Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“PANCASILA SEBAGAI SOLUSI PROBLEM BANGSA :


KORUPSI, KEMISKINAN, KERUSAKAN LINGKUNGAN.”

Disusun untuk memenuhi tugas


Dosen Pengampu: Fitra Endi Ferdanda.,S.Pd.,M.Pd

Disusun Oleh:

1. Eka Selviyana 210106094


2. Ellen Novi Armayanti 210106095
3. Elsa Eka Agustin 210106096
4. Elsya Azis Suryani 210106097
5. Etik Purwanti 210106098
6. Fitri Hasanah 210106099
7. Geby Septiani 210106100
8. Haikal Nur Islam 210106101
9. Ida Nursanti 210106102

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KESHATAN
UNIVERSITAS AISYAHPRINGSEWU
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya, Sehingga penyusunan makalah tentang “Implementasi Pancasila Dalam
Perbuatan Kebijakan Negara Dalam Bidang: Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pendidikan,
Hankam” sebagai tugas dari mata kuliah Pancasila ini dapat terselesaikan dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita Nabi
Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kesalahan serta kekurangan di dalamnya, Namun, kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, agar kelak kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi. Apabila
terdapat kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, Terimakasih.

Pringsewu,

Kelompok 2

2
DAFTAR PUSTAKA

KATAPENGANTAR....................................................................................................................ii

DAFTARISI..................................................................................................................................iii

BABIPENDAHULUAN................................................................................................................1

1.1 Latarbelakang.................................................................................................................1

1.2 Rumusanmasalah............................................................................................................2

1.3 Tujuan..............................................................................................................................2

BABIIPEMBAHASAN..................................................................................................................3

2.1 Bentuk Implementasi Pancasila didalamBidangPolitik..............................................3

2.2 Bentuk Implementasi didalamBidangEkonomi...........................................................4

2.3 Bentuk Implementasi didalamBidangSosial-Budaya..................................................6

BABIIIPENUTUP........................................................................................................................21

DAFTARPUSTSAKA.................................................................................................................21

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.4 Latar Belakang


Indonesia adalah Negara kepulauan dan memiliki berbagai suku, agama, ras, budaya,
bahasa daerah, dan golongan serta beberapa agama yang diperbolehkan berkembang di
Indonesia. Indonesia memiliki lebih dari 300 suku bangsa. Dimana setiap suku bangsa
memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Selain itu masing-
masing suku bangsa juga memiliki norma ocial yang mengikat masyarakat di dalamnya
agar taat dan melakukan segala yang tertera didalamnya. Dalam hal cara pandang
terhadap suatu masalah atau tingkah laku memiliki perbedaan. Ketika terjadi
pertentangan antar individu atau masyarakat yang berlatar belakang suku bangsa yang
berbeda, mereka akan mengelompok menurut asal-usul daerah dan suku bangsanya
(primodialisme). Itu menyebabkan pertentangan\ketidakseimbangan dalam suatu
ocial(disintegrasi). Secara umum, kompleksitas masyarakat majemuk tidak hanya
ditandai oleh perbedaan-perbedaan horizontal, seperti yang lazim kita jumpai pada
perbedaan suku, ras, bahasa, adat-istiadat, dan agama. Namun, juga terdapat perbedaan
ociall, berupa capaian yang diperoleh melalui prestasi (achievement). Indikasi perbedaan-
perbedaan tersebut tampak dalam strata ocial, ocial ekonomi, posisi politik, tingkat
pendidikan, kualitas pekerjaan dan kondisi permukiman.

4
1.2 Rumusan Masalah

 Masalah bangsa seperti korupsi.

 Masalah bangsa seperti kemiskinan.

 Masalah bangsa seperti kerusakan lingkungan.

1.5 tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka makalah ini disusun untuk mengetahui
masalah bangsa antara lain berikut :
1) Memahami segala macam Masalah

 Korupsi.
 Kemiskinan.
 Kerusakan lingkungan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pancasila mengatasi sebagai solusi korupsi

Situasi negara Indonesia saat ini begitu memprihatinkan.Begitu banyak masalah menimpa
bangsa ini dalam bentuk krisis yang multidimensional.Krisis ekonomi, politik, budaya, sosial,
hankam, pendidikan dan lain-lain, yang sebenarnya berhulu pada krisis moral.Tragisnya,
sumber krisis justru berasal dari badanbadan yang ada di negara ini, baik eksekutif, legislatif
maupun yudikatif, yang notabene badan-badan inilah yang seharusnya mengemban amanat
rakyat.Setiap hari kita disuguhi beritaberita mal-amanah yang dilakukan oleh orang-orang yang
dipercaya rakyat untuk menjalankan mesin pembangunan ini.

Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegang  kunci sangat penting dalam
mengatasi krisis. Kalau krisis moral sebagai hulu dari semua masalah, maka melalui moralitas
pula krisis dapat diatasi.Indikator kemajuan bangsa tidak cukup diukur hanya dari kepandaian
warganegaranya, tidak juga dari kekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang lebih mendasar
adalah sejauh mana bangsa tersebut memegang teguh moralitas.Moralitas memberi dasar, warna
sekaligus penentu arah tindakan suatu bangsa.Moralitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
moralitas individu, moralitas sosial dan moralitas mondial.

Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentang prinsip baik yang bersifat ke
dalam, tertanam dalam diri manusia yang akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak.
Seorang yang memiliki moralitas individu yang baik akan muncul dalam sikap dan perilaku
seperti sopan, rendah hati, tidak suka menyakiti orang lain, toleran, suka menolong, bekerja
keras, rajin belajar, rajin ibadah dan lain-lain. Moralitas ini muncul dari dalam, bukan karena
dipaksa dari luar. Bahkan, dalam situasi amoral yang terjadi di luar dirinya, seseorang yang
memiliki moralitas individu kuat akan tidak terpengaruh. Moralitas individu ini terakumulasi
menjadi moralitas sosial, sehingga akan tampak perbedaan antara masyarakat yang bermoral
tinggi dan rendah. Adapun moralitas mondial adalah moralitas yang bersifat universal yang
berlaku di manapun dan kapanpun, moralitas yang terkait dengan keadilan, kemanusiaan,
kemerdekaan, dan sebagainya.

Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individu dalam melihat kenyataan
sosial.Bisa jadi seorang yang moral individunya baik tapi moral sosialnya kurang, hal ini
terutama terlihat pada bagaimana mereka berinteraksi dengan masyarakat yang majemuk. Sikap
toleran, suka membantu seringkali hanya ditujukan kepada orang lain yang menjadi bagian
kelompoknya, namun tidak toleran kepada orang di luar kelompoknya. Sehingga bisa dikatakan
bahwa moral sosial tidak cukup sebagai kumpulan dari moralitas individu, namun
sesungguhnya lebih pada bagaimana individu melihat orang lain sebagai manusia yang
memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang sama. Moralitas individu dan sosial memiliki
hubungan sangat erat bahkan saling tarik-menarik dan mempengaruhi.Moralitas individu dapat
dipengaruhi moralitas social, demikian pula sebaliknya.Seseorang yang moralitas individunya

6
baik ketika hidup di lingkungan masyarakat yang bermoral buruk dapat terpengaruh menjadi
amoral.Kenyataan seperti ini seringkali terjadi pada lingkungan pekerjaan. Ketika lingkungan
pekerjaan berisi orang orang yang bermoral buruk, maka orang yang bermoral baik akan
dikucilkan atau diperlakukan tidak adil. Seorang yang moralitas individunya lemah akan
terpengaruh untuk menyesuaikan diri dan mengikuti. Namun sebaliknya, seseorang yang
memiliki moralitas individu baik akan tidak terpengaruh bahkan dapat mempengaruhi
lingkungan yang bermoral buruk tersebut.

Moralitas dapat dianalogikan dengan seorang kusir kereta kuda yang mampu
mengarahkan ke mana kereta akan berjalan. Arah perjalanan kereta tentu tidak lepas dari ke
mana tujuan hendak dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti mana arah yang akan dituju,
sehingga pikiran dan langkahnya akan diarahkan kepada tujuan tersebut, apakah tujuannya
hanya untuk kesenangan duniawi diri sendiri saja atau untuk kesenangan orang lain atau lebih
jauh untuk kebahagiaan ruhaniah yang lebih abadi, yaitu pengabdian pada Tuhan.

Pelajaran yang sangat berharga dapat diteladani dari para pendahulu kita yang berjuang
demi meraih kemerdekaan.Moralitas individu dan sosial yang begitu kuat dengan dipayungi
moralitas mondial telah membuahkan hasil dari cita-cita mereka, meskipun mereka banyak
yang tidak sempat merasakan buah perjuangannya sendiri.Dasar moral yang melandasi
perjuangan mereka terabadikan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 yang termuat dalam alinea-alineanya.

Alinea pertama, “bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh karena itu
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan”.Alinea ini menjadi payung moral para pejuang kita bahwa telah terjadi
pelanggaran hak atas kemerdekaan pada bangsa kita. Pelanggaran atas hak kemerdekaan itu
sendiri merupakan pelanggaran atas moral mondial, yaitu  perikemanusiaan dan perikeadilan.
Apapun bentuknya penjajahan telah meruntuhkan nilai-nilai hakiki manusia.Apabila ditilik dari
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 tampak jelas bahwa moralitas sangat
mendasari perjuangan merebut kemerdekaan dan bagaimana mengisinya.Alasan dasar mengapa
bangsa ini harus merebut kemerdekaan karena penjajahan bertentangan dengan nilai
kemanusiaan dan keadilan (alinea I).Secara eksplisit founding fathers menyatakan bahwa
kemerdekaan dapat diraih karena rahmat Allah dan adanya keinginan luhur bangsa (alinea
III).Ada perpaduan antara nilai ilahiah dan nilai humanitas yang saling berkelindan.
Selanjutnya, di dalam membangun negara ke depan diperlukan dasar-dasar nilai yang bersifat
universal, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.

Moralitas, saat ini menjadi barang yang sangat mahal karena semakin langka orang yang
masih betul-betul memegang moralitas tersebut.Namun dapat juga dikatakan sebagai barang
murah karena banyak orang menggadaikan moralitas hanya dengan beberapa lembar uang.Ada
keterputusan (missing link) antara alinea I, II, III dengan alinea IV.Nilai-nilai yang seharusnya
menjadi dasar sekaligus tujuan negara ini telah digadaikan dengan nafsu berkuasa dan
kemewahan harta.

7
Egoisme telah mengalahkan solidaritas dan kepedulian pada sesama.Lalu bagaimana
membangun kesadaran moral anti korupsi berdasarkan Pancasila?Korupsi secara harafiah
diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian (Tim Penulis Buku Pendidikan anti korupsi, 2011:
23).Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia semakin menunjukkan ekskalasi yang begitu
tinggi.Oleh karenanya, penyelesaian korupsi harus diselesaikan melalui beragam
cara/pendekatan, yang dalam hal ini saya menggunakan istilah pendekatan eksternal maupun
internal.

Pendekatan eksternal yang dimaksud adalah adanya unsur dari luar diri manusia yang
memiliki kekuatan ‘memaksa’ orang  untuk tidak korupsi. Kekuatan eksternal tersebut misalnya
hukum, budaya dan watak masyarakat. Dengan penegakan hukum yang kuat, baik dari aspek
peraturan maupun aparat penegak hokum, akan mengeliminir terjadinya korupsi. Demikian pula
terciptanya budaya dan watak masyarakat yang anti korupsi juga menjadikan seseorang enggan
untuk melakukan korupsi.Adapun kekuatan internal adalah kekuatan yang muncul dari dalam
diri individu dan mendapat penguatan melalui pendidikan dan pembiasaan.Pendidikan yang
kuat terutama dari keluarga sangat penting untuk menanamkan jiwa anti korupsi, diperkuat
dengan pendidikan formal di sekolah maupun non-formal di luar sekolah.

Maksud dari membangun kesadaran moral anti korupsi berdasar Pancasila adalah
membangun mentalitas melalui penguatan eksternal dan internal tersebut dalam diri
masyarakat.Di perguruan tinggi penguatan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan
kepribadian termasuk di dalamnya pendidikan Pancasila.Melihat realitas di kelas bahwa mata
kuliah Pendidikan Pancasila sering dikenal sebagai mata kuliah yang membosankan, maka dua
hal pokok yang harus dibenahi adalah materi dan metode pembelajaran.Materi harus selalu up
to date dan metode pembelajaran juga harus inovatif menggunakan metode-metode
pembelajaran yang dikembangkan.Pembelajaran tidak hanya kognitif, namun harus menyentuh
aspek afektif dan konatif.

Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati dan diamalkan tentu mampu
menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, apabila
bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan, tentu tidak akan mudah
menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi. Perbuatan korupsi
terjadi karena hilangnya kontrol diri dan ketidakmampuan untuk menahan diri melakukan
kejahatan.Kebahagiaan material dianggap segala-galanya disbanding kebahagiaan spiritual yang
lebih agung, mendalam dan jangka panjang.Keinginan mendapatkan kekayaan dan kedudukan
secara cepat menjadikannya nilai-nilai agama dikesampingkan. Kesadaran manusia akan nilai
ketuhanan ini, secara eksistensial akan menempatkan manusia pada posisi yang sangat tinggi.
Hal ini dapat dijelaskan melalui hirarki eksistensial manusia, yaitu dari tingkatan yang paling
rendah, penghambaan terhadap harta (hal yang bersifat material), lebih tinggi lagi adalah
penghambaan terhadap manusia, dan yang paling tinggi adalah penghambaan pada Tuhan.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna tentu tidak akan merendahkan
dirinya diperhamba oleh harta, namun akan menyerahkan diri sebagai hamba Tuhan. Buah dari
pemahaman dan penghayatan nilai ketuhanan ini adalah kerelaan untuk diatur Tuhan,
melakukan yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang-Nya.

8
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam konteks
Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang tidak dapat dipisahkan
satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatan moral besar manakala
keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan
dan keadilan dijadikan landasan moril dan diejawantahkan dalam seluruh kehidupan berbangsa
dan bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi. Penanaman nilai sebagaimana tersebut
di atas paling efektif adalah melalui pendidikan dan media.Pendidikan informal di keluarga
harus menjadi landasan utama dan kemudian didukung oleh pendidikan formal di sekolah dan
nonformal di masyarakat.Peran media juga sangat penting karena memiliki daya jangkau dan
daya pengaruh yang sangat kuat bagi masyarakat.Media harus memiliki visi dan misi mendidik
bangsa dan membangun karakter masyarakat yang maju namun tetap berkepribadian Indonesia

2.2 Pancasila sebagai solusi mengatasi kemiskinan

Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan antara kelompok masyarakat berpendapatan


tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah
orang yang berada di bawah garis kemiskinan merupakan dua masalah besar dibanyak negara
berkembang, tidak terkecuali Indonesia.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian
orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya
4 dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah
mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya meliputi: Pertama, gambaran
kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang,
perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi
kelangkaan barangbarang dan pelayanan dasar. Kedua, gambaran tentang kebutuhan sosial,
termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini
termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan,
karena hal ini mencakup masalahmasalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang
ekonomi. Ketiga, gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna
"memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh
dunia.

Bebarapa penyebab kemiskinan diantaranya :


a. Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Namun lebih tepatnya terletak pada
perbedaan kualitas sumber daya manusia dan perbedaan akses modal.
b. Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.

9
c. Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan
sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
d. Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk
perang, pemerintah, dan ekonomi. Karena ciri dan keadaan masyarakat dalam suatu
daerah sangat beragam (berbeda) ditambah dengan kemajuan ekonomi dan pertumbuhan
ekonomi yang masih rendah.
e. Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari
struktur social dan kebijakan pemerintah. Kebijakan dalam negeri seringkali dipengaruhi
oleh kebijakan luar negeri atau internasional antara lain dari segi pendanaan. Dan yang
paling penting adalah Ketidakmerataannya Distribusi Pendapatan yang dilaksanakan oleh
pemerintah.

Ragam pemikiran tentang kemiskinan Kemiskinan seperti diungkapkan oleh Suparlan


(1994), dinyatakan sebagai suatu keadaan kekurangan harta atau benda berharga yang diderita
oleh seseorang atau sekelompok orang. Akibat dari kekurangan harta atau benda tersebut maka
seseorang atau sekelompok orang itu merasa kurang mampu membiayai kebutuhan-kebutuhan
hidupnya sebagaimana layaknya. Kekurang mampuan tersebut mungkin hanya pada tingkat
kebutuhankebutuhan budaya (adat, upacara-upacara, moral dan 6 etika), atau pada tingkat
pemenuhan kebutuhankebutuhan sosial (pendidikan, berkomunikasi dan berinteraksi dengan
sesama) atau pada tingkat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang mendasar (makan-minum,
berpakaian, bertempat tinggal ataurumah, kesehatan dan sebagainya).
Kemiskinan, masih menurut Suparlan (1994), dengan demikian terserap ke dalam dan
mempengaruhi hamper keseluruhan aspek-aspek kehidupan manusia. Kemiskinan yang diderita
oleh sekelompok orang bahkan sebuah masyarakat, menghasilkan suatu keadaan dimana warga
masyarakat yang bersangkutan merasa tidak miskin bila berada dan hidup diantara sesamanya.
Karena berbagai kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan para warga kelompok tersebut
dirasakan sebagai suatu hal yang biasa (sebagai fenomena biasa dalam kehidupan keseharian
mereka). Pada kondisi seperti itu tidak ada yang diacu untuk pamer, sehingga diantara mereka
tidak ada perasaan saling berbeda, yang dapat menimbulkan perasaan malu. Dalam keadaan
demikian, maka kemiskinan terwujud dalam berbagai cara-cara mereka memenuhi kebutuhan-
kebutuhan mereka untuk dapat hidup.
Di kalangan masyarakat/kelompok yang berada dalam kondisi miskin seperti itu,
berkembang suatu pedoman bagi kehidupan mereka yang diyakini kebenaran dan kegunaannya
yang dilandasi oleh kemiskinan yang mereka derita bersama. Pedoman atau kiat-kiat untuk
menghadapi fenomena miskin 7 seperti itu kemudian melahirkan model-model adaptasi mereka
menghadapi kemiskinan.
Pada era gencarnya prmbangunan di tahun 1970- 1980, sebuah seminar ilmiah yang diadakan
oleh Himpunan Indonesia Untuk Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial (HIPIS), diadakan di Malang
tanggal 13-17 November 1979, dengan tema dan hasil yang monumental sampai saat ini, yaitu
‘Kemiskinan Struktural’ (Soemardjan, 1980), dimana dalam pendapatnya dinyatakan bahwa
kemiskinan struktural tidak menunjuk pada individual yang miskin karena malas bekerja atau
tidak mendapatkan penghasilan, tetapi lebih banyak karena struktur sosial masyarakat yang ada
telah membatasi hak-hak mereka untuk mendapatkan / menggunakan sumber-sumber pendapatan
yang tersedia untuk mereka.
Pada kondisi seperti itu kelompok masyarakat yang berada pada kondisi seperti itu pada
umumnya memiliki kesadaran akan nasibnya yang berbeda dengan kelompok/golongan lainnya.

