Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

“Taksonomi Bloom”

disusun untuk melengkapi tugas-tugas


mata kuliah Konstruksi Test

DI SUSUN
OLEH :

SAMUEL SITORUS
NPM :1909110014

Universitas Muhammadiyah Banda Aceh

2021

Alamat: Jl. Muhammadiyah No. 91, Batoh, Lueng Bata,

Kota Banda Aceh, Aceh (0651) 21024


KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmatNya penulis dapatmenyelesaikan makalah mengenai“TaksonomiBloom”. Penulis mengha
rapkan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, terutama dalam hal
melakukan kegiatan pembelajaran.
            Penulis menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan terdapat
berbagai kekeliruan serta masih membutuhkan pengembangan lebih lanjut. Oleh karena itu,
saran dan kritik sangat penulis harapkan guna menambah wawasan dan agar
nantinya penulis dapat membuat makalah yang lebih baik.
            Pada akhirnya penulis berharap agar makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.
Om Santih, Santih, Santih Om.

Banda Aceh, 02 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………i
Daftar Isi…………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang…………………………………………........................1
1.2  Rumusan Masalah……………………………………………………….2
1.3  Tujuan…………………………………………………………………...2
1.4  Manfaat………………………………………………….......................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Taksonomi Bloom……………………………………………...3
2.2 Konsep Dasar Taksonomi Bloom…………………………………........4
2.3 Revisi Taksonomi Bloom……………………………………………….4
2.4 Alasan Taksonomi bloom Diubah………………………......................7
2.5 Dimensi Pengetahuan Taksonomi Bloom………………......................8
2.6 Dimensi Proses Kognitif dalam Revisi Taksonomi Bloom…………….14
2.7 Penggunaan Tabel Taksonomi Pendidikan……………………………..23
BAB III PENUTUP
3.1.Simpulan………………………………………………………………..31
3.2. Saran…………………………………………………………………...34
BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Nomotr 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesertta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagaamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan lebih daripada pengajaran, karena
pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi
nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Perbedaan pendidikan
dan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan
kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian.
Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal
ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang
berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah
laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga
tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah.
Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun
1956, sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom". Taksonomi bloom merujuk
pada tujuan pembelajaran yang diharapkan agar dengan adanya taksonomi ini para pendidik
dapat mengetahui secara jelas dan pasti apakah tujuan instruksional pelajaran bersifat kognitif,
afektif atau psikomotor. Taksonomi berarti klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang
mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian sampai pada
kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut.
1)      Bagaimana sejarah taksonomi bloom?
2)      Bagaimana konsep dasar taksonomi bloom?
3)      Bagaimana revisi taksonomi bloom?
4)      Apa Alasan taksonomi bloom dirubah?
5)      Bagaimana dimensi pengetahuan taksonomi bloom?
6)      Bagaimana proses kognitif dalam revisi taksonomi bloom?
7)      Bagaimana penggunaan tabel taksonomi pendidikan?
1.3  Tujuan
1)   Memahami sejarah taksonomi bloom.
2)   Memahami konsep dasar taksonomi bloom.
3)   Memahami revisi taksonomi bloom.
4)   Mengetahui taksonomi bloom dirubah.
5)   Mengetahui dimensi pengetahuan taksonomi bloom.
6)   Mengetahui proses kognitif dalam revisi taksonomi bloom.
7)   Mengetahui penggunaan tabel taksonomi pendidikan.

1.4  Manfaat
Dengan memahami taksonomi bloom pendidik dimudahkan dalam merancang, melaksanakan,
dan menilai pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Taksonomi Bloom


            Menurut uraian Siahan dan Rangkuti (2017:3) taksonomi berasal dari dua kata dalam
bahasa Yunani yaitu tassein yang berarti mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Jadi
Taksonomi berarti hierarkhi klasifikasi atas prinsip dasar atau aturan. Istilah ini kemudian
digunakan oleh Benjamin Samuel Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan yang melakukan
penelitian dan pengembangan mengenai kemampuan berpikir dalam proses pembelajaran.
Bloom, lahir pada tanggal 21 Februari 1913 di Lansford, Pennsylvania dan berhasil meraih
doktor di bidang pendidikan dari The University of Chicago pada tahun 1942. Ia dikenal sebagai
konsultan dan aktivis internasonal di bidang pendidikan dan berhasil membuat perubahan besar
dalam sistem pendidikan di India. Ia mendirikan the International Association for the Evaluation
of Educational Achievement, the IEA dan mengembangkan the Measurement, Evaluation, and
Statistical Analysis (MESA) program pada University of Chicago. Di akhir hayatnya, Bloom
menjabat sebagai Chairman of Research and Development Committees of the College Entrance
Examination Board  dan The President of the American Educational Research Association. Ia
meninggal pada 13 September 1999.
            Sejarah taksonomi bloom bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam Konferensi Asosiasi
Psikolog Amerika, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa dari evaluasi hasil belajar
yang banyak disusun di sekolah, ternyata  persentase terbanyak butir soal yang diajukan hanya
meminta siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Akhirnya pada tahun 1956, Bloom,
Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka konsep kemampuan
berpikir yang dinamakan Taxonomy Bloom. Jadi, Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi
yang mengidentifikasikan skills mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi.

2.2 Konsep Dasar Taksonomi Bloom


            Menurut Juhrodin dalam artikel Revisi Taksonomi Bloom  konsep Taksonomi Bloom
dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan.
Konsep ini mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik.

            Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan keahlian


mentalitas. Ranah afektif meliputi fungsi yang berkaitan dengan sikap dan perasaan. Sedangkan
ranah psikomotorik berkaitan dengan fungsi manipulatif dan kemampuan fisik.

            Ranah kognitif menggolongkan dan mengurutkan keahlian berpikir yang


menggambarkan tujuan yang diharapkan. Proses berpikir mengekspresikan tahap-tahap
kemampuan yang harus siswa kuasai sehingga dapat menunjukan kemampuan mengolah
pikirannya sehingga mampu mengaplikasikan teori ke dalam perbuatan. Mengubah teori ke
dalam keterampilan terbaiknya sehinggi dapat menghasilkan sesuatu yang baru sebagai produk
inovasi pikirannya. Untuk lebih mudah memahami taksonomi bloom, maka dapat dideskripsikan
dalam dua pernyataan di bawah ini:

1)   Memahami sebuah konsep berarti dapat mengingat informasi atau ilmu mengenai konsep itu.
2)   Seseorang tidak akan mampu mengaplikasikan ilmu dan konsep jika tanpa terlebih dahulu
memahami isinya.

2.3  Revisi Taksonomi Bloom


            Siahaan dan Mika (2017:4) menyatakan pada tahun 1994, salah seorang murid Bloom,
Lorin Anderson Krathwohl dan para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki taksonomi
Bloom agar sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan tersebut baru dipublikasikan pada
tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. 

            Dalam bidang pendidikan tujuan-tujuan yang dirumuskan mengindikasikan apa yang
guru inginkan pada siswa mempelajarinya. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru dimaksudkan
mencapai tujuan pembelajaran. Saat ini rumusan tujuan pendidikan oleh Badan Nasional Standar
Pendidikan (BNSP) tertuang dalam Standar Isi dan diperinci dalam Standar Kompetensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD) sesuai dengan mata pelajaran dan tingkat satuan pendidikan. Guru
diberikan tugas menyusun indikator-indikator ataupun tujuan pembelajarannya yang lebih mudah
dipahami dan diukur berdasarkan dari SK dan KD.

            Jika dalam taksonomi Bloom hanya memiliki satu dimensi, sedangkan taksonomi revisi
ini memiliki dua dimensi yaitu proses kognitif dan pengetahuan., Dalam revisi taksonomi Bloom
ada beberapa hal yang mennjadi fokus utama diantaranya bagaimana memilih dan merancang
instrumen-instrumen asesmen yang menghasilkan informasi yang akurat tentang seberapa bagus
hasil belajar siswa sehingga guru dapat yakin bahwa tujuan, aktivitas pembelajaran dan
asesmennya saling bersesuaian.

