Anda di halaman 1dari 6

1

PERBEDAAN EFEKTIFITAS PIJAT PERINEUM DAN SUPERCROWNING TERHADAP


TINGKAT RUPTUR PERINEUM DI UPT PUSKESMAS KRAGAN II

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Terapan Kebidanan pada
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang

Oleh :
SRI HARMIATI
NIM :1804501

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG
2019
2

1. Judul
Perbedaan Efektifitas Pijat Perineum dan Supercrowning Terhadap Tingkat Ruptur Perineum di
UPT Puskesmas Kragan II.
Nama : Sri Harmiati
STIKES KARYA HUSADA SEMARANG
sriharmiati0@gmail.com

2. Pendahuluan
Persalinan adalah suatu proses terjadinya pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir
cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu[1]. Setiap
persalinan beresiko mengalami komplikasi baik terhadap ibu maupun janin. Komplikasi yang
tidak teratasi dapat menimbulkan kematian pada ibu dan kematian bayi.
Kematian maternal menurut batasan dari The Tenth Revision of The Internasional
Classification of Diseases (ICD-10) adalah kematian wanita yang terjadi pada saat kehamilan,
atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi
kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan, atau yang diperberat
oleh kehamilan tersebut atau penanganannya, tetapi bukan kematian yang disebabkan oleh
kecelakaan atau kebetulan[2] .
Tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang terutama
disebabkan oleh pendarahan, eklampsi, sepsis dan komplikasi keguguran. Peristiwa dalam
bidang kebidanan yang dapat menimbulkan perdarahan adalah gangguan pelepasan plasenta,
atonia uteri postpartum dan perlukaan jalan lahir. Perlukaan pada jalan lahir merupakan
penyebab kedua perdarahan setelah atonia uteri[3]. Perdarahan yang banyak dapat terjadi karena
ruptur perineum yang dialami selama proses melahirkan baik yang normal maupun dengan
tindakan[5].
Dampak dari terjadinya ruptur perineum yaitu terjadinya perdarahan dan meningkatnya
resiko terjadinya infeksi pada laserasi perineum[6]. Ruptur perineum dapat dicegah dengan
beberapa upaya yaitu pijat perineum, supercrowning dan kegel exercise.
Pijat perineum merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah
terjadinya ruptur perineum pada saat persalinan, karena manfaat dari pijat perineum adalah
meningkatkan kesehatan, aliran darah, elastisitas, dan relaksasi otot-otot dasar panggul.[7]
Super Crowning merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi laserasi perineum pada kala
dua persalinan.[8] Sehingga perlu dilakukan upaya pijat perineum dan supercrowning dalam
rangka menurunkan tingkat rupture perineum.
3

3. Tinjauan Teori
Persalinan adalah suatu proses terjadinya pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir
cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu[1] Faktor-
faktor yang mempengaruhi persalinan adalah passage ( jalan lahir yaitu bagian keras tulang
tulang panggul dan bagian lunak: otot otot, jaringan-jaringan, ligamen-ligamen), power
(kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang terdiri dari his atau kontraksi uterus dan tenaga
meneran dari ibu).[15] passenger (janin, plasenta,air ketuban ), psikologis Ibu yang muncul pada
saat memasuki masa persalinan sebagian besar berupa perasaan takut maupun cemas, terutama
pada ibu primigravida yang umumnya belum mempunyai bayangan mengenai kejadian-
kejadian yang akan dialami pada akhir kehamilannya. Faktor yang mempengaruhi persalinan
yang terakhir adalah penolong yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu untuk
membantu ibu dalam menjalankan proses persalinan. Faktor penolong ini memegang peranan
penting dalam membantu ibu bersalin karena mempengaruhi kelangsungan hidup ibu dan bayi..
Penolong persalinan dituntut untuk mampu mengatasi masalah-masalah yang mungkin terjadi
sepanjang proses persalinan.[15].
Perineum adalah regio yang terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm.
Saat persalinan, tidak hanya ditentukan oleh organ-organ genitalia interna saja seperti uterus
dan vagina, tetapi bagian seperti otot-otot, jaringan-jaringan ikat dan ligamen- ligamen juga
mempengaruhi jalan lahir. Otot-otot yang menahan dasar panggul dibagian luar adalah
musculus sphincter ani externus, musculus bulbocavernosus yang melingkari vagina, dan
musculus perinei transversus superfisialis. Lebih ke dalam lagi ditemukan otot dalam yang
paling kuat, disebut diafragma pelvis, terutama musculus levator ani yang berfungsi
menahan dasar panggul. Letak musculus levator ani ini sedemikian rupa dan membentuk
sebuah segitiga di bagian depan, disebut trigonum urogenitalis. Di dalam trigonum ini
terdapat uretra, vagina dan rektum.[4]
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan
maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan terjadi hampir pada semua
primipara.[11] Pada dasarnya, robekan perineum dapat dikurangi dengan menjaga jangan
sampai dasar panggul dilalui kepala janin terlalu cepat.[4]
Ruptur perineum dibagi dalam tingkatan-tingkatan sebagai berikut: tingkat I : ruptur hanya
pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum. Tingkat II : ruptur
mengenai selaput lendir vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak mengenai springter
ani. Tingkat III : ruptur mengenai seluruh perineum dan otot springter ani. Tingkat IV : ruptur
sampai mukosa rektum. Ruptur perineum dapat diikuti pada setiap persalinan pervaginam,
tetapi terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan risiko ruptur p e r i n e u m
4

