Anda di halaman 1dari 19

ALIF MADDIYAH DALAM AL-QUR'AN

ALIF MADIYYAH
TERSULIT DALAM AL-QUR’AN
(Munaqil : H. Jamil Munawir)

A. Pengantar
Alif ( ‫)ا‬merupakan salah satu huruf dari 29 huruf hijaiyyah, satu-satunya huruf yang unik penuh
rahasia, tidak berbunyi, tidak pernah menerima harokat (fathah, dhommah, kasroh atau
sukun)dantidak pernah menerimaimbuhan lain (nun mati, tanwin atau huruf mad). Keberadaan
alif, kadang-kadang ada tetapi pada kondisi tertentu dapat tidak ada, antara ada dan tidak
ada.Bentuk huruf alif selamanya tetap tidak berubah, tanpa pengaruh apapun.Apakah ditulis
dengan menyendiri (ifrodh), pada awal kalimah (ibtida), ditengah-tengah kalimah (wasath) atau
di akhir kalimah (thorof).Hal ini tentu sangat berbeda jauh dengan cara penulisan huruf-huruf lain
selain huruf alif. Sesuai dengan kebutuhan rosam, maka huruf alif dapat ditemukan dalam bentuk
tegak lurus (mamdudah) atau berbentuk huruf ‘ya’( ‫ )ى‬tanpa titik (maqshuroh).
Dalam praktek keseharian terutama bagi orang awam banyak terjadi kesimpangsiuran dan tidak
dapat membedakan antara huruf Alif ( ‫ )ا‬dengan huruf Hamzah ( ‫)أ‬, padahal antara kedua huruf
tersebut terdapat perbedaan yang sangat jelas, apakah dari segi bentuk tulisan, ma’na dan tujuan
serta pelafalannya. Pembahasan pada tulisan ini hanya dibatasi tentang sebagian dari alif madiyyah
mamdudah saja, belum alif-alif lain. Mudah-mudahan pada tulisan berikutnya disajikan
pembahasan tentang Alif Madiyyah Maqshuroh,Alif Madiyyah Nafsul kalimah, Hamzah Nafsul
Kalimah, Ya Madiyyah, Wawu Madiyyah dan lain-lain yang dianggap perlu. Selanjutnya Alif
Madiyyah tersebut dapat dikelompokkan ke dalam huruf yang mempunyai ma’na tertentu (harf
lahu ma’nan) dan huruf yang tidak mempunyai ma’na (harf bi goiri ma’nan) tetapi mempunyai
tujuan tertentu.
a) Alif berma’na (harf lahu ma’nan)
Alif berma’na ini dikenal dengan istilah alif muhmal yang berma’na untuk tujuan ;
1) Inkari (penolakan), seperti:‫ ( !أَع َْم َرا ْْه‬masa iya si Amar, itu bukan si Amar)
2) Tidzkar (mengingatkan), seperti:‫س ََل‬ ِ ‫س ََل‬
َ (rantai neraka, ingatlah)
3) ‘Alamat Tatsniyyah (tanda tatsniyyah, menunjukkan dua) seperti:‫ان‬ ِ َ‫َولَد‬
4) Kaffah (menyeluruh), seperti:‫بــَيــْنــَا نــَحـْن‬
5) Fasilah (pemisah antara nun taukid dan nun niswah, seperti: ‫ان‬ ِ َ ‫اِجْ ـ ِلسْـنـ‬
6) Nudbah (meratap), seperti:‫َوامـحـ َ َّمــدَا ْه‬
7) Ta’ajjub (keheranan, kebanggaan, takjub), seperti:‫جبـَا‬ َ َ ‫يا َ عــ‬
8) Isytighotsah (minta pertolongan), seperti:‫يـَا َرجـ ََل‬
9) Kulliyyah (keseluruhan, bukan sebagian), seperti ; ‫مـِائـة‬
10) Ma’dumiyyah (tidak ada, dalam angan-angan), seperti ‫شـايء‬ ْ ِ ‫لـ‬
11) Takhshish (tertentu), seperti:َ‫ســبـِيْــَل‬
َ ‫ال‬, (pada surat Al-Ahzab ayat 67)
12) Ibdal (pengganti)dari nun taukid, seperti :‫لــَــنـَـسْـــفَــعـًـا‬
13) Dll.

b) Alif tanpa ma’na (harf bi goiri ma’nan)


Alif tanpa ma’na ini dikenal dengan nama Alif Layyinah, antara lain ;
1. Taknits, seperti: ‫حــبـْـلـَى‬
2. Ithlaq atau isyba’, seperti:‫سَل‬ ِ ‫سَل‬
َ (pada surat Al-Insan ayat 4)
3. Ilhaq, seperti: ‫َمــنَــا‬
4. Muqobalah, seperti:‫ـوا‬ ْ ‫قـَامـ‬
5. Jama’ taksir, seperti:‫عــل‬ ِ ‫مـَفـَا‬
6. Fashilah, seperti: َ‫آ أ ْنــت‬
7. Ibdal;
a. dari nun mati seperti:‫( ِإذًا‬pada surat An-Nisaa ayat 67 )
b. dari tanwin mansub, seperti:‫حـكـِـيْـ ًما‬
َ
c. dari hamzah, seperti :‫ (أاعْجـَمـِي‬Fushshilat ; 44 ),‫ءادم‬
8. Takhollus, seperti:‫طوا‬ ُ ِ‫(قُ ْلنَاْاْهب‬pada surat Al-Baqoroh ayat 38 )
9. Mahdzufah, seperti:َْ‫(فِ ْي َمْأ َ ْنت‬pada surat An-Naazi’at ayat 43 ), َْ‫أَيُّهَْا ْل ُم ْؤ ِمنُون‬
10. Ihtimal, seperti: ‫ـودَا‬
ْ ‫(ثـم‬pada surat Huud ayat 68 )
11. َ ‫(لـ ِكــنّـا ه‬pada surat Al-Kahfi ayat 38 )
Shillah, seperti: ‫ـو‬
12. Idhmar,seperti: ‫منوة‬
ٰ – ‫بالغدوة‬
ٰ – ‫النحوة‬
ٰ – ‫كمشكوة‬
ٰ – ‫الربوا‬
ٰ – ‫الصلوة‬
ٰ – ‫الحيوة‬
ٰ – ‫الزكوة‬
ٰ
13. Mufaroqoh, seperti: ‫(أنَــا‬banyak terdapat dalam Al-Qur’an)
14. Dll.

B. Alif tersulit dalam Al-Qur’an

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa bila satu kalimat terdapat huruf alif, maka harus dibaca
panjang, karena alif merupakan salah satu dari huruf mad.Tidak demikian halnya dalam Al-
Qur’an. Maksudnya tidak semua alif dibaca panjang tetapi berhubungan erat dengan cara membaca
kalimat tersebut, apakah diwaqofkan (berhenti) atau diwashalkan (berlanjut). Berikut ini beberapa
kalimat dalam Al-Quran dimana terdapat alif yang dianggap sulit dalam maksudnya maupun cara
membacanya, apakah dibaca panjang atau tidak, yaitu antara lain :
.)34ْ‫ْ(الكهف‬,ً‫أناْأكثرْمنكْماالًْوأعزْنفرا‬:ْ(‫ألفْأناْ)ضميرْالمتكلم‬ .1
.)38ْ‫ْ(الكهف‬,‫ْلكناْهوْهللاْربي‬:ْ‫ألفْلكنَّا‬ .2
.)10ْ‫ْ(األحزاب‬,‫ْوتظنونْباهللْالظنونا‬:ْ‫ألفْالظنونا‬ .3
.)66ْ‫ْ(األحزاب‬,‫ْْوأطعناْالرسوال‬:‫ألفْالرسوال‬ .4
.)67ْ‫ْ(األحزاب‬,‫ْفأضلوناْالسبيال‬:ْ‫ألفْالسبيال‬ .5
.)15ْ‫(اإلنسان‬,‫ْكانتْقواريرا‬:ْ‫ألفْقواريرا‬ .6
.)4ْ‫ْ(اإلنسان‬,‫إناْأعتدناْللكافرينْسالسال‬:‫ألفْسالسال‬ .7
.)15ْ‫ْ(العلق‬,‫ْلنسفعاًْبالناصية‬:ْ‫ألفْلنسفعا‬ .8
.)76ْ‫ْوإذاْالْيلبثونْخالفكْإالْقليالًْ(اإلسراء‬:ْ‫ألفْإذاًْالمنون‬ .9
ً ‫ْعليماًْحكيمْا‬,ًْ ‫ْاهبطواْمصرْا‬:ْ‫ ألفْالمنونْالمنصوب‬.10
ْ‫َاْوقَ ْد ْتَبَْيَّ َن ْلَْ ُك ْم‬
َ ‫ْوث َ ُمود‬
َ ً ‫ْوعَادا‬
َ ‫س‬
ِّ ِ ‫ْالر‬
َّ ‫اب‬ ْ َ ‫َاْوأ‬
َ ‫ص َح‬ َ ‫ْوث َ ُمود‬
َ ً ‫وعَادا‬, َ ‫أَالْ ِإ َّن ْثَ ُمودَاْ َكفَ ُر‬:‫ ألفث َ ُمودَا‬.11
َ ‫واْربَّ ُه ْم‬
‫وث َ ُمودَاْفَ َماْأ َ ْبقَى‬, َ ‫ِم ْنْ َم‬
َ ‫سا ِكنِ ِه ْم‬

C. Penjelasan

Untuk lebih mengenal Alif Mad tentang nama dan cara membacanya, maka disajikan secara
ringkas dalam bentuk tabel sebagai berikut :
NO LAFADH SURAT AYAT ALIF MAD KETERANGAN
1 ‫أنا‬ Berbagai - Layyinah Fariqoh Thobi’i Waqof : panjang
surat, dsj Fariqoh Washol : pendek
2 ‫لكنَّا‬ Al-Kahfi 38 Layyinah Sillah Thobi’i Waqof : panjang
Sillah Washol : pendek
3 ‫الظنونا‬ Al- 10 Muhmalah Thobi’i Waqof : panjang
Ahzab Takhshish Takhshish Washol : pendek
4 ‫الرسوال‬ Al- 66 Muhmalah Thobi’i Waqof : panjang
Ahzab Takhshish Takhshish Washol : pendek
5 ‫السبيال‬ Al- 67 Muhmalah Thobi’i Waqof : panjang
Ahzab Takhshish Takhshish Washol : pendek
6 ‫قواريرا‬ Al-Insan 15, 16 MuhmalahTakhshish Thobi’i Waqof : panjang
/ Ad- Takhshish Washol : pendek
Dahr
7 ‫سالسال‬ Al-Insan 4 MuhmalahTidzkar Thobi’i Waqof : panjang
/ Ad- Tidzkar Washol : pendek
Dahr
8 ‫لنسفعا‬ Al-‘Alaq 15 Muhmal Ibdal ‘Iwadh Waqof : panjang
Taukid Washol : Iqlab
9 ً ‫إذْا‬ Al-Isro 76 Muhmal Ibdal ‘Iwadh Waqof : panjang
Munawwan Washol: Idhgom
10 ً ‫حكيمْا‬ Berbagai Layyinah Ibdaliyyah ‘Iwadh Waqof : panjang
surat, dsj Washol ; sesuai
11 ‫إهبطوا‬ Berbagai Layyinah Bukan Waqof dan
surat, dsj Muqobalah Mad washal sama
Tobi’i
12 ‫ث َ ُمودَا‬ Huud 68 Layyinah Bukan Waqof : pendek
Ihtimaliyyah Mad Washol : pendek
Tobi’i
13 ‫ث َ ُمودَا‬ Al- 38 Layyinah Bukan Waqof : pendek
Furqon Ihtimaliyyah Mad Washol : pendek
Tobi’i
14 ‫ث َ ُمودَا‬ Al- 38 Layyinah Bukan Waqof : pendek
‘Ankabut Ihtimaliyyah Mad Washol : pendek
Tobi’i
15 ‫ث َ ُمودَا‬ An-Najm 51 Layyinah Bukan Waqof : pendek
Ihtimaliyyah Mad Washol : pendek
Tobi’i
16 ‫اهدنا‬ Berbagai Layyinah Nafsulkalimah Mad Tobi’i Waqof : panjang
surat, dsj Takhollush Takhollush Washol : sesuai
17 ‫مائة‬ Al- 25 Muhmalah tanbih Bukan Dibaca seperti
Kahfi kulliyyah Mad tanpa alif
Tobi’i
18 ‫لشايء‬ Al-Kahfi 23 Muhmalah Bukan mad Dibaca seperti
ma’dumiyyah bila washol, tanpa alif
waqof ;
mad lin
19 ‫تَبُوءا‬ Al- 29 Muhmalah Thobi’i Waqof : panjang
Maidah Tafshiliyyah Tafshili Washol : pendek
‫لَتَنوءا‬ 76
Al-
Qoshos
20 ‫ومالئه‬ Al-A’rof 103 Muhmalah Bukan mad Dibaca seperti
Yunus 75 Tanbihiyyah tanpa alif
Az- 46 Tafsiliyyah
Zukhruf
21 ‫ال تايئسوا‬ Yusuf 87 Muhmalah Bukan mad Dibaca seperti
‫ال يايئس‬ Yusuf 87 intidzoriyyah tanpa alif
‫أفلم يايئس‬
Ar- 31
Ro’du
22 ‫ليربوا‬ Ar-Rum 39 Layyinah Idh’afiyyah Bukan mad Dibaca seperti
Taqliliyyah tanpa alif
23 ٰ
‫الصلوة‬ An-Nisa 103 Layyinah Idhmariyyah Mad Tobi’i Dibaca panjang
Catatan : dsj = dan sejenisnya, lebih dari satu kata, banyak terdapat dalam Al-Qur’an
D. Analisa Lafadh
1. Lafadh ‫( أنا‬saya), isim dhomir lil mutakallim wahdah.
Bentuk asal penulisan lafadh ‫أنا‬adalah ‫أن‬tanpa tambahan huruf alif, namun cara penulisan tersebut
akan tertukar (iltibas) dengan lafad َّْ‫(أن‬sesungguhnya ; salah satu harf nawasikh sughro) ,
ْْ (agar, supaya ; salah satu ‘amil nawasib). Agar tidak terjadi kesalahan tentang َْ‫أن‬yang
dan lafad ‫أن‬
artinya ‘saya’ dan ِّْ‫أن‬yang artinya ‘sesungguhnya’ juga dengan ‫أن‬ ْْ yang artinya ‘agar atau
supaya’, maka ‫أن‬yang berarti ‘saya’ ditambah alif fariqoh sebagai pembeda dari pada ketiga
bentuk lafadh ‫أن‬. Maka bentuk akhir daripada َْ‫أن‬yang mempunyai arti
‘saya’menjadi ‫أنا‬.Keberadaan alif tersebut adalah ‘aridhi (terbarukan) bukan huruf asal kalimat
(Nafsulkalimah). Hamzah huruf asal, nun huruf asal dan alif huruf ‘aridhi. Bila penulisan
lafad ‫ أنا‬selain pada Al-Qur’an ditulis َْ‫ أن‬, penulisan semacam ini tidak menyalahi aturan
kaidah rasamlugowi, bahasa arab. Sedangkan penulisan lafad ‫(أنا‬dengan tambahan alif) pada Al-
Qur’an, merupakan kaidah rasam Usmani (Cara penulisan bentuk huruf pada lafadh ayat Al-
Qur’an berdasarkan ketetapan Khalifah Sayyidina Utsman bin Affan ra).Untuk alasan tersebut,
maka ulama qiroat bersepakat bahwa bila wakaf pada lafadh ‫أنا‬maka dibaca panjang seukuran dua
harokat, sedangkan bila diwashalkan tidak boleh dibaca panjang pada huruf nun. Walaupun waqof
pada lafad ‫أنا‬yang tersebar dalam berbagai ayat, tidak termasuk baik (hasan).Wallohu a’lam.
2. ‫لكنِّاْهوْهللاْربِّـي‬, Al-Kahfi ayat 38
Satu-satunya lafad ‫ل ِكنِّا‬dalam Al-Qur’an yang pada huruf nun tidak boleh dibaca panjang. Karena
lafad‫ ل ِكنِّا‬bukan gabungan dari dua kata‫ن‬ ْْ ‫(ل ِك‬istidrok) dengan ‫(نَا‬dhomir mutakallim ma’al
qoir atau dhomir mutakallim muadzdzom nafsah), sebagaimana anggapan sebagian orang. Bila
demikian, maka lanjutannya bukan ‫ربِّي‬tetapi‫ربِّـنا‬. Asal kalimat‫ل ِكنِّا‬tersebut adalahْ‫ل ِك ْن‬
‫أنـَا‬, kemudian harkat fathah pada hamzah dipindahkan (naqlul harokah) kepada huruf nun yang
mati, selanjutnya hamzahnya dihilangkan untuk lebih meringankan bacaan (hadzf littakhfif) dan
dua huruf nun yang berharkat sama disukunkan salah satunya kemudian diidgomkan (dimasukkan
satu huruf kepada yang lainnya), maka menjadi ‫لكنا‬:Tahapanperubahannya ; ( ْ‫لــَـ ِك ْن ْأنـَا ْـــــ‬
‫لــَ ِكـــنـْــنـَا ْ– ْلــَ ِكـنـِّــَا‬-ْ ‫)لــ َ ِكـنَـئـْـنـَا ْ– ْلـ َ ِكــنَـــنـَا‬. Cara membaca ‫ل ِكــنـِّـا‬pada sa’at diwakafkan atau
diwasholkan sama persis seperti pada lafadh ‫أنا‬, karena asal kata ‫ لكنا‬adalah ‫لكن ْأنا‬.Yang
membedakan adalah nama alifnya, bila pada lafadh ‫انا‬disebutalif fariqoh (pembeda), sedangkan
pada ‫لكنا‬disebutalif sillah (penghubung). Ma’na firman Alloh swt.padasurat Al-Kahfi ayat
ُ ْ:‫(ول ِكنْأنَاْأقُول‬Tetapi saya mengatakan dan meyakini, bahwa Alloh
38 tersebut adalah ;ْ‫هوْهللاْربِّي‬
adalah Tuhanku) . Wallohu a’lam.

3. ُّ ‫(ال‬sangkaan, prasangka),Al-Ahzab 10
‫ظـنـ ُ ْونـَـا‬
ُّ ‫ ) ال‬, namun
Pada rasam lugowi cara penulisan lafadh ‫ الظنونا‬ditulis tanpa tambahan alif (َْ‫ظنون‬
pada rasam Usmany ditambahkanalif takshis (tertentu, khusus), bukan sembarang alif tetapi
penambahan alif tersebut mempunyai maksud tertentu.Lafadh ‫ الظنونا‬bermakna bukan
‘prasangka’ lain tetapi “prasangka tertentu” atau “prasangka khusus”, yaitu keyakinan orang-
orang mukmin (dulu : sahabat Rasululloh) untuk mendapatkan pertolongan dari Alloh swt. Cara
membaca ‫الظنونا‬, bila waqof dibaca panjang pada nun, sedangkan bila diwashalkan harus dibaca
pendek seakan-akan tanpa ada alif muhmalah takshisiyyah tersebut.Wallohu a’lam.

4. ‫الرسوال‬,Al-Ahzab ayat ; 66
Sudah menjadi pengetahuan umum berdasarkan ilmu Nahwu, bahwa bila satu kalimat dimulai
dengan ‫ال‬ta’rif(Hamzah washol dan lam ma’rifat) maka tidak ada tambahan ‘alif munawwan’ di
akhir kalimat tersebut.Maksudnya diantara keduanya tidak boleh bersamaan (berbarengan,
bergabung) pada satu kalimat, hanya dapat dipilih salah satunya. Namun dalam
kalimat ‫ الرسوال‬pada surat Al-Ahzab ayat ; 66, keduanya berada bersamaan pada satu
kalimat ‫رسول‬. Tambahan alif ini sebenarnya bukan alif munawwan, tetapi alif takshishuntuk
mengingatkan pembaca bahwa yang dimaksud dengan ‘rasul’ (utusan khusus Alloh) itu adalah
Nabi Muhammad saw., bukan rasul-rasul yang lain. ‫وأطعنا الرسوال‬, artinya ; “… dan kita akan
selalu menta’ati dan mengingat segala perintah Nabi Muhammad saw., bukan perintah dari nabi-
nabi yang lainwalaupun tetap percaya atas kerasulan mereka”.Cara membaca ‫الرسوال‬, bila waqof
dibaca panjang pada lam, sedangkan bila diwashalkan harus dibaca pendek seakan-akan tidak
ada alif muhmalahtakhshishiyyah.Wallohu a’lam.

5. ‫سـبـِيْـَل‬
َ ‫ ال‬, Al-Ahzab ayat : 67
Alif pada kalimat ‫السبيَل‬ini disebut alif muhmalah takhshishiyyah (khusus, tertentu). Arti dari
‘sabil’ adalah’ jalan’ (pada ayat lain memakai kata ‫ص َراط‬ِ ), tetapi yang dimaksud dengan ‘jalan’
ini adalah agama. Jadi ‫السبيَل‬itu adalah agama tertentu, agama yang berdasarkan wahyu, bukan
agama yang berdasarkan akal atau budaya, tetapi agama yang benar yaitu agama Islam. Sedangkan
bila kata ‫(السبيل‬tanpa tambahan huruf alif) dapat berarti agama dan dapat dimaknai agama secara
umum, agama lain selain agama Islam. Pengertian semacam ini merupakan pemahaman yang salah
dan tidak sesuai dengan yang dimaksud dengan kandungan ayat.Cara membaca ‫السبيَل‬, bila waqof
dibaca panjang pada lam, sedangkan bila diwashalkan harus dibaca pendek seakan-akan tidak ada
alif takshis tersebut.Wallohu a’lam.

6. ‫ْـرا‬
َ ‫قـَ َو ِاري‬
Alif pada kata ‫ قواريرا‬sama persis dengan alif pada ‫السبيَل‬, yaitu disebut alif muhmalah
takhshishiyyah (khusus, tertentu). Arti ‫(قوارير‬tanpa tambahan alif) adalahberbagai jenis dan
berbagai macam kaca.Dengan tambahan alif pada ‫قواريرا‬,makayang dimaksud dengan kaca disini
adalah ‘kaca khusus’, kaca tertentu bukan kaca dunia yang kita kenal dan kaca yang belum dikenal.
Tetapi berbagai jenis dan beranekaragam kaca tertentu yang sangat indah dan sangat banyak
terdapat di berbagai tempat di sorga. Kita sudah mengenal dan mengetahui tentang ‘kaca’, atau
kita dapat membayangkan ‘kaca’ masa depan, tetapi semua gambaran tentang kaca yang ada dalam
pikiran kita adalah semuanya ‘kaca’ dunia yang dibuat oleh manusia dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Maksud dari ‫قواريرا‬adalah berbagai jenis dan bermacam ragam kaca
yang sangat indah di surga nanti, tetapi kita tidak pernah dan tidak akan pernah bahkan tidak
mungkin dapat membayangkan kaca surga tersebut. Ungkapan bahasanya sama-
sama ‫(قوارير‬qowarir)artinya sama yaitu ‘kaca’, tetapi hakikatnya tidak sama, tidak dapat
dipersamakan atau diperbandingkan antara kaca surga dengan kaca dunia, kaca surga jauh lebih
indah dari kaca dunia yang paling indah sekalipun. Begitu juga dengan benda-benda surga yang
lain, hakikatnya tidak sama dengan benda dunia yang kita kenal, persamaannya hanya pada
penamaan benda tersebut. Namanya sama tetapi hakikatnya berbeda.Cara membaca ‫قواريرا‬pada
ayat ke-15 dan ayat ke-16surat Al-Insan tersebut, bila waqof dibaca panjang pada hurufroatau
sukun (mati) pada ro, sedangkan bila diwashalkan harus dibaca pendek seakan-akan tanpa ada alif
takshis tersebut.Wallohu a’lam.
7. ‫سَل ِسَل‬
َ , Al-Insan ayat ; 4
Lafadh ‫سَلسَل‬merupakan bentuk jamak dari ‫ ِسلـْسِـلـَة‬yang artinya ‘rantai-rantai’. Bentuk jamak ini
termasuk kelompok jamak taksir littaktsir wazan muntahal jumu’. Lafadh ‫سَلسَل‬ini dikenal dengan
nama isim goer munshorif yang tidak pernah menerima tanwin. Alif pada
lafadh ‫سَلسَل‬disebut alif layyinah ithlaqiyyah atau alif layyinah isyba’iyyah atau alif muhmalah
tidzkariyyah . Dengan tambahan alif pada lafadh ‫سَلسَل‬mengandung makna untuk mengingatkan
kita bahwa bukan sembarang rantai tetapi ‘rantai neraka’ yang tidak diketahui bagaimana bentuk,
rupa, warna, panjang, berat dan suhu serta bahan asalnya. Apakah rantai-ratai tersebut digunakan
sebagai cambuk, penggantung,penjerat, pengikat tangan, kaki, leher atau
badan.Wallohu’alam.Itulah rantai yang absolut, rantai muthlaq.Yang jelas rantai tersebut berbagai
macam ragamnya, banyak sekali tak terhitung banyaknya, lebih banyak dari penghuni
neraka.Rantai-rantai tersebut telah ada dan telah tersedia sebagai alat perlengkapan penyiksaan
bagi ahli neraka, terutama diperuntukkan bagi orang-orang kafir dan pengikut-
pengikutnya.Na’udzubillah. Cara membaca ‫سَلسَل‬, bila waqof dibaca mati pada huruf lamatau
panjang pada ro seukuran 2 harokah, sedangkan bila diwashalkan harus dibaca pendek seakan-
akan tidak ada alif ithlaq atau alif isyba’ tersebut.Wallohu a’lam.

8. ‫لـنَـسْـفَعـًا‬
Alif pada lafadh ‫ لنسفعا‬adalah alif pengganti dari nun taukid khofifah(bacaan nun mati ringan tanpa
syaddah dan berfungsi sebagai penguat), cara penulisan asalnya ‫لنسفعن‬. ْ Keberadaan alif
ibdal (pengganti) tersebut adalah bila diwaqofkan, sedangkan bila dibaca washal maka tetap
kembali kepada asalnya yaitu dengan nuntaukid khofifah. Namun dalam penulisannya diganti
dengan alif yang bertanwin (fathatain) sebagai pengganti dari nun mati, karena cara membaca nun
ْ
mati( ‫)لنسفعن‬ sama dengan tanwin ‫( )لنسفعًا‬akan berbunyi sama, tidak berbeda
sedikitpun.Sebab tanwin itu adalah nun tambahan yang mati pada bacaan dan tidak tertulis pada
tulisan maupun waqof.Keberadaan alif tersebut sama dengan fungsi dari nun taukid yaitu sebagai
penguat, yang bermakna “… benar-benar kami akan menarik(melemparkan) dengan paksa …
“. Cara membaca ‫لنسفعا‬, bila waqof dibaca panjang pada huruf nun, sedangkan bila diwashalkan
harus dibaca iqlab (karena setelahnya terdapat huruf ba),seakan-akan alif tersebut adalah nun
mati.Wallohu a’lam.

9. ‫إذا‬, Al-Isro ; 76
Alif pada ‫إذا‬adalah alif layyinah ibdaliyyah munawwan (lentur sebagai pengganti tanwin,
fathatain). Cara membacanya, bila diwaqofkan seperti mad iwadh lainnya. Karena
lafadh ‫إذا‬asalnya ditulis dengan nun mati ;‫إذن‬. Lafadh ‫ إذا‬dengan tanwin berbeda dengan ‫إذن‬tanpa
tanwin. Arti ‫إذا‬dengan tanwin adalah‘pada sa’at kejadian itu’ atau ‘bila pada sa’at itu terjadi’,
sedangkan arti‫إذا‬tanpa tanwinadalah ‘apabila’. Begitu juga dalam madnya,‫إذا‬merupakan mad
iwadh sedangkan‫ إذا‬adalah mad tobi’i ashli. Ukuran panjang mad iwadh antara dua harokat
sampai dengan empat harokah, sedangkan mad tobi’i tidak boleh lebih panjang dari dua
harokat.Wallohu a’lam.

10. ‫حكيما‬
Kata ‫حكيما‬ini hanya sebagai salah satu contoh alif yang banyak tersebar dalam Al-Qur’an. Alif ini
dinamakan alif layyinah ibdal min nunin sakinah (pengganti dari nun mati), walaupun ditulis
dengan alif tetapi bila dibaca akan berbunyi nun mati (‫)حكيمن‬Keberadaan nun mati ini digantikan
dengan alif karena wakaf, bila diwasalkan kembali lagi kepada nun sakinah yang diberi harokat
kasroh ‘aridhoh(dilambangkan dengan nun kecil berkasroh) bila setelahnya berhadapan dengan
huruf mati agar tidak terjadi iltiqoussakinan (pertemuan antara dua huruf mati). Bila wakaf
diakhiri dengan nun mati yang sebelumnya huruf hidup maka akan terjadi bunyi yang kasar, untuk
melenturkan bacaan maka nun mati diganti dengan alif.Wallohu a’lam.

11. ‫إهبطوا‬
Alif sejenis ini banyak tersebar dalam Al-Qur’an, terutama pada fi’il jamak tazkir.Penambahan alif
setelah wau jamak ini sebagai pembanding dengan isim jamak tadzkir.Karena pada setiap isim
jama’mudzakkar salim setelah wau terdapat tambahan nun, agar terjadi keseimbangan
(muqobalah) antara isim dan fi’il, maka pada fiil jamak ditambah wau dan alif sebagai
penyeimbang diantara keduanya.Alif tersebut dinamakan alif layyinah muqobalah.Alif tersebut
tidak dipanjangkan, kalaupun dibaca panjang karena keberadaan wau yang mati.Wallohu a’lam.

12. ‫ثمودا‬
Empat kata ‫ثمودا‬yang beralif pada empat surat (Huud : 68, Al-Furqon : 38, Al-Ankabut ; 38, An-
Najm ; 51). Huruf alif inibernama alif layyinah ihtimaliyyah karena alasan bacaan menurut qiroat
lain selain Imam Hafash. Pada qiroat lain kata ‫ثمودا‬diberi tanwin (fathatain)karena termasuk isim
munshorif yang boleh menerima tanwin. Sedangkan Imam Hafash kata‫ثمودا‬termasuk isim goer
munshorif ‘alami maal ‘ajam (nama asing) yang tidak boleh menerima tanwin. Keberadaan alif
ini untuk saling menghormati sesama imam qiroat, maka pada rosam Usmani riwayat Imam
Hafash pada 4 kata ‫ثمودا‬diberi tambahan alif.Seakan-akan Imam Hafash memberitahukan kepada
kita bahwa pada qiroat lain lafadh ‫ثمودا‬diberi tanwin. Cara membacanya ; diwaqofkan atau
diwashalkan dibaca pendek pada dal, seakan-akan alif tersebut tidak ada. Wallohu a’lam.

13. ‫إهدنا‬
Alif sejenis ini banyak terdapat dalam Al-Qur’an, disebut alif mad nafsulkalimah
Takhollushiyyah (huruf pokok kalimat dibaca secara langsung) karenaterjadi pertemuanantara dua
huruf mati (iltiqoussakinain). Dibaca secara langsung bila diwasholkan tanpa memanjangkan
huruf sebelumnya, namun bila diwaqofkan tentu harus dibaca panjang seukuran dua
harokah.Wallohu a’lam.

14. ‫(أاعجمي‬Fussilat ; 44) , ‫( أاالن‬Yunus ; 51 dan 91)


Terdapat dua buah huruf hamzah, yang pertama hamzah istifham, dan yang kedua hamzah nafsul
kalimah (ashli, pokok kalimat, bagian dari kalimat).Selanjutnyahamzah yang kedua diganti
dengan alif ibdal littas-hil(diganti untuk memudahkan bacaan), bunyi hamzah yang kedua
berbunyi antara alif dan hamzah, dipanjangkan membaca pada hamzah yang pertama.Tidak ada
makna khusus, kecuali pertanyaan dengan menggunakan adat istifham, yaitu hamzah.Walloho
a’lam.

15. ‫مائة‬, Al-Kahfi ayat 25


Lafadh ‫(مائة‬seratus)
ِ ditulis dengan tambahan alif, padahal lafadh yang sewazan
dengan ‫ ِمائة‬seperti ‫(فِـئة‬kelompok, golongan) tidak ditambah dengan alif. Alif pada ‫مائة‬disebut
dengan alif muhmalah kulliyah littanbih. Tidak boleh dibaca ‫( ِميَة‬miyah ; dengan huruf ya tanpa
tambahan alif pada mim), walaupun dalam bahasa arab ‘amiyah (pasaran) terbiasa digunakan dan
berlaku secara umum di masyarakat.Maksud penambahan alif tersebut untuk mengingatkan bahwa
bilangan seratus itu sempurna, pas, tidak kurang atau lebih sedikutpun, bukan kurang lebih, bukan
perkiraan, tetapi keyakinan yang tepat.Bukan “… kira-kira seratus…”, tetapi “…. seratus
pas…”.Alif tersebut dibaca pendek pada mim,seperti tidak ada alif.Alif yang ada pada tulisan
tetapi tidak ada pada bacaannya.Wallohu a’lam.

16. ‫( لشايء‬Al-Kahfi ; 23)


Satu-satunya kalimat ‫شايء‬yang ditulis dengan tambahan alif antara ‫ ش‬dan ‫ي‬, yaitu pada surat Al-
Kahfi ayat 23. Kata ‫شيء‬berarti sesuatu, apapun sesuatu itu, benda nyata atau benda yang tidak
nyata, keadaan, kejadian yang telah, sedang atau akan terjadi. Atau ‘sesuatu’ itu adalah ma
siwalloh, apapun selain Alloh.‘Sesuatu’ dalam bahasa Arab ditulis ‫( شيئ‬tanpa tambahan alif),
tentu kita akan beranya-tanya mengapa dalam Surat Al-Kahfi ayat 23 kata‫شيئ‬ditambahan
alif. Inilah salah satu alif aneh sekaligus unik dan sulit.Alif ini dinamakan alif muhmalah
ma’dumiyyah (tidak ada, tidak nyata, hanya dalam angan-angan). ‘Sesuatu’ yang dimaksud dalam
al-Kahfi ayat 23 itu adalah sesuatu yang belum terjadi, yang belum ada bahkan tidak ada dalam
kenyataan. Contoh sederhana, kita telah mengetahui bentuk dan rasa ‘pisang ambon’. Pisang
ambon tersebut merupakan sesuatu yang nyata, bahasa arabnya ‫(شيء‬tanpa alif). Sedangkan bila
kita membayangkan dalam pikiran tentang pisang ambon yang persis sama atau tidak sama dengan
kenyataan, maka pisang ambon itu tidak nyata atau ‘sesuatu yang tidak ada’. Sesuatu yang tidak
ada dalam bahasa Al-Qur’an disebut ‫شايء‬ditulis dengan tambahan alif. Cara membaca ‫شايء‬sama
dengan ‫(شيء‬tanpa alif), seakan-akan alif itu diabaikan. Wallohu a’lam.

17. ‫ لتنوءا‬،‫تبوءا‬
Alif pada lafadh ‫لتنوءا‬ini disebut alif muhmalah tafsiliyyah, dengan maksud untuk menjelaskan
dan memperinci dosa, yaitu dosaku dan dosamu. Arti dari ‫…“;لتنوءا‬kembali dengan dosaku dan
dosamu..”. Begitu juga alif pada ‫تبوءا‬yaitu untuk menjelaskan dan memperinci tentang harta Qorun
(kerabat Nabi Musa, Qorun terkenal akan kekayaannya dan kekikirannya, padahal asalnya sangat
fakir) yang sangat banyak.Yang apabila dipikul akan terasa berat, bukan saja oleh orang biasa
tetapi juga akan terasa sangat berat oleh orang kuat. Arti dari ;“…sungguh sangat berat dipikul
oleh sembarang orang maupun yang kuat…”. Alif pada kedua lafadh tersebut dibaca pendek pada
hamzah, seaan-akan tidak ada lif, tetapi alif tersebut harus tetap ada pada tulisannya
(rasamnya).Wallohu a’lam.
18. ‫ومَلئه‬
Dibaca pendek, seakan-akan tidak ada alif. Alif tambahan tesebut disebut Alif muhmalah
tanbihiyyah tafsiliyyah, tambahan alif diantara lam dan hamzah adalah untuk mengingatkan
kepada kita bahwa Nabi Musa berda’wah kepada Fir'aun Menephthah (1232-1224 S.M.) anak dari
Fir’aun Ramses (Fir’aun adalah gelar bagi raja-raja Mesir purbakala) beserta pengikut dan
pemukanya dari berbagai golongan ; golongan rakyat jelata, golongan pemuka pemerintahan,
golongan orang-orang kaya, golongan ilmuwan, golongan budayawan, ahli sihir dan lain-lain. Bila
pada ‫مَلئه‬tidak ada tambahan alif, maka dapat dipahami “hanya pemuka-pemuka tertentu
saja”.Jelas ini salah, yang benar “pemuka-pemuka dari berbagai golongan pengikut Fir’aun”.

19. ‫(ال تايئسوا‬Yusuf : 87) , ‫(ال يايئس‬Yusuf ; 87), ‫(أفلم يايئس‬Ar-Ra’du ;31)
Tiga kata yang berasal dari kata dasar yang sama yaitu kata‫ يئس‬, terdapat tambahan alif. Bila tanpa
tambahan alif berma’na “tidak boleh berputus asa”, tidak akan ada solusi atau saran lanjutannya,
sedangkan dengan tambahan alif ini bermakna ; Alloh swt memberikan perintah dari keputusasaan
tersebut agar bersabar, mengharapkan ridho Alloh, berprilaku penuh asa (sambung asa), selalu
optimis, menyongsong hari esok yang lebih baik, tidak terlena dengan masa lalu yang kelam. Alif
tersebut disebut alif muhmalah intidhoriyyah, maksudnya agar menunggu hikmah dibalik
kegagalan tersebut, tidak boleh berputus asa tetapi menunggu ridho dan rahmat Alloh yang akan
diberikan sebagai imbalan dari kesabaran dalam menghadapi musibah, bencana atau kegaalan lain.
Ketiga lafadh tersebut dibaca seakan-akan tanpa alif.Wallohu’alam.
20. ‫ ليربوا‬, Ar-rum ; 39
Robaa –Yarbuu – Riban (Riba, pertambahan yang tidak diridhoi). Adalah fi’il mudhori dengan
tambahan amil yaitu lam kae, huruf wau dinasabkan dengan fathah, ‫ليربو‬, tanpa alif.Hal semacam
ini sudah benar menurut Ilmu Nahwu, tetapi lafadh ini Al-Qur’an sebagai Kalamulloh yang penuh
mu’jizat. Bila tanpa alif akan bermakna pertambahan yang tidak banyak, tetapi dengan
memakai alif id’aaf iniakan berharap pertambahan yang banyak dan berlipat ganda serta beranak
pinak(riba- musiah). Alif ini disebut alif layyinah id’aaftaqliliyyah bermakna bahwaAllah tidak
akan meridhoi praktek riba walaupun sedikit. Alif ini tidak dibaca panjang pada wawu, diabaikan
seperti tidak ada.Walluhu a’lam.

E. Kesimpulan
Walaupun huruf alif termasuk huruf mad, tetapi tidak selamanya disebut huruf mad dan harus
selalu dibaca panjang. Bahkan tidak boleh dibaca panjang, tetapi harus dibaca pendek. Diantara
sekian banyak alif yang tidak boleh dibaca panjang bila diwasholkan yaitu lafadh lafadh yang
terdapat alif setelah wawu jama’, alif munawwan (huruf yang bertanwin fathatain, ‫)ــَـ‬, seluruh
lafadh ana, lakinna (Al-Kahfi : 38 ), ar-rosula, as-sabila, salasila, qowariro, lanasfa’a, tsamuda,
miah, lisyai-in, tabu-a, litanu-a.
Nama-nama alif tersebut berbeda satu dengan yang lainnya, disesuikan dengan makna yang
terkandung dalam lafadh tersebut.Alif merupakan satu-satunya huruf yang unik, sulit dan penuh
rahasia. Walaupun dalam bacaan tidak berbunyi tetapi keberadaan alif tetap harus ada dan untuk
selamanya dipertahankan, paling tidak dalam hati pembaca.. Tentu banyak hikmah yang
terkandung pada satu huruf alif, yang tidak mungkin diketahui seluruh hikmah yang terkandung
dalam kerahasiaan alif.
Masih banyak huruf alif yang belum terlacak dan belum diketemukan, terutama tentang penamaan
khusus dari alif madiyah tersebut.Untuk sementara kelompok alif-alif selain yang telah dijelaskan
tersebut di atas dikelompokkan ke dalam huruf zaidah (tambahan).Menurut Syekh Muhamad
Ahmad Ma’bad bahwa huruf alif dalam Al-Qur’an sebanyak 48.800 (empat puluh delapan ribu
delapan ratus) huruf, tidak boleh kurang atau lebih. Sedangkan huruf hamzah sebanyak 28.718
(dua puluh delapan ribu tujuh ratus delapan belas) huruf, tidak boleh tertukar antara huruf alif
dengan huruf hamzah. Satu huruf atau satu titik pada huruf dalam Al-
Qur’an merupakan i’jazulqur’an (Kemu’jizatan Al-Qur’an). Subhanalloh.
Cara penulisan lafadh beralif berpedoman pada rasam usmani, sedangkan cara membacanya
berpedoman pada qiro’at Imam ‘Asim dengan riwayat Imam Hafash beserta toriqot Imam Syatibi.
F. Penutup

Maha Benar Alloh atas segala firman-Nya, sungguh luar biasa firman Alloh, sungguh indah huruf-
huruf dalam Al-Qur’an, sungguh luas ma’na ayat Al-Qur’an. Penulisan ayat-ayat Al-Qur’an
berdasarkan ketentuan rasam Usmani, sedangkan cara membacanya berdasarkan ketentuan ulama
qiro’at yang diantaranya adalah qiroat Imam ‘Ashim riwayat Imam Hafashthoriqot Imam
Syatibi.Namun sungguh disayangkan cara penulisan ayat Al-Quran yang beredar di Indonesia ini,
terutama pada penulisan sebagaian huruf alif tidak sesuai dengan kaidah rasam Usmani. Tidak
selayakya terdapat Mushaf Al-Qur’an versi Madinah (Saudi Arabia), versi Indonesia, versi Iran
atau versi-versi lain yang satu sama lain berbeda cara penulisannya. Padahal seluruh Mushaf sama-
sama berdasarkan satu rasam dan satu qiroat, yaitu rasam Usmani dan qiroat ‘Ashim riwayat
Hafash thoriqot Syatibi.

Bila carapenulisannya berbeda, dihawatirkan akan terjadiperbedaan dalampenterjemahan serta


pemahaman kandungan ayat yang terkandung di dalamnya.Setidaknya akan terjadi pemahaman
yang jauh dari sempurna. Tidaklah cukup memahami Al-Qur’an hanya mengandalkan terjemah
saja, atau tafsir saja, tetapi harus ditambah dengan pengetahuan tetang ahruful ma’ani (huruf-huruf
yang mengandung ma’na dan huruf-huruf yang tidak mempunyai ma’na tetapi mempunyai tujuan
terentu).Semoga Alloh mengampuni kita semua, atas segala kesalahan dalam penulisan dan dalam
membaca Kalam-Nya.

Sungguh sangat beruntung orang-orang yang terbiasa menulis dan membaca Al-Qur’an secara
benar dan baik dengan memelihara setiap huruf sesuai dengan sifat dan makhorijul hurufnya, maka
Alloh akan memberikan pahala yang berlipat ganda untuk setiap huruf yang dibaca. Dalam hal ini
Rasululloh saw. bersabda ;
ْ‫شفَا ُء‬ َ ُ‫ورْا ْل ُم ِبين‬
ِّ ِ ‫ْوال‬،ْ ُ ُّ‫ْوالن‬،ْ ْ ‫ِإنَّ ْ َهذَاْا ْلقُ ْرآنَ ْ َمأ ْ ُدبَةُْهللاِْفَا ْقبَلُواْ ِم ْنْ َمأ ْ ُدبَتِ ِهْ َماْا‬
َ ِ‫ْ ِإنَّ ْ َهذَاْا ْلقُ ْرآنَ ْ َح ْب ُلْهللا‬،ْ‫ست َ َط ْعت ُ ْم‬
ْ،ُْ‫ع َجائِبُه‬ َ ‫ْوالَْيَ ْع َوجُّْفَيُقَ َّْو ُم‬،ْ
َ ْ‫ْوالَْت َ ْنقَْ ِضي‬،ْ َ ‫ب‬ ْ ُ‫ْالَْيَ ِزي ُغْفَي‬،ُْ‫ْونَ َجاةٌْ ِل َم ْنْت َ ِب َعه‬،ْ
َ َ ‫ست َ ْعت‬ َ ‫سكَ ْبِ ِه‬ َّ ‫ص َمةٌْ ِل َم ْنْت َ َم‬ ْ ‫النَّافِ ُعْ ِع‬
ْ‫ف‬ ٌ ‫ْأ َ َماْ ِإنِِّيْالَْأَقُو ُلْالمْ َح ْر‬،ْ‫ت‬
ٍْ ‫سنَا‬ َ ‫عش َْرْ َح‬ َ ْ ٍ‫علَىْتِالَ َوتِ ِهْ ُكلَّْ َح ْرف‬ َ ْ‫نََّّْللاَْيَأ ْ ُج ُر ُك ْم‬
َّ ‫ْاُتْلُو ُهْفَ ِإ‬،ِّْ‫ْالر ِد‬
َّ ‫ْم ْنْ َكثْ َر ِة‬ ِ ‫ق‬ ُ َ‫َوالَْيَ ْخل‬
)‫ْو ِم ْي ٌْمْ)رواهْالحاكم‬ َ ‫ْوالَ ٌم‬َ ‫ف‬ ٌ ‫ْولَ ِك ْنْأ َ ِل‬،
َ
Artinya :
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka hendaklah kamu mencicipi hidangan-
Nya sebanyak yang kamu mampu. Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah tali Allah, cahaya yang
terang benderang, obat yang sangat bermanfaat, pelindung bagi orang yang memegang teguh
pada Al-Qur’an, keselamatan bagi orang yang mengikuti-Nya, maka ia(pembaca) tidak akan
menyimpang dari kebenaran walaupun ia(pembaca) dihina oleh orang yang menyeleweng,
ia(pembaca) tidak akan meyeleweng tetapi ia(pembaca) akan memperbaiki kesalahan orang lain.
Al-Qur’an tidak akan berkurang keagungannya, tidak akan usang keagungannya walaupun
dibaca berulang kali. Maka bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya Allah akan memberikan pahala
kepadamu atas apa yang dibaca, untuk setiap huruf dengan sepuluh kebaikan. Sungguh aku tidak
mengakatakan bahwa Alif Lam Mim itu satu kata, tetapi Alif satu kata (terdiri dari 3 huruf), Lam
satu kata (terdiri dari 3 huruf) dan Mim satu kata (terdiri dari 3 huruf)”.( HR. Imam Hakim).
Untuk tujuan itulah tulisan sederhana ini disajikan bagi para pencinta Al-Qur’an, mudah-mudah
bermanfa’at bagi segenap kaum muslimin dan muslimat, terutama dalam cara membaca dan
menulis ayat-ayat suci Al-Qur’an sebagai Kalam Ilahi dengan benar dan penterjemahan serta
pemahaman yang tepat.Insya Alloh, bila hal tersebut dilakukan makaakan menghasilkan amal yang
baik dengan penuh keikhlasan.Amin.
ْ‫اللِّه ِّم‬.‫ْواجعلهْلناْإماماًْونوراًْوهدىْورحمةْياْربْالعالمين‬،‫ْلنتخلقْبأخالقه‬،‫اللِّه ِّمْعلمناْهذاْالكتابْالعظيم‬
‫ْوالحمدْهللْربْالعالمين‬.‫أعنِّاْعلىْحفظْألفاظهْومعانيهْياْربْالعالمين‬
Cianjur, 29 April 2013

Daftar Pustaka

a. Al-Qur’an Al-Karim (Al-Qur’anul Karim), PT Karya Toha Putra, Semarang, 2001.


b. Ma’alimut Tanzil (Tafsir Al-Bagowi), Abu Muhammad Al- Husain bin Mas’ud bin
Muhammad bin Farro Al-Bagowi, Dar Thoibah, Cairo, 1997.
c. At-Tamhkid fi ‘ilmi at-Tajwid (At-Tamhkid fi ‘ilmit Tajwid), Syamsuddin ibn Jazari,
Damascus, 1999.
d. Al-Basith fi ‘ilmi At-Tajwid (Al-Basith fi ilmit Tajwid), As-Syaikh Badar Hanafi
Mahmud.
e. Goyah Al-Murid fi ‘ilmi At-Tajwid (Gooyatul murid fi ilmit Tajwid), ‘Athiyyah Qobil
Nashr, Mauqi’ Subkah, Muscat, Oman, 1990.
f. An-Nahwu Al-Waafi (Nahwulwafi), Abbas Hasan, Darul Ma’arif, Cairo, 1982.
g. Al-Miftah Fii Ash-Shorfi, Abu bakar Abdul Qohir ibn Abdur Rohman ibn Muhammad
Al-Farisy, Muassasah Ar-Risalah, Beirut, 1987.
h. Al-Jana Ad-Dani Fii Huruufi Al-Ma’any, Ibn Ummi Qosim Al-Murodi Al-Mishry,
Darul Fikri Al-‘Arobi, Kairo, 2008.
i. Al-Anwar Al-Bahiyyah Fi hall Al-Jazariyyah, Al-‘Allamah As-Syaikh Abdul Basith
Hamid Muhammad Al-Hasyimi, ---, ---.
j. Al-Maqsod li Takhlisi Ma fi Al-Mursyid fi Al-Waqfiwa Al-Ibtida, Syekh Abu Yahya
Zakariya Al-Anshory, ---, ---.
k. Ahkam At-Tajwid, ---, ---, ---, ---.
l. Ibroz Al-Ma’ani min Hirz Al-Amani (Syarah Syatibiyyah), Abdurrahman bin Ismail
bin Ibrahim, Syubaikah Muscat, Oman, ---.
m. Al-Hujjah fi Al-Qiroat As-Sab’i, Imam Al-Husein bin Ahmad bin Kholuweh, Daaru
Asy-Syuruq, Beirut, 1401 H.
n. Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Quran, Abi Ja’far Muhammad bin Jureir At-Thobari,
Daaru Hijrin, Cairo, ---.
o. ‘Inwan Ad-Dalil min Marsumi Khott At-Tanzil, Abu Al-Abbas Ahmad bin
Muhammad bin Utsman Al-Azadi Al-Marrakeshi, Marrakeshi , Morocco (Magribi), --
-..
p. Al-Mustadrok ‘Ala Ashohihain, Al-Hakim An Naisaburi, Daarulkutub Al ‘Alamiyyah,
Beirut, Libanon, 1427 H.
q. Al-Burhan, Abdul Qodir Leong, Egypt Printing Servis, Brunei Darussalam, 2006

1. Istilah yang harus diperhatikan dan diketahui dalam pembacaan Al-Quran

 Makharijul huruf, yakni tempat keluar masuknya huruf


 Shifatul huruf, yakni cara melafalkan atau mengucapkan huruf
 Ahkamul huruf, yakni hubungan antara huruf
 Ahkamul maddi wal qasr, yakni panjang dan pendeknya dalam melafazkan ucapan dalam
tiap ayat Al-Quran
 Ahkamul waqaf wal ibtida’, yakni mengetahui huruf yang harus mulai dibaca dan
berhenti pada bacaan bila ada tanda huruf tajwid

Isybâ' Ha' Dhamir

Sebelumnya, kami harus menjelaskan beberapa istilah yang dipakai pada pembahasan kita kali
ini.

a. Dhamir adalah kata ganti yang digunakan sebagai pengganti dari sebuah kata benda sehingga
kita tidak perlu mengulangi menyebutkan kata benda tersebut. Contoh, 'buku Ahmad' menjadi
'bukunya'.
b. Ha' Dhamir (‫ )ه‬dalam bahasa Arab berfungsi sebagai kata ganti orang ketiga (gaib).

Contoh:

(‫ ) ِکتابَه‬: Bukunya.

(‫ )فَ َعلَه‬: Ia telah mengerjakannya.

(‫ )فِ ْي ِه‬: Di dalamnya.

c. Secara lenguistik, isybâ' berarti mengenyangkan, dan secara terminologis ilmu membaca Al-
Qur'an, berarti merubah sebuah harakat pendek menjadi harakat panjang sehingga menjadi huruf
yang dibaca madd.

Contoh:

‫< لَه ْو‬---- ‫ لَه‬،‫< ِب ِه ْي‬---- ‫ِب ِه‬

Dalam contoh di atas, kedua ha' dhamir tersebut dibaca isybâ' (dipanjangkan).

Cara Membaca Ha' Dhamir

a. Membaca Isybâ' Ha' Dhamir

Ketika sebelum ha' dhamir terdapat huruf yang memiliki harakat, maka ha' dhamir tersebut harus
dibaca isybâ' (dipanjangkan); jika harakat ha' tersebut adalah kasrah, maka harakat itu diganti
dengan ya' madd, dan jika harakatnya adalah dhammah, maka harakatnya diganti dengan wawu
madd.

Contoh:

‫< َم َعه ْو‬---- ‫َم َعه‬


‫< ِع ْندَه ْو‬---- ‫ِع ْندَه‬
‫< يَ َره ْو‬---- ‫يَ َره‬
‫ع ْبدَه ْو‬َ <---- ‫ع ْبدَه‬َ
‫< ِعبا ِده ْي‬---- ‫ِعبا ِد ِه‬

b. Ha' Dhamir Tidak Dibaca Isybâ'.

Dalam tiga kondisi berikut ini ha' dhamir tidak dibaca isybâ':

1. Ketika setelah ha' dhamir terdapat Hamzah Washal meskipun huruf sebelum ha' tersebut
berharakat.

Contoh:
‫ لَه ْال َح ْمد‬،‫ض‬
َ ‫دار ِه ْاالَ ْر‬
ِ ِ‫ ب‬،َ‫نَ ْف ِس ِه ال َّرحْ َمة‬
2. Ketika sebelum ha' dhamir terdapat huruf yang mati (sukûn).

Contoh:

‫علَ ْي ِه‬
َ ،‫ فَاعْبدْه‬،‫ يَ ْعلَ ْمه‬،‫ لَد ْنه‬،‫ِم ْنه‬
3. Ketika sebelum ha' dhamir terdapat salah satu dari huruf-huruf madd.

Contoh:

َ َ‫ ن‬،‫ فِ ْي ِه‬،‫أ َ ْنزَ ْلنَاه‬


‫صر ْوه‬

Catatan

a. Huruf ha' di beberapa kalimat di bawah ini tidak dibaca isybâ' mengingat ha' tersebut adalah
bagian asli kalimat-kalimat tersebut, bukan ha' dhamir.

‫ فَ َوا ِکه‬،‫ نَ ْفقَه‬،‫ ت َ ْنت َ ِه‬،‫يَ ْنت َ ِه‬

b. Ha' dhamir di dalam kalimat (‫ضه‬ َ ‫ )يَ ْر‬tidak dibaca isybâ' mengingat asal kalimat tersebut adalah
(‫ضاه‬ ‫ر‬
َ َْ ‫ي‬), dan alif tersebut dibuang dikarenakan tuntutan kaidah tata bahasa Arab (Nahwu).

c. Ha' terakhir di dalam kalimat (‫ ) َه ِذ ِه‬dibaca isybâ' meskipun ia bukan ha' dhamir, karena telah
memenuhi syarat-syarat isybâ' ha' dhamir. Dengan demikian, kalimat tersebut dibaca (‫) َه ِذ ِه ْي‬.

Wakaf

Wakaf menurut etimologi berarti berhenti/menahan. Menurut istilah tajwid


berarti memutuskan suara di akhir kata untuk bernafas sejenak dengan niat
meneruskan bacaan selanjutnya.

Wakaf Lazim

Wakaf Lazim (harus), yaitu berhenti di akhir kalimat sempurna. Wakaf Lazim
disebut juga Wakaf Taam (sempurna) karena wakaf terjadi setelah kalimat sempurna
dan tidak ada kaitan lagi dengan kalimat sesudahnya. Tandanya:(
‫) م‬.

(2) (26)
Wakaf Ja’iz

Wakaf Ja’iz (boleh), yaitu bacaan yang boleh washal (disambung) atau wakaf
(berhenti).
Wakaf jenis ini terbagi dua, yaitu yang terkadang disambung lebih
baik dan yang terkadang berhenti lebih baik.

Wakaf Kafi

Wakaf Kafi (cukup), yaitu bacaan yang boleh washal atau wakaf, akan tetapi
wakaf lebih baik daripada washal. Dinamakan kafi karena berhenti di tempat itu
dianggap cukup tidak membutuhkan kalimat sesudahnya sebab secara lafal sudah
tidak ada kaitannya. Tandanya:( ‫) قلي‬.

(2) (205)

Wakaf Tasawi

Wakaf Tasawi (sama), yaitu tempat berhenti yang sama hukumnya antara wakaf
dan washal. Tandanya:( ‫) ج‬.

(4) (12)

Wakaf Hasan

Wakaf Hasan (baik), yaitu bacaan yang boleh washal atau wakaf, akan tetapi
washal lebih baik dari wakaf. Dinamakan hasan (baik) karena berhenti di tempat
itu sudah baik. Tandanya:( ‫) صلي‬.

(5) (8)

Wakaf Muraqabah

Wakaf Muraqabah (terkontrol) yang disebut juga ta`anuqul-waqfi (wakaf


bersilang), yaitu terdapatnya dua tempat wakaf di lokasi yang berdekatan, akan
tetapi hanya boleh berhenti pada salah satu tempat saja.

(2) (2)

Wakaf Mamnuk

Wakaf Mamnuk (terlarang), yaitu berhenti di tengah-tengah kalimat yang belum


sempurna yang dapat mengakibatkan perubahan pengertian karena mempunyai kaitan
yang sangat erat –secara lafal dan makna– dengan kalimat sesudahnya. Oleh
karena itu, dilarang berhenti di tempat seperti ini. Tandanya:( ‫) ال‬

Anda mungkin juga menyukai