Referat Rheumatoid Arthritis
Referat Rheumatoid Arthritis
REFERAT
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
ARTRITIS REUMATOID
Oleh
Muhammad Fadlan Adam
NIM. 1910027012
Dosen Pembimbing
dr. Yudanti Riastiti, M. Kes., Sp.Rad
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat tentang “Artritis
Reumatoid”. Referat ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Yudanti
Riastiti, M. Kes, Sp.Rad selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
banyak bimbingan, perbaikan dan saran penulis sehingga referat ini dapat
diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari masih terdapat banyak ketidak
sempurnaan dalam referat ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran
demi penyempurnaan referat ini. Akhir kata penulis berharap semoga referat ini
menjadi ilmu bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis,
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………………………..2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………….4
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 4
1.2 Tujuan ....................................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………………………….6
2.1 Definisi...................................................................................................................... 6
2.2 Anatomi Sendi .......................................................................................................... 6
2.3 Etiologi...................................................................................................................... 8
2.4 Patogenesis................................................................................................................ 9
2.5 Manifestasi Klinis ..................................................................................................... 9
2.6 Diagnosis................................................................................................................. 11
2.7 Gambaran Radiologi ............................................................................................... 12
2.7 Diagnosis Banding .................................................................................................. 22
2.8 Penatalaksanaan ...................................................................................................... 28
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………..30
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
dan dapat positif pada penyakit lain seperti artritis reaktif, penyakit autoimun
lainnya, infeksi, atau keganasan, serta pada subjek sehat. Antibodi yang lebih
baru, terutama ACCP memiliki spesifitas yang lebih tinggi untuk AR dan juga
terkait prognosis yang lebih buruk. Namun 20% dari pasien tetap seronegatif.
Maka dari itu, diagnosis dini juga didasarkan pada pemeriksaan klinis dan teknik
pencitraan5.
Dalam praktik klinis, diagnosis dan tindak lanjut AR didasarkan pada
radiografi konvensional, meskipun memiliki keterbatasannya dibandingkan USG
atau MRI. Peran MRI dan USG dalam praktik klinis masih perlu ditentukan.
Dalam penelitian, USG dan MRI memiliki banyak keuntungan, terutama
sensitivitas yang lebih tinggi. Namun, efektivitas biaya bersama dengan spesifitas
yang lebih rendah karena tumpang tindih dalam diagnosis dini dengan penyakit
inflamasi lainnya, tetapi juga dengan populasi asimptomatik, menetapkan bahwa
radiografi konvensional masih dianggap dalam praktek klinis metode radiologis
utama untuk diagnosis dan tindak lanjut AR6,7,8.
Mortalitas AR meningkat akibat adanya komplikasi kardiovaskular,
infeksi, penyakit ginjal, keganasan dan adanya komorbiditas. Maka dari itu,
menegakan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin penting dilakukan agar
dapat menurunkan progresifitas penyakit1. Selain itu juga penting mempelajari
gambaran radiologi reumatoid artritis dan membedakan dengan penyakit lainnya
yang bermanifestasi di sendi seperti osteoarthritis, psoriatik artritis dan gout
artritis.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang artritis
reumatoid dari definisi, etiologi, manifestasi klinis dan penegakan diagnosa serta
penatalaksanaan untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan secara umum
mengenai artritis reumatoid. Adapun tujuan secara khususnya adalah untuk
mengetahui gambaran radiologi yang khas pada artritis reumatoid sehingga dapat
mempermudah menegakkan diagnosis serta membedakan gambaran radiologi
artritis reumatoid dengan diagnosis banding lainnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Artritis reumatoid didefinisikan sebagai poliarthritis kronis akibat adanya
inflamasi, kongesti, dan proliferasi sinovium, yang menyebabkan erosi tulang
dengan destruksi pada kartilago9. Artritis reumatoid (AR) adalah penyakit
autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana
sendi merupakan target utama1.
6
Sendi juga diklasifikasikan berdasarkan sifat dan bentuk khusus dari
jaringan ikat yang ada. Kedua klasifikasi tersebut saling terkait karena arsitektur
dan konstruksi jaringan sendi menentukan mobilitas relatif mereka. Selaput
berserat atau tulang rawan (syndesmoses atau synchondroses) menghubungkan
ujung tulang dari sendi yang tidak bergerak atau sedikit bergerak. Sebaliknya
komponen bertulang bagian sendi yang dapat bergerak, meskipun ditutupi oleh
tulang rawan hialin, sepenuhnya tertutup oleh rongga sendi yang dilapisi oleh
membran sinovial (sendi sinovial atau diarthrodial)10.