            SK dan KD yang dirumuskan oleh BNSP masih bersifat umum dan belum terukur,
sehingga guru perlu merumuskan indikator/tujuan pencapaian hasil belajar siswa yang lebih
rinci. Tabel taksanomi dapat dipakai untuk mengkategorikan tujuan-tujuan, supaya guru-
guru menarik kesimpulan yang tepat tentang tujuan-tujuan pendidikan. Jika guru menggunakan
tabel taksonomi, maka mereka dapat secara jelas melihat tujuan-tujuan pembelajaran dan
hubungan-hubungan diantara tujuan-tujuan itu.

            Tujuan pendidikan perlu dikategorikan karena beberapa alasan:

1)   Kategorisasi dalam kerangka berpikir ini memungkinkan para pendidik mengkaji tujuan-tujuan
pendidikan dari kaca mata siswa.
2)   Kategorisasi dengan kerangka berpikir ini membantu para pendidik memikirkan berbagai
kemungkinan dalam pendidikan.
3)   Kategorisasi dengan kerangka pikir ini membantu para pendidik melihat hubungan integral
antara proses kognitif yang inheren dalam tujuan pendidikan.
4)   Mampu menjawab pertanyaan tentang asesmen.
            Terdapat perbedaan antara aktivitas dan tujuan pembelajaran. Aktivitas merupakan alat
untuk mencapai tujuan. Tujuan menentukan hasil-akibat-akibat dan perubahan-perubahan yang
diharapkan. Aktivitas-aktivitas pembelajaran seperti membaca buku, mendengarkan, melakukan
eksperimen, berkaryawisata-semua ini merupakan cara untuk mencapai tujuan.Untuk
merumuskan tujuan pembelajaran, harus diketahui terlebih dahulu pengetahuan dan proses
kognitif yang mesti dipelajari dandimiliki.                                                                                                                 
            Revisi Taksonomi Bloom diajukan secara umum untuk lebih melihat ke depan (ahead of
time) dan merespon tuntutan berkembangnya komunitas pendidikan, termasuk pada
bagaimana anak-anak berkembang dan belajar serta bagaimana guru menyiapkan bahan
ajar,seluruhnya mengalami perkembangan yang signifikan bila dibandingkan denganempat puluh
tahun yang lalu. (Anderson et al., 2001 dalam Widodo (2006:2)). Fokus utama revisi taksonomi
Bloom dimaksudkan pada daya aplikasinya terhadap penyusunan kurikulum,
desain instruksional, penilaian dan gabungan ketiganya. Dalam buku A Taxonomy for Learning,
Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives (Anderson
et.al., 2001 dalam Widodo (2006:2)), penyusun melengkapi fokus utama ini dengan bab-bab
terkait tiga kepentingan tersebut.
            Dua buah perubahan mendasar dalam Revisi Taksonomi Bloom menurut Anderson
adalah:
1)   Revisi Taksonomi Bloom Memfokuskan Pada Aplikasi
            Dalam buku ini, menyajikan 11 bab dari 17 bab yang ada untuk membantu aplikasi revisi
taksonomi Bloom dalam tiga bidang utama yaitu penyusunan kurikulum, instruksi pengajaran,
dan assessmen. Komitmen pada aplikasi tiga bidang tersebut selanjutnya mendukung tujuan
Revisi Taksonomi Bloom. Revisi Taksonomi Bloom ditujukan bagi khalayak yang lebih luas
terutama untuk membantu guru pada tingkat sekolah menengah dan akademi. Hal ini berbeda
dengan ide dasar penyusunan Taksonomi Bloom yang lampau di mana Bloom dan timnya
menujukan penyusunan Taksonomi itu dalam rangka mempermudah penyusunan assessment
bagi tingkat perguruan tinggi secara nasional.
2)   Perubahan Terminologi
            Dalam Taksonomi Bloom yang lama, penekanan lebih diberikan pada keenam kategori
kognisi. Revisi Taksonomi Bloom lebih menekankan sub-kategori sehingga lebih spesifik dan
mempermudah penyusunan kurikulum, assessment dan instruksi pengajaran. Pembahasan
mengenai sub-kategori ini diungkapkan dalam bagian ketiga dari buku ini. Perubahan ini
dipengaruhi oleh riset progresif di bidang pendidikan, neuroscience dan psikologi. Dalam
Taksonomi Bloom yang lama, kategori “knowledge” menjadi kategori utama tingkat pertama.
Revisi taksonomi Bloom “mengeluarkan” kategori “knowledge” ini dari Taksonomi dan
menjadikannya ukuran yang harus dicapai. Artinya, “knowledge” adalah pencapaian kognisi itu
sendiri.
            Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata
kerja. Masing-masing kategori masih diurutkan secara hirarkis, dari urutan terendah ke yang
lebih tinggi. Pada ranah kognitif kemampuan berpikir analisis dan sintesis diintegrasikan menjadi
analisis saja. Dari jumlah enam kategori pada konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya karena
Lorin memasukan kategori baru yaitu creating yang sebelumnya tidak ada.

2.4  Alasan Taksonomi Bloom Diubah


            Widodo (2006:2) menyatakan ada beberapa alasan mengapa buku teks Taksonomi Bloom
perlu harus direvisi, yaitu :
1)   Terdapat kebutuhan untuk mengarahkan kembali fokus para pendidik pada buku teks, bukan
sekedar sebagai dokumen sejarah melainkan juga sebagai karya yang dalam banyak hal telaph
mendahului zamannya. Hal tersebut mempunyai arti banyak gagasan dalam buku teks
Taksonomi Bloom yang dibutuhkan oleh pendidik masa kini karena pendidikan masih terkait
dengan masalah-masalah desain pendidikan, penerapan program yang tepat, kurikulum
standar dan asesmen autentik.
2)   Adanya kebutuhan untuk memadukan pengetahuan-pengetahuan dan pemikiran-pemikiran
baru dalam sebuah kerangka kategorisasi tujuan pendidikan. Masyarakat dunia telah banyak
berubah sejak tahun 1956 perubahan-perubahan ini mempengaruhi cara berpikir dari praktik
pendidikan. Kemajuan dalam ilmu pengetahuan ini mendukung keharusan untuk merevisi teks
book Taksonomi Bloom.
3)   Taksonomi merupakan sebuah kerangka berpikir khusus yang menjadi dasar untuk
mengklarifikasikan tujuan-tujuan pendidikan. Sebuah rumusan tujuan pendidikan seharusnya
berisikan satu kata kerja dan satu kata benda. Kata kerja umumnya mendeskripsikan proses
kognitif yang diharapkan dan kata bendanya mendeskripsikan pengetahuan yang diharapkan
dikuasai oleh siswa. Taksonomi Bloom hanya mempunyai satu dimensi yaitu hanya kata
benda. Menurut Tyler rumusan tujuan yang paling bermanfaat adalah rumusan yang
menunujukkan jenis perilaku yang akan diajarkan kepada siswa dan isi pembelajaran yang
membuat siswa menunjukkan perilaku tersebut. Berdasarkan hal tersebut rumusan tujuan
pendidikan harus memuat dua dimensi yaitu dimensi pertama untuk menunjukkan jenis
perilaku siswa dengan menggunakan kata kerja dan dimensi kedua unuk menunjukkan isi
pembelajaran dengan mengggunakan kata benda.
4)   Proporsi yang tidak seimbang dalam penggunaan taksonomi pendidikan  untuk perencanaan
kurikulum dan pembelajaran dengan penggunaan taksonomi pendidikan untuk asassmen.
Pada taksonomi Bloom lebih memfokuskan penggunaan taksonomi pada asesmen.
5)   Pada kerangka berpikir taksonomi karya Benjamin Bloom lebih menekankan enam
kategorinya (pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan eveluasi) daripada
sub-kategirinya. Taksonomi Bloom menjelaskan keenam kategori tersebut secara mendetail,
namun kurang menjabarkan pada sub kategorinya sehingga sebagian orang akan lupa dengan
sub kategori Taksonomi Bloom.
6)   Ketidakseimbangan proporsi subkategori dari Taksonomi Bloom. Kategori pengetahuan dan
komprehensi memiliki banyak subkategori namun empat kategori lainnya hanya memiliki
sedikit subkategori.

2.5  Dimensi Pengetahuan
            Siahaan dan Rangkuti (2017:6) Ada empat macam pengetahuan, yaitu: pengetahuan
faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Jenis-
jenis pengetahuan ini sesungguhnya menunjukkan penjenjangan dari yang sifatnya konkret
(faktual) hingga yang abstrak (metakognitif). Dalam taksonomi yang lama, pengetahuan
metakognitif belum dicantumkan sebagai jenis pengetahuan yang juga harus dipelajari siswa.
Jenis dan Subjenis Contoh
A.    PENGETAHUAN FAKTUAL - Pengetahuan yang berupa potongan-potongan informasi yang
terpisah-pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu.
1.      Pengetahuan tentang terminologi. Kosakata teknis, symbol-simbol music
2.      Pengetahuan tentang detail-detail elemen- Sumber-sumber daya alam pokok, sumber-
elemen yang spesifik. sumber informasi yang reliebel.
B.     PENGETAHUAN KONSEPTUAL - Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara
unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama.
1.      Pengtahuan tentang klasifikasi dan kategori Periode waktu geologis, bentuk kepemilikan
2.      Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi usaha bisnis
3.      Pengetahuan tentang teori, model dan struktur Rumus Pythagoras, hokum penawaran dan
permintaan
Teori evolusi, struktur Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
C.     PENGETAHUAN PROSEDURAL- Bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin
maupun yang baru
1.      Pengetahuan tentang keterampilan dalam Keterampilan-keterampilan dalam melukis
bidang tertentu dan algoritme dengan cat air, algoritme pembagian seluruh
2.      Pengetahuan tentang teknik dan metode dalam bilangan
bidang tertentu Teknik wawancara, metode ilmiah
3.      Pengetahuan tentang kritria untuk menentukan Kriteria yang digunakan untuk menentukan
kapan harus menggunakan prosedur yang tepat. kapan harus menerapkan prosedur hukum
Newton, kriteria yang digunakan untuk menilai
fisibilitas suatu metode
D.    PENGETAHUAN METAKOGNITIF- Pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran
serta pengetahuan tentang kognisi diri sendiri
1.      Pengetahuan strategis Pengetahuan tentang skema sebagai alat untuk
2.      Pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif mengetahui struktur suatu pokok bahasan
3.      Pengetahuan tantang diri sendiri dalam buku teks, pengetahuan tentang
penggunaan metode penemuan atau pemecahan
masalah
Pengetahuan tentang macam-macam tes yang
dubuat guru, pengetahuan tentang tuntutan
beragam tugas kognitif
Pengetahuan bahwa diri (sendiri) kuat dalam
‘mengkritik esai, tetapi lemah dalam hal
menulis esai; kesadaran tentang tingkat
pengetahuan yang dimiliki oleh diri (sendiri).
Tabel 2.1 Jenis dan Subjenis Dimensi Pengetahuan (Sumber: Anderson dan Krathwohl,
2010:41)

a.    Pengetahuan Faktual (Factual knowledge)


Pengetahuan yang berupa potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah atau unsur
dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan faktual pada umumnya
merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua macam pengetahaun faktual, yaitu pengetahuan
tentang terminologi (knowledge of terminology) dan pengetahuan tentang bagian detail dan
unsur-unsur (knowledge of specific details and element).
1)      Pengetahuan Tentang Terminologi (knowledge of terminology)
Mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun
non verbal. Setiap disiplin ilmu biasanya mempunyai banyak sekali terminologi yang khas untuk
disiplin ilmu tersebut. Beberapa contoh pengetahuan tentang terminologi: pengetahuan tentang
alfabet, pengetahuan tentang istilah ilmiah, dan pengetahuan tentang simbol dalam peta.
2)      Pengetahuan Tentang Detail-Detail dan Elemen-Elemen yang Spesifik (knowledge of
specific details and element)
Mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya
sangat spesifik. Beberapa contoh pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur, misalnya
pengetahuan tentang nama tempat dan waktu kejadian, pengetahuan tentang produk suatu
negara, dan pengetahuan tentang sumber informasi. Karena fakta sangat banyak jumlahnya,
pendidik perlu memilih dan memilah fakta mana yang sangat penting dan fakta mana yang
kurang penting.
b.   Pengetahuan Konseptual
            Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam
struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama. Pengetahuan konseptual
mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang implisit maupun eksplisit. Ada tiga
macam pengetahuan konseptual, yaitu pengetahaun tentang kelasifikasi dan kategori,
pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan sruktur. 
1)      Pengetahuan Tentang Klasifikasi dan Kategori
Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori mencakup pengetahuan tentang kategori, kelas,
bagian, atau susunan yang berlaku dalam suatu bidang ilmu tertentu. Pengetahuan tentang
kelasifikasi dan kategori merupakan pengetahuan yang sangat penting sebab pengetahaun ini
juga menjadi dasar bagi siswa dalam mengkelasifikasikan informasi dan pengetahuan. Tanpa
kemampuan melakukan kelasifikasi dan kategorisasi yang baik siswa akan kesulitan dalam
belajar. Beberapa contoh pengetahuan tentang kelasifikasi dan kategori: pengetahuan tentang
bagian-bagian kalimat, pengetahuan tentang masa geologi, dan pengetahuan tentang
pengelompokan tumbuhan.
2)      Pengetahuan Tentang Prinsip dan Generalisasi
Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi mencakup abstraksi hasil observasi ke level
yang lebih tinggi, yaitu prinsip atau generalisasi. Prinsip dan generalisasi merupakan abstraksi
dari sejumlah fakta, kejadian, dan saling keterkaitan antara sejumlah fakta. Prinsip dan
generalisasi biasanya cenderung sulit untuk dipahami siswa apabila siswa belum sepenuhnya
menguasai fenomenafenomena yang merupakan bentuk yang “teramati” dari suatu prinsip atau
generalisasi. Beberapa contoh pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi: pengetahuan tentang
hukum Mendel, pengetahuan tentang seleksi alamiah, dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip
belajar.
3)      Pengetahuan Tentang Teori, Model, dan Struktur
Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur mencakup pengetahuan tentang prinsip dan
generalisasi dan saling keterkaitan antara keduanya yang menghasilkan kejelasan terhadap suatu
fenomena yang kompleks. Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur merupakan jenis
pengetahuan yang sangat abstrak dan rumit. Beberapa contoh pengetahuan tentang teori, model,
dan struktur: pengetahuan tentang teori evolusi, pengetahuan tentang model DNA, dan
pengetahuan tentang model atom.
c.    Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun
yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau tahapan yang harus
diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.
1)      Pengetahuan Tentang Keterampilan dalam Bidang Tertentu dan Pengetahuan Tentang
Algoritme
Pengetahuan tentang keterampilan dalam bidang tertentu dan pengetahuan tentang algoritme
mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus yang diperlukan untuk bekerja dalam suatu
bidang ilmu atau tentang algoritme yang harus ditempuh untuk menyelesaikan suatu
permasalahan. Beberapa contoh pengetahuan yang termasuk hal ini, misalnya: pengetahuan
tentang keterampilan menimbang, pengetahuan mengukur suhu air yang dididihkan dalam beker
gelas, dan pengetahuan tentang memipet.
2)      Pengetahuan Tentang Teknik dan Metode yang Berhubungan dengan Suatu Bidang
Tertentu
Pengetahuan tentang teknik dan metode yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu
mencakup pengetahuan yang pada umumnya merupakan hasil konsensus, perjanjian, atau aturan
yang berlaku dalam disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan tentang teknik dan metode lebih
mencerminkan bagaimana ilmuwan dalam bidang tersebut berpikir dan memecahkan masalah
yang dihadapi. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya, pengetahuan tentang metode
penelitian yang sesuai untuk suatu permasalahan sosial dan pengetahuan tentang metode ilmiah.
3)      Pengetahuan Tentang Kriteria Untuk Menentukan Kapan Suatu Prosedur Tepat Untuk
Digunakan
Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan suatu prosedur tepat untuk digunakan
mencakup pengetahuan tentang kapan suatu teknik, strategi, atau metode harus digunakan. Siswa
dituntut bukan hanya tahu sejumlah teknik atau metode tetapi juga dapat mempertimbangkan
teknik atau metode tertentu yang sebaiknya digunakan dengan mempertimbangkan situasi dan
kondisi yang dihadapi saat itu. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan
tentang kriteria untuk menentukan jenis-jenis tulisan, pengetahuan tentang kriteria pemilihan
rumus yang sesuai untuk memecahkan masalah, dan pengetahuan memilih metode statistika yang
sesuai untuk mengolah data.
d.   Pengetahuan Metakognitif
Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran serta pengetahuan
tentang kognisi diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa
seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan pikirannya dan semakin
banyak tahu tentang kognisi, dan apabila siswa bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih
baik lagi dalam belajar. 
1)      Pengetahuan Strategis
Mencakup pengetahuan tentang strategi umum untuk belajar, berpikir, dan memecahkan
masalah. Pengetahuan jenis ini dapat digunakan bukan hanya dalam suatu bidang tertentu tetapi
juga dalam bidangbidang yang lain. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya:
pengetahuan bahwa mengulang-ulang informasi merupakan salah satu cara untuk mengingat, dan
pengetahuan tentang strategi perencanaan untuk mencapai tujuan. 
2)      Pengetahuan Tentang Tugas-Tugas Kognitif
Pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, termasuk di dalamnya pengetahuan tentang
konteks dan kondisi yang sesuai mencakup pengetahuan tentang jenis operasi kognitif yang
diperlukan untuk mengerjakan tugas tertentu serta pemilihan strategi kognitif yang sesuai dalam
situasi dan kondisi tertentu. Beberapa contoh pengetahaun jenis ini misalnya: pengetahuan
bahwa buku pengetahuan lebih sulit dipahami dari pada buku populer dan pengetahuan bahwa
meringkas dbisa digunakan untuk meningkatkan pemahaman. 
3)      Pengetahuan Tentang Diri Sendiri
Pengetahuan tentang diri sendiri mencakup pengetahuan tentang kelemahan dan kemampuan
diri sendiri dalam belajar. Salah satu syarat agar siswa dapat menjadi pembelajar yang mandiri
adalah kemampuannya untuk mengetahui dimana kelebihan dan kekurangan serta bagaimana
mengatasi kekurangan tersebut. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan
bahwa seseorang yang ahli dalam suatu bidang belum tentu ahli dalam bidang lain, pengetahuan
tentang tujuan yang ingin dicapai dan pengetahuan etntang kemampuan yang dimiliki dalam
mengerjakan suatu tugas.

