Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam suatu konsep fisis, sejarah mengenai bagaimana suatu hukum, teori, postulat
dan lainnya ditemukan merupakan hal yang sangat penting. Terutama dalam ranah
pendidikan fisika, mengenai bagaimana sejarah suatu penemuan tersebut sudah semestinya
dipahami. Selain memahami sejarah penemuan konsep, aliran filsafat yang berpengaruh
pada proses tersebut juga menarik dan penting untuk dibicarakan.
Bagaimana pembelajaran fisika sebaiknya dipelajari melalui pendidikan fisika.
Pendidikan fisika merupakan cabang ilmu yang terdiri atas interdisiplin ilmu fisika dan ilmu
pendidikan. Bidang ilmu fisika dan ilmu pendidikan berbeda jika dipandang dalam segi
epistemologinya. Kedua ilmu fisika ini seperti layaknya orang tua dan anak kecil. Jika
dilihat dari lahirnya kedua ilmu, ilmu fisika telah berkembang sejak awal peradaban
manusia, sedangkan ilmu pendidikan berkembang baru-baru ini.
Mungkin saja ada yang berpendapat jika dengan menguasai ilmu fisika saja maka
seorang sudah dikatakan cakap untuk menjadi guru fisika. Padahal tidak sesederhana itu.
Seorang ahli dibidang pendidikan fisika haruslah terlebih dahulu menguasai ilmu fisika
sampai tingkatan tertentu, kemudian mereka harus memahami pula ilmu pendidikan dengan
bidang-bidangnya, dan dapat menerangkan teori-teori ilmu pendidikan dalam konteks ilmu
fisika untuk tujuan proses pembelajaran.
Tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat dipenuhi jika sejarah ditemukannya
telah ditelaah. Selain itu tujuan pembelajaran menjadi lebih bermakna ketika siswa dapat
memahami dengan baik fungsi dan kegunaan ilmu yang telah dipelajari dalam kehidupan
sehari-hari. Fisika merupakan ilmu dasar yang dapat menejelaskan seluruh fenomena alam,
aplikasi dalam kehidupan seperti musik. Dewasa ini, musik telah sangat akrab dalam
kehidupan kita. Namun, seringkali siswa hanya melihat bahwa musik sebatas suatu
instrumen yang dapat didengar, dirasakan, tanpa memahami bagaiman bunyi dalam musik
tersebut dapat timbul. Seringkali siswa terlupa bagaimana mereka dapat mendengar musik
itu sendiri. Bunyi dan gelombang merupakan dua unsur penting dalam musik yang dapat
dijelaskan secara ilmiah melalui ilmu fisika. Oleh sebab itu, dalam makalah ini penulis akan
memaparkan beberapa konsep terkait dengan bunyi dan gelombang. Konsep yang akan

1
dibahas yaitu mengenai sejarah ditemukannya konsep Hukum Melde, Gelombang
Elektromagnetik, dan Efek Doppler beserta filsafat yang mendasari dan yang paling utama
adalah Implikasi dalam pembelajaran fisika di kelas.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah penemuan konsep Hukum Melde, Gelombang Elektromagnetik, dan
Efek Doppler?
2. Apa saja aliran filsafat yang mendasari konsep Hukum Melde, Gelombang
Elektromagnetik, dan Efek Doppler?
3. Bagaimana Implikasi dalam pembelajaran fisika yang paling sesuai?

C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah proses ditemukannya konsep Hukum Melde, Gelombang
Elektromagnetik, dan Efek Doppler.
2. Menjelaskan aliran filsafat yang mendasari penemuan konsep Hukum Melde,
Gelombang Elektromagnetik, dan Efek Doppler.
3. Menjelaskan Implikasi dalam pembelajaran fisika yang paling sesuai dengan proses
ditemukannya konsep Hukum Melde, Gelombang Elektromagnetik, dan Efek Doppler.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum Melde
1. Sejarah Ditemukannya Hukum Melde
Musik atau bunyi-bunyian telah ditemukan sejak jaman bangsa Yunani di masa
lampau yang senantiasa hidup hingga saat ini. Salah satu Ilmuwan yang menemukan
teori tentang bunyi dan mendedikasikan dirinya untuk mempelajari tentang bunyi adalah
Muhammad Ibnu Tarkhan Abu Nasr Al-Farabi, yang biasa disebut dengan Al Farabi.
Al-Farabi (961 M) menciptakan alat musik qanun yang kemudian ditindaklanjuti
penyempurnaannya oleh orang barat menjadi alat musik bernama piano forte yang
kemudian dikenal sebagai piano dan dikenal seluruh dunia. Hanya saja pada saat itu
penentuan nada-nada masih belum memiliki dasar ilmu pasti. Hal ini kemudian
dilengkapi oleh adanya hukum Melde yang ditemukan oleh Franz Melde.
Franz Melde (11 Maret 1832 - 17 Maret 1901) adalah seorang fisikawan
Jerman. Percobaan Melde ini mendemonstrasikan gelombang berdiri pada kawat.
Percobaan Melde ini digunakan untuk mengukur pola gelombang berdiri, untuk
mengukur kecepatan gelombang transversal, dan untuk mengetahui pengaruh
ketegangan gelombang transversal dalam sebuah senar. Percobaan dilakukan oleh Franz
Melde pada gelombang berdiri yang dihasilkan oleh kawat tegang yang semula
berosilasi dengan garpu tala, kemudian disempurnakan dengan koneksi ke vibrator
listrik. Percobaan ini berusaha untuk menunjukkan fenomena bahwa gelombang
mekanik mengalami gangguan. Dalam eksperimen ini, gelombang mekanik bergerak
dalam arah berlawanan dari suatu titik yang disebut simpul. Gelombang ini dinamakan
gelombang berdiri oleh Melde karena posisi dari simpul tetap diam.
Hukum Melde berisi tentang besaran-besaran yang mempengaruhi cepat rambat
gelombang transversal pada tali. Melalui percobaannya, Melde menemukan bahwa
cepat rambat gelombang pada dawai sebanding dengan akar gaya tegangan tali dan
berbanding terbalik dengan akar massa persatuan panjang dawai.
Percobaan Melde digunakan untuk menyelidiki cepat rambat gelombang
transversal pada dawai seperti Gambar 1.

3
Gambar 1. Model Percobaan Melde

Dalam percobaannya, Melde berhasil menemukan pola dari gelombang berdiri


dan pengaruh tegangan pada dawai. Percobaan Melde dilakukan dengan menyusun
dawai dengan tegangan tertentu dan menggetarkannya terus menerus dengan
menggunakan garpu tala. Pada salah satu ujung tangkai garpu tala diikatkan erat-erat
kawat halus yang kuat. Kawat halus tersebut ditumpu pada sebuah katrol dan ujung
kawat diberi beban. Garpu tala digetarkan secara terus menerus, hingga amplitudo yang
ditimbulkan oleh garpu tala konstan. Gelombang pantul bergerak dengan arah yang
berlawanan dari titik yang sama yang kemudian disebut node. Melde menamakan
fenomena tersebut gelombang berdiri karena karena posisi node tetap. Selain itu,
dengan mengubah besar massa, Melde menemukan hubungan antara massa dengan
panjang gelombang yang terjadi. Massa beban tidak lain merupakan tegangan tali
(dalam hal ini adalah dawai) dan panjang gelombang berhubungan dengan cepat rambat
gelombang. Secara matematis hubungan tersebut dituliskan sebagai berikut:

𝐹
𝑣=√
𝜇

𝐹𝑙
𝜆𝑓 = √
𝑚

dengan

𝑣 = cepat rambat gelombang (m/s)

𝐹 = gaya tegangan dawai (N)

𝜇 = massa per satuan panjang dawai (kg/m)

𝜆 = panjang gelombang (m)

4
𝑓 = frekuensi gelombang (s-1)

𝑙 = panjang dawai (m)

𝑚 = massa dawai (kg)


Kesimpulan dari percobaan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Cepat rambat gelombang berbanding lurus dengan akar gaya tegang kawat F.
2) Cepat rambat gelombang berbanding terbalik dengan akar massa dan berbanding
lurus dengan akar panjangnya atau cepat rambat gelombang berbanding terbalik
dengan akar massa per satuan panjang.

2. Dasar Filsafat Hukum Melde


 Realisme. Melde melakukan ekperimen untuk mengamati gejala-gejala pada
gelombang berdiri atau stasioner. Hal ini menunjukkan bahwa aliran realisme
menjadi dasar filsafat hukum Melde, karena Melde berusaha menemukan
pengetahuan dengan pengamatan indrawi. Aliran reaslisme menyebutkan bahwa
pengamatan indrawi adalah sumber utama didapatkannya pengetahuan.
 Empirisme. Aliran empirisme menganggap bahwa pengetahuan didapatkan dari
pengalaman. Percobaan Melde didasari aliran empirisme karena percobaan
berikutnya didasari oleh percobaan sebelumnya dari serangkaian percobaan yang
dilakukan Melde. Pengalaman dari percobaan sebelumnya dijadikan sebagai dasar
untuk melanjutkan percobaan dan mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak.
 Essensialisme. Aliran essensialisme memandang bahwa nilai-nilai baik dan
bermanfaat pada masa lalu tetap memiliki manfaat untuk diterapkan pada zaman
sekarang. Percobaan Melde didukung oleh pengetahuan sebelumnya, misalnya
tentang gelombang transversal. Aliran essensialisme juga berperan dalam
percobaan Melde.

3. Implikasi dalam Pembelajaran Fisika


Untuk dapat mengajarkan Hukum Melde pada siswa, guru dapat melakukan hal
yang sama seperti yang dilakukan oleh Franz Melde dalam menemukan Hukum Melde.
Dalam pembelajaran fisika materi hukum Melde, guru atau pengajar dapat

5
menggunakan vibrator atau garpu tala sebagai penggetar pada kawat. Hal penting yang
perlu dipahami dalam Hukum Melde adalah siswa dapat menemukan titik atau bagian
yang disebut sebagai simpul dan perut. Dalam percobaan Melde, siswa akan
mendemonstrasikan terbentuknya gelombang pada kawat akibat adanya gangguan.
Dalam pelaksanaannya, siswa akan menentukan hubungan antara cepat rambat
gelombang dengan gaya tegang kawat dan massa jenis kawat tersebut. Variabel yang
dapat divariasikan yaitu beban yang digantungkan di ujung kawat dan jumlah
gelombang yang terbentuk atau panjang kawat. Terdapat tiga kali percobaan, dimana
pada percobaan pertama diharapkan siswa dapat menemukan hubungan bahwa cepat
rambat gelombang berbanding lurus dengan akar kuadrat gaya tegang kawat. Pada
percobaan kedua, siswa diarahkan untuk menemukan bahwa cepat rambat gelombang
berbanding terbalik dengan akar kuadrat massa, selama panjang kawat yang digunakan
adalah tetap. Pada percobaan yang ketiga, siswa diarahkan untuk menemukan hubungan
bahwa cepat rambat gelombang berbanding lurus dengan akar panjang kawat. Dimana
pada percobaan ketiga, diusahakan untuk menemukan bahwa cepat rambat berubah saat
massa kawat diubah, meski beban yang digantungkan tidak diubah.

B. Gelombang Elektromagnetik
1. Sejarah Ditemukannya Gelombang Elektromagnetik
Dasar teori dari perambatan gelombang elektromagnetik pertama kali dijelaskan
pada tahun 1873 oleh James Clerk Maxwell (1831 – 1879) dalam papernya di Royal
Society mengenai teori dinamika medan elektromagnetik (a dynamical theory of the
electromagnetic field), berdasarkan hasil kerja penelitiannya antara tahun 1861 dan
1865. Sebelumnya, Menurut seorang ilmuan kebangsaan Belanda, Christian Huygens
(1629-1695), mengatakan bahwa cahaya memiliki dasar yang sama dengan bunyi yaitu
berupa gelombang. Perbedaan cahaya dan bunyi hanya terletak pada panjang
gelombang dan frekuensinya. Pada teori ini Huygens menganggap bahwa setiap titik
yang ada pada sebuah gelombang dapat dianggap sebagai sebuah sumber gelombang
yang baru dan arah gelombang ini selalu tegak lurus tehadap gelombang lain yang
bersangkutan. Pada teori Huygens ini peristiwa pemantulan, pembiasan, interferensi,

6
ataupun difraksi cahaya dapat dijelaskan secara tepat, namun dalam teori Huygens ada
kesulitan dalam penjelasan tentang sifat cahaya yang merambat lurus.
Hasil-hasil percobaan yang mendahului teori Maxwell telah mengungkapkan tiga
aturan gejala kelistrikan, antara lain sebagai berikut :
1) Hukum Coloumb yang menggambarkan dimana muatan listrik dapat menghasilkan
medan listrik di sekitarnya.
2) Hukum Biot-Savart dimana, aliran muatan (arus) listrik menghasilkan medan magnet
di sekitarnya.
3) Hukum induksi Faraday, dimana perubahan medan magnet menghasilkan medan
listrik dengan aturan tertentu.
Didorong oleh keyakinan atas keteraturan dan kerapian hukum-hukum alam,
Maxwell berpendapat bahwa masih ada kekurangan satu aturan kelistrikan yang masih
belum terungkap secara empirik. Maxwell berpendapat bahwa “Jika terdapat perubahan
medan magnet yang menghasilkan medan listrik, lalu mengapa perubahan medan listrik
tidak dapat menghasilkan medan magnet?” Jika diihat menurut aturan Faraday,
perubahan medan magnet B dapat menghasilkan medan listrik E yang arahnya tegak
lurus B dan besarnya bergantung pada laju perubahan B terhadap waktu. Dengan aturan
Faraday tersebut Maxwell yakin bahwa perubahan medan listrik E akan menghasilkan
medan magnet B yang tegak lurus E dan besarnya bergantung pada laju perubahan E
terhadap waktu. Keyakinan Maxwell ini lalu dikemukakan pada tahun 1864 sebagai
hipotesis karena tidak mudah untuk ditunjukkan dengan percobaan.
Inti teori Maxwell mengenai gelombang elektromagnetik adalah:
a. Perubahan medan listrik dapat menghasilkan medan magnet.
b. Cahaya termasuk gelombang elektromagnetik.
Sebagai gambaran untuk membuktikan hipotesis Maxwell perhatikan uraian berikut.

Gambar 1. Dua Bola Isolator yang Berbeda Muatan

7
Gambar di atas memperlihatkan adanya dua bola isolator. Bola isolator yang satu
diberi muatan positif dan bola isolator lainnya diberi muatan negatif. Kedua bola tersebut
lalu diikatkan pada pegas. Apabila kedua bola tersebut digetarkan, maka jarak kedua bola
bermuatan itu berubah-ubah terhadap waktu. Perubahan jarak kedua muatan
memperlihatkan adanya perubahan medan listrik yang ditimbulkan. Dengan perubahan
medan listrik ini, Maxwell meyakini akan terjadi perubahan medan magnet. Medan
magnet yang terjadi akan mengalami perubahan terhadap waktu.

Suatu perubahan medan magnet dapat menimbulkan medan listrik. Perubahan-


perubahan medan magnet serta medan listrik itu dapat terjadi secara berkala dan berantai
yang mampu menjalar ke segala arah. Perubahan medan magnet dan medan listrik yang
berkala dan menjalar ini, lazimnya disebut dengan gelombang. Gejala tersebut dapat
dinamakan sebagai gelombang elektromagnetik. Penggambaran perambatan dari suatu
gelombang elektomagnetik diperlihatkan pada gambar berikut.

Gambar 3. Rambatan gelombang elektromagnetik

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa besar medan listrik bisa berubah-ubah
(ditunjukkan oleh simpangan gelombang E) dan besar medan magnet juga bisa berubah-
ubah (ditunjukkan oleh simpangan gelombang B). Maxwell ternyata tidak hanya mampu
meramalkan adanya gelombang elektromagnetik, tetapi ia juga mampu menghitung cepat
rambat gelombang elektomagnetik. Menurut perhitungan, cepat rambat (c) dari
gelombang ini hanya bergantung pada dua besaran yaitu permitivitas listrik εo dan
permeabilitas magnet μo yang jika dibuat persamaan akan menjadi:

1
𝑐=
√𝜀0 𝜇0

8
εo = 8,85 x 10-12 C2/Nm2

μo = 4π x 10-7 wb/Am

Jika nilai tersebut itu dimasukkan dalam persamaan di atas, maka akan diperoleh nilai c
sebesar 3 x 108 m/s

Oleh sebab itu Maxwell memiliki cukup alasan untuk menganggap cahaya adalah
gelombang elektromagnetik. Konsep gelombang elektromagnetik ini lalu digunakan
sebagai penyokong teori Huygens tentang cahaya sebagai gerak gelombang. Namun
teori ini tidak dapat diakui tanpa adanya praktikum yang pasti.

Heinrich Rudolf Hertz (1886-1888), pertama kali membuktikan teori Maxwell


melalui eksperimen. Hertz memperagakan bahwa radiasi radio memiliki seluruh
properti gelombang (sekarang disebut gelombang Hertzian), dan menemukan bahwa
persamaan elektromagnetik dapat diformulasikan ke persamaan turunan partial yang
bisa disebut sebagai persamaan gelombang. Secara teori, Hertz menyadari bahwa
gelombang elektromagnetik yang dinyatakan oleh Maxwell merupakan gabungan dari
gelombang listrik dan gelombang magnetik secara saling tegak lurus satu sama lain.
Begitu pula dengan arah geraknya. Karena gelombang tersebut mengandung gelombang
listrik, maka Hertz mencoba membuktikan keberadaan gelombang elektromagnetik
tersebut melalui keberadaan gelombang listriknya yang diradiasikan oleh suatu
rangkaian pemancar.

Pada percobaannya, sebagai penghasil gelombang digunakan alat yang serupa


dengan induktor Ruhmkoff. Perhatikan gambar di bawah ini.

Gambar 2. Perambatan gelombang elektromagnetik

9
Jika P digerakkan secara berkala (digetarkan), maka terjadi getaran pada
rangkaian kawat Q yang nampak sebagai loncatan bunga api di A. Jika kawat B yang
tidak bermuatan didekatkan dengan A ternyata di B terjadi juga loncatan bunga api.
Kejadian ini menunjukkan bahwa ada pemindahan energi (perambatan) elektromagnetik
dari A ke B. Gelombang elektromagnetik merupakan suatu bentuk energi, energi ini
umumnya dihasilkan oleh elektron-elektron yang bergetar. Secara teori, dari percikan
yang muncul akan dihasilkan gelombang elektromagnetik. Hasilnya, pada rangkaian
loop penerima yang hanya terdiri dari kawat berbentuk lingkaran yang tanpa diberikan
sumber tegangan apapun, ternyata muncul percikan listrik pada gapnya. Kejadian ini
menandakan adanya listrik yang mengalir melalui radiasi suatu benda yang akhirnya
dihantarkan pada suatu loop. Karena merasa belum puas, Hertz mencoba untuk
menghitung frekuensi pada loop. Ternyata frekuensi yang dihasilkan dari loop ini sama
dengan frekuensi pemancar. Ini artinya listrik pada loop berasal dari pemancar itu
sendiri. Dengan ini terbuktilah adanya radiasi gelombang elektromagnetik Maxwell dan
akhirnya Heinrich Rudolf Hertz ditetapkan sebagai penemu dari gelombang
elektromagnetik karena telah berhasil membuktikannya

2. Dasar Filsafat Penemuan Gelombang Elektromagnetik


 Idealisme
Maxwell menyatakan persamaan atau teorinya yang cukup mengejutkan dunia
Fisika yaitu berupa gelombang elektromagnetik. Namun, pada saat itu idenya
belum dapat dibuktikan. Kejadian ini merupakan suatu bentuk aliran idealisme
berpengaruh terhadap perkembangan penemuan suatu gelombang elektromagnetik.
Karena pada saat itu, Maxwell hanya mengemukakan pemikiran mengenai adanya
gelombang elektromagnetik melalui hipotesis, dan belum bisa membuktikannya
melalui percobaan.
 Esensialisme
Filsafat Esensialisme, masih menggunakan kebudayaan ataupun pemikiran
masa lalu umtu digunanakn pada masa sekarang. Perkembangan konsep gelombang
elektromagnetik ini dipengaruhi oleh aliran esensialisme. Hal ini diindikasikan dari
penggunaan pemikiran penemu listrik sebelumnya oleh Maxwell, sehingga

10
Maxwell bisa menemukan suatu ide bahwa gelombang magnet juga didapatkan dari
pergerakan medan listrik, yang akhirnya menciptakan gelombang elektromagnetik.
Selain itu, pikiran Maxwell tentang gelombang elektromagnetik digunakan oleh
Hertz yang kemudian menjadi salah satu dasar percobaan yang ia lakukan agar dia
bisa membuktikan adanya gelombang elektromagnetik.
 Empirisme
Aliran empirisme berpengaruh pada Hertz saat dia melakukan percobaan. Saat
melakukan percobaan Hertz mengamati adanya percikan pada gap loop penerima
yang tidak diberi tegangan. Berdasarkan hal ini, secara teori dari percikan yang
muncul akan dihasilkan gelombang elektromagnetik. Namun, Hertz masih belum
merasa puas dari hasil pengamatannya, Hertz kemudian mencoba untuk
menghitung frekuensi pada loop. Ternyata frekuensi yang dihasilkan sama dengan
frekuensi pemancar. Ini artinya listrik pada loop berasal dari pemancar itu sendiri.
Dengan ini terbuktilah adanya radiasi gelombang elektromagnetik Maxwell

3. Implikasi dalam Pembelajaran Fisika


Materi Gelombang Elektromagnetik adalah materi baru dan materi perpaduan dari
kemagnetan dan kelistrikan. Pada tahap ini, filsafat esensialisme dapat digunakan dalam
pembelajaran, yaitu siswa mempelajari materi gelombang elektromagnetik setelah
sebelumnya mereka memiliki pengetahuan dasar tentang kemagnet dan dan kelistrikan
dalam bentuk hukum Couloumb, hukum Biot-Savart, dan Induksi Faraday. Dimana
ketiga hukum dasar ini telah mengungkapkan tiga gejala kelistrikan, yaitu,
1) Hukum Coloumb yang menggambarkan dimana muatan listrik dapat menghasilkan
medan listrik di sekitarnya.
2) Hukum Biot-Savart dimana, aliran muatan (arus) listrik menghasilkan medan magnet
di sekitarnya.
3) Hukum induksi Faraday, dimana perubahan medan magnet menghasilkan medan
listrik dengan aturan tertentu.
Sesuai dengan proses penemuan GEM, berdasarkan filsafat idealisme, guru dapat
memunculkan pertanyaan seperti yang dilakukan oleh Maxwell kepada siswa yaitu, “Jika
terdapat perubahan medan magnet yang menghasilkan medan listrik, lalu mengapa

11
perubahan medan listrik tidak dapat menghasilkan medan magnet?” Lalu guru dapat
menampilkan suatu animasi untuk bisa menejelaskan teori Maxwell dan mampu
membuat siswa lebih paham.
Selanjutnya berdasarkan filsafat empirisme yang dilakukan oleh Hertz untuk
membuktikan hipotesis Maxwell, siswa kemudian melakukan percobaan untuk bisa
menunjukkan gejala perambatan gelombang elektromagnetik serta mengukur besarnya
frekuensi pada loop dan pemancar dengan menggunakan induktor Ruhmkoff. Setelah itu,
guru memberikan pertanyaan bantuan kepada siswa “Apakah memang benar radiasi itu
berasal dari pemancar (induktor Ruhmkoff) dan bukan berasal dari sumber lain?” lalu
siswa lalu akan mencari jawaban atas pertanyaan ini dan akan mengukur besarnya
frekuensi pada indktor Ruhmkoff dan pada loop untuk membuktikan hal tersebut. Sesuai
dengan percobaan yang dilakukan oleh Hertz, ternyata frekuensi loop yang dihasilkan
sama dengan frekuensi pemancar. Hal ini berarti radiasi gelombang pada loop berasal
dari pemancar (induktor Ruhmkoff) itu sendiri
Namun, pada konsep ini, siswa cenderung diarahkan untk mengukur frekuensi
suara dan cahaya. Mengukur hal ini, tentunya bukan hal yang mudah. Pengukuran kedua
hal tersebut cukup sulit jika ditampilkan dalam kondisi lab sederhana. Terdapat kondisi-
kondisi lab tertentu yang harus dipenuhi untuk bisa menemukan sebuah konsep
gelombang elektromagnetik. Sehingga, dalam hal ini siswa akan diajak berpikir secara
abstrak dan dengan bantuan visualisasi bisa berupa animasi atau lab virtual untuk
memudahkan siswa memahami konsep. Namun dalam penggunaan virtual lab ini, siswa
harus ditekankan bahwa bantuan ini hanyalah sekedar bantuan untuk memudahkan siswa
membayangkan kondisi sebenarnya, bukan sebagai keadaan konsep tersebut secara real
atau nyata

C. Efek Doppler
1. Sejarah Ditemukannya Efek Doppler
Penemuan efek Doppler bermula disaat Christian Doppler masuk ke Royal
Society Bohemian di Praha. Pada tanggal 25 Mei 1842, Doppler yang saat itu sebagai
professor matematika dan geometri praktis di Institut Teknis Praha. Doppler pertama
kali mempresentasikan teorinya pada tahun 1842 dalam monograf berjudul “Ueber das

12
Farbige Licht der Doppelsterne und Einiger Anderer Gestirne des Himmels”.
Hipotesisnya tentang bunyi ini diuji pertama kali oleh ilmuwan Belanda bernama
Christoph Hendrik Diederik Buys Ballot pada tahun 1845. Doppler menyatakan bahwa
bunyi akan terdengar lebih tinggi daripada frekuensi yang dipancarkannya ketika
sumber bunyi tersebut mendekati pendengar. Sebaliknya, bunyi akan terdengar lebih
rendah daripada frekuensi yang dipancarkannya ketika sumber bunyi menjauhi
pendengar.
Doppler mengamati dan mengungkapkan prinsip dari pengamatan fenomena
alam. Dia menulis” Kami tahu dari pengalaman umum bahwa sebuah kapal dari
rancangan agak tinggi yang mengarahkan ke arah gelombang mendekat harus
menerima, dalam periode waktu yang sama, gelombang lebih dan dengan dampak yang
lebih besar dari satu yang tidak bergerak atau bahkan bergerak sepanjang arah. Jika ini
berlaku untuk gelombang air, lalu mengapa tidak juga diterapkan dengan modifikasi
yang diperlukan untuk gelombang udara dan eter?”
Pada tahun 1845, Doppler merancang percobaan menggunakan dua kelompok
nafiri, yang semuanya memiliki pitch yang sempurna. Satu kelompok dibentuk di
sebuah stasiun kereta api, sementara yang satunya berada pada mobil yang ditarik oleh
kereta melewati stasiun. Kedua kelompok tersebut kemudian memainkan musik yang
sama, dan teori Doppler menyatakan bahwa suara akan terdengar dengan frekuensi yang
berbeda. Hal tersebut ternyata benar, suara-suara itu terdengar berbeda, meskipun kedua
kelompok memainkan musik yang sama. Pada tahun 1846, Doppler menerbitkan revisi
dari prinsip sebelumnya dan prinsip yang dihasilkan adalah yang kita kenal dengan
sebutan Efek Doppler.
Melalui dalilnya, Doppler meyakini bahwa frekuensi sebuah gelombang
bergantung pada kecepatan relatif dari sumber dan pengamat. Kemudian dia juga
menggunakan konsep ini untuk menjelaskan pewarnaan bintang biner. Dia berteori
bahwa, karena nada suara dari sumber bergerak bervariasi untuk pengamat stasioner,
warna cahaya dari sebuah bintang harus berubah sesuai dengan kecepatan bintang
relative terhadap bumi. Dia menyatakan bahwa sebuah bintang memancarkan cahaya
putih dan bahwa warna beberapa bintang adalah karena gerakan mereka menuju atau
jauh dari bumi.

13
Konsep Doppler tersebut segera mendapat sambutan dari para ilmuwan masa itu
termasuk Bernard Bolzano yang telah menerapkan teori Doppler untuk bidang
astronomi, fisika, penerbangan, meteorologi, dan ilmu kesehatan. Selain Doppler, ada
juga Hippolyte Fizeau yang menemukan fenomena yang sama seperti yang ditemukan
Doppler pada gelombang elektromagnetik pada tahun 1848 (di Perancis, efek ini
terkadang disebut "Effect Doppler-Fizeau”). John Scott Russel membuat semacam
eksperimen pembelajaran terhadap efek Doppler ini pada tahun 1848.
Konsep efek Doppler menyatakan bahwa bila sebuah sumber bunyi dan seorang
pendengar bergerak relatif terhadap satu sama lain maka frekuensi bunyi yang didengar
oleh pendengar itu tidak sama dengan ferkuensi sumber. Untuk menganalisis efek
Doppler pada bunyi, kita akan mengerjakan hubungan antara pergeseran frekuensi dan
kecepatan sumber dan pendengaran relatif terhadap medium (biasanya udara) yang
dilalui perambatan gelombang bunyi. Untuk menyederhanakannya, kita hanya meninjau
kasus khusus dimana kecepatan sumber dan pendengar keduanya terletak sepanjang
garis yang menghubungkan keduanya. Misalkanlah Vs dan VL sebagai komponen
kecepatan sepanjang garis itu masing-masing untuk sumber dan pendengar, relatif
terhadap medium. Kita memilih arah positif untuk Vs dan VL sebagai arah dari
pendengar L menuju sumber S. Laju bunyi relatif terhadap medium, v, selalu dianggap
positif.

2. Filsafat yang Mendasari


Teori yang dikemukakan oleh Christian Doppler berdasarkan pengamatan
mengenai gelombang air laut dan warna cahaya bintang. Hal ini menunjukkan bahwa
proses penemuan oleh Doppler diawali dari pengamatan nyata yang ada di alam. Oleh
karena itu, filsafat yang mendasari penemuan Efek Doppler adalah aliran realisme.
Selain didasari oleh aliran realisme, proses penemuan Efek Doppler juga
dipengaruhi oleh aliran empirisme. Teori yang disampaikan Doppler dibuktikan melalui
eksperimen oleh Christoph Hendrik Diederik Buys Ballot pada tahun 1845, dan
kemudian Doppler merancang percobaannya sendiri pada tahun 1845. Hal ini
menunjukkan bahwa ilmu ini ditemukan dengan dilandasi aliran filsafat empirisme,

14
terbukti dengan serangkaian percobaan yang dilakukan untuk membangun sebuah
pengetahuan.
Proses penemuan Efek Doppler juga dipengaruhi oleh filsafat idealisme. Hal ini
karena Christoph Hendrik Diederik Buys Ballot mengawali melakukan percobaan
berdasarkan pada hipotesis yang diajukan oleh Doppler. Sesuai dengan filsafat
idealisme, bahwa pengetahuan yang diperoleh berdasar dari hipotesis, asumsi, atau teori
yang diajukan oleh seseorang.

3. Implikasi dalam Pembelajaran


Sesuai dengan filsafat dan proses dari penemuan Efek Doppler, siswa diarahkan
untuk menyusun hipotesis atau ide pemikiran awal terkait dengan frekuensi bunyi.
Siswa dipandu untuk membuat hipotesis tentang bagaimana frekuensi bunyi ketika
sumber menjauh dan bagaimana frekuensi bunyi ketika sumber mendekat. Sebagaimana
hipotesis ini muncul dalam benak Doppler melalui fenomena alam, maka hal ini dapat
diterapkan juga pada siswa melalui observasi langsung seperti yang dilakukan oleh
Doppler atau pemaparan fenomena alam dengan cerita, tayangan video atau animasi.
Setelah melakukan observasi atau demonstrasi sehingga dapat memunculkan
hipotesis, selanjutnya guru mengatur lingkungan belajar siswa agar dapat melakukan
percobaan untuk menguji hipotesis yang telah mereka buat. Percobaan dapat dilakukan
secara langsung atau dapat melalui simulasi komputer. Pada akhir pembelajaran, guru
memberikan penguatan kepada siswa tentang formulasi efek Doppler.
Berdasarkan uraian di atas, maka model pembelajaran yang sebaiknya
diterapkan adalah model pembelajaran induktif. Model pembelajaran tersebut harus
memfasilitasi siswa untuk mengungkapkan gagasan, melakukan pengamatan, dan
melakukan percobaan. Salah satu contoh model pembelajaran yang bisa digunakan
adalah inkuiri, group investigation, atau direct instruction.

D. Analisis Artikel
Judul Artikel : The Teaching of Doppler Effect at Grade 12- Teacher’s Content
Knowledge
Penulis : Silvio Leccia, Arturo Colantonio, Emanuella Puddu, Silvia Galano and

15
Italo Testa
Sumber : Mosabala M.S., Vol 5 No 14 Mediterranean Journal of Social Sciences
Dipublikasikan Juli 2014 • © 2015 MCSER Publishing, Rome-Italy
Artikel ini menyelidiki pengetahuan guru sains di sekolah tinggi untuk mengajarkan
Efek Doppler pada kelas 12. Topik ini baru dalam kurikulum Nasional Ilmu Fisika dan
karena itu menimbulkan beberapa kesulitan guru saat mengajarkannya. Tujuan makalah ini
adalah untuk mengetahui pengetahuan yang dimiliki guru agar bisa mengajar topik yang
tidak biasa ini. Pertanyaan penelitian tentang pengetahuan konten apa yang harus diajarkan
guru berpengalaman dijawab dalam tulisan ini. Seorang guru diwawancarai dan diamati saat
mengajar.
Artikel ini untuk menyelidiki konten pengetahuan yang dimiliki guru dalam rangka
mengajarkan konsep yang tidak biasa ini. Kertas ini bermaksud untuk menjawab pertanyaan
berikut:
• Apa pengalaman guru mempengaruhi pengetahuanya dalam Efek Doppler?
Efek Doppler
Konsep Doppler sudah familiar karena peserta didik mengalaminya dalam
pengalaman sehari-hari mereka namun masih abstrak karena penjelasannya tidak selalu
tersedia bagi peserta didik atau mudah divisualisasikan. Kesulitan topic ini berasal dari fakta
bahwa ombak tidak terlihat dan representasi biasanya terbatas pada statis figur fenomena,
yang menurut definisi melibatkan gerakan (Kempston, 2010).
Miskonsepsi tentang Efek Doppler pada peserta didik adalah frekuensi meningkat
saat sumber bergerak relatif dekat dengan pengamat (Kempston, 2010; Viennot & Leroy-
Bury, 2004). Yang meningkat adalah intensitas suara yang sering mengarah ke kesalahan.
Penelitian ini menggunakan peta konsep sebagai alat analisis. Concept Maps adalah
metode organisasi grafis yang dimaksudkan untuk mengeksplorasi pengetahuan individu
atau pemahaman tentang topik yang bermasalah (Kagan, 1990; Novak dan Gowin, 1984).
Adamczyk dan Wilson (1996) berpendapat bahwa, peta konsep menunjukkan pemahaman
dasar tentang konten seseorang, kesenjangan dalam pengetahuan dan kesalahpahaman yang
bisa dinilai. Peta konsep guru dimaksudkan untuk mendiagnosis seberapa banyak yang dia
ketahui tentang Efek Doppler, karena ini adalah topik yang relatif baru. Samaras & Freese

16
(2006) berpendapat bahwa peta konsep bersifat alat kognitif yang memungkinkan seseorang
untuk menunjukkan hubungan konseptual antara konsep.
Data dikumpulkan dengan menggunakan wawancara semi terstruktur dan observasi
pelajaran menggunakan video untuk tujuan triangulasi. Wawancara dilakukan di sekolah Mr
Liephe di kelasnya sebelum pelajaran pertama dan sesudahnya pelajaran terakhir. Setiap
wawancara memakan waktu sekitar dua puluh menit dan dicatat di kaset video.
Setelah dilakukan pencatatan pada kaset video, kaset tersebut lalu didiskusikan
dengan para pakar di bidang fisika untuk memperbaiki apa yang dijelaskan di mind map
yang telah dibuat. Konsep yang telah selesei lalu dinilai dengan rubrik yang digunakan oleh
Rollnick, Mundalamo dan Booth (2008). Hasil yang didapatkan adalah, guru sendiri juga
mengalami misskonsepsi tentang Efek Doppler, dimana menurut guru Efek Doppler
disebabkan oleh jarak pendengar dan sumber. Memudar atau tidaknya suaru tidak
bergantung pada tinggi rendahnya frekuensi suara, namun hal ini bergantung pada intensitas
suara. Berdasarkan peta konsep yang ditampilkan

17
Sedikitnya lintas link yang dituliskan oleh guru, bisa menandakan bahwa guru
tersebut tidak memiliki pemahaman yang jelas bagaimana konsep tersebut saling terkait satu
sama lain. Guru juga tidak memiliki pemahaman konseptual tentang topik secara
keseluruhan. Hal ini menandakan bahwa seberapa banyaknya pengalaman guru, tetap
mereka sekali-kali harus meninjau tentang konsep yang mereka kuasai agar tidak terjadi
misskonsepsi seperti ini.
Berdasarkan filsafat dalam penemuan Efek Doppler, apa yang dilakukan oleh guru
tersebut sudah cocok, dalam memasukkan pemahaman kedalam benak siswa. Guru
mengajarkan efek Doppler dengan menggunakan video kepada siswa. Menurut filsafat
idealisme, guru seharusnya memberikan suatu ide kepada siswa terlebih dahulu, namun pada
penelitian ini guru tersebut tidak melakukannya. Guru langsung memberikan suatu video
penjelasan untuk di investigasi siswa. Pemberian video ini sudah cocok dengan filsafat
realisme, namun jauh lebih baik apabila guru menampilkan suatu animasi kepada siswa,

18
sebagai bentuk penerapan dari filsafat empirisme yang sama seperti penemu menemukan
konsep Efek Doppler. Siswa kemudian disuruh meneliti tersendiri, melakukan presentasi.
Baru setelah itu guru memberikan suatu penjelasan tambahan belakang dalam bentuk peta
konsep, sebagai bentuk penjelasan akhir dan suatu bentuk konfirmasi atau pengetahuan yang
didapatkan oleh siswa.

19
BAB III
PENUTUP

Proses penemuan konsep dalam fisika memiliki banyak cara dan langkah. Masing-masing
ilmuwan di jaman dahulu memiliki caranya masing-masing hingga akhirnya mampu
merumuskan suatu persamaan untuk dapat menjelaskan fenomena alam dalam konsep fisika.
Tentu semua proses penemuan itu tidak terlepas dari adanya berbagai pemikiran filsafat yang
mendasari. Diantaranya adalah filsafat empirisme, idealisme, esensialisme dan lain-lain.
Berdasarkan paparan ketiga konsep bunyi dan gelombang, seperti Hukum Melde,
Gelombang Elektromagnetik, dan Efek Doppler kita dapat memahami siapa saja ilmuwan yang
berpengaruh dalam penemuan masing-masing konsep tersebut. Tidak jarang dalam sebuah
konsep memiliki banyak ilmuwan yang mencetuskan, namun seringkali tidak terlihat karena
pada saat itu belum mampu mengungkapkan dalam bentuk matematika, atau belum dapat
dibuktikan secara eksperimen.
Beberapa hal yang dapat dimanfaatkan dalam paparan penemuan konsep antara lain
untuk memudahkan para pengajar menyampaikan materi sebagaimana cara penemu di jaman
dahulu mengungkapkan konsep tersebut. Sehingga diharapkan pemahaman siswa lebih
mendalam dan konsep dapat dipahami dengan kuat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Awad, N., & Barak, M. (2014). Sound , Waves and Communication : Students ’ Achievements
and Motivation in Learning a STEM-Oriented Program, (December), 1959–1968.
Coman, I. M. (2005). Christian Andreas Doppler e the man and his legacy, 7–10.
http://doi.org/10.1016/j.euje.2004.06.004
Halliday, D., Resnick R., & Walker J. 2011. Fundamental Of Physics. United States of America:
John Wiley & Sony, Inc.
http://www.rumus-fisika.com/2014/03/hipotesis-maxwell.html diakses pada 15 November 2016
http://www.penemu.com/fisika/teknologi diakses pada 15 November 2016
Serway, Jewett. 2004. Fisika untuk Teknik. Jakarta: Erlangga.
Sungkowo, Bambang Tahan.1982. Sejarah Perkembangan Fisika. Malang: Ikip Malang.
Young, Hough D dan Freedman, Roger A. 2001. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.

21

Anda mungkin juga menyukai