Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

“TAKSONOMI BLOOM”
(Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Penilaian Pembelajaran Matematika)

Disusun Oleh :
 Putri Rizki Aropiq (13011900026)
 Izzatul Islamiyah (13011900038)
 Diana Permata Nazibah (13011900009)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS BINA BANGSA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunianya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Penilaian Pembelajaran Matematika dengan judul
“Taksonomi Bloom”.
Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan
pembelajaran. Sebab segala kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya pada tujuan tersebut.
Taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikantujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan
dibagi menjadi beberapa domain,yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan selesainya makalah
ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada
penulis. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Orang tua saya yang telah memberikan doa dan bantuan finansial guna menyelesaikan
makalah ini.
2. Bapak Beni Junedi, M.Pd selaku dosen mata kuliah Penilaian Pembelajaran Matematika.
3. Teman-teman yang sudah memberi motivasi dalam proses penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik
penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Serang, 20 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................... 
Daftar Isi............................................................................................................... 
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang........................................................................................ 
1.2  Rumusan Masalah................................................................................... 
1.3  Tujuan..................................................................................................... 
1.4  Manfaat................................................................................................... 
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Taksonomi Bloom........................................................................ 
2.2 Konsep Dasar Taksonomi Bloom............................................................ 
2.3. Revisi Taksonomi Bloom........................................................................ 
2.4 Alasan Taksonomi bloom Diubah............................................................ 
2.5 Dimensi Pengetahuan Taksonomi Bloom................................................. 
2.6 Dimensi Proses Kognitif dalam Revisi Taksonomi Bloom...................... 
2.7 Penggunaan Tabel Taksonomi Pendidikan............................................... 
BAB III PENUTUP
3.1.Simpulan................................................................................................... 
3.2. Saran........................................................................................................ 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Nomotr 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesertta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagaamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara. Pendidikan lebih daripada pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu proses
transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian
dengan segala aspek yang dicakupnya. Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan
pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan
keahlian.
Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal ini,
tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari
setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara
hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling
kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat
yang lebih rendah.
Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956,
sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom". Taksonomi bloom merujuk pada tujuan
pembelajaran yang diharapkan agar dengan adanya taksonomi ini para pendidik dapat mengetahui
secara jelas dan pasti apakah tujuan instruksional pelajaran bersifat kognitif, afektif atau psikomotor.
Taksonomi berarti klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Semua
hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian sampai pada kemampuan berpikir dapat
diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut.
1)      Bagaimana sejarah taksonomi bloom?
2)      Bagaimana konsep dasar taksonomi bloom?
3)      Bagaimana revisi taksonomi bloom?
4)      Apa Alasan taksonomi bloom dirubah?
5)      Bagaimana dimensi pengetahuan taksonomi bloom?
6)      Bagaimana proses kognitif dalam revisi taksonomi bloom?
7)      Bagaimana penggunaan tabel taksonomi pendidikan?
1.3  Tujuan
1)   Memahami sejarah taksonomi bloom.
2)   Memahami konsep dasar taksonomi bloom.
3)   Memahami revisi taksonomi bloom.
4)   Mengetahui taksonomi bloom dirubah.
5)   Mengetahui dimensi pengetahuan taksonomi bloom.
6)   Mengetahui proses kognitif dalam revisi taksonomi bloom.
7)   Mengetahui penggunaan tabel taksonomi pendidikan.

1.4  Manfaat
Dengan memahami taksonomi bloom pendidik dimudahkan dalam merancang, melaksanakan, dan
menilai pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Taksonomi Bloom


            Menurut uraian Siahan dan Rangkuti (2017:3) taksonomi berasal dari dua kata dalam bahasa
Yunani yaitu tassein yang berarti mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Jadi Taksonomi
berarti hierarkhi klasifikasi atas prinsip dasar atau aturan. Istilah ini kemudian digunakan oleh
Benjamin Samuel Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan yang melakukan penelitian dan
pengembangan mengenai kemampuan berpikir dalam proses pembelajaran. Bloom, lahir pada tanggal
21 Februari 1913 di Lansford, Pennsylvania dan berhasil meraih doktor di bidang pendidikan dari The
University of Chicago pada tahun 1942. Ia dikenal sebagai konsultan dan aktivis internasonal di
bidang pendidikan dan berhasil membuat perubahan besar dalam sistem pendidikan di India. Ia
mendirikan the International Association for the Evaluation of Educational Achievement, the IEA dan
mengembangkan the Measurement, Evaluation, and Statistical Analysis (MESA) program pada
University of Chicago. Di akhir hayatnya, Bloom menjabat sebagai Chairman of Research and
Development Committees of the College Entrance Examination Board  dan The President of the
American Educational Research Association. Ia meninggal pada 13 September 1999.
            Sejarah taksonomi bloom bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam Konferensi Asosiasi
Psikolog Amerika, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa dari evaluasi hasil belajar yang
banyak disusun di sekolah, ternyata  persentase terbanyak butir soal yang diajukan hanya meminta
siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Akhirnya pada tahun 1956, Bloom, Englehart, Furst, Hill
dan Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka konsep kemampuan berpikir yang dinamakan
Taxonomy Bloom. Jadi, Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi yang mengidentifikasikan skills
mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi.

2.2 Konsep Dasar Taksonomi Bloom

            Menurut Juhrodin dalam artikel Revisi Taksonomi Bloom  konsep Taksonomi Bloom
dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan. Konsep
ini mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

            Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan keahlian mentalitas.
Ranah afektif meliputi fungsi yang berkaitan dengan sikap dan perasaan. Sedangkan ranah
psikomotorik berkaitan dengan fungsi manipulatif dan kemampuan fisik.
            Ranah kognitif menggolongkan dan mengurutkan keahlian berpikir yang menggambarkan
tujuan yang diharapkan. Proses berpikir mengekspresikan tahap-tahap kemampuan yang harus siswa
kuasai sehingga dapat menunjukan kemampuan mengolah pikirannya sehingga mampu
mengaplikasikan teori ke dalam perbuatan. Mengubah teori ke dalam keterampilan terbaiknya
sehinggi dapat menghasilkan sesuatu yang baru sebagai produk inovasi pikirannya. Untuk lebih
mudah memahami taksonomi bloom, maka dapat dideskripsikan dalam dua pernyataan di bawah ini:

1)   Memahami sebuah konsep berarti dapat mengingat informasi atau ilmu mengenai konsep itu.
2)   Seseorang tidak akan mampu mengaplikasikan ilmu dan konsep jika tanpa terlebih dahulu
memahami isinya.

2.3  Revisi Taksonomi Bloom


            Siahaan dan Mika (2017:4) menyatakan pada tahun 1994, salah seorang murid Bloom, Lorin
Anderson Krathwohl dan para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom agar
sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan tersebut baru dipublikasikan pada tahun 2001 dengan
nama Revisi Taksonomi Bloom. 

            Dalam bidang pendidikan tujuan-tujuan yang dirumuskan mengindikasikan apa yang guru
inginkan pada siswa mempelajarinya. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru dimaksudkan mencapai
tujuan pembelajaran. Saat ini rumusan tujuan pendidikan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan
(BNSP) tertuang dalam Standar Isi dan diperinci dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD) sesuai dengan mata pelajaran dan tingkat satuan pendidikan. Guru diberikan tugas
menyusun indikator-indikator ataupun tujuan pembelajarannya yang lebih mudah dipahami dan
diukur berdasarkan dari SK dan KD.

