Anda di halaman 1dari 11

Sub Tema : Operasi Waduk

ANALISIS INSTRUMENTASI GEOTEKNIK UNTUK EVALUASI KEAMANAN


BENDUNGAN RAKNAMO, KABUPATEN KUPANG,
NUSA TENGGARA TIMUR

Tri Aribowo1, Ghozali Mahmud1, Lia Maretha1, Kresno Wikan Sadono2


1
Mahasiswa Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang
2
Dosen Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang

Abstrak
Bendungan Raknamo adalah bendungan yang dibangun pada Sungai Noel
Puames untuk memenuhi kebutuhan air baku dan irigasi di Kabupaten Kupang, NTT.
Salah satu cara untuk mengetahui tingkat keamanan bendungan adalah dengan
menggunakan peralatan instrumentasi geoteknik yang terdiri dari instrumentasi tekanan
air dan instrumentasi rembesan. Penelitian ini membahas tekanan air pori yang diukur
dengan alat vibrating wire piezometer. Memantau bocoran dan rembesan menggunakan
v-notch. Dari pengamatan piezometer, terlihat bahwa semua alat menunjukkan respon
yang baik terhadap kenaikan TMA, terutama piezometer yang di pasang di bagian
upstream timbunan. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa pembacaan yang
belum sesuai kaidah, dimana nilai PWP yang terbaca pada piezometer lebih tinggi dari
TMA waduk (head reservoir). Hal ini terjadi karena bendungan masih dalam tahap
pengisian awal sehingga kondisi bendungan masih belum steady dan masih terpengaruh
oleh proses konsolidasi. Debit rembesan pada V-Notch B sudah memenuhi kriteria
rembesan yang diizinkan dengan rata-rata rembesan pada musim kemarau yang diamati
(Juni s.d. Oktober 2018) sebesar 0,086 liter/menit/meter. Sedangkan debit rembesan
yang terjadi pada V-Notch A secara teori tidak memenuhi kriteria rembesan yang
diizinkan dengan debit rembesan rata-rata sebesar 0,936 liter/menit/meter.

Kata kunci: Instrumen, vibrating wire piezometer, v-notch

1. LATAR BELAKANG
Untuk mendukung upaya pemerintah dalam swasembada pangan dan keperluan air
baku, maka bendungan merupakan bangunan vital yang sangat diperlukan dan dimonitor
keamanannya. Bendungan selain penting untuk keperluan irigasi dan air baku, namun juga
menyimpan bahaya yang besar, karena tampungan air yang besar. Sehingga penting untuk
mengetahui perilaku bendungan secara kontinyu dan mengetahui hal yang merugikan
bendungan secara dini, dalam hal ini, tekanan air pori, rembesan, deformasi vertikal dll.
Mengetahui perilaku bendungan secara kontinyu memiliki keuntungan (1) Dapat
mengatahui secara dini bahaya yang ada pada bendungan secara awal (2) Menghindarakan
dari bahaya yang tiba-tiba mengancam berupa banjir bandang saat kegagalan bendungan
terjadi. (3) Menghemat biaya perawatan bendungan.
Berikut ini ditampilkan salah satu laporan analisis instrumensi geoteknik
bendungan urugan tanah pada bendungan Raknamo, terletak di desa Raknamo, Kecamatan
Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT. Bendungan Raknamo merupakan
bendungan urugan tanah tipe zonal dengan inti tegak. Pengelola bendungan Raknamo
adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Balai Wilayah Sungai Nusa
Tenggara II. Tinggi bendungan dari dasar sungai adalah 37 m dengan panjang bendungan
449,5 m dengan volume total 14,09 juta m3.

1

Untuk dapat mengetahui tingkat keamanan dari bendungan diperlukan data
instrumen yang terpasang pada bendungan Raknamo. Selanjutnya data instrumen tersebut
di baca dan kemudian diinterpretasikan. Denah pemasangan piezometer dan V-Notch pada
Bendungan Raknamo dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Denah Pemasangan Piezometer dan V-Notch

2. MAKSUD DAN TUJUAN


Analisis instrumentasi geoteknik pada bendungan Raknamo ini mempunyai maksud
untuk menganalisis tekanan air pori terhadap waktu dan muka air waduk dan menganalisis
grafik v-notch terhadap muka air waduk. Tujuan dari analisis instrumentasi geoteknik pada
bendungan Raknamo yaitu untuk mengetahui respon instrumen vibrating wire piezometer,
untuk mengetahui kondisi tekanan air pori pada tubuh bendungan, untuk mengetahui angka
aman rembesan yang terjadi pada bendungan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Analisis Tekanan Air Pori
Instrumentasi yang digunakan untuk mengamati tekanan tekanan air pori pada
Bendungan Raknamo adalah vibrating wire piezometer (VP). Piezometer ini dipasang pada
2 (dua) section di bendungan utama, yaitu MD.10 (STA.0+300) dan MD.16 (STA 0+420).
Elevasi titik pemasangan piezometer pada tiap section bervariasi, sebagaimana ditunjukkan
dalam Tabel 1.

Tabel 1 Lokasi Pemasangan Piezometer pada Bendungan Raknamo (1/2)


Nama Nama
Section Elevasi Section Elevasi
Piezometer Piezometer
VP.01 +67.00 VP.01 +62.50
MD.10 VP.02 +67.00 MD.16 VP.02 +62.50
(sta 0+300) VP.03 +74.00 (sta 0+420) VP.03 +69.50
VP.04 +74.00 VP.04 +69.50
2

Tabel 1 Lokasi Pemasangan Piezometer pada Bendungan Raknamo (2/2)
Nama Nama
Section Elevasi Section Elevasi
Piezometer Piezometer
VP.05 +81.00 VP.05 +76.50
VP.06 +81.00 VP.06 +76.50
VP.07 +88.00 VP.07 +83.50
MD.10 VP.08 +88.00 VP.08 +83.50
(sta 0+300) VP.09 +95.00 VP.09 +90.50
MD.16
VP.10 +95.00 VP.10 +90.50
(sta 0+420)
VP.11 +102.00 VP.11 +97.50
VP.12 +89.25 VP.12 +97.50
VP.13 +75.35
VP.14 +80.35
VP.15 +87.35

Analisis tekanan air pori terhadap hasil pembacaan piezometer yang dilakukan
dalam penelitian ini dimulai sejak waduk mulai digenangi, yaitu tanggal 10 Januari 2018
sampai 28 Februari 2018. Analisis dilakukan terhadap tiap piezometer pada masing-masing
section.

3.1.1. Analisis Tekanan Air Pori pada Section MD.10


Piezometer yang dipasang pada pada section MD.10 berjumlah 12 unit. VP.01,
VP.02, VP.03, dan VP.04 dipasang pada fondasi bendungan, VP.12 dipasang pada
timbunan downstream cofferdam, dan sisanya dipasang pada timbunan main dam. Titik
pemasangan piezometer pada section MD.10 seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gambar 2 Potongan Melintang Instrumentasi MD.10 (STA 0+300)

a. Tekanan Air Pori pada Fondasi Bendungan


Pengisian awal waduk mulai dilakukan sejak penutupan pintu pada inlet
terowongan pengelak disertai plugging terowongan pengelak pada 9 Januari 2018. Sejak
10 Januari 2018 tinggi muka air (TMA) waduk mulai naik dari elevasi awal +77,00 m
sampai dengan elevasi +94,95 m pada Maret 2018. Sejak Maret 2018 hingga awal
Desember 2018 terjadi penurunan TMA waduk sampai dengan elevasi +94,30 m. Pada
Desember 2018 kembali terjadi pengisian waduk dan TMA mengalami kenaikan hingga
elevasi +100,91 m pada akhir Februari 2019.

3

Menurut Training Aids for Dam Safety, respon piezometer terhadap kenaikan TMA
dianggap baik jika tekanan air pori (Pore Water Pressure, PWP) selaras dengan kenaikan
TMA, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 3. Piezometer VP.01 merespon kenaikan
muka air waduk dengan baik. Dari hasil pembacaan VP.01, perubahan PWP) pada VP.01
selaras dengan kenaikan TMA waduk. Begitu juga pada saat TMA waduk mengalami
penurunan, tekanan air pori pada VP.01 mengalami penurunan yang selaras dengan
penurunan TMA. Dari hasil pembacaan VP.01, pada awal pengisian waduk nilai PWP
VP.01 lebih tinggi dari TMA. Hal ini disebabkan karena masih terpengaruh proses
konsolidasi timbunan yang belum selesai. Namun pada saat TMA dan konsolidasi mulai
steady, nilai PWP VP.01 perlahan turun di bawah TMA.

Gambar 3 Ilustrasi Data Pembacaan Piezometer pada Bendungan Urugan

Piezometer VP.02 juga merespon kenaikan muka air waduk dengan baik. Seperti
VP.01, perubahan PWP pada VP.02 selaras dengan kenaikan TMA waduk, begitu juga
ketika TMA waduk mengalami penurunan. Namun terjadi kejanggalan pada nilai PWP
pada VP.02, dimana seharusnya nilai PWP pada VP.02 yang dipasang pada area
downstream harus lebih kecil dari nilai PWP pada VP.01 yang berada di upstream. Hal ini
berkaitan dengan efektivitas grouting, karena VP.01 dan VP.02 berada pada fondasi
bendungan dan dipisahkan oleh curtain grouting. Jika VP.02 memiliki nilai PWP yang
lebih besar dari VP.01, dikhawatirkan terjadi rembesan yang menyebabkan PWP pada
VP.02 menjadi lebih tinggi. Namun untuk memperoleh kesimpulan yang tepat, hal ini
perlu dibandingkan dengan nilai PWP piezometer lainnya yang terletak di fondasi
bendungan. Hasil pembacaan piezometer pada fondasi bendungan di section MD.10 dapat
dilihat pada Gambar 4.
Pada piezometer VP.03 dan VP.04 yang juga dipasang pada fondasi bendungan
section MD.10, perbandingan nilai PWP sudah sesuai dengan kaidah. Nilai PWP pada
VP.03 yang dipasang di area upstream lebih besar dari PWP VP.04 yang terpasang di hilir
dengan selisih nilai PWP yang cukup signifikan. Kedua piezometer juga memiliki respon

4

yang baik terhadap fluktuasi perubahan TMA waduk. Trend perubahan grafik hasil
pembacaan VP.03 dan VP.04 masih selaras dengan trend perubahan TMA waduk.

Gambar 4 Pembacaan Tekanan Air Pori pada Fondasi Bendungan Section MD.10

b. Tekanan Air Pori pada Timbunan Tubuh Bendungan


Selanjutnya analisis untuk seluruh piezometer pada section MD.10 dilakukan
dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pada VP.01 hingga VP.04. Secara umum
piezometer yang dipasang di area timbunan upstream sudah merespon kenaikan TMA,
seperti yang ditunjukkan oleh VP.05, VP.07, dan VP.09. Fluktuasi perubahan nilai PWP
ketiga piezometer tersebut sudah selaras dengan fluktuasi TMA waduk. Sedangkan
piezometer pada area timbunan downstream (VP.06, VP.08, dan VP.10) belum merespon
kenaikan muka air waduk. Hal ini terjadi karena kondisi bendungan yang belum steady
sehingga rembesan belum sampai pada area di mana piezometer tersebut terpasang. Dari
kondisi tersebut dapat diambil hipotesis awal bahwa zona inti bendungan memiliki sifat
kekedapan yang baik dan mampu menahan rembesan, namun hal ini perlu dibuktikan
dengan pemantauan lebih lanjut.

5

Gambar 5 Pembacaan Tekanan Air Pori pada Timbunan Bendungan Utama
Section MD.10
Pada piezometer VP.11 yang berada di elevasi +102,00 m, piezometer belum
menunjukkan kenaikan PWP karena ketinggian air waduk belum mencapai elevasi
tersebut. Sedangkan pada piezometer VP.12 yang dipasang pada cofferdam downstream
menunjukkan bahwa terjadi PWP, namun bukan disebabkan oleh TMA waduk karena
trend grafik PWP tidak mengikuti trend grafik TMA. Hal ini terjadi karena VP.12
dipasang pada timbunan filter dan bertujuan untuk memantau fungsi drainase pada
timbunan tersebut. Nilai PWP yang terbaca pada VP.12 menunjukkan bahwa timbunan
filter berfungsi dengan baik sebagai drainase. Gambar 5 menunjukkan perbandingan hasil
pembacaan piezometer pada MD.10 dengan kenaikan muka air waduk.

3.1.2. Analisis Tekanan Air Pori pada Section MD.16


Piezometer yang dipasang pada pada section MD.16 berjumlah 15 unit. VP.01,
VP.02, VP.03, dan VP.04 dipasang pada fondasi bendungan, VP.13, VP.14, dan VP.15
dipasang pada timbunan downstream cofferdam yang berfungsi memantau rembesan pada
timbunan filter, dan sisanya dipasang pada timbunan main dam. Titik pemasangan
piezometer pada section MD.16 seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.

Gambar 6 Potongan Melintang Instrumentasi MD.16 (STA 0+420)

a. Tekanan Air Pori pada Fondasi Bendungan


Analisis terhadap hasil pembacaan seluruh piezometer dilakukan dengan cara yang
sama seperti pada section MD.10. Pada piezometer VP.01, VP.02, VP.03 dan VP.04 yang
dipasang pada fondasi bendungan section MD.16, perbandingan nilai PWP sudah sesuai
dengan kaidah. Nilai PWP pada VP.01 dan VP.03 yang dipasang di area upstream lebih
besar dari PWP VP.02 dan VP.04 yang terpasang di hilir dengan selisih nilai PWP yang
cukup signifikan. Empat piezometer tersebut juga memiliki respon yang baik terhadap
fluktuasi perubahan TMA waduk. Trend perubahan grafik hasil pembacaan VP.01,VP.02,
VP.03 dan VP.04 selaras dengan trend perubahan TMA waduk, sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 7. Namun terjadi penyimpangan pada besaran nila PWP pada VP01, VP.02,
dan VP.03 dimana nilai PWP lebih besar dari TMA. Hal ini terjadi karena bendungan
masih dalam tahap pengisian awal sehingga kondisi bendungan masih belum steady dan
masih terpengaruh oleh proses konsolidasi.

6

Gambar 7 Pembacaan Tekanan Air Pori pada Fondasi Bendungan Section MD.16

b. Tekanan Air Pori pada Timbunan Tubuh Bendungan


Piezometer yang dipasang di timbunan section MD.16 merespon fluktuasi TMA
waduk dengan baik. Fluktuasi perubahan nilai PWP seluruh piezometer sudah selaras
dengan fluktuasi TMA waduk, terutama piezometer yang berada di area upstream (VP.05,
VP.07, VP.09, dan VP.11). Sedangkan piezometer pada area timbunan downstream
(VP.06, VP.08, VP.10, dan VP.12) belum merespon kenaikan muka air waduk. Hal ini
terjadi karena kondisi bendungan yang belum steady sehingga rembesan belum sampai
pada area di mana piezometer tersebut terpasang.

Gambar 8 Pembacaan Tekanan Air Pori pada Timbunan Bendungan Utama


dan Cofferdam Section MD.16

7

Dari Gambar 8, dapat dilihat terjadi keterlambatan respon pembacaan piezometer
VP.05 pada awal kenaikan TMA waduk. Hal ini mungkin terjadi karena tingkat
permeabilitas pada area VP.05 dipasang sangat rendah sehingga waktu yang dibutuhkan
rembesan untuk mempengaruhi area tersebut menjadi lebih lambat. Setelah kondisi pada
area tersebut cukup steady, VP.05 mulai menunjukkan respon pembacaan PWP sesuai
dengan kenaikan TMA.
Pada piezometer VP.13, VP.14, dan VP.15 yang dipasang pada cofferdam
downstream menunjukkan bahwa terjadi PWP, namun bukan disebabkan oleh TMA waduk
karena trend grafik PWP pada ketiga piezometer tersebut tidak mengikuti trend grafik
TMA. Hal ini terjadi karena ketiga piezometer dipasang pada timbunan filter dan bertujuan
untuk memantau fungsi drainase pada timbunan tersebut. Nilai PWP yang terbaca pada
VP.15 menunjukkan pembacaan PWP yang lebih besar dibandingkan PWP pada VP.13
dan VP.14 yang berada di elevasi lebih rendah. Kondisi ini dapat diartikan bahwa
timbunan filter berfungsi dengan baik sebagai drain sehingga rembesan pada area tersebut
yang diakibatkan oleh air hujan atau limpasan permukaan lainnya tidak sampai ke bagian
bawah bendungan.

3.2. Analisis Rembesan pada V-Notch


Pada Bendungan Raknamo, dipasang 2 (dua) unit V-Notch Weir, yaitu V-Notch A
yang berfungsi untuk mengamati rembesan dari arah sandaran kanan bendungan dan
rembesan dari mata air yang berada di palung sungai pada MD.16 serta V-Notch B yang
berfungsi untuk mengamati rembesan dari arah sandaran kiri bendungan. V-Notch A
mengumpulkan seluruh rembesan dari MD.16 (STA 0+420) hingga MD.29 (STA 0+660),
sedangkan V-Notch B mengumpulkan seluruh rembesan dari MD.05 (STA 0+200) hingga
MD.15 (STA 0+400). Kondisi V-Notch Weir Bendungan Raknamo seperti ditunjukkan
pada Gambar 9.

Gambar 9 V-Notch Weir pada Bendungan Raknamo


Jumlah rembesan dari bendungan dapat dihitung dari besarnya debit yang keluar
melalui V-Notch Weir. Untuk menjamin keamanan bendungan, jumlah rembesan yang
terjadi harus memenuhi kriteria penerimaan rembesan yang ditentukan, seperti ditampilkan
pada Tabel 2. Jumlah rembesan maksimum berhubungan erat dengan tinggi bendungan,
panjang bendungan dan permeability dari core (Sadono et al., 2014).

Tabel 2 Kriteria Penerimaan Rembesan pada Tubuh Bendungan (Look, 2007)


Dam height (m) Seepage, litres/day/metre, (Litres/minute/metre)
O.K. Not O.K.
<5 <25 (0.02) >50 (0.03)

8

5-10 <50 (0.03) >100 (0.07)
10-20 <100 (0.07) >200 (0.14)
20-40 <200 (0.14) >400 (0.28)
>40 <400 (0.28) >800 (0.56)

Pengamatan rembesan pada V-Notch yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan
dari bulan Juni 2018 hingga Februari 2019, namun analisis rembesan hanya dilakukan pada
periode bulan kering, dimana tidak terjadi hujan dan penambahan TMA waduk, yaitu pada
bulan Juni hingga Oktober 2018. Pada Gambar 10 ditampilkan pola rembesan pada
Bendungan Raknamo. Analisis jumlah rembesan yang diambil sebagai sampel untuk
mewakili pengamatan yang dilakukan yaitu pada waktu dimana tidak terjadi hujan yang
cukup lama dan tidak mempengaruhi nilai pembacaan V-Notch.
Pada 1 Juni 2018 muka air waduk berada pada elevasi +94,83 m dengan head
reservoir sebesar 17,83m. Dari hasil pembacaan V-Notch diperoleh nilai rembesan pada
V-Notch A sebesar 4,00 liter/detik dan nilai rembesan pada V-Notch B sebesar
0.36 liter/detik. Untuk V-Notch A dengan area cakupan sepanjang 240 m, maka diperoleh
rembesan per meter panjang area cakupan sebesar 1,00 liter/menit/meter, sedangkan untuk
V-notch B dengan area cakupan sepanjang 200 m, diperoleh rembesan yang terjadi sebesar
0,108 liter/menit/meter. Jika mengacu pada kriteria penerimaan rembesan pada Tabel 2,
rembesan pada V-Notch A tidak memenuhi kriteria rembesan yang diizinkan karena >0,14
liter/menit/hari, sedangkan rembesan pada V-Notch B sudah memenuhi kriteria yang
diizinkan. Namun sebagai catatan bahwa V-Notch A tidak hanya mengalirkan rembesan
dari waduk, tetapi juga dari mata air yang berada di bawah timbunan hilir MD.16. Pada
saat pelaksanaan konstruksi mata air tersebut sudah dilokalisir dengan menggunakan
sumuran dan dialirkan ke V-Notch melalui horizontal drain yang ada di MD.16. Debit
rembesan rata-rata yang terukur di V-Notch A sebelum penggenangan waduk adalah
sebesar 5 liter/detik, sehingga dari kondisi ini perlu dilakukan pemantauan lebih lanjut
terkait rembesan yang terjadi pada V-Notch A. Tabel 3 menyajikan beberapa sampel
perhitungan rembesan pada
V-Notch Bendungan Raknamo.

Gambar 10 Hubungan Rembesan pada V-Notch dengan Kenaikan Muka Air Waduk
Selain jumlah, kualitas rembesan pada V-Notch juga perlu diamati. Jika rembesan
berwarna keruh, dikhawatirkan rembesan membawa butiran tanah dan dapat menjadi

9

indikasi bahwa terjadi erosi internal pada timbunan bendungan. Dari hasil pemantauan
V-Notch A dan B pada Bendungan Raknamo, kualitas air yang keluar cukup baik dan
jernih. Dari kondisi ini dapat disimpulkan bahwa timbunan filter sebagai drain pada tubuh
bendungan berfungsi dengan baik dan dapat menyaring butiran tanah sehingga tidak
terbawa keluar bersama rembesan.

Tabel 3 Tabel Analisis Jumlah Rembesan Bendungan Raknamo


Tiap Satuan Lebar Bendungan
Rembesan
TMA Rembesan pada Panjang Kesesuaian
Tanggal (liter/menit/
(m) V-Notch (liter/detik) Section dengan Kriteria
meter)
V-Notch A 4.00 240 1.000 tidak sesuai
01 Jun 2018 17.83
V-Notch B 0.36 200 0.108 sesuai
V-Notch A 3.90 240 0.974 tidak sesuai
09 Jun 2018 17.80
V-Notch B 0.34 200 0.101 sesuai
V-Notch A 3.90 240 0.974 tidak sesuai
15 Jun 2018 17.77
V-Notch B 0.31 200 0.094 sesuai
V-Notch A 3.80 240 0.949 tidak sesuai
27 Jun 2018 17.73
V-Notch B 0.31 200 0.094 sesuai
V-Notch A 3.70 240 0.924 tidak sesuai
02 Jul 2018 17.71
V-Notch B 0.25 200 0.075 sesuai
V-Notch A 3.50 240 0.876 tidak sesuai
01 Agu 2018 17.62
V-Notch B 0.23 200 0.069 sesuai
V-Notch A 3.41 240 0.852 tidak sesuai
01 Okt 2018 17.27
V-Notch B 0.20 200 0.061 sesuai

4. KESIMPULAN
Dari pengamatan piezometer, terlihat bahwa semua alat menunjukkan respon yang
baik terhadap kenaikan TMA, terutama piezometer yang di pasang di bagian upstream
timbunan. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa pembacaan yang belum sesuai
kaidah, dimana nilai PWP yang terbaca pada piezometer lebih tinggi dari TMA waduk
(head reservoir). Hal ini terjadi karena bendungan masih dalam tahap pengisian awal
sehingga kondisi bendungan masih belum steady dan masih terpengaruh oleh proses
konsolidasi.
Debit rembesan pada V-Notch B sudah memenuhi kriteria rembesan yang diizinkan
dengan rata-rata rembesan pada musim kemarau yang diamati (Juni s.d. Oktober 2018)
sebesar 0,086 liter/menit/meter. Sedangkan debit rembesan yang terjadi pada V-Notch A
secara teori tidak memenuhi kriteria rembesan yang diizinkan dengan debit rembesan rata-
rata sebesar 0,936 liter/menit/meter.

5. SARAN
Pengamatan baik piezometer dan V-Notch weir hendaknya dilakukan setiap hari
sehingga data yang ditampilkan dapat dianalisis dengan baik. Perlu dilakukan pengukuran
lapangan secara kontinyu untuk mengetahui penurunan yang terjadi pada tubuh
bendungan. Selain itu, perlu dilakukan kajian lebih mendalam terkait penyebab debit
rembesan pada
V-Notch melebihi ambang yang diizinkan.

6. DAFTAR PUSTAKA
Federal Emergency Management Agency. 2007. Training Aids For Dam Safety : Module
Instrumentation For Embankment and Concrete Dams

10

Look, Burt G., 2007. Handbook of Geotechnical Investigation and Design Tables. Taylor
and francis group, London.
Novak, P., Moffat, A.I.B., Nalluri, C. & Narayan, P. 2001. Hydraulic Structures. Spoon
Press.
Sadono, K.W., Deni Setya Aprianto, Ricky Eko Maulana, Indrastono DA, Siti Hardiyati,
Bambang Pardoyo. 2015. Interpretasi Instrumen pada Bendungan Lodan.

11

Anda mungkin juga menyukai