Anda di halaman 1dari 16

––JUDUL

FANATISME AGAMA YANG BERLEBIHAN

Disusun Oleh :

Edwin Zamzami NIM : 18.1.03.02.0005

Moh. Khoirul Mukhlis NIM : 18.1.03.02.0019

Rezjeki Nirmala Sari NIM : 18.1.03.02.0027

Faradilla Ratna Dewi NIM : 18.1.03.02.0085

Irsa Yulia S NIM : 18.1.03.02.0088

UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI


2018

i
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................ii
BAB I .............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................................... 2
C. Pembatasan Masalah ........................................................................................ 2
D. Perumusan Masalah .......................................................................................... 3
E. Manfaat dan Kegunaan ..................................................................................... 3
F. Sistematika Penulisan ....................................................................................... 3
BAB II ............................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 5
A. Definisi Fanatisme ........................................................................................... 5
B. Fanatisme agama .............................................................................................. 6
C. Dampak Fanatisme Agama .............................................................................. 8
D. Penyebab Fanatisme dan Tidak Toleran .......................................................... 9
E. Pencegahan Fanatisme Agama Yang Berlebihan .......................................... 10
BAB III ......................................................................................................................... 12
PENUTUP .................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 12
B. Saran - saran ................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, dengan
keanekaragaman suku, ras, agama, bahasa, kebudayaan atupun adat istiadatnya, serta
dalam berbagai hal lainnya. Dengan sejarah Indonesia yang sejak dahulu terbuka
dalam menyerap pemikiran-pemikiran dari luar, menjadikan keberagaman di
Indonesia makin berlimpah. Keberagaman tersebut saat ini dapat kita lihat dari sisi
bahasa, budaya, suku, kondisi alam dan agama.Untuk hal yang terakhir yaitu agama,
di Indonesia terdapat banyak agama diantaranya: Islam, Kristen Protestan, Kristen
Katholik, Hindu, Budha. Menurut data statistik, Islam merupakan agama yang paling
banyak dianut di Indonesia. Di dalam masyarakat yang beranekaragam tersebut
memiliki karakteristik yang khas dari masing-masing kelompok masyarakat. Dalam
perspektif Emile Durkheim, persepsi individu tentang kepentingan pribadinya tidak
dibentuk dalam isolasi dari sesamanya, melainkan dibentuk oleh kepercayaan
bersama serta nilai-nilai yang dianut bersama orang - orang lainnya dalam
masyarakat (Lawang, 1986). Keberagaman agama yang ada di Indonesia ini
terkadang menimbulkan beberapa ketegangan bahkan permasalahan. Hal ini
disebabkan karena pemikiran dan sikap yang dimiliki umat beragama di Indonesia
masih pada tingkat eksklusivisme yang melahirkan pandangan bahwa ajaran yang
paling benar hanyalah agama yang dipeluknya. Sehingga perbedaan - perbedaan
tersebut yang dapat menyebabkan rawan terjadinya konflik di dalam masyarakat
Indonesia. Konflik tersebut dapat merusak integrasi masyarakat Indonesia, apabila
penyebab konflik tersebut disebabkan oleh rasa keyakinan, kebanggaan dan kecintaan
yang berlebihan atas karakteristik masing-masing kelompok masyarakat. Sikap
eksklusivisme hingga akhirnya mengarah kepada fanatisme, dan kemudian agama
lain dipandang sesat dan wajib dikikis hingga pada akhirnya mengarah pada hal-hal
negatif yang merugikan masyarakat juga menyebabkan jatuhnya korban jiwa.

Kemajemukan masyarakat Indonesia menyebabkan masyarakatnya memiliki


karakterisik yang berbeda-beda. Berbagai kelompok fanatisme telah terbentuk di
dalam masyarakat Indonesia seperti, kelompok Islam Radikal dll. Sikap fanatik ini
dapat menimbulkan konflik di dalam masyarakat. Tidak jarang fanatisme
menimbulkan tindak kekerasan. Bahkan tak jarang akibat pemikiran sempit tersebut
terjadilah permasalahan yang menggunakan kekerasan dalam menyikapi perbedaan.
Selain itu, tindakan - tindakan penyimpangan dalam beragama ini tak ayal
menimbulkan adu domba terhadap masyarakat pemeluk agama yang sama maupun
pemeluk agama lain. Konflik dan kekacauan yang terjadi akibat fanatisme merupakan