s a m p a i derajat 3 sampai 4, diantaranya adalah nullipara, proses persalinan kala II,


posisi persisten oksiput posterior, ras Asia dan penggunaan anestesi lokal.[12] Faktor –faktor
yang mempengaruhi risiko ruptur p e r i n e u m adalah Elastisitas perineum dimana
perineum yang kaku dan tidak elastis akan menghambat persalinan kala II dan dapat
meningkatkan resiko terhadap janin. Juga menyebabkan robekan perineum yang luas sampai
tingkat 3. Hal ini sering ditemui pada primigravida berumur diatas 35 tahun.[10] , faktor yang
mempengaruhi risiko ruptur p e r i n e u m b e r i k u t n y a a d a l a h paritas (robekan perineum
hampir terjadi pada semua persalinan pertama (primipara) dan tidak jarang pada persalinan
berikutnya (multipara).[13], Berat lahir bayi dimana semakin besar berat bayi yang dilahirkan
meningkatkan risiko terjadinya ruptur perineum, cara mengejan dan umur ibu <20 tahun dan
>35 tahun.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah rupture perineum yaitu dengan beberapa cara
diantaranya pijat perineum, supercrowning dan kegel exercise. Pijat perineum adalah tekhnik
memijat perineum di kala hamil atau beberapa minggu sebelum melahirkan guna meningkatkan
aliran darah ke daerah ini dan meningkatkan elastisitas perineum.[14]. Pemijatan perineum
sebaiknya sudah mulai dilakukan sejak 5-6 minggu sebelum hari-H persalinan. pemijatan
dilakukan setiap hari, dengan jadwal sebagai berikut: minggu pertama, lakukan selama 3 menit.,
minggu kedua, lakukan selama 5 menit. Pijat perineum memiliki berbagai keuntungan yang
semuanya bertujuan mengurangi kejadian trauma di saat melahirkan. Keuntungan lainnya
yaitu menstimulasi aliran darah ke perineum yang akan membantu
mempercepat proses penyembuhan setelah melahirkan, membantu ibu lebih santai di saat
pemeriksaan vagina (Vaginal Touche), membantu menyiapkan mental ibu terhadap
tekanan dan regangan perineum di kala kepala bayi akan keluar, menghindari kejadian
episotomi atau robeknya perineum di kala melahirkan dengan meningkatkan elastisitas
perineum.[14] Dengan pijatan dapat membantu otot-otot perineum dan vagina jadi elastis
sehingga memperkecil risiko perobekan dan episiotomi, melancarkan aliran darah di daerah
perineum dan vagina, serta aliran hormon yang membantu melemaskan otot-otot dasar panggul
sehingga proses persalinan jadi lebih mudah dan proses pemulihan jaringan serta otot di sekitar
jalan lahir lebih cepat, membantu ibu mengontrol diri saat mengejan, karena “jalan keluar”
untuk bayi sudah disiapkan dengan baik, meningkatkan kedekatan hubungan dengan pasangan,
bila pasangan dilibatkan dia untuk melakukan pijat perineum ini.
Super Crowning merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi laserasi perineum pada
kala dua persalinan. Super Crowning dilakukan pada saat kepala bayi di vulva 5-6 cm
(crowning), ibu disarankan untuk tidak meneran tetapi hanya bernafas pendek-pendek seperti
mengucapkan fuh fuh fuh sampai kepala bayi lahir seluruhnya.Dengan teknik supercrowning
5

pada ibu bersalin kala II, saat kepala bayi crowning ibu dipimpin untuk berhenti mengejan
untuk membiarkan vagina dan perineum meregang perlahan – lahan agar terjadi pergeseran
fisiologis jaringan otot perineum di sekitar kepala bayi yang mulai muncul yang bertujuan
mengurangi robekan oleh kelahiran yang terlalu cepat[9].

4. Metodologi
a. Jenis dan design penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode quasi experiment . post
test only control group design.
b. Tehnik pengumpulan data dan sumber data
Tehnik pengumpulan data dengan accidental sampling yaitu pengambilan sampel
dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat
sesuai dengan konteks penelitian. Sumber data pada penelitian primer yang bersumber dari
pasien sendiri secara langsung.
c. Metode Analisa Data
Analisa data pada penelitian ini adalah :
1) Analisa Univariat
Analisia univariat pada penelitian ini adalah tingkat rupture perineum setelah
diberi perlakuan dengan pijat perineum dan supecrowning. Dalam analisa univariat ini
membutuhkan empat metode yakni: mean, median, modus dan standar deviasi.
2) Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan antara dua
variabel. Pada penelitian ini akan menggunakan uji normalitas terlebih dahulu karena
pada penelitian ini menggunakan skala interval.
6

5. Bibliografi
[1] Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.
[2] World Health Organization (WHO). (2010). Maternal Mortality. [Diakses tanggal 5 Mei
2019 http://www.who.int/healthinfo/statistics/indmaternalmortality/en/
[3] Wiknjosastro, H. (2008). Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Cetakan 1. Jakarta : PT Bina Pustaka.
[4] Wiknjosastro, H. (2003). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
[5] Oxorn, H. (2003). Fisiologi dan Patologi Persalinan. Jakarta : Yayasan Essentia Medica
[6] Reeder Sharon, Martin Leonide, & Griffin D. (2012). Keperawatan Maternitas Kesehatan
Wanita, Bayi, & Keluarga. Volume 1. Jakarta : EGC
[7] Mongan. (2007). Hypnobirthing. Jakarta : PT Buana Ilmu Popular
[8] Indriyani. and Prof. dr. Sulchan Sofoewan, PhD., Sp.OG(K). (2006). Perbandingan
Supercrowning Kala Dua Persalinan Terhadap Laserasi Perineum di RB Mattiro Baji Kab.
Gowa Sulawesi Selatan. S2 Ilmu Kedokteran Klinik UGM
[9] Jay Goldberg, MD. And Carmen Sultana, MD. Preventing Perineal Lacerations During
Labor. [Diakses tanggal 5 Mei 2019]
http://www.contemporaryobgyn.net/obstretics-gynecology-womens-health/preventing-
perineal-lacerations-during-labor/
[10] Mochtar, Rustam. (1998). Sinopsis Obstetri, Jilid 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
[11] Prawirohardjo, Sarwono. (2009). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiroharjdo. Jakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
[12] Cunningham, G. (2006). Obstetry William. Edisi 21. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
[13] Sumarah. (2009). Perawatan Ibu Bersalin : Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin.
Yogyakarta : Fitramaya.
[14] Herdiana, (2007), Tips Pijat Perineum, http://www.klikdokter.com, diperoleh tanggal 11 Mei
2019.
[15] http://aisyahsalsabilah.blogspot.com/2015/12/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-proses.html

Anda mungkin juga menyukai