Anda di halaman 1dari 18

INTOLERANSI BERAGAMA DALAM BERMASYARAKAT

DAN BERNEGARA

Oleh:

Nama : Ni Putu Aprilia Yudiantari

NIM : 223213378

Kelas : A16-A Keperawatan

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA


BALI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang


Hyang Widhi Wasa, atas berkat dan rahmat yang beliau
berikan, penulis diberikan kelancaran saat penyusunan
makalah dan dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Intoleransi Beragama dalam Bermasyarakat dan Bernegara ”
dengan baik dan tepat pada waktu yang ditentukan.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak


Dosen yang sudah membimbing penulis saat penyusunan
makalah ini agar mendekati kata sempurna, karena penulis
sadar didunia ini tidak ada yang sempurna. Penulis juga
ucapkan terima kasih kepada teman-teman, karena sudah
memberikan motivasi dan semangat agar penulis tidak putus
asa saat penyusunan makalah ini. Penulis juga ucapkan
kepada orang tua, karena doa dan semangat yang beliau
berikan, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat


menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca, serta
dapat menerima informasi yang telah penulis sajikan didalam
makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah ini
memiliki manfaat yang lebih banyak lagi. Penulis sangat
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini, terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan akibat keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman penulis, sehingga masih banyak
yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak
Dosen dan para pembaca demi kesempurnaan makalah ini
atau makalah yang akan penulis buat selanjutnya.

2
Denpasar, 3 Maret 2023

Penyusun

DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR………………………………………..………i

DAFTAR ISI………………………………………………….........ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………1

1.1. Latar Belakang…………………………………………...…..1

1.2. Rumusan Masalah……………………………………………..2

1.3. Tujuan Penulisan………………………………………………2

1.4. Manfaat Penulisan…………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………….3

2.1. Intoleransi dalam beragama…………………………………3

2.2. Penyebab terjadinya intoleransi dalam beragama………5

2.3. Solusi agar tidak terjadinya intoleransi beragama…….8

BAB III PENUTUP…………………………………………………11

3.1. Kesimpulan……………………………………………………11

3.2. Saran……………………………………………………………11

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang kaya

akan sumber daya, kebudayaan, dan juga agama.

Mayoritas masyarakat Indonesia menganut agama Islam,

namun banyak pula yang menganut agama lain seperti

Kristen, Hindu, Budha, dan sebagainya. Pasal 29 ayat (2)

UUD 1945 menyatakan bahwa negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut

agama dan kepercayaan itu. Pernyataan tersebut

mengandung arti bahwa keanekaragaman pemeluk agama

yang ada di Indonesia diberi kebebasan untuk

melaksanakan ajaran agama sesuai dengan keyakinannya

masing-masing.

Semboyan Bhineka Tunggal Ika yang artinya

berbeda-beda tetapi tetap satu, tidak sesuai dengan

keadaan masyarakat Indonesia pada zaman ini. Dengan

4
banyaknya suku, budaya, dan agama yang berbeda-beda

sering kali menyebabkan konflik dalam masyarakat

Indonesia, salah satunya yaitu konflik antar agama yang

saat ini sering terjadi. Dengan perbedaan tersebut

apabila tidak terpelihara dengan baik bisa menimbulkan

konflik antar umat beragama yang bertentangan dengan

nilai dasar agama itu sendiri yang mengajarkan kepada

kita kedamaian, hidup saling menghormati, dan saling

tolong menolong. Namun sering kali masih banyak

masyarakat tidak memahami hal tersebut, masyarakat

lebih mementingkan kebenaran, kekuasaan, dan

sebagainya yang akhirnya berdampak pada timbulnya rasa

tidak saling menghargai, menghormati dan rendahnya

kesadaran tolong menolong dan toleransi di antara

masyarakat atau tidak ada kerukunan dalam umat

beragama. Maka dari itu dalam makalah ini saya akan

membahas tingginya sikap intoleransi dalam masyarakat

beragama, agar mengetahui lebih dalam mengenai

tingginya sikap intoleransi dalam masyarakat beragama

yang sering kali terjadi di dalam kehidupan masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:

1. Apa itu Intoleransi dalam beragama?

2. Apa penyebab terjadinya intoleransi dalam

beragama?