7
2.3 Etiologi
Penyebab AR masih belum diketahui. Beberapa virus dan bakteri diduga
menginfeksi sel induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respons sel T
sehingga mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan agen
infeksi yang secara nyata terbukti sebagai penyakit. Protein heat shock (HSP)
merupakan keluarga protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies sebagai
respons terhadap stress. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino
homolog. HSP tertentu manusia dan HSP mikobakterium tuberculosis mempunyai
65% untaian homolog. Hipotesisnya adalah antibodi dan sel T mengenali epitop
HSP pada agen infeksi dan sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit
dengan sel host sehingga mencetuskan reaksi imunologis. Mekanisme ini dikenal
sebagai kemiripan molekul (molecular mimicry)1,4.
Penelitian terakhir mencoba memfokuskan peran superantigen yang
dihasilkan oleh sejumlah mikroorganisme, termasuk stafilokokus, streptokokus,
dan Mycoplasma arthritidis. Superantigen adalah protein yang memiliki kapasitas
berikatan dengan molekul HLA-DR dan segmen Vβ. Peran superantigen dalam
etiologi AR masih spekulatif. Selain itu beberapa faktor risiko yang berhubungan
dengan peningkatan terjadinya AR antara lain jenis kelamin perempuan, ada
riwayat keluarga yang menderita AR, umur lebih tua, paparan salisilat dan
merokok1,4.
8
Kajian atas keluarga mengisyaratkan adanya predisposisi genetik.
Misalnya, AR berat ditemukan kurang lebih empat kali lipat lebih sering pada
anggota keluarga tingkat pertama individu dengan seropositif dibandingkan
populasi umum. Peran pengaruh genetik dalam etiologi AR dipastikan oleh
pembuktian adanya asosiasi dengan produk gena kompleks histokompatibilitas
mayor kelas II HLA-DR44. Prevalensi AR lebih besar pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga hormon seks juga berperan dalam
perkembangan penyakit ini1
2.4 Patogenesis
Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblast
sinovial setelah adanya faktor pencetus, berupa auto imun atau infeksi. Limfosit
menginfiltrasi daerah perivascular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang
selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat
mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi
pertumbuhan yang irregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi
sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak rawan
sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan faktor
pertumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi
sistemik1.
9
atau beberapa sendi saja. Walaupun tanda kardinal inflamasi (nyeri, bengkak,
kemerahan dan teraba hangat) mungkin ditemukan pada awal penyakit atau
selama kekambuhan, namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak
dijumpai pada AR yang kronik. Penyebab artritis pada AR adalah sinovitis, yaitu
adanya inflamasi pada membran sinovial yang membungkus sendi. Pada
umumnya sendi yang terkena adalah persendian tangan, kaki dan vertebra sevikal,
tetapi persendian besar seperti bahu dan lutut juga bisa terkena. Sendi yang
terlibat pada umumnnya simetris, meskipun pada presentasi awal bisa tidak
simetris1.
Daerah-daerah khusus yang terlibat:
1. Tangan: sendi metakarpofalang (MCP) dan interfalang proksimal (PIP) adalah
yang paling sering terkena, sedangkan sendi interfalang distal jarang terlibat.
Kelainan-kelainan yang meliputi pembengkakan jaringan lunak dan subluksasi
pada sendi-sendi MCP:
a. Deformitas 'Boutonniere': deformitas fleksi pada sendi interfalang proksimal
dan perluasan pada sendi interfalang distal;
b. Deformitas 'swan neck/leher angsa': hiperekstensi pada sendi interfalang
proksimal dan fleksi pada sendi interfalang distal.
2. Kaki: secara umum kelainan menyerupai pada tangan
3. Pergelangan tangan: erosi yang disertai penggabungan tulang karpal.
4. Siku: lokasi yang umum untuk nodul rheumatoid jaringan lunak.
5. Bahu: erosi pada kaput humerus dan sendi akromioklavikula
6. Lutut: penyempitan rongga sendi yang seragam disertai osteoporosis. Kista
Baker merupakan komplikasinya, dengan ruptur yang menyebabkan tanda dan
gejala yang menyerupai tanda dan gejala pada trombosis vena dalam.
7. Tulang belakang servikal: subluksasi, erosi dan gabungan. Subluksasi paling
sering terjadi di sendi atlantoaksial9.
10
Gambar 4. Tahap artritis reumatoid
2.6 Diagnosis
Saat ini diagnosis AR di Indonesia mengacu pada kriteria diagnosis menurut
American College of Rheumatology/European League Against Rheumatism 2010,
dengan skor >6 diklasifikasikan menjadi pasien definitif AR3,11.
Pasien dengan erosi sendi yang khas AR dengan riwayat penyakit yang
cocok untuk kriteria sebelumnya diklasifikasikan sebagai AR. Pasien dengan
penyakit yang lama termasuk penyakit tidak aktif (dengan atau tanpa pengobatan)
yang berdasarkan data-data sebelumnya didiagnosis AR hendaknya tetap
diklasifikasikan sebagai AR. Pada pasien dengan skor <6 dan tidak
diklasifikasikan sebagai AR, kondisinya dapat dinilai kembali dan mungkin
kriterianya dapat terpenuhi seiring berjalannya waktu3.
Terkenanya sendi adalah adanya bengkak atau nyeri sendi pada
pemeriksaan yang dapat didukung oleh adanya bukti sinovitis secara pencitraan.
11
Sendi besar diantaranya bahu, siku, lutut, pangkal paha dan pergelangan kaki.
Sendi kecil diantaranya MCP, PIP MTP II-V, IP ibu jari dan pergelangan tangan.
Hasil laboratorium negatif adalah nilai yang kurang atau sama dengan batas atas
ambang batas normal; positif rendah adalah nilai yang lebih tinggi dari batas
normal tapi sama atau kurang dari 3 kali nilai tersebut; positif tinggi adalah nilai
yang lebih tinggi dari 3 kali batas atas. Jika RF hanya diketahui positif atau
negatif, maka positif harus dianggap sebagai positif rendah. Lamanya sakit adalah
keluhan pasien tentang lamanya keluhan atau tanda sinovitis (nyeri, bengkak atau
nyeri pada perabaan)3.
12
Gambar 6. (A) Foto polos wrist menunjukan pembengkakan jaringan lunak dan
osteoporosis periartikular. (B) Foto polos tangan dengan pembengkakan jaringan lunak
pada jari kedua dan ketiga dengan kehilangan kartilago pada PIP.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
13
Gambar 8. (A) Film polos siku lateral yang menunjukkan efusi sendi pada relung
posterior dan anterior dengan perpindahan tepukan lemak. (B) Correponding sagittal spin
echo (FSE) T1-weight dengan saturasi lemak setelah injek Gadolinium mengkonfirmasi
efusi sendi dan peningkatan sinovial.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
Gambar 9. (A) Foto polos tangan dengan nodul reumatoid di sisi radial lateral sendi PIP
dan MCP pada jari kedua, dan sisi lateral ulnaris dari sendi PIP dan MCP dari jari
kelima. (B) Foto polos kaki dengan nodul reumatoid di sisi lateral sendi MTP dari jari
kelima yang berdekatan dengan erosi sisi lateral di kepala MT. Erosi lain terlihat di
kepala metatarsal pertama, kedua dan ketiga.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
14
Osteoporosis
Gambar 10. (A) Foto polos pergelangan tangan dengan osteoporosis periartikular
pada MCP dan PIP. (B) Foto polos kaki dengan osteoporosis periartikular pada sendi
MTP pada jari kedua.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
Erosi
Erosi adalah gangguan kortikal kecil dengan paparan tulang kanselus dan
merupakan kunci dalam mendiagnosis AR. Erosi berkembang lebih awal, dimulai
di zona area kosong seperti yang disebutkan sebelumnya, dan meluas ke pusat.
Erosi juga terjadi pada perlekatan tendon dan ligament pada tulang, enthesis,
tetapi juga dapat dilihat di tempat spesifik seperti ulnar styloid, MCP, MTF atau
PIP. Erosi tulang hanya terdeteksi pada radiografi konvensional ketika sejumlah
besar tulang dihancurkan dan karenanya terdeteksi relatif terlambat pada
radiografi konvensional, terutama dibandingkan dengan computed tomography
(CT) atau MRI5.
15
Gambar 11. Foto polos kaki fase awal AR dengan erosi marjinal dari sendi MTP
pertama, ketiga, kelima dengan pembengkakan jaringan lunak berdekatan dengan sendi
MTP dari jari kelima.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
Gambar 12. Gambaran MRI menunjukkan sebuah erosi pada bare area pada base phalang
proksimal ketiga.
Sumber gambar: Somner, et al., 2005
16
Gambar 13. Foto polos tangan dengan deformitas pen-in-cup di IP jari pertama
dan deformitas Boutonniere pada PIP jari kedua.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
Kista Subkondral
Gambar 14. Radiografi pergelangan tangan AR. Ada kista kecil dalam process styloid dan
tulang skafoid. Rongga sendi radiokarpal dipersempit.
Sumber gambar: Somner, et al., 2005
17
Gambar 15. Sebuah subkortikal kista (tanda panah) terlihat dekat di bare area.
Sumber gambar: Somner, et al., 2005
Gambar 16. Foto polos tangan yakni perkembangan kehilangan tulang rawan dan destrukti
progresif pergelangan tangan dalam waktu singkat. (A) Tahap awal normal. (B) Osteoporosis
periartikular dan kehilangan minimal ruang snedi. (C) Ruang sendi berkurang secara nyata dan
mulai keruntuhan karpal. (D) Carpal runtuh dengan hilangnya keselarasan normal, ankyloses
hamate bulan sabit, dan perpindahan ulnaris pada carpus.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
18
Osteolisis
Pada tahap lanjut, proses inflamasi dapat menyebabkan erosi massif dan
mutilasi tulang serta penghancuran struktur jaringan lunak di sekitar sendi5.
Gambar 17. (A) Radiografi AP menunjukkan osteolisis siku yang parah. (B) radiografi
AP bahu dengan lisis kepala humerus dan osteolisis klavikula distal dan osteoporosis
umum.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
Gambar 18. Radiografi tangan menunjukkan deviasi ulnaris pada sendi MCP jari ketiga,
keempat, dan kelima serta deformitas pencil-in-cup pada sendi MCP pada jari pertama
dan kedua.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
19
Gambar 19. Radiografi pergelangan tangan dan tangan PA dengan keterlibatan AR
simetris dengan erosi marginal terutama pada MCP dan sendi radiokarpal.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
Gambar 20. Radiografi kaki AP dari AR tahap lanjut kaki depan, erosi, dan hilangnya
ruang sendi terlihat pada sendi MTP dengan deviasi lateral pada kaki kanan dan dislokasi
sendi MTP pada jari keempat.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
20
Gambar 21. (A) AP lutut dan (B) radiografi tampilan lateral dengan keterlibatan AR,
osteoporosis, penurunan seragam ruang sendi dan efusi sendi.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
Gambar 22. (A) Radiografi bahu AP menunjukkan perubahan awal dengan erosi di
bagian atas dan bawah kepala humerus. (B) Radiografi bahu AP melakukan
penghancuran lanjutan dari kepala humerus dan glenoid dengan penurunan ruang sendi,
erosi besar, dan migrasi superior kepala humerus sebagai tanda tidak langsung dari
robekan rotator cuff
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
21
Gambar 23. Tampilan tulang belakang leher lateral. Erosi kecil pada pelat akhir, dengan
penurunan ruang intervertebralis pada C4-C5, C5-C6, dan C6-C7.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
22
Gambar 25. Foto polos tangan dan kaki (A) Perbedaan distribusi keterlibatan pada tangan
dan pergelangann tangan (1) AR; (2) psoriasis; (3) osteoarthrosis; (4) CPPD deposit; (5)
gout. (B) Perbedaan distribusi keterlibatan pada kaki (1) AR; (2) psoriasis; (3) artritis
reaktif; (4) diabetes; (5) gout.
Artritis Psoriatik
23
Gambar 26. (A) Foto polos kaki (calcaneus) lateral dengan psoriasis ditandai dengan erosi
pada tuberositas posterior. (B) MRI pada saturasi lemak T1 sagital setelah injeksi
gadolinium yang menunjukkan enthesitis Achilles dan insersi plantar fascia.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
Gambar 27. (A) Foto polos tangan pada artritis psoriasis dengan pembengkakan jaringan
lunak jari kedua yang menyebar, jari sosis.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
24
Gambar 28. (A) Foto polos tangan pada artritis psoriasis dengan keterlibatan asimetris
DIP dari jari kedua, keempat, dan kelima.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
Gout Artritis
Gambar 29. Foto polos kaki pada pasien gout kronis. Podagra, atau nyeri sendi MTP
pertama. Sklerosis dan penyempitan ruang sendi pada sendi MTP pertama serta pada
sendi IP keempat. Gambar milik Larry Berent, MD.
Sumber gambar: https://emedicine.medscape.com
25
Artropati CPPD
Deteksi Kristal cairan urat sinovial atau Kristal deposisi kalsium pirofosfat
(CPPD) akan memungkinkan diagnosis artritis pengendapan Kristal. Salah satu
keuntungan radiografi dibandingkan MR adalah kemampuannya mendeteksi
kalsifikasi halus. Kunci untuk diagnosis artropati CPPD adalah adanya
chondrocalcinosis5.
Gambar 30. Foto polos pergelangan tangan chondrocalcinosis dengan kalsifikasi jaringan
lunak, fibrocartilage segitiga, ligament scapholatunate dan lunotriquetal.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
Osteoartritis
26
Gambar 31. Foto polos pergelangan tangan dengan ditandai erosif osteoarthritis dengan
keterlibatan PIP dan sendi DIP yang parah.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
Hemochromatosis
Hemochromatosis adalah kelainan yang menyebabkan peningkatan
penyerapan zat besi usus dan endapan besi sekunder di hati, pankreas, jantung,
dan tulang rawan. Sekitar 50% dari pasien akan mengalami radang sendi sekunder
akibat deposit zat besi di sendi. Manifestasi radiologis mirip dengan artropati AR
atau CPPD. Temuannya adalah pembesaran tulang, penyempitan ruang sendi,
kista subchondral dengan batas sklerotik, osteoporosis, dan osteofit dengan bentuk
kait atau paruh yang khas. Distribusi hemochromatosis adalah polyarticular,
biasanya keterlibatan simetris, terutama dalam MCP, PIP dari jari kedua dan
ketiga. Tidak adanya efusi jaringan lunak, deviasi ulnaris dan lokasi erosi
membantu untuk membedakan artropati hemochromatosis dari AR5.
27
Gambar 32. Foto polos pergelangan tangan dan tangan dengan hemochromatosis dengan
karakteristik osteofit seperti kait di sepanjang aspek radial kedua, ketiga, dan keempat
dari kepala metacarpal.
Sumber gambar: Llopis, et al., 2017
2.8 Penatalaksanaan
Farmakoterapi untuk penderita AR pada umumnya meliputi obat anti-
inflamasi non steroid (OAINS) untuk mengendalikan nyeri, glukokotikoid dosis
rendah atau intraartikular dan Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs
(DMARD). Analgetik lain juga mungkin digunakan seperti acetaminophen,
opiate, diproqualone dan lidokain topikal. Terapi non farmakologik menunjukan
hasil yang baik seperti terapi puasa, suplementasi asam lemak esensial, terapi spa
dan latihan. Pembedahan harus dipertimbangkan bila terdapat nyeri berat yang
berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif, keterbatasan gerak yang
bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat dan ada rupture tendon1.
28
BAB III
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
6. Mangnus, L., van Steenbergenn, H. W., Reijnerse, M., Van der Helm-van Mil,
A. H. (2016). Magnetic resonance imaging-detected features of inflammation and
erosions in symtom-free persons from the general population. Wiley. 68(11),
2593-602.
7. Stomp, W., Krabben, A., van der Heijde, D., Huizinga, T. W., Bloem, J. L., van
der Helm-van Mil, A. H., Reijnierse, M. (2014). Are rheumatoid arthritis patients
discernible from other early arthritis patients using 1,5T extremity magnetic
resonance imaging? a large cross-sectional study. The Journal of Rheumatology.
41(8), 1630-7.
10. Wooley, P. H., Grimm, M. J., & Radin, E. L. (2005). The Structure and
Function of Joints. Ovid: Arthritis & Allied Conditions, 15.
11. Aleteha, D., Neogi, T., Silman, J. A., Funovits, J., Felson, D. T., Bingham, C.
O., … Birnbaum, N. S. (2010). 2010 Rheumatoid arthritis classification criteria.
Arthritis & Rheumatism. 62(9), 2569-2581.
13. Shimizu, S., Shiozawa, S., Shiozawa, K., Imura, S., Fujita, T. (1985).
Quantitative histologic studies on the pathogenesis of periarticular osteoporosis in
rheumatoid arthritis. Arthritis Rheum, 28(1).
30
14. Smelser, C. D. (2017). Gout Imaging. Retrieved from
https://emedicine.medscape.com/article/389965-overview.
15. Somner, O. F., Kladosek, A., Weiler, V., Czembirek, H., Boeck, M., &
Stiskal, M. (2005). Rheumatoid Arthritis: A Practical Guide to State-of-the-Art
Imaging, Image Interpretation, and Clinical Implications. RadioGraphics, 25(2),
381-3908.
31