Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULAN

Jalan napas secara anatomis dibagi menjadi dua bagian yaitu saluran
pernapasan atas dan bawah.1 Saluran pernapasan dimulai dari hidung hingga
bagian akhir dari Cartilago cricoidea (subglottis).2 Sedangkan saluran pernapasan
bawah dimulai dari trakea hingga ke alveolus. Secara fungsional jalan napas
dibagi menjadi bagian yang berfungsi sebagai konduksi (pengantar gas) dan
bagian yang berfungsi sebagai respirasi (pertukaran gas). Adapun yang termasuk
ke dalam konduksi adalah hidung, mulut, faring, laring, trakea, bronkus dan
bronkhiolus nonrespiratorius.3 Level sumbatan jalan napas umumnya akan
berhubungan dengan penyebab dan patogenesis penyakit, sehingga gejala yang
timbul bervariasi. 4
Sumbatan jalan napas adalah masalah yang mengancam jiwa, dapat parsial
atau komplit, tergantung mekanisme dan penyebabnya. Sumbatan jalan napas
menyebabkan keadaan hipoventilasi, peningkatan kerja pernapasan dan kegagalan
sistem pertukaran gas, yang kemudian berlanjut menjadi hiperkarbi dan
hipoksemia jika tidak ditangani.4 Pada kasus trauma masalah ini menjadi
pembunuh tercepat karena ketidakmampuan untuk mengantar darah yang yang
teroksigenasi ke otak dan struktur vital lainnya. Sehingga sangat penting dengan
akurat memprediksi intervensi dan strategi yang optimal untuk penanganan jalan
napas.5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Saluran Pernapasan

2
2.2. Definisi Sumbatan Jalan Napas
Sumbatan pada saluran pernapasan adalah sumbatan disebabkan oleh adanya
radang, benda asing, trauma, tumor dan kelumpuhan nervus rekuren bilateral
sehingga ventilasi pada saluran pernapasan terganggu.

2.2 Etiologi Sumbatan Jalan Napas


Keadaan sesak napas dan gawat napas dapat disebabkan oleh sumbatan
saluran napas (dari hidung-faring-laring-trakea-bronkus hingga alveolus) dan
kelainan paru (berupa pneumonia, penyakit paru obstruktif menahun, asma
bronkhial), kelainan vaskuler paru dan lain-lain (seperti pneumothoraks, kelemahan
otot pernapasan, emboli paru akut).
Penyebab sumbatan jalan napas bervariasi dan umumnya dapat ditangani. Berikut ini
adalah penyebab sumbatan jalan napas, antara lain:
1. Kelainan pada hidung dan faring
a. Kongenital, seperti atresia koana bilateral, ensefalokel, dan glioma2
b. Reaksi inflamasi pada hidung, seperti rhinitis alergi dan rhinitis non
alergi, rhinitis infeksi, polip nasal2
c. Penyakit granulomatosa, seperti rhinoscleroma, Wegener’s
granulomatosa, sarcoidosis, tuberculosis2
d. Trauma nasal2
e. Tumor baik jinak maupun ganas pada hidung dan faring2
2. Kelainan pada laring
Sumbatan laring dapat disebabkan oleh antara lain sebagai berikut:
a. Radang akut dan radang kronik
b. Benda asing
c. Trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan bunuh diri dan senjata
tajam
d. Trauma akibat tindakan medis
e. Tumor laring baik berupa tumor jinak maupun tumor ganas
f. Kelumpuhan nervus rekuren bilateral.10

3
3. Kelainan pada trakeo-bronkial
Sumbatan pada trakea antara lain disebabkan oleh trakeomalasia, benda
asing, tumor, dan stenosis trakea.10
Sumbatan pada bronkus dapat disebabkan oleh :
a. Sumbatan di dalam lumen bronkus
Sumbatan di dalam lumen bronkus, dapat disebabkan oleh :
1) Benda asing eksogen, yaitu benda asing yang berasal dari luar traktus
trakeobronkhial (misalnya gigi palsu yang lepas) atau benda asing
yang berasal dari luar tubuh
2) Benda asing endogen, yaitu benda asing yang berasal dari traktus
trakeobronkhial, seperti sekret kental, darah, nanah, krusta.10
b. Kelainan dinding traktus trakeobronkial
Kelainan dinding traktus trakeobaronkhial, yang dapat menyebabkan
sumbatan lumen, antara lain:
1) Peradangan, edema mukosa, ulkus, penebalan mukosa dan jaringan
granulasi
2) Kelainan cincin trakea dan bronkus, seperti adanya penonjolan
3) Kelainan kelenjar limfe di mukosa dan submukosa
4) Kelainan pembuluh darah pada dinding trakea dan bronkus
5) Tumor
6) Jaringan sikatriks.10
c. Kelainan di luar traktus trakeobronkial
Kelainan di luar traktus trakeobronkial, yang menekan lumen antara lain:
1) Penekanan oleh pembuluh darah aorta pada aneurisme aorta
2) Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar timus
3) Pembesaran kelenjar limfa disekitar trakea, bronkus dan mediastinum
4) Kelainan di daerah mediastinum dan jantung
5) Benda asing esophagus

4
Tabel. Penyebab obstruksi jalan napas atas pada anak berdasarkan lokasinya
Lokasi Penyebab
Rongga hidung Atresia koana bilateral
Pembesaran adenoid
Tumor nasal (glioma, dermoid, ensefalokel)
Stenosis aperture piriformis congenital
Rongga mulut Makroglossia, dengan atau tanpa mikrognatia
Kista dermoid atau malformasi limfatik dasar mulut
Angina Ludwig
Angioedema
Faring Tiroid lingual
Kista duktus tiroglosus besar
Kista celah brankhial besar
Kista dermoid
Pembesaran tonsil dan adenoid
Abses perintonsil, retrofaring, parafaring
Laring
- Supraglotik Laringomalasia
Kista supraglotik
Epiglotitis (supraglotitis)
- Glotik Paralisis pita suara bilateral
Selaput pita suara
Stenosis
Papilomatosis respiratorik rekuren
- Subglotik Stenosis congenital
Hemangioma
Stenosis didapat akibat intubasi lama
Batuk yang disertai sesak (croup)
Kista subglotik
Trakea
- Intrinsik Selaput
Stenosis
Trakeobrankhial malasia
Benda asing
- Ekstrinsik Anomaly vascular
Kista trakeobronkhogenik
Tumor (tiroid, timus)

5
Spesifik Obstruksi Jalan Napas pada saluran pernapasan atas oleh infeksi dan
non infeksi
1. Epiglotitis
Epiglottitis adalah lesi supraglotis yang mengancam jiwa disebabkan hampir
secara eksklusif oleh Haemophilus influenzae tipe B. Prevalensi epiglottitis menurun
oleh meningkatnya vaksinasi H. Influenzae. Sesekali kasus disebabkan oleh
streptococci , staphylococci atau pneumococci . Diagnosis biasanya jelas dari sejarah
dan fitur klinis. Ada onset akut demam tinggi , toxaemia dan pernapasan berisik.
2. Croup
Croup atau laryngotracheobronchitis akut terjadi karena peradangan dan
edema dari daerah glotis dan sublottic. Bagian tersempit dari saluran napas bagian
atas anak adalah wilayah subglottic, titik di mana penyempitan kritis terjadi
.Kumpulan sekresi karena komponen bronkitis dapat menambah obstruksi. Tiga
subkelompok diakui : croup virus, croup spasmodik dan tracheitis bakterial.
3. Lesi supraglotis Lainnya
Retropharyngeal abses, tonsilitis, peritonsillar abses, infeksi mononukleosis
dan Ludwig’s angina semua dapat meniru epiglotitis. Fitur lokal biasanya akan
menunjukkan diagnosis. Abses retropharyngeal dapat dideteksi dengan palpasi dan
jelas pada X - ray lateral leher.
4. Benda asing atau tersedak
Sebuah benda asing harus dicurigai dalam setiap kejadian obstruksi akut yang
terjadi pada bayi atau anak usia antara 6 bulan dan 2 tahun. Sebuah benda asing yang
bersarang pada jalur pernapasan dapa menimbulkan tersedak, gangguan pernapasan
dan tampak kebiruan pada wajah. Impaksi laring biasanya menghasilkan suara
stridor, batuk dan aphonia. Sehingga total obstruksi mendadak dapat terjadi. Hal ini
merupakan suatu gejala yang biasanya berkembang pada saat anak bermain atau
makan.
5. Menelan bahan kausatik
Larutan asam kuat seperti asam sulfat, nitrat dan hidroklorit, atau basa kuat seperti
soda kaustik, potasium kaustik dan ammonium bila tertelan dapa mengakibatkan

6
terbakarnya mukosa saluran cerna. Pada penderita yang tak sengaja minum bahan
tersebut, kemungkinan besar luka baker hanya pada mulut dan faring karena bahan
tersebut tidak ditelan dan hanya sedikit saja masuk ke dalam lambung.
6. Papiloma laring rekuren (papilomatosis laring infantil)
Tumor epithelial papiler yang multipel pada laring ini disebabkan oleh papova
virus yang banyak didapatkan di lembah sungai Missisipi (AS). Penderitanya sering
mempunyai veruka kulit yang mengandung virus. Biasanya kelainan sudah mulai
pada usia dua tahun. Jika si ibu mempunyai veruka vagina maka kelainan ini dapat
terjadi pada bayi usia enam bulan.
Gejala khas berupa disfonia dan sesak napas yang bertambah hebat sampai
terjadi sumbatan total jalan napas.

2.4 Gejala Klinis Sumbatan Jalan Napas


Penting untuk menilai patensi jalan napas pada pasien yang beresiko
mengalami sumbatan jalan napas.4 Sumbatan jalan napas dapat dikenali dengan
tehnik look, listen and feel. Look untuk melihat pengembangan dada dan
abdomen, sedangkan listen dan feel untuk mendengar dan merasakan aliran udara
dari mulut dan hidung.13
Pasien perlu diobservasi secara subjektif untuk menilai jalan napas. Pasien
yang sadar, dapat meminta pertolongan atau dapat berbicara dalam kalimat yang
lengkap menunjukkan keadaan jalan napas yang masih paten. Agitasi dan
iritabilitas mungkin menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbi. Sianosis
merupakan tanda preterminal sumbatan jalan napas.3,14
Lakukan penilaian laju dan pola pernapasan. Bradipneu atau takipneu
merupakan usaha untuk mengkompensasi sumbatan jalan napas. Penggunaan otot
bantu pernapasan menunjukkan sumbatan jalan napas parsial, yang bermanifestasi
sebagai retraksi suprasternal, supraklavikular dan interkostal. Pada sumbatan
napas jalan napas total tidak ditemukan suara pernapasan, sedangkan pada
3,14
sumbatan parsial biasanya dapat terdengar suara napas tambahan. Stridor
adalah suatu bising vibratorik kasar akibat aliran turbulen yang melintasi saluran

7
napas yang tersumbat sebagian,15 pada level laring (stridor inspirasi) atau trakea
(stridor ekspirasi).3
Pada pasien pediatrik, tanda visual adanya masalah pada jalan napas dan
respirasi antara lain; takipneu, sianosis, gelisah, napas cuping hidung dan retraksi
interkostal. Pada sumbatan jalan napas atas berat anak biasanya menunjukkan
sniffing position untuk meluruskan jalan napas dan mengurangi oklusi. Sedangkan
pada sumbatan jalan napas bawah yang berat, anak menujukkan tripod position
untuk mengoptimalkan fungsi otot bantu pernapasan.14

Tabel. Gambaran klinis sumbatan jalan napas


Snoring
Stridor (disebabkan oleh sumbatan atas atau dibawah level laring)
Ekspiratory wheezing (disebabkan oleh sumbatan jalan napas bagian bawah)
Gurgling (adanya muntahan, darah atau sekresi pada jalan napas)
Penurunan kesadaran
“Tripod positioning” pada anak-anak

1. Suara serak (disfoni) sampai afoni


2. Sesak napas (dispnea)
3. Stridor (napas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi
4. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,
supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-
otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.
5. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)
6. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.
Sumbatan pada bronkus diklasifikasikan menjadi 4 tingkatan berdasarkan
klasifikasi Jackson, antara lain sebagai berikut:

8
Gambar. Sumbatan benda asing di dalam bronkus berdasarkan klasifikasi Jackson.

1. Sumbatan sebagian dari bronkus (by-pass valve obstruction = katup bebas).


Pada sumbatan ini inspirasi dan ekspirasi masih dapat terlaksana, akan tetapi
salurannya sempit, sehingga terdengar bunyi napas (mengi), seperti pada
pasien asma bronchial. Penyebab : benda asing di dalam bronkus,
penekanan bronkus dari luar, edema dinding bronkus, serta tumor di dalam
lumen bronkus. 10
2. Sumbatan seperti pentil. Ekspirasi terhambat, atau katup satu arah
(expiratory check-valve obstruction = katup penghambat ekspirasi). Pada
waktu inspirasi udara napas masih dapat lewat, akan tetapi pada ekspirasi
terhambat, karena kontraksi otot bronkus. Bentuk sumbatan ini menahan
udara di bagian distal sumbatan, dan proses yang berulang pada tiap
pernapasan mengakibatkan terjadinya emfisema paru obstruktif. Penyebab :
benda asing di bronkus, edema dinding bronkus pada bronchitis. 10
3. Sumbatan seperti pentil yang lain, ialah inspirasi yang terhambat
(inspiratory check-valve obstruction = katup penghambat inspirasi). Pada
keadaan ini inspirasi terhambat, sedangkan ekspirasi msih dapat terlaksana.
Udara yang terdapat di bagian distal sumbatan akan diabsorpsi, sehingga
terjadi atelektasis paru. Penyebab : benda asing di dalam lumen bronkus,
gumpalan sekret (mucous plug), tumor yang bertangkai. 10

9
4. Sumbatan total (stop valve obstruction = katup tertutup), sehingga inspirasi
dan ekspirasi tidak dapat terlaksana. Akibat keadaan ini ialah atelektasis
paru. Penyebab : benda asing yang menyumbat lumen bronkus, trauma
dinding bronkus dan peradangan berat bronkus. 10
Kelenjar limfe peribronkhial (A) menyebabkan 3 tipe obstruktif bronkus
(dari kiri ke kanan) adalah sebagai berikut:

2.6 Diagnosis Obstruksi Saluran Napas


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang.

Gejala dan tanda sumbatan yang tampak adalah :

· Serak (disfoni) sampai afoni


· Sesak napas (dispnea)
· Stridor (nafas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi.
· Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,
supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-
otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.
· Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)
· Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui letak
sumbatan, diantaranya adalah :

· Laringoskop. Dilakukan bila terdapat sumbatan pada laring. Laringoskop


dapat dilakukan secara direk dan indirek.
· Nasoendoskopi
· X-ray. Dilakukan pada foto torak yang mencakup saluran nafas bagian atas.
Apabila sumbatan berupa benda logam maka akan tampak gambaran
radiolusen. Pada epiglotitis didapatkan gambaran thumb like.
· Foto polos sinus paranasal

10
· CT-Scan kepala dan leher
· Biopsi

2.7 Penanganan Sumbatan Jalan Napas


Pada prinsipnya penanggulangan pada obstruksi atau obstruksi saluran napas atas
diusahakan supaya jalan napas lancar kembali.
Tindakan konservatif : Pemberian antiinflamasi, antialergi, antibiotika serta
pemberian oksigen intermiten, yang dilakukan pada
obstruksi laring stadium I yang disebabkan oleh
peradangan.

Tindakan operatif/resusitasi : Memasukkan pipa endotrakeal melalui mulut (intubasi


orotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea),
membuat trakeostomi yang dilakukan pada obstruksi
laring stadium II dan III, atau melakukan krikotirotomi
yang dilakukan pada obstruksi laring stadium IV.1,5,6

1. Triple Airway Manuver


a. Head tilt-Chin lift manuever

Gambar. Head tilt-Chin lift maneuver.


Menuever head tilt-chin lift dapat digunakan untuk mengurangi
sumbatan jalan napas atas. Namun dikontraindikasikan pada pasien yang
dicurigai trauma servikal. 3,14
Menuever ini dilakukan dengan meletakkan satu tangan penolong
mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah (head tilt). Lalu

11
dilanjutkan dengan manuever chin-lift dimana jari-jari tangan yang lain
ditempatkan di bawah rahang, yang kemudian dengan lembut mengangkat
ke atas untuk membawa dagu ke depan. Ibu jari pada tangan yang sama
menekan ringan bibir bawah untuk membuka mulut. Manuver ini akan
mencegah menggantung/ menurunnya dagu dan mempertahankan mulut
sedikit terbuka.5
a. Jaw thrust manuever

Gambar. Jaw thrust manuever


Manuever ini dilakukan dengan memegang sudut rahang bawah
(angulus mandibula) kiri dan kanan dan mendorong rahang bawah ke
depan, karena lidah melekat pada rahang bawah, maka lidah ikut tertarik
dan jalan nafas terbuka. Tidak boleh memberi bantal pada pasien tidak
sadar karena akan membuat posisi kepala fleksi dan tidak boleh
menyangga leher untuk mengekstensikan kepala karena bahaya cedera
pada cervical spine.5
2. Chest thrust

Gambar. Chest thrust.

12
Chest thrust digunakan untuk mengatasi sumbatan jalan napas oleh
karena makanan atau benda asing pada anak yang berusia < 1 tahun. Manuever
ini dilakukan menekan tulang dada dengan jari telunjuk dan jari tengah kira-
kira satu jari dibawah garis imaginer antara kedua puting susu, dilakukan
sebanyak 5 kali. Jika sumbatan jalan napas belum tertangani dan pasien masih
sadar, maka lanjutkan 5 kali back blow diikuti dengan 5 kali chest thrust.5,16
3. Back blow
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif
atau berhenti, lakukan back blow 5 kali dengan cara menahan menderita
dengan satu lengan dari arah belakang, lengan yang lain melakukan hentakan
keras pada punggung korban di titik silang garis imajinasi antar scapula dengan
tulang belakang/vertebrae.5 Pada anak <1 tahun back blow dilakukan dengan
menyanggah kepala dan leher anak dengan satu tangan dan tempatkan wajah
dan kepala mengarah ke bawah pada lengan. Posisi kepala anak lebih rendah
dibandingkan dengan badannya. Tempatkan lengan yang menyangga pada
paha atas untuk mempertahankan posisi bayi.17

Gambar. Tehnik back blow pada pasien Gambar. Tehnik back blow pada bayi.
dewasa
4. Heimlich Manuever

13
Manuever Heimlich (The Committee on Trauma: American College of
Surgeon) merupakan metode yang paling efektif untuk mengatasi obstruksi
saluran pernapasan atas akibat makanan atau benda asing yang terperangkap
dalam faring atau glottis. Pada kondisi tersebut di atas, maneuver dapat
dilaksanakan dengan posisi penolong berdiri atau berbaring.
a. Abdominal thrush posisi berdiri
Menuever ini dilakukan dengan penolong berdiri di belakang korban dan
memeluk pinggang korban dengan kedua belah tangan, kepalan salah
satu tangan digenggam oleh tangan yang lain. Sisi ibu jari kepalan
penolong menghadap abdomen korban diantara umbilicus dan prosessus
xiphodeus. Kepalan tersebut ditekankan dengan sentakan ke atas yang
cepat pada abdomen korban. Penekanan tersebut tidak boleh memantul,
dan pada waktu di puncak tekanan perlu diberi waktu untuk menahan
0.5-1 detik dan setelah itu tekanan dilepas, perbuatan ini harus diulang-
ulang beberapa kali. Naiknya diafragma secara mendadak menekan paru-
paru yang dibatasi oleh dinding rongga dada, meningkatkan tekanan
intrathoracal dan memaksa udara serta benda asing keluar dari dalam
saluran pernapasan.5

Gambar. Abdominal thrust posisi berdiri Gambar. Abdominal thrust posisi


pada pasien dewasa. berdiri pada pasien anak.

14
b. Abdominal thrush posisi pasien berbaring
Pasien harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke
atas. Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan
pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah
ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama.
Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah
atas.5

Gambar. Abdominal thrust posisi Gambar. Abdominal thrust posisi


berbaring pada pasien dewasa. berbaring pada pasien anak.
5. Penanganan Sumbatan Laring
Prinsip penanganan sumbatan laring ialah menghilangkan penyebab
sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin
ventilasi.10
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium
dengan tanda dan gejala sebagai berikut:10
a. Stadium 1 : Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal,
stridor pada waktu inspirasi dan pasien masih tenang.
b. Stadium 2 : Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal

15
makin dalam, ditambah lagi dengan timbulnya cekungan
di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor
terdengar pada waktu inspirasi.
c. Stadium 3 : Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga
terdapat di infraklavikula dan sela-sela iga, pasien sangat
gelisah dan dispnea. Stridor terdengar pada waktu
inspirasi dan ekspirasi.
d. Stadium 4 : Cekungan-cekungan di atas bertambah jelas, pasien
sangat gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika
keadaan ini berlangsung terus maka pasien akan
kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena
hiperkapnea. Pasien lemah dan tertidur, akhirnya
meninggal karena asfiksia.
Dalam penanggulangan sumbatan laring pada prinsipnya diusahakan
supaya jalan napas lancer kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian
anti inflamasi, anti alergi, antibiotika, serta pemberian oksigen intermitten
dilakukan pada sumbatan laring stadium 1 yang disebabkan peradangan.
Tindakan operatif atau resusitasi untuk membebaskan saluran napas ini
dapat dengan cara memasukkan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi
orotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostomi
atau melakukan krikotiroidektomi.10
Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan
sumbatan laring stadium 2 dan 3, sedangkan krikotiroidektomi dilakukan pada
sumbatan laring stadium 4.10
a. Intubasi endotrakea
Indikasi intubasi endotrakea adalah sebagai berikut :
1) