Tugas Makalah Pend. Pancasila - Fanatisme Agama
Tugas Makalah Pend. Pancasila - Fanatisme Agama
Disusun Oleh :
i
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................ii
BAB I .............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................................... 2
C. Pembatasan Masalah ........................................................................................ 2
D. Perumusan Masalah .......................................................................................... 3
E. Manfaat dan Kegunaan ..................................................................................... 3
F. Sistematika Penulisan ....................................................................................... 3
BAB II ............................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 5
A. Definisi Fanatisme ........................................................................................... 5
B. Fanatisme agama .............................................................................................. 6
C. Dampak Fanatisme Agama .............................................................................. 8
D. Penyebab Fanatisme dan Tidak Toleran .......................................................... 9
E. Pencegahan Fanatisme Agama Yang Berlebihan .......................................... 10
BAB III ......................................................................................................................... 12
PENUTUP .................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 12
B. Saran - saran ................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
gejala sosial yang ada dimasyarakat. Fanatisme adalah keyakinan yang berlebihan
terhadap suatu hal. Bentuk keyakinan yang berlebihan ini diterapkan terhadap ajaran
(politik, agama, kelompok, pola-pola institusionl, peran sosial, dan lain sebagainya).
Fanatisme membentuk solidaritas mekanik, yaitu didasarkan pada suatu “kesadaran
kolektif” bersama (collective consciousness / conscience). Karena fanatisme
menimbulkan gejala sosial, maka fanatisme merupakan bentuk dari fakta sosial.
Fanatisme dapat dikatakan sebagai fakta sosial karena telah memenuhi kriteria dan
karakteristik dari sebuah fakta sosial. Dari tindakan fanatisme ini dapat digolongkan
kedalam bentuk fakta sosial non material. Bentuk fakta sosial non material hanya
dapat kita amati secara mendalam dan tidak dapat kita raba, seperti fanatisme ini.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang masalah, maka diperoleh beberapa permasalahan
yang dapat diidentifikasi, antara lain:
1. Masuknya pemikiran - pemikiran dari luar, menjadikan keberagaman di
Indonesia makin berlimpah
2. Kemajemukan masyarakat Indonesia menyebabkan masyarakatnya memiliki
karakterisik yang berbeda-beda
3. Sikap fanatik yang dapat menimbulkan konflik di dalam masyarakat
4. Pengaruh buruk fanatisme berlebih bagi kehidupan bermasyarakat
5. Sikap eksklusivisme yang mengarah kepada fanatisme
6. Pelanggaran norma-norma Pancasila yang diakibatkan oleh sikap fanatisme
berlebihan
C. Pembatasan Masalah
Permasalahan pada penelitian ini difokuskan pada “Analisis perilaku fanatisme
agama berlebihan yang terjadi di masyarakat.”
3
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, maka dapat disusun rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Definisi fanatisme
2. Dampak fanatisme agama bagi kehidupan masyarakat
3. Penyebab Fanatisme dan tidak toleran
4. Karakteristik fanatisme agama
5. Cara Pencegahan fanatisme agama yang berlebihan
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Perumusan Masalah
E. Manfaat dan Kegunaan
F. Sistematika Pemulisan
4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Fanatisme
B. Fanatisme Agama
C. Dampak Fanatisme Agama
D. Penyebab Fanatisme dan Tidak Toleran
E. Pencegahan Fanatisme Agama yang Berlebihan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran - saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Fanatisme
Fanatisme merupakan suatu keyakinan atau paham yang berlebihan terhadap
sesuatu hal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Fanatisme berarti
keyakinan (kepercayaan) yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama, dan lain
sebagainya). Kata fanatisme berasal dari dua kata yaitu fanatik dan isme. “Fanatik”
sebenarnya berasal dari bahasa Latin “fanaticus”, yang dalam bahasa Inggrisnya
diartikan sebagai frantic atau frenzied. Artinya adalah gila-gilaan, kalut, mabuk atau
hingar bingar. Dari asal kata ini, tampaknya kata fanatik dapat diartikan sebagai sikap
seseorang yang melakukan atau mencintai sesuatu secara serius dan sungguh-sungguh
( Hidayatullah, 1995). Sedangkan“isme”dapat diartikan sebagai suatu bentuk
keyakinan atau kepercayaan. Jadi, dari dua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa fanatisme adalah keyakinan atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap suatu
ajaran baik itu politik, agama dan sebagainya (Sudirwan,1988).
Sikap fanatisme menurut tindakan yang dilakukan seseorang dapat
digolongkan menjadi dua kategori, yaitu positif dan negatif. Fanatisme positif
merupakan bagian dari kesenangan atau kekaguman idividu yang berlebihan terhadap
suatu hal yang membuat dirinya merasa senang tanpa memperdulikan orang lain,
hanya untuk kesenangan pribadi semata atau merasa hal tersebut benar-benar penting
dan dibutuhkan oleh dirinya pribadi. Misalnya adalah, fanatisme seseorang untuk
membaca sebuah buku, sampai-sampai merelakan sebagian uang untuk membeli
sebuah buku dari pada kebutuhan lain yang jauh lebih dibutuhkan. Fanatisme seperti
ini tidak menimbulkan tindakan yang merugikan orang lain. Sedangkan Fanatisme
negatif merupakan keyakinan individu terhadap kelompoknya yang sangat
berlebihan, tidak terkontrol, dan seringkali perilakunya tidak rasional. Seperti
solidaritas mekanik yang dinyatakan oleh Durkheim, yaitu didasarkan pada suatu
“kesadaran kolektif” bersama (collective consciousness / conscience), yang menunjuk
pada “totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-
rata pada warga masyarakat yang sama itu (Lawang, 1986). Fanatisme ini akan
menyamarkan sifat asli individu dalam kelompoknya, karena karakteristik kelompok
yang diikuti oleh individu tersebut lebih mendominasi. Sehingga setiap tindakan yang
dilakukan oleh individu akan lebih mengikuti tindakan yang akan dilakukan oleh
kelompoknya, sebagai perwujudan dalam mematuhi peraturan kelompok yang sudah
disepakati bersama tindakan yang mereka lakukan tidak jarang menggunakan
kekerasan sebagai cara dalam menyikapi perbedaan yang ada, karena orang yang
memiliki sifat ini akan memiliki keyakinan bahwa kelompoknyalah yang paling
5
6
benar. Fanatisme yang negatif inilah yang sering menjadi penyebab konflik di
Indonesia, yang tentunya menimbulkan jatuhnya korban jiwa.
B. Fanatisme agama
Di Indonesia terlihat dengan jelas sebagian kelompok besar yang memiliki
fanatisme dalam beragama. Kelompok yang sering disebut-sebut adalah orang-orang
yang beragama Islam jalur keras (radikal). Mereka adalah orang-orang yang mengaku
melaksanakan jihad di jalan Allah, tetapi dalam upaya yang dilakukan mereka sering
sekali melakukan tidakan kekerasan yang menimbulkan korban jiwa. Kelompok ini
berpendirian bahwa merekalah yang paling benar dalam menjalankan perintah agama.
Apabila ada sesuatu hal yang menyangkut agama berbeda dari pengetahuan agama
mereka, maka mereka akan menolak dengan tindakan yang anarki. Mereka seperti
sudah tidak mempunyai rasa toleransi dalam beragama, karena yang mereka miliki
adalah fanatisme terhadap ajaran dalam agama mereka.
bom kelompok fanatik ini adalah orang asing yang tentunya beragama non islam.
Tetapi pada kenyataannya yang menjadi korban bukan hanya warga Negara asing,
tetapi juga warga Negara Indonesia. Lebih kejamnya kelompok ini juga melenceng
dari tujuan utama tadi, warga Negara Indonesia yang beragama Islam pun diserang
oleh kelompok ini, seperti pada peristiwa peledakan bom bunuh diri di Masjid
Mapolresta Cirebon pada saat salat jumat di tahun 2011 lalu.
Tidak hanya kelompok islam radikal saja bentuk fanatisme yang ada di
Indonesia, FPI (Front Pembela Islam) yang selalu menggunakan kekerasan dalam
upaya penertiban yang mereka lakukan, juga merupakan bentuk fanatisme yang
menimbulkan konflik dan menggunakan kekerasan. FPI yang mengaku sebagai
pembela agama Islam, telah menampakkan kelompoknya sebagai kelompok yang
memiliki fanatisme dalam beragama. Tidak hanya agama selain Islam saja yang
mereka tentang, sesama orang Islam yang bertindak berbeda dari mereka juga
dipermasalahkan. Ajaran fanatisme dalam beragama sudah tertanam kuat di dalam
masing-masing anggotanya. Akibatnya emosi dari anggota kelompok ini sudah tidak
terbendung dan terkontrol lagi. Karena, emosi bukan hanya semata-mata hasil
biologi, namun seperti halnya pikiran’ tergantung pada sosialisasi (Hochschild 1975,
1983; Reiser 1999; Turner 2000; Henslin 2006). Seperti yang terjadi pada peristiwa
Insiden Monas yang melibatkan anggota FPI dengan aliansi kebangsaan untuk
kebebasan beragama pada tahun 2008. Pada peristiwa ini terjadi kerusuha dengan
berbagai tidak kekerasan yang dilakukan FPI dalam upayanya menggagalkan aksi
yang akan dilakukan oleh aliansi kebangsaan tersebut.
Dalam aksi FPI lainnya juga sering menggunakan tindak kekerasan. Biasanya
bulan Ramadhan adalah waktu dimana anggota FPI gencar-gencarnya melakukan
konvoi penertiban. Aksi konvoi penertiban mereka tidak jarang menimbulkan bentrok
dengan anggota masyarakat yang merasa tidak nyaman dengan kehadiran mereka.
Dalam aksi-aksinya biasanya FPI membawa masa mereka yang sangat banyak.
Apalagi dalam aksi penertiban tersebut, mereka bertindak kasar dan tidak peduli
dengan keadaan real masyarakat. Seperti yang terjadi pada peristiwa tabrak lari yang
dilakukan anggota FPI dalam konvoi penertiban mereka di Kabupaten Kendal, Jawa
Tengah, yang menewaskan seorang ibu, pada bulan Ramadhan tahun 2013.
Menurut Emile Durkheim, fakta sosial dalam bentuk non material yaitu
sesuatu yang dianggap nyata (external). Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena
yang bersifat inter subjective yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia
(Ritzer, 1980). Fanatisme yang terjadi pada berbagai kelompok diatas juga
merupakan kesadaran yang muncul dari dalam diri individunya. Kesadaran yang
dimaksud dalam konteks fanatisme ini adalah, keyakinan yang berlebihan terhadap
keyakinan kelompok yang mereka ikuti. Kesadaran tersebut bukanlah kesadaran
individu tetapi kesadaran kelompoknya, sehingga anggota kelompok selalu bertindak
sesuai apa yang sedang dihadapi oleh kelompoknya.
Fakta sosial menurut Robert K. Merton, adalah seperti: peranan sosial, pola - pola
institusional, proses sosial, organisasi kelompok, pengendalian sosial, dan sebagainya
(Ritzer, 1980). Fanatisme yang merupakan bentuk dari fakta sosial juga menyebabkan
terbentuknya kelompok - kelompok fanatik tertentu dengan krakteristik dan ideologi
mereka masing-masing. Setiap anggota kelompok fanatisme akan bersikap dan
bertingkahlaku sesui kelompoknya karena biasanya suatu kelompok secara langsung
9
logika kita. Orang yang wawasannya sempit dan hanya sibuk mempelajari
agamanya saja akan membuatnya terkurung dalam cangkang kebenarannya
sendiri. Membuat pikirannya tertutup pada dunia luar yang memiliki
keberagaman cara pandang dan budaya. Maka dari itu, penting bagi seseorang
untuk memiliki wawasan yang luas. Cara memperluas wawasan antara lain
dengan membaca buku-buku sejarah, filsafat, sains, dan menonton film-film
yang bermuatan sosial dan filosofis.
3. Kurang Empati
Penyebab ketiga adalah kurangnya empati yang disebabkan oleh self-
righteousness yang berlebihan. Self-righteousness atau perasaan benar yang
berlebihan dapat membuat orang tidak toleran dan tidak mampu menerima
pendapat orang lain yang berbeda. Self-righteousness yang berlebihan ini
membuat seseorang merasa benar sendiri dan tidak punya rasa empati pada
sudut pandang orang lain. Yang beda agama dianggap salah, yang satu agama
tapi beda mazhab dianggap salah, yang satu agama satu mazhab tapi beda
partai dianggap salah, semuanya salah, yang boleh benar hanya dirinya sendiri
saja. Itulah contoh self-righteousness yang berlebihan. Watak seperti itu pun
bisa dikategorikan sebagai delusi atau penyimpangan psikologis.
4. Kurang Pergaulan
Penyebab keempat adalah kurangnya pergaulan. Pergaulan yang kurang akan
membuat seseorang merasa sensitif terhadap perbedaan. Karena itulah
pergaulan yang luas itu penting. Sebab dengan mengenal orang dari berbagai
macam agama, etnik, dan budaya yang berbeda, maka kita akan lebih terbiasa
dengan keberagaman dan lebih bisa menerimanya. Tanpa pernah mengenal
orang yang berbeda agama, etnik, dan budaya, kita akan berprasangka buruk
bahkan berpikiran negatif pada mereka yang memiliki latar belakang berbeda.
