Anda di halaman 1dari 38

PROSEDUR DAN LANGKAH

PELAKSANAAN KODING DENGAN ICD-


9-CM DALAM INA-CBG’s
icd 9 cm
Kali ini kita membahas bagaimana pelaksanaan Koding dengan menggunakan ICD 9 CM
(International Classification of Diseases Ninth Revision–Clinical Modification). Perlu di ingat
bagi para petugas Rekam Medis untuk melakukan koding, berikut langkah langkahnya:

1. Identifikasi tipe pernyataan prosedur/tindakan yang akan dikode dan lihat di buku ICD-9-CM
Alphabetical Index.
2. Tentukan Lead Term Untuk prosedur/tindakan.
3. Baca dan ikuti semua catatan atau petunjuk dibawah kata kunci.
4. Baca setiap catatan dalam tanda kurung setelah kata kunci (penjelasan ini tidak
mempengaruhi kode) dan penjelasan indentasi dibawah lead term (penjelasan ini
mempengaruhi kode) sampai semua kata dalam diagnosis tercantum.
5. Ikuti setiap petunjuk rujukan silang (“see” dan “see also”) yang ditemukan dalam index :
6. Cek ketepatan kode yang telah dipilih pada Tabular List.
7. Baca setiap inclusion atau exclusion dibawah kode yang dipilih atau dibawah bab atau
dibawah blok atau dibawah judul kategori.
8. Langkah terakhir adalah tentukan Kode

Dalam pelaksanaan koding dengan menggunakan ICD 9-CM kita berpedoman pada
prosedur dalam INA CBG’s.
1. Prosedur Operasi, didefinisikan sebagai prosedur diagnostik terapeutik atau besar yang
melibatkan penggunaan instrumen atau manipulasi bagian dari tubuh dan pada umumnya
terjadi dalam ruang operasi. Beberapa prosedur yang dilakukan dalam ruang operasi dan
atau dengan menggunakan general anestesi termasuk pasien melahirkan normal.

2. Prosedur Non Operasi, prosedur Investigasi dan terapi lainnya yang tidak termasuk operasi
seperti radiologi, laboratorium, fisioterapi, psikologi dan prosedur lainnya.
Tinjauan Prosedur Penentuan Kode Tindakan Berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr.
Soeroto Ngawi
Atik Dwi Noviyanti, Dewi Lena Suryani K, Sri Mulyono

Sari

ABSTRAK

Latar Belakang : RSUD Dr. Soeroto Ngawi melaksanakan program yang distandarkan oleh
Depkes RI, yaitu INA CBG untuk pelayanan kesehatan bagi pasien Jamkesmas dan dalam
penerapannya terjadi ketidaksesuaian dalam penentuan kode tindakan antara petugas coding
dengan verifikator independen, sehingga diperlukan penyesuaian dan peningkatan hasil kode
tindakan agar coder dan pihak verifikator independen tidak kesulitan dalam menentukan kode
tindakan yang telah ditulis dokter. Tujuan penelitian ini adalah untuk prosedur penentuan kode
tindakan berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi.

Metode Penelitian :Jenis penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Subjek
penelitian ini adalah dokter, coder dan petugas verifikator independen, dengan objek prosedur
penentuan kode tindakan berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi
dengan cara wawancara dan observasi yang kemudian dianalisiss secara deskriptif.

Hasil dan Pembahasan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan prosedur
penentuan kode tindakan berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi
berpedoman pada kebijakan nomor IR. 03.01/ I/570/10 dari Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik Kementrian Kesehatan RI yaitu tentang berakhirnya lisensi INA DRG sejak 30 September
2010 dan diganti dengan Grouper INA CBG, dengan pihak yang bertanggung jawab terhadap
penentuan kode tindakan berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG adalah dokter, coder dan petugas
verifikator independen. Dalam pelaksanaannya ditemukan penentuan kode tindakan berbeda
antara coder dan petugas verifikator saat kode tindakan dari coder dimasukkan ke software INA
CBG 2.0 oleh petugas verifikator independen.

Simpulan dan Saran : RSUD Dr. Soeroto Ngawi belum memiliki kebijakan tentang penentuan
kode tindakan berbasis INA CBG. Disarankan untuk itu perlu adanya kebijakan khusus tentang
penentuan kode tindakan berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi dan
sosialisasi tentang persiapan INA CBG sebagai bentuk penerapan kebijakan rumah sakit serta
perlu dibangunnya komunikasi yang baik antara coder, dokter dan petugas verifikator
independen.
NO NAMA TINDAKAN KODE TINDAKAN
CTG 75.35
1.
CVC 38.93
2.
EKG 89.52
3.
FUNGSI ASITES 54.91
4.
GANTI BALUTAN/DRESSING 93.57
5.
GIPS 93.53 / 79.0
6.
HEMODIALISA 39.95
7.
INCUBATOR 93.35
8.
INFUS PUMP 86.06
9.
INFUS 99.18
10.
INJEKSI ANALGENTIK 04.81
11.
INJEKSI ANTI BIOTIK 99.21
12.
INTUBASI 96.02
13.
KATETERISASI 57.94
14.
KONTROL PENDARAHAN 39.98
15.
LABOLATORIUM 90.54
16.
MONITOR EKG 89.54
17.
NEBULIZER 93.94
18.
OKSIGEN 93.96
19.
PHOTO CERVICAL 87.22
20.
PHOTO PELVIS 87.24
21.
PHOTO SCHEDEL (SKULL) 87.17
22.
PHOTO TORAX 87.44
23.
RJP 99.60
24.
SUCTIONING 96.04
25.
SUTURE KAKI 83.89
26.
SUTURE KEPALA 86.59
27.
SUTURE TANGAN 82.46
28.
SYIRING PUMP 09.43
29.
USG ABDOMEN 88.76
30.
USG FAST 87.76
31.
USG HEPATOBILIER 88.74
32.
USG KANDUNGAN 88.78
33.
CYSTOTOMY 57.19
34.
USG URINARY 88.75
35.
PERSALINAN FORCEPS 72.9
36.
RADIOTHERAPY 92.23
37.
CHEMOTERAPHY 99.25
38.
CT SCAN KEPALA 87.03
39.
PENCABUTAN GIGI 23.09
40.
TRANFUSI DARAH 99.03
41.
RENOGRAFI 92.03

Coding Perekam Medis dan Informasi Kesehatan


Coding adalah salah satu kegiatan pengolahan data rekam medis untuk memberikan
kode dengan huruf atau dengan angka atau kombinasi huruf dan angka yang mewakili
komponen data.
Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada dalam rekam medis harus di beri kode
dan selanjutnya di indeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian informasi
untuk menunjang fungsi perencanaan, managemen, dan riset bidang kesehatan.
Pemberian kode ini merupakan kegiatan klasifikasi penyakit dan tindakan yang
mengelompokan penyakit dan tindakan berdasarkan criteria tertentu yang telah
disepakati. Pemberian kode atas diagnosis klasifikasi penyakit yang berlaku dengan
menggunakan ICD-10 untuk mengkode penyakit, sedangkan ICOPIM dan ICD-9-CM
digunakan untuk mengkode tindakan, serta komputer (on-line) untuk mengkode
penyakit dan tindakan.
Buku pedoman yang disebut International Classification of Diseases and Related
Health Problems, Tenth Revision (ICD – 10) terbitan WHO. Di Indonesia
penggunaannya telah ditetapkan oleh Dep. Kes. RI sejak tgl. 19 – 2 –1996. ICD –10
terdiri dari 3 volume :
• Volume 1 (Tabular List), berisi tentang hal-hal yang mendukung klasifikasi
utama
• Volume 2 (Instruction Manual), berisi tentang pedoman penggunaan
• Volume 3 (Alphabetic Index), berisi tentang klasifikasi penyakit yang disusun
berdasarkan indeks abjad atau secara alphabet,terdiri dari 3 seksi:
1. Seksi 1 merupakan klasifikasi diagnosis yang tertera dalam vol 1
2. Seksi 2 untuk mencari penyebab luar morbiditas, mortalitas dan membuat istilah
dari bab 20
3. Seksi 3 merupakan table obat-obatan dan zat kimia sebagai sambungan dari bab
19,20 dan menjelaskan indikasi kejadiannya.