1
2

gejala sosial yang ada dimasyarakat. Fanatisme adalah keyakinan yang berlebihan
terhadap suatu hal. Bentuk keyakinan yang berlebihan ini diterapkan terhadap ajaran
(politik, agama, kelompok, pola-pola institusionl, peran sosial, dan lain sebagainya).
Fanatisme membentuk solidaritas mekanik, yaitu didasarkan pada suatu “kesadaran
kolektif” bersama (collective consciousness / conscience). Karena fanatisme
menimbulkan gejala sosial, maka fanatisme merupakan bentuk dari fakta sosial.
Fanatisme dapat dikatakan sebagai fakta sosial karena telah memenuhi kriteria dan
karakteristik dari sebuah fakta sosial. Dari tindakan fanatisme ini dapat digolongkan
kedalam bentuk fakta sosial non material. Bentuk fakta sosial non material hanya
dapat kita amati secara mendalam dan tidak dapat kita raba, seperti fanatisme ini.

Dalam segi pelanggaran norma-norma Pancasila, fanatisme agama ini bahkan


hampir melanggar seluruh sila pada Pancasila. Dari pelanggaran dalam beragama
hingga pelanggaran sosial. Banyak pihak yang menjadi korban dalam tindakan
kekerasan yang sering terjadi. Tindakan yang berawal dari pemikiran sempit yang
mengatasnamakan agama. Dan pada akhirnya penyimpangan tersebut tentu dapat
membawa pengaruh - pengaruh buruk lainnya jika tidak segera ditangani. Hal
tersebut seharusnya membuat masyarakat mawas diri dalam menjaga sikap dan
toleransi terhadap lingkungan sekitar. Masyarakat seyogyanya mengerti dan
memahami tentang fanatisme serta dampak - dampak yang akan terjadi.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang masalah, maka diperoleh beberapa permasalahan
yang dapat diidentifikasi, antara lain:
1. Masuknya pemikiran - pemikiran dari luar, menjadikan keberagaman di
Indonesia makin berlimpah
2. Kemajemukan masyarakat Indonesia menyebabkan masyarakatnya memiliki
karakterisik yang berbeda-beda
3. Sikap fanatik yang dapat menimbulkan konflik di dalam masyarakat
4. Pengaruh buruk fanatisme berlebih bagi kehidupan bermasyarakat
5. Sikap eksklusivisme yang mengarah kepada fanatisme
6. Pelanggaran norma-norma Pancasila yang diakibatkan oleh sikap fanatisme
berlebihan

C. Pembatasan Masalah
Permasalahan pada penelitian ini difokuskan pada “Analisis perilaku fanatisme
agama berlebihan yang terjadi di masyarakat.”
3

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, maka dapat disusun rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Definisi fanatisme
2. Dampak fanatisme agama bagi kehidupan masyarakat
3. Penyebab Fanatisme dan tidak toleran
4. Karakteristik fanatisme agama
5. Cara Pencegahan fanatisme agama yang berlebihan

E. Manfaat dan Kegunaan


 Manfaat :
1. Sebagai dasar empirik, baik untuk kepentingan ilmiah maupun untuk
kepentingan praktis.
2. Sebagai bahan informasi tertulis untuk Pendidikan Pancasila pada
perguruan Tinggi khususnya yang meyangkut perkembangan sosial
tentang fanatisme agama.
3. Sebagai bahan penelitian lanjutan tentang “Fanatisme Agama yang
Berlebihan”.
4. Memberikan pemahaman tentang Fanatisme Agama dan unsur - unsur
yang melingkupinya.
5. Memperkaya khasanah keilmuan dalam disiplin pemikiran agama yang
netral, terbuka, dan dalam konteks hubungan antar agama di Indonesia.
6. Memberikan kontribusi bagi pengembangan studi selanjutnya.
 Kegunaan :
1. Untuk mengetahui secara lengkap gambaran tentang karakterisitik para
pelaku fanatisme agama.
2. Untuk mengetahui hubungan antara fanatisme agama dengan kelompok
yang terlibat.
3. Untuk mengetahui unsur – unsur yang mempengaruhi fanatisme agama.