            Jika dalam taksonomi Bloom hanya memiliki satu dimensi, sedangkan taksonomi revisi ini
memiliki dua dimensi yaitu proses kognitif dan pengetahuan., Dalam revisi taksonomi Bloom ada
beberapa hal yang mennjadi fokus utama diantaranya bagaimana memilih dan merancang instrumen-
instrumen asesmen yang menghasilkan informasi yang akurat tentang seberapa bagus hasil belajar
siswa sehingga guru dapat yakin bahwa tujuan, aktivitas pembelajaran dan asesmennya saling
bersesuaian.

            SK dan KD yang dirumuskan oleh BNSP masih bersifat umum dan belum terukur, sehingga
guru perlu merumuskan indikator/tujuan pencapaian hasil belajar siswa yang lebih rinci. Tabel
taksanomi dapat dipakai untuk mengkategorikan tujuan-tujuan, supaya guru-guru menarik kesimpulan
yang tepat tentang tujuan-tujuan pendidikan. Jika guru menggunakan tabel taksonomi, maka mereka
dapat secara jelas melihat tujuan-tujuan pembelajaran dan hubungan-hubungan diantara tujuan-tujuan
itu.

        
    Tujuan pendidikan perlu dikategorikan karena beberapa alasan:

1)   Kategorisasi dalam kerangka berpikir ini memungkinkan para pendidik mengkaji tujuan-tujuan
pendidikan dari kaca mata siswa.
2)   Kategorisasi dengan kerangka berpikir ini membantu para pendidik memikirkan berbagai
kemungkinan dalam pendidikan.
3)   Kategorisasi dengan kerangka pikir ini membantu para pendidik melihat hubungan integral antara
proses kognitif yang inheren dalam tujuan pendidikan.
4)   Mampu menjawab pertanyaan tentang asesmen.
            Terdapat perbedaan antara aktivitas dan tujuan pembelajaran. Aktivitas merupakan alat untuk
mencapai tujuan. Tujuan menentukan hasil-akibat-akibat dan perubahan-perubahan yang diharapkan.
Aktivitas-aktivitas pembelajaran seperti membaca buku, mendengarkan, melakukan eksperimen,
berkaryawisata-semua ini merupakan cara untuk mencapai tujuan.Untuk merumuskan tujuan
pembelajaran, harus diketahui terlebih dahulu pengetahuan dan proses kognitif yang mesti dipelajari
dandimiliki.                                                                                                                                                                           
            Revisi Taksonomi Bloom diajukan secara umum untuk lebih melihat ke depan (ahead of time)
dan merespon tuntutan berkembangnya komunitas pendidikan, termasuk pada bagaimana anak-anak
berkembang dan belajar serta bagaimana guru menyiapkan bahan ajar,seluruhnya mengalami
perkembangan yang signifikan bila dibandingkan denganempat puluh tahun yang lalu. (Anderson et
al., 2001 dalam Widodo (2006:2)). Fokus utama revisi taksonomi Bloom dimaksudkan pada daya
aplikasinya terhadap penyusunan kurikulum, desain instruksional, penilaian dan gabungan
ketiganya. Dalam buku A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom's
Taxonomy of Educational Objectives (Anderson et.al., 2001 dalam Widodo (2006:2)),
penyusun melengkapi fokus utama ini dengan bab-bab terkait tiga kepentingan tersebut.
            Dua buah perubahan mendasar dalam Revisi Taksonomi Bloom menurut Anderson adalah:
1)   Revisi Taksonomi Bloom Memfokuskan Pada Aplikasi
            Dalam buku ini, menyajikan 11 bab dari 17 bab yang ada untuk membantu aplikasi revisi
taksonomi Bloom dalam tiga bidang utama yaitu penyusunan kurikulum, instruksi pengajaran, dan
assessmen. Komitmen pada aplikasi tiga bidang tersebut selanjutnya mendukung tujuan Revisi
Taksonomi Bloom. Revisi Taksonomi Bloom ditujukan bagi khalayak yang lebih luas terutama untuk
membantu guru pada tingkat sekolah menengah dan akademi. Hal ini berbeda dengan ide dasar
penyusunan Taksonomi Bloom yang lampau di mana Bloom dan timnya menujukan penyusunan
Taksonomi itu dalam rangka mempermudah penyusunan assessment bagi tingkat perguruan tinggi
secara nasional.
2)   Perubahan Terminologi
            Dalam Taksonomi Bloom yang lama, penekanan lebih diberikan pada keenam kategori
kognisi. Revisi Taksonomi Bloom lebih menekankan sub-kategori sehingga lebih spesifik dan
mempermudah penyusunan kurikulum, assessment dan instruksi pengajaran. Pembahasan mengenai
sub-kategori ini diungkapkan dalam bagian ketiga dari buku ini. Perubahan ini dipengaruhi oleh riset
progresif di bidang pendidikan, neuroscience dan psikologi. Dalam Taksonomi Bloom yang lama,
kategori “knowledge” menjadi kategori utama tingkat pertama. Revisi taksonomi Bloom
“mengeluarkan” kategori “knowledge” ini dari Taksonomi dan menjadikannya ukuran yang harus
dicapai. Artinya, “knowledge” adalah pencapaian kognisi itu sendiri.
            Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata kerja.
Masing-masing kategori masih diurutkan secara hirarkis, dari urutan terendah ke yang lebih tinggi.
Pada ranah kognitif kemampuan berpikir analisis dan sintesis diintegrasikan menjadi analisis saja.
Dari jumlah enam kategori pada konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya karena Lorin memasukan
kategori baru yaitu creating yang sebelumnya tidak ada.

2.4  Alasan Taksonomi Bloom Diubah


            Widodo (2006:2) menyatakan ada beberapa alasan mengapa buku teks Taksonomi Bloom
perlu harus direvisi, yaitu :
1)   Terdapat kebutuhan untuk mengarahkan kembali fokus para pendidik pada buku teks, bukan sekedar
sebagai dokumen sejarah melainkan juga sebagai karya yang dalam banyak hal telaph mendahului
zamannya. Hal tersebut mempunyai arti banyak gagasan dalam buku teks Taksonomi Bloom yang
dibutuhkan oleh pendidik masa kini karena pendidikan masih terkait dengan masalah-masalah desain
pendidikan, penerapan program yang tepat, kurikulum standar dan asesmen autentik.
2)   Adanya kebutuhan untuk memadukan pengetahuan-pengetahuan dan pemikiran-pemikiran baru
dalam sebuah kerangka kategorisasi tujuan pendidikan. Masyarakat dunia telah banyak berubah sejak
tahun 1956 perubahan-perubahan ini mempengaruhi cara berpikir dari praktik pendidikan. Kemajuan
dalam ilmu pengetahuan ini mendukung keharusan untuk merevisi teks book Taksonomi Bloom.
3)   Taksonomi merupakan sebuah kerangka berpikir khusus yang menjadi dasar untuk
mengklarifikasikan tujuan-tujuan pendidikan. Sebuah rumusan tujuan pendidikan seharusnya
berisikan satu kata kerja dan satu kata benda. Kata kerja umumnya mendeskripsikan proses kognitif
yang diharapkan dan kata bendanya mendeskripsikan pengetahuan yang diharapkan dikuasai oleh
siswa. Taksonomi Bloom hanya mempunyai satu dimensi yaitu hanya kata benda. Menurut Tyler
rumusan tujuan yang paling bermanfaat adalah rumusan yang menunujukkan jenis perilaku yang akan
diajarkan kepada siswa dan isi pembelajaran yang membuat siswa menunjukkan perilaku tersebut.
Berdasarkan hal tersebut rumusan tujuan pendidikan harus memuat dua dimensi yaitu dimensi
pertama untuk menunjukkan jenis perilaku siswa dengan menggunakan kata kerja dan dimensi kedua
unuk menunjukkan isi pembelajaran dengan mengggunakan kata benda.
4)   Proporsi yang tidak seimbang dalam penggunaan taksonomi pendidikan  untuk perencanaan
kurikulum dan pembelajaran dengan penggunaan taksonomi pendidikan untuk asassmen. Pada
taksonomi Bloom lebih memfokuskan penggunaan taksonomi pada asesmen.
5)   Pada kerangka berpikir taksonomi karya Benjamin Bloom lebih menekankan enam kategorinya
(pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan eveluasi) daripada sub-kategirinya.
Taksonomi Bloom menjelaskan keenam kategori tersebut secara mendetail, namun kurang
menjabarkan pada sub kategorinya sehingga sebagian orang akan lupa dengan sub kategori
Taksonomi Bloom.
6)   Ketidakseimbangan proporsi subkategori dari Taksonomi Bloom. Kategori pengetahuan dan
komprehensi memiliki banyak subkategori namun empat kategori lainnya hanya memiliki sedikit
subkategori.