Prosedur Coding

1. Memberi kode penyakit pada diagnosa pasien yang terdapat pada berkas rekam
medis sesuai dengan ICD 10,
2. Menghubungi dokter yang menangani pasien yang bersangkutan apabila
diagnosa pasien tersebut kurang bisa dimengerti atau tidak jelas
3. Melakukan pengolahan klasifikasi penyakit
4. Memberikan pelayanan kepada dokter atau peneliti lain yang akan melakukan
penelitian yang sesuai indek penyakit pasien,
5. Hasil diagnosis dari dokter, merupakan diagnosis utama maupun sebagai
diagnosa sekunder atau diagnosa lain yang dapat berupa penyakit komplikasi, maka
harus menggunakan buku ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases
and Related Health Problems Tenth Revision). Untuk pasien yang dilakukan tindakan
operasi, nama operasi tersebut dilengkapi dengan kode-kode operasi yang dapat
ditentukan dengan bantuan buku ICOPIM dan ICD-9-CM (Internasional
Classification of Procedure in Medicine).
6. Dalam mencari kode penyakit dapat dicari berdasarkan abjad nama penyakit
yang dapat dilihat di dalam buku ICD-10 (International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problems Tenth Revision).
7. Lalu untuk indexing dilakukan dengan cara komputer. Juga digunakan lembaran
kode penyakit yang sering muncul untuk mempermudah proses pengkodean.

Kompetensi Perekam Medis

1. Menentukan nomor kode diagnosis pasien sesuai petunjuk dan peraturan pada
pedoman buku ICD yang berlaku (ICD-10 Volume 2),
2. Mengumpulkan kode diagnosis pasien untuk memenuhi sistem pengelolaan,
penyimpanan data, pelaporan untuk kebutuhan analisis sebab tunggal penyakit yang
dikembangkan,
3. Mengklasifikasikan data kode diagnosis yang akurat bagi kepentingan informasi
morbiditas dan sistem pelaporan morbiditas yang diharuskan,
4. Menyajikan informasi morbiditas dengan akurat dan tepat waktu bagi
kepentingan monitoring KLB epidemiologi dan lainnya,
5. Mengelola indeks penyakit dan tindakan guna kepentingan laporan medis dan
statistik serta permintaan informasi pasien secara cepat dan terperinci,
6. Menjamin validitas data untuk registrasi penyakit, Mengembangkan dan
mengimplementasikan petunjuk standar koding dan pendokumentasian.

Permasalah Yang Sering Terjadi Dalam Pengkodefikasian

Contoh Pengkodean berdasarkan ICD-10 : A00.0 kholera yang disebabkan oleh


kuman vibro kolerae 01. Permasalahan yang sering ditemukan yaitu,
1. Ketidak jelasan penulisan diagnosis.
2. Penegakan diagnosis belum tepat.

Peranan Petugas Coding Dalam Program INA-DRG

INA DRG adalah singkatan dari Indonesian Diagnostic Related Group. Program ini
akan segera kita terapkan untuk mengganti program JAMKESMAS sebelumnya.
DRG merupakan suatu sistem pemberian imbalan jasa pelayanan kesehatan pada
penyedia pelayanan kesehatan (PPK) yang ditetapkan berdasarkan pengelompokkan
diagnosa penyakit. Diagnosis dalam DRG sesuai dengan ICD-9-CM (International
Classification Disease Ninth Edition Clinical Modification) dan ICD-10. Dengan
adanya ICD memudahkan dalam pengelompokkan penyakit agar tidak terjadi
tumpang tindih. Pengelompokkan diagnosis ditetapkan berdasarkan dua prinsip yaitu
clinical homogenity (pasien yang memiliki kesamaan klinis) dan resource homogenity
(pasien yang menggunakan intensitas sumber-sumber yang sama untuk
terapi/kesamaan konsumsi sumberdaya).
Alasan perlu adanya klasifikasi penyakit adalah bahwa rumah sakit memiliki banyak
produk pelayanan kesehatan sehingga dengan adanya klasifikasi tersebut dapat
menerangkan dari berbagai produk tersebut. Selain itu, dapat juga membantu klinisi
dalam meningkatkan pelayanan, membantu dalam memahami pemakaian sumberdaya
dan menciptakan alokasi sumberdaya yang lebih adil, meningkatkan efisiensi dalam
melayani pasien serta menyediakan informasi yang komparatif antar rumah sakit.
Dasar hukumnya pun sudah diterbitkan berdasarkan Keputusan Dirjen Bina Pelayanan
Medik No. HK. 00.06.1.1.214 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Centre For
Case-Mix. Keputusan Menkes RI Nomor 125/MENKES/SK/II/2008 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Tahun 2008.
Centre for Case-Mix adalah sebuah wadah yang dibentuk Depkes RI, yang bertugas
mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data dan informasi mengenai pelaksanaan
Case-Mix di 15 rumah sakit yang telah ditunjuk pemerintah sebagai tempat uji coba
sistem Case-Mix diantaranya:
1. RSU H. Adam Malik, Medan
2. RSUP Dr. M. Djamil, Padang
3. RSUP Dr. M. Hoesin, Palembang
4. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
5. RSUP Fatmawati, Jakarta
6. RSUP Persahabatan, Jakarta
7. RS Anak Bunda Harapan Kita, Jakarta
8. RS Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta
9. RS Kanker Dharmais, Jakarta
10. RSUP Hasan Sadikin, Bandung
11. RSUP Dr. Kariadi, Semarang
12. RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
13. RSUP Sanglah, Denpasar
14. RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar
15. RSUP Dr. R. D. Kandou, Manado
Berbekal data yang dikirimkan dari rumah sakit-rumah sakit tersebut Centre for Case-
Mix menyusun daftar INA-DRG. Case-Mix merupakan sistem pembayaran pelayanan
kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan, jangkauan dalam sistem
pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur dalam pembiayaan kesehatan,
serta mekanisme pembayaran untuk pasien berbasis kasus campuran. Case-Mix
merupakan suatu format klasifikasi yang berisikan kombinasi beberapa jenis penyakit
dan tindakan pelayanan di suatu rumah sakit dengan pembiayaan yang dikaitkan
dengan mutu dan efektivitas pelayanan.
Dalam sistem Case-Mix. Untuk membangun sistem INA DRG di Rumah Sakit,
maka sangat diperlukan kerja sama yang akurat pada semua elemen sebagaimana
gambaran prosedural di atas, antara lain:
Tim Medis, Tim Koder (petugas Pemberi Kode ICD 10- ICD 9) atau disebut petugas
koding, Tim Asuhan Keperawatan dan Tim Case Mix Tk RS
Adapun peranan dari masing-masing tim tersebut adalah sebagai berikut:

a. Dokter: dalam koding (sebagai Saran)


1. Menulis diagnosa utama selengkap mungkin sesuai dgn convention ICD-10.
2. Jangan lupa menuliskan diagnosa sekunder (diagnosis tambahan), komplikasi
danpenyulit (kalau ada)
3. Jangan lupa menulis prosedur tindakan.
4. Pastikan status pasien ketika pulang lengkap
5. Pastikan resume lengkap ketika pulang
6. Meminta petugas untuk menyerahkan dokumen rekam medik ke pokja Coding
segera

b. Petugas Koding (sebagai saran)


1. Membuat kode diagnosa sesuai convention ICD-10.
2. Membuat kode prosedur tindakan sesuai convention ICD-9-CM
3. Menghubungi dokterj ika terdapat masalah dalam membuat kode dll.
4. Melaporkan masalah koding kepada ketua PokJa CODING disertai dengan “barang
bukti “.
5. Bersama-sama dgn Tim Casemix RS melakukan audit kelengkapan rekam medik.

c. Perawat dalam koding (sebagai Saran)


1. Memeriksa kelengkapan penulisan diagnosa dan prosedur tindakan yg dibuat oleh
dokter.
2. Memberitahu dan mengingatkan dokter seandainya terlupa melengkapi lembar
“admision ” dan “discharge”, resume pasien, laporan operasi, sebelum dikirim ke
bagian rekam medik
3. Memberitahu dan mengingatkan bagian registrasi untuk melengkapi data
sosiodemogrqfi pasien sebelum pasien pulang.
4. Memeriksa kelengkapan rekam medik secara keseluruhan sebelum dikirim ke
rekam medik
5. Membantu mengingatkan dokter agar segera mengirim berkas rekam medik ke Bag.
Rekam Medik

d. Tim Case Mix Tingkat RS


1. Merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan mengaudit pelaksanan sistem
Casemix di RS
2. Memonitor perjalanan dan perkembangan pelaksanaan sistem Casemix.
3. Melaporkan secara berkala kepada pihak manajemen (SC)
4. Mengadakan RAKOR tim Casemix RS secara rutin
5.Memberikan feed back kepada dokter
6. Mengadakan sosialisasi internal tentang Casemix
7. Memastikan pengiriman data Casemix berjalan lancar.

Data Yang Harus Ada Dalam Diagnostic Related Group


Data yang harus ada dalam Diagnostic Related Group merupakan Syarat dalam
keberhasilan implementasi DRG tergantung pada 3C (coding, costing, dan clinical
pathway).

a. Coding

Coding for diagnostic (ICD-10)


Coding for procedures (ICD-9 CM)
Proses terbentuknya tarif DRG tidak terlepas dari adanya peran dari sistem informasi
klinik rekam medis, dimana rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan layanan
lain kepada pasien pada layanan kesehatan baik untuk rawat jalan maupun rawat inap
yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Tujuan rekam medis untuk menunjang
tercapainya tertib administrasi dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan di
rumah sakit. Tertib administrasi adalah salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan pelayanan kesehatan di rumah sakit, sehingga keberhasilan pelaksanaan
DRG pun sangat tergantung dengan data pada rekam medis. Tak jauh berbeda dengan
data dalam rekam medis, data dasar dalam INA-DRG terdiri dari :
1. Identitas Pasien
2. Tanggal masuk rumah sakit
3. Tanggal keluar rumah sakit
4. Lama hari rawatan
5. Tanggal lahir
6. Umur ketika masuk rumah sakit (dalam satuan tahun)
7. Umur ketika masuk rumah sakit (dalam satuan hari)
8. Umur ketika keluar dari rumah sakit (dalam satuan hari)
9. Jenis kelamin
10. Status keluar rumah sakit (discharge disposition)
11. Berat badan baru lahir
12. Diagnosis utama
13. Diagnosis sekunder, seperti komplikasi dan komorbiditas
14. Prosedur atau pembedahan utama

b. Costing
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menentukan pembiayaan untuk
DRG yaitu :
1 Top Down Costing
2) Activity Based Costing

c. Clinical Pathway

Clinical Pathway adalah dokumen perencanaan pelayanan kesehatan terpadu yang


merangkum setiap langkah yang dilakukan pada pasien mulai masuk RS sampai
keluar RS berdasarkan standar pelayanan medis, standar asuhan keperawatan, dan
standar pelayanan tenaga kesehatan lainnya yang berbasis bukti dengan hasil yang
dapat diukur (Tim Casemix).
Tujuan clinical pathway antara lain : memfasilitasi penerapan clinical guide dan
audit klinik dalam praktek klinik, memperbaiki komunikasi dan perencanaan
multidisiplin, mencapai atau melampaui standar mutu yang ada, mengurangi variasi
yang tidak diinginkan dalam praktek klinik, memperbaiki komunikasi antara klinisi
dan pasien, meningkatkan kepuasan pasien, identifikasi masalah riset dan
pengembangan.

Langkah Awal Penentuan Diagnostic Related Group

Pada pedoman Daftar Penggolongan Penyakit dan Tindakan serta Tarif Pelayanan
Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin di Rumah Sakit Tahun 2008 yang diterbitkan oleh
Departemen Kesehatan RI terdapat penggolongan 23 Major Diagnostic Categories
(MDC) yang terbagi dalam 1077 diagnosis penyakit. Tarif pelayanan askes ini
meliputi tarif pelayanan rawat inap (Inpatient Procedure) dan rawat jalan (Ambulatory
Procedure) untuk rumah sakit tipe A, B, C, D, RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSAB
Harapan Kita, RSJP Harapan Kita, dan RS Kanker Dharmais. Komponen biaya yang
ada dalam tarif INA-DRG meliputi jasa pelayanan, biaya pemeriksaan penunjang,
biaya obat dan alat habis pakai, biaya akomodasi,dan biaya administrasi.

MDC (Major Diagnostic Categories)

Keterangan MDC
01 Disease and Disorders of the Nervous System
02 Disease and Disorders of the Eye
03 Disease and Disorders of the Ear, Nose, Mouth, and Throat
04 Disease and Disorders of the Respiratory System
05 Disease and Disorders of the Circulatory System
06 Disease and Disorders of the Digestive System
07 Disease and Disorders of the Hepatobiliary System and Pancreas
08 Disease and Disorders of the Musculoskeletal System and Conn Tissue
09 Disease and Disorders of the Skin, Subcutaneous Tissue, and Breast
10 Disease and Disorders of the Endocrine, Nutritional, and Metabolic System
11 Disease and Disorders of the Urinary Tract
12 Disease and Disorders of the Male Reproductive System
13 Disease and Disorders of the Female Reproductive System
14 Childbirth
15 Newborns and Other Neonates
16 Diseases and Disorders of Blood, Blood Forming Organs, Immunolog Disorders
17 Myeloproliferative Diseases and Disorders, Poorly Differentiated Neoplasm
18 Infectious and Parasitic Diseases, Sistemic or Unspecified Sites
19 Mental Diseases and Disorders
20 Alcohol/Drug Use and Alcohol/Drug Induced Organic Mental Disorders
21 Injuries, Poisonings, and Toxic Effects of Drugs
22 Factors Influencing Health Status and Other Contacts With Health Service
23 Medical Outpatient Visit

SUBSISTEM PENGKODEAN (CODING)