10
Dalam kelompok miskin secara struktur ini, masih menurut Soemardjan, ada para petani yang
tidak bertanah atau mempunyai garapan yang sangat kecil, sehingga tidak mencukupi untuk
pemenuhan hidupnya. Juga golongan mereka yang tidak terdidik dan terlatih yang disebut
‘unskilled labores’ yang terhambat untuk memasuki pasar kerja, golongan miskin itu juga
meliputi para pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah, atau golongan ekonomi
lemah.
Pembicaraan tentang kemiskinan penduduk perkotaan, diungkap oleh Gavin Jones (dalam
Dorodjatun, 1986), yang menyatakan bahwa sebagai akibat dari migrasi penduduk pedesaan ke
kota (khususnya kota-kota di Jawa), telah menambah jumlah penduduk miskin yang ada karena
dua hal yaitu : karena penambahan secara alamiah (lebih banyak kelahiran dari pada kematian);
dan karena adanya migrasi orang desa ke kota yang terus bertambah (untuk mencari pekerjaan).
Gavin Jones bahkan berteori bahwa bagaimanapun orang-orang desa yang bermigrasi
membandingkan bahwa ada peluang atau kesempatan kerja yang lebih besar dan lebih panjang
dikota, walau harus tinggal diperkampungan.
Apa yang dinyatakan Gavin Jones, sebenarnya ditunjang oleh temuan dua peneliti lainnya.
Peneliti pertama, Graeme Hugo (1986) yang memfokuskan migrasi sirkuler penduduk sekitaran
Jakarta antara lain penduduk kabupaten yang berdekatan dengan Jakarta, seperti Tangerang,
Bogor, Depok dan Bekasi. Perkembangan industri dan pembangunan kota di Jakarta sangat
menarik minat para penduduk di desa-desa kabupaten tadi untuk pindah dan menetap di Jakarta.
Dan secara umum para migrant dalam teori yang dikemukakan oleh Graeme Hugo, besarnya
angka/jumlah migrant sangat tergantung pada jarak daerah asal dan kota tujuan, sarana
transportasi yang tersedia, dan kondisi perkembangan kota tujuan. Sehingga ia kemudian
mengklasifikasi model migrasi ke kota yang ada yaitu : ‘pindah, merantau, dan pulang balik’.
Temuan kedua merupakan penguatan teori Graeme Hugo yang dilakukan Lea Jellinek
(1986), dalam tulisannya ‘sistem pondok dan migrasi sirkuler’, khususnya pada migran
penduduk desa ke kota Jakarta. Jellinek menganalogikan ‘pondok’ sebagai sebuah rumah
sederhana tempat menginap di pedesaan. Di Jakarta para migrant mengartikan dan
memfungsikan ‘pondok’ bukan saja sebagai tempat menginap, tetapi juga menjadi tempat usaha
dan kegiatan kehidupan lainnya. Karena itu dalam temuan penelitiannya, ratusan pondok-pondok
yang tersebar di seluruh kota menjadi berbagai pangkalan, tempat usaha kecil berjalan, dan ada
ribuan pengusaha dengan modal kecil hidup (umumnya para migrant sirkuler) dalam ‘sistem
pondok’ dengan sistem ‘tauke’ yang terstruktur dan kuat. Pondok juga menampung pendatang
baru dari desa-desa yang sama, dan menyediakan lapangan kerja sehingga selalu menarik minat
bagi berlangsungnya proses ‘migran sirkuler’.

Upaya pemerintah dakam mengurangi kemiskinan


Dalam sisitem kapitalistik yang berlaku di Indonesia, penetapan pajak
pendapatan/penghasilan merupakan solusi untuk mengurangi terjadinya ketimpangan. Dengan
mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi, sebaliknya subsidi akan
membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam 10
pemberiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin
tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk
membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Namun kenyataanya tidaklah
demikian. Pajak tidak hanya dibebankan pada orang kaya tetapi semua komponen masyarakat
tanpa pandang kaya atau miskin semua dikenai pajak. Inilah yang menyebabkan permasalahan
kemiskinan tak kunjung selesai.

11
Seperti inilah sistem atau cara pengenaan pajak kepada para wajib pajak yang terjadi dalam
sistem kapitalis di Indonesia saat ini;
1. Pajak progresif (progressive tax)
Yaitu pajak yang dikenakan semakin berat kepada mereka yang berpendapatan semakin
tinggi. Contoh : pajak pendapatan, pajak rumah tangga dan sebagainya
2. Pajak degresif (degressive tax)
Yaitu pajak yang dikenakan semakin berat kepada mereka yang pendapatannya semakin
kecil. Contoh : pajak penjualan, pajak tontonan dan sebagainya.
3. Pajak proposional (proposional tax)
Yaitu pajak yang dikenakan berdasarkan pembebanan (persentase) yang sama terhadap
semua tingkat pendapatan.