Pelaku di kondisi ini memang tidak memiliki pilihan lain selain bereuforia.
Sekolah non agama tempatnya belajar selama ini memang bukanlah tempat yang
ideal untuk mempelajari agama. Jangankan mempelajari tafsir dan latar belakang
turunnya setiap ayat dalam kitab sucinya (termasuk ayat-ayat yang berbau perang dan
perlawanan), jumlah pelajaran agama yang hanya dua jam seminggu pun tergolong
kurang memadai untuk dapat menguasai seluruh aturan dan etika dasar ajaran agama
yang menjadi pedoman hidupnya. Sebagai contoh, ritual sembahyang diperkenalkan
pertama kali bukan sebagai kebutuhan seorang manusia untuk berbincang dari lubuk
hati yang paling dalam dengan Tuhannya, untuk bersungkur, dan mengakui bahwa ia
bukanlah makhluk yang berkuasa, melainkan sebagai aturan agama yang jika tidak
dilaksanakan akan menuai hukuman dan siksaan fisik pada yang bersangkutan. Pada
kondisi ini, si pelaku juga terbiasa untuk patuh secara buta kepada satu guru saja
sehingga tidak terlatih untuk memiliki daya pikir kritis jika suatu saat sang guru dapat
pula berbuat kesalahan karena ia masih merupakan seorang manusia.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tentang Fanatisme Agama yang Berlebihan, maka
diambil kesimpulan : bahwa fanatisme menyebabkan terjadinya tindak kekerasan
(anarkisme) di dalam masyarakat Indonesia. Kekerasan digunakan kelompok -
kelompok fanatik tersebut sebagai cara dalam menyikapi perbedaan yang ada.
Menurut Mereka tidak memiliki kemampuan untuk berdialog atau bertukar pendapat
dengan kelompok lain yang memiliki ideologi yang berbeda dari kelompok mereka.
Seringkali perilaku yang mereka lakukan kurang terkontrol dan tidak rasional, karena
menganggap bahwa orang lain adalah ancaman bagi mereka. Fanatisme menimbulkan
orientasi dan sentimen terhadap orang lain yang memiliki perbedaan, sehingga
menyebabkan kelompok ini tidak mampu memahami keadaan yang terjadi diluar
kelompoknya. Fanatisme juga menyebabkan hilangnya karakteristik individual, sebab
yang teramati adalah karakteristik kelompok sudah mendarah daging dalam setiap
individunya yang pada akhirnya membentuk mental-mental fanatisme.
Fanatisme merupakan fakta sosial non material yang ada di dalam masyarakat.
Melalui berbagai gejala sosial yang telah diuraikan di atas, merupakan bentuk dari
fakta sosial yang riil. Fanatisme juga memiliki keseluruhan dari karakteristik fakta
sosial. Bentuk fanatisme dengan kelompok-kelompok masa yang banyak akan
mempengaruhi keadaan masyarakat ketika terjadi suatu konflik, yang tidak jarang
menggunakan aksi kekerasan. Fanatisme merupakan fakta sosial yang riil, maka fakta
sosial ini dapat kita amati dari tindakan-tindakan yang ditibulkan oleh individu
ataupun kelompok yang kita amati secara mendalam, sehingga tidak dapat kita raba
secara lansung meskipun dapat dikatakan sebagai suatu benda (thing).
B. Saran - saran
Peran pemerintah harus lebih maksimal dalam memberantas oknum – oknum
yang bertindak kekerasan (anarkisme) sebagai akibat dari fanatisme agama
yang berlebihan.
Peran masyarakat dalam menanamkan pengamalan nilai-nilai Agama,
Pancasila, dan UUD 1945 demi terciptanya Indonesia yang lebih religius,
maju, damai, aman, dan sejahtera namun tetap mempertahankan ciri ke-
Indonesia-an-nya.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi-
02320225.pdf
Lawang, Robert M. Z. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia.
Beritasatu.com. 2013. Bentrok dengan Warga, Polisi Tetapkan Anggota FPI Jadi
Tersangka.
http://www.beritasatu.com/nasional/126850-bentrok-dengan-warga-polisi-tetapkan-
anggota-fpi-jadi-tersangka.html
13
14
kaskus.co.id. 2017. ini 3 penyebab orang menjadi fanatik dan tidak toleran
https://www.kaskus.co.id/thread/587d86ef32e2e62e478b4569/ini-3-penyebab-
orang-menjadi-fanatik-dan-tidak-toleran
Publikasi 17 Januari 2017.