MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metode Penelitian yang diampu
oleh Dr. Rina Marina, M.P
Oleh :
Puji syukur penulis panjatkan kejadirat Allat SWT karena dengan rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul Taksonomi Bloom
sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Metode Penelitian.
1. Dr. Rina Marina, M.P selaku dosen mata kuliah Metode Penelitian;
2. Dr. Ir. H. Iskandar Muda P, M.T. selaku asisten dosen mata kuliah Metode
Penelitian;
3. Rekan-rekan seangkatan yang telah memotivasi penulis untuk
menyelesaikan penyusunan makalah ini;
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun
1956, sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom". Taksonomi bloom merujuk pada
tujuan pembelajaran yang diharapkan agar dengan adanya taksonomi ini para pendidik dapat
mengetahui secara jelas dan pasti apakah tujuan instruksional pelajaran bersifat kognitif, afektif
atau psikomotor. Taksonomi berarti klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari
klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian sampai pada kemampuan
berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.
Selanjutnya, untuk lebih memahami taksonomi bloom, dalam makalah ini yang berjudul
“Taksonomi Bloom” akan membahas beserta hal-hal yang terkait di dalamnya.
1.3 Tujuan
1
2
Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu “tassein” yang berarti untuk
mengklasifikasi dan “nomos” yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai klasifikasi
berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Di mana taksonomi yang lebih
tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik. Semua hal
yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian, sampai pada kemampuan berfikir dapat
diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.
1. Menurut John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal
ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang
muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan
kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang
belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
2. Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian
yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang
bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional
dan kemanusiaan dari manusia.
3. Menurut Frederick J. Mc Donald, pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan
untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap
tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh sesorang.
4. Menurut M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap
pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu
keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia : "pendidikann proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik;"
3
4
2. Ensiklopedi Wikipedia: Education is a social science that encompasses teaching and learning
specific knowledge, beliefs, and skills. The word education is derived from the Latin educare
meaning "to raise", "to bring up", "to train", "to rear", via "educatio/nis", bringing up, raising.
1. UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989 : "Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/latihan bagi peranannya di masa yang
akan datang";
2. UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat
Taksonomi pendidikan lebih dikenal dengan sebutan “Taksonomi Bloom”. Taksonomi ini
pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956. Sejarahnya
bermula ketika pada awal tahun 1950-an, dalam Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika, sebagai
kelanjutan kegiatan serupa tahun 1948, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa
persentase terbanyak butir soal evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di sekolah hanya
meminta siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Hapalan tersebut sebenarnya merupakan
taraf terendah kemampuan berpikir (menalar, “thinking behaviors”). Artinya, masih ada taraf lain
yang lebih tinggi. Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl kemudian pada tahun 1956
merumuskan ada tiga golongan domain kemampuan (intelektual, “intellectual behaviors”) yaitu
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di
antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain
itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.
Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal ini,
tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari
setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan
secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang
paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku
dari tingkat yang lebih rendah. penjelaskan ketiga domain tersebut adalah:
Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian
pertama berupa Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan
Intelektual (kategori 2-6).
a. Pengetahuan ( Knowledge ).
b. Pemahaman ( Comprehension ).
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel,
diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa
yang diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart, dan sebagainya.
c. Aplikasi ( Application ).
d. Analisis ( Analysis ).
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan
membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali
pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari
sebuah skenario yang rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah
penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab,
dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yang ditimbulkan.
e. Sintesis ( Synthesis ).
6
Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur
atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau
informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Sebagai contoh, di
tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan
tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas
produk.
f. Evaluasi ( Evaluation )
a. Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
b. Kesiapan (Set).
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
c. Merespon (Guided Response).
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan
gerakan coba-coba.
d. Mekanisme ( Mechanism ).
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan
cakap.
e. Respon Tampak yang Kompleks ( Complex Overt Response ).
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.
f. Penyesuaian ( Adaptation ).
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.
g. Penciptaan ( Origination ).
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman serta teknologi. Salah seorang murid
Bloom yang bernama Lorin Anderson merevisi taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil
perbaikannya dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama “Revisi Taksonomi Bloom”. Dalam
revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata kerja. Masing-
masing kategori masih diurutkan secara hirarkis, dari urutan terendah ke yang lebih tinggi.
Perbedaannya yaitu, sebagai berikut:
Perubahan terjadi pada level 1 yang semula sebagai “knowledge” (pengetahuan) berubah
menjadi “remembering” (mengingat). Perubahan terjadi juga pada level 2,
yaitu“comprehension” yang dipertegas menjadi “understanding” (paham, memahami). Level 3
diubah sebutan dari “application” menjadi “applying” (menerapkan). Level 4 juga diubah
sebutan dari “analysis” menjadi “analysing” (menganalisis). Perubahan mendasar terletak pada
level 5 dan 6. “Evaluation” versi lama diubah posisinya dari level 6 menjadi level 5, juga dengan
perubahan sebutan dari “evaluation” menjadi“evaluating” (menilai). Level 5 lama,
yaitu “synthesis” (pemaduan) hilang, tampaknya dinaikkan levelnya menjadi level 6 tetapi dengan
perubahan mendasar, yaitu dengan nama “creating” (mencipta).
Pada ranah kognitif kemampuan berpikir analisis dan sintesis diintegrasikan menjadi analisis saja.
Dari jumlah enam kategori pada konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya karena Lorin
8
memasukan kategori baru yaitu creating yang sebelumnya tidak ada. Lorin Anderson merevisi
taksonomi Bloom tentang aspek kognitif menjadi dua dimensi, yaitu:
1. Dimensi proses kognitif merupakan aspek sintesis digabungkan dengan aspek analisis atau
evaluasi dan ditambahkannya aspek kreasi (kreativitas) diatas aspek evaluasi. Indikator-
indikatornya adalah membangun atau mengkonstruksi(generating),
merencanakan (planning), menghasilkan (producing).
2. Dimensi pengetahuan merupakan aspek-aspek dari dimensi pengetahuan pada revisi
Taksonomi Bloom meliputi:
a. Pengetahuan faktual (factual knowledge) yang meliputi aspek-aspek pengetahuan
tentang istilah dan pengetahuan “specifik detail” dan “elements”.
b. Pengetahuan konseptual (conceptual knowledge) yang meliputi: pengetahuan
tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi dan
pengetahuan tentang teori, model dan struktur.
c. Pengetahuan prosedural (procedural knowledge) yang meliputi: pengetahuan
tentang keterampilan materi khusus (subject-specific) dan algoritmanya,
pengetahuan tentang teknik dan metode materi khusus (subject-specific),
pengetahuan tentang kriteria untuk memastikan kapan menggunakan prosedur yang
tepat.
d. Pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) yang meliputi: pengetahuan
strategik (strategic knowledge), pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif termasuk
kontekstual dan kondisional, pengetahuan diri (self-knowledge).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, diantaranya adalah
minimnya contoh-contoh aplikasian taksonomi. Oleh karena itu, saran penulis kepada para
pembaca yang ingin mengembangkan makalah ini adalah diharapkan menambah beberapa contoh
taksonomi, sehingga memberikan gambaran secara lebih lengkap dan nyata tentang taksonomi.
9
DAFTAR PUSTAKA
Yopayopi. (2017, 07 Maret). Taksonomi Bloom Dan Perannya Dalam Pembelajaran. Diperoleh
22 Maret 2018, dari http://yopayopi.blogspot.co.id/2017/03/makalah-taksonomi-bloom-
dan-perannya.html
Enggar. (2016, 23 Juni). Kata Kerja Operasional (Baru) Taksonomi Bloom. Diperoleh 22 Maret
2018, dari http://enggar.net/2016/06/kata-kerja-operasional-baru-taksonomi-bloom/
Santisusanti (2013, 10 Desember). Taksonomi Bloom (Ranah Kognitif, Afektif, Dan Psikomotor)
Serta Identifikasi Permasalahan Pendidikan Di Indonesia. Diperoleh 22 Maret 2018, dari
https://santisusanti1995.wordpress.com/2013/12/10/taksonomi-bloom-ranah-kognitif-
afektif-dan-psikomotor-serta-identifikasi-permasalahan-pendidikan-di-indonesia/
10
LAMPIRAN
11
12