Secara lebih rinci langkah-langkah yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi


masalah kemiskinan adalah sebagai berikut :
a. Pembangunan Sektor Pertanian Sektor pertanian memiliki peranan penting di
dalam pembangunan karena sektor tersebut memberikan kontribusi yang sangat
besar bagi pendapatan masayrakat dipedesaan berarti akan mengurangi jumlah
masyarakat miskin. Terutama sekali teknologi disektor pertanian. Menyoroti
potensi pesatnya pertumbuhan dalam sektor pertanian yang dibuka dengan
kemajuan teknologi sehingga menjadi leading sector (rural – led development)
proses ini akan mendukung pertumbuhan seimbang dengan syarat, kemampuan
mencapai tingkat pertumbuhan output pertanian yang tinggi serta dengan
menciptakan pola permintaan yang kondusif pada pertumbuhan.
b. Pembangunan Sumber Daya manusia Sumberdaya manusia merupakan investasi
insani yang memerlukan biaya yang cukup besar, diperlukan untuk mengurangi
kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyrakat secara umum, maka dari
itu peningkatan lembaga pendidikan, kesehatan dan gizi merupakan langka yang
baik untuk diterapkan oleh pemerintah. Bila dikaitkan pada sektor pertanian, akan
lebih berkembang jika kebijakan pemerintah bisa menitikberatkan pada transfer
sumber daya dari pertanian ke industri melalui mekanisme pasar.
c. Redistribusi Pendapatan secara lebih baik Negara akan ikut bertanggungjawab
terhadap mekanisme distribusi dengan mengedepankan kepentingan umum
daripada kepentingan kelompok, atau golongan lebih-lebih kepentingan
perorangan. Dengan demikian, sektor publik yang digunakan untuk kemaslahatan
umat jangan sampai jatuh ke tangan orang yang mempunyai visi kepentingan
kelompok, golongan dan kepentingan pribadi.
d. Pembangunan Infrastruktur Negara akan menyediakan fasilitasfasilitas publik
yang berhubungan dengan masalah optimalisasi distribusi pendapatan. Seperti
sekolah, rumah sakit, lapangan kerja, perumahan, jalan, jembatan dan lain
sebagainya.

Namun terdapat 5 (lima) permasalahan dalam pengentasan kemiskinan yaitu :

a. Lemahnya instusi pengelola program pengentasan kemiskinan


b. Kebijakan penggunaan data basis keluarga miskin belum secara operasional
dipergunakan sebagai intervensi program pengentasan kemiskinan

12
c. Belum ada mekanisme dan sistem pencatatan dan pelaporan program pengentasan
kemiskinan
d. Dukungan anggaran operasional pengentasan kemiskinan yang masih terbatas
Harus ada sinergisitas antara program pengentasan kemiskinan yang diprogramkan oleh
pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Selama ini
program pengentasan kemiskinan oleh pemerintah pusat tidak maksimal diterapkan oleh
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, karena tidak disiapkannya infrastruktur
pendukung untuk program tersebut.

Alternatif solusi mengatasi kemiskinan di Indonesia


Program pemerintah yang dijalankan saat ini dinilai sudah baik secara konsep. Namun
belum bisa dinilai secara menyeluruh karena hanya sebagian kecil saja yang terealisasi.
Sementara kemiskinan juga masih dan semakin menjamur. Memang, tidak bisa disinggung lagi
bahwa solusi kehidupan secara menyeluruh dan sempurna termasuk permasalahan kemisikinan,
hanyalah kembali pada aturan-aturan sang pembuat kehidupan yakni Allah SWT. Islam
memberikan solusi yang selalu tepat. Tidak hanya secara konsep, tetapi juga dalam prakteknya
sudah terbukti memberikan hasil yang gemilang terutama dalam mensejahterahkan rakyatnya.
Inti penyebab kemiskinan di Indonesia dari dulu hingga kini adalah penyebab struktural.
Ketidakmerataannya distribusi pendapatan yang dilakukan pemerintah secara struktural yang
menyebabkan kemiskinan ini terjadi berangsurangsur.
Program Islam untuk redistribusi kekayaan terdiri dari tiga bagian. Pertama,
sebagaimana dibahas sebelumnya, ajaran Islam mengarahkan untuk memberikan pembelajaran
atau pemberdayaan kepada para penganggur untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang bisa
memberi penghidupan bagi mereka,serta untuk memberikan upah yang adil bagi orang-orang
yang sudah bekerja. Kedua, ajaran Islam menekankan pembayaran zakat untuk redistribusi
pendapatan dari orang kaya kepada orang miskin yang karena ketidakmampuan atau cacat
(secara fisik atau mental, atau faktor eksternal yang diluar kemampuan mereka, misalnya
pengangguran), tak mampu untuk memperoleh kehidupan standar yang terhormat dengan tangan
mereka sendiri. Ketiga, pembagian harta warisan dari orang yang telah meninggal kepada
beberapa orang sesuai aturan Islam sehingga menguatkankan dan mempercepat distribusi
kekayaan dalam masyarakat.
Konsep Islam tentang keadilan distribusi kekayaan, juga konsep keadilan ekonomi tidak
mengharuskan semua orang mendapat upah dalam jumlah yang sama tanpa memperdulikan
kontribusinya bagi masyarakat. Islam mentoleransi adanya perbedaan dalam pendapatan karena
setiap orang memiliki karakter, kemampuan dan pelayanan kepada masyarakat yang sama.
Namun perlu dicatat bahwa jaminan terhadap standar hidup yang manusiawi bagi semua anggota
masyarakat melalui pengaturan zakat.
Pada kenyataannya, apabila ajaran Islam mengenai halal dan haram dalam memperoleh
kekayaan diikuti, prinsip keadilan bagi pekerja dan konsumen diterapkan, pengawasan terhadap
15 redistribusi pendapatan dan kekayaan serta hukum Islam tentang harta waris ditegakkan,
maka tidak akan terdapat ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan dalam masyarakat
Muslim.
Di sini letak perbedaan sistem ekonomi syariah dan konvensional. Sistem ekonomi
syariah tidak bertujuan mengumpulkan harta sebanyakbanyaknya. Tapi, bagaimana kehidupan
lebih baik bisa dicapai bersama tanpa memandang suku ataupun RAS. Ekonomi syariah
mempunyai prinsip sinergi (ta'awun). Prinsip ini memungkinkan orang yang lebih dulu sukses itu

13
membantu sesamanya. Kerja sama ini memungkinkan umat Islam maju.
Selain itu, ekonomi syariah memiliki sistem bagi hasil. Sistem ini memungkinkan
kerugian dan keuntungan ditanggung pemodal dan peminjam. Besarnya tanggungan diatur dalam
akad yang sudah disetujui bersama.
Sistem bagi hasil misalnya bank sebagai pemodal tidak hanya menagih pinjaman modal.
Pihak bank juga harus membantu peminjam dalam memajukan usahanya. Sebaliknya pihak
peminjam juga harus bekerja keras memajukan usahanya supaya bisa cepat mengembalikan
pinjaman.
Oleh karena itu ekonomi syariah dinilai cocok untuk program pengentasan kemiskinan.
Hal ini karena masyarakat miskin tidak dipandang sebagai pihak yang malas. Namun, pihak yang
tidak mendapat akses untuk kehidupan yang lebih baik.