2.5  Dimensi Pengetahuan
            Siahaan dan Rangkuti (2017:6) Ada empat macam pengetahuan, yaitu: pengetahuan faktual,
pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Jenis-jenis
pengetahuan ini sesungguhnya menunjukkan penjenjangan dari yang sifatnya konkret (faktual) hingga
yang abstrak (metakognitif). Dalam taksonomi yang lama, pengetahuan metakognitif belum
dicantumkan sebagai jenis pengetahuan yang juga harus dipelajari siswa.
a.    Pengetahuan Faktual (Factual knowledge)
Pengetahuan yang berupa potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah atau unsur dasar
yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan faktual pada umumnya merupakan abstraksi
tingkat rendah. Ada dua macam pengetahaun faktual, yaitu pengetahuan tentang terminologi
(knowledge of terminology) dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of
specific details and element).
1)      Pengetahuan Tentang Terminologi (knowledge of terminology)
Mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non
verbal. Setiap disiplin ilmu biasanya mempunyai banyak sekali terminologi yang khas untuk disiplin
ilmu tersebut. Beberapa contoh pengetahuan tentang terminologi: pengetahuan tentang alfabet,
pengetahuan tentang istilah ilmiah, dan pengetahuan tentang simbol dalam peta.
2)      Pengetahuan Tentang Detail-Detail dan Elemen-Elemen yang Spesifik (knowledge of specific
details and element)
Mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat
spesifik. Beberapa contoh pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur, misalnya pengetahuan
tentang nama tempat dan waktu kejadian, pengetahuan tentang produk suatu negara, dan pengetahuan
tentang sumber informasi. Karena fakta sangat banyak jumlahnya, pendidik perlu memilih dan
memilah fakta mana yang sangat penting dan fakta mana yang kurang penting.
b.   Pengetahuan Konseptual
            Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur
yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama. Pengetahuan konseptual mencakup skema,
model pemikiran, dan teori baik yang implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan
konseptual, yaitu pengetahaun tentang kelasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan
generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan sruktur. 
1)      Pengetahuan Tentang Klasifikasi dan Kategori
Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori mencakup pengetahuan tentang kategori, kelas,
bagian, atau susunan yang berlaku dalam suatu bidang ilmu tertentu. Pengetahuan tentang kelasifikasi
dan kategori merupakan pengetahuan yang sangat penting sebab pengetahaun ini juga menjadi dasar
bagi siswa dalam mengkelasifikasikan informasi dan pengetahuan. Tanpa kemampuan melakukan
kelasifikasi dan kategorisasi yang baik siswa akan kesulitan dalam belajar. Beberapa contoh
pengetahuan tentang kelasifikasi dan kategori: pengetahuan tentang bagian-bagian kalimat,
pengetahuan tentang masa geologi, dan pengetahuan tentang pengelompokan tumbuhan.
2)      Pengetahuan Tentang Prinsip dan Generalisasi
Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi mencakup abstraksi hasil observasi ke level yang
lebih tinggi, yaitu prinsip atau generalisasi. Prinsip dan generalisasi merupakan abstraksi dari
sejumlah fakta, kejadian, dan saling keterkaitan antara sejumlah fakta. Prinsip dan generalisasi
biasanya cenderung sulit untuk dipahami siswa apabila siswa belum sepenuhnya menguasai
fenomenafenomena yang merupakan bentuk yang “teramati” dari suatu prinsip atau generalisasi.
Beberapa contoh pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi: pengetahuan tentang hukum Mendel,
pengetahuan tentang seleksi alamiah, dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip belajar.
3)      Pengetahuan Tentang Teori, Model, dan Struktur
Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur mencakup pengetahuan tentang prinsip dan
generalisasi dan saling keterkaitan antara keduanya yang menghasilkan kejelasan terhadap suatu
fenomena yang kompleks. Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur merupakan jenis
pengetahuan yang sangat abstrak dan rumit. Beberapa contoh pengetahuan tentang teori, model, dan
struktur: pengetahuan tentang teori evolusi, pengetahuan tentang model DNA, dan pengetahuan
tentang model atom.

c.    Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang
baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam
mengerjakan suatu hal tertentu.
1)      Pengetahuan Tentang Keterampilan dalam Bidang Tertentu dan Pengetahuan Tentang
Algoritme
Pengetahuan tentang keterampilan dalam bidang tertentu dan pengetahuan tentang algoritme
mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus yang diperlukan untuk bekerja dalam suatu
bidang ilmu atau tentang algoritme yang harus ditempuh untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Beberapa contoh pengetahuan yang termasuk hal ini, misalnya: pengetahuan tentang keterampilan
menimbang, pengetahuan mengukur suhu air yang dididihkan dalam beker gelas, dan pengetahuan
tentang memipet.
2)      Pengetahuan Tentang Teknik dan Metode yang Berhubungan dengan Suatu Bidang Tertentu
Pengetahuan tentang teknik dan metode yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu
mencakup pengetahuan yang pada umumnya merupakan hasil konsensus, perjanjian, atau aturan yang
berlaku dalam disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan tentang teknik dan metode lebih mencerminkan
bagaimana ilmuwan dalam bidang tersebut berpikir dan memecahkan masalah yang dihadapi.
Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya, pengetahuan tentang metode penelitian yang sesuai
untuk suatu permasalahan sosial dan pengetahuan tentang metode ilmiah.
3)      Pengetahuan Tentang Kriteria Untuk Menentukan Kapan Suatu Prosedur Tepat Untuk
Digunakan
Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan suatu prosedur tepat untuk digunakan
mencakup pengetahuan tentang kapan suatu teknik, strategi, atau metode harus digunakan. Siswa
dituntut bukan hanya tahu sejumlah teknik atau metode tetapi juga dapat mempertimbangkan teknik
atau metode tertentu yang sebaiknya digunakan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang
dihadapi saat itu. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan tentang kriteria untuk
menentukan jenis-jenis tulisan, pengetahuan tentang kriteria pemilihan rumus yang sesuai untuk
memecahkan masalah, dan pengetahuan memilih metode statistika yang sesuai untuk mengolah data.
d.   Pengetahuan Metakognitif
Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran serta pengetahuan tentang
kognisi diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa seiring dengan
perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan pikirannya dan semakin banyak tahu tentang
kognisi, dan apabila siswa bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam belajar. 

