Nomor : 100/Pid./2017/PN.Jkt.Pst.
A. DAKWAAN
PRIMAIR
ATAU
SUBSIDAIR
Selain itu, kekeliruan lain yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum yakni
Bahwa Penuntut Umum telah menerapkan Pasal 363 ayat ( 1 ) ke- 3 dan
5 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. jo. pasal 362 KUHP. Namun
apa yang didakwakan kepada Terdakwa tidak memenuhi Unsur-Unsur
sebagaimana yang tertera dalam Ps 363 jo Ps 362 sebagai berikut:
A. Unsur Subyektif
’met het oogmerk om het zich wederrehtelijk toe te eigenen’ atau dengan
maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum;
B. Unsur Obyektif
Unsur-unsur tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHP.
Seperti telah diketahui ’unsur obyektif pertama’ dari tindak pidana yang
Karena tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 362 KUHP itu
adalah merupakan suatu ’tindak pidana formil’, maka tindak pidana
tersebut harus dianggap telah selesai dilakukan oleh pelakunya yaitu
segera setelah pelaku tersebut melakukan perbuatan ’mengambil’ seperti
yang dilarang untuk dilakukan orang di dalam Pasal 362 KUHP.
’Unsur obyektif ketiga’ dari tindak pidana pencurian yang diatur dalam
Pasal 362 KUHP itu ialah ’eenig goed’ atau ’suatu benda’. Kata ’goed’ atau
’benda’ itu oleh para pembentuk Kitab Undag-undang Hukum Pidana yang
berlaku di Indonesia dewasa ini, ternyata bukan hanya dipakai di dalam
rumusan Pasal 362 KUHP saja melainkan juga di dalam rumusan-rumusan
dari lain-lain tindak pidana, seperti pemerasan, penggelapan, penipuan,
pengrusakan, dan lain-lain. Pada waktu Pasal 362 KUHP tertentu, orang
hanya bermaksud untuk mengartikan kata ’goed’ yang terdapat di dalam
rumusannya, semata-mata sebagai ’stoffelijk en reorend god’ atau
sebagai ’sebagai benda yang berwujud dan menurut sifatnya dapat
Maka dari itu seharusnya Terdakwa didakwa dengan Pasal 167 KUHP
dengan unsure-unsur sebagai berikut :
Hal ini menunjukkan bahwa Penuntut Umum tidak yakin dan tidak cermat
dalam menentukan tempus delicti. Kita harus ingat, bahwa law is logic,
sehingga tidaklah mungkin kita bisa membuktikan suatu akibat dari
perbuatan pidana tanpa mengetahui kapan tindak pidana tersebut
dilakukan. Padahal tempus delicti adalah salah satu syarat materiil
dakwaan yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) yang bila tidak disusun secara jelas dan cermat akan membuat
dakwaan BATAL DEMI HUKUM.
Bahwa ketidak cermatan itu sangat jelas terlihat dalam dakwaan kesatu
Primair, khususnya mengenai waktu dan tempat kejadian (tempus dan
1) Teori Fisik (Deleer Van Het Instrumen), yaitu teori yang menyatakan
bahwa locus delicti ditentukan berdasarkan kepada tempat dimulainya
tindak pidana, atau dimana persiapan tindak pidana itu dilakukan.
2) Teori Bekerjanya Alat (Deller Van Het Demeer Voudige Plat), yaitu teori
yang menyatakan bahwa locus delicti ditentukan berdasarkan kepada
tempat pidana itu dilakukan.
MENGADILI
HAKIM KETUA,
PANITERA PENGGANTI,