F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Perumusan Masalah
E. Manfaat dan Kegunaan
F. Sistematika Pemulisan
4

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Fanatisme
B. Fanatisme Agama
C. Dampak Fanatisme Agama
D. Penyebab Fanatisme dan Tidak Toleran
E. Pencegahan Fanatisme Agama yang Berlebihan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran - saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Fanatisme
Fanatisme merupakan suatu keyakinan atau paham yang berlebihan terhadap
sesuatu hal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Fanatisme berarti
keyakinan (kepercayaan) yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama, dan lain
sebagainya). Kata fanatisme berasal dari dua kata yaitu fanatik dan isme. “Fanatik”
sebenarnya berasal dari bahasa Latin “fanaticus”, yang dalam bahasa Inggrisnya
diartikan sebagai frantic atau frenzied. Artinya adalah gila-gilaan, kalut, mabuk atau
hingar bingar. Dari asal kata ini, tampaknya kata fanatik dapat diartikan sebagai sikap
seseorang yang melakukan atau mencintai sesuatu secara serius dan sungguh-sungguh
( Hidayatullah, 1995). Sedangkan“isme”dapat diartikan sebagai suatu bentuk
keyakinan atau kepercayaan. Jadi, dari dua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa fanatisme adalah keyakinan atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap suatu
ajaran baik itu politik, agama dan sebagainya (Sudirwan,1988).
Sikap fanatisme menurut tindakan yang dilakukan seseorang dapat
digolongkan menjadi dua kategori, yaitu positif dan negatif. Fanatisme positif
merupakan bagian dari kesenangan atau kekaguman idividu yang berlebihan terhadap
suatu hal yang membuat dirinya merasa senang tanpa memperdulikan orang lain,
hanya untuk kesenangan pribadi semata atau merasa hal tersebut benar-benar penting
dan dibutuhkan oleh dirinya pribadi. Misalnya adalah, fanatisme seseorang untuk
membaca sebuah buku, sampai-sampai merelakan sebagian uang untuk membeli
sebuah buku dari pada kebutuhan lain yang jauh lebih dibutuhkan. Fanatisme seperti
ini tidak menimbulkan tindakan yang merugikan orang lain. Sedangkan Fanatisme
negatif merupakan keyakinan individu terhadap kelompoknya yang sangat
berlebihan, tidak terkontrol, dan seringkali perilakunya tidak rasional. Seperti
solidaritas mekanik yang dinyatakan oleh Durkheim, yaitu didasarkan pada suatu
“kesadaran kolektif” bersama (collective consciousness / conscience), yang menunjuk
pada “totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-
rata pada warga masyarakat yang sama itu (Lawang, 1986). Fanatisme ini akan
menyamarkan sifat asli individu dalam kelompoknya, karena karakteristik kelompok
yang diikuti oleh individu tersebut lebih mendominasi. Sehingga setiap tindakan yang
dilakukan oleh individu akan lebih mengikuti tindakan yang akan dilakukan oleh
kelompoknya, sebagai perwujudan dalam mematuhi peraturan kelompok yang sudah
disepakati bersama tindakan yang mereka lakukan tidak jarang menggunakan
kekerasan sebagai cara dalam menyikapi perbedaan yang ada, karena orang yang
memiliki sifat ini akan memiliki keyakinan bahwa kelompoknyalah yang paling

5
6

benar. Fanatisme yang negatif inilah yang sering menjadi penyebab konflik di
Indonesia, yang tentunya menimbulkan jatuhnya korban jiwa.

B. Fanatisme agama
Di Indonesia terlihat dengan jelas sebagian kelompok besar yang memiliki
fanatisme dalam beragama. Kelompok yang sering disebut-sebut adalah orang-orang
yang beragama Islam jalur keras (radikal). Mereka adalah orang-orang yang mengaku
melaksanakan jihad di jalan Allah, tetapi dalam upaya yang dilakukan mereka sering
sekali melakukan tidakan kekerasan yang menimbulkan korban jiwa. Kelompok ini
berpendirian bahwa merekalah yang paling benar dalam menjalankan perintah agama.
Apabila ada sesuatu hal yang menyangkut agama berbeda dari pengetahuan agama
mereka, maka mereka akan menolak dengan tindakan yang anarki. Mereka seperti
sudah tidak mempunyai rasa toleransi dalam beragama, karena yang mereka miliki
adalah fanatisme terhadap ajaran dalam agama mereka.

Orang-orang yang sudah masuk ke dalam kelompok dengan fanatisme ini,


sudah tidak dapat berpikir secara rasional. Kemungkinan yang terjadi ialah, mereka
telah di doktrin oleh para pemimpin mereka yang memiliki kewenangan menentukan
aturan di dalam kelompok. Doktrin - doktrin yang diberikan akan bertujuan membuat
para anggota kelompok memiliki keyakinan yang sangat kuat bahwa ajaran agamanya
yang paling benar, dan ajaran agama yang lainnya walaupun itu Islam dengan
perbedaan sedikit saja, itu tetap dianggap salah. Dari doktrin tersebut, menyebabkan
anggota kelompok tidak dapat berpikir secara rasional, karena pengetahuan
fundamental mereka tentang Islam sudah tidak di hiraukan lagi oleh kelompok ini.
Ajaran dasar di dalam Agama Islam yaitu, (a) Islam itu agama perdamaian, yang
dimaksud damai disini ialah toleransi terhadap agama lain, (b) penyebaran atau
ajarannya tidak melalui tindak kekerasan ataupun paksaan, (c) dalam agama Islam
tidak diajarkan untuk menyakiti sesama makhluk Allah, apalagi menyakiti sesama
manusia, dan masih banyak lagi kebaikan yang diajarkan Islam. Tentunya di dalam
agama lainnya (Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan kepercayaan lainnya) juga
diajarkan kebaikan dengan ajaran mereka masing-masing.

Beberapa kasus fanatisme yang ada di Indonesia diantaranya adalah, terorisme


sebagai upaya jihad yang dilakukan oleh kelompok islam radikal. Kelompok ini
diduga jaringannya tidak hanya di Indonesia saja, tetapi juga sampai ke luar negeri.
Ancaman yang dilakukan kelompok ini adalah terorisme. Tercatat pada tahun 2002
terjadi ledakan bom di Bali, kemudian disusul bom Bali II pada tahun 2005, serta
serangkaian ledakan bom di Bom Kuningan, Bom Marriot 2003, Bom JW Marriot
dan Ritz Carlton pada 2009 lalu. Tentu saja peristiwa tersebut menimbulkan korban
tewas dan luka-luka mencapai ratusan orang. Tujuan utama dalam operasi peledakan
7

bom kelompok fanatik ini adalah orang asing yang tentunya beragama non islam.
Tetapi pada kenyataannya yang menjadi korban bukan hanya warga Negara asing,
tetapi juga warga Negara Indonesia. Lebih kejamnya kelompok ini juga melenceng
dari tujuan utama tadi, warga Negara Indonesia yang beragama Islam pun diserang
oleh kelompok ini, seperti pada peristiwa peledakan bom bunuh diri di Masjid
Mapolresta Cirebon pada saat salat jumat di tahun 2011 lalu.

Tidak hanya kelompok islam radikal saja bentuk fanatisme yang ada di
Indonesia, FPI (Front Pembela Islam) yang selalu menggunakan kekerasan dalam
upaya penertiban yang mereka lakukan, juga merupakan bentuk fanatisme yang
menimbulkan konflik dan menggunakan kekerasan. FPI yang mengaku sebagai
pembela agama Islam, telah menampakkan kelompoknya sebagai kelompok yang
memiliki fanatisme dalam beragama. Tidak hanya agama selain Islam saja yang
mereka tentang, sesama orang Islam yang bertindak berbeda dari mereka juga
dipermasalahkan. Ajaran fanatisme dalam beragama sudah tertanam kuat di dalam
masing-masing anggotanya. Akibatnya emosi dari anggota kelompok ini sudah tidak
terbendung dan terkontrol lagi. Karena, emosi bukan hanya semata-mata hasil
biologi, namun seperti halnya pikiran’ tergantung pada sosialisasi (Hochschild 1975,
1983; Reiser 1999; Turner 2000; Henslin 2006). Seperti yang terjadi pada peristiwa
Insiden Monas yang melibatkan anggota FPI dengan aliansi kebangsaan untuk
kebebasan beragama pada tahun 2008. Pada peristiwa ini terjadi kerusuha dengan
berbagai tidak kekerasan yang dilakukan FPI dalam upayanya menggagalkan aksi
yang akan dilakukan oleh aliansi kebangsaan tersebut.