1)      Pengetahuan Strategis
Mencakup pengetahuan tentang strategi umum untuk belajar, berpikir, dan memecahkan
masalah. Pengetahuan jenis ini dapat digunakan bukan hanya dalam suatu bidang tertentu tetapi juga
dalam bidangbidang yang lain. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa
mengulang-ulang informasi merupakan salah satu cara untuk mengingat, dan pengetahuan tentang
strategi perencanaan untuk mencapai tujuan. 
2)      Pengetahuan Tentang Tugas-Tugas Kognitif
Pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, termasuk di dalamnya pengetahuan tentang konteks
dan kondisi yang sesuai mencakup pengetahuan tentang jenis operasi kognitif yang diperlukan untuk
mengerjakan tugas tertentu serta pemilihan strategi kognitif yang sesuai dalam situasi dan kondisi
tertentu. Beberapa contoh pengetahaun jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa buku pengetahuan
lebih sulit dipahami dari pada buku populer dan pengetahuan bahwa meringkas dbisa digunakan untuk
meningkatkan pemahaman. 
3)      Pengetahuan Tentang Diri Sendiri
Pengetahuan tentang diri sendiri mencakup pengetahuan tentang kelemahan dan kemampuan diri
sendiri dalam belajar. Salah satu syarat agar siswa dapat menjadi pembelajar yang mandiri adalah
kemampuannya untuk mengetahui dimana kelebihan dan kekurangan serta bagaimana mengatasi
kekurangan tersebut. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa seseorang
yang ahli dalam suatu bidang belum tentu ahli dalam bidang lain, pengetahuan tentang tujuan yang
ingin dicapai dan pengetahuan etntang kemampuan yang dimiliki dalam mengerjakan suatu tugas.

2.6  Dimensi Proses Kognitif dalam Revisi Taksonomi Bloom


            Siahaan dan Rangkuti (2017:13) Jumlah dan jenis proses kognitif tetap sama seperti dalam
taksonomi yang lama, hanya kategori analisis dan evaluasi ditukar urutannya dan kategori sintesis kini
dinamai membuat (create).Seperti halnya taksonomi yang lama, taksonomi yang baru secara umum
juga menunjukkan penjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana ke proses kognitif yang lebih
kompleks. Namun demikian penjenjangan pada taksonomi yang baru lebih fleksibel sifatnya. Artinya,
untuk dapat melakukan proses kognitif yang lebih tinggi tidak mutlak disyaratkan penguasaan proses
kognitif yang lebih rendah.  Berikut ini merupakan perbedaan piramida Taksonomi Bloom sebelum
revisi dan sesudah revisi.
Menurut Wina Sanjaya (dalam Prastowo, 2015:133) mengungkapkan bahwa revisi atau
perbaikan dalam dimensi kognitif pada taksonomi bloom diantaranya: 1) adanya penggantian posisi
tingkatan, yakni evaluasi yang pada awalnya ditempatkan pada posisi puncak menjadi posisi kelima
mengganti tingkatan sintesis yang digantikan dengan mencipta (create) sebagai tingkatan aspek
kognitif yang paling tinggi. 2) mengeluarkan aspek pengetahuan (knowlegde) dari tingkatan kognitif
digantikan dengan mengingat (remember), sedangkan pengetahuan itu sendiri dijadikan aspek
tersendiri yang harus menaungi enam tingkatan meliputi pengetahuan (knowlegde) tentang fakta,
konsep, prosedural, dan pengetahuan metakognitif. 3) dimensi kognitif yang enam tingkatan diubah
dari kata benda menjadi kata kerja, yakni yang asalanya pengetahuan, pemahaman, alpikasi, analisis
sintesis, dan evaluasi menjadi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan
mencipta.
Gambar 2.1 Piramida Taksonomi Bloom Sebelum Revisi dan Sesudah Revisi (Sumber: Siahaan dan
Rangkuti, 2017:13)
a.    Mengingat (Remember)
            Mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif
yang paling rendah tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian
belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih
luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses
kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).
1)      Mengenali (Recognizing)
Mencakup proses kognitif untuk menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori
jangka panjang yang identik atau sama dengan informasi yang baru. Bentuk tes yang meminta siswa
menentukan betul atau salah, menjodohkan, dan pilihan berganda merupakan tes yang sesuai untuk
mengukur kemampuan mengenali. Istilah lain untuk mengenali adalah mengidentifikasi
(identifying). Contohnya, mengenali tanggal terjadinya peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah
Indonesia.
Contoh soal:
Hari Kesaktian Pancasila jath pada tanggal ....
A.   6 Oktober
B.    1 Oktober
C.    2 Oktober
D.   9 Oktober
2)      Mengingat kembali (Recalling)
Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang apabila ada petunjuk
(tanda) untuk melakukan hal tersebut. Tanda di sini seringkali berupa pertanyaan. Istilah lain untuk
mengingat adalah menarik (retrieving). Contohnya, mengingat kembali peristiwa-peristiwa penting
yang bersejarah.
Contoh soal:
Siapakah penemu bola lampu listrik?
A.   James Watt
B.    Alexander G. Bell
C.    Thomas A. Edison
D.   George T. Phillips
b.   Memahami (Understand)
Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan
informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan
yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Karena penyususn skema adalah
konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup
tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying),
mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarising), menarik inferensi (inferring),
membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).
1)      Menafsirkan (interpreting)
Mengubah dari satu bentuk informasi ke bentuk informasi yang lainnya, misalnya dari dari kata-
kata ke grafik atau gambar, atau sebaliknya, dari kata-kata ke angka, atau sebaliknya, maupun dari
kata-kata ke kata-kata, misalnya meringkas atau membuat parafrase. Informasi yang disajikan dalam
tes haruslah “baru” sehingga dengan mengingat saja siswa tidak akan bisa menjawab soal yang
diberikan. Istilah lain untuk menafsirkan adalah mengklarifikasi (clarifying), memparafrase
(paraphrasing), menerjemahkan (translating), dan menyajikan kembali (representing).
Contoh soal:
Seorang ibu rumah tangga mengelola pengeluaran bulanannya yang berjumlah Rp 1.200.000 sebagai
berikut:
No Jenis pengeluaran Jumlah

