Anda di halaman 1dari 9

No. ID dan NamaPeserta : dr.

Hilda Melysa Lumban Batu


No. ID dan NamaWahana : RSUD Lapangan Sawang
Topik :kejang demam kompleks (KDK)
Tanggal (kasus) :24 Desember 2018
NamaPasien :By. J.N.O No. RM : 024-579
TanggalPresentasi : Pendamping : dr. Daisy Manalip. SpA

TempatPresentasi :
ObyekPresentasi :Dokter Pembimbing dan Dokter Internship RSUD Lapangan Sawang
Keilmuan Keterampilan Penyegaran TinjauanPustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Tujuan :Menegakkan diagnosis KDK dan mengetahui tata laksananya.
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
Bahasan : Pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
Membahas : Diskusi

Data Pasien : Nama :J.N.O No. Registrasi : 024-579


NamaKlinik : Rsu lapangan sawang
Data utamauntukbahandiskusi :
A. Diagnosis dan gambaran klinis :
Pasien datang dirujuk dr PKM Ulu dengan kejang sebanyak 2 kali selama > 15 menit. Saat kejang mata
melirik keatas, badan kelojotan. Setelah kejang pasien menanggis dan tampak lemah. 1 hari yang lalu
pasien demam. Suhu di rumah tidak di ukur. Demam dirasakan sepanjang hari dan belum minum obat.
Batuk berlendir serta pilek juga dirasakan pasien sejak seminggu yang lalu. Sesak dan muntah disangkal
pasien. BAB dan BAK dalam keadaan normal.

1
Pemeriksaanfisik :

1. Kesadaran dan Keadaan umum :


Compos mentis, Sakit berat
2. Tanda vital :
N : 132 x/mnt, RR : 36 x/mnt, S : 36,8 ºC BB: 7 kg
SPO2: 98%
3. Pemeriksaan kepala :
Bentuk : Normochephal
Ubun-ubun Besar : Datar
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata
- Konjungtiva : anemis (-/-) .
- Sclera : ikterik : (-/-).
- Telinga : sekret (-/-)
Hidung : sekret (-/-), pernafasan cuping hidung (-/-)
Mulut :
- bibir : sianosis (-)
4. Pemeriksaan leher :
KGB tidak teraba
Kaku Kuduk : (-)
5. Pemeriksaan dada :
a. Inpeksi : Simetris, retraksi (-), iktus kordis tidak tampak
b. Palpasi : Ketinggalan gerak (-), nyeri tekan (-)
c. Perkusi : Sonor (+/+)
d. Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-)
BJ I-II reg, Bising (-)
6. Pemeriksaan abdomen :
a. Inspeksi : Datar, supel
b. Auskultasi : Bising usus (+) normal
c. Palpasi : supel, NTE (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
d. Perkusi : Timpani

2
7. Pemeriksaan ekstremitas :
Akral hangat, nadi kuat, CRT < 2 detik, sianosis (-)
Tulang belulang : Deformitas (-)
B. Riwayat pengobatan :
Diberikan pamol supp 1x125mg di PKM ulu
C. Riwayat kesehatan/penyakit sebelumnya :
Kejang seblumnya (-)
D. Riwayat keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat hipertensi (-), DM (-), alergi (-).asma (-), penyakit jantung (-).
Daftar pustaka

1. Konsensus penatalaksanaan kejang Demam.Jakarta: Unit kerja koordinasi Neurologi Ikatan Dokter
anak Indonesia 2006. h.1-15
2. Melda D. Tatalaksana kejang demam pada anak; saripediatri.vol.4. september 2002; 58-62. Di unduh
pada tanggal 18 juli 2019
3. Okti Sp, Arina M. Kegawat daruratan kejang demam pada anak: diunduh dalam
journals.ums.ac.id/index.php/BIK/article/view/3744/2413. Pada tanggal 18 juli 2019
Hasil pembelajaran :
A. Mengetahui kriteria penegakan diagnosis kejang demam kompleks
B. Mengetahui bagai mana tatalaksana Kompleks demam kompleks

3
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio :

A. Subjektif :
Pasien datang dirujuk dr PKM Ulu dengan kejang sebanyak 2 kali selama > 15 menit. Saat kejang mata
melirik keatas, badan kelojotan. Setelah kejang pasien menanggis dan tampak lemah. 1 hari yang lalu
pasien demam. Suhu di rumah tidak di ukur. Demam dirasakan sepanjang hari dan belum minum obat.
Batuk berlendir serta pilek juga dirasakan pasien sejak seminggu yang lalu. Sesak dan muntah disangkal
pasien. BAB dan BAK dalam keadaan normal.

