net/publication/323995805
CITATIONS READS
0 2,415
1 author:
Haniah Haniah
Universitas Islam Negeri Alauddin
5 PUBLICATIONS 1 CITATION
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Haniah Haniah on 25 March 2018.
i
pembaca meresapi dan merasakan keindahan bahasa Arab
Alquran dengan menggunakan ilmu ma’ani sebagai pisau
analisis ayat-ayat seperti ketelitiannya dalam memilih kosa
kata, ataukah dalam menyusun untaian kata menjadi
kalimat yang disebut Abdul Qahir al-Jurjani seorang tokoh
balagah pada abad ke-4 Hijriah sebagai teori kontruksi teks
(nazm).
، لو غير هذا لكان أحسن: إني رأيت أنه ال يكتب إنسان كتابا في يومه إال وقال في غده
. ولو ترك هذا لكان أجمل، ولو قدم هذا لكان أفضل،ولو زيد كذا لكان يستحسن
Artinya:
ii
untuk menghadirkan buku ini serta kepada suami dan
kedua buah hati penulis yang telah rela kehilangan
kebersamaan demi menyelesaikan tulisan ini. Semoga buku
ini dapat bermanfaat dan memberi kontribusi dalam wacana
keilmuan bahasa Arab, terutama mendekatkan pembaca
kepada bahasa Arab Alquran sebagai sumber pedoman
pertama bagi umat Islam yang sarat akan pesan-pesan untuk
meraih kebahagiaan dan kesuksesan dunia akhirat, amin.
iii
DAFTAR ISI
PENGANTAR PENULIS i
DAFTAR ISI iv
iv
BAB IV : ILMU MA’ANI; HAKIKAT DAN RANAH
KAJIAN 80-150
v
G. Makna di Balik Pemilihan Bentuk Kalimat Verbal (Jumlah
Fi’liyyah) dalam Alquran 195
H. Deviasi dalam Alquran 200
BAB VI : PENUTUP
vi
Executive Summary
PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diturunkan
dalam bentuk ungkapan bahasa Arab yang fasih
sebagaimana pernyataan Allah SWT yang tegas dan lugas,
dalam salah satu ayat al-Qur’an, yaitu surat al-Zumar ayat
28 :
3
Alquran sejak turunnya telah mengambil perhatian
banyak kalangan dari yang beriman sampai pada yang
kufur. Yang kufur menentang kebenaran yang dibawa oleh
Alquran sedangkan yang beriman berusaha memahami
petunjuk serta hidayah yang dibawa oleh Alquran berawal
dari penafsiran Rasulullah saw kemudian para sahabat yang
meriwayatkan dari Rasulullah saw hingga pada abad ke-2
Hijriah mulailah muncul berbagai usaha untuk
membukukan penafsiran Alquran dengan dimensi
penafsiran yang berbeda-beda sesuai dengan mazhab dan
aliran keilmuan masing-masing. Kajian linguistik dan
balaghah juga telah mewarnai corak penafsiran Alquran
sejak abad kedua Hijriah. 6
6
begitupula teori deviasi (pengalihan lafaz dan makna). Bab
terakhir adalah penutup yang berisi kesimpulan yang
menjawab pertanyaan dari permasalahan kajian ini.
7
BAB II
Al-BALAGAH AL-‘ARABIYYAH
Manzur. Lisan al-‘Arab. Jilid VIII (Cet. III; Beirut Dar Shadir, 1994),
h 419.
8
Para pakar bahasa memberi batasan dan
pengertian balagah yang bermacam-macam, di
antaranya al-A’rabi seperti dikutip oleh ‘Arafah ketika
ditanya apa itu balagah, lalu dia menjawab :
3
اإليجاز في غير عجز واإلطناب في غير خطل
فمنها ما يكون في: البالغة اسم جامع لمعان تجري في وجوه كثيرة
ومنها ما، ومنها ما يكون جوابا،السكوت ومنها ما يكون في االحتجاج
ومنها ما، ومنها ما يكون سجعا وخطبا،يكون ابتداء ومنها ما يكون شعرا
واإلشارة إلى، فعامة ما يكون من هذه االبواب الوحي فيها.يكون رسائل
4
. واإليجاز هو البالغة،المعنى
9
makna yang dikehendaki. Ijaz (ekonomi kata) itu
adalah balagah.”
… إن أمأل العلوم بما يغمر القرائح وأنهضها بما يبهر األلباب القوارح من
غرائب نكت يلطف مسلكها ومستودعات أسرار يدق سلكها علم التفسير
وال يغوص على تلك...،الذي ال يتم لتعاطيه وإجالة النظر فيه كل ذي علم
وهما علم المعاني,الحقائق إال رجل قد برع في علمين مختصين بالقرآن
15وعلم البيان
15
ألنه البد له من مراعاة ما يقتضيه,الثالثة من أعظم أركان المفسر
.16 وذلك اليدرك إال بهذه العلوم,اإلعجاز
al-‘Arabiyyah, 1985), h. 7.
19
bahasanya yang tak tertandingi oleh ungkapan
manapun.22 Gagasan tentang nilai keindahan dan
keluhuran tradisi sastra Alquran tidak hanya diakui
dalam diskursus kesusastraan dan kebahasaan, namun
hal tersebut telah menjadi doktrin agama yang
mendasar. Otentisitas Alquran didasarkan atas ajaran
ketidakmungkinan Alquran untuk dapat ditiru oleh
siapapun, baik dari sisi kandungannya, maupun sisi
keindahannya. Itulah konsep I’jaz Alquran,
kemukjizatan Alquran yang tak tertandingi. Tidak
23
21
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Alquran
yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad),
buatlah satu surat (saja) yang semisal Alquran itu dan
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu
orang-orang yang benar.
22
berhasil.25 Tantangan Alqur’an itu semakin menarik
perhatian mereka disamping telah adanya rasa cinta
terhadap keindahan dan ketinggian bahasa yang melekat
kuat dalam jiwa mereka sejak masa pra turunnya
Alquran.
23
Nahwu, tapi juga menyinggung kajian ilmu Balagah.
Sedangkan al-Rumani menyusun kitab An-Nukat fi I’jazil
Qur’an. Dan Al-Jahizh dipandang sebagai tokoh yang
sangat berjasa dalam sejarah perkembangan ilmu
Balagah secara umum dan ilmu Bayan secara khusus,
lewat karya tulisnya yang berjudul al-Bayan wa al-Tabyin.
24
dengan yang lainnya yang menimbulkan arti yang tepat
dan mengena pada sasaran. Dengan kata lain kei’jazan
balagi terletak pada uslubnya dan pesan isi yang
dikandungnya yang terkait dengan susunan kalimatnya.
Teori ini dapat dilihat dalam bukunya Dalail al-I’jaz.27
Teori Abdul Qahir ini yang menginspirasi ulama
setelahnya yang distilahkan dengan isnad pada kajian
ilmu ma’ani.
25
bukunya “Tafsir al-Kasysyaf”. Ilmu balagah
terkhususnya ma’ani dan bayan nampak sangat jelas
dalam pemikiran al-Zamakhsyari yang direalisasikannya
ketika menginterpretasi dan menafsirkan ayat-ayat suci
Alquran.
32 Ibid.
33 Syauqi Dhaif, op. cit., h. 271.
28
C. Balagah dan Stilistika
31
E. Bidang Kajian Balagah
35
sangat jelas nampak di dalamnya. Di antara kajian balagah
yang dapat dilihat dari kitab tersebut adalah:
37
mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu; tidakkah
kamu mengerti?"
2. Majaz ‘Aqli
10 Ibid., h. 202.
11 ‘Abdul ‘Aziz ‘Abdul Mu’thi ‘Arafah, Min Balagah wl-
Nazhmi al-‘Arabi; Dirasah wa Tahlil li Masail ‘Ilmi al-Ma’ani, Jilid I
(t.tp: t.p, 2001), h. 104.
39
3. Majaz Mursal
4. Elliptik (al-hazf)
21 Ibid., h. 11.
46
orang yang membacanya karena tersusun dari huruf-huruf
yang mudah diucapkan oleh lidah.
47
pendek, parabel (perumpaman-perumpamaan) serta
ungkapan-ungkapan konotasi dan metonimie.22
1. Majaz
48
2. Isti’arah (metafora)
إذا كان المسمى بها بسبب من،فالعرب تستعير الكلمة فتضعها مكان الكلمة
26
أو مشاكال لها،األخرى أو مجاورا لها
25 Ibid., h. 70.
26 Ibid., h. 88.
49
Ketika Ibnu Qutaibah mengatakan “ada relasi
kedekatan makna”, hal tersebut menandakan pengertian
majaz mursal namun ketika mengatakan “atau relasi
penyerupaan” hal tersebut menandakan pengertian isti’arah.
Meskipun demikian dalam pembahasannya tentang isti’arah
lebih banyak mengungkapkan contoh isti’arah dengan
pengertian sebenarnya yaitu menempatkan satu kata di
posisi kata yang lain karena ada relasi penyerupaan. Seperti
dalam QS. Al-Qalam/68 : 42
27 Ibid., h. 89.
50
3. Al-Maqlub
30 Ibid., h. 122.
52
Seharusnya تدلى فدناkarena yang menyebabkan
mendekat adalah ‘al-tadalli’ (bergantung dan turun dari
tempat yang tinggi).31
4. Ijaz
31 Ibid.
32 Ibid., h. 133.
53
Qutaibah dalam bukunya Ta’wil Musykili Alquran, di
antaranya yaitu:
33 Ibid, h. 135
55
karena telah disebutkan dalam kalimat syarth “lau anna
quranan”.34
Terjemahnya:
Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri,
dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-
orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka
dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman?
karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu".
5. Itnab
34Ibid., h. 136.
35Ibid., h. 137
36al-Maidani, op. cit., h. 60.
56
Kajian tersebut mendapat perhatian yang besar dari Ibnu
Qutaibah karena memiliki peran penting dalam
menyesuaikan antara tema dan gaya bahasa Alquran
sehingga dapat memberi pengaruh dalam jiwa dan hati
kalangan pembaca. Salah satu model itnab adalah dalam
kajian Ibnu Qutaibah adalah tikrar (pengulangan). Meskipun
demikian, beberapa kalangan yang menentang dan
merongrong Alquran menganggap bahwa pengulangan
yang terjadi dalam Alquran merupakan suatu pemborosan
yang tanpa makna. Akan tetapi Ibnu Qutaibah menentang
pendapat mereka dan mengadakan riset dan mendiskusikan
persoalan tersebut.
38 Ibid., h. 170-181.
58
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera
Maryam, Adakah kamu mengatakan kepada manusia:
"Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain
Allah?".
60
mendengar dari mereka. Jika mendengar berasama orang
lain maka dikatakan “haddasana” dan jika hanya sendiri
yang mendengar maka dikatakan “haddasani” dan jika lupa
akan salah satu diantara silsilah periwayatan maka
dikatakan terus terang kalau namanya terlupakan.
61
alasan penolakannya dan penguatannya terhadap suatu
pendapat.
1. Istifham
44 Ibid., h. 252-288.
45 Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir al-Thabari, Jami’ al-
Bayan fi Ta’wil al-Quran, Jilid XII (Cet VI; Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyyah), h. 441.
62
(penolakan), menganggap buruk suatu perbuatan yang
dilakukan yang seharusnya tidak terjadi atau meninggalkan
suatu perbuatan yang sepantasnya tidak dilakukan,
bermakna penegasan, bermakna mengherankan, menakut-
nakuti, ejekan dan sebagainya.
a. QS. Al-Nisa/5: 21
b. QS. Al-Baqarah/2 : 44
وما يقولون،هذا تعليم من هللا عز وجل عباده المؤمنين دعاءه كيف يدعونه
قولوا ربنا ال تؤاخذنا إن نسينا شيئا فرضت علينا: ومعناه،في دعائهم
على غير، فلم نعمله أو أخطأنا في فعل شيء نهيتنا عن فعله ففعلنا،عمله
50.قصد منا إلى معصيتك
لإليذان بأن: "أذن واعية" على التوحيد والتنكير؟ قلت: لم قيل: "فإن قلت
58
" ولتوبيخ الناس بقلة من يعى منهم، الواعاة فيهم قلة
5. Al-Fashl wa al-Washal
Inilah Alif laam miin. Itulah Kitab (Al Quran), tidak ada
keraguan di dalamnya; ia adalah petunjuk bagi orang-
orang yang bertaqwa.
82
adalah tujuan dan wilayah kajiannya. Ilmu nahwu
(sintaksis) hanya terbatas pada sesuai tidaknya susunan
satu kalimat dengan kaidah nahwu tanpa melihat
keterkaitannya dengan kalimat yang lain. Sementara ilmu
ma’ani bertujuan untuk mengetahui mana susunan kalimat
yang baik atau fasih digunakan dalam kondisi tertentu
sehingga wilayahnya bukan hanya pada satu kalimat
namun terkait juga dengan kalimat yang lain untuk
menyesuaikan konteksnya.7
الحق واضح
13 Ibid., h. 73.
86
berpendapat bahwa ada dua maksud seorang penutur ketika
menyampaikan tuturannya yaitu:
19 Ibid.
20 Ibid.
91
Dalam kajian tentang isnad, penggabungan suatu
kata kerja atau yang semakna dengan kata kerja seperti
masdar, isim fail, isim maf’ul, sifah musyabbahah kepada sesuatu
yang terkait dengan kata kerja tersebut atau yang semakna
dengan kata kerja terkadang merupakan penggabungan
secara haqiqi dan terkadang pula secara majazi.
Penggabungan tersebut dianggap sebagai penggabungan
secara haqiqi yang dikenal dengan istilah haqiqah ‘aqliyyah
jika kata kerja atau yang semakna dengannya dikaitkan
kepada pelaku atau objek sebenarnya, namun jika dikaitkan
kepada pelaku atau objek yang bukan sebenarnya dianggap
sebagai penggabungan secara majazi atau dikenal dengan
istilah majaz ‘aqly.21
93
2. Seputar tentang Musnad Ilaih
95
96
97
diungkapkan pengecualian terhadap orang-orang yang
beriman dan beramal shaleh.
24 Ibid., h. 144.
99
Terkadang juga Musnad Ilaih tidak disebutkan dalam
berbahasa jika ada hal yang menunjukkan pada sesuatu
yang tidak disebutkan itu. Teknik ini mempunyai beberapa
tujuan diantaranya adalah kondisi dan situasi yang sempit
tidak memungkinkan untuk menyebutkan musnad ilaih
karena perasaan sakit atau putus asa, seperti perkataan
penyair:
25
Ibid., h. 134.
100
ما أنا فعلت هذا
101
mentakhsis (mengkhususkan) musnad ilaih, seperti firman
Allah swt dalam QS. al-Kafirun/106 : 6
102
Musnad dinakirahkan karena tidak ada penyebab
untuk mema’rifahkannya. Menakirahkan musnad dalam hal
ini juga mempunyai tujuan tertentu diantaranya yaitu untuk
mengagungkan seperti firman Allah swt ketika berbicara
tentang Alquran pada QS. al-Baqarah/2: 2
103
4. Uslub Insya’i
105
1) Fi’il amar, seperti kata خذdalam firman Allah swt QS.
Maryam/19 : 12
106
4) Masdar pengganti fi’il, seperti “ سعيا في الخيرBerusahalah
pada hal-hal yang baik”.30
30 Ibid, h. 229-230.
107
أعطينى الكتاب يا عائشة
بصبح وما اإلصباح منك بأمثل # أال أيها الليل الطويل أال انجلي
109
“Ingatlah hai malam panjang…ingatlah, tampaklah
dengan subuh…bukanlah lahirnya subuh lebih baik
daripada kamu”
111
c. Al-Istifham (kata tanya)
113
d. Al-Nida (kata panggilan)
33 Ibid, h. 240
114
mengisyaratkan kedudukan yang tinggi dan mulia orang
yang diseru, maka diserulah dengan huruf nida lil ba’id.
3) Terkadang ungkapan nida keluar dari makna aslinya ke
makna majazi seperti mengungkapkan penyesalan,
kesakitan, permohonan bantuan, keputusasaan, tamanni
dan sebagainya.
4) Kebanyakan ungkapan nida dalam Alquran yang berarti
doa tidak menggunakan huruf nida dengan tujuan
menggambarkan kedekatan seorang hamba dengan Rab-
Nya ketika memohon kepada-Nya. Kecuali dalam dua
ayat doa disebutkan huruf nida yaitu QS. al-Furqan/25:
30
e. Al-Tamanni (angan-angan)
34 Ibid., h. 241-242.
115
memahami dengan jelas dapat dilihat dalam firman
Allah swt QS. al-Qashash/28 : 79
Terjemahnya:
116
tetap sejalan dengan makna yang dikehendaki. Hal inilah
yang dimaksud dengan deviasi.35
a. Iltifat
117
dan bosan dengan satu keadaan sebagai dorongan agar lebih
memperhatikan.37 Selain tujuan umum ini, terdapat juga
tujuan khusus dibalik penggunaan gaya bahasa ini. Hal
tersebut dapat dilihat pada bentuk-bentuk iltifat berikut:
120
mendatangkan hujan yang dapat menghidupkan tanaman
sehingga diungkapkanlah dengan teknik takallum untuk
mengingatkan akan manfaat ini.
b. Uslub al-Hakim
124
(ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu
menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka
jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu
sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit
olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-
berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada
RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan
Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada
melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-
orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada
orang-orang yang kafir.
125
tutur yang tidak mengingkari berita yang akan disampaikan.
Namun terkadang ungkapan keluar dari aturan ini dengan
memakai huruf taukid padahal lawan tutur bukanlah orang
yang mengingkari berita yang akan disampaikan. Sebagai
contoh, firman Allah swt dalam QS. Hud/11 : 37
126
dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang.
127
6. Uslub al-Qasr
47 Ibid. , h. 530.
131
prediksi yang didukung oleh indicator-indikator tertentu
seperti ungkapan:
48 Ibid.
132
وما كان لنفس أن تموت إال بإذن هللا
2) إنماatau أنما
133
Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka Sesungguhnya
ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri.
dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
134
dengan penggunaan negasi dan pengecualian
mengisyaratkan bahwa hal yang dikhususkan
merupakan sesuatu yang diingkari oleh lawan tutur
ataukah lawan tutur pada dasarnya tidak mengingkari
namun ditempatkan seperti orang yang ingkar dengan
tujuan tertentu. Sedangkan teknik innama atau annama
mengungkapkan sesuatu yang jelas dan sudah diketahui
oleh lawan tutur dan tidak ada penolakan dan
pengingkaran atas pemberitaan tersebut atau pada
dasarnya lawan tutur itu ingkar tapi diposisikan seperti
orang yang tidak ingkar dengan tujuan tertentu.49
136
137
Rasulullah saw yang ditujukan ayat ini
mengetahui tugasnya sebagai pemberi peringatan dan
tidak mengingkari akan hal tersebut sehingga
diungkapkanlah dengan kata innama.
140
setelahnya adalah kata bukan kalimat, kedua, didahului
dengan kalimat negatif atau larangan, ketiga, kata
sambung tersebut tidak disertai dengan huruf “waw”.
142
7. al-Fasl wa al-Wasl
إذا قلت شعرا أصبح الدهر منشد# وما الدهر إال من رواة قصائد
146
كلوا واشربو
56 Ibid, h. 260.
150
BAB V
151
A. Makna di Balik Pemilihan Diksi dalam Alquran
153
seorang perempuan lawan kata dari laki-laki, seperti QS. al-
Baqarah/2: 282.
155
“al-subul”.5 Jalan yang mengantarkan pada ridha Allah
swt hanya satu yaitu dinul haq (Islam), tidak ada yang
kedua, olehnya itu Rasulullah saw diperintahkan untuk
berkata ”Hazihi sabili ”kepada manusia seperti yang
diceritakan dalam QS. Yusuf/12 :108
157
dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan)
Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik.
b. QS. Al-Ahqaf/46 : 26
159
c. QS. Al-Jasiyah/45 : 23
d. QS. Al-Isra/17 : 36
9 Ibid., h. 409.
162
Adapun ketika Alquran ingin menggambarkan
makna arah atau langit dunia maka kata “al-sama”
diungkapkan dalam bentuk tunggal,10 seperti firman
Allah swt dalam QS. Al-Furqan/25 : 61
10 Ibid.
163
164
angin seperti ini dapat membinasakan dan
menghancunrkan segala sesuatu dengan izin Allah swt.11
11 Ibid.
165
Dalam ayat tersebut kata “al-rih” diungkapkan
dengan bentuk tunggal meskipun maknanya angin yang
mendatangkan rahmat karena konteks ayat yang
berbeda. Ayat ini berkenan dengan hembusan angin
yang menjalankan kapal.
12 Ibid., h. 410..
166
Ketika disebutkan dalam bentuk tunggal maka
yang dimaksudkan adalah jenis surga itu seperti dalam
QS. Ali ‘Imran/3 : 133
167
keridhaan Allah lebih besar; itu adalah keberuntungan
yang besar.
13 Ibid.
168
C. Makna di Balik Pemilihan Model Kata (Ma’rifah dan
Nakirah) dalam Alquran
169
Dalam kajian ilmu ma’ani pengungkapan kata dan
pemilihannya dalam bentuk ma’rifah atau nakirah bukan
sesuatu yang tanpa makna tetapi ada rahasia di balik
penggunaannya. Terlebih lagi dalam kajian kemukjizatan
dan keindahan gaya bahasa Alquran tersimpan rahasia-
rahasia di balik pesan yang ingin disampaikan yang dapat
dirasakan bagi orang yang mendalami dan mentadabburi
ayat-ayat-Nya. Kata dalam bentuk ma’rifah memiliki arti dan
pesan yang berbeda dengan kata yang berbentuk nakirah.
Begitupula sebaliknya kata dalam bentuk nakirah memiliki
arti dan pesan yang tidak dimiliki oleh kata yang berbentuk
ma’rifah.
16
Al-ZAmakhsyari, op. cit., Jilid II, h. 387.
171
17
Basyuni Fayud, min balagah…., h.
172
kemudian ditegaskan lagi bahwa wanita tersebut
mengunci pintu dan berkata “mari ke sini” yang dijawab
oleh Yusuf as. “aku berlindung kepada Allah”, sehingga
ayat tersebut semakin menegaskan kesucian Yusuf as.
173
174
jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah
berhala-berhala.
175
Hajar dan Ismail di tempat itu dan mendoakan agar
tempat tersebut menjadi negeri yang aman sentosa.
Terjemahnya:
18 Ibid., h. 403.
177
dan beberapa ahli sihir itu datang kepada Fir'aun
mengatakan: "(Apakah) Sesungguhnya Kami akan
mendapat upah, jika kamilah yang menang?"
20 Ibid., h. 46.
179
D. Makna di Balik Susun Balik (Taqdim wa ta’khir) Suatu
Kosa Kata atau Kalimat dalam Alquran.
1. QS. Al-Fatihah/1 : 5
2. QS. Al-Baqarah/2 : 43
Terjemahnya:
فإنك ترى به ترك، شبيه بالسحر، عجيب األمر، لطيف المأخذ،هو باب دقيق المسلك
29
... والصمت عن اإلفادة أزيد لإلفادة،الذكر أفصح من الذكر
27Ibid. , h. 102.
28Ibn Jinni, op. cit. h. 360.
29 Abd al-Qahir al-Jurjani, Dalail al-I’jaz, ed. Sa’ad Karim el-
31Ibid. h. 111.
188
sudah terbukti tidak bersalah. Elipsis dalam ayat ini juga
mengisyaratkan kondisi raja yang merasa sakit dan terpukul
akan kejadian tersebut ketika mengetahui kejadian
sebenarnya dan terbukti istrinya yang bersalah dalam
kejadian tersebut. Hal ini juga diisyaratkan oleh kata isyarat
“ ”هذاyang bermaksud bahwa hal tersebut tidak pantas
untuk diceritakan dan seharusnya disembunyikan.32 Namun
saat sekarang ini fenomena yang terjadi bahkan sebaliknya.
Ketika terjadi perbuatan maksiat maka berita tersebut akan
cepat tersebar dan orang-orang sudah menganggapnya hal
yang biasa dan bukan suatu hal yang tabu lagi. Begitu
banyak anak-anak yang lahir tanpa ayah bahkan banyak
janin-janin yang tidak sempat menikmati udara dunia
karena ibunya telah membunuhnya dengan aborsi, wal ‘iyadz
billah.
32 Ibid., h. 113.
189
Hai isteri-isteri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang
mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan di
lipat gandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. dan
adalah yang demikian itu mudah bagi Allah. Dan barang
siapa diantara kamu sekalian (isteri-isteri Nabi) tetap taat
kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang
saleh, niscata Kami memberikan kepadanya pahala dua kali
lipat dan Kami sediakan baginya rezki yang mulia.
35 Ibid., h. 129.
193
Dalam ayat ini tidak disebutkan huruf “waw”
sebelum kata “ “ فتحتsementara pada ayat 73 al-Zumar
disebutkan. Hal tersebut mengisyaratkan akan
penghormatan terhadap orang mukmin bahwa surga telah
disiapkan untuk mereka dan ketika mereka mendatanginya,
pintu-pintunya telah terbuka seakan menunggu kedatangan
mereka. Berbeda halnya dengan kondisi orang kafir, ketika
mereka mendatangi neraka jahannam, pintunya masih
tertutup karena dahsyatnya siksaan yang ada di dalamnya
sehingga pintu neraka itu baru dibuka ketika orang kafir itu
datang.36
36Ibid..
37 Al-Zamakhsyari, op. cit. Jilid I, h. 188 dan lihat juga
bahasannya dalam buku ini h. 70.
194
Misalnya ketika membaca QS. al-Taubah/9: 43
195
sama saja (hasilnya) buat kamu menyeru mereka ataupun
kamu herdiam diri.
197
Ayat ini mengisyaratkan bahwa Allah swt dalam
memberi rezki kepada hamba-Nya selalu diperbaharui
artinya tergantung dari perwujudan akan ketundukan
hamba dengan mengerjakan segala perintah-Nya dan akan
terus berlangsung pemberian rezki itu selama hamba tetap
tunduk dan patuh kepada-Nya, tidak akan terputus dan
tidak akan hilang. Makna tersebut dipahami dari ungkapan
fi’il mudhari pada kalimat يرزقكم, sehingga pesan di balik ayat
ini adalah motivasi bagi hamba untuk selalu menjemput
rezkinya dengan mensyukuri nikmat yang dilimpahkan
kepadanya serta senantiasa tunduk dan patuh melaksanakan
perintah Allah swt dan menjauhi larangan Sang Khaliq
Maha Pemberi rezki.
200
digarisbawahi bahwa meskipun menyalahi zahirnya situasi
dan kondisi namun pengungkapannya tidak menyalahi
makna yang ingin disampaikan.
201
1. Mengungkapkan dengan isim zhahir pada posisi isim
dhamir, seperti QS. al-A’raf/7: 158
202
kalimat-Nya, bukan perintah beriman kepada Muhammad
karena zatnya. Untuk mengisyaratkan makna tersebut
terjadilah pengalihan lafaz ini.
205
biasa saja bahkan mungkin kehidupannya sangat
memprihatinkan tidak mendapat tempat dan perhatian dari
pemilik rumah. Ayat ini mengajarkan bahwa seyogyanya
dalam menerima tamu tidak terjadi diskriminasi.
207
Dia menurunkan Malaikat dengan (membawa) wahyu
dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di
antara hamba-hamba-Nya, Yaitu: "Peringatkanlah olehmu
sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak)
melainkan Aku, Maka hendaklah kamu bertakwa kepada-
Ku".
208
kalimat إنا معكمdengan tujuan untuk mengagungkan mereka
berdua dan menyerunya dengan kata yang menunjukkan
jamak.
209
Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan
di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. kemudian ditiup
sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu
(putusannya masing-masing).
211
10. al-taghlib.
212
sehingga menjadikan hukumnya yang pada awalnya
berbeda menjadi sama.41
PENUTUP
Setelah melalui perjalanan kajian yang begitu
menyenangkan ini penulis berkesimpulan bahwa ilmu
balagah sebagai ilmu berisi teori-teori yang memberi
petunjuk kepada pembicara atau penulis agar menggunakan
bahasa secara efektif sehingga dapat memberi pengaruh
kepada pendengar atau pembaca terhadap alur pikiran dan
gagasan yang disampaikan.
214
Selain itu ilmu ma’ani merupakan modal penting dan utama
dalam menyelami dan menyingkap rahasia kandungan isi
ayat-ayat Alquran lewat analisis keindahan bahasanya.
DAFTAR PUSTAKA
216
Abu Musa, Muhammad Muhammad. al-I’jaz al-Balagi Dirasah
Tahliliyyah li Turrats Ahli al-‘Ilmi (Kairo: Maktabah
Wahbah, 1997.
217
Al-Jurjani, Abd al-Qahir. Asrar al-Balagah. ed. Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha. Beirut: Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, 1988.
218
al-Umari, Ahmad Jamal al-Mabahits al-Balagiyyah fi Dhaui
Qadiyyah al-I’jaz al-Qur’ani. Kairo: Maktabah al-Khanji,
1990.
219
Fayyud, Basyuni ‘Abd al-Fattah. Min Balagah al-Nazm al-
Qur’ani. Kairo: Matba’ah al-Husein al-Islamiyyah,
1992.
220
Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun. Mesir: Dar al-Sya’b,
t.th.
222
BIODATA PENULIS
Haniah Mukhtar : Dosen Bahasa Arab pada Fakultas
Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar. Lahir di
sebuah desa kecil tepatnya di Cacaleppeng Kelurahan
Jennae Kabupaten Soppeng, pada 07 Oktober 1977 dari
pasangan H. Mukhtar Genda, BA dan Hj. Ruhana.
225