1 Belanja dapur Rp 600.000

2 Sewa rumah Rp 300.000

3 Ongkos Rp 150.000

4 Lis trik + gas Rp 100.000

5 Tabungan + lain-lain Rp 50.000

Buatlah pengeluaran ibu tersebut dalam bentuk diagram lingkaran


2)      Memberikan contoh (exemplifying)
Memberikan contoh dari suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum. Memberikan contoh
menuntut kemampuan mengidentifikasi ciri khas suatu konsep dan selanjutnya menggunakan ciri
tersebut untuk membuat contoh. Istilah lain untuk memberikan contoh adalah memberikan ilustrasi
(illustrating) dan mencontohkan (instantiating).
Contoh Soal:
Manakah dari benda-benda berikut yang tidak mengandung bahan organik?
A.    Daun yang mati
B.     Darah
C.     Besi
D.    Jamur
E.     Ranting pohon 
3)      Mengkelasifikasikan (classifying)
Mengenali bahwa sesuatu (benda atau fenomena) masuk dalam kategori tertentu. Termasuk
dalam kemampuan mengkelasifikasikan adalah mengenali ciri-ciri yang dimiliki suatu benda atau
fenomena. Istilah lain untuk mengkelasifikasikan adalah mengkategorisasikan (categorising).
Contoh soal:
Binatang manakah diantara binatang berikut yang tidak termasuk serangga?
A.      Jengkerik
B.       Nyamuk
C.       Kecoa
D.      Laba-laba
E.       Kupu-kupu
4)      Meringkas (summarising)
Membuat suatu pernyataan yang mewakili seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari
sebuat tulisan. Meringkas menuntut siswa untuk memilih inti dari suatu informasi dan meringkasnya.
Istilah lain untuk meringkas adalah membuat generalisasi (generalising) dan mengabstraksi
(abstracting). 
Contoh soal:
Istilah asing yang digunakan dalam pelajaran biologi bukanlah sekedar kata-kata yang berfungsi
sebagai alat komunikasi yang fungsinya dapat digantikan dengan kata-kata lain. Istilah-istilah dalam
pelajaran biologi merupakan label untuk suatu konsep sehingga sulit untuk langsung diindonesiakan
atau diganti dengan kata lain. Sebagai contoh, pengindonesiaan kata “chlorophyll” menjadi “klorofil”
secara konsep sesungguhnya tidak akurat. Kata “chlorophyll” (chloro = pigmen warna hijau; phyll =
daun) secara konsep menjadi hilang maknanya apabila diganti menjadi klorofil sebab dalam bahasa
Indonesia tidak dikenal akar kata “kloro” maupun “fil”.
Pernyataan manakah yang merupakan inti paragraf di atas?
A.    Dalam pelajaran biologi banyak istilah-istilah asing
B.     Istilah asing dalam pelajaran biologi banyak yang diindonsiakan
C.     Istilah asing dalam pelajaran biologi merupakan penunjuk konsep
D.    Dalam bahasa Indonesia tidak dikenal istilah asing
E.     Kata klorofil tidak berasal dari bahasa Indonesia
5)      Menarik inferensi (inferring)
Menemukan suatu pola dari sederetan contoh atau fakta. Untuk dapat melakukan inferensi siswa
harus terlebih dapat menarik abstraksi suatu konsep/prinsip berdasarkan sejumlah contoh yang ada.
Istilah lain untuk menarik inferensi adalah mengekstrapolasi (extrapolating), menginterpolasi
(interpolating), memprediksi (predicting), dan menarik kesimpulan (concluding). 
Contoh soal:
Tanggal Matahari Bulan

No Terbit Terbit

1 1 Mei 05:34 17:53

2 2 Mei 05:34 18:43

3 3 Mei 05:35 19:33

4 4 Mei 05:35

5 5 Mei 05:36

6 6 Mei 05:36 21:53

7 7 Mei 05:35 22:43

Pada pukul berapakah bulan terbit pada tanggal 5 Mei?


A.    10: 23
B.     20: 33
C.     21: 03
D.    21: 33
E.     21: 43
6)      Membandingkan (comparing)
Mendeteksi persamaan dan perbedaan yang dimiliki dua objek, ide, ataupun situasi.
Membandingkan mencakup juga menemukan kaitan antara unsur-unsur satu objek atau keadaan
dengan unsur yang dimiliki objek atau keadaan lain. Istilah lain untuk membandingkan adalah
mengkontraskan (contrasting), mencocokkan (matching), dan memetakan (mapping).
Contoh soal:
Manakah dari pernyataan berikut yang bisa menggambarkan kejadian gerhana bulan?
A.    Ditelannya bulan oleh raksasa
B.     Habisnya batu baterai pada senter
C.     Tertutupinya batu oleh bayangan pohon besar
D.    Terhalangnya bintang oleh awan
E.     Teduhnya bumi karena awan
7)      Menjelaskan (explaining)
Mengkonstruksi dan menggunakan model sebab-akibat dalam suatu system. Termasuk dalam
menjelaskan adalah menggunakan model tersebut untuk mengetahui apa yang terjadi apabila salah
satu bagian sistem tersebut diubah. Istilah lain untuk menjelaskan adalah mengkonstruksi model
(constructing a model).
Contoh soal:
Mengapa batu baterai yang digunakan untuk menyalakan 2 buah lampu dengan rangkaian paralel
lebih cepat “habis” dibandingkan apabila digunakan rangkaian seri?
A.    Rangkaian paralel lebih boros daripada rangkaian seri
B.    Energi yang dipakai pada rangkaian paralel lebih banyak
C.    Rangkaian paralel tidak cocok untuk batu baterai
D.    Hambatan pada rangkaian seri lebih kecil
E.     Rangkaian seri memerlukan kabl yang lebih pendek

c.    Mengaplikasikan (Applying)
Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas.
Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti
bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua
macam proses kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing).
1)      Menjalankan (executing)
Menjalankan suatu prosedur rutin yang telah dipelajari sebelumnya. Langkah-langkah yang
diperlukan sudah tertentu dan juga dalam urutan tertentu. Apabila langkah-langkah tersebut benar,
maka hasilnya sudah tertentu pula. Istilah lain untuk menjalankan adalah melakukan (carrying out).

Contoh soal:
a)      Berapa macamkah gamet yang dihasilkan dari hasil persilangan dengan 8 sifat beda?
b)      Berapa literkah isi sebuah drum dengan tinggi 1 m dan diameter 25 cm?
2)      Mengimplementasikan (implementing)
Memilih dan menggunakan prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan tugas yang baru. Karena
diperlukan kemampuan memilih, siswa dituntut untuk memiliki pemahaman tentang permasalahan
yang akan dipecahkannya dan juga prosedur-prosedur yang mungkin digunakannya. Apabila prosedur
yang tersedia ternyata tidak tepat benar, siswa dituntut untuk bisa memodifikasinya sesuai keadaan
yang dihadapi. Istilah lain untuk mengimplementasikan adalah menggunakan (using).
Contoh soal:
Seorang petani mempunyai sebidang tanah dengan bentuk kurang lebih sebagai berikut:
  
Berapakah luas tanah tersebut?
d.   Menganalisis (Analyzing)
            Menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsurunsurnya dan menentukan bagaimana
saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur besarnya. Ada tiga macam proses kognitif
yang tercakup dalam menganalisis: membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan
menemukan pesan tersirat (attributting).
1)      Membedakan (differentiating)
Membedakan bagian-bagian yang menyusun suatu struktur berdasarkan relevansi, fungsi dan
penting tidaknya. Oleh karena itu membedakan (differentiating) berbeda dari membandingkan
(comparing). Membedakan menuntut adanya kemampuan untuk menentukan mana yang
relevan/esensial dari suatu perbedaan terkait dengan struktur yang lebih besar. Misalnya, apabila
seseorang diminta membedakan antara apel dan jeruk, faktor warna, bentuk dan ukuran bukanlah ciri
yang esensial. Namun apabila yang diminta adalah membandingkan hal-hal tersebut bisa dijadikan
pembeda. Istilah lain untuk membedakan adalah memilih (selecting), membedakan (distinguishing)
dan memfokuskan (focusing).
Contoh soal:
Beberapa kali di televisi diberitakan ada tumbuhan aneh, misalnya pisang yang tandannya muncul
langsung dari tanah, nanas berbuah 15, ataupun kelapa bercabang tiga. Masyarakat menanggapi
kejadian ini dengan berbagai pendapat, ada yang menyebutnya sebagai tumbuhan “keramat” namun
ada juga yang menganggapnya sebagai keanehan yang “biasa”.
2)      Mengorganisir (organizing)
Mengidentifikasi unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut
terkait satu sama lain untuk membentuk suatu struktur yang padu.

Contoh: menganalisis keseimbangan dinamis suatu ekosistem.

3)      Menemukan pesan tersirat (attributting)

Menemukan sudut pandang, bias, dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi.

Contoh: menganalisis mengapa seseorang menulis di surat kabar bahwa hutan di Jawa Barat masih
cukup luas

e.    Mengevaluasi
            Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam
proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa (checking) dan mengritik (critiquing).

1)      Memeriksa (Checking)
Menguji konsistensi atau kekurangan suatu karya berdasarkan kriteria internal (kriteria yang
melekat dengan sifat produk tersebut).
2)      Mengritik (Critiquing)
Menilai suatu karya baik kelebihan maupun kekurangannya, berdasarkan kriteria eksternal.
f.     Mencipta (create)
            Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses
kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat (generating), merencanakan (planning),
dan memproduksi (producing).
1)      Membuat (generating)
Menguraikan suatu masalah sehingga dapat dirumuskan berbagai kemungkinan hipotesis yang
mengarah pada pemecahan masalah tersebut.
2)      Merencanakan (planning)
Merancang suatu metode atau strategi untuk memecahkan masalah..
3)      Memproduksi (producing)
Membuat suatu rancangan atau menjalankan suatu rencana untuk memecahkan masalah.

2.7 Pengunaan Tabel Taksonomi Pendidikan


Tabel taksonomi digunakan untuk membantu guru-guru dan pendidik lainnya setidaknya
dengan 3 cara. Pertama, tabel taksonomi dapat membantu guru-guru dapat memahami tuhuan-tujuan
pembelajaran mereka (tujuan-tujuan yang mereka buat sendiri dan tujuan-tujuan yang telah disediakan
oleh pihak lain). Kedua, dengan pemahaman yang lebih utuh perihal tujuan-tujuan pembelajaran,
guru-guru dapat menggunakan tabel taksonomi untuk membuat keputusan-keputusan yang lebih
bagus mengenai bagaimana mengajar dan mengakses siswa dalam kerangka tujuan-tujuan
pembelajaran itu. Ketiga, tabel taksonomi dapat membantu mereka menentukan seberapa sesuai
antara tujuan, asesmen, dan pembelajarannya dengan cara yang tepat.
1)   Tabel Taksonomi Untuk Menganalsis Tujuan Pembelajaran Guru
Untuk menganalisis tujuan pembelajaran guru harus mengetahui maksud dari tujuan
pembelajaran tersebut, dan ini sulit dilakukan jika rumusan-rumusan tujuan tidak mengandung kata-
kata atau rasa-frasa kunci atau jika kata-kata rasa-frasa itu justru menyesatkan. Bahkan, kata-kata
frasa-frasa kunci tidak selalu mempunyai pengertian yang dimaksudkan. Kata-kata yakni rumusan
tujuan pembelajaran bisa jadi tidak sesuai dengan tindakan-tindakannya yaitu aktivitas-aktivitas
pembelajaran dan asesmen yang berkaitan dengan tujuannya. Berdasarkan semua alasan tersebut
menempatkan sebuah tujuan pembelajaran dalam tabel taksonomi berarti menentukan maksud dari
tujuan pembelajaran tersebut dalam kaitannya dengan makna rumusan tujuan pembelajaran, tujuan
aktivitas-aktivitas pembelajarannya, dan tujuan asesmennya.
Contoh tujuan pembelajaran:
Siswa belajar menggunakan rumus-rumus tentang listrik dan magnet (seperti rumus Lenz dan rumus
Ohm)
Untuk menempatkan tujuan ini dalam tabel taksonomi, kita harus menelaah kata kerja dan
frasa bendanya dalam hubungannya dengan kategori-kategori dalam taksonomi. Kita harus secara
khusus menghubungkan kata “menggunakan” dengan salah satu dari enam kategori proses kognitif
pokok dan frasa benda “rumus-rumus tentang listrik dan magnet” dengan salah satu dari 4 jenis
pengetahuan. Kata “menggunakan” merupakan nama lain dari mengimplementasikan yang termasuk
dalam kategori mengaplikasikan. Adapun frasa bendanya, “rumus-rumus tentang listrik dan magnet”
adalah prinsip atau generalisasi, dan pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi
merupakan Pengetahuan Konseptual. Jadi, apabila analisis ini tepat, tujuan pembelajaran tersebut
berada di kotak tabal taksonomi yang merupakan perpotongan
antara mengaplikasiskan dan pengetahuan konseptual. Dalam menganalisis tujuan pembelajaran
tersebut, kita langsung merujuk pada subjenis pengetahuan (yaitu pengetahuan tentang prinsip dan
generalisasi) dan proses kognitif yang spesifik (yakni mengimplementasikan), bukan pada 4 jenis
pengetahuan pokok dan 6 kategori proses kognitif. Subjenis pengetahaun dan proses-proses kognitif
yang spesifik menjadi petunjuk terbaik untuk menempatkan tujuan pembelajaran secara tepat dalam
tabel taksonomi.
Meskipun tujuan pembelajaran diatas dimasukkan dalam satu kotak, jika menimbang
aktivitas-aktivitas pembelajaran yang berbeda yang dilakukan guru, kita akan melihat gambar lain
yang lebih kompleks. Misalnya, pada umumnya yang manakala siswa mengimplementasikan rumus-
rumus ilmiah, mereka pertama-tama akan mengidentifikasi jenis masalah yang mereka hadapi,
kemudian memilih rumus yang dapat menyelesaikan masalahnya, dan menggunakan prosedur yang
menyertakan rumus tersebut utntuk menyelesaikan
masalahnya. Mengimplentasikan melibatkan pengetahuan konseptual yakni pengetahuan tentang jenis
atau kategori masalahnya dan pengetahuan prosedural yakni, pengetahuan tentang langkah-langkah
yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalahnya.
Dimensi Pengetahuan Dimensi Proses Kognitif

1.    Mengingat 2.  Memahami 3.  Mengaplikasikan4.     Menganalisis5.     Mengevaluasi6.     Mencipta

 Pengetahuan   Faktual

 Pengetahuan Konseptual Tujuan

  Pengetahuan Proseural

 Pengetahuan   Metakognitif

Tabel 2.2 Penempatan Tujuan dalam Taksonomi Pendidikan (Sumber: Anderson dan Krathwohl,


2010:149)
Aktivitas-aktivitas pembeljarannya akan membantu siswa mengkontruksi dan menguasai
kedua jenis pengetahuan tersebut. Oleh karena siswa dapat melakukan kesalahan dalam
mengklasifikasikan, membedakan, dan mengimplemenasikan, cukup beralasan bagi guru untuk
menekankan pengetahuan metakognitif dalam proses pembelajaran. Misalnya, kepada siswa diajarkan
strategei-strategi untuk memonitor apakah keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan mereka masuk
akal. Selain diajari untuk dapat mengingat strategi-strategi tersebut, siswa juga diajari untuk
mengimplementasikannya.
Sebagian aktivitas pembelajaran juga sebaiknya terfokus pada apa yang dinamakan proses-
proses kognitif tingkat tinggi. Karena mengimplementasikan kerap kali melibatkan proses penentuan
pilihan, siswa perlu diajari untuk memeriksa dan mengkritik hasil atau solusi akhirnya. Memeriksan
dan mengkrtik berada dalam kategori mengevaluasi. Aktivitas-aktivitas pembelajaran member
kesempatan kepada siswa untuk mengkontruksi minimal 3 jenis pengetahaun (konseptual, prosedural,
dan metakogntif) dan mengalami sekurang-kurangnya 6 proses kognitif (mengingat kembali,
mengklasifikasikan, membedakan, mengimplementasikan, memeriksa, dan mengkritik) yang
termasuk dalam 5 kategori proses (mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, dan
mengevaluasi).
Dimensi Dimensi Proses Kognitif
Pengetahuan
1.     Mengingat2.     Memahami3.     Mengaplikasikan 4. Menganalisis5.     Mengevaluasi 6.  Mencipta

A. Pengetahuan
Faktual
B.    Pengetahuan Aktivitas 1 Tujuan Aktivitas 2 Aktivitas 7
Konseptual

C.  Pengetahuan Aktivitas 3 Aktivitas 6


Proseural

D. Pengetahuan Aktivitas 4 Aktivitas 5


Metakognitif

Tabel 2.3 Penempatan Tujuan dan Aktivitas Pembelajaran dalam Taksonomi


Pendidikan (Sumber: Anderson dan Krathwohl, 2010:152)
Keterangan:
Tujuan pembelajarannya adalah “Siswa belajar menggunakan rumus-rumus tentang listrik dan magnet
(seperti rumus Lenz, dan rumus Ohm) untuk menyelesaikan masalah”.
Aktivitas 1      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa mengklasifikasikan
jenis-jenis masalah.
Aktivitas 2      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa memilih rumus-rumus
yang tepat.
Aktivitas 3      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa
mengimplementasikan prosedur prosedur yang tepat
Aktivitas 4      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa mengingat kembali
strategi-strategi metakognitif
Aktivitas 5      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa
mengimplementasikan strategi strategi metakognitif
Aktivitas 6      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa memeriksa
implementasi prosedurnya.
Aktivitas 7      : Aktivitas -aktivitas untuk membantu siswa mengkritik ketepatan
solusinya.
Sangat menarik untuk mengamati hubungan antar satu kotak yang berisikan tuuan
pembelajaran (B3) dengan tujuh kotak yang berisikan aktivitas-aktivitas pembelajaran (B1, B4, B5,
C3, C5, D1, dan D3): ternyata tk satu pun aktivitas pembelajaran yang berkaitan langsung dengan
tujuan pembelajarannya. Alasannya jelas, yakni sesuai dengan definisi kami tentang
Mengaplikasikan. Mengapliksikan berarti menerapkan atau menggunkaan suatu prosedur dalam
keadaan tertentu. Dengan perkataan lain, Mengaplikasikan membutuhkan Pengetahuan Prosedural.
Karenanya, jika rumus-rumus tentang listrik tersebut harus melekat pada suatu prosedur (Pengetahuan
Prosedur). Prosedurnya akan “membuka” rumus-rumusnya untuk mempermudah penerapannya
(misalnya, pertama, menghitung daya elektromotifnya; kedua, menghitung arusnya; ketiga, membagi
daya elektromotifnya dngan arusnya untuk mengetahui tahannya). Analisis awal terhadap hubungan
antara Mengaplikasikan dan Pengetahuan  Prosedural menunjukkan bahwa kita mulanya
mengklasifikasikan tujuan pembelajaran di atas sebagai mengaplikasikan pengetahaun prosedural
(C3), bukan mengaplikasikan pengetahuan konseptual (B3).
2)   Jenis Asesmen
a.      Asesmen yang terfokus Vs. Asesmen yang Tersebar
Analisis awal kami, berdasarkan rumusan tujuan pembelajarannya, menunjukkan bahwa guru
mmfokuskan asesmennya pada seberapa jauh siswa sudah belajar mengaplikasikan pengetahuan
konseptual (B3). Sebaliknya, analisis kami yang lebih mendetail, berdasarkan aktivitas-aktivitas
pembelajaran yang relevan, menunjukkan bahwa guru mengases beragam kotak yang bertalian
dengan pencapaian tujuan utamanya (B2, B4, B5, C3, C5, D1, dan D3). Dua analisis ini seolah
memepertantangkan kedalaman versus keluasan. Di satu sisi, asesmen yang terfokus memungkinkan
guru mengetahui seberapa mendalam siswa belajar terkait dengan sebuah tujuan pembelajaran, Aneka
pertanyaan yang berkaitan dengan tujuan ini dapat dimasukan dalam satu asesmen tunggal. Di sisi
lain, asesmen yang tersebar memungkinkan guru mengetahui secara luas proses-proses yang terjadi
dalam mencapai tujuan. Tes yang luas bukan hanya mengakses tujuan utamanya dalam bentuk
pengetahuan dan proses-proses kognitif, melainkan juga mendiagnosis kesulitan-kesulutan belajar
siswa, misalnya dalam memepelajari Pengetahuan Prosedural.
b.      Asesmen Formatif vs. Asesmen Sumatif
Asesmen formatif dimasukkan untuk mengumpulkan informasi tentang aktivitas belajar yang
sedang berlangsung, sehingga dimungkinkan untuk memodifikasi pembelajarannya dan meningkatkan
kualitas atau kuantitas pembelajarannya. Sebaliknya, asesmen sumatif dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi tetang aktivitas belajar yang sudah selesai, biasanya guna menentukan nilai
siswa. Singkatnya, asesmen formatif digunakan terutama untuk meningkatkan aktivitas belajar sisa,
sedangkan asesmen sumatif untuk menentukan nilai siswa. Tugas kelompok dan pekerjaan rumah
(PR) acap kali dipakai sebagai asesmen formatif, sementara tes formal merupakan alat asesmen
sumatif.
c.       Mengases Mengimplementasikan Vs. Mengases Mengakseskusi
Oleh karena mengimplementasikan dan mengeksekusi termasuk dalam kategori
Mengaplikasikan, keduanya perlu dibedakan untuk memproleh hasil asesmen yang valid. Jika
asesmennya tidak berisi tugas-tugas yang tak familier dan/atau tidak mengharuskan siswa memilih
Pengetahuan Prosedural yang releva dan tepat, tugas-tugas ini mengases proses kognitif
mengekseskusi, bukan mengimplementasikan. Pemberian tugas-tugas asesmen yang baru bagi siswa
menjadi cara pokok untuk memastikan bahwa siswa merespons asesmen ini dengan proses kognitif
yang paling kompleks dalam tujuan pembelajarannya.
Asesmen dan Tabel Taksonomi. Melanjutkan contoh di atas, misalnya si guru memutuska untuk
mengases penggunaan prosedur yang tepat oleh siswa dan jawaban yang benar. Si guru memakai
asesmem sebagai asesmen formatif. Dia memeberi siswanya sepuluh soal tentang listrik dan mekanika
dan meminta mreka menyelesaikan semua soal ini.
Sebagaimana menelaah tujuan dan aktivitas-aktivitas pembelajaran di muka, kami dapat
menganalisis asesmen dengan tabel taksonomi. Disini, kami memfokuskan diri pada skor tes
formatifnya. Setiap jawaban di skor berdasarkan “ketepatan siswa dalam memilih prosedur”. Rubrik
penskoran yang dipegang guru merincinya jadi ketepatan siswa dalam mengklasifikasikan masalah
(memahamai pengetahuan konseptual, 1 poin), dalam memilih rumus (menganalisis pengetahuan
konseptual, 1poin), dan dalam memilih prosedur penerapan rumus untuk menyelesaikan soal
(menganalisis pengetahuan procedural, 1 poin). Lantara guru mendang prosedur dan hasil
penyelesaian sama-sama penting, dengan memebrukan 3 poin untuk ketepatan dalam memilih
prosedur yang tepat untuk menyelesaikan setiap soal, guru pun memberikan 3 poin untuk jawaban
yang benar. Hasil analisis kami sajikan dalam tabel taksonomi berikut:
Dimensi Dimensi Proses Kognitif
Pengetahu
1.     Mengin2.     Memah3.     Mengaplikas4.     Menganal
5.     Mengeval6.     Menci
an
gat ami ikan isis uasi pta