5
3. Bagaimana solusi agar tidak terjadinya intoleransi
dalam beragama?

1.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat diketahui

tujuan untuk membuat makalah ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui apa itu intoleransi beragama

2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya intoleransi

dalam beragama

3. Untuk mengetahui solusi agar tidak terjadinya

intoleransi dalam beragama

1.4. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini agar bisa dijadikan

acuan/referensi bagi pembaca untuk lebih memahami

tentang Intoleransi Beragama.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Intoleransi dalam beragama

Diskriminasi dan intoleransi berdasarkan agama

merupakan bentuk pelanggaran kebebasan beragama atau

berkeyakinan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat

2 Deklarasi tentang Penghapusan semua bentuk

Intoleransi dan Diskriminasi berdasarkan Agama atau

Keyakinan yaitu, “setiap pembedaan, pengabaian,

larangan atau pengutamaan (favoritisme) yang

6
didasarkan pada agama atau kepercayaan dan tujuannya

atau akibatnya meniadakan atau mengurangi pengakuan,

penikmatan atau pelaksanaan hak-hak asasi manusia dan

kebebasan-kebebasan fundamental atas suatu dasar yang

sama,” seperti tidak mau menerima suatu kelompok atau

mengungkapkan dan mengekspos kebencian terhadap

kelompok lain berdasarkan perbedaan agama atau

keyakinan.

Intoleransi merupakan turunan dari kepercayaan

bahwa kelompoknya, sistem kepercayaan atau gaya

hidupnya lebih tinggi daripada yang lain. Hal ini dapat

menimbulkan sejumlah konsekuensi dari kurangnya

penghargaan atau pengabaian terhadap orang lain hingga

diskriminasi yang terinstitusionalisasi, seperti apartheid

atau penghancuran orang secara disengaja melalui

genosida. Seluruh tindakan semacam itu berasal dari

penyangkalan nilai fundamental seorang manusia.

Kejahatan Intoleransi dan Kebencian adalah

tindakan-tindakan yang dimotivasi oleh kebencian atau

bias terhadap seseorang atau sekelompok orang

berdasarkan gender, ras, warna kulit, agama, asal

negara, dan/atau orientasi seksualnya. Tindakan

intoleransi dapat merupakan kejahatan berat, seperti

penyerangan atau berkelahi, tapi tidak selalu. Dapat juga

berupa tindakan-tindakan yang lebih ringan, seperti

ejekan terhadap ras/ agama seseorang. Komunikasi

7
tertulis, termasuk grafiti atau surat tak bernama, yang

menunjukkan prasangka atau intoleransi terhadap

seseorang atau sekelompok orang juga merupakan

kejahatan berdasar pada kebencian. Termasuk vandalisme

(perusakan) dan percakapan berdasarkan intoleransi

maupun apa yang dianggap beberapa orang adalah

lelucon. Kejahatan berdasar pada kebencian adalah

kekerasan intoleransi dan prasangka yang bertujuan

untuk menyakiti dan mengintimidasi seseorang karena

ras, suku, asal negara, agama, orientasi seksual dan

karena faktor different able. Penyebar kebencian

menggunakan peledakan, pembakaran, senjata,

vandalisme, kekerasan fisik, dan ancaman kekerasan

verbal untuk menanamkan ketakutan kepada korbannya,

menyebabkan mereka menjadi rentan terhadap

penyerangan lebih lanjut dan merasa terasingkan, tidak

berdaya, curiga dan ketakutan. Sebagian yang lainnya

mungkin menjadi frustasi dan marah jika mereka

mengangap bahwa pemerintah dan kelompok lain di

komunitasnya tidak akan melindungi mereka. Ketika

pelaku kebencian tidak dituntut sebagai kriminal dan

tindakan mereka dinyatakan sebagai kesalahan, kejahatan

mereka dapat melemahkan komunitas bahkan komunitas

dengan hubungan ras yang paling kuat/ sehat sekalipun.