B. Objektif :
Dari hasilpemeriksaanfisik yang dilakukan di IGD diperoleh:
1. KeadaanUmum:
Sakit berat, Compos Mentis
2. Tanda Vital :
N : 132 x/mnt, P : 36 x/mnt, S : 36,8 ºC, SPO2: 98%, BB:7Kg
3. Status Internus:
a. Kepala : normochepali
b. Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)
c. Leher : limfonodi tidak teraba
d. Dada :
 Inpeksi : Simetris, retraksi (-)
 Palpasi : Ketinggalan gerak (-), nyeri tekan (-)
 Auskultasi :
Pulmo :Sp. BronkoVesikuler, Ronchi (-/-), Wheezing (-/-)
Cor : BJ I-II reguler, Bising (-)
e. Abdomen :
Datar, Lemas, Bising Usus (+) Normal; hepar dan limpa tidak teraba
f. Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, Sianosis (-)

4
C. Assesment :
Kejang Demam Kompleks
a. definisi
Kejang demam adalah Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
diatas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
b. Jenis-jenis kejang demam
 Kejang demam sederhana
Berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang
berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal (kejang parsial satu sisi). Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam. Merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.
 Kejang demam kompleks
- Kejang lama : Kejang Berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali
dan diantara bangkit kejang anak tidak sadar. Terjadi 8% kejang demam
- Kejang fokal : kejang parsial satu sisi atau kejang umum uang didahului kejang parsial
- Kejang berulang : kejang lebih dari 2 kali dalam 1 hari dan diantara bangkit kejang anak
sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam.
c. Etiologi
Hingga kini belum diketahui secara pasti tetapi dikaitkan dengan faktor resiko yang penting pada
demam dan sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pnemonia,
gastroentritis dan infeksi saluran kemih, riwayat keluarga kejang demam, kadar natrium rendah
d. Epidemiologi
Kejang demam merupakan salah satu kelaianan saraf tersering pada anak berkisar 2%-5% anak
dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. lebih dari 90% penderita keajang
demam terjadi –ada anak berusia dibawah 5 tahun terbanyak bangkitan kejang demam terjadi
pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 22 bulan dengan demam serta tidak didapatkan adanya
infeksi ataupun kelainan lain yang jelas di intrakranial Dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki
e. Patofisiologi
Pada demam kenaikan suhu 10C akan meningkatkan kenaikan metabolisme badal 10-
15% dan kebutuhan O2 meningkat 20%.pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya
15%). Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan
membaran sel neuron dan dalam waktu singkat dapat mengubah ion kalium dan
natrium melalui membran listrik dengan bantuan neurontrasmiter, perubahan secara

5
tiba-tiba ini dapat menimbulkan kejang.
f. Manisfestasi klinik
- Demam >15 menit
- Saat demam anak kehilangan kesadaran
- Seluruh tubuh kaku,kepala terkulai kebelakang disusul munculnya gerakan kejut kuat
- Warna kulit berubah pucat bahkan kebiruan dan bola mata naik ke atas
- Gigi terkatup
- Nafas dapat berhenti beberapa saat (kadang-kadang)
- Disertai dengan adanya buang air besar dan kecil
N0 Klinis KDS KDK
1 Durasi < 15 menit ≥ 15 meneit
2 Tipe kejang Umum Umum/ fokal
3 Berulang dalam satu episode 1 kali >1 kali
4 Defisit neurologis - ±
5 Riwayat keluarga kejang demam ± ±
6 Riwayat keluarg akejang tanpa ± ±
demam
7 Abnormalitas neurologis sebelumnya ± ±
Kemungkinan berulangnya kejang demam dapat berulang kembali 80% pada sebagian kasus
dengan faktor resiko :
- Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
- Usia <12 bulan
- Suhu tubuh <390C saat kejang
- Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang
- Apa bila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks
g. Pemeriksaan penunjang
Tidak dikerjain secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk
mengengevaluasi sumber infesi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gua darah.
- Pemeriksaan lumbal : dilakukan untuk meneggangkan diagnosis dan menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Pemeriksaan LP tidak dilakukan secara rutin pada anak dibawah
12 bulan yang mengalami kejang umum sederhana dengan keadaan umum baik.
Indikasi pungsi lumbal :

6
a. Terdapat tanda gejala rangsang menigeal
b. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
c. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang demam yang sebelumnya telah diberi
antibiotik.
- Elekteroensofalografi (EEG) : pemeriksaan EEG tidak perlu dilakukan untuk kejang demam
kecuali apabila bangkitan bersifat fokal untuk menentukan adanya fokus kejang di otak yang
membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
- Pencitraan (CT Scan atau MRI) : dilakukan bila terdapat indikasi sepertu kelainan
neurologus fokal yang menetap misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranial.
h. Tatalaksana
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang kejang sudah
berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat paling cepat menghentikan kejang
adalahdiazepam yang diberikan secara intravena. Dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan
dengan kecepatan 1-2mg/menit atau dalam kurung waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal
20mg.
Diazepam rektal dapat diberikan 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak dengan berat
kurang dari 10kg dan 10mg untuk berat badanlebih dari 10kg. Atau diazepam rektal dengan
dosis 5mg untuk anak usia 3 tahun atau 6,5 mg untuk anak usia 3 tahun keatas. Bila setelah
pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti maka dapat dilakukan pemberian ulang
dengan cara dan dosis yang sama dengan inteval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian
masih tetap demam, dianjurkan kerumah sakit dan dapat diberikan diazepam intravena
dengan dosis 0,3-0,5mg/kg
Bila kejang belim berhenti maka dapat diberikan fenintoin secara intravena dengan dosis
awal 10-20mg/kg/kali dengan kecepatan 1mg/kg/ml atau kurang dari 50mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah4-8mg/kg/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal
Bila dengan feninotin kejang belum berhenti pasien harus dirawat diruang intensif.
Pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam dan faktor resikonya.
- Pemberian obat saat demam
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang
demam. Dosis paracetamol yang dapat digunakan adalah 10-15kgbb/kali diberikan 4 kali
sehari dan tidak lebih 5 kali sehari. Dosis ibu profen 5-10kgbb/kali 3-4 kali sehari.
Antikonvulsan
Diazepam oral 0,3kg/bb setiap 8 jam pada saat demam mengurangi resiko kejang berulang

7
pada 30-60% kasus. Begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5mg/kgbbsetiap 8 jam pada
suhu > 38,5.

i. Tatalaksan rumatan
Indikasi pemberian obat rumatan
- Kejang lama > 15 mneit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang misalnya hemiparesis,
paresis todd, cerebral palsy, retradasi metal, hidrocefalus.
- Kejang fokal
- Kejang berulang dua kali dalam 24 jam
- Kejang terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
- Kejang dema >4 kali per tahun
Dapat diberiakn asam valproat padaumur kurang dari 2 tahun namun dapat menyebabkan
fungsi hati. Dosis 15-40mg/haru dalam 2-3 dosis dan fenobarbital 3-4mg/hari dalam 1-2
dosis.
Lama Pengobatan rumatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang. Kemudian diberhentikan
secara bertahan 1-2 bulan
j. Prognosis
Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang demam lama atau kejang berulang baik
umum maupun fokal dapat beurapa kelaunan gangguan recognition memory .
-

8
D. Planning :
1. Penatalaksanaan :
a. Farmakologi
02 1 l/m
IVFD reagen 1B 6-7gtt/mm (makro) – 18-21 gtt/m (mikro)
Paracetamol syr 3x3/4 cth
Jika sb >390c -> pamol supp 70mg
Diazepam Iv 0,35 mg jika kejang
Diazepam 3x0,7 (pulv) jika sb>390c
b. Edukasi
Jika terjadi anak demam segera diberi inum oabat penurun panas
Jika terjadi kejang dirumah orang tua jangan panik, miringkan anak kesalah satu sisi
Jangan memasukan tangan atau benda lainya kedalam mulut anak
Segera bawa anak ke puskesmasa tau rumah sakit terdekat.
E. Evaluation
1. Prognosis :
Quo ad Vitam : dubia ad bonam.
Quo ad fungtional : dubia ad bonam
2. Pendidikan :
Dokter menjelaskan prognosis dari pasien, serta komplikasi yang mungkin terjadi.
3. Konsultasi :
Dijelaskan adanya konsultasi dengan spesiali spenyakit Anak untuk penanganan lebih lanjut.
4. Rujukan :
Unit yang menangani merupakan bagian Ilmu Penyakit Anak jika terjadi komplikasi serius
yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai.

Siau , Juni 2019


Peserta, Pendamping,

dr. Hilda Melysa Lumban Batu dr. Daisy Manalip, SpA

Anda mungkin juga menyukai