Dalam aksi FPI lainnya juga sering menggunakan tindak kekerasan. Biasanya
bulan Ramadhan adalah waktu dimana anggota FPI gencar-gencarnya melakukan
konvoi penertiban. Aksi konvoi penertiban mereka tidak jarang menimbulkan bentrok
dengan anggota masyarakat yang merasa tidak nyaman dengan kehadiran mereka.
Dalam aksi-aksinya biasanya FPI membawa masa mereka yang sangat banyak.
Apalagi dalam aksi penertiban tersebut, mereka bertindak kasar dan tidak peduli
dengan keadaan real masyarakat. Seperti yang terjadi pada peristiwa tabrak lari yang
dilakukan anggota FPI dalam konvoi penertiban mereka di Kabupaten Kendal, Jawa
Tengah, yang menewaskan seorang ibu, pada bulan Ramadhan tahun 2013.

Seperti yang dikemukakan oleh Irving Janis (1972-1982) mengenai pikiran


kelompok (groupthink), yaitu manakala mereka mulai berpikir sama, mereka menjadi
yakin bahwa hanya ada satu sudut pandang dan arah tindakan yang “benar” (Hart
1991; Flippen 1999; Henslin 2006). Mereka hanya mengikuti apapun yang dilakukan
kelompoknya dan mengesampingkan egonya masing-masing.
8

Berbagai bentuk tindakan fanatisme yang telah disebutkan di atas, merupakan


gejala sosial yang ada di masyarakat. Gejala-gejala sosial yang meliputi norma,
ideologi, ideal moral, kepercayaan kebiasaan, pola pikir, perasaan, merupakan fakta
sosial yang riil. Karena fanatisme mencakup beberapa gejala sosial tersebut, maka
fanatisme dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk dari fakta sosial yang ada di
dalam masyaakat Indonesia. Fakta sosial oleh Emile Durkheim dinyatakan sebagai
barang sasuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Menurut Durkheim fakta sosial
terdiri dari dua macam, yaitu dalam bentuk material dan dalam bentuk non material.
Sedangkan fanatisme termasuk ke dalam fakta sosial dalam bentuk non material.

Menurut Emile Durkheim, fakta sosial dalam bentuk non material yaitu
sesuatu yang dianggap nyata (external). Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena
yang bersifat inter subjective yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia
(Ritzer, 1980). Fanatisme yang terjadi pada berbagai kelompok diatas juga
merupakan kesadaran yang muncul dari dalam diri individunya. Kesadaran yang
dimaksud dalam konteks fanatisme ini adalah, keyakinan yang berlebihan terhadap
keyakinan kelompok yang mereka ikuti. Kesadaran tersebut bukanlah kesadaran
individu tetapi kesadaran kelompoknya, sehingga anggota kelompok selalu bertindak
sesuai apa yang sedang dihadapi oleh kelompoknya.

C. Dampak Fanatisme Agama


Akibat fanatisme ini, terjadi berbagai tindak kekerasan yang mengakibatkan
jatuhnya korban korban jiwa dan kerugian material tidak hanya dari masing - masing
kelompok yang berseteru saja tetapi juga dari masyarakat. Perilaku ini disebabkan
karena fanatisme menyebabkan setiap anggotanya merasa bahwa mereka memiliki
kewajiban untuk membela kelompoknya. Hal ini memperjelas fanatisme sebagai
bentuk dari fakta sosial, karena sesuai dengan karakteristiknya. Seperti yang
dikemukakan Durkheim bahwa fakta sosial memiliki tiga karakteristik yaitu:

1. Fakta sosial bersifat eksternal terhadap individu


2. Fakta sosial memaksa individu
3. Fakta sosial bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam satu masyarakat
(Lawang, 1981).

Fakta sosial menurut Robert K. Merton, adalah seperti: peranan sosial, pola - pola
institusional, proses sosial, organisasi kelompok, pengendalian sosial, dan sebagainya
(Ritzer, 1980). Fanatisme yang merupakan bentuk dari fakta sosial juga menyebabkan
terbentuknya kelompok - kelompok fanatik tertentu dengan krakteristik dan ideologi
mereka masing-masing. Setiap anggota kelompok fanatisme akan bersikap dan
bertingkahlaku sesui kelompoknya karena biasanya suatu kelompok secara langsung
9

ataupun tidak langsung akan memaksa dan memerintahkan anggotanya untuk


bertingkah laku dan menaati aturan yang ada dalam kelompok tersebut.

Fanatisme merupakan bentuk kesadaran dari individu, tetapi kesadaran


tersebut adalah kesadaran kelompok yang ditanamkan serta bentukan dari lingkungan
atau kelompok masyarakat yang menjadikannya sebagai anggota. Hal ini hampir
sama dengan hasil studi Durkheim terhadap bunuh diri, kita melihat prinsip yang
menjadi penelitiannya: Perilaku manusia tidak dapat dipahami dari sudut pandang
individu saja, kita harus selalu mempelajari kekuatan sosial yang mempengaruhi
kehidupan manusia (Henslin, 2006). Fanatisme yang bentuknya perseorangan tidak
memiliki pengaruh yang besar terhadap masyarakat, tetapi ketika sudah menjadi
fanatisme kelompok dengan jumlah masa yang sangat banyak, maka akan
menimbulkan masalah besar terhadap integrasi masyarakat. Hal ini karena tindakan
yang dilakuan setiap individu anggota kelompok, seperti sudah dikendalikan oleh
kelompoknya. Tindakan disini adalah tindakan yang berbahaya bagi kelompok-
kelompok tersebut dan masyarakat, karena selalu menimbulkan tindak kekerasan.
Sikap fanatik yang hanya membenarkan kelompoknya. Menyebabkan mereka tidak
dapat menerima keadaan yang berbeda di luar kelompoknya. Kelompok memaksakan
pemikiran kelompok terhadap anggotanya sehingga timbul kesadaran individu untuk
selalu melakukan perbuatan yang sejalan dengan kelompoknya. Perilaku inilah yang
biasanya menimbulkan perseteruan yang bersifat anarkis. Hal ini memperkuat
kebenaran bahwa fanatisme merupakan bentuk dari fakta sosial yang ada di dalam
masyarakat, karena sesuai dengan karakteristik fakta sosial yang kedua, yaitu
mememaksa individu.

D. Penyebab Fanatisme dan Tidak Toleran


1. Kurang Pemahaman
Penyebab pertama adalah kurangnya pemahaman. Kurangnya pemahaman
secara komprehensif mengenai hakikat spritualitas dalam keagamaan itu
sendiri. Hakikat spritualitas ini jika ditelusuri sampai ujung pangkalnya
memiliki satu misi yaitu menciptakan keadaan dunia agar menjadi lebih baik,
bukan menjadikannya sebagai tempat eksploitasi dan perusakan. Karena tidak
sedikit di antara pelaku aksi kekerasan berbasis fanatisme berlebihan
mengabaikan nilai luhur yang dijunjung ajaran agamanya sendiri.
2. Kurang Wawasan
Penyebab kedua adalah kurangnya wawasan. Wawasan yang luas akan
membuat kita mampu melihat segala sesuatu dari berbagai macam sudut
pandang, membuat kita lebih objektif dalam berpikir, dan paham bagaimana
cara menyikapi keberagaman. Wawasan juga mampu membuka pikiran kita,
membuat kita mampu menalar sesuatu dengan kritis, dan mampu mengasah
10

logika kita. Orang yang wawasannya sempit dan hanya sibuk mempelajari
agamanya saja akan membuatnya terkurung dalam cangkang kebenarannya
sendiri. Membuat pikirannya tertutup pada dunia luar yang memiliki
keberagaman cara pandang dan budaya. Maka dari itu, penting bagi seseorang
untuk memiliki wawasan yang luas. Cara memperluas wawasan antara lain
dengan membaca buku-buku sejarah, filsafat, sains, dan menonton film-film
yang bermuatan sosial dan filosofis.
3. Kurang Empati
Penyebab ketiga adalah kurangnya empati yang disebabkan oleh self-
righteousness yang berlebihan. Self-righteousness atau perasaan benar yang
berlebihan dapat membuat orang tidak toleran dan tidak mampu menerima
pendapat orang lain yang berbeda. Self-righteousness yang berlebihan ini
membuat seseorang merasa benar sendiri dan tidak punya rasa empati pada
sudut pandang orang lain. Yang beda agama dianggap salah, yang satu agama
tapi beda mazhab dianggap salah, yang satu agama satu mazhab tapi beda
partai dianggap salah, semuanya salah, yang boleh benar hanya dirinya sendiri
saja. Itulah contoh self-righteousness yang berlebihan. Watak seperti itu pun
bisa dikategorikan sebagai delusi atau penyimpangan psikologis.
4. Kurang Pergaulan
Penyebab keempat adalah kurangnya pergaulan. Pergaulan yang kurang akan
membuat seseorang merasa sensitif terhadap perbedaan. Karena itulah
pergaulan yang luas itu penting. Sebab dengan mengenal orang dari berbagai
macam agama, etnik, dan budaya yang berbeda, maka kita akan lebih terbiasa
dengan keberagaman dan lebih bisa menerimanya. Tanpa pernah mengenal
orang yang berbeda agama, etnik, dan budaya, kita akan berprasangka buruk
bahkan berpikiran negatif pada mereka yang memiliki latar belakang berbeda.