2.6  Dimensi Proses Kognitif dalam Revisi Taksonomi Bloom


            Siahaan dan Rangkuti (2017:13) Jumlah dan jenis proses kognitif tetap sama seperti
dalam taksonomi yang lama, hanya kategori analisis dan evaluasi ditukar urutannya dan kategori
sintesis kini dinamai membuat (create).Seperti halnya taksonomi yang lama, taksonomi yang
baru secara umum juga menunjukkan penjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana ke
proses kognitif yang lebih kompleks. Namun demikian penjenjangan pada taksonomi yang baru
lebih fleksibel sifatnya. Artinya, untuk dapat melakukan proses kognitif yang lebih tinggi tidak
mutlak disyaratkan penguasaan proses kognitif yang lebih rendah.  Berikut ini merupakan
perbedaan piramida Taksonomi Bloom sebelum revisi dan sesudah revisi.
Menurut Wina Sanjaya (dalam Prastowo, 2015:133) mengungkapkan bahwa revisi atau
perbaikan dalam dimensi kognitif pada taksonomi bloom diantaranya: 1) adanya penggantian
posisi tingkatan, yakni evaluasi yang pada awalnya ditempatkan pada posisi puncak menjadi
posisi kelima mengganti tingkatan sintesis yang digantikan dengan mencipta (create) sebagai
tingkatan aspek kognitif yang paling tinggi. 2) mengeluarkan aspek pengetahuan (knowlegde)
dari tingkatan kognitif digantikan dengan mengingat (remember), sedangkan pengetahuan itu
sendiri dijadikan aspek tersendiri yang harus menaungi enam tingkatan meliputi pengetahuan
(knowlegde) tentang fakta, konsep, prosedural, dan pengetahuan metakognitif. 3) dimensi
kognitif yang enam tingkatan diubah dari kata benda menjadi kata kerja, yakni yang asalanya
pengetahuan, pemahaman, alpikasi, analisis sintesis, dan evaluasi menjadi mengingat,
memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Gambar 2.1 Piramida Taksonomi Bloom Sebelum Revisi dan Sesudah Revisi (Sumber: Siahaan
dan Rangkuti, 2017:13)
a.    Mengingat (Remember)
            Mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses
kognitif yang paling rendah tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar “mengingat” bisa
menjadi bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek
pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini
mencakup dua macam proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).
1)      Mengenali (Recognizing)
Mencakup proses kognitif untuk menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori
jangka panjang yang identik atau sama dengan informasi yang baru. Bentuk tes yang meminta
siswa menentukan betul atau salah, menjodohkan, dan pilihan berganda merupakan tes yang
sesuai untuk mengukur kemampuan mengenali. Istilah lain untuk mengenali adalah
mengidentifikasi (identifying). Contohnya, mengenali tanggal terjadinya peristiwa-peristiwa
penting dalam sejarah Indonesia.
Contoh soal:
Hari Kesaktian Pancasila jath pada tanggal ....
A.   6 Oktober
B.    1 Oktober
C.    2 Oktober
D.   9 Oktober
2)      Mengingat kembali (Recalling)
Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang apabila ada
petunjuk (tanda) untuk melakukan hal tersebut. Tanda di sini seringkali berupa pertanyaan.
Istilah lain untuk mengingat adalah menarik (retrieving). Contohnya, mengingat kembali
peristiwa-peristiwa penting yang bersejarah.
Contoh soal:
Siapakah penemu bola lampu listrik?
A.   James Watt
B.    Alexander G. Bell
C.    Thomas A. Edison
D.   George T. Phillips
b.   Memahami (Understand)
Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki,
mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan
pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Karena
penyususn skema adalah konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman.
Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan
contoh (exemplifying), mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarising), menarik
inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).
1)      Menafsirkan (interpreting)
Mengubah dari satu bentuk informasi ke bentuk informasi yang lainnya, misalnya dari dari
kata-kata ke grafik atau gambar, atau sebaliknya, dari kata-kata ke angka, atau sebaliknya,
maupun dari kata-kata ke kata-kata, misalnya meringkas atau membuat parafrase. Informasi yang
disajikan dalam tes haruslah “baru” sehingga dengan mengingat saja siswa tidak akan bisa
menjawab soal yang diberikan. Istilah lain untuk menafsirkan adalah mengklarifikasi
(clarifying), memparafrase (paraphrasing), menerjemahkan (translating), dan menyajikan
kembali (representing).
Contoh soal:
Seorang ibu rumah tangga mengelola pengeluaran bulanannya yang berjumlah Rp 1.200.000
sebagai berikut:
No Jenis pengeluaran Jumlah
1 Belanja dapur Rp 600.000
2 Sewa rumah Rp 300.000
3 Ongkos Rp 150.000
4 Lis trik + gas Rp 100.000
5 Tabungan + lain-lain Rp 50.000
Buatlah pengeluaran ibu tersebut dalam bentuk diagram lingkaran
2)      Memberikan contoh (exemplifying)
Memberikan contoh dari suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum. Memberikan contoh
menuntut kemampuan mengidentifikasi ciri khas suatu konsep dan selanjutnya menggunakan ciri
tersebut untuk membuat contoh. Istilah lain untuk memberikan contoh adalah memberikan
ilustrasi (illustrating) dan mencontohkan (instantiating).
Contoh Soal:
Manakah dari benda-benda berikut yang tidak mengandung bahan organik?
A.    Daun yang mati
B.     Darah
C.     Besi
D.    Jamur
E.     Ranting pohon 
3)      Mengkelasifikasikan (classifying)
Mengenali bahwa sesuatu (benda atau fenomena) masuk dalam kategori tertentu. Termasuk
dalam kemampuan mengkelasifikasikan adalah mengenali ciri-ciri yang dimiliki suatu benda
atau fenomena. Istilah lain untuk mengkelasifikasikan adalah mengkategorisasikan
(categorising).
Contoh soal:
Binatang manakah diantara binatang berikut yang tidak termasuk serangga?
A.      Jengkerik
B.       Nyamuk
C.       Kecoa
D.      Laba-laba
E.       Kupu-kupu
4)      Meringkas (summarising)
Membuat suatu pernyataan yang mewakili seluruh informasi atau membuat suatu abstrak
dari sebuat tulisan. Meringkas menuntut siswa untuk memilih inti dari suatu informasi dan
meringkasnya. Istilah lain untuk meringkas adalah membuat generalisasi (generalising) dan
mengabstraksi (abstracting). 
Contoh soal:
Istilah asing yang digunakan dalam pelajaran biologi bukanlah sekedar kata-kata yang berfungsi
sebagai alat komunikasi yang fungsinya dapat digantikan dengan kata-kata lain. Istilah-istilah
dalam pelajaran biologi merupakan label untuk suatu konsep sehingga sulit untuk langsung
diindonesiakan atau diganti dengan kata lain. Sebagai contoh, pengindonesiaan kata
“chlorophyll” menjadi “klorofil” secara konsep sesungguhnya tidak akurat. Kata “chlorophyll”
(chloro = pigmen warna hijau; phyll = daun) secara konsep menjadi hilang maknanya apabila
diganti menjadi klorofil sebab dalam bahasa Indonesia tidak dikenal akar kata “kloro” maupun
“fil”.
Pernyataan manakah yang merupakan inti paragraf di atas?
A.    Dalam pelajaran biologi banyak istilah-istilah asing
B.     Istilah asing dalam pelajaran biologi banyak yang diindonsiakan
C.     Istilah asing dalam pelajaran biologi merupakan penunjuk konsep
D.    Dalam bahasa Indonesia tidak dikenal istilah asing
E.     Kata klorofil tidak berasal dari bahasa Indonesia
5)      Menarik inferensi (inferring)
Menemukan suatu pola dari sederetan contoh atau fakta. Untuk dapat melakukan inferensi
siswa harus terlebih dapat menarik abstraksi suatu konsep/prinsip berdasarkan sejumlah contoh
yang ada. Istilah lain untuk menarik inferensi adalah mengekstrapolasi (extrapolating),
menginterpolasi (interpolating), memprediksi (predicting), dan menarik kesimpulan
(concluding). 
Contoh soal:
Tanggal Matahari Bulan
No Terbit Terbit
1 1 Mei 05:34 17:53
2 2 Mei 05:34 18:43
3 3 Mei 05:35 19:33
4 4 Mei 05:35
5 5 Mei 05:36
6 6 Mei 05:36 21:53
7 7 Mei 05:35 22:43
Pada pukul berapakah bulan terbit pada tanggal 5 Mei?
A.    10: 23
B.     20: 33
C.     21: 03
D.    21: 33
E.     21: 43
6)      Membandingkan (comparing)
Mendeteksi persamaan dan perbedaan yang dimiliki dua objek, ide, ataupun situasi.
Membandingkan mencakup juga menemukan kaitan antara unsur-unsur satu objek atau keadaan
dengan unsur yang dimiliki objek atau keadaan lain. Istilah lain untuk membandingkan adalah
mengkontraskan (contrasting), mencocokkan (matching), dan memetakan (mapping).
Contoh soal:
Manakah dari pernyataan berikut yang bisa menggambarkan kejadian gerhana bulan?
A.    Ditelannya bulan oleh raksasa
B.     Habisnya batu baterai pada senter
C.     Tertutupinya batu oleh bayangan pohon besar
D.    Terhalangnya bintang oleh awan
E.     Teduhnya bumi karena awan
7)      Menjelaskan (explaining)
Mengkonstruksi dan menggunakan model sebab-akibat dalam suatu system. Termasuk
dalam menjelaskan adalah menggunakan model tersebut untuk mengetahui apa yang terjadi
apabila salah satu bagian sistem tersebut diubah. Istilah lain untuk menjelaskan adalah
mengkonstruksi model (constructing a model).
Contoh soal:
Mengapa batu baterai yang digunakan untuk menyalakan 2 buah lampu dengan rangkaian paralel
lebih cepat “habis” dibandingkan apabila digunakan rangkaian seri?
A.    Rangkaian paralel lebih boros daripada rangkaian seri
B.    Energi yang dipakai pada rangkaian paralel lebih banyak
C.    Rangkaian paralel tidak cocok untuk batu baterai
D.    Hambatan pada rangkaian seri lebih kecil
E.     Rangkaian seri memerlukan kabl yang lebih pendek

c.    Mengaplikasikan (Applying)
Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan
tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun
tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini
mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan
(implementing).
1)      Menjalankan (executing)
Menjalankan suatu prosedur rutin yang telah dipelajari sebelumnya. Langkah-langkah yang
diperlukan sudah tertentu dan juga dalam urutan tertentu. Apabila langkah-langkah tersebut
benar, maka hasilnya sudah tertentu pula. Istilah lain untuk menjalankan adalah melakukan
(carrying out).
Contoh soal:
a)      Berapa macamkah gamet yang dihasilkan dari hasil persilangan dengan 8 sifat beda?
b)      Berapa literkah isi sebuah drum dengan tinggi 1 m dan diameter 25 cm?
2)      Mengimplementasikan (implementing)
Memilih dan menggunakan prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan tugas yang baru.
Karena diperlukan kemampuan memilih, siswa dituntut untuk memiliki pemahaman tentang
permasalahan yang akan dipecahkannya dan juga prosedur-prosedur yang mungkin
digunakannya. Apabila prosedur yang tersedia ternyata tidak tepat benar, siswa dituntut untuk
bisa memodifikasinya sesuai keadaan yang dihadapi. Istilah lain untuk mengimplementasikan
adalah menggunakan (using).
Contoh soal:
Seorang petani mempunyai sebidang tanah dengan
bentuk kurang lebih sebagai berikut:
  
Berapakah luas tanah tersebut?
d.   Menganalisis (Analyzing)
            Menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsurunsurnya dan menentukan
bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur besarnya. Ada tiga macam
proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis: membedakan (differentiating), mengorganisir
(organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributting).
1)      Membedakan (differentiating)
Membedakan bagian-bagian yang menyusun suatu struktur berdasarkan relevansi, fungsi
dan penting tidaknya. Oleh karena itu membedakan (differentiating) berbeda dari
membandingkan (comparing). Membedakan menuntut adanya kemampuan untuk menentukan
mana yang relevan/esensial dari suatu perbedaan terkait dengan struktur yang lebih besar.
Misalnya, apabila seseorang diminta membedakan antara apel dan jeruk, faktor warna, bentuk
dan ukuran bukanlah ciri yang esensial. Namun apabila yang diminta adalah membandingkan
hal-hal tersebut bisa dijadikan pembeda. Istilah lain untuk membedakan adalah memilih
(selecting), membedakan (distinguishing) dan memfokuskan (focusing).
Contoh soal:
Beberapa kali di televisi diberitakan ada tumbuhan aneh, misalnya pisang yang tandannya
muncul langsung dari tanah, nanas berbuah 15, ataupun kelapa bercabang tiga. Masyarakat
menanggapi kejadian ini dengan berbagai pendapat, ada yang menyebutnya sebagai tumbuhan
“keramat” namun ada juga yang menganggapnya sebagai keanehan yang “biasa”.
2)      Mengorganisir (organizing)

Mengidentifikasi unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut


terkait satu sama lain untuk membentuk suatu struktur yang padu.