A.   Pengetah
uan
Faktual

B.    Pengetah Aktivitas Tujuan Aktivitas 2 Aktivitas 7


uan 1
Konseptu Tes 1B

al Tes 1A

C.  Pengetah Aktivitas 3 Tujuan Aktivitas 6


uan difokuskan
Proseural Tes 2 lagi

Tes 1C

D. Pengetahu Aktivitas Aktivitas 5


an 4
Metakogn
itif

Tabel 2.4 Penempatan Tujuan, Aktivitas Pembelajaran, dan Asesmen dalam Taksonomi


Pendidikan (Sumber: Anderson dan Krathwohl, 2010:154)
Keterangan:
Tujuan pembelajarannya adalah “Siswa belajar menggunakan rumus-rumus tentang listrik dan magnet
(seperti rumus Lenz, dan rumus Ohm) untuk menyelesaikan masalah”.
Aktivitas 1      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa mengklasifikasikan
jenis-jenis masalah.
Aktivitas 2      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa memilih rumus-rumus
yang tepat.
Aktivitas 3      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa
mengimplementasikan prosedur prosedur yang tepat
Aktivitas 4      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa mengingat kembali
strategi-strategi metakognitif
Aktivitas 5      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa
mengimplementasikan strategi strategi metakognitif
Aktivitas 6      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa memeriksa
implementasi prosedurnya.
Aktivitas 7      : Aktivitas - aktivitas untuk membantu siswa mengkritik ketepatan
solusinya.
Tes 1A, Tes 1B, Tes 1C = kotak-kotak yang diasosiasikan dengan aspek prosedural pada setiap soal,
Tes 2= kotak yang diasosiasikan dengan “jawaban” yang tepat.

BAB III
PENUTUP

3.1    Simpulan
Adapun simpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.        Sejarah taksonomi bloom bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam Konferensi Asosiasi Psikolog
Amerika, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa dari evaluasi hasil belajar yang banyak
disusun di sekolah, ternyata  persentase terbanyak butir soal yang diajukan hanya meminta siswa
untuk mengutarakan hapalan mereka. Akhirnya pada tahun 1956, Bloom, Englehart, Furst, Hill dan
Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka konsep kemampuan berpikir yang dinamakan Taxonomy
Bloom. Jadi, Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi yang mengidentifikasikan skills mulai dari
tingkat yang rendah hingga yang tinggi.
2.        Untuk lebih mudah memahami Taksonomi Bloom, maka dapat dideskripsikan dalam dua
pernyataan yaitu memahami sebuah konsep berarti dapat mengingat informasi atau ilmu mengenai
konsep itu dan seseorang tidak akan mampu mengaplikasikan ilmu dan konsep jika tanpa terlebih
dahulu memahami isinya. 

3.        Ada dua buah perubahan mendasar dalam Revisi Taksonomi Bloom menurut Anderson adalah
revisi taksonomi bloom memfokuskan pada aplikasin dan perubahan terminologi.
4.        Siahaan dan Rangkuti (2017:5) menyatakan ada beberapa alasan mengapa buku teks Taksonomi
Bloom perlu harus direvisi, yaitu :
(1)   Terdapat kebutuhan untuk mengarahkan kembali fokus para pendidik pada buku teks, bukan sekedar
sebagai dokumen sejarah melainkan juga sebagai karya yang dalam banyak hal telaph mendahului
zamannya.
(2)   Adanya kebutuhan untuk memadukan pengetahuan-pengetahuan dan pemikiran-pemikiran baru
dalam sebuah kerangka kategorisasi tujuan pendidikan.
(3)   Taksonomi merupakan sebuah kerangka berpikir khusus yang menjadi dasar untuk
mengklarifikasikan tujuan-tujuan pendidikan.
(4)   Proporsi yang tidak seimbang dalam penggunaan taksonomi pendidikan  untuk perencanaan
kurikulum dan pembelajaran dengan penggunaan taksonomi pendidikan untuk asassmen.
(5)   Pada kerangka berpikir taksonommi karya Benjamin Bloom lebih menekankan enam kategorinya
(pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan eveluasi) daripada sub-kategirinya.
Ketidakseimbangan proporsi subkategori dari Taksonomi Bloom.
5.             Siahaan dan Rangkuti (2017:6) Ada empat macam dimensi pengetahuan, yaitu: pengetahuan
faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Jenis-jenis
pengetahuan ini sesungguhnya menunjukkan penjenjangan dari yang sifatnya konkret (faktual) hingga
yang abstrak (metakognitif). Dalam taksonomi yang lama, pengetahuan metakognitif belum
dicantumkan sebagai jenis pengetahuan yang juga harus dipelajari siswa.

6.             Siahaan dan Rangkuti (2017:13) Jumlah dan jenis proses kognitif tetap sama seperti dalam
taksonomi yang lama, hanya kategori analisis dan evaluasi ditukar urutannya dan kategori sintesis kini
dinamai membuat (create).Seperti halnya taksonomi yang lama, taksonomi yang baru secara umum
juga menunjukkan penjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana ke proses kognitif yang lebih
kompleks. Namun demikian penjenjangan pada taksonomi yang baru lebih fleksibel sifatnya. Artinya,
untuk dapat melakukan proses kognitif yang lebih tinggi tidak mutlak disyaratkan penguasaan proses
kognitif yang lebih rendah.  Berikut ini merupakan perbedaan piramida Taksonomi Bloom sebelum
revisi dan sesudah revisi.
7.             Tabel taksonomi digunakan untuk membantu guru-guru dan pendidik lainnya setidaknya dengan 3
cara. Pertama, tabel taksonomi dapat membantu guru-guru dapat memahami tuhuan-tujuan
pembelajaran mereka (tujuan-tujuan yang mereka buat sendiri dan tujuan-tujuan yang telah disediakan
oleh pihak lain). Kedua, dengan pemahaman yang lebih utuh perihal tujuan-tujuan pembelajaran,
guru-guru dapat menggunakan tabel taksonomi untuk membuat keputusan-keputusan yang lebih
bagus mengenai bagaimana mengajar dan mengakses siswa dalam kerangka tujuan-tujuan
pembelajaran itu. Ketiga, tabel taksonomi dapat membantu mereka menentukan seberapa sesuai
antara tujuan, asesmen, dan pembelajarannya dengan cara yang tepat.

3.2 Saran

Taksonomi Bloom penting untuk dipelajari bagi para calon pendidik untuk memudahkan
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran.

Daftar Pustaka

Juhrodin. Udin. 2006. “Revisi Taksonomi Bloom”. Dalam


https//www.academia.edu/6774013/Revisi_Taksonomi_Bloom. Diunduh 25 September 2018.

Prastowo, Andi. 2015. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik Terpadui. Jakarta:
Prenamedia Group.
Siahaan, Mika Febriani dan Mika Rahmi Rangkuti. 2017. “Taksonomi Bloom Revisi dan
Kaitannya dengan Versi Konvensional. Medan: Universitas Pendidikan Medan.

Widodo, Ari. 2006. “Revisi Taksonomi Bloom dan Pengembangan Butir Soal”. Buletin
Puspedik. Volume 3, (halaman 2-14).

Anda mungkin juga menyukai