E. Pencegahan Fanatisme Agama Yang Berlebihan


Untuk mencegah tentang fanatisme agama yang berlebihan maka pemahaman
agama sejak dini diperlukan secara massal di masyarakat heterogen ini. Pemahaman
agama yang dimaksud adalah pendidikan agama yang menyentuh hakikat ajaran
agama yang penuh keluhuran nilai. Juga mengizinkan kritik dan memiliki
kebijaksanaan yang menjadi front line-nya. Pemahaman agama yang baik sejak masa
anak-anak diharapkan akan mengurangi resiko seseorang mengalami fase euforia
yang berlebihan dan kepatuhan buta hanya pada satu guru. Dalam hal ini, perasaan
euforia yang menjadi katalisator munculnya perilaku yang melampaui batas dapat
diminimalisasi karena yang bersangkutan telah melakukan “perjalanan panjang”
mengeksplorasi keberagamaannya dari berbagai sumber / guru.
11

Pelaku di kondisi ini memang tidak memiliki pilihan lain selain bereuforia.
Sekolah non agama tempatnya belajar selama ini memang bukanlah tempat yang
ideal untuk mempelajari agama. Jangankan mempelajari tafsir dan latar belakang
turunnya setiap ayat dalam kitab sucinya (termasuk ayat-ayat yang berbau perang dan
perlawanan), jumlah pelajaran agama yang hanya dua jam seminggu pun tergolong
kurang memadai untuk dapat menguasai seluruh aturan dan etika dasar ajaran agama
yang menjadi pedoman hidupnya. Sebagai contoh, ritual sembahyang diperkenalkan
pertama kali bukan sebagai kebutuhan seorang manusia untuk berbincang dari lubuk
hati yang paling dalam dengan Tuhannya, untuk bersungkur, dan mengakui bahwa ia
bukanlah makhluk yang berkuasa, melainkan sebagai aturan agama yang jika tidak
dilaksanakan akan menuai hukuman dan siksaan fisik pada yang bersangkutan. Pada
kondisi ini, si pelaku juga terbiasa untuk patuh secara buta kepada satu guru saja
sehingga tidak terlatih untuk memiliki daya pikir kritis jika suatu saat sang guru dapat
pula berbuat kesalahan karena ia masih merupakan seorang manusia.