Contoh: menganalisis keseimbangan dinamis suatu ekosistem.

3)      Menemukan pesan tersirat (attributting)

Menemukan sudut pandang, bias, dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi.

Contoh: menganalisis mengapa seseorang menulis di surat kabar bahwa hutan di Jawa Barat
masih cukup luas

e.    Mengevaluasi
            Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam
proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa (checking) dan mengritik
(critiquing).

1)      Memeriksa (Checking)
Menguji konsistensi atau kekurangan suatu karya berdasarkan kriteria internal (kriteria yang
melekat dengan sifat produk tersebut).
2)      Mengritik (Critiquing)
Menilai suatu karya baik kelebihan maupun kekurangannya, berdasarkan kriteria eksternal.
f.     Mencipta (create)
            Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses
kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat (generating), merencanakan
(planning), dan memproduksi (producing).
1)      Membuat (generating)
Menguraikan suatu masalah sehingga dapat dirumuskan berbagai kemungkinan hipotesis
yang mengarah pada pemecahan masalah tersebut.
2)      Merencanakan (planning)
Merancang suatu metode atau strategi untuk memecahkan masalah..
3)      Memproduksi (producing)
Membuat suatu rancangan atau menjalankan suatu rencana untuk memecahkan masalah.

2.7 Pengunaan Tabel Taksonomi Pendidikan


Tabel taksonomi digunakan untuk membantu guru-guru dan pendidik lainnya setidaknya
dengan 3 cara. Pertama, tabel taksonomi dapat membantu guru-guru dapat memahami tuhuan-
tujuan pembelajaran mereka (tujuan-tujuan yang mereka buat sendiri dan tujuan-tujuan yang
telah disediakan oleh pihak lain). Kedua, dengan pemahaman yang lebih utuh perihal tujuan-
tujuan pembelajaran, guru-guru dapat menggunakan tabel taksonomi untuk membuat keputusan-
keputusan yang lebih bagus mengenai bagaimana mengajar dan mengakses siswa dalam
kerangka tujuan-tujuan pembelajaran itu. Ketiga, tabel taksonomi dapat membantu mereka
menentukan seberapa sesuai antara tujuan, asesmen, dan pembelajarannya dengan cara yang
tepat.
1)   Tabel Taksonomi Untuk Menganalsis Tujuan Pembelajaran Guru
Untuk menganalisis tujuan pembelajaran guru harus mengetahui maksud dari tujuan
pembelajaran tersebut, dan ini sulit dilakukan jika rumusan-rumusan tujuan tidak mengandung
kata-kata atau rasa-frasa kunci atau jika kata-kata rasa-frasa itu justru menyesatkan. Bahkan,
kata-kata frasa-frasa kunci tidak selalu mempunyai pengertian yang dimaksudkan. Kata-kata
yakni rumusan tujuan pembelajaran bisa jadi tidak sesuai dengan tindakan-tindakannya yaitu
aktivitas-aktivitas pembelajaran dan asesmen yang berkaitan dengan tujuannya. Berdasarkan
semua alasan tersebut menempatkan sebuah tujuan pembelajaran dalam tabel taksonomi berarti
menentukan maksud dari tujuan pembelajaran tersebut dalam kaitannya dengan makna rumusan
tujuan pembelajaran, tujuan aktivitas-aktivitas pembelajarannya, dan tujuan asesmennya.
Contoh tujuan pembelajaran:
Siswa belajar menggunakan rumus-rumus tentang listrik dan magnet (seperti rumus Lenz dan
rumus Ohm)
Untuk menempatkan tujuan ini dalam tabel taksonomi, kita harus menelaah kata kerja
dan frasa bendanya dalam hubungannya dengan kategori-kategori dalam taksonomi. Kita harus
secara khusus menghubungkan kata “menggunakan” dengan salah satu dari enam kategori proses
kognitif pokok dan frasa benda “rumus-rumus tentang listrik dan magnet” dengan salah satu dari
4 jenis pengetahuan. Kata “menggunakan” merupakan nama lain
dari mengimplementasikan yang termasuk dalam kategori mengaplikasikan. Adapun frasa
bendanya, “rumus-rumus tentang listrik dan magnet” adalah prinsip atau generalisasi, dan
pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi merupakan Pengetahuan Konseptual. Jadi, apabila
analisis ini tepat, tujuan pembelajaran tersebut berada di kotak tabal taksonomi yang merupakan
perpotongan antara mengaplikasiskan dan pengetahuan konseptual. Dalam menganalisis tujuan
pembelajaran tersebut, kita langsung merujuk pada subjenis pengetahuan (yaitu pengetahuan
tentang prinsip dan generalisasi) dan proses kognitif yang spesifik
(yakni mengimplementasikan), bukan pada 4 jenis pengetahuan pokok dan 6 kategori proses
kognitif. Subjenis pengetahaun dan proses-proses kognitif yang spesifik menjadi petunjuk
terbaik untuk menempatkan tujuan pembelajaran secara tepat dalam tabel taksonomi.
Meskipun tujuan pembelajaran diatas dimasukkan dalam satu kotak, jika menimbang
aktivitas-aktivitas pembelajaran yang berbeda yang dilakukan guru, kita akan melihat gambar
lain yang lebih kompleks. Misalnya, pada umumnya yang manakala siswa mengimplementasikan
rumus-rumus ilmiah, mereka pertama-tama akan mengidentifikasi jenis masalah yang mereka
hadapi, kemudian memilih rumus yang dapat menyelesaikan masalahnya, dan menggunakan
prosedur yang menyertakan rumus tersebut utntuk menyelesaikan
masalahnya. Mengimplentasikan melibatkan pengetahuan konseptual yakni pengetahuan tentang
jenis atau kategori masalahnya dan pengetahuan prosedural yakni, pengetahuan tentang
langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalahnya.
Dimensi Pengetahuan Dimensi Proses Kognitif
1.    Mengin 2.  Memaha 3.  Mengaplikasi
4.     Menganali
5.     Mengevalu
6.     Mencip
gat mi kan sis asi ta
A.    Pengetahuan   Faktual
B.    Pengetahuan Tujuan
Konseptual
C.     Pengetahuan
Proseural
D.    Pengetahuan   
Metakognitif
Tabel 2.2 Penempatan Tujuan dalam Taksonomi Pendidikan (Sumber: Anderson dan
Krathwohl, 2010:149)
Aktivitas-aktivitas pembeljarannya akan membantu siswa mengkontruksi dan menguasai
kedua jenis pengetahuan tersebut. Oleh karena siswa dapat melakukan kesalahan dalam
mengklasifikasikan, membedakan, dan mengimplemenasikan, cukup beralasan bagi guru untuk
menekankan pengetahuan metakognitif dalam proses pembelajaran. Misalnya, kepada siswa
diajarkan strategei-strategi untuk memonitor apakah keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan
mereka masuk akal. Selain diajari untuk dapat mengingat strategi-strategi tersebut, siswa juga
diajari untuk mengimplementasikannya.
Sebagian aktivitas pembelajaran juga sebaiknya terfokus pada apa yang dinamakan
proses-proses kognitif tingkat tinggi. Karena mengimplementasikan kerap kali melibatkan proses
penentuan pilihan, siswa perlu diajari untuk memeriksa dan mengkritik hasil atau solusi
akhirnya. Memeriksan dan mengkrtik berada dalam kategori mengevaluasi. Aktivitas-aktivitas
pembelajaran member kesempatan kepada siswa untuk mengkontruksi minimal 3 jenis
pengetahaun (konseptual, prosedural, dan metakogntif) dan mengalami sekurang-kurangnya 6
proses kognitif (mengingat kembali, mengklasifikasikan, membedakan, mengimplementasikan,
memeriksa, dan mengkritik) yang termasuk dalam 5 kategori proses (mengingat, memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, dan mengevaluasi).

Dimensi Dimensi Proses Kognitif


Pengetahu1.     Menging2.     Memaha3.     Mengapl 4. Mengan5.     Mengeval 6.  Mencip
at mi ikasikan alisis uasi ta
an
A. Pengetahu
an Faktual
B.    Pengetahu Aktivitas Tujuan Aktivita Aktivitas
an 1 s2 7
Konseptual
C.  Pengetahu Aktivitas Aktivitas
an 3 6
Proseural
D. Pengetahu Aktivitas Aktivitas
an 4 5
Metakogni
tif
Tabel 2.3 Penempatan Tujuan dan Aktivitas Pembelajaran dalam Taksonomi
Pendidikan (Sumber: Anderson dan Krathwohl, 2010:152)
Keterangan:
Tujuan pembelajarannya adalah “Siswa belajar menggunakan rumus-rumus tentang listrik dan
magnet (seperti rumus Lenz, dan rumus Ohm) untuk menyelesaikan masalah”.
Aktivitas 1      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa mengklasifikasikan
jenis-jenis masalah.
Aktivitas 2      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa memilih rumus-rumus
yang tepat.
Aktivitas 3      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa
mengimplementasikan prosedur prosedur yang tepat
Aktivitas 4      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa mengingat kembali
strategi-strategi metakognitif
Aktivitas 5      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa
mengimplementasikan strategi strategi metakognitif
Aktivitas 6      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa memeriksa
implementasi prosedurnya.
Aktivitas 7      : Aktivitas -aktivitas untuk membantu siswa mengkritik ketepatan
solusinya.
Sangat menarik untuk mengamati hubungan antar satu kotak yang berisikan tuuan
pembelajaran (B3) dengan tujuh kotak yang berisikan aktivitas-aktivitas pembelajaran (B1, B4,
B5, C3, C5, D1, dan D3): ternyata tk satu pun aktivitas pembelajaran yang berkaitan langsung
dengan tujuan pembelajarannya. Alasannya jelas, yakni sesuai dengan definisi kami tentang
Mengaplikasikan. Mengapliksikan berarti menerapkan atau menggunkaan suatu prosedur dalam
keadaan tertentu. Dengan perkataan lain, Mengaplikasikan membutuhkan Pengetahuan
Prosedural. Karenanya, jika rumus-rumus tentang listrik tersebut harus melekat pada suatu
prosedur (Pengetahuan Prosedur). Prosedurnya akan “membuka” rumus-rumusnya untuk
mempermudah penerapannya (misalnya, pertama, menghitung daya elektromotifnya; kedua,
menghitung arusnya; ketiga, membagi daya elektromotifnya dngan arusnya untuk mengetahui
tahannya). Analisis awal terhadap hubungan antara Mengaplikasikan dan Pengetahuan 
Prosedural menunjukkan bahwa kita mulanya mengklasifikasikan tujuan pembelajaran di atas
sebagai mengaplikasikan pengetahaun prosedural (C3), bukan mengaplikasikan pengetahuan
konseptual (B3).
2)   Jenis Asesmen
a.      Asesmen yang terfokus Vs. Asesmen yang Tersebar
Analisis awal kami, berdasarkan rumusan tujuan pembelajarannya, menunjukkan bahwa
guru mmfokuskan asesmennya pada seberapa jauh siswa sudah belajar mengaplikasikan
pengetahuan konseptual (B3). Sebaliknya, analisis kami yang lebih mendetail, berdasarkan
aktivitas-aktivitas pembelajaran yang relevan, menunjukkan bahwa guru mengases beragam
kotak yang bertalian dengan pencapaian tujuan utamanya (B2, B4, B5, C3, C5, D1, dan D3). Dua
analisis ini seolah memepertantangkan kedalaman versus keluasan. Di satu sisi, asesmen yang
terfokus memungkinkan guru mengetahui seberapa mendalam siswa belajar terkait dengan
sebuah tujuan pembelajaran, Aneka pertanyaan yang berkaitan dengan tujuan ini dapat
dimasukan dalam satu asesmen tunggal. Di sisi lain, asesmen yang tersebar memungkinkan guru
mengetahui secara luas proses-proses yang terjadi dalam mencapai tujuan. Tes yang luas bukan
hanya mengakses tujuan utamanya dalam bentuk pengetahuan dan proses-proses kognitif,
melainkan juga mendiagnosis kesulitan-kesulutan belajar siswa, misalnya dalam memepelajari
Pengetahuan Prosedural.
b.      Asesmen Formatif vs. Asesmen Sumatif
Asesmen formatif dimasukkan untuk mengumpulkan informasi tentang aktivitas belajar
yang sedang berlangsung, sehingga dimungkinkan untuk memodifikasi pembelajarannya dan
meningkatkan kualitas atau kuantitas pembelajarannya. Sebaliknya, asesmen sumatif
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi tetang aktivitas belajar yang sudah selesai,
biasanya guna menentukan nilai siswa. Singkatnya, asesmen formatif digunakan terutama untuk
meningkatkan aktivitas belajar sisa, sedangkan asesmen sumatif untuk menentukan nilai siswa.
Tugas kelompok dan pekerjaan rumah (PR) acap kali dipakai sebagai asesmen formatif,
sementara tes formal merupakan alat asesmen sumatif.
c.       Mengases Mengimplementasikan Vs. Mengases Mengakseskusi
Oleh karena mengimplementasikan dan mengeksekusi termasuk dalam kategori
Mengaplikasikan, keduanya perlu dibedakan untuk memproleh hasil asesmen yang valid. Jika
asesmennya tidak berisi tugas-tugas yang tak familier dan/atau tidak mengharuskan siswa
memilih Pengetahuan Prosedural yang releva dan tepat, tugas-tugas ini mengases proses kognitif
mengekseskusi, bukan mengimplementasikan. Pemberian tugas-tugas asesmen yang baru bagi
siswa menjadi cara pokok untuk memastikan bahwa siswa merespons asesmen ini dengan proses
kognitif yang paling kompleks dalam tujuan pembelajarannya.
Asesmen dan Tabel Taksonomi. Melanjutkan contoh di atas, misalnya si guru memutuska
untuk mengases penggunaan prosedur yang tepat oleh siswa dan jawaban yang benar. Si guru
memakai asesmem sebagai asesmen formatif. Dia memeberi siswanya sepuluh soal tentang
listrik dan mekanika dan meminta mreka menyelesaikan semua soal ini.
Sebagaimana menelaah tujuan dan aktivitas-aktivitas pembelajaran di muka, kami dapat
menganalisis asesmen dengan tabel taksonomi. Disini, kami memfokuskan diri pada skor tes
formatifnya. Setiap jawaban di skor berdasarkan “ketepatan siswa dalam memilih prosedur”.
Rubrik penskoran yang dipegang guru merincinya jadi ketepatan siswa dalam
mengklasifikasikan masalah (memahamai pengetahuan konseptual, 1 poin), dalam memilih
rumus (menganalisis pengetahuan konseptual, 1poin), dan dalam memilih prosedur penerapan
rumus untuk menyelesaikan soal (menganalisis pengetahuan procedural, 1 poin). Lantara guru
mendang prosedur dan hasil penyelesaian sama-sama penting, dengan memebrukan 3 poin untuk
ketepatan dalam memilih prosedur yang tepat untuk menyelesaikan setiap soal, guru pun
memberikan 3 poin untuk jawaban yang benar. Hasil analisis kami sajikan dalam tabel
taksonomi berikut:
Dimensi Dimensi Proses Kognitif
Pengetahua1.     Mengin
2.     Memaha
3.     Mengaplik
4.     Menganal
5.     Mengeval6.     Mencip
gat mi asikan isis uasi ta
n
A.   Pengetahua
n Faktual
B.    Pengetahua Aktivita Tujuan Aktivitas Aktivitas
n s1 2 7
Konseptual Tes 1A Tes 1B
C.  Pengetahua Aktivitas Tujuan Aktivitas
n Proseural 3 difokuska 6
Tes 2 n lagi
Tes 1C

