Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

STROKE INFARK TROMBOEMBOLI

PEMBIMBING:
dr. Fuad Hanif, Sp.S

Disusun Oleh:
Neng Angie Rivera
2014730073

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT SYARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANJAR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus mengenai “Stroke Infark” ini tepat pada waktunya. Tidak lupa
penulis mengucapkan terimah kasih kepada dr. Fuad Hanif, Sp.S yang telah membimbing
penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Terima kasih juga kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan


penulisan laporan kasus ini. Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan
bagi penulis pada khususnya.

Banjar, Februari 2019

Neng Angie Rivera

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

STATUS PASIEN................................................................................................................ 1

TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 30

ii
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN:
Nama Pasien : Tn. S
No. Rekam Medik : 400506
Umur : 87 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Sadabumi
Tanggal Masuk IGD : 25 januari 2019

II. ANAMNESIS :
Anamnesis dilakukan dengan metode alloanamnesis pada keluarga pasien di Ruang
Rawat Inap Flamboyan Kelas IIIB Rumah Sakit Umum Kota Banjar.

Keluhan Utama:
lemah anggota gerak kanan sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
5 bulan yang lalu terdapat keluhan lemas anggota gerak kanan yaitu pasien tidak
dapat menggenggam benda, lalu pasien berobat ke mantri dan diberikan obat lalu
seminggu kemudian keluhan membaik. Lalu pasien juga mengeluhkan dalam
kesehariannya terkadang tangan dan kaki pasien suka terasa baal-baal.
1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien terjatuh di rumah anak pasien namun
tidak sampai jatuh terlentang karena pasien pegangan ke pintu. Pasien mengatakan jatuh
karena terasa pusing, setelah jatuh anggota gerak kanan pasien lemah, diketahui karena
pasien dibawa pulang ke rumahnya dengan di bopong karena tidak dapat berjalan. Lalu
keluarga pasien mencari pertolongan ke mantri terdekat lalu mantri mengatakan pasien
harus dibawa ke rumah sakit.
Lalu pasien tiba di IGD RSU banjar + pukul 00.00 dengan keluhan lemah
anggota gerak kanan, pusing, dan berbicara kurang jelas. Namun, pasien masih dapat
diajak berbicara, memahami pembicaraan, dan instruksi. Keluhan demam, mual muntah,
kejang dan penurunan kesadaran disangkal.

1
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat kelemahan pada anggota gerak kanan 5 bulan yang lalu
- Riwayat trauma disangkal
- Riwayat operasi disangkal
- Riwayat penyakit yang harus konsumsi obat-obtan jangka panjang secara rutin
disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung pada keluarga tidak diketahui

Riwayat Pengobatan:
- Obat-obatan yg diberikan oleh puskesmas (+)
- Riwayat pengobatan jangka panjang secara rutin disangkal

Riwayat Alergi:
Riwayat alergi terhadap makanan dan obat disangkal.

Riwayat Psikososial:
Pasien tinggal di rumahnya bersama istri, pasien mempunyai 8 anak yang sudah pisah
rumah bersama pasien. Lingkungan rumah tidak padat dan letaknya di pinggir jalan. Rutinitas
pasien sehari-hari pergi ke sawah untuk bertani, pasien juga setiap bulan rutin ke posyandu
lansia, di posyandu lansia pasien suka diberikan obat namun pasien tidak tahu obat apa
namun setelah minum obatnya pasien merasa pusing dan obat tidak diminum lagi.
Pasien mempunyai kebiasaan merokok dan minum kopi. Pasien merokok dapat lebih dari 10
batang perharinya. Kebiasaan makan pasien 3x sehari.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis, E4V5E6 GCS 15

Tanda Vital

Suhu : 36,50C

Nadi : 90 x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat

Nafas : 20 x/menit, reguler

Tekanan Darah : 180/80 mmHg

2
Status Generalis

Kepala : Normochepal, rambut hitam lurus, tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), darah (-/-)

Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)

Mulut : Mukosa basah (+), sianosis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid (-)

Thoraks

Paru

Inspeksi : Simetris (+/+), retraksi (-/-)

Palpasi : Simetris (+/+) tidak ada yang tertinggal

Perkusi : Sonor (+/+)

Auskultasi : Vesikuler kiri = kanan, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Permukaan rata

Auskultasi : BU (+) Normal

Palpasi : Supel (+), hepatosplenomegaly (-) NTE (-)

Perkusi : Timpani

3
Ekstremitas

Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

IV. STATUS NEUROLOGIS


RANGSANG MENINGEAL
Kaku Kuduk : (-)
Lasegue sign : (-) / (-)
Kernig sign : (-) / (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Brudzinski III : (-)

REFLEK FISIOLOGIS
Reflek bisep : (+/+)
Reflek trisep : (+/+)
Reflek brachioradialis : (+/+)
Reflek patella : (+/+)
Reflek achilles : (+/+)

REFLEK PATOLOGIS
Babinski : (-/-)
Chaddock : (-/-)
Oppenheim : (-/-)
Gordon : (-/-)

FUNGSI MOTORIK
Kekuatan Otot
1 4
1 4

Kesan: Hemiparese ekstremitas dextra

4
FUNGSI SENSORIK

Ekstremitas atas Ekstremitas bawah


Kanan Kiri Kanan Kiri
Nyeri Normal Normal Normal Normal
Raba Normal Normal Normal Normal

FUNGSI VEGETATIF
BAK : Normal
BAB : Sulit. Belum BAB sejak masuk rumah sakit

NERVUS KRANIALIS
N.I (Olfaktorius) :

Dextra Sinistra
Daya Pembauan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.II (Optikus)
N.
Dextra Sinistra
III
Visus Dalam batas normal Dalam batas normal
5/60 5/60
Lapang Pandang Dalam batas normal Dalam batas normal
Optic disc Tidak dilakukan Tidak dilakukan
(Okulomotoris), N. IV (Throklearis), dan N. VI (Abdusens)
Dextra Sinistra
Ptosis (-) (-)
Pupil
a. Bentuk Bulat Bulat
b. Diameter
3 mm 3 mm
c. Reflex Cahaya
Direk
Indirek
(+) (+)
(+) (+)
Gerak bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal

5
N.V (Trigeminus)
Dextra Sinistra
Motorik
Mengunyah (+) (+)
Sensibilitas
a. Oftalmikus (+) (+)
b. Maksila
(+) (+)
c. Mandibula
(+) (+)
Reflex
Kornea (+) (+)
N.VII (Facial)
Dextra Sinistra
Motorik
a. Mengangkat alis (+) (+)
b. Menutup mata
(+) (+)
c. Menyeringai
(+) Plika Nasolabialis (+) Plika Nasolabialis
Sensorik
a. Daya kecap lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2/3 depan
N.VIII (Vestibulokoklearis)
Dextra Sinistra
Pendengaran
a. Test bisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Test Rinne
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Test Weber
d. Test Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. Berdiri dengan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
mata terbuka
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
f. Berdiri dengan
mata tertutup
Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.IX (Glosofaringeus) dan N.X (Vagus)


Arkus faring
a. Pasif Simetris
b. Gerakan aktif
Simetris
Uvula
a. Pasif Simetris
b. Gerakan aktif
Simetris
6
Disfonia (-)
Disfagia (-)
N. XI (Assesorius)
Dextra Sinistra
Memalingkan kepala (+) (+)
Mengangkat bahu (+) (+)
N.XII (Hypoglosus)
Posisi lidah Deviasi (-)
Papil lidah (+)
Atrofi otot lidah (-)
Fasikulasi lidah (-)
SKORRING

ASGM

Pada pasien didapatkan:

penurunan kesadaran: (-)

nyeri kepala: (+)

refleks babinski: (-)

Kesimpulan : Stroke Perdarahan

SIRIRAJ SCORE

(2,5 x S) + (2 x M) + (2 X N) + (0,1 x D) – (3 x A) - 12

S : Kesadaran 0 = kompos mentis


1 = somnolen

7
2 = stupor/koma
M : muntah 0= tidak ada
1 = ada
N : Nyeri kepala 0 = tidak ada
1 = ada
D : Tekanan diastolik
A : ateroma 0 = tidak ada
1 = salah satu atau lebih (DM, angina, penyakit pembuluh darah)
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 1) + (0,1 x 80) – (3 x 1) – 12 = -5

Kesimpulan : stroke infark

V. RESUME
Tn. S 87 tahun datang ke IGD RSU Banjar dengan keluhan hemiparese dextra sejak 1
hari SMRS, sebelum keluhan dirasakan terdapat pusing, dan hampir terjatuh. Selain
hemiparese dextra terdapat disartria pada pasien. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi.
Pada riwayat terdahulu pasien pernah merasa kelemahan pada anggota gerak kanan + sejak 5
bulan yang lalu, pada riwayat pengobatan pasien suka konsumsi obat-obatan yang di berika di
puskesmas. Pasien juga mempunyai kebiasaan merokok dan minum kopi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 180/80 mmHg, pada pemeriksaan
kekuatan motorik didapatkan hemiparese dextra, parese N XII.
Pada perhitungan siriraj score didapatkan hasil infark otak, pada algoritma stroke
gajam mada didapatkan hasil perdarahan otak

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Stroke infark tromboemboli sistem karotis sinistra dengan faktor resiko hipertensi
2. Stroke perdarahan sistem karotis sinistra dengan faktor resiko hipertensi

VII. DIAGNOSIS KERJA


Stroke infark tromboemboli system karotis sinistra dengan faktor resiko hipertensi

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan darah lengkap
2. GDS
3. Fungsi ginjal (ureum, creatinine)
4. EKG
5. Rontgen thoraks AP
6. CT-scan nnn kontras

IX. TATALAKSANA

a. IVFD Asering 20 tpm


b. Citicholin 2x500mg
c. Asam folat 1x1

8
LAB
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN HASIL
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 14-17,5 g/dL
Leukosit 5,5 4,4-11,3 ribu/mm3
Trombosit 287 150-450 ribu/mm3
Hematokrit 35 40-52 %
Eritrosit 4,1 4,5-5,9 juta/uL
MCV 85 80-96 fl
MCH 28 26-33 pq
MCHC 32 32-36 %
Tgl 26/01/2019
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah
Glukosa Darah Sewaktu 54 < 160 mg/dL
Fungsi Hati
AST (SGOT) 19 <37 U/l
ALT (SGPT) 21 <31 U/l
Fungsi Ginjal
Kreatinin 1.1 0.8 – 1.3 mg/dl
Ureum 21 15 - 50 mg/dl

EKG

9
Kesan : normal

Foto Thorax AP

Kesan : normal

10
FOLLOW UP

Kesan: tampak gambaran old hipodens multiple di sistem karotia kanan dan kiri, tampak juga
gambaran hipoden baru di sistem karotis kiri.

11
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI STROKE
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan
cacat atau kematian. Stroke adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa
gangguan fungsi otak secara fokal atau global, yang dapat menimbulkan kematian
atau kelainan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan
vaskuler. Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang membawa darah dan oksigen ke
otak mengalami penyumbatan dan ruptur, kekurangan oksigen menyebabkan fungsi
control gerakan tubuh yang dikendalikan oleh otak tidak berfungsi (American Heart
Association [AHA].
Tromboemboli sendiri berasal dari kata trombus dan emboli. Trombus adalah
plak yang menempel pada pembuluh darah yang memuat penumpukan lipid. Jika
trombus terlepas dari lapisan endotel dan berjalan pada aliran darah disebut emboli.

B. ANGKA KEJADIAN
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah
penyakit jantung koronen dan kanker di negara-negara berkembang. Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh
dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara yang sedang berkembang.
Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta
diantaranya meninggal dalam 12 bulan.
Insiden stroke atau angka kejadian stroke di seluruh dunia adalah 180 per
100.000 penduduk per tahun, atau hampir 0,2%. Sedangkan prevalensinya sekitar
500-600 per 100.000 penduduk, atau sekitar 0,5%.

C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik
yaitu trombosis serebri atau emboli serebri.

13
1. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya,
biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur
dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul
progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.

2. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya
oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio
arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan
ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau
pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai
mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut

D. FAKTOR RESIKO

1. Faktor Definitif
• Usia
Pembentukan ateroma terjadi seiring bertambahnya usia, dimana stroke paling
sering terjadi pada usia lebih dari 65 tahun, tetapi jarang terjadi pada usia dibawah
40 tahun. Dikatakan bahwa proses pembentukan ateroma tersebut dapat terjadi 20
- 30 tahun tanpa menimbulkan gejala.
• Jenis kelamin pria
Stroke lebih sering terjadi pada pria. Diperkirakan bahwa insidensi stroke pada
wanita lebih rendah dibandingkan pria, akibat adanya estrogen yang berfungsi
sebagai proteksi pada proses aterosklerosis. Di lain pihak pemakaian hormon
estrogen dosis tinggi menyebabkan peningkatan kematian akibat penyakit
kardiovaskuler pada pria. Oleh karena itu faktor
ini sebenarnya masih diperdebatkan.
• Tekanan darah tinggi
Merupakan faktor yang penting pada pathogenesa terjadinya stroke iskemia
dan perdarahan. Biasanya berhubungan dengan tingginya tekanan diastolik.
Mekanismenya belum diketahui secara pasti, tetapi adanya tekanan darah yang
tinggi menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah dan meningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap lipoprotein.

14
• Merokok
Merokok merupakan faktor resiko yang independen. Mekanisme terjadinya
ateroma tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi kemungkinan akibat:
- Stimulasi sistim saraf simpatis oleh nikotin dan ikatan O2 dengan hemoglobin
akan digantikan dengan Karbonmonoksida
- Reaksi imunologi direk pada dinding pembuluh darah
- Peningkatan agregasi trombosit
- Peningkatan permeabilitas endotel terhadap lipid akibat zat-zat yang terdapat
di dalam rokok.
• Diabetes mellitus
Diabetes mellitus sindroma klinis heterogen yang ditandai oleh peninggian
kadar glukosa darah kronis. Salah satu penyulit vaskuler pada penderita ini adalah
penyakit pembuluh darah serbral. Hiperlikemi kronis akan menimbulkan
glikolisasi protein-protein dalam tubuh. Bila hal ini berlangsung hingga
berminggu-mingu, akan terjadi AGES (advanced glycosylate end products) yang
toksik untuk semua protein.
• Peningkatan fibrinogen plasma
Fibrinogen berhubungan dengan pembentukan aterogenesis dan pembentukan
trombus arteri.
• Profil lipid darah
Produk kolesterol didalan darah yang terbanyak adalah Low Density
Lipoprotein (LDL), LDL ini meningkat dengan adanya proses aterosklerosis.
Sedangkan High Density Lipoprotein (HDL) merupakan proteksi terhadap
terbentuknya aterosklerosis akibat fasilitas
pembuangan (disposal) partikel kolestrol.

2. Posibel

Aktifitas fisik yang rendah


Pada pekerja dengan aktifitas fisik yang berat menimbulkan penurunan angka
kejadian penyakit kardiovaskuler. Hal ini disebabkan karena, pada pekerja berat,
akan terjadi penurunan tekanan darah akibat kehilangan berat badan, dan
menyebabkan penurunan denyut nadi, peningkatan kolesterol HDL, penurunan
kolesterol LDL, memperbaiki toleransi glukosa, perubahan kebiasaan buruk
seperti merokok.

15
Peningkatan hematokrit
Biasanya akibat peningkatan sel darah merah dengan peningkatan fibrinogen
darah yang menyababkan peningkatan viskositas darah. Hal ini menyebabkan
kelainan patologis yang akan menyebabkan penyempitan arteri penetrasi yang
berukuran kecil, dan arteri serebri yang besar mengalami stenosis yang berat.
Obesitas
Obesitas menjadi faktor resiko biasanya berhubungan dengan tingginya
tekanan darah, gula darah, dan lipid serum.
Diet
Pada makanan yang paling menentukan angka kejadian penyakit
kardiovaskuler adalah konsumsi garam yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah. Jika pada penderita kelainan vaskuler akibat konsumsi minuman
yang mengandung kafein, hal ini disebabkan karena adanya efek hiperlipidemia
pada minuman kopi.
Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terhambatnya proses fibrinolisis, biasanya terjadi
pada penderita dengan hipertensi dan diabetes mellitus
E. PATOFISOLOGI INFARK TROMBOEMBOLI
Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah ekstrakranial dapat lisis
akibat mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah, yang menyebabkan
terbentuknya emboli, yang akan menyumbat arteri yang lebih kecil, distal dari
pembuluh darah tersebut. Trombus dalam pembuluh darah juga dapat akibat
kerusakan atau ulserasi endotel, sehingga plak menjadi tidak stabil dan mudah lepas
membentuk emboli. Emboli dapat menyebabkan penyumbatan pada satu atau lebih
pembuluh darah. Emboli tersebut akan mengandung endapan kolesterol, agregasi
trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat
pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan
umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah.
Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama pembuluh darah di otak) akan
meyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan ini tergantung pada adanya
pembuluh darah yang adekuat.
Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima perdarahan
15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang diperlukan tubuh
manusia, sebagai energi yang diperlukan untukmenjalankan kegiatan neuronal. Energi

16
yang diperlukan berasal dari metabolisme glukosa, yang disimpan di otak dalam
bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit, dan
memerlukan oksigen untuk metabolisme tersebut, lebih dari 30 detik gambaran EEG
akan mendatar, dalam 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit maka
kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9 menit, manusia akan meninggal.
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan
untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K ATP ase,
sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang CES sementara
ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi
lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran
sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang
menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi
menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang
hingga dibawah 0,10 ml/100 gr/menit.
Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan
fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan
edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat
terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan
kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah infark.
Peranan ion Ca pada sejumlah proses intra dan ekstra seluler pada keadaan ini sudah
makin jelas, dan hal ini menjadi dasar teori untuk mengurangi perluasan daerah
iskemi dengan mengatur masuknya ion Ca.

F. GEJALA KLINIS
- Hemiparese unilateral
- Hipestesia ipsilateral / kontralateral
- Onset saat sedang beristirahat
- Tidak ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial
- Bersifat worsening
- Afasia

G. PEMERIKSAAN SKOR

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital.

17
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit
neurologis, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun tanda-
tanda ransang meninges.

Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :

Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score :

Keterangan :
1. SSS > 1 : stroke hemoragik
18
2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
3. SSS < -1 : stroke infark

Skore Stroke Siriraj

(2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit


kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) – (3 x
penanda ateroma) – 12
Keterangan
 Derajat kesadaran Nyeri kepala
 Komposmentis = 0 - Ada = 1
 Somnolen =1 - Tidak ada = 0
 Sopor/koma =2
 Vomitus
 Ada =1
 Tidak ada = 0
 Ateroma (diabetes, angina, penyakit pembuluh darah )
 Ada =1
 Tidak ada =0
Hasil
Skor > 1 : perdarahan intraserebral
Skor < 1 : infark serebri

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan
etiologi yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi.
Pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan
kadar gula darah, dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia. CT-
scan juga diperlukan sebagai gold standart.
I. MANAJEMEN TERAPI
Memperhatikan airway, breathing, dan circulation. Pemberian anti agregasi

trombosit seperti clopidogrel 1 x 75mg / hari. Rekomendasi pengobatan stroke

didasarkan pada perbedaan antara keuntungan dan kerugian dalam tatalaksana yang

diberikan. Fibrinolitik dengan rTPA secara umum memberikan keungtungan reperfusi

dari lisisnya trombus dan perbaikan sel serebral yang bermakna. Pemberian

fibrinolitik merupakan rekomendasi yang kuat diberikan sesegera mungkin setelah

19
diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan (awitan 3 jam pada pemberian intravena

dalam 6 jam pemebrian intraarterial).


Pemberian IV rTPA dosis 0,9 mg/KgBB (maksimum 90 mg), 10% dari dosis total

diberikan sebagai bolus inisial, dan sisanya diberikan sebagai infus selama 60 menit,

terapi tersebut harus diberikan dalam rentang waktu 3 jam dari onset. Trombolisis

intraarterial merupakan terapi alternatif pada pasien tertentu dengan stroke berat,

onset <6 jam dan disebabkan oleh penyumbatan arteri serebri media yang tidak

memenuhi syarat untuk pemberian trombolisis intravena. Adapun pemberian

neuroprotektor dibutuhkan pada pasien stroke untuk membantu memperbaiki saraf

yang mengalami gangguan. Mobilisasi dan gangguan afasia (berbicara) dilakukan

dengan bantuan physiotherapy yang bekerjasama dengan dokter rehab medik.


J. Penatalaksanaan hipertensi pada pasien stroke infark akut

Penurunan tekanan darah pada stroke akut akan memperkecil kemungkinan


terjadinya edema serebral, transformasi perdarahan, mencegah kerusakan vaskular
lebih lanjut dan terjadinya serangan stroke ulang (early recurrent stroke). Akan tetapi,
disisi lain, penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat mengakibatkan penurunan
perfusi serebral sehingga kerusakan daerah iskemik di otak akan menjadi semakin
luas. Terlebih pada hipertensi kronik dengan kurva perfusi (tekanan darah – aliran
darah ke otak) bergeser ke kanan, Penurunan tekanan darah pada kondisi seperti ini
akan semakin mengakibatkan penurunan perfusi serebral.

Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke akut berdasarkan Guideline Stroke


Tahun 2011 perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia,adalah penurunan tekanan
darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak di anjurkan, karena
kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologik. Pada sebagian besar pasien,
tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan
serangan stroke. Guideline stroke tahun 2011 merekomendasikan penurunan tekanan
darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan
memperhatikan beberapa kondisi dibawah ini :

20
1. Pada pasien stroke iskemia akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah
sistolik > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Pada pasien
stroke iskemik akut yang diberi terapi trombolitik (rTPA), tekanan darah sistolik
diturunkan hingga < 185 mmHg dan tekanan darah diastolik < 110 mmHg. Obat
antihipertensi yang digunakan adalah Labetolol, Nitropruside, Nikardipin atau
Diltiazem intravena.

2. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila tekanan darah sistolik >
200 mmHg atau mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah
diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinyu
dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.

3. Apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai
dengan gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan
tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu atau intermitten dengan pemantauan
tekanan perfusi serebral > 60 mmHg.

4. Apabila tekanan darah sistole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai
gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan
secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau
intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110
mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada Studi INTERACT 2010,
penurunan tekanan darah sistole hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.

Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya,
misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan
ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15 – 25% pada jam pertama
dan tekanan darah sistolik 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama

K. PENCEGAHAN STROKE

1. Pencegahan Primordial

21
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko
stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial
dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye
tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang
dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat
dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan
informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik
dan billboard.

2. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko


stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan
gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:

- Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan,


obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.

- Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.

- Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium,


infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vascular
aterosklerotik lainnya.

- Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran,


buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan
beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan
susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.

3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita


stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar
stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:

22
- Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan
sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar
antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan
faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan
katup) dan kondisi koagulopati yang lain.

- Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi


trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra
indikasi terhadap asetosal (aspirin).

- Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat
hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi
obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti
mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.

L. PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan
komplikasi yang timbul. Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran
status neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar
10% pasien dengan stroke infark akan membaik dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk
pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung coroner.

23
24
DAFTAR PUSTAKA

1. Fitzsimmons BM. Cerebrovascular Disease: Ischemic Stroke. In: Brust, J.C.M., (ed).
Current Diagnosis and treatment in Neurology. New York:Mc Graw-Hill. 2007
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas
2013. Kementerian Kesehatan RI. 2013.
4. Chandra, B. Stroke dalam nurology klinik. Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK
UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1994. P. 28-51. Diunduh dari pubmed pada tanggal 2 Juli 2018

5. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan


peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology. 2nd edition. Editor: Harsono.
Yogyakarta: Gadjah Mada university press; 2005. P. 81-3. Diunduh dari pubmed pada
tanggal 2 Juli 2018
6. Gilroy J. Cerebrovascular Disease. In: Gilroy J Basic Neurology, 3rd edition. New
York: McGraw Hill; 2000. P. 225-8.

7. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 2. EGC.
Jakarta. 2006: 1110-19

8. Smith WS, English JD, Johnston SC. Cerebrovascular diseases in harrison’s neurology in
clinical medicine. 3rd edition. New York: Mcgraw Hill; 2013. P. 261.

25

Anda mungkin juga menyukai