Dengan demikian, keberagamaannya hanya terbatas pada karena orang tuanya


memeluk agama tersebut. “Agama leluhur”, begitu kira-kira potret kasarnya, karena
yang bersangkutan mengikuti apa yang dianut orang tuanya tanpa mengetahui seluk-
beluk dari apa yang dianutnya. Selanjutnya, sudah menjadi konsekuensi logis ketika
ia menemukan “guru baru” yang menjadi inspiratornya, ia mendadak menjadi militan
yang patuh dan menggebu-gebu dalam mengikuti ajaran sang guru. Apalagi jika sang
guru dipandangnya telah menyelamatkan dirinya dari kondisi yang sulit karena faktor
kondisi keluarga seperti ayah dan ibu yang tidak terlalu memberikan teladan yang
baik, keluarga yang kurang begitu harmonis, keterancaman, keterkucilan,
keterzaliman, dan sebagainya. Demi mencapai penerapan akan nilai luhur ajaran
agama yang dianut, yang ditunjukkan oleh kemuliaan bersikap yang sarat dengan
ketauladanan, bukan kemarahan dan kedengkian yang membara, sehingga orang pun
bahkan tertarik untuk mendalami agama tersebut.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tentang Fanatisme Agama yang Berlebihan, maka
diambil kesimpulan : bahwa fanatisme menyebabkan terjadinya tindak kekerasan
(anarkisme) di dalam masyarakat Indonesia. Kekerasan digunakan kelompok -
kelompok fanatik tersebut sebagai cara dalam menyikapi perbedaan yang ada.
Menurut Mereka tidak memiliki kemampuan untuk berdialog atau bertukar pendapat
dengan kelompok lain yang memiliki ideologi yang berbeda dari kelompok mereka.
Seringkali perilaku yang mereka lakukan kurang terkontrol dan tidak rasional, karena
menganggap bahwa orang lain adalah ancaman bagi mereka. Fanatisme menimbulkan
orientasi dan sentimen terhadap orang lain yang memiliki perbedaan, sehingga
menyebabkan kelompok ini tidak mampu memahami keadaan yang terjadi diluar
kelompoknya. Fanatisme juga menyebabkan hilangnya karakteristik individual, sebab
yang teramati adalah karakteristik kelompok sudah mendarah daging dalam setiap
individunya yang pada akhirnya membentuk mental-mental fanatisme.
Fanatisme merupakan fakta sosial non material yang ada di dalam masyarakat.
Melalui berbagai gejala sosial yang telah diuraikan di atas, merupakan bentuk dari
fakta sosial yang riil. Fanatisme juga memiliki keseluruhan dari karakteristik fakta
sosial. Bentuk fanatisme dengan kelompok-kelompok masa yang banyak akan
mempengaruhi keadaan masyarakat ketika terjadi suatu konflik, yang tidak jarang
menggunakan aksi kekerasan. Fanatisme merupakan fakta sosial yang riil, maka fakta
sosial ini dapat kita amati dari tindakan-tindakan yang ditibulkan oleh individu
ataupun kelompok yang kita amati secara mendalam, sehingga tidak dapat kita raba
secara lansung meskipun dapat dikatakan sebagai suatu benda (thing).

B. Saran - saran
 Peran pemerintah harus lebih maksimal dalam memberantas oknum – oknum
yang bertindak kekerasan (anarkisme) sebagai akibat dari fanatisme agama
yang berlebihan.
 Peran masyarakat dalam menanamkan pengamalan nilai-nilai Agama,
Pancasila, dan UUD 1945 demi terciptanya Indonesia yang lebih religius,
maju, damai, aman, dan sejahtera namun tetap mempertahankan ciri ke-
Indonesia-an-nya.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi-
02320225.pdf

Henslin, James M. 2006.,ed. Sosiologi dengan Pendekatan Menbumi. Jilid 1. Jakarta :


Erlangga.

Lawang, Robert M. Z. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia.

Ritzer, George. 1980. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:


Raja Grafindo Persada.

Eva. 2013. Fanatisme yang memicu tindakan anarkis.


http://evapuspita19.blogspot.com/2013/12/fanatisme-yang-memicu-tindakan-
anarkis.html
Publikasi 30 Desember 2013.

Dinda. 2011. Fanatisme dan Radikalisme Agama.


https://www.academia.edu/3423602/Fanatisme_dan_Radikalisme_Agama

Beritasatu.com. 2013. Bentrok dengan Warga, Polisi Tetapkan Anggota FPI Jadi
Tersangka.
http://www.beritasatu.com/nasional/126850-bentrok-dengan-warga-polisi-tetapkan-
anggota-fpi-jadi-tersangka.html

Wikipedia. 2005. Bom Bali 2005.


https://id.wikipedia.org/wiki/Bom_Bali_2005

Wikipedia. 2003. Pengeboman Hotel Marriott 2003.


https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_Hotel_Marriott_2003

news.detik.com. 2009. 3 kemungkinan motif pengeboman.


https://news.detik.com/berita/1167194/3-kemungkinan-motif-pengeboman.
Publikasi 17 juli 2009.

Wikipedia. 2009. Pengeboman Jakarta 2009.


https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_Jakarta_2009

Wikipedia. 2011. Bom Cirebon.


https://id.wikipedia.org/wiki/Bom_Cirebon_2011

13
14

Slamet Hariyanto & Rekan. 2011. Agama dan Fanatisme Berlebihan.


https://gagasanhukum.wordpress.com/2011/11/03/agama-dan-fanatisme-
berlebihan/
Publikasi 3 november 2011.

kaskus.co.id. 2017. ini 3 penyebab orang menjadi fanatik dan tidak toleran
https://www.kaskus.co.id/thread/587d86ef32e2e62e478b4569/ini-3-penyebab-
orang-menjadi-fanatik-dan-tidak-toleran
Publikasi 17 Januari 2017.

Anda mungkin juga menyukai