D. Pengetahua Aktivit Aktivitas


n as 4 5
Metakogniti
f
Tabel 2.4 Penempatan Tujuan, Aktivitas Pembelajaran, dan Asesmen dalam Taksonomi
Pendidikan (Sumber: Anderson dan Krathwohl, 2010:154)
Keterangan:
Tujuan pembelajarannya adalah “Siswa belajar menggunakan rumus-rumus tentang listrik dan
magnet (seperti rumus Lenz, dan rumus Ohm) untuk menyelesaikan masalah”.
Aktivitas 1      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa mengklasifikasikan
jenis-jenis masalah.
Aktivitas 2      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa memilih rumus-rumus
yang tepat.
Aktivitas 3      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa
mengimplementasikan prosedur prosedur yang tepat
Aktivitas 4      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa mengingat kembali
strategi-strategi metakognitif
Aktivitas 5      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa
mengimplementasikan strategi strategi metakognitif
Aktivitas 6      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa memeriksa
implementasi prosedurnya.
Aktivitas 7      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa mengkritik ketepatan
solusinya.
Tes 1A, Tes 1B, Tes 1C = kotak-kotak yang diasosiasikan dengan aspek prosedural pada setiap
soal, Tes 2= kotak yang diasosiasikan dengan “jawaban” yang tepat.

BAB III
PENUTUP

3.1    Simpulan
Adapun simpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.        Sejarah taksonomi bloom bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam Konferensi Asosiasi
Psikolog Amerika, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa dari evaluasi hasil belajar
yang banyak disusun di sekolah, ternyata  persentase terbanyak butir soal yang diajukan hanya
meminta siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Akhirnya pada tahun 1956, Bloom,
Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka konsep kemampuan
berpikir yang dinamakan Taxonomy Bloom. Jadi, Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi
yang mengidentifikasikan skills mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi.
2.        Untuk lebih mudah memahami Taksonomi Bloom, maka dapat dideskripsikan dalam dua
pernyataan yaitu memahami sebuah konsep berarti dapat mengingat informasi atau ilmu
mengenai konsep itu dan seseorang tidak akan mampu mengaplikasikan ilmu dan konsep jika
tanpa terlebih dahulu memahami isinya. 

3.        Ada dua buah perubahan mendasar dalam Revisi Taksonomi Bloom menurut Anderson adalah
revisi taksonomi bloom memfokuskan pada aplikasin dan perubahan terminologi.
4.        Siahaan dan Rangkuti (2017:5) menyatakan ada beberapa alasan mengapa buku teks Taksonomi
Bloom perlu harus direvisi, yaitu :
(1)   Terdapat kebutuhan untuk mengarahkan kembali fokus para pendidik pada buku teks, bukan
sekedar sebagai dokumen sejarah melainkan juga sebagai karya yang dalam banyak hal telaph
mendahului zamannya.
(2)   Adanya kebutuhan untuk memadukan pengetahuan-pengetahuan dan pemikiran-pemikiran baru
dalam sebuah kerangka kategorisasi tujuan pendidikan.
(3)   Taksonomi merupakan sebuah kerangka berpikir khusus yang menjadi dasar untuk
mengklarifikasikan tujuan-tujuan pendidikan.
(4)   Proporsi yang tidak seimbang dalam penggunaan taksonomi pendidikan  untuk perencanaan
kurikulum dan pembelajaran dengan penggunaan taksonomi pendidikan untuk asassmen.
(5)   Pada kerangka berpikir taksonommi karya Benjamin Bloom lebih menekankan enam
kategorinya (pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan eveluasi) daripada sub-
kategirinya. Ketidakseimbangan proporsi subkategori dari Taksonomi Bloom.
5.             Siahaan dan Rangkuti (2017:6) Ada empat macam dimensi pengetahuan, yaitu: pengetahuan
faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Jenis-
jenis pengetahuan ini sesungguhnya menunjukkan penjenjangan dari yang sifatnya konkret
(faktual) hingga yang abstrak (metakognitif). Dalam taksonomi yang lama, pengetahuan
metakognitif belum dicantumkan sebagai jenis pengetahuan yang juga harus dipelajari siswa.

6.             Siahaan dan Rangkuti (2017:13) Jumlah dan jenis proses kognitif tetap sama seperti dalam
taksonomi yang lama, hanya kategori analisis dan evaluasi ditukar urutannya dan kategori
sintesis kini dinamai membuat (create).Seperti halnya taksonomi yang lama, taksonomi yang
baru secara umum juga menunjukkan penjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana ke
proses kognitif yang lebih kompleks. Namun demikian penjenjangan pada taksonomi yang baru
lebih fleksibel sifatnya. Artinya, untuk dapat melakukan proses kognitif yang lebih tinggi tidak
mutlak disyaratkan penguasaan proses kognitif yang lebih rendah.  Berikut ini merupakan
perbedaan piramida Taksonomi Bloom sebelum revisi dan sesudah revisi.
7.             Tabel taksonomi digunakan untuk membantu guru-guru dan pendidik lainnya setidaknya dengan
3 cara. Pertama, tabel taksonomi dapat membantu guru-guru dapat memahami tuhuan-tujuan
pembelajaran mereka (tujuan-tujuan yang mereka buat sendiri dan tujuan-tujuan yang telah
disediakan oleh pihak lain). Kedua, dengan pemahaman yang lebih utuh perihal tujuan-tujuan
pembelajaran, guru-guru dapat menggunakan tabel taksonomi untuk membuat keputusan-
keputusan yang lebih bagus mengenai bagaimana mengajar dan mengakses siswa dalam
kerangka tujuan-tujuan pembelajaran itu. Ketiga, tabel taksonomi dapat membantu mereka
menentukan seberapa sesuai antara tujuan, asesmen, dan pembelajarannya dengan cara yang
tepat.

3.2 Saran

Taksonomi Bloom penting untuk dipelajari bagi para calon pendidik untuk memudahkan
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran.

Daftar Pustaka

Juhrodin.Udin.2006.“RevisiTaksonomiBloom”.Dalamhttps//www.academia.edu/6774013/
Revisi_Taksonomi_Bloom. Diunduh 25 September 2018.

Prastowo, Andi. 2015. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik Terpadui. Jakarta:
Prenamedia Group.

Siahaan, Mika Febriani dan Mika Rahmi Rangkuti. 2017. “Taksonomi Bloom Revisi dan
Kaitannya dengan Versi Konvensional. Medan: Universitas Pendidikan Medan.

Widodo, Ari. 2006. “Revisi Taksonomi Bloom dan Pengembangan Butir Soal”. Buletin
Puspedik. Volume 3, (halaman 2-14).

Anda mungkin juga menyukai