banyak remaja yang datang ke dokter untuk melakukan pemeriksaan medis karena teraba
massa yang tidak nyeri pada skrotumnya. Banyak massa pada skrotum yang tidak diketahui asalnya
didiagnosis sebagai varikokel. Hernia inguinalis, communicating hidrokel, hernia omental,
hidrokel of the cord, spermatokel, dan hidrokel skrotum adalah diagnosis banding untuk massa
pada skrotum yang tidak nyeri pada remaja.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang hangat dengan pasien dalam posisi berdiri tegak,
untuk melihat dilatasi vena. Skrotum haruslah pertama kali dilihat, adanya distensi
kebiruan dari dilatasi vena. Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur vena harus
dipalpasi, dengan manuver valsava (mengedan) ataupun tanpa manuver. Varikokel yang
dapat diraba dapat dideskripsikan sebagai “bag of worms”, walaupun pada beberapa kasus
didapatkan adanya asimetri atau penebalan dinding vena.

13
Pemeriksaan dilanjutkan dengan pasien dalam posisi supinasi, untuk membandingkan
dengan lipoma cord (penebalan, fatty cord ditemukan dalam posisi berdiri, tapi tidak
menghilang dalam posisi supinasi) dari varikokel. Palpasi dan pengukuran testis dengan
menggunakan orchidometer (untuk konsistensi dan ukuran) dapat juga memberi gambaran
kepada pemeriksa ke patologi intragonad. Apabila disproporsi panjang testis atau volum
ditemukan, indeks kecurigaan terhadap varikokel akan meningkat.

Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis meskipun
terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu pemeriksaan
auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini dapat
mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Varikokel yang
sulit diraba secara klinis seperti ini disebut varikokel subklinik.

Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya, dengan membandingkan testis kiri
dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis
dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua
testis teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal.

Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli
seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen
pada varikokel menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya
jumlah sperma muda (immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).

14
Klasifikasi varikokel

Grade Temuan dari pemeriksaan fisik


Grade I Ditemukan dengan palpasi, dengan valsava
Grade II Ditemukan dengan palpasi, tanpa valsava, tidak terlihat dari kulit
skrotum
Grade III Dapat dipalpasi tanpa valsava, dapat terlihat di kulit skrotum

Gambar. Orkidometer

Gambar. Varikokel grade III

c. Pemeriksaan Penunjang

15
Beberapa teknik yang dapat digunakan sebagai pencitraan varikokel:
 Angiografi/venografi
 USG
 MRI
 CT Scan
 Nuclear Imaging

Angiografi/venografi

Venografi merupakan modalitas yang paling sering digunakan untuk mendeteksi varikokel
yang kecil atau subklinis, karena dari penemuannya mendemonstrasikan refluks darah vena
abnormal di daerah retrograd menuju ke ISV dan pleksus pampiniformis.

Karena pemeriksaan venografi ini merupakan pemeriksaan invasif, teknik ini biasanya
hanya digunakan apabila pasien sedang dalam terapi oklusif untuk menentukan anatomi
dari vena. Biasanya, teknik ini digunakan pada pasien yang simptomatik.

Positif palsu/negatif

Vena testikular seringkali spasme, dan terkadang, ada opasifikasi dari vena dengan kontras
medium dapat sulit dinilai. Selebihnya, masalah dapat diatasi dengan menggunakan kanul
menuju vena testikular kanan.

16
Gambar. Left testikular venogram

Ultrasonografi
Penemuan USG pada varikokel termasuk:
 Struktur anekoik terplintirnya tubular yang digambarkan yang letaknya berdekatan
dengan testis.
 Pasien dengan posisi berdiri tegak, diameter dari vena dominan pada kanalis
inguinalis biasanya lebih dari 2.5 mm dan saat valsava manuever diameter
meningkat sekitar 1 mm.
 Varikokel bisa berukuran kecil hingga sangat besar, dengan beberapa pembesaran
pembuluh darah dengan diameter ± 8 mm.
 Varikokel dapat ditemukan dimana saja di skrotum (medial, lateral, anterior,
posterior, atau inferior dari testis)
 USG Doppler dengan pencitraan berwarna dapat membantu mendiferensiasi
channel vena dari kista epidermoid atau spermatokel jika terdapat keduanya.
 USG Doppler dapat digunakan untuk menilai grade refluks vena: statis (grade I),
intermiten (grade II),dan kontinu (grade III)
 Varikokel intratestikular dapat digambarkan sebagai area hipoekoik yang kurang
jelas pada testis. Gambarannya berbentuk oval dan biasanya terletak di sekitar
mediastinum testis.

17
Dengan menggunakan diameter sebagai kriteria dilatasi vena, Hamm dkk menemukan
bahwa USG memiliki sensitivitas sekitar 92.2%, spesifitas 100% dan akurasi 92.7%.

Positif palsu/negatif

Kista epidermoid dan spermatokel dapat memberi gambaran seperti varikokel. Jika
meragukan, USG Doppler berwarna dapat digunakan untuk diagnosa. Varikokel
intratestikular dapat memberi gambaran seperti ektasis tubular.

2.2.7 Tatalaksana

Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan operasi
pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang telah menimbulkan
gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan
suatu terapi. (Purnomo, 2012)

18
Algoritma Penanganan Varikokel

Analisis Sperma :
1. Oligospermia : volume ejakulat < 1 cc
2. Hiperspermia : volume ejakulat > 4 cc
3. Aspermia : volume ejakulat 0 cc
4. Normozoospermia : jumlah hitungan sperma > 20 jt/cc
5. Hiperzoospermia : spermatozoa > 250 juta/cc
6. Oligozoospermia : spermatozoa 5 - 20 jt/cc
7. Oligozoospermia ekstrim : spermatozoa < 5 jt/cc
8. Kriptozoospermia : Hanya ditemukan beberapa spermatozoa saja
9. Teratozoospermia : Morfologi spermatozoa yg normal < 30 %
10. Astenozoospermia : motilitas spermatozoa < 50 %

19
Indikasi Tindakan Operasi

Kebanyakan pasien penderita varikokel tidak selalu berhubungan dengan infertilitas,


penurunan volume testikular, dan nyeri, untuk itu tidak selalu dilakukan tindakan operasi.
Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen yang abnormal harus
dioperasi dengan tujuan membalikkan proses yang progresif dan penurunan durasi-
dependen fungsi testis. Untuk varikokel subklinis pada pria dengan faktor infertilitas tidak
ada keuntungan dilakukan tindakan operasi. Varikokel terkait dengan atrofi testikular
ipsilateral atau dengan nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap hari, harus
dilakukan operasi segera. Ligasi varikokel pada remaja dengan atrofi testikular ipsilateral
memberi hasil peningkatan volume testis, untuk itu tindakan operasi sangat
direkomendasikan pada pria golongan usia ini. Remaja dengan varikokel grade I – II tanpa
atrofi dilakukan pemeriksaan tahunan untuk melihat pertumbuhan testis, jika didapatkan
testis yang menghilang pada sisi varikokel, maka disarankan untuk dilakukan
varikokelektomi.

Alternatif Terapi

Untuk pria dengan infertilitas, parameter semen yang abnormal, dan varikokel klinis, ada
beberapa alternatif untuk varikokelektomi. Saat ini terdapat teknik nonbedah termasuk
percutaneous radiographic occlusion dan skleroterapi. Teknik retrogard perkutaneus
dengan menggunakan kanul vena femoralis dan memasang balon/coil pada vena
spermatika interna. Teknik ini masih berhubungan dengan bahaya pada arteri testikular
dan limfatik dikarenakan sulitnya menuju vena spermatika interna. Radiographic occlusion
juga meiliki komplikasi seperti migrasi embolisasi materi menuju ke vena renalis yang
mengakibatkan rusaknya ginjal dan emboli paru, tromboflebitis, trauma arteri, dan reaksi
alergi dari pemberian kontras.

Tindakan oklusi antegrad varikokel dilakukan dengan tindakan kanulasi perkutan dari vena
pampiniformis skrotum dan injeksi agen sklerotik. Teknik ini memiliki angka performa
yang tinggi tetapi angka rekurensi jika dibandingkan dengan yang teknik retrograd, dapat
memberikan risiko trauma pada arteri testikular.

20
Teknik Operasi

Ligasi dari vena spermatika interna dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Teknik yang
paling pertama dilakukan dengan memasang clamp eksternal pada vena lewat kulit
skrotum. Operasi ligasi varikokel termasuk retroperitoneal, inguinal atau subinguinal,
laparoskopik, dan microkroskopik varikokelektomi.

1. Teknik Retroperitoneal (Palomo)

Teknik retroperitoneal (Palomo) memiliki keuntungan mengisolasi vena spermatika interna


ke arah proksimal, dekat dengan lokasi drainase menuju vena renalis kiri. Pada bagian ini,
hanya 1 atau 2 vena besar yang terlihat. Sebagai tambahan, arteri testikular belum
bercabang dan seringkali berpisah dari vena spermatika interna. Kekurangan dari teknik ini
yaitu sulitnya menjaga pembuluh limfatik karena sulitnya mencari lokasi pembuluh
retroperitoneal, dapat menyebabkan hidrokel post operasi. Sebagai tambahan, angka
kekambuhan tinggi karena arteri testikular terlindungi oleh plexus periarterial (vena
comitantes), dimana akan terjadi dilatasi seiring berjalannya waktu dan akan menimbulkan
kekambuhan. Paralel inguinal atau retroperitoneal kolateral bermula dari testis dan
bersama dengan vena spermatika interna ke arah atas ligasi (cephalad), dan vena kremaster
yang tidak terligasi, dapat menyebabkan kekambuhan. Ligasi dari arteri testikular
disarankan pada anak – anak untuk meminimalkan kekambuhan, tetapi pada dewasa
dengan infertilitas, ligasi arteri testikular tidak direkomendasikan karena akan mengganggu
fungsi testis.

21
 Pasien dalam posisi supinasi pada meja operasi.
 Insisi horizontal daerah iliaka dari umbilikus ke SIAS sepanjang 7 – 10 cm
tergantung besar tubuh pasien.
 Aponeurosis M. External oblique diinsisi secara oblique.
 M. Internal oblique terpisah 1 cm ke arah lateral dari M. Rectus abdominis dan
M. Transversus abdominis diinsisi.
 Peritoneum dipisahkan dari dinding abdomen dan diretraksi.
 Pembuluh spermatic terlihat berdekatan dengan peritoneum, sangatlah penting
menjaganya tetap berdekatan dengan peritoneum.
 Dilanjutkan memotong dinding abdomen menuju M. Psoas posterior.
 Dengan retraksi luas memudahkan untuk mengindentifikasi vena spermatika,
dan < 10% kasus arteri spermatika mudah dilihat, terisolasi dari seluruh struktur
spermatik dan mudah dikenali.
 Proses operasi ditentukan dari penemuan intraoperatif. Pada kasus dengan vena
tunggal dan tidak ada kolateral, arteri dapat dikenali dan hanya akan dijaga
apabila tidak bersamaan dengan vena kecil yang menyatu dengan arteri. Pada
kasus dengan vena multipel, kolateral akan teridentifikasi dan seluruh
pembuluh darah dari ureter menuju dinding abdomen terligasi. Pembuluh darah
spermatika secara umum terinspeksi pada jarak 7 – 8 cm dan diligasi dengan
pemisahan/pemotongan, kemudian dijahit permanen.

22
 Setelah hemostasis dipastikan, M. Oblique internal, M. Transversus abdominis,
dan M. External oblique ditutup lapis demi lapis dengan jahitan yang dapat
diserap.
 Fasia scarpa ditutup dengan jahitan yang akan diserap.
 Kulit dijahit subkutikuler dengan jahitan yang dapat diserap.

2. Teknik Inguinal (Ivanissevich)

 Insisi dibuat 2 cm diatas simfisis pubis.


 Fasia M. External oblique secara hati – hati disingkirkan untuk mencegah
trauma N. ilioinguinal yang terletak dibawahnya.
 Pemasangan Penrose drain pada saluran sperma.
 Insisi fasia spermatika, kemudian akan terlihat pembuluh darah spermatika.
 Setiap pembuluh darah terisolasi, kemudian diligasi dengan menggunakan
benang yang nonabsorbable.
 Setelah semua pembuluh darah kolateral terligasi, fasia M. External oblique
ditutup dengan benang yang absorbable dan kulit dijahit subkutikuler.

3. Teknik Laparoskopik

Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik retroperitoneal dengan keuntungan dan
kerugian yang hampir sama. Pembesaran optikal dibutuhkan untuk melakukan teknik ini,
untuk memudahkan menyingkirkan pembuluh limfatik dan arteri testikular sewaktu

23
melakukan ligasi beberapa vena spermatika interna apabila vena comitantes bergabung
dengan arteri testikular. Teknik ini memiliki beberapa komplikasi seperti trauma pada
usus, pembuluh darah intraabdominal dan visera, emboli, dan peritonitis. Komplikasi ini
lebih serius dibandingkan dengan varikokelektomi open.

Indikasi dilakukan operasi:

 Infertilitas dengan produksi semen yang jelek


 Ukuran testis mengecil
 Nyeri kronis atau ketidaknyamanan dari varikokel yang besar

Komplikasi

 Perdarahan
 Infeksi
 Atrofi testis atau hilangnya testis
 Kegagalan mengkoreksi varikokel
 Apabila varikokel berhasil dikoreksi: tidak terabanya palpasi varix setelah 6
bulan postoperasi, orchalgia, oligoastenospermia)

24
4. Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein)

Microsurgical subinguinal atau inguinal merupakan teknik terpilih untuk melakukan ligasi
varikokel. Saluran spermatika dielevasi ke arah insisi, untuk memudahkan pengelihatan,
dan dengan menggunakan bantuan mikroskop pembesaran 6x hingga 25x, periarterial
yang kecil dan vena kremaster akan dengan mudah diligasi, serta ekstraspermatik dan vena
gubernacular sewaktu testis diangkat. Fasia intraspermatika dan ekstraspermatika secara
hati – hati dibuka untuk mencari pembuluh darah. Arteri testikular dapat dengan mudah
diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop. Pembuluh limfatik dapat dikenali dan
disingkirkan, sehingga menurunkan komplikasi hidrokel.

25
26
Komplikasi

 Hidrokel

27
 Rekurens; dikarenakan ligasi inkomplit
 Iskemia testis dan atrofi; karena trauma dari arteri testikular

5. Teknik embolisasi

 Embolisasi varikokel dilakukan dengan anestesi intravena sedasi dan lokal


anestesi.
 Angiokateter kecil dimasukkan ke sistem vena, dapat lewat vena femoralis
kanan atau vena jugularis kanan.
 Kateter dimasukan dengan guiding fluoroskopi ke vena renalis kiri (karena
kebanyakan varikokel terdapat di sisi kiri) dan kontras venogram.
 Dilakukan ISV venogram sebagai “peta” untuk mengembolisasi vena.
 Kateter kemudian dimanuever ke bawah vena menuju kanalis inguinalis
internal.
 Biasanya vena atau cabangnya terembolisasi dengan injeksi besi atau platinum
spring-like embolization coils.
 Vena kemudian terblok pada level kanalis inguinalis interna dan sendi
sakroiliaka.
 Dapat ditambahkan sclerosing foam untuk menyelesaikan embolisasi.
 Pada tahap akhir, venogram dilakukan untuk memastikan semua cabang ISV
terblok, kemudian kateter dapat dikeluarkan.
 Dibutuhkan tekanan manual pada daerah tusukan selama 10 menit, untuk
mencapai hemostasis.
 Tidak ada penjahitan pada teknik ini. Setelah selesai, pasien diobservasi selama
beberapa jam, kemudian dapat dipulangkan. Angka keberhasilan proses ini
mencapai 95%.

28
Evaluasi Pascaoperasi

Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beberapa indikator
antara lain:

 Bertambahnya volume testis


 Perbaikan hasil analisis semen (yang dikerjakan setiap 3 bulan)
 Pasangan menjadi hamil

Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pascabedah vasoligasi tinggi dari Palomo
didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis semen,
dan 50% pasangan menjadi hamil.

2.8.8 Prognosis

 Quo ad vitam : dubia ad bonam


 Quo ad functionam : dubia ad bonam
 Quo ad sanactionam : bonam

29
BAB III
KESIMPULAN

Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan
aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria. Varikokel
ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41% pria
yang mandul menderita varikokel.

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada
sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini disebabkan karena vena
spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan
yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika
interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.

Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya:
kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena
spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus.

Indikasi dari dilakukannya operasi varikokel adalah varikokel yang simptomatis dan
dengan komplikasi. Beberapa tindakan operasi diantaranya adalah ligasi tinggi vena
spermatika interna secara Palomo melalui operasi terbuka atau bedah laparoskopi,
varikokelektomi cara Ivanissevich, atau secara perkutan dengan memasukkan bahan
sklerosing ke dalam vena spermatika interna ( embolisasi ).

Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi tinggi dari
Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis
semen, dan 50% pasangan menjadi hamil.

30
DAFTAR PUSTAKA

Cooper, S Christopher et all. 2006. Varicocele. In : Poherty, M Gerard. Current Diagnosis


and Treatment Surgery 13rd edition. Mc-Graw Hill Companies. New York. USA.
Hal 961-963.

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC, Jakarta

Graham, Sam D, Keane Thomas E. 2009. Varicocele. In : Glenn’s Urologic Surgery.


Lippincott Williams and Wilkins. Hal 397-401.

Khan, N Ali. 2011. Varicocele Imaging. In www.emedicine.medscape.com/article/382288.


Updated : May 25, 2011.

Mayor, George S et all. 2000. Varicocele in Urologic Surgery. Diagnosis, Technique and
Postoperative Treatment. Georg Theme Publisher. Stuttgart. Germany. Hal 443-
446.
Purnomo, Basuki B. 2012. Varikokel. In : Dasar–dasar Urologi. Edisi 3. EGC, Jakarta:

Schneck FX, Bellinger MF. 2007. Varicocele:Abnormalities of the testes and scrotum and
their surgical management. In: Wein AJ, ed. Campbell-Walsh Urology. 9th
edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. Chap. 67 hal. 3793-3798.
Sjamsuhidajat, dkk. 2005. Varikokel. In : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC, Jakarta.
Hal: 775

Smith, J Steven, Robert I. White. 2005. Nonsurgical Treatment of Varicocele.


Northwestern University Medical School. USA.
Tanagho EA, McAninch JW. 2008. Varicocele. In : Smith General Urology. McGraw Hill-
Companies. Ed 17. Chap 44 hal 14, 690-691, 704.

31

Anda mungkin juga menyukai