2.3 Pancasila Sebagai Solusi Mengatasi Kerusakan Lingkungan

a. Pemeliharaan Lingkungan Hidup

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan


Lingkungan Hidup dikatakan, bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian ingkungan hidup.

Dalam Pasal 3 undang-undang di atas dijelaskan lebih jauh, bahwa pengelolaan lingkungan
hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan dan asas
manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 ditegaskan lebih lanjut, bahwa sasaran
pengelolaan lingkungan hidup adalah:

a. Tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan


hidup;

b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap
dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;

c. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;

d. Tercapainya kelesatarian fungsi lingkungan hidup;

e. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;

f. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/ atau
kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup.

14
Tujuan pembangunan yang dilakukan bangsa Indonesia adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan dan meningkatkan mutu hidup rakyat. Proses pelaksanaan pembangunan di satu
pihak menghadapi permasalahan jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertambahan
yang tinggi dan di lain pihak sumber daya alam yang dipunyai sangat terbatas.

Kegiatan pembangunan yang dilakukan dan pertambahan jumlah penduduk yang semakin
banyak mau tidak mau dapat mengakibatkan tekanan terhadap sumber daya alam.
Pendayagunaan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat
harus disertai dengan upaya untuk melestarikan kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan
seimbang guna menunjang pembangunan yang berkesinambungan dan dilaksanakan dengan
kebijaksanaan yang terpadu dan menyeluruh serta memperhitungkan kebutuhan generasi
sekarang dan mendatang. Oleh karena itu, pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
mutu kehidupan rakyat itu, baik generasi sekarang dan mendatang, adalah pembangunan
berwawasan lingkungan.

Mengacu pada pengertian yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997
Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dimaksud pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan
hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,
kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Sebagai konsekwensi pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup ini,


maka banyak hal-hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah maupun masyarakat, antara lain
yang diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 yang mengatur
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Pasal 3 dijelaskan, bahwa pengelolaan lingkungan
hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan dan asas
manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunann berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam Pasal 4 diatur mengenai sasaran pengelolaan lingkungan hidup yang pengaturannya
adalah sebagai beirkut :

a. Tercapainya keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan


hidup;

b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap
dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;

c. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;

d. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;

e. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;

f. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan atau
kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan atau perusakan
lingkungan hidup.

15
b. Aplikasi Nilai-Nilai Pancasila

Penjabaran, pengamalan atau aplikasi nilai-nilai Pancasila dalam aspek pembangunan


berwawasan lingkungan tidak bisa dipisahkan, sebab Pancasila , seperti dijelaskan dalam
Penjelasan Umum Undang- Undang No. 23 Tahun 1997 di atas, merupakan kesatuan yang bulat
dan utuh yang memberikan keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia, bahwa kebahagiaan
hidup akan tercapai jika didasarkan atas keselarasan, keserasian dan keseimbangan, baik dalam
hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun manusia dengan manusia, manusia
dengan alam, dan manusia sebagai pribadi, dalam rangka mencapai kemajuan lahir dan
kemajuan batin. Antara manusia, masyarakat dan lingkungan hidup terdapat hubungan timbal
balik, yang harus selalu dibina dan dikembangkan agar dapat tetap dalam keselarasan,
keserasian dan keseimbangan yang dinamis (Koesnadi Hardjasoemantri, 2000 : 575).

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dari Sila ke I sampai Sila ke V yang harus
diaplikasikan atau dijabarkan dalam setiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup adalah
sebagai berikut ( Soejadi, 1999 : 88- 90) :

Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai religius, antara lain :

a. Kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta segala sesuatu
dengan sifat-sifat yang sempurna dan suci seperti Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha
Adil, Maha Bijaksana dan sebagainya;

b. Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintah- NYA
dan menjauhi larangan-larangannya. Dalam memanfaatkan semua potensi yang
diberikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah manusia harus menyadari, bahwa setiap
benda dan makhluk yang ada di sekeliling manusia merupakan amanat Tuhan yang
harus dijaga dengan sebaik-baiknya; harus dirawat agar tidak rusak dan harus
memperhatikan kepentingan orang lain dan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.

c. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengaplikasikan Sila ini dalam kehidupan sehari-
hari, misalnya menyayangi binatang; menyayangi tumbuhtumbuhan dan merawatnya;
selalu menjaga kebersihan dan sebagainya. Dalam Islam bahkan ditekankan, bahwa
Allah tidak suka pada orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, tetapi Allah
senang terhadap orang-orang yang selalu bertakwa dan selalu berbuat baik.

d. Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat
dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-NYA yang wajib dilestarikan dan
dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber dan penunjang hidup
bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta makhluk hidup lainya demi kelangsungan dan
peningkatan kualitas hidup itu sendiri.

16
Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab terkandung nilai-nilai perikemanusiaan
yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini antara lain sebagai
berikut :

a. Pengakuan adanya harkat dan martabat manusia dengan sehala hak dan kewajiban
asasinya;

b. Perlakuan yang adil terhdap sesama manusia, terhadap diri sendiri, alam sekitar dan
terhadap Tuhan;

c. Manusia sebagai makhluk beradab atau berbudaya yang memiliki daya cipta, rasa, karsa
dan keyakinan.

Penerapan, pengamalan/ aplikasi sila ini dalam kehidupan sehari hari dapat diwujudkan
dalam bentuk kepedulian akan hak setiap orang untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik
dan sehat; hak setiap orang untuk mendapatkan informasi lingkungan hidup yang berkaitan
dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup; hak setiap orang untuk berperan dalam
rangka pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai dengan ketentuanketentuan hukum yang
berlaku dan sebagainya (Koesnadi Hardjasoemantri, 2000 : 558).

Dalam hal ini banyak yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk mengamalkan Sila ini,
misalnya mengadakan pengendalian tingkat polusi udara agar udara yang dihirup bisa tetap
nyaman; menjaga kelestarian tumbuh-tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar; mengadakan
gerakan penghijauan dan sebagainya.

Nilai-nilai Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab ini ternyata mendapat penjabaran
dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1997 di atas, antara lain dalam Pasal 5 ayat (1) sampai
ayat (3); Pasal 6 ayat (1) sampai ayat (2) dan Pasal 7 ayat (1) sampai ayat (2).

Dalam Pasal 5 ayat (1) dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat; dalam ayat (2) dikatakan, bahwa setiap orang
mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam
pengelolaan lingkungan hidup; dalam ayat (3) dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak
untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Pasal 6 ayat (1) dikatakan, bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian
fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup dan dalam ayat (2) ditegaskan, bahwa setiap orang yang melakukan usaha
dan/ atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai
pengelolaan lingkungan hidup.

Dalam Pasal 7 ayat (1) ditegaskan, bahwa masyarakat mempunyai kesempatan yang sama
dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup; dalam ayat (2)
ditegaskan, bahwa ketentuan pada ayat (1) di atas dilakukan dengan cara :

a. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan;

17
b. Menumbuhkembangkan kemampauan dan kepeloporan masyarakat;

c. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masya-rakat untuk melakukan pengwasan sosial;

d. Memberikan saran pendapat;

e. Menyampaikan informasi dan/atau menyam-paikan laporan.

Dalam Sila Persatuan Indonesia terkandung nilai persatuan bangsa, dalam arti dalam
hal-hal yang menyangkut persatuan bangsa patut diperhatikan aspek-aspek sebagai
berikut :

a. Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia


serta wajib membela dan menjunjung tinggi (patriotisme);

b. Pengakuan terhadap kebhinekatunggalikaan suku bangsa (etnis) dan kebudayaan


bangsa (berbeda-beda namun satu jiwa) yang memberikan arah dalam pembinaan
kesatuan bangsa;Cinta dan bangga akan bangsa dan Negara Indonesia
(nasionalisme).

c. Aplikasi atau pengamalan sila ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain
dengan melakukan inventarisasi tata nilai tradisional yang harus selalu
diperhitungkan dalam pengambilan kebijaksanaan dan pengendalian pembangunan
lingkungan di daerah dan mengembangkannya melalui pendidikan dan latihan serta
penerangan dan penyuluhan dalam pengenalan tata nilai tradisional dan tata nilai
agama yang mendorong perilaku manusia untuk melindungi sumber daya dan
lingkungan (Salladien dalam Burhan Bungin dan Laely Widjajati , 1992 : 156-158).

d. Di beberapa daerah tidak sedikit yang mempunyai ajaran turun temurun mewarisi
nilai-nilai leluhur agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
ketentuan-ketentuan adat di daerah yang bersangkutan, misalnya ada larangan untuk
menebang pohon-pohon tertentu tanpa ijin sesepuh adat; ada juga yang dilarang
memakan binatang-bintang tertentu yang sangat dihormati pada kehidupan
masyarakat yang bersangkutan dan sebagainya. Secara tidak langsung sebenarnya
ajaran-ajaran nenek leluhur ini ikut secara aktif melindungi kelestarian alam dan
kelestarian lingkungan di daerah itu.

Dalam Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam


Permusyawaratan Perwakilan terkandung nilainilai kerakyatan. Dalam hal ini ada
beberapa hal yang harus dicermati, yakni:

a. Kedaulatan negara adalah di tangan rakyat;

b. Pimpinan kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi akal sehat;

c. Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai


kedudukan, hak dan kewajiban yang sama;

18
d. Keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat oleh wakilwakil rakyat.

e. Penerapan sila ini bisa dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, antara lain
(Koesnadi Hardjasoemantri, 2000 : 560) :

f. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan


tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup;

g. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan


hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup;

h. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan


masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup.

Dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia terkandung nilai keadilan
sosial. Dalam hal ini harus diperhatikan beberapa aspek berikut, antara lain:

a. Perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan terutama di bidang politik, ekonomi dan
sosial budaya;

b. Perwujudan keadilan sosial itu meliputi seluruh rakyat Indonesia;

c. Keseimbangan antara hak dan kewajiban;

d. Menghormati hak milik orang lain;

Cita-cita masyarakat yang adil dan makmur yang merata material spiritual bagi
seluruh rakyat Indonesia;

a. Cinta akan kemajuan dan pembangunan.

b. Pengamalan sila ini tampak dalam ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur masalah
lingkungan hidup. Sebagai contoh, dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999
tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Bagian H yang mengatur
aspekaspek pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam.

19
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kemiskinan berawal dari faktor ketimpangan dan ketidakadilan sosial yang menjadi
sebab utama keluarnya bangsa indonesia dari falsafah pancasila. Esensi dari falsafah
pancasila telah disalahgunakan. Kita bisa lihat seperti kepercayaan kepada Tuhan YME,
yang diharuskan oleh agama telah berubah menjadi sumber konflik di tengah tengah
kehidupan masyarakat. Lalu nilai-nilai kemanusiaan, persatuan dan kerakyatan, sudah jauh
dilanggar oleh bangsa ini, yang mengakibatkan keadilan sosial menjadi jauh dari kenyataan.
Fenomena tersebut dapat dilihat dari aktifitas sehari-hari yang terjadi di lingkungan kita
antara lain, menjamurnya pasar-pasar modern (mall, swalayan dll) yang membuat
tergusurnya pasar tradisional sebagai tempat dan sumber penghidupan masyarakat kecil.