Kejahatan intoleransi dan kebencian merupakan

salah satu tindakan kriminal dengan obyek individu,

8
yang berhubungan dengan kebebasan beragama/

berkeyakinan. Untuk jenis kejahatan ini

pertanggungjawaban dialamatkan pada individuindividu

sebagai subyek hukum pidana. Sedangkan tanggung

jawab negara adalah melindungi setiap orang dari

ancaman intoleransi dan memprosesnya secara hukum

ketika sebuah kekerasan telah terjadi.

Sejatinya, konflik dalam kehidupan bemasyarakat


adalah suatu yang bersifat endemik. Tidak ada
masyarakat yang tidak pernah mengalami konflik,
karenanya, konflik selalu ada dalam setiap masyarakat,
apalagi dalam masyarakat Indonesia yang sangat
beragam. Kesenjangan budaya dan perbedaan keyakinan
sangat potensial untuk melahirkan konflik. Namun
konflik tidah hanya lahir karena perbedaan budaya dan
keyakinan. Ada faktor lain yang juga penting untuk
dilihat, yakni ketimpangan sosial dan akses atau
partisipasi pada kekuasaan. Dalam beragam konflik yang
terjadi di Indonesia, faktor-faktor itu bisa ditelsuri,
meski barangkali tidak sesederhana yang dibayangkan.

2.2. Faktor penyebab terjadinya intoleransi beragama

Intoleransi tidak muncul begitu saja


melainkan ada beberapa faktor yang memegaruhi atau
faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya
intoleransi yaitu faktor ekonomi, demografi, sosial
politik, budaya, dan hukum.

1. Ekonomi

9
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli
menunjukkan bahwa ekonomi adalah salah satu faktor
yang memengaruhi intoleransi. Faktor-faktor ekonomi
yang dimaksud antara lain kinerja ekonomi negara dan
status pekerjaan.

a). Kinerja ekonomi negara

Hasil studi yang telah dilakukan oleh para ahli


menunjukkan bahwa kinerja ekonomi suatu negara sangat
berpengaruh pada sikap intoleransi warganya. Ketika
ekonomi suatu negara mengalami kriris atau penurunan
kinerja, orang akan memandang negatif terhadap kaum
minoritas dan kaum migran karena dianggap dapat
memberatkan keuangan negara. Namun hal ini tidak
berlaku bagi semua negara.

b). Status pekerjaan

Beberapa hal yang terkait dengan status pekerjaan


seperti orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan, latar
belakang pendidikan yang rendah, keterampilan kerja
yang minim, serta tenaga kerja yang murah dapat
meningkatkan terjadinya intoleransi di dunia kerja. Jika
terjadi krisis ekonomi, merekalah yang pertama kali
akan terdepak dari pekerjaan.

2. Demografi

Selain faktor ekonomi, faktor lain yang memengaruhi


intoleransi adalah faktor-faktor demografi seperti usia,
pendidikan, dan kelas sosial ekonomi.

a). Usia

Hasil studi menunjukkan bahwa mereka yang berusia


lanjut umumnya bersikap lebih intoleran dibandingkan
dengan mereka yang masih muda.

10
b). Pendidikan

Hasil studi juga menunjukkan bahwa mereka yang


berpendidikan yang tinggi umumnya lebih toleran
dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan rendah.
Namun, hal ini tidak berlaku untuk setiap negara karena
ada beberapa faktor yang memengaruhi seperti faktor
budaya, demokratis tidaknya suatu negara, dan
heterogenitas agama.

c). Status sosial ekonomi

Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa status sosial


ekonomi yang rendah menyebabkan orang menjadi kurang
toleran terhadap orang lain. Selain itu, status sosial
ekonomi yang rendah juga dapat meningkatkan persepsi
seseorang akan adanya ancaman dari etnis tertentu.

3. Sosial politik

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli juga


menunjukkan bahwa faktor-faktor sosial politik seperti
peraturan yang berlaku di tengah masyarakat dan
orientasi politik sangat berkaitan erat atau
memengaruhi sikap intoleran.

a). Orientasi politik

Hasil studi menunjukkan bahwa di beberapa negara


orientasi politik berkaitan erat dengan sikap intoleran.
Mereka yang memiliki preferensi politik konservatif dan
sayap kanan biasanya lebih intoleran terhadap
perbedaan, keberagaman, dan orang lain yang berbeda
orientasi politik.

b). Peraturan yang berlaku di masyarakat

11
Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa berbagai
peraturan yang berlaku di masyarakat di beberapa negara
berkaitan erat dengan tingkat intoleransi. Misalnya,
beberapa pemerintah daerah di Indonesia mengeluarkan
peraturan daerah yang bernuansa keagamaan sebagai
dalih menjaga keraifan lokal yang justru menyuburkan
sikap dan perilaku intoleransi.

4. Budaya

Hasil studi juga menunjukkan bahwa beberapa faktor


budaya seperti tingkat kepercayaan sosial dan kontak
dengan kaum minoritas yang intens dapat mengurangi
tingkat intoleransi.

a). Tingkat kepercayaan sosial

Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa semakin tinggi


tingkat kepercayaan interpersonal maka tingkat
intoleransi dan prasangka akan semakin rendah. Namun
para ahli berpendapat bahwa hasil studi ini tidaklah
berlaku setiap waktu. Hal ini didukung oleh beberapa
hasil studi lain yang menunjukkan sebaliknya.

b). Interaksi sosial

Beberapa hasil menunjukkan bahwa interaksi


sosial dengan kaum minoritas yang dilakukan secara
intens dapat menurunkan tingkat intoleransi. Hal ini
berlaku juga pada interaksi sosial yang dilakukan
terhadap mereka yang berbeda secara etnis.

5. Hukum

Faktor hukum juga menjadi salah satu faktor yang


menjadi penyebab merebaknya intoleransi. Maksudnya
adalah berbagai macam kebijakan atau regulasi yang
dibuat justru melegitimasi terjadinya intoleransi dan

12
diskriminasi. Misalnya di Indonesia, adanya UU
Penodaan Agama menjadi jalan bagi siapapun untuk
melakukan ancaman, tuduhan, bahkan menyeret
seseorang ke meja hijau hingga penjara jika dianggap
telah melakukan penodaan agama. Selain itu, aturan SKB
3 Menteri yang mengatur pendirian rumah ibadah juga
menjadi payung hukum bagi siapapun untuk melakukan
pelarangan berdirinya rumah ibadah.

2.3. Solusi agar tidak terjadinya intoleransi beragama

 Upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalisir


hal tersebut adalah;

1. Dalam menyelesaikan konflik intoleransi, pemerintah


hendaknya melalui pendekatan hukum seadil-adilnya
dan tidak bernuansa politis.
2. Para tokoh agama (khususnya para da’i) sebisa
mungkin membangun komunikasi secara dialogis dan
persuasif antar umat beragama secara intens dan
kontinu. Pun, memberikan pendidikan keagamaan
kepada masyarakat ihwal urgennya meningkatkan
kesadaran akan keberagamaan yang mendalam,
moderat, dan tidak ekstrem.
3. Seorang ulama (khususnya para da’i) dituntut untuk
memiliki sikap toleran (tidak memaksa orang lain)
untuk mengikutinya dan tidak-pula melakukan aksi
teror. 
4. Seorang pendidik dituntut untuk mampu memberikan
pengalaman toleransi keagamaan dan keberagamaan
secara lebih nyata, dan tidak sekadar berkutat pada
tataran konsep dan teori semata.
5. Pentingnya literasi digital bagi generasi muda.
Karena, selain dapat membentengi dirinya dari
berbagai informasi Hoax, hasutan dan ujaran
kebencian, ia juga dapat mendorong mereka untuk
melakukan kreativitas dalam memproduksi konten-

13
konten digital yang bernuansa positif sebagai daya
tangkal dari sikap intoleran yang dapat meluluh-
lantakkan bangsa Indonesia.

Namun demikian, untuk menangkal dan melakukan


penyelesaian terhadap kasus intoleransi di Indonesia
tentu menuntut sinergi-tas dari berbagai elemen yang
ada, mulai dari penegak hukum hingga keterlibatan
masyarakat secara langsung dalam mengontrol benih-
benih yang dapat melahirkan sikap intoleran. Mengingat
dampak yang ditimbulkan sikap ini begitu membahayakan
bagi kita semua dan bangsa Indonesia.

Dengan begitu, masa depan bangsa Indonesia


menjadi negara yang harmonis, adil, damai dan sejahtera
serta mampu menangkal segala hal yang dapat
‘menjatuhkan’ keutuhan dan kesatuan NKRI serta hidup
secara berdampingan antara seluruh warga-negara di
bawah naungan falsafah bangsa, yakni Pancasila.  

14
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pada dasarnya agama merupakan suatu tatanan aturan

yang menghendaki adanya ketertiban, keteraturan,

keharmonisan, ketenangan, dan kedamaian bagi

pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari. terjadinya

konflik ini dikarenakan oleh beberapa faktor. Faktor-

faktor tersebut antara lain kurang menghormati,

menganggap rendah pemeluk agama lain yang tidak sama

dengan agama yang dipeluknya, kurangnya pengetahuan

para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama

pihak lain, dan lain sebagainya. Untuk mengubah stigma

15
masyarakat dan menghindari konflik yang berbau akan

sara dan agama perlu adanya perubahan pada bidang

pendidikan saat ini. Untuk itu diperlukan peran dan

kerja sama dari seluruh masyarakat, pemerintah, dan

tokoh agama untuk mengurangi konflik antar agama yang

terjadi di masyarakat.

3.2. Saran
Dari kesimpulan di atas, maka terdapat beberapa

saran yang dapat menyangkut penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Pengetahuan dan pemahaman terhadap toleransi

antar umat beragama. Masyarakat harus menggali

pengetahuan tentang toleransi antar umat beragama

agar lebih memahami bagai mana perbuatan-

perbuatan baik dan dapat menciptakan kerukunan

ditengah-tengan masyarakat.

2. Kesadaran dalam menghargai perbedaan.

Masyarakat harus lebih menyadari bahwa negara

Indonesia adalah negara multikultural, sehingga

masyarakat juga harus saling menghargai perbedaan

yang ada, agar tercipta kehidupan yang baik dan

rukun.

3. Harmonisasi antar umat beragama. Masyarakat

harus menjalin komunikasi yang lebih baik lagi,

dan saling tolong menolong apabila ada yang

16
kesusahan agar tercipta suasana yang harmonis

ditengah-tengah masyarakat.

4. Pemahaman dalam melaksanakan kerukunan antar

umat beragama. Masyarakat harus menggali dan

lebih memahami lagi mengenai konsep kerukunan

agar dapat melaksanakannya didalam kehidupan

sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Hasani, I. (Ed.).(2009) Berpihak dan Bertindak Intoleran.


Perpustakaan Nasional.

Simarmata, H. T., & Susanto, S. A., & Fachrurozi., &


Purnama, C. S. (2017). Indonesia zamrud toleransi. PSIK-
Indoesia

Wibisono, M. Y., Truna, D. S., & Haq, M. Z. (2020).  Modul


Sosialisasi Toleransi Beragama. Prodi S2 Studi Agama-
Agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

17
Faozan, A. (2022). Wacana Intoleransi dan Radikalisme
dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam. Penerbit A-
Empat.

Muhammad, G. (2017). Pada masa intoleransi. IRCiSoD.

Devi, D. A. (2020). Toleransi beragama. Alprin.

Qodir, Z. (2016). Kaum muda, intoleransi, dan radikalisme


agama. Jurnal Studi Pemuda, 5(1), 429-445.

18

Anda mungkin juga menyukai