Abstrak
Bendungan Raknamo adalah bendungan yang dibangun pada Sungai Noel
Puames untuk memenuhi kebutuhan air baku dan irigasi di Kabupaten Kupang, NTT.
Salah satu cara untuk mengetahui tingkat keamanan bendungan adalah dengan
menggunakan peralatan instrumentasi geoteknik yang terdiri dari instrumentasi tekanan
air dan instrumentasi rembesan. Penelitian ini membahas tekanan air pori yang diukur
dengan alat vibrating wire piezometer. Memantau bocoran dan rembesan menggunakan
v-notch. Dari pengamatan piezometer, terlihat bahwa semua alat menunjukkan respon
yang baik terhadap kenaikan TMA, terutama piezometer yang di pasang di bagian
upstream timbunan. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa pembacaan yang
belum sesuai kaidah, dimana nilai PWP yang terbaca pada piezometer lebih tinggi dari
TMA waduk (head reservoir). Hal ini terjadi karena bendungan masih dalam tahap
pengisian awal sehingga kondisi bendungan masih belum steady dan masih terpengaruh
oleh proses konsolidasi. Debit rembesan pada V-Notch B sudah memenuhi kriteria
rembesan yang diizinkan dengan rata-rata rembesan pada musim kemarau yang diamati
(Juni s.d. Oktober 2018) sebesar 0,086 liter/menit/meter. Sedangkan debit rembesan
yang terjadi pada V-Notch A secara teori tidak memenuhi kriteria rembesan yang
diizinkan dengan debit rembesan rata-rata sebesar 0,936 liter/menit/meter.
1. LATAR BELAKANG
Untuk mendukung upaya pemerintah dalam swasembada pangan dan keperluan air
baku, maka bendungan merupakan bangunan vital yang sangat diperlukan dan dimonitor
keamanannya. Bendungan selain penting untuk keperluan irigasi dan air baku, namun juga
menyimpan bahaya yang besar, karena tampungan air yang besar. Sehingga penting untuk
mengetahui perilaku bendungan secara kontinyu dan mengetahui hal yang merugikan
bendungan secara dini, dalam hal ini, tekanan air pori, rembesan, deformasi vertikal dll.
Mengetahui perilaku bendungan secara kontinyu memiliki keuntungan (1) Dapat
mengatahui secara dini bahaya yang ada pada bendungan secara awal (2) Menghindarakan
dari bahaya yang tiba-tiba mengancam berupa banjir bandang saat kegagalan bendungan
terjadi. (3) Menghemat biaya perawatan bendungan.
Berikut ini ditampilkan salah satu laporan analisis instrumensi geoteknik
bendungan urugan tanah pada bendungan Raknamo, terletak di desa Raknamo, Kecamatan
Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT. Bendungan Raknamo merupakan
bendungan urugan tanah tipe zonal dengan inti tegak. Pengelola bendungan Raknamo
adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Balai Wilayah Sungai Nusa
Tenggara II. Tinggi bendungan dari dasar sungai adalah 37 m dengan panjang bendungan
449,5 m dengan volume total 14,09 juta m3.
1
Untuk dapat mengetahui tingkat keamanan dari bendungan diperlukan data
instrumen yang terpasang pada bendungan Raknamo. Selanjutnya data instrumen tersebut
di baca dan kemudian diinterpretasikan. Denah pemasangan piezometer dan V-Notch pada
Bendungan Raknamo dapat dilihat pada Gambar 1.
Analisis tekanan air pori terhadap hasil pembacaan piezometer yang dilakukan
dalam penelitian ini dimulai sejak waduk mulai digenangi, yaitu tanggal 10 Januari 2018
sampai 28 Februari 2018. Analisis dilakukan terhadap tiap piezometer pada masing-masing
section.
3
Menurut Training Aids for Dam Safety, respon piezometer terhadap kenaikan TMA
dianggap baik jika tekanan air pori (Pore Water Pressure, PWP) selaras dengan kenaikan
TMA, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 3. Piezometer VP.01 merespon kenaikan
muka air waduk dengan baik. Dari hasil pembacaan VP.01, perubahan PWP) pada VP.01
selaras dengan kenaikan TMA waduk. Begitu juga pada saat TMA waduk mengalami
penurunan, tekanan air pori pada VP.01 mengalami penurunan yang selaras dengan
penurunan TMA. Dari hasil pembacaan VP.01, pada awal pengisian waduk nilai PWP
VP.01 lebih tinggi dari TMA. Hal ini disebabkan karena masih terpengaruh proses
konsolidasi timbunan yang belum selesai. Namun pada saat TMA dan konsolidasi mulai
steady, nilai PWP VP.01 perlahan turun di bawah TMA.
Piezometer VP.02 juga merespon kenaikan muka air waduk dengan baik. Seperti
VP.01, perubahan PWP pada VP.02 selaras dengan kenaikan TMA waduk, begitu juga
ketika TMA waduk mengalami penurunan. Namun terjadi kejanggalan pada nilai PWP
pada VP.02, dimana seharusnya nilai PWP pada VP.02 yang dipasang pada area
downstream harus lebih kecil dari nilai PWP pada VP.01 yang berada di upstream. Hal ini
berkaitan dengan efektivitas grouting, karena VP.01 dan VP.02 berada pada fondasi
bendungan dan dipisahkan oleh curtain grouting. Jika VP.02 memiliki nilai PWP yang
lebih besar dari VP.01, dikhawatirkan terjadi rembesan yang menyebabkan PWP pada
VP.02 menjadi lebih tinggi. Namun untuk memperoleh kesimpulan yang tepat, hal ini
perlu dibandingkan dengan nilai PWP piezometer lainnya yang terletak di fondasi
bendungan. Hasil pembacaan piezometer pada fondasi bendungan di section MD.10 dapat
dilihat pada Gambar 4.
Pada piezometer VP.03 dan VP.04 yang juga dipasang pada fondasi bendungan
section MD.10, perbandingan nilai PWP sudah sesuai dengan kaidah. Nilai PWP pada
VP.03 yang dipasang di area upstream lebih besar dari PWP VP.04 yang terpasang di hilir
dengan selisih nilai PWP yang cukup signifikan. Kedua piezometer juga memiliki respon
4
yang baik terhadap fluktuasi perubahan TMA waduk. Trend perubahan grafik hasil
pembacaan VP.03 dan VP.04 masih selaras dengan trend perubahan TMA waduk.
Gambar 4 Pembacaan Tekanan Air Pori pada Fondasi Bendungan Section MD.10
5
Gambar 5 Pembacaan Tekanan Air Pori pada Timbunan Bendungan Utama
Section MD.10
Pada piezometer VP.11 yang berada di elevasi +102,00 m, piezometer belum
menunjukkan kenaikan PWP karena ketinggian air waduk belum mencapai elevasi
tersebut. Sedangkan pada piezometer VP.12 yang dipasang pada cofferdam downstream
menunjukkan bahwa terjadi PWP, namun bukan disebabkan oleh TMA waduk karena
trend grafik PWP tidak mengikuti trend grafik TMA. Hal ini terjadi karena VP.12
dipasang pada timbunan filter dan bertujuan untuk memantau fungsi drainase pada
timbunan tersebut. Nilai PWP yang terbaca pada VP.12 menunjukkan bahwa timbunan
filter berfungsi dengan baik sebagai drainase. Gambar 5 menunjukkan perbandingan hasil
pembacaan piezometer pada MD.10 dengan kenaikan muka air waduk.
6
Gambar 7 Pembacaan Tekanan Air Pori pada Fondasi Bendungan Section MD.16
7
Dari Gambar 8, dapat dilihat terjadi keterlambatan respon pembacaan piezometer
VP.05 pada awal kenaikan TMA waduk. Hal ini mungkin terjadi karena tingkat
permeabilitas pada area VP.05 dipasang sangat rendah sehingga waktu yang dibutuhkan
rembesan untuk mempengaruhi area tersebut menjadi lebih lambat. Setelah kondisi pada
area tersebut cukup steady, VP.05 mulai menunjukkan respon pembacaan PWP sesuai
dengan kenaikan TMA.
Pada piezometer VP.13, VP.14, dan VP.15 yang dipasang pada cofferdam
downstream menunjukkan bahwa terjadi PWP, namun bukan disebabkan oleh TMA waduk
karena trend grafik PWP pada ketiga piezometer tersebut tidak mengikuti trend grafik
TMA. Hal ini terjadi karena ketiga piezometer dipasang pada timbunan filter dan bertujuan
untuk memantau fungsi drainase pada timbunan tersebut. Nilai PWP yang terbaca pada
VP.15 menunjukkan pembacaan PWP yang lebih besar dibandingkan PWP pada VP.13
dan VP.14 yang berada di elevasi lebih rendah. Kondisi ini dapat diartikan bahwa
timbunan filter berfungsi dengan baik sebagai drain sehingga rembesan pada area tersebut
yang diakibatkan oleh air hujan atau limpasan permukaan lainnya tidak sampai ke bagian
bawah bendungan.
8
5-10 <50 (0.03) >100 (0.07)
10-20 <100 (0.07) >200 (0.14)
20-40 <200 (0.14) >400 (0.28)
>40 <400 (0.28) >800 (0.56)
Pengamatan rembesan pada V-Notch yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan
dari bulan Juni 2018 hingga Februari 2019, namun analisis rembesan hanya dilakukan pada
periode bulan kering, dimana tidak terjadi hujan dan penambahan TMA waduk, yaitu pada
bulan Juni hingga Oktober 2018. Pada Gambar 10 ditampilkan pola rembesan pada
Bendungan Raknamo. Analisis jumlah rembesan yang diambil sebagai sampel untuk
mewakili pengamatan yang dilakukan yaitu pada waktu dimana tidak terjadi hujan yang
cukup lama dan tidak mempengaruhi nilai pembacaan V-Notch.
Pada 1 Juni 2018 muka air waduk berada pada elevasi +94,83 m dengan head
reservoir sebesar 17,83m. Dari hasil pembacaan V-Notch diperoleh nilai rembesan pada
V-Notch A sebesar 4,00 liter/detik dan nilai rembesan pada V-Notch B sebesar
0.36 liter/detik. Untuk V-Notch A dengan area cakupan sepanjang 240 m, maka diperoleh
rembesan per meter panjang area cakupan sebesar 1,00 liter/menit/meter, sedangkan untuk
V-notch B dengan area cakupan sepanjang 200 m, diperoleh rembesan yang terjadi sebesar
0,108 liter/menit/meter. Jika mengacu pada kriteria penerimaan rembesan pada Tabel 2,
rembesan pada V-Notch A tidak memenuhi kriteria rembesan yang diizinkan karena >0,14
liter/menit/hari, sedangkan rembesan pada V-Notch B sudah memenuhi kriteria yang
diizinkan. Namun sebagai catatan bahwa V-Notch A tidak hanya mengalirkan rembesan
dari waduk, tetapi juga dari mata air yang berada di bawah timbunan hilir MD.16. Pada
saat pelaksanaan konstruksi mata air tersebut sudah dilokalisir dengan menggunakan
sumuran dan dialirkan ke V-Notch melalui horizontal drain yang ada di MD.16. Debit
rembesan rata-rata yang terukur di V-Notch A sebelum penggenangan waduk adalah
sebesar 5 liter/detik, sehingga dari kondisi ini perlu dilakukan pemantauan lebih lanjut
terkait rembesan yang terjadi pada V-Notch A. Tabel 3 menyajikan beberapa sampel
perhitungan rembesan pada
V-Notch Bendungan Raknamo.
Gambar 10 Hubungan Rembesan pada V-Notch dengan Kenaikan Muka Air Waduk
Selain jumlah, kualitas rembesan pada V-Notch juga perlu diamati. Jika rembesan
berwarna keruh, dikhawatirkan rembesan membawa butiran tanah dan dapat menjadi
9
indikasi bahwa terjadi erosi internal pada timbunan bendungan. Dari hasil pemantauan
V-Notch A dan B pada Bendungan Raknamo, kualitas air yang keluar cukup baik dan
jernih. Dari kondisi ini dapat disimpulkan bahwa timbunan filter sebagai drain pada tubuh
bendungan berfungsi dengan baik dan dapat menyaring butiran tanah sehingga tidak
terbawa keluar bersama rembesan.
4. KESIMPULAN
Dari pengamatan piezometer, terlihat bahwa semua alat menunjukkan respon yang
baik terhadap kenaikan TMA, terutama piezometer yang di pasang di bagian upstream
timbunan. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa pembacaan yang belum sesuai
kaidah, dimana nilai PWP yang terbaca pada piezometer lebih tinggi dari TMA waduk
(head reservoir). Hal ini terjadi karena bendungan masih dalam tahap pengisian awal
sehingga kondisi bendungan masih belum steady dan masih terpengaruh oleh proses
konsolidasi.
Debit rembesan pada V-Notch B sudah memenuhi kriteria rembesan yang diizinkan
dengan rata-rata rembesan pada musim kemarau yang diamati (Juni s.d. Oktober 2018)
sebesar 0,086 liter/menit/meter. Sedangkan debit rembesan yang terjadi pada V-Notch A
secara teori tidak memenuhi kriteria rembesan yang diizinkan dengan debit rembesan rata-
rata sebesar 0,936 liter/menit/meter.
5. SARAN
Pengamatan baik piezometer dan V-Notch weir hendaknya dilakukan setiap hari
sehingga data yang ditampilkan dapat dianalisis dengan baik. Perlu dilakukan pengukuran
lapangan secara kontinyu untuk mengetahui penurunan yang terjadi pada tubuh
bendungan. Selain itu, perlu dilakukan kajian lebih mendalam terkait penyebab debit
rembesan pada
V-Notch melebihi ambang yang diizinkan.
6. DAFTAR PUSTAKA
Federal Emergency Management Agency. 2007. Training Aids For Dam Safety : Module
Instrumentation For Embankment and Concrete Dams
10
Look, Burt G., 2007. Handbook of Geotechnical Investigation and Design Tables. Taylor
and francis group, London.
Novak, P., Moffat, A.I.B., Nalluri, C. & Narayan, P. 2001. Hydraulic Structures. Spoon
Press.
Sadono, K.W., Deni Setya Aprianto, Ricky Eko Maulana, Indrastono DA, Siti Hardiyati,
Bambang Pardoyo. 2015. Interpretasi Instrumen pada Bendungan Lodan.
11