Kegiatan pengkodeaan pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf dan
angka atau kombinasi antara huruf dan angka yang mewakili komponen data.
Kegiatan yang dilakukan dalam koding meliputi kegiatan pengkodean diaknosis
penyakit dan pengkodean tindakan medis. Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode
bertanggung jawab atas keakuratan kode.
Kode klasisikasi penyakit oleh WHO (World Health Organization) bertujuan untuk
menyeragamkan nama dan gologan penyakit, cidera, gejala, dan factor yang
mempengaruhi kesehatan. Sejak tahun 1993 WHO mengharuskan Negara anggotanya
termasuk Indonesia menggunakan klasifikasi penyakit revisi 10 (ICD-10,
International statistical classification of disease and realated health problem tenth
revision). Namun, di Indonesia sendiri ICD-10 baru ditetapkan untuk menggantikan
ICD-9 pada tahun 1998 melalui SK Menkes RI No.50/MENKES/KES/SK/I/1998.
Sedangkan untuk pengkodean tindakan medis dilakukan menggunakan ICD-9CM.
Kecepatan dan ketepatan coding dari suatu diagnosis dipengaruhi oleh beberapa
factor diantaranya tulisan dokter yang sulit dibaca, diagnosis yang tidak spesifik, dan
keterampilan petugas coding dalam pemilihan kode. Pada proses coding ada beberapa
kemungkinan yang dapat mempengaruhi hasil pengkodean dari petugas coding, yaitu
bahwa penetapan diagnosis pasien merupakan hak, kewajiban, dan tanggung jawab
tenaga medis yang memberikan perawatan pada pasien, dan tenaga coding di bagian
unit rekam medis tidak boleh mengubah ( menambah atau mengurang) diagnosis yang
ada. Tenaga rekam medis bertanggungjawab atas keakuratan kode dari suatu diagnosis
yang sudah ditetapkan oleh tenaga medis. Apabila ada hal yang kurang jelas, tenaga
rekam medis mempunyai hak dan kewajiban menanyakan atau berkomunikasi dengan
tenaga kesehatan yang bersangkutan. Dalam proses coding mungkin terjadi beberapa
kemungkinan, yaitu:
1. Penetapan diagnosis yang salah sehingga menyebabkan hasil pengkodean salah.
2. Penetapan diagnosis yang benar, tetapi petugas pengkodeansalah menentukan
kode, sehingga hasil pengkodean salah.
3. Penetapan diagnosis dokter kurang jelas, kemudian dibaca salah atau petugas
pengkodean, sehingga hasil pengkodean salah.
Oleh karena itu, kualitas hasil pengkodean bergantung pada kelengkapan diagnosis,
kejelasan tulisan dokter, serta profesionalisme dokter dan petugas pengkodean.

dikutip dari http://ayotahu.blogspot.co.id/2014/06/coding-system-sistem-koding-


rekam-medis.html

ICD 10 & ICD 9 CM_Coding_Terjemahan Koding_Aep Nurul


Hidayah(RKM126201)_Rekam Medis & Informasi Kesehatan_Politeknik
TEDC Bandung
Posted on 2 Maret 2015 by Aep Nurul Hidayah
Coding → Pemberian / penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka atau huruf dalam
angka yang mewakili komponen data.

ICD → International Statisticaal Classification of Diseases and Related Health Problems yang
merupakan klasifikasi diagnostik penyakit dengan standar internasional yang disusun
berdasarkan sistem kategori dan dikelompokan dalam satuan penyakit menurut kriteria yang
telah disepakati oleh pakar internasional.

Fungsi : Sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah kesehatan lainnya secara internasional
yang ditetapkan menurut kriteria tertentu.

Tujuan : Untuk membuat catatan menjadi sistematik, membantu penganalisisan, menerjemahkan


dan membandungkan peristiwa penyakit dan kematian yang telah dikumpulkan di berbagai
tempat, negara pada saat yang berlainan.

Berguna : Sebagai sarana penterjemah diagnosis penyakit dan masalah kesehatan dari bentuk
kata menjadi kode atau sandi alfanumerik sehingga memudahkan untuk disimpan, dicari dan
kemudian dianalisis. Salah satunya untuk kepentingan informasi statistik morbiditas dan
mortalitas.

Dasar hukum ICD 10 :

 Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.: HK.00.05.1.4.00744 tentang


Penggunaan klasifikasi internasional mengenai penyakit revisi kesepuluh (ICD 10) di Rumah Sakit.

 Standar Akreditasi bidang rekam medis S.5.P5 mengenai penggunaan buku ICD 10.

Struktur ICD 10 :

1. Volume 1 → Himpunan klasifikasi utama / Tabular List

2. Volume 2 → Pedoman manual tentang cara menggunakan ICD (volume 1 dan 2)

3. Volume 3 → Alphabetical index (indeks abjad) / “kamus”-nya volume 1

VOLUME 1

Struktur ICD 10 volume 1 :

1. Chapters / Bab

2. Blocks of category

3. Three-character category
4. Four-character category

5. Five-character category

6. The unused “U” codes

Volume 1 juga berisi :

 Morfologi neoplasma (hal 1179-1204)

 Daftar tabulasi khusus (hal 1207-1231)

 Difinisi (hal 1235-1238)

 Regulasi nomenklatur (hal 1241-1243)

1. Chapters / Bab

Ada 21 chapter

Chapter I – XVII mencakup penyakit dan kondisi kesakitan lainnya

Chapter XVIII mencakup symptoms, signs, abnormal clinical dan hasil pemeriksaan
laboratorium

Chapter XIX mencakup perlukaan, keracunan dan keadaan lainnya yang merupakan akibat dari
sebab luar perlukaan

Chapter XX mencakup sebab luar dari morbiditas dan mortalitas

Chapter XXI mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan kontak dengan
pelayanan kesehatan

Chapter I – XXI → Huruf A – Z (kecuali U) (hal 107-1175)

I A,B Penyakit parasitik dan infeksi tertentu

II C,D Neoplasma

III D Penyakit darah dan organ pembentuk darah dan kelainan tertentu

yang melibatkan mekanisme imun

IV E Penyakit endokrin, nutrisi dan metabolik

V F Gangguan jiwa dan perilaku


VI G Penyakit sistem saraf

VII H Penyakit mata dan adneksa

VIII H Penyakit telinga dan prosesus mastoid

IX I Penyakit sistem sirkulasi

X J Penyakit sistem napas

XI K Penyakit sistem cerna

XII L Penyakit kulit dan jaringan subkutan

XIII M Penyakit sistem muskulokeletal dan jaringan penunjang

XIV N Penyakit sistem kemih

XV O Kehamilan, kelahiran dan nifas

XVI P Kondisi tertentu yang bermula dari masa perinatal perkembangan

XVII Q Malformasi, deformasi dan kelainan kromosom kongenital

perkembangan

XVIII R Gejala, tanda dan temuan klinik dan laboratorium abnormalyang

tak diklasifikasikan di tempat lain

XIX S,T Cedera, keracunan dan akibat lain tertentu dari penyebab luar

XX V,W,X,Y Penyebab luar morbiditas dan mortalitas

XXI Z Faktor yang mempengaruhi keadaan kesehatan dan kontak dengan

pelayanan kesehatan

Blocks of category

Setiap chapter dibagi lagi menjadi blok – blok yang homogen (sama) dengan katagori 3 karakter.

Ex : Intestinal infectious diseases (A00-A09)


Blok

 Three-character category

Dalam setiap blok terdapat beberapa bentuk 3 karakter yang berdiri sendiri.

Ex : A00 Cholera

3 karakter

1. Four-character category

Sebagian besar karakter ke 3 selalu diikuti karakter ke 4 yang mencangkup 10 sub kategori.

Ex : A00.0 Cholera due to Vibrio cholerae 01, biovar cholerae

4 karakter

1. Five-character category

Chapter XIII → Pembagian berdasarkan letak anatomi

Chapter XIX → Pembagian berdasarkan indikasi terbuka dan tertutup baik untuk kasus

fractur maupun intracranial, intrathorax dan intraabdominal injury

dengan dan tanpa luka terbuka.

Chapter XX → Pembagian berdasarkan indikasi mengenai bentuk aktifitas yang sedang

dilaksanakan pada saat kejadian

Ex : Insect Bite on Eyelid S00.2 W57.99

5 karakter

1. The unused “U” codes

Kode “U” tidak / belum digunakan :


Kode “U00-U49” digunakan pada klasifikasi kasus – kasus penyakit baru dan sebab – sebab
penyakit yang belum dapat ditentukan.

Kode “U50-U99” digunakan untuk kepentingan research / penelitian.

VOLUME 2

Buku pedoman manual tentang cara pemakaian / menggunakan ICD yang berisi :

1. Pengantar

2. Penjelasan tentang klasifikasi statistik internasional tentang penyakit dan masalah kesehatan

3. Cara penggunaan ICD

4. Petunjuk dan peraturan pengkodean mortalitas dan morbiditas

5. Presentasi statistik

6. Sejarah perkembangan ICD

VOLUME 3

Buku Indeks alphabet terdiri dari 3 Seksi :

1. Seksi I → Indeks alfabet penyakit dan bentuk alamiah cedera (hal 11-572).

2. Seksi II → Sebab – sebab luar suatu cedera (hal 575-623).

3. Seksi III → Tabel nama obat – obat dan bahan kimia (hal 627-746).

Indeks disusun sebagai berikut :

1. Lead Term → Nama penyakit atau kondisi phatological

Ex : Inguinal Hernia

Lead term
2. Modifiers → Letak anatomi atau menggambarkan suatu keadaan

Ex : Inguinal Hernia

Modifiers

Langkah – Langkah dalam Menentukan Kode Diagnosa / Penyakit :

1. Tentukan tipe pernyataan yang akan dikode apakah istilah penyakit atau cedera atau kondisi lain
yang terdapat pada Bab I-XIX dan XXI (Vol. 1), gunakan ia sebagai “lead term” untuk
dimanfaatkan sebagai panduan menelusuri istilah yang dicari pada seksi I indeks (Vol. 3). Bila
pernyataannya penyebab luar (external cause) dari cedera (bukan nama penyakit) yang ada di
Bab XX (Vol. 1), lihat dan cari kodenya pada seksi II di indeks (Vol. 3).

2. Tentukan “lead term” (kata panduan) untuk penyakit dan cedera, beberapa kondisi ada yang
diekspresikan sebagai kata sifat atau eponim (menggunakan kata penemu) yang tercantum di
dalam indeks sebagai “lead term”.

3. Baca dengan seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul di bawah istilah yang akan dipilih
pada Volume 3.

4. Baca istilah yang terdapat dalam parentheses “( )” sesudah lead term, tidak akan mempengaruhi
kode dan istilah yang ada di bawah lead term dengan tanda minus (-) dapat mempengaruhi
kode.

5. Ikuti secara hati – hati setiap rujukan silang (cross references) dan perintah “see” dan “see also”
yang terdapat dalam indeks.

6. Lihat daftar tabulasi (Volume 1) untuk mencari nomor kode yang paling tepat.

7. Ikuti pedoman Inclusion dan Exclusion pada kode yang dipilih atau bagian bawah suatu bab, blok,
kategori atau subkategori.

8. Tentukan kode yang anda pilih.

Example : Acute Ulcer of the Stomach with Haemorrhage and Perforation K25.2
CLASSIFICATION OF PROCEDURES

ICD 9 CM

(International Classification of Diseases 9 Clinical Modification)

ICD 9 CM → Sitem pengklasifikasian prosedur tindakan operasi dan non operasi berdasarkan

kriteria atau kategori tertentu.

ICD 9 CM mulai diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1978 oleh Comission of
Professional and Hospital Activities

ICD 9 CM terdiri dari 3 Volume :

1. Volume 1 – Penyakit : TABULAR LIST

2. Volume 2 – Penyakit : ALPHABETICAL INDEX

3. Volume 3 – Procedures : TABULAR LIST (hal 1–52)

dan

ALPHABETICAL INDEX (hal 52-150 A – Z)

ICD 9 CM Prosedur Klasifikasi :

1. Diterbitkan dengan volume mengandung Daftar Tabular dan Indeks Alphabetik

2. Prosedur Bedah Dikelompokkan pada rubrik 01-86

3. Prosedur Non Bedah dikelompokkan pada rubrik 87-99

4. Struktur dari klasifikasi berdasarkan pada anatomy dari pada jenis surgical

5. Hanya Numerik (Indeks)


Prosedur Operatif :

 Setiap tindakan therapeutik atau prosedur diagnostik mayor bagi yang menggunakan
instruments atau manipulasi bagian tubuh.

 Prinsip operasi dikerjakan untuk merawat kondisi yang terpilih sebagai diagnosis prinsipil.

Prosedur Non Operatif :

Kegiatan investigatif atau prosedur terapeutik yang tidak diikuti operasi seperti radiologi,
laboratorium, dll

Daftar Tabulasi terdiri dari 16 Chapter/Bab Struktur dan Klasifikasi ICD 9-CM

Chapter 1 : Operasi pada Sistem Saraf / Nervous (01-05) hal 1

Chapter 2 : Operasi pada Sistem Endokrin (06-07) hal 3

Chapter 3 : Operasi pada Mata / Eye (08-16) hal 4

Chapter 4 : Operasi pada Telinga / Ear (18-20) hal 7

Chapter 5 : Operasi pada Hidung, Mulut dan Tenggorokan (21-29) hal 8

Chapter 6 : Operasi pada Sistem Pernapasan / Respirasi (30-34) hal 11

Chapter 7 : Operasi pada Sistem Jantung / Cardiovaskular (35-39) hal 13

Chapter 8 : Operasi pada Sistem Hemic & Lymphatic (40-41) hal 19

Chapter 9 : Operasi pada Sistem Pencernaan / Digestive (42-54) hal 20

Chapter 10 : Operasi pada Sistem Urinari / Urinary (55-59) hal 28

Chapter 11 : Operasi pada alat Kelamin Laki-laki (60-64) hal 31

Chapter 12 : Operasi pada alat Kelamin Wanita (65-71) hal 32

Chapter 13 : Prosedur Kebidanan / Obstetrik (72-75) hal 35

Chapter 14 : Operasi pada Sistem Musculoskeletal (76-84) hal 36


Chapter 15 : Operasi pada Sistem Integumentary (85-86) hal 41

Chapter 16 : Prosedur Diagnostic dan Therapeutic Lainnya (87-99) hal 43

Langkah – Langkah dalam Menentukan Kode Prosedur / Tindakan :

1. Identifikasi Procedure phrase yang akan dikode

2. Putuskan Lead Term

3. Lihat Lead term pada Alphabetic indeks

4. Lokasikan setiap modifiers

5. Cek kode yang diberikan pada indeks di Tabular List

6. Cek istilah Inclusion and Exclusion

7. Beri kode …

Contoh : Chronic Renal Failure with Hemodialysis done 39.95

Lead term : Hemodialysis

Alphabetic index : Hemodialysis (extracorporeal) 39.95

Tabular list : 39 Other operations on vessels

39.95 Hemodialysis

Artificial kidney

Hemdiafiltration

Hemofiltration

Renal dialysis

Peritoneal dialysis (54.98


Makalah tentang CODING, AUDITING DAN REPORTING
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat

dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Salawat dan salam tak

lupa pula kami sanjungkan atas kehadirat Nabi Muhammad SAW yang telah memandu umatnnya dari

jalan yang gelap gulita menuju cahaya Islam yang terang benderang.
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan

Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini saya

menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang

membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik

materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, saya telah berupaya dengan segala kemampuan

dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, kami dengan

rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan

makalah ini. kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Banda Aceh, 3 Oktober 2015

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi khususnya di bidang kesehatan

semakin pesat. Begitu juga dengan perkembangan ilmu hukum kedokteran atau yang lebih kita kenal

dengan hukum kesehatan.

Hukum kesehatan diartikan sebagai hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan

kesehatan meliputi penerapan perangkat hukum perdata, pidana, dan tata usaha negara. Sejak

diterbitkannya Permenkes RI No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang rekam medis sejak saat itu

penyelenggaraan rekam medis mempunyai kekuatan hukum dibidang administrasi.

Rekam medis memiliki peran dan fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai dasar kesehatan dan

pengobatan pasien, bahan pembuktian dalam perkara hukum, bahan untuk keperluan penelitian dan

pendidikan, dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan terakhir sebagai bahan untuk membuat

statistik kesehatan (Hatta, 2010).

Rekam medis harus berisi informasi lengkap perihal proses pelayanan kesehatan dimasa lalu,

masa kini, dan perkiraan dimasa mendatang. Kepemilikan rekam medis seringkali menjadi perdebatan

dilingkungan kesehatan, dokter beranggapan bahwa mereka berwenang penuh terhadap pasien

beserta pengisian rekam medis akan tetapi petugas rekam medis bersikeras untuk mempertahankan

berkas rekam medis untuk tetap selalu berada di lingkungan kerjanya. Selain itu banyak pula pihak

internal maupun pihak eksternal yang ingin mengetahui isi dari rekam medis itu sendiri. Hal tersebut

menunjukkan bahwa rekam medis itu sangat penting dan besar kaitannya dengan aspek hukum (Hatta,

2010).
Rekam medis erat kaitannya dengan aspek hukum yang berkaitan dengan menjaga keamanan,

privacy, dan kerahasiaan. Rekam medis mempunyai kegunaan penting dibidang hukum karena isi

dalam rekam medis itu sendiri menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar

keadilan dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk

menegakkan keadilan. Kegunaan rekam medis adalah sebagai alat bukti yang sah dan nyata tentang

telah diberikannya pelayanan kesehatan dan pengobatan selama pasien tersebut dirawat di suatu sarana

pelayanan kesehatan. Rekam medis yang teratur dan rapi dibuat secara kronologis dengan baik dan

lengkap akan menjadi bukti yang kuat di pengadilan.

Beberapa hal yang berkaitan dengan aspek hukum rekam medis yaitu kerahasiaan, kepemilikan,

dan keamanan dari berkas rekam medis itu sendiri. Oleh karena rekam medis adalah milik pelayanan

kesehatan dan isi rekam medis adalah milik pasien maka pihak rumah sakit maupun praktisi kesehatan

lainnya bertanggungjawab mengatur penyebaran, menjaga kerahasiaan, menjaga keamanan informasi

kesehatan, dan juga melindungi isi daripada informasi yang ada di berkas rekam medis, terhadap

kemungkinan hilangnya keterangan maupun manipulasi data yang ada di dalam rekam medis atau

dipergunakan oleh pihak yang tidak seharusnya (Hatta, 2010).

Pelepasan informasi kesehatan dari rekam medis atau yang biasa disebut surat keterangan medis

adalah suatu surat keterangan yang dibuat dan ditandatanagni oleh staf medis fungsional dan tim

medis yang berisi informasi medis sesui dengan isi berkas rekam medis pasien, ahli waris pasien, institusi

pemerintah atau swasta. Surat keterangan medis secara umum dibagi menjadi dua yaitu surat

keterangan medis non pengadilan dan untuk pengadilan.

Jenis surat keterangan medis untuk pengadilan adalah visum et repertum. Visum et repertum

adalah keterangan yang dibuat oleh dokter forensik atas permintaan tertulis dari penyidik berdasarkan

sumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada benda yang diperiksa berdasarkan pengetahuan
yang sebaik baiknya untuk kepentingan pengadilan. Dalam pembuatan visum et repertum dibutuhkan

kerjasama antara dokter forensik dan perekam medis. Untuk itu penerapan etika profesi harus

diterapkan dalam kerjasama ini supaya menghasilkan hubungan yang baik antar profesi kesehatan di

sarana pelayanan kesehatan (Waluyadi, 2005).

Penyelenggaraan rekam medis yang baik bukan semata-mata untuk keperluan medis dan

administrasi, tetapi juga karena isinya sangat diperlukan oleh individu dan organisasi yang secara hukum

berhak untuk mengetahuinya. Pengadilan sebagi salah satu badan resmi secara hukum berhak untuk

meminta pemaparan isi rekam medis jika kasus yang sedang ditanganinya membutuhkan rekam medis

sebagai alat bukti penyelidikan.

Petugas rekam medis harus memahami dan mengerti bagaimana prosedur pemaparan isi rekam

medis untuk pengadilan. Peraturan ataupun prosedur tersebut disosialisasikan untuk dilaksanakan oleh

pihak-pihak yang bersangkutan dengan pemaparan isi rekam medis, sehingga tidak terjadi kesalahan

prosedur dan tidak menimbulkan adanya tuntutan dimasa yang akan datang.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan coding?

2. Apa yang dimaksud dengan auditing?

3. Apa yang dimaksud dengan reporting?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan coding

2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan auditing

3. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan reporting

BAB II

PEMBAHASAN

A. CODING
1. Pengertian Coding
Coding adalah salah satu kegiatan pengolahan data rekam medis untuk memberikan kode

dengan huruf atau dengan angka atau kombinasi huruf dan angka yang mewakili komponen data.

Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada dalam rekam medis harus di beri kode dan selanjutnya di

indeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan,

managemen, dan riset bidang kesehatan.


Pemberian kode ini merupakan kegiatan klasifikasi penyakit dan tindakan yang mengelompokan

penyakit dan tindakan berdasarkan criteria tertentu yang telah disepakati. Pemberian kode atas

diagnosis klasifikasi penyakit yang berlaku dengan menggunakan ICD-10 untuk mengkode penyakit,

sedangkan ICOPIM dan ICD-9-CM digunakan untuk mengkode tindakan, serta komputer (on-line) untuk

mengkode penyakit dan tindakan.


Buku pedoman yang disebut International Classification of Diseases and Related Health

Problems, Tenth Revision (ICD – 10) terbitan WHO. Di Indonesia penggunaannya telah ditetapkan oleh

Dep. Kes. RI sejak tgl. 19 – 2 –1996. ICD –10 terdiri dari 3 volume :

 Volume 1 (Tabular List), berisi tentang hal-hal yang mendukung klasifikasi utama.
 Volume 2 (Instruction Manual), berisi tentang pedoman penggunaan.
 Volume 3 (Alphabetic Index), berisi tentang klasifikasi penyakit yang disusun berdasarkan indeks abjad

atau secara alphabet,terdiri dari 3 seksi:


1. Seksi 1 merupakan klasifikasi diagnosis yang tertera dalam vol 1
2. Seksi 2 untuk mencari penyebab luar morbiditas, mortalitas dan membuat istilah dari bab 20
3. Seksi 3 merupakan table obat-obatan dan zat kimia sebagai sambungan dari bab 19,20 dan menjelaskan

indikasi kejadiannya.

2. Tujuan Koding
a. .Memudahkan pencatatan, pengumpulan dan pengambilan kembali informasi sesuai diagnose ataupun

tindakan medis-operasi yang diperlukan uniformitas sebutan istilah (medical terms))


b. Memudahkan entry data ke database komputer yang tersedia (satu code bisa mewakili beberapa

terminologi yang digunakan para dokter)


c. Menyediakan data yang diperlukan oleh sistem pembayaran/penagihan biaya yang dijalankan/diaplikasi.
d. Memaparkan indikasi alasan mengapa pasien memperoleh asuhan/perawatan/pelayanan (justifikasi

runtunan kejadian)5. Menyediakan informasi diagnoses dan tindakan (medis/operasi) bagi:


- riset,
- edukasi dan
- kajian asesment kualitas keluaran/outcome (legal dan otentik)

3. Langkah-langkah untuk mengkoding:


1. Tentukan jenis pernyataan (Leadterm) yang akan dikode dan rujuk ke Section yang sesuai pada Indeks

Alfabet
2. Tentukan lokasi ‘lead term,’. Untuk penyakit dan cedera
3. Baca dan pedomani semua catatan yang terdapat di bawah ‘lead term’
4. Baca semua term yang dikurung oleh parentheses setelah ‘lead term’
5. Ikuti dengan hati-hati setiap rujukan silang ‘see’ dan ‘see also’ di dalam Indeks
6. Rujuk daftar tabulasi (Volume I) untuk memastikan nomor kode yang dipilih
7. Pedomani setiap term inklusi dan eksklusi di bawah kode yang dipilih, atau di bawah judul bab, blok, atau

kategori.
8. Tentukan kode

4. Prosedur Coding
1) Memberi kode penyakit pada diagnosa pasien yang terdapat pada berkas rekam medis sesuai dengan

ICD 10,
2) Menghubungi dokter yang menangani pasien yang bersangkutan apabila diagnosa pasien tersebut

kurang bisa dimengerti atau tidak jelas


3) Melakukan pengolahan klasifikasi penyakit
4) Memberikan pelayanan kepada dokter atau peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang sesuai

indek penyakit pasien,


5) Hasil diagnosis dari dokter, merupakan diagnosis utama maupun sebagai diagnosa sekunder atau

diagnosa lain yang dapat berupa penyakit komplikasi, maka harus menggunakan buku ICD-10

(International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems Tenth Revision). Untuk

pasien yang dilakukan tindakan operasi, nama operasi tersebut dilengkapi dengan kode-kode operasi

yang dapat ditentukan dengan bantuan buku ICOPIM dan ICD-9-CM (Internasional Classification of

Procedure in Medicine).
6) Dalam mencari kode penyakit dapat dicari berdasarkan abjad nama penyakit yang dapat dilihat di dalam

buku ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems Tenth

Revision).
7) Lalu untuk indexing dilakukan dengan cara komputer. Juga digunakan lembaran kode penyakit yang

sering muncul untuk mempermudah proses pengkodean.

B. AUDITING
1. Pengertian Audit Medis
Dalam upaya memberikan pelayanan prima kepada pasien maka pihak rumah sakit harus terus

menjaga kualitas kerjanya. Untuk menjaga kualitas tersebut cara terbaik adalah dengan melaksanakan

audit medis secara berkala. Dengan demikian kualitas layanan dapat dipantau dengan akurat. Hambatan

dan kesulitan selama proses pelayanan dapat diidentifikasi dengan cepat dan menyeluruh.
Kementerian Kesehatan juga memandang sangat penting pelaksanaan audit medis secara

berkala di rumah sakit. Melalui Kepmenkes No. 496 tahun 2005 tentang Audit Medikdiberikan

penjelasan yang lengkap manfaat dan bagaimana pelaksanaan audit medis di rumah sakit. Dalam tulisan

ini saya mencoba memaparkannya secara ringkas.


Secara umum tujuan dari audit medik adalah tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit.

Sedangkan secara khusus bertujuan untuk melakukan evaluasi mutu layanan medis, mengetahui

penerapan standar pelayanan medis dan melakukan perbaikan-perbaikan pelayanan medis sesuai

kebutuhan pasien dan standar pelayanan medis.


Audit medis meruakan peer review maka pelaksanaannya wajib melibatkan kelompok staf

medis. Sebelumnya pihak rumah sakit harus membentuk tim pelaksana audit medis. Tim tersebut dapat

dibentuk dibawah Komite Medik atau panitia khusus untuk itu. Karena audit medis erat kaitannya

dengan rekam medis maka bagian rekam medis juga harus dilibatkan dalam tim.

2. Langkah-langlah persiapan audit medis adalah sebagai berikut :


1. Rumah sakit menyusun pedoman audit medis, SOP audit serta standar dan kriteria jenis kasus atau jenis

penyakit yang akan dilakukan audit.


2. Rumah sakit membudayakan upaya self assessment pada pelayanan medis.
3. Rumah sakit membuat ketentuan bahwa setiap dokter/dokter gigi wajib membuat rekam medis.
4. Rumah sakit melakukan sosialisasi tentang pelaksanaan audit medis
Selain itu ada persiapan-persiapan lain yaitu ; penetapan standar pelayanan medis, penentuan

literatur untuk rujukan, pengumpulan data (memastikan bahwa data yang diperlukan telah tersedia) dan

yang terakhir berkomitmen untuk melakukan audit secara objektif dan penuh tanggung jawab.

3. Tujuan Audit Medis


 Untuk meningkatkan kualitas pelayanan
 Untuk memastikan kompetensi antara Petugas Medis
 Untuk menjamin keselamatan pasien saat sedang dalam perawatan diruang praktek
 Untuk mengidentifikasi kelemahan dalam manajemen pasien dan langkah-langkah rencana perbaikan.
 Untuk memastikan adanya perawatan yang kontinyu dan kelengkapan sarana prasarana medis.

4. Manfaat Audit Medis


 meningkatkan mutu asuhan pasien,
 mengidentifikasikan kekurangan dalam asuhan klinis pada sarana kesehatan kita,
 dengan tujuan untuk selanjutnya diperbaiki / disempurnakan.

5. Kriteria Audit Medis


a. Standar Kriteria yang ditetapkan terdiri dari :
– kriteria wajib (must do kriteria)
• adalah merupakan kriteria minimum yang absolute dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan sesuai

kebutuhan dan harus dipenuhi oleh setiap dokter.


– kriteria tambahan (should do kriteria.).
• adalah merupakan kriteria-kriteria dari hasil riset yang dapat dibuktikan dan penting.

C. REPORTING
1. Pengertian reporting
Pelaporan rumah sakit merupakan suatu alat organisasi yang bertujuan untuk dapat

menghasilkan laporan secara cepat, tepat dan akurat. Sistem pelaporan di Rumah Sakit pada umumnya

menggunakan sistem desentralisasi yang artinya sistem pelaporan tidak terkoordinasi ruang dan tempat

tidur rawat inap. Laporan-laporan rekam medis tersebut juga dilaporkan kepada Dinas Kesehatan

Kabupaten Kendal. Apabila terjadi keterlambatan penilaian Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal terhadap

rumah sakit akan kurang baik. Manfaat laporan-laporan Rumah Sakit untuk Dinas Kesehatan yaitu untuk

menekan angka kesakitan disuatu wilayah.

2. Jenis laporan yang dibuat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu

a. Laporan internal rumah sakit

Yaitu laporan yang dibuat sebagai masukan untuk menyusun konsep Rancangan Dasar Sistem

Informasi Manajemen Rumah Sakit.

Indikasi laporan adalah :

1) Sensus harian, meliputi

a) Pasien masuk rumah sakit

b) Pasien keluar rumah sakit

c) Pasien meninggal di rumah sakit

d) Lamanya pasien dirawat


e) Hari perawatan

2) Prosentase pemakaian TT

3) Kegiatan persalinan

4) Kegiatan pembedahan dan tindakan medis lainnya

5) Kegiatan rawat jalan penunjang

b. Pelaporan eksternal rumah sakit

Yaitu pelaporan yang wajib dibuat oleh rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku,

ditunjukkan kepada Departemen Kesehatan RI, Kanwil Depkes RI (sekarang , Dinkes Propinsi, Dinkes

Kabupaten/kota.

Pelaporan yang dibuat sesuai kebutuhan Depkes RI, meliputi :

1) Data Kegiatan Rumah Sakit (RL1)

a) Data Dasar Rumah Sakit (RL 1.1)

b) Data Indikator Pelayanan Rumah Sakit (RL1.2)

c) Faslitas Tempat Tidur (RL 1.3)

2) Data Ketenagaan (RL 2)

3) Data Kegiatan Pelayanan Rumah Sakit (RL 3)

a) Kegiatan Pelayanan Rawat Inap (RL 3.1)

b) Kegiatan Pelayanan Rawat Darurat (RL 3.2)


c) Kegiatan Kesehatan Gigi dan Mulut (RL 3.3)

d) Kegiatan Kebidanan (RL 3.4)

e) Kegiatan Perinatologi (RL 3.5)

f) Kegiatan Pembedahan (RL 3.6)

g) Kegiatan Radiologi (RL 3.7)

h) Pemeriksaan Laboratorium (RL 3.8)

i) Pelayanan Rehabilitasi Medik (RL 3.9)

j) Kegiatan Pelayanan Khusus (RL 3.10)

k) Kegiatan Kesehatan Jiwa (RL 3.11)

l) Kegiatan Keluarga Berencana (RL 3.12)

m) Pengadaan Obat, Penulisan & Pelayanan Resep (RL 3.13)

n) Kegiatan Rujukan (RL 3.14)

o) Cara Bayar (RL 3.15)

4) Data Morbiditas/ Mortalitas Pasien (RL 4)

a) Data Keadaan morbiditas Pasien Rawat Inap (RL 4a)

b) Data Keadaan morbiditas Pasien Rawat Inap Penyebab Kecelakaan (RL)

c) Data Keadaan morbiditas Pasien Rawat Jalan (RL 4c)

d) Data Keadaan morbiditas Pasien Rawat Jalan Penyebab Kecelakaan (RL 4d)
5) Data Bulanan (RL 5)

a) Pengunjung Rumah Sakit (RL 5.1)

b) Kunjungan Rawat Jalan (RL 5.2)

c) Daftar 10 Besar Penyakit Rawat Inap (RL 5.3)

d) Daftar 10 Besar Penyakit Rawat Jalan (RL 5.4)

3. Periode Pelaporan

a. (RL 1) dibuat setiap waktu apabila terdapat perubahan data dasar dari rumah sakit.

b. (RL 2), (RL 3), (RL 4) dilaporkan setahun sekali

c. (RL 5) dilaporkan sebulan sekali

4. Saluran Pengirim Laporan

Laporan kegiatan rumah sakit (RL 1) dibuat rangkap 6 yang asli dikirim ke Direktorat Jendral

Pelayanan Medis Bagian Informasi Yanmed rumah sakit Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan

tembusan ditunjukan ke :

a. Ka Kanwil Dep Kes RI(sudah likuidasi)

b. Ka Din Kes Propinsi

c. Ka Din Kes Kabupaten


d. Direktur Rumah Sakit

e. Pertinggal (Arsip)

Sedangkan laporan lainnya (RL 2 s/d RL 5) cukup dibuat rangkap 2 yang asli dikirim ke

Direktorat Jendral Pelayanan Medis Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan tembusannya untuk

Arsip rumah sakit

5. Pelaporan yang dijadwalkan oleh departemen Kesehatan


a. Untuk pelaporan bulanan / tribulan dikirim ke instansi Departemen Kesehatan paling lambat tanggal 15

pada bulan berikutnya.


b. Untuk laporan tahunan dikirim setiap tanggal 15 Januari pada tahun berikutnya.
c. Untuk memenuhi hal tersebut di atas, maka pengumpulan data laporan dari masing-masing unti terkait

ditetapkan paling lambat setiap tanggal 5 pada bulan berikutnya.


d. Khusus untuk pengumpulan data individual morbiditas pasien rawat inap sampling tanggal 1 s/d 10

sesuai bulan pelaporan, formulir dilampirkan dalam berkas RM setelah disi oleh dokter yang merawat

sekurang-kurangnya :

1) Diagnosa

2) Sebabkematian bila pasien meninggal

3) Nama dan tanda tangan dokter

6. Hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan pelaporan berdasarkan sumber daya


a. Man (Manusia)
Keterampilan, pengetahuan, dan sikap dalam melaksanakan sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit.
b. Material (Bahan)
Suatu produk atau fasilitas yang digunakan untuk menunjang tujuan dalam pelaksanaan sistem

pelayanan kesehatan yang ada dirumah sakit.


c. Machine (Peralatan)
Peralatan yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu agar lebih cepat dan efisien dalam menunjang

pelaksanaan kesehatan di rumah sakit.

d. Method (Metode)
Penggunaan metode yang tepat akan membantu tugas-tugas seseorang akan lebih cepat dan ringan

didalam pelaksanaan sistem kesehatan di rumah sakit.


e. Money (Uang/dana)
Hal yang paling berperan untuk mencapai pelaksanaan suatu sistem di rumah sakit agar dapat berjalan

sesuai kebutuhan pasien.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Coding adalah salah satu kegiatan pengolahan data rekam medis untuk memberikan kode dengan huruf

atau dengan angka atau kombinasi huruf dan angka yang mewakili komponen data. Kegiatan dan

tindakan serta diagnosis yang ada dalam rekam medis harus di beri kode dan selanjutnya di indeks agar

memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, managemen,

dan riset bidang kesehatan.

2. Audit medis merupakan peer review maka pelaksanaannya wajib melibatkan kelompok staf medis.

Sebelumnya pihak rumah sakit harus membentuk tim pelaksana audit medis. Tim tersebut dapat

dibentuk dibawah Komite Medik atau panitia khusus untuk itu. Karena audit medis erat kaitannya

dengan rekam medis maka bagian rekam medis juga harus dilibatkan dalam tim.
3. reporting adalah bagian yang bertanggung jawab terhadap analisa data dan informasi RM yang sudah

terkumpul untuk diolah menjadi laporan. Bagian ini merupakan terminal dari kegiatan pencatatan dan

pengolahan data RM.


B. Saran

1. sebaiknya petugas pengkodean (koder) harus teliti dalam mengkode setiap diagnosis penyakit pasien.
2. Perlunya pembaharuan prosedur tetap Pelaporan Rumah Sakit sesuai dengan JUKNIS 2011 SIRS revisi VI.

Sehingga petugas dapat melaksanakan pelaporan sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai