1. Identifikasi tipe pernyataan prosedur/tindakan yang akan dikode dan lihat di buku ICD-9-CM
Alphabetical Index.
2. Tentukan Lead Term Untuk prosedur/tindakan.
3. Baca dan ikuti semua catatan atau petunjuk dibawah kata kunci.
4. Baca setiap catatan dalam tanda kurung setelah kata kunci (penjelasan ini tidak
mempengaruhi kode) dan penjelasan indentasi dibawah lead term (penjelasan ini
mempengaruhi kode) sampai semua kata dalam diagnosis tercantum.
5. Ikuti setiap petunjuk rujukan silang (“see” dan “see also”) yang ditemukan dalam index :
6. Cek ketepatan kode yang telah dipilih pada Tabular List.
7. Baca setiap inclusion atau exclusion dibawah kode yang dipilih atau dibawah bab atau
dibawah blok atau dibawah judul kategori.
8. Langkah terakhir adalah tentukan Kode
Dalam pelaksanaan koding dengan menggunakan ICD 9-CM kita berpedoman pada
prosedur dalam INA CBG’s.
1. Prosedur Operasi, didefinisikan sebagai prosedur diagnostik terapeutik atau besar yang
melibatkan penggunaan instrumen atau manipulasi bagian dari tubuh dan pada umumnya
terjadi dalam ruang operasi. Beberapa prosedur yang dilakukan dalam ruang operasi dan
atau dengan menggunakan general anestesi termasuk pasien melahirkan normal.
2. Prosedur Non Operasi, prosedur Investigasi dan terapi lainnya yang tidak termasuk operasi
seperti radiologi, laboratorium, fisioterapi, psikologi dan prosedur lainnya.
Tinjauan Prosedur Penentuan Kode Tindakan Berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr.
Soeroto Ngawi
Atik Dwi Noviyanti, Dewi Lena Suryani K, Sri Mulyono
Sari
ABSTRAK
Latar Belakang : RSUD Dr. Soeroto Ngawi melaksanakan program yang distandarkan oleh
Depkes RI, yaitu INA CBG untuk pelayanan kesehatan bagi pasien Jamkesmas dan dalam
penerapannya terjadi ketidaksesuaian dalam penentuan kode tindakan antara petugas coding
dengan verifikator independen, sehingga diperlukan penyesuaian dan peningkatan hasil kode
tindakan agar coder dan pihak verifikator independen tidak kesulitan dalam menentukan kode
tindakan yang telah ditulis dokter. Tujuan penelitian ini adalah untuk prosedur penentuan kode
tindakan berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi.
Metode Penelitian :Jenis penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Subjek
penelitian ini adalah dokter, coder dan petugas verifikator independen, dengan objek prosedur
penentuan kode tindakan berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi
dengan cara wawancara dan observasi yang kemudian dianalisiss secara deskriptif.
Hasil dan Pembahasan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan prosedur
penentuan kode tindakan berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi
berpedoman pada kebijakan nomor IR. 03.01/ I/570/10 dari Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik Kementrian Kesehatan RI yaitu tentang berakhirnya lisensi INA DRG sejak 30 September
2010 dan diganti dengan Grouper INA CBG, dengan pihak yang bertanggung jawab terhadap
penentuan kode tindakan berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG adalah dokter, coder dan petugas
verifikator independen. Dalam pelaksanaannya ditemukan penentuan kode tindakan berbeda
antara coder dan petugas verifikator saat kode tindakan dari coder dimasukkan ke software INA
CBG 2.0 oleh petugas verifikator independen.
Simpulan dan Saran : RSUD Dr. Soeroto Ngawi belum memiliki kebijakan tentang penentuan
kode tindakan berbasis INA CBG. Disarankan untuk itu perlu adanya kebijakan khusus tentang
penentuan kode tindakan berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi dan
sosialisasi tentang persiapan INA CBG sebagai bentuk penerapan kebijakan rumah sakit serta
perlu dibangunnya komunikasi yang baik antara coder, dokter dan petugas verifikator
independen.
NO NAMA TINDAKAN KODE TINDAKAN
CTG 75.35
1.
CVC 38.93
2.
EKG 89.52
3.
FUNGSI ASITES 54.91
4.
GANTI BALUTAN/DRESSING 93.57
5.
GIPS 93.53 / 79.0
6.
HEMODIALISA 39.95
7.
INCUBATOR 93.35
8.
INFUS PUMP 86.06
9.
INFUS 99.18
10.
INJEKSI ANALGENTIK 04.81
11.
INJEKSI ANTI BIOTIK 99.21
12.
INTUBASI 96.02
13.
KATETERISASI 57.94
14.
KONTROL PENDARAHAN 39.98
15.
LABOLATORIUM 90.54
16.
MONITOR EKG 89.54
17.
NEBULIZER 93.94
18.
OKSIGEN 93.96
19.
PHOTO CERVICAL 87.22
20.
PHOTO PELVIS 87.24
21.
PHOTO SCHEDEL (SKULL) 87.17
22.
PHOTO TORAX 87.44
23.
RJP 99.60
24.
SUCTIONING 96.04
25.
SUTURE KAKI 83.89
26.
SUTURE KEPALA 86.59
27.
SUTURE TANGAN 82.46
28.
SYIRING PUMP 09.43
29.
USG ABDOMEN 88.76
30.
USG FAST 87.76
31.
USG HEPATOBILIER 88.74
32.
USG KANDUNGAN 88.78
33.
CYSTOTOMY 57.19
34.
USG URINARY 88.75
35.
PERSALINAN FORCEPS 72.9
36.
RADIOTHERAPY 92.23
37.
CHEMOTERAPHY 99.25
38.
CT SCAN KEPALA 87.03
39.
PENCABUTAN GIGI 23.09
40.
TRANFUSI DARAH 99.03
41.
RENOGRAFI 92.03
Prosedur Coding
1. Memberi kode penyakit pada diagnosa pasien yang terdapat pada berkas rekam
medis sesuai dengan ICD 10,
2. Menghubungi dokter yang menangani pasien yang bersangkutan apabila
diagnosa pasien tersebut kurang bisa dimengerti atau tidak jelas
3. Melakukan pengolahan klasifikasi penyakit
4. Memberikan pelayanan kepada dokter atau peneliti lain yang akan melakukan
penelitian yang sesuai indek penyakit pasien,
5. Hasil diagnosis dari dokter, merupakan diagnosis utama maupun sebagai
diagnosa sekunder atau diagnosa lain yang dapat berupa penyakit komplikasi, maka
harus menggunakan buku ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases
and Related Health Problems Tenth Revision). Untuk pasien yang dilakukan tindakan
operasi, nama operasi tersebut dilengkapi dengan kode-kode operasi yang dapat
ditentukan dengan bantuan buku ICOPIM dan ICD-9-CM (Internasional
Classification of Procedure in Medicine).
6. Dalam mencari kode penyakit dapat dicari berdasarkan abjad nama penyakit
yang dapat dilihat di dalam buku ICD-10 (International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problems Tenth Revision).
7. Lalu untuk indexing dilakukan dengan cara komputer. Juga digunakan lembaran
kode penyakit yang sering muncul untuk mempermudah proses pengkodean.
1. Menentukan nomor kode diagnosis pasien sesuai petunjuk dan peraturan pada
pedoman buku ICD yang berlaku (ICD-10 Volume 2),
2. Mengumpulkan kode diagnosis pasien untuk memenuhi sistem pengelolaan,
penyimpanan data, pelaporan untuk kebutuhan analisis sebab tunggal penyakit yang
dikembangkan,
3. Mengklasifikasikan data kode diagnosis yang akurat bagi kepentingan informasi
morbiditas dan sistem pelaporan morbiditas yang diharuskan,
4. Menyajikan informasi morbiditas dengan akurat dan tepat waktu bagi
kepentingan monitoring KLB epidemiologi dan lainnya,
5. Mengelola indeks penyakit dan tindakan guna kepentingan laporan medis dan
statistik serta permintaan informasi pasien secara cepat dan terperinci,
6. Menjamin validitas data untuk registrasi penyakit, Mengembangkan dan
mengimplementasikan petunjuk standar koding dan pendokumentasian.
INA DRG adalah singkatan dari Indonesian Diagnostic Related Group. Program ini
akan segera kita terapkan untuk mengganti program JAMKESMAS sebelumnya.
DRG merupakan suatu sistem pemberian imbalan jasa pelayanan kesehatan pada
penyedia pelayanan kesehatan (PPK) yang ditetapkan berdasarkan pengelompokkan
diagnosa penyakit. Diagnosis dalam DRG sesuai dengan ICD-9-CM (International
Classification Disease Ninth Edition Clinical Modification) dan ICD-10. Dengan
adanya ICD memudahkan dalam pengelompokkan penyakit agar tidak terjadi
tumpang tindih. Pengelompokkan diagnosis ditetapkan berdasarkan dua prinsip yaitu
clinical homogenity (pasien yang memiliki kesamaan klinis) dan resource homogenity
(pasien yang menggunakan intensitas sumber-sumber yang sama untuk
terapi/kesamaan konsumsi sumberdaya).
Alasan perlu adanya klasifikasi penyakit adalah bahwa rumah sakit memiliki banyak
produk pelayanan kesehatan sehingga dengan adanya klasifikasi tersebut dapat
menerangkan dari berbagai produk tersebut. Selain itu, dapat juga membantu klinisi
dalam meningkatkan pelayanan, membantu dalam memahami pemakaian sumberdaya
dan menciptakan alokasi sumberdaya yang lebih adil, meningkatkan efisiensi dalam
melayani pasien serta menyediakan informasi yang komparatif antar rumah sakit.
Dasar hukumnya pun sudah diterbitkan berdasarkan Keputusan Dirjen Bina Pelayanan
Medik No. HK. 00.06.1.1.214 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Centre For
Case-Mix. Keputusan Menkes RI Nomor 125/MENKES/SK/II/2008 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Tahun 2008.
Centre for Case-Mix adalah sebuah wadah yang dibentuk Depkes RI, yang bertugas
mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data dan informasi mengenai pelaksanaan
Case-Mix di 15 rumah sakit yang telah ditunjuk pemerintah sebagai tempat uji coba
sistem Case-Mix diantaranya:
1. RSU H. Adam Malik, Medan
2. RSUP Dr. M. Djamil, Padang
3. RSUP Dr. M. Hoesin, Palembang
4. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
5. RSUP Fatmawati, Jakarta
6. RSUP Persahabatan, Jakarta
7. RS Anak Bunda Harapan Kita, Jakarta
8. RS Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta
9. RS Kanker Dharmais, Jakarta
10. RSUP Hasan Sadikin, Bandung
11. RSUP Dr. Kariadi, Semarang
12. RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
13. RSUP Sanglah, Denpasar
14. RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar
15. RSUP Dr. R. D. Kandou, Manado
Berbekal data yang dikirimkan dari rumah sakit-rumah sakit tersebut Centre for Case-
Mix menyusun daftar INA-DRG. Case-Mix merupakan sistem pembayaran pelayanan
kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan, jangkauan dalam sistem
pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur dalam pembiayaan kesehatan,
serta mekanisme pembayaran untuk pasien berbasis kasus campuran. Case-Mix
merupakan suatu format klasifikasi yang berisikan kombinasi beberapa jenis penyakit
dan tindakan pelayanan di suatu rumah sakit dengan pembiayaan yang dikaitkan
dengan mutu dan efektivitas pelayanan.
Dalam sistem Case-Mix. Untuk membangun sistem INA DRG di Rumah Sakit,
maka sangat diperlukan kerja sama yang akurat pada semua elemen sebagaimana
gambaran prosedural di atas, antara lain:
Tim Medis, Tim Koder (petugas Pemberi Kode ICD 10- ICD 9) atau disebut petugas
koding, Tim Asuhan Keperawatan dan Tim Case Mix Tk RS
Adapun peranan dari masing-masing tim tersebut adalah sebagai berikut:
a. Coding
b. Costing
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menentukan pembiayaan untuk
DRG yaitu :
1 Top Down Costing
2) Activity Based Costing
c. Clinical Pathway
Pada pedoman Daftar Penggolongan Penyakit dan Tindakan serta Tarif Pelayanan
Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin di Rumah Sakit Tahun 2008 yang diterbitkan oleh
Departemen Kesehatan RI terdapat penggolongan 23 Major Diagnostic Categories
(MDC) yang terbagi dalam 1077 diagnosis penyakit. Tarif pelayanan askes ini
meliputi tarif pelayanan rawat inap (Inpatient Procedure) dan rawat jalan (Ambulatory
Procedure) untuk rumah sakit tipe A, B, C, D, RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSAB
Harapan Kita, RSJP Harapan Kita, dan RS Kanker Dharmais. Komponen biaya yang
ada dalam tarif INA-DRG meliputi jasa pelayanan, biaya pemeriksaan penunjang,
biaya obat dan alat habis pakai, biaya akomodasi,dan biaya administrasi.
Keterangan MDC
01 Disease and Disorders of the Nervous System
02 Disease and Disorders of the Eye
03 Disease and Disorders of the Ear, Nose, Mouth, and Throat
04 Disease and Disorders of the Respiratory System
05 Disease and Disorders of the Circulatory System
06 Disease and Disorders of the Digestive System
07 Disease and Disorders of the Hepatobiliary System and Pancreas
08 Disease and Disorders of the Musculoskeletal System and Conn Tissue
09 Disease and Disorders of the Skin, Subcutaneous Tissue, and Breast
10 Disease and Disorders of the Endocrine, Nutritional, and Metabolic System
11 Disease and Disorders of the Urinary Tract
12 Disease and Disorders of the Male Reproductive System
13 Disease and Disorders of the Female Reproductive System
14 Childbirth
15 Newborns and Other Neonates
16 Diseases and Disorders of Blood, Blood Forming Organs, Immunolog Disorders
17 Myeloproliferative Diseases and Disorders, Poorly Differentiated Neoplasm
18 Infectious and Parasitic Diseases, Sistemic or Unspecified Sites
19 Mental Diseases and Disorders
20 Alcohol/Drug Use and Alcohol/Drug Induced Organic Mental Disorders
21 Injuries, Poisonings, and Toxic Effects of Drugs
22 Factors Influencing Health Status and Other Contacts With Health Service
23 Medical Outpatient Visit
ICD → International Statisticaal Classification of Diseases and Related Health Problems yang
merupakan klasifikasi diagnostik penyakit dengan standar internasional yang disusun
berdasarkan sistem kategori dan dikelompokan dalam satuan penyakit menurut kriteria yang
telah disepakati oleh pakar internasional.
Fungsi : Sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah kesehatan lainnya secara internasional
yang ditetapkan menurut kriteria tertentu.
Berguna : Sebagai sarana penterjemah diagnosis penyakit dan masalah kesehatan dari bentuk
kata menjadi kode atau sandi alfanumerik sehingga memudahkan untuk disimpan, dicari dan
kemudian dianalisis. Salah satunya untuk kepentingan informasi statistik morbiditas dan
mortalitas.
Standar Akreditasi bidang rekam medis S.5.P5 mengenai penggunaan buku ICD 10.
Struktur ICD 10 :
VOLUME 1
1. Chapters / Bab
2. Blocks of category
3. Three-character category
4. Four-character category
5. Five-character category
1. Chapters / Bab
Ada 21 chapter
Chapter XVIII mencakup symptoms, signs, abnormal clinical dan hasil pemeriksaan
laboratorium
Chapter XIX mencakup perlukaan, keracunan dan keadaan lainnya yang merupakan akibat dari
sebab luar perlukaan
Chapter XXI mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan kontak dengan
pelayanan kesehatan
II C,D Neoplasma
III D Penyakit darah dan organ pembentuk darah dan kelainan tertentu
perkembangan
XIX S,T Cedera, keracunan dan akibat lain tertentu dari penyebab luar
pelayanan kesehatan
Blocks of category
Setiap chapter dibagi lagi menjadi blok – blok yang homogen (sama) dengan katagori 3 karakter.
↑
Blok
Three-character category
Dalam setiap blok terdapat beberapa bentuk 3 karakter yang berdiri sendiri.
Ex : A00 Cholera
3 karakter
1. Four-character category
Sebagian besar karakter ke 3 selalu diikuti karakter ke 4 yang mencangkup 10 sub kategori.
4 karakter
1. Five-character category
Chapter XIX → Pembagian berdasarkan indikasi terbuka dan tertutup baik untuk kasus
5 karakter
VOLUME 2
Buku pedoman manual tentang cara pemakaian / menggunakan ICD yang berisi :
1. Pengantar
2. Penjelasan tentang klasifikasi statistik internasional tentang penyakit dan masalah kesehatan
5. Presentasi statistik
VOLUME 3
1. Seksi I → Indeks alfabet penyakit dan bentuk alamiah cedera (hal 11-572).
3. Seksi III → Tabel nama obat – obat dan bahan kimia (hal 627-746).
Ex : Inguinal Hernia
Lead term
2. Modifiers → Letak anatomi atau menggambarkan suatu keadaan
Ex : Inguinal Hernia
Modifiers
1. Tentukan tipe pernyataan yang akan dikode apakah istilah penyakit atau cedera atau kondisi lain
yang terdapat pada Bab I-XIX dan XXI (Vol. 1), gunakan ia sebagai “lead term” untuk
dimanfaatkan sebagai panduan menelusuri istilah yang dicari pada seksi I indeks (Vol. 3). Bila
pernyataannya penyebab luar (external cause) dari cedera (bukan nama penyakit) yang ada di
Bab XX (Vol. 1), lihat dan cari kodenya pada seksi II di indeks (Vol. 3).
2. Tentukan “lead term” (kata panduan) untuk penyakit dan cedera, beberapa kondisi ada yang
diekspresikan sebagai kata sifat atau eponim (menggunakan kata penemu) yang tercantum di
dalam indeks sebagai “lead term”.
3. Baca dengan seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul di bawah istilah yang akan dipilih
pada Volume 3.
4. Baca istilah yang terdapat dalam parentheses “( )” sesudah lead term, tidak akan mempengaruhi
kode dan istilah yang ada di bawah lead term dengan tanda minus (-) dapat mempengaruhi
kode.
5. Ikuti secara hati – hati setiap rujukan silang (cross references) dan perintah “see” dan “see also”
yang terdapat dalam indeks.
6. Lihat daftar tabulasi (Volume 1) untuk mencari nomor kode yang paling tepat.
7. Ikuti pedoman Inclusion dan Exclusion pada kode yang dipilih atau bagian bawah suatu bab, blok,
kategori atau subkategori.
Example : Acute Ulcer of the Stomach with Haemorrhage and Perforation K25.2
CLASSIFICATION OF PROCEDURES
ICD 9 CM
ICD 9 CM → Sitem pengklasifikasian prosedur tindakan operasi dan non operasi berdasarkan
ICD 9 CM mulai diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1978 oleh Comission of
Professional and Hospital Activities
dan
4. Struktur dari klasifikasi berdasarkan pada anatomy dari pada jenis surgical
Setiap tindakan therapeutik atau prosedur diagnostik mayor bagi yang menggunakan
instruments atau manipulasi bagian tubuh.
Prinsip operasi dikerjakan untuk merawat kondisi yang terpilih sebagai diagnosis prinsipil.
Kegiatan investigatif atau prosedur terapeutik yang tidak diikuti operasi seperti radiologi,
laboratorium, dll
Daftar Tabulasi terdiri dari 16 Chapter/Bab Struktur dan Klasifikasi ICD 9-CM
7. Beri kode …
39.95 Hemodialysis
Artificial kidney
Hemdiafiltration
Hemofiltration
Renal dialysis
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Salawat dan salam tak
lupa pula kami sanjungkan atas kehadirat Nabi Muhammad SAW yang telah memandu umatnnya dari
jalan yang gelap gulita menuju cahaya Islam yang terang benderang.
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan
Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini saya
menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik
materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, saya telah berupaya dengan segala kemampuan
dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, kami dengan
rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan
makalah ini. kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi khususnya di bidang kesehatan
semakin pesat. Begitu juga dengan perkembangan ilmu hukum kedokteran atau yang lebih kita kenal
Hukum kesehatan diartikan sebagai hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan
kesehatan meliputi penerapan perangkat hukum perdata, pidana, dan tata usaha negara. Sejak
diterbitkannya Permenkes RI No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang rekam medis sejak saat itu
Rekam medis memiliki peran dan fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai dasar kesehatan dan
pengobatan pasien, bahan pembuktian dalam perkara hukum, bahan untuk keperluan penelitian dan
pendidikan, dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan terakhir sebagai bahan untuk membuat
Rekam medis harus berisi informasi lengkap perihal proses pelayanan kesehatan dimasa lalu,
masa kini, dan perkiraan dimasa mendatang. Kepemilikan rekam medis seringkali menjadi perdebatan
dilingkungan kesehatan, dokter beranggapan bahwa mereka berwenang penuh terhadap pasien
beserta pengisian rekam medis akan tetapi petugas rekam medis bersikeras untuk mempertahankan
berkas rekam medis untuk tetap selalu berada di lingkungan kerjanya. Selain itu banyak pula pihak
internal maupun pihak eksternal yang ingin mengetahui isi dari rekam medis itu sendiri. Hal tersebut
menunjukkan bahwa rekam medis itu sangat penting dan besar kaitannya dengan aspek hukum (Hatta,
2010).
Rekam medis erat kaitannya dengan aspek hukum yang berkaitan dengan menjaga keamanan,
privacy, dan kerahasiaan. Rekam medis mempunyai kegunaan penting dibidang hukum karena isi
dalam rekam medis itu sendiri menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar
keadilan dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk
menegakkan keadilan. Kegunaan rekam medis adalah sebagai alat bukti yang sah dan nyata tentang
telah diberikannya pelayanan kesehatan dan pengobatan selama pasien tersebut dirawat di suatu sarana
pelayanan kesehatan. Rekam medis yang teratur dan rapi dibuat secara kronologis dengan baik dan
Beberapa hal yang berkaitan dengan aspek hukum rekam medis yaitu kerahasiaan, kepemilikan,
dan keamanan dari berkas rekam medis itu sendiri. Oleh karena rekam medis adalah milik pelayanan
kesehatan dan isi rekam medis adalah milik pasien maka pihak rumah sakit maupun praktisi kesehatan
kesehatan, dan juga melindungi isi daripada informasi yang ada di berkas rekam medis, terhadap
kemungkinan hilangnya keterangan maupun manipulasi data yang ada di dalam rekam medis atau
Pelepasan informasi kesehatan dari rekam medis atau yang biasa disebut surat keterangan medis
adalah suatu surat keterangan yang dibuat dan ditandatanagni oleh staf medis fungsional dan tim
medis yang berisi informasi medis sesui dengan isi berkas rekam medis pasien, ahli waris pasien, institusi
pemerintah atau swasta. Surat keterangan medis secara umum dibagi menjadi dua yaitu surat
Jenis surat keterangan medis untuk pengadilan adalah visum et repertum. Visum et repertum
adalah keterangan yang dibuat oleh dokter forensik atas permintaan tertulis dari penyidik berdasarkan
sumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada benda yang diperiksa berdasarkan pengetahuan
yang sebaik baiknya untuk kepentingan pengadilan. Dalam pembuatan visum et repertum dibutuhkan
kerjasama antara dokter forensik dan perekam medis. Untuk itu penerapan etika profesi harus
diterapkan dalam kerjasama ini supaya menghasilkan hubungan yang baik antar profesi kesehatan di
Penyelenggaraan rekam medis yang baik bukan semata-mata untuk keperluan medis dan
administrasi, tetapi juga karena isinya sangat diperlukan oleh individu dan organisasi yang secara hukum
berhak untuk mengetahuinya. Pengadilan sebagi salah satu badan resmi secara hukum berhak untuk
meminta pemaparan isi rekam medis jika kasus yang sedang ditanganinya membutuhkan rekam medis
Petugas rekam medis harus memahami dan mengerti bagaimana prosedur pemaparan isi rekam
medis untuk pengadilan. Peraturan ataupun prosedur tersebut disosialisasikan untuk dilaksanakan oleh
pihak-pihak yang bersangkutan dengan pemaparan isi rekam medis, sehingga tidak terjadi kesalahan
prosedur dan tidak menimbulkan adanya tuntutan dimasa yang akan datang.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan coding
BAB II
PEMBAHASAN
A. CODING
1. Pengertian Coding
Coding adalah salah satu kegiatan pengolahan data rekam medis untuk memberikan kode
dengan huruf atau dengan angka atau kombinasi huruf dan angka yang mewakili komponen data.
Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada dalam rekam medis harus di beri kode dan selanjutnya di
indeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan,
penyakit dan tindakan berdasarkan criteria tertentu yang telah disepakati. Pemberian kode atas
diagnosis klasifikasi penyakit yang berlaku dengan menggunakan ICD-10 untuk mengkode penyakit,
sedangkan ICOPIM dan ICD-9-CM digunakan untuk mengkode tindakan, serta komputer (on-line) untuk
Problems, Tenth Revision (ICD – 10) terbitan WHO. Di Indonesia penggunaannya telah ditetapkan oleh
Dep. Kes. RI sejak tgl. 19 – 2 –1996. ICD –10 terdiri dari 3 volume :
Volume 1 (Tabular List), berisi tentang hal-hal yang mendukung klasifikasi utama.
Volume 2 (Instruction Manual), berisi tentang pedoman penggunaan.
Volume 3 (Alphabetic Index), berisi tentang klasifikasi penyakit yang disusun berdasarkan indeks abjad
indikasi kejadiannya.
2. Tujuan Koding
a. .Memudahkan pencatatan, pengumpulan dan pengambilan kembali informasi sesuai diagnose ataupun
Alfabet
2. Tentukan lokasi ‘lead term,’. Untuk penyakit dan cedera
3. Baca dan pedomani semua catatan yang terdapat di bawah ‘lead term’
4. Baca semua term yang dikurung oleh parentheses setelah ‘lead term’
5. Ikuti dengan hati-hati setiap rujukan silang ‘see’ dan ‘see also’ di dalam Indeks
6. Rujuk daftar tabulasi (Volume I) untuk memastikan nomor kode yang dipilih
7. Pedomani setiap term inklusi dan eksklusi di bawah kode yang dipilih, atau di bawah judul bab, blok, atau
kategori.
8. Tentukan kode
4. Prosedur Coding
1) Memberi kode penyakit pada diagnosa pasien yang terdapat pada berkas rekam medis sesuai dengan
ICD 10,
2) Menghubungi dokter yang menangani pasien yang bersangkutan apabila diagnosa pasien tersebut
diagnosa lain yang dapat berupa penyakit komplikasi, maka harus menggunakan buku ICD-10
(International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems Tenth Revision). Untuk
pasien yang dilakukan tindakan operasi, nama operasi tersebut dilengkapi dengan kode-kode operasi
yang dapat ditentukan dengan bantuan buku ICOPIM dan ICD-9-CM (Internasional Classification of
Procedure in Medicine).
6) Dalam mencari kode penyakit dapat dicari berdasarkan abjad nama penyakit yang dapat dilihat di dalam
buku ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems Tenth
Revision).
7) Lalu untuk indexing dilakukan dengan cara komputer. Juga digunakan lembaran kode penyakit yang
B. AUDITING
1. Pengertian Audit Medis
Dalam upaya memberikan pelayanan prima kepada pasien maka pihak rumah sakit harus terus
menjaga kualitas kerjanya. Untuk menjaga kualitas tersebut cara terbaik adalah dengan melaksanakan
audit medis secara berkala. Dengan demikian kualitas layanan dapat dipantau dengan akurat. Hambatan
dan kesulitan selama proses pelayanan dapat diidentifikasi dengan cepat dan menyeluruh.
Kementerian Kesehatan juga memandang sangat penting pelaksanaan audit medis secara
berkala di rumah sakit. Melalui Kepmenkes No. 496 tahun 2005 tentang Audit Medikdiberikan
penjelasan yang lengkap manfaat dan bagaimana pelaksanaan audit medis di rumah sakit. Dalam tulisan
Sedangkan secara khusus bertujuan untuk melakukan evaluasi mutu layanan medis, mengetahui
penerapan standar pelayanan medis dan melakukan perbaikan-perbaikan pelayanan medis sesuai
medis. Sebelumnya pihak rumah sakit harus membentuk tim pelaksana audit medis. Tim tersebut dapat
dibentuk dibawah Komite Medik atau panitia khusus untuk itu. Karena audit medis erat kaitannya
dengan rekam medis maka bagian rekam medis juga harus dilibatkan dalam tim.
literatur untuk rujukan, pengumpulan data (memastikan bahwa data yang diperlukan telah tersedia) dan
yang terakhir berkomitmen untuk melakukan audit secara objektif dan penuh tanggung jawab.
C. REPORTING
1. Pengertian reporting
Pelaporan rumah sakit merupakan suatu alat organisasi yang bertujuan untuk dapat
menghasilkan laporan secara cepat, tepat dan akurat. Sistem pelaporan di Rumah Sakit pada umumnya
menggunakan sistem desentralisasi yang artinya sistem pelaporan tidak terkoordinasi ruang dan tempat
tidur rawat inap. Laporan-laporan rekam medis tersebut juga dilaporkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten Kendal. Apabila terjadi keterlambatan penilaian Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal terhadap
rumah sakit akan kurang baik. Manfaat laporan-laporan Rumah Sakit untuk Dinas Kesehatan yaitu untuk
Yaitu laporan yang dibuat sebagai masukan untuk menyusun konsep Rancangan Dasar Sistem
2) Prosentase pemakaian TT
3) Kegiatan persalinan
Yaitu pelaporan yang wajib dibuat oleh rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku,
ditunjukkan kepada Departemen Kesehatan RI, Kanwil Depkes RI (sekarang , Dinkes Propinsi, Dinkes
Kabupaten/kota.
d) Data Keadaan morbiditas Pasien Rawat Jalan Penyebab Kecelakaan (RL 4d)
5) Data Bulanan (RL 5)
3. Periode Pelaporan
a. (RL 1) dibuat setiap waktu apabila terdapat perubahan data dasar dari rumah sakit.
Laporan kegiatan rumah sakit (RL 1) dibuat rangkap 6 yang asli dikirim ke Direktorat Jendral
Pelayanan Medis Bagian Informasi Yanmed rumah sakit Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan
tembusan ditunjukan ke :
e. Pertinggal (Arsip)
Sedangkan laporan lainnya (RL 2 s/d RL 5) cukup dibuat rangkap 2 yang asli dikirim ke
Direktorat Jendral Pelayanan Medis Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan tembusannya untuk
sesuai bulan pelaporan, formulir dilampirkan dalam berkas RM setelah disi oleh dokter yang merawat
sekurang-kurangnya :
1) Diagnosa
d. Method (Metode)
Penggunaan metode yang tepat akan membantu tugas-tugas seseorang akan lebih cepat dan ringan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Coding adalah salah satu kegiatan pengolahan data rekam medis untuk memberikan kode dengan huruf
atau dengan angka atau kombinasi huruf dan angka yang mewakili komponen data. Kegiatan dan
tindakan serta diagnosis yang ada dalam rekam medis harus di beri kode dan selanjutnya di indeks agar
memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, managemen,
2. Audit medis merupakan peer review maka pelaksanaannya wajib melibatkan kelompok staf medis.
Sebelumnya pihak rumah sakit harus membentuk tim pelaksana audit medis. Tim tersebut dapat
dibentuk dibawah Komite Medik atau panitia khusus untuk itu. Karena audit medis erat kaitannya
dengan rekam medis maka bagian rekam medis juga harus dilibatkan dalam tim.
3. reporting adalah bagian yang bertanggung jawab terhadap analisa data dan informasi RM yang sudah
terkumpul untuk diolah menjadi laporan. Bagian ini merupakan terminal dari kegiatan pencatatan dan
1. sebaiknya petugas pengkodean (koder) harus teliti dalam mengkode setiap diagnosis penyakit pasien.
2. Perlunya pembaharuan prosedur tetap Pelaporan Rumah Sakit sesuai dengan JUKNIS 2011 SIRS revisi VI.
Sehingga petugas dapat melaksanakan pelaporan sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku.