Skenario 3 Moul 6 2
Skenario 3 Moul 6 2
2
SKENARIO 2
oleh :
Kelompok 2
SKENARIO KASUS
Seorang anak berusia 2 bulan BB 5 Kg datang ke Puskesmasa dengan keluhan batuk dan sesak
napas. Batuk sejak 2 minggu yang alu, mula-mula batuk biasa diseratai dengan pilek, kemudian
1 minggu terakhir batuk semakin bertambah berat, batuk disertai dengan tarikan napas yang
berbunyi, saat batuk anak terlihat biru di jari kaki dan tangan. Demam (+) naik turun sejak 2
minggu yang lalu, 3 hari terakhir demam tinggi terus-menerus. Anak tidak mau makan dan
minum. Riwayat tersendak disangkal. Anak mendapatkan susu formula, karena ibu bekerja
sehingga ASI tidak keluar lagi. Ayah pasien perokok. Ibu pasien mempunyai riwayat alergi debu.
Riwayat imunisasi yang telah diberikan Hepatitis B 2x, BCG 1x. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum apatis tampak sesak, sianosis. Tanda vital laju jantung 130x/menit, isi
dan tegangan cukup, frekuensi napas 58x/menit. Suhu 390 C, SaO2 84 %. Hidung napas cuping
(+), pemeriksaan thorak terlihat inspiratory effort disertai dengan retrksi subcostal, auskutasi
paru SD bronchial diseluruh lapangan paru, ST rhonki kasar (+), ekstremitas atas dan bawah
sianosis (+). Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin 9,6 gr%, Hematokrit 32%,
leukosit 24.000/mmk, Trombosit 556.00/mmk. Diffcount 2/0/0/4/16/70/8. X-Foto thoraks
didapatkan kesan bercak infiltrat dipara hiler.
2. Bronkial termasuk suara napas pokok (selain vesikuler). Terdengar lebih keras didaerah
bronkus.
3. Rhonki Kasar seperti gelombang pecah. Terdengar bila banyak secret di paru
6. Bercak infiltrate dipara hiler gambaraan radiologis, bercak-bercak opak dipara hiler.
1.Bagaimana hubungan riwayat susu formula dengan skenario serta status gizi mya?
2. Apakah hubungan ayah perokok dan ibu pasien memiliki riwayat alergi debu terhadap
skenario?
STEP 3: HYPOTHESIZE
1.Seharusnya anak masih mengonsumsi ASI eksklusif. Didalam ASI terdapat Ig A dari ibu yang
dapat mencegah terjadinya infeksi. Sehingga anak-anak yang tidak meminum ASI eksklusif ebih
rentan disbanding yang minum ASI eksklusif.
2. Hubungan ayah perokok dan ibu yang memiliki riwayat alergi debu
Hepatitis B,
Polio,
BCG,
DPT,
Hib
Sehingga apabila belum di vaksin maka akan rentan terhadap penyakit tertentu.
Pemeriksaan Laboratorium
Hb turun (anemia)
Leukositosis
STEP 4 : SCHEME
Riwayat
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis Sementara
Etiologi dan
Pemeriksaan
factor risiko Diagnosis Banding
Penunjang
Pathogenesis dan
patofisiologi
Tatalaksana
Pneumonia Bakterial
Bronkiolitis
6. Tatalaksana Pertusis?
a. Etiologi
b. Faktor Risiko
Pertussis merupakan penyakit yang sangat menular melalui droplet. Faktor risiko pertussis
diantaranya:
Kontak dengan orang yang terinfeksi pertussis (di rumah, mobil, dsb)
Tidak atau belum divaksin dpt
Bayi berumur kurang dari enam bulan
Bayi merupakan perokok sekunder
Orang yang terinfeksi pertussis mencapai puncak penularan penyakit pada dua minggu
setelah batuk dimulai.
A. Patogenesis
Dermonecrotic toxin adalah heat labile cystoplasmic toxin menyebabkan kontraksi otot
polos pembuluh darah dinding trakea sehingga menyebabkan iskemia dan nekrosis trakea.
Sitotoksin bersifat menghambat sintesis DNA, menyebabkan siliostasis, dan diakhiri dengan
kematian sel. Pertussis lipopolysacharida (endotoksin) tidak terlalu penting dalam hal
patogenesis penyakit ini. Kadang – kadang Bordetella pertussis hanya menyebakan infeksi
yang ringan, karena tidak menghasilkan toksin pertusis.
Kerja Faktor
Virulensi
B. Patofisiologi
Organisme bermultiplikasi pada epitel yang bersilia dan menghasilkan faktor-faktor virulen
(termasuk toksin).
Ada bendungan dan infiltrasi mukosa oleh sel-sel limfosit dan leukosit PMN, dan hasil hasil
peradangan dalam lumen bronki. Pada awalnya terjadi hiperplasia limfoid peribronkial.
Terjadi bronkopneumonia dengan nekrosis dan deskuamasi epitel permukaan bronki.
Obstruksi bronkial dan atelektasis terjadi karena penumpukan sekresi mukus. Dapat pula
timbul bronkiektasi.
Perubahan patologis juga ditemukan pada otak dan hati. Dapat ditemukan perdarahan
serebral dan atrofi kortikal yang kemungkinannya karena adanya anoksia. Pada hati dapat
ditemukan infiltrasi lemak.
a. Anamnesis
Dalam anamnesis ditanyakan identitas, kelushan utama serangan paroksismal dan
bunyi whoop yg khas, serta gejala klinis pertusis lainnya, faktor resiko, riwayat keluarga,
riwayat penyakit dahulu, riwayat imunisasi, dan riwayat kontak dengan pasien pertusis
Daftar anamnesis
1. Tanyakan identitas dan usia pasien
2. Tanyakan keluhan utama : pada umunya batuk
3. Sudah berapa lama menderita batuk?
4. Bagaimana manifestasi batuk yang dialami setiap hari?
5. Bila batuk terjadi berlanjut lebih dari 7 hari:
Apakah batuk berkepanjangan disertai atau tanpa batuk paroksismal?
Apakah diikuti dengan whoop pada inspirasi?
6. Apakah pada akhir episode batuk selalu diikuti dengan muntah?
7. Apakah batuk muka merah, sianosis, mata menonjol, lidah menjulur, lakrimasi,
salivasi, distensi vena leher, dan petekie di wajah dan konjungtiva?
8. Apakah anak menjadi apatis?
9. Apakah berat badan menurun?
10. Apakah batuk mudah dibangkitkan dengan stres emosional dan aktivitas fisik?
11. Selama terdapat gejala batuk apakah disertai demam?
12. Apakah disertai dengan gelisah dan sesak?
13. Apakah sudah diberi obat batuk dan obat penurun demam ?
14. Apakah ada yang menderita sakit serupa di lingkungan keluarga/ tetangga /sekolah?
15. Adakah riwayat alergi dalam keluarga?
b. Pemeriksaan fisik
Gejala klinis yang didapat pada pemeriksaan fisik tergantung dari stadium saat
pasien diperiksa.
Stadium kataral
Selama 1-2 minggu
Gejala-gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas predominan rinore,
conjuctival injection, lakrimasi, batuk ringan, panas tidak begitu tinggi
Pada stadium ini biasanya diagnosis pertussis belum dapat ditetapkan
Stadium paroksismal
Selama 2-4/6 minggu
Jumlah dan berat batuk bertambah
Batuk khas, ada ulangan 5-10 batuk kuat selama ekspirasi yang diikuti oleh usaha
inspirasi masif yang mendadak yang menimbulkan “whoop” ( udara dihisap
secara kuat melalui glotis yang sempit)
Mukanya merah atau sianosis, mata menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi
dan distensi vena leher selama serangan.
Episode batuk-batuk yang paroksimal dapat terjadi lagi sampai obstruksi “mucous
plug” pada saluran nafas menghilang
Pada stadium paroksismal dapat terjadi petekia pada kepala dan leher atau
perdarahan konjungtiva. Emesis sesudah batuk dengan paroksimal adalah cukup
khas sehingga anak dicurigai menderita pertussis walaupun tidak ada “whoop”.
Anak tampak apatis dan berat badan menurun. Serangan-serangan dapat
dirangsang dengan menguap, bersin, makan, minum, aktivitas fisik atau malahan
sugesti
Diantara serangan penderita tampak sakit minimal dan lebih enak
“Whoop” dapat tidak ditemukan pada beberapa penderita terutama bayi-bayi
muda
Stadium Konvalesens
Selama 1-2 minggu
Episode paroksimal batuk dan muntah sedikit demi sedikit menurun dalam
frekuensi dan beratnya
Batuk dapat menetap untuk beberapa bulan Pemeriksaan fisik umumnya tidak
informatif
Pada stadium paroksismal dapat terjadi petekia pada kepala dan leher / perdarahan
konjungtiva
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- InfeksiAdenovius
Demam, nyeri tenggorokan, konjungtivitis
- Pneumonia klamidial
Batuk, wheezing, discharge konjungtiva
- Ketika ada batuk spasmodic pada anak, perlu dipikirkan :
o Benda asing
Menimbulkan batuk paroksismal, tapi biasanya gejalanya mendadak dan dapat
dibedakan dari pemeriksaan radiologic dan endoskopi.
o Bronkiolitis
o Pneumonia bacterial
o Cystic fibrosis
o Tuberkulosis
Pada umumnya, pertusis dapat dibedakan dari gejala klinis dan laboratorium
Pemeriksaan Darah Lengkap biasanya disarankan kepada setiap pasien yang datang ke suatu
Rumah Sakit yang disertai dengan suatu gejala klinis, dan jika didapatkan hasil yang diluar nilai
normal biasanya dilakukan pemeriksaan lanjutan yang lebih spesifik terhadap gangguan tersebut,
sehingga diagnosa dan terapi yang tepat bisa segera dilakukan. Lamanya waktu yang dibutuhkan
suatu laboratorium untuk melakukan pemeriksaan ini berkisar maksimal 2 jam.
a. Leukosit (White Blood Cell / WBC)
Leukosit merupakan komponen darah yang berperanan dalam memerangi infeksi yang
disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun proses metabolik toksin, dll.Nilai normal leukosit
berkisar 4.000 - 10.000 sel/ul darah.
Penurunan kadar leukosit bisa ditemukan pada kasus penyakit akibat infeksi virus,
penyakit sumsum tulang, dll, sedangkan peningkatannya bisa ditemukan pada penyakit infeksi
bakteri, penyakit inflamasi kronis, perdarahan akut, leukemia, gagal ginjal, dll.
Pada pertusis terjadi Leukositosis (20.000-50.000/mm³ darah) pada bayi-bayi jumlah
leukosit tidak dapat menolong untuk diagnosis, oleh karena respon leukositosis terdapat pula
pada banyak infeksi.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang digunakan adalah X-Foto Thorax dengan menggunakan
posisi AP/PA dan Lateral. Pada foto rontgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus,
atelaktasis atau emphysema
Ket: increased perihiler infiltra, efusi pleura. Ket : showing bilateral perihilar
6.Tatalaksana Pertusis
1. Farmakoterapi
Tatalaksana farmakoterapi pada pertussis adalah menggunakan antibiotik
golongan makrolide, yaitu :
1. Azithromycin
2. Erythromycin
3. Clarithomycin
Apabila pasien memiliki alergi pada antibiotik golongan makrolide maka bisa
menggunakan Trimethoprim sulfamethoxazole
Pemberian antibiotik tidak untuk memperpendek masa penyakit namun untuk
mengurangi periode infeksius (21 hari)
2. Supportive Treatment
Oksigen
Beri oksigen pada anak bila pernah terjadi sianosis atau berhenti napas
atau batuk paroksismal berat
Gunakan nasal prongs, jangan kateter nasofaringeal atau kateter nasal,
karena akan memicu batuk. Selalu upayakan agar lubang hidung bersih
dari mukus agar tidak menghambat aliran oksigen.
Terapi oksigen dilanjutkan sampai gejala yang disebutkan di atas tidak ada
lagi.
Tatalaksana jalan napas
Selama batuk paroksismal, letakkan anak dengan posisi kepala lebih
rendah dalam posisi telungkup, atau miring, untuk mencegah aspirasi
muntahan dan membantu pengeluaran sekret.
Bila anak mengalami episode sianotik, isap lendir dari hidung dan
tenggorokan dengan lembut dan hati-hati.
Bila apnu, segera bersihkan jalan napas, beri bantuan pernapasan manual
atau dengan pompa ventilasi dan berikan oksigen
Berdasarkan Kurva diatas anak dengan umur 2 bulan normal biala laki-laki normalnya 5,5 dan
bila perempuan 5,2.
Untuk menaikkan Berat Badannya
Beri ASI atau cairan per oral. Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan
berikan makanan cair porsi kecil tetapi sering untuk memenuhi kebutuhan harian anak. Jika
terdapat distres pernapasan, berikan cairan rumatan IV untuk menghindari risiko terjadinya
aspirasi dan mengurangi rangsang batuk. Berikan nutrisi yang adekuat dengan pemberian
makanan porsi kecil dan sering. Jika penurunan berat badan terus terjadi, beri makanan melalui
NGT.
o Bila anak mengalami episode sianotik, isap lendir dari hidung dan tenggorokan
dengan lembut dan hati-hati.
o Bila apnu, segera bersihkan jalan napas, beri bantuan pernapasan manual atau
dengan pompa ventilasi dan berikan oksigen.
Oksigen
Beri oksigen pada anak bila pernah terjadi sianosis atau berhenti napas atau batuk
paroksismal berat.
Gunakan nasal prongs, jangan kateter nasofaringeal atau kateter nasal, karena akan
memicu batuk. Selalu upayakan agar lubang hidung bersih dari mukus agar tidak
menghambat aliran oksigen.
Terapi oksigen dilanjutkan sampai gejala yang disebutkan di atas tidak ada lagi.
Perawat memeriksa sedikitnya setiap 3 jam, bahwa nasal prongs berada pada posisi yang
benar dan tidak tertutup oleh mukus dan bahwa semua sambungan aman.
Perawatan penunjang
Hindarkan sejauh mungkin segala tindakan yang dapat merangsang terjadinya batuk,
seperti pemakaian alat isap lendir, pemeriksaan tenggorokan dan penggunaan NGT.
Jangan memberi penekan batuk, obat sedatif, mukolitik atau antihistamin.
Obat antitusif dapat diberikan bila batuk amat sangat mengganggu.
Jika anak demam (≥ 39º C) yang dianggap dapat menyebabkan distres, berikan
parasetamol.
Tatalaksanan Anemia
Beri pengobatan (di rumah) dengan zat besi (tablet besi/folat atau sirup setiap hari)
selama 14 hari.
Minta orang tua anak untuk datang lagi setelah 14 hari. Jika mungkin, pengobatan harus
diberikan selama 2 bulan. Dibutuhkan waktu 2 - 4 minggu Untuk menyembuhkan anemia
dan 1-3 bulan setelah kadar Hb kembali normal untuk mengembalikan persediaan besi
tubuh.
Jika anak berumur ≥ 2 tahun dan belum mendapatkan mebendazol dalam kurun waktu 6
bulan, berikan satu dosis mebendazol (500 mg) untuk kemungkinan adanya infeksi
cacing cambuk atau cacing pita.
Ajari ibu mengenai praktik pemberian makan yang baik.
Anak usia 2 bulan telah vaksin hepatotis B 2x dan BCG 1x
Tindakan Kesehatan masyarakat
Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga yang
imunisasinya belum lengkap.
Beri DPT ulang untuk anak yang sebelumnya telah diimunisasi.
Pencegahan
b) Secara pasif
Secara pasif pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan kemopropilaksis. Ternyata
eritromisin dapat mencegah terjadinya pertussis untuk sementara waktu.
Pencegahan penyebar luasan penyakit dilakukan dengan cara :
Isolasi: mencegahkontakdenganindividu yang terinfeksi, diutamakan bagi bayi dan anak
usia muda, sampai pasien setidaknya mendapatkan antibiotic sekurang-kurangnya 5 hari dari
14 hari pemberian secara lengkap. Atau 3 minggu setelah batuk paroksismal reda bila mana
pasien tidak mendapatkan antibiotik.
Karantina: kasus kontak erat terhadap kasus yang berusia <7 tahun, tidak diimunisasi, atau
imunisasi tidak lengkap, tidak boleh berada di tempat public selama 14 hari atau setidaknya
mendapat antibiotic selama 5 hari dari 14 hari pemberian secara lengkap.
Disinfeksi: direkomendasikan untuk melakukan pada alat atau ruangan yang terkontaminasi
secret pernapasan dari pasien pertusis
DAFTAR PUSTAKA