Pemberdayaan ekonomi rakyat menjadi suatu upaya yang mutlak harus dilakukan.
Kemampuan “tahan banting” terhadap krisis telah terbukti. Mengingat relatif sulitnya
mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi yang diharapkan dari investasi usaha-usaha besar
maka pemerintah daerah diharapkan untuk lebih memberdayakan ekonomi rakyat yang
merupakan potensi yang tersembunyi termasuk di dalamnya UKM dan sektor informal
untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Sektor ekonomi rakyat telah
terbukti mampu bertahan di saat krisis, oleh karena itu pemerintah jangan menganggap
remeh akan keberadaan sektor ekonomi rakyat, tapi justru harus diberdayakan
sebagai salah satu penyangga perekonomian nasional.Karena semua konsep atau solusi
yang ada dalam Islam bersumber dari Dzat Yang Maha Kuasa atas segala-galanya. Hanya
Allah SWT yang mampu memberikan solusi terbaik bagi kemaslahatan makhluk- Nya,
yakni manusia sebagai pemimpin yang mampu menegakkan prinsip syari’ah secara
kaffah.

B. PENUTUP

Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam
makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan
kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini
Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik saran yang
membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis. Aamiin

20
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincon. 1999. Ekonomi Pembangunan. Fakultas

Ekonomi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

https://harrbiyyani.wordpress.com/2013/03/21/pancasila-sebagai-solusi-kerusakan-lingkungan/

http://anislestarihasim.blogspot.com/2014/01/pancasila-dalam-berbangsa-dan-bernegara.html

http://www.kompasiana.com/ferranikasma/pancasila-sebagai-benteng-dekadensi-
moral_55186adfa333113107b665e5

21
Sesi Tanya Jawab

1. Amalia Siti Nurazizah (210106169)

Bagaimana kontribusi kita sebagai mahasiswa untuk ikut andil dalam mengatasi
korupsi, kemiskinan, dan kerusakan terutama dilingkungan sekitar ?

 Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi pada dasarnya dapat


dibedakan menjadi empat wilayah, yaitu: di lingkungan keluarga, di lingkungan
kampus, di masyarakat sekitar, dan di tingkat lokal/nasional. Lingkungan
keluarga dipercaya dapat menjadi tolok ukur yang pertama dan utama bagi
mahasiswa untuk menguji apakah proses internalisasi anti korupsi di dalam diri
mereka sudah terjadi. Keterlibatanmahasiswa dalam gerakan anti korupsi di
lingkungan kampus tidak bisa dilepaskan dari status mahasiswa sebagai peserta
didik yang mempunyai kewajiban ikut menjalankan visi dan misi kampusnya.
Sedangkan keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di masyarakat
dan di tingkat lokal/nasional terkait dengan status mahasiswa sebagai seorang
warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan
masyarakat lainnya.

 Ditanya tentang kontribusi sebagai seorang mahasiswa. intinya adalah kalian


berusaha dengan sangat keras nanti akan keluar dengan sendirinya tapi yang
harus di garis bawahi adalah tugas sebagai mahasiswa itu adalah penyambung
lidah antara rakyat dan pemerintah itu kan punya jarak yang cukup jauh kenapa
kita punya jarak yang cukup jauh karena pemerintah ada di atas sedangkan
rakyat ini adalah seseorang yang kesibukannya itu sebagian besar digunakan
sumber daya dan upayanya digunakan untuk mencari uang mencari nafkah
menghidupi keluarganya petani nelayan tukang ojek atau apapun itu jadi dia
tidak punya kemampuan atau punya waktu yang cukup banyak untuk
mengidentifikasi satu-satunya komponen yang punya kesempatan untuk
melakukan identifikasi tentang apa yang dilakukan pemerintah itu adalah
mahasiswa karena kalian punya waktu, punya tenaga yang masih sangat besar
jadi harus berusaha semaksimal mungkin menjadi penyambung lidah yang
baik .masyarakat tersebut atau mungkin kalau misalkan pemerintahnya yang
agak kurang ajar dalam membuat kebijakan atau peraturan tugas kalian sebagai
mahasiswa untuk menuntut kepada pemerintah berharap kita tidak bisa berharap
banyak untuk mengajak masyarakat berdemonstrasi karena mereka sudah
disibukkan dengan urusan yang sangat sulit tentang kehidupan masyarakat
miskin dan kalian adalah orang yang bisa mengontrol itu sebagai penyampai
informasi atau kalian menuntut kepada pemerintah atas kebijakannya yang tidak
tepat caranya bisa demonstrasi dan apapun itu sebagai menjadi penyambung
lidah yang baik antara rakyat dan pemerintah.

22
2. Novelia Alensia Putri (210106114)

Bagaimana cara menanggulangi kecurangan para hakim yang disogok agar


memenangkan seseorang, dari pihak keadilan ?

 dg cara melaporkan pd pihak yg berwajib atau dg cara menyelidikinya atau juga


bisa dengan cara melaporkan kasus tersebut ke ketua pengadilan.supaya ditindak
lanjuti yang menyogok hakim saat dipengadilan.

 Melakukan proses penyadapan KPK itu dengan sangat mudah melakukan tanpa
melalui undang-undang yang lama, bahwa KPK bisa melakukan proses
penyadapan kepada siapapun itu asalkan dengan catatan pimpinannya
menyetujui jadi ada 4 pimpinan KPK berdasarkan undang-undang tahun 2019
ada lembaga yaitu dewan pengawas KPK harus melakukan proses penyadapan
dia harus melalui protokol yang sangat rumit karena persetujuannya tidak hanya
pada internal KPK yaitu ke pimpinan KPK nya tapi juga ke eksternal yaitu
dewan pengawas tersebut sekarang proses penyadapan untuk bisa melihat suap
untuk itu melalui protokoler dan tata urutan yang sangat rumit sehingga aktivitas
siswa penyebab wilayah dan wilayah manapun itu menjadi lebih sulit untuk
diawasi dan mereka lebih mudah untuk melakukan tindak pidana korupsi.

3. Riska Reza Novita (210106120)

Apakah pelaku tindak pidana korupsi yang mengembalikan kerugian Negara dapat
menghapuskan pidananya tersebut ?

 Pasal 4 UU Pemberantasan Korupsi:

Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak


menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan Pasal 3.

Jadi, koruptor tetap dipidana meski telah mengembalikan keuangan negara. Tapi
pengembalian uang tersebut bisa meringankannya saat dijatuhi putusan oleh
hakim.

 Itu kaya mengatur semua hal yang berhubungan tentang sikap perilaku dan
kinerja hakim itu ada komisi yudisial nah kalian bisa melaporkan ke situ.

23

Anda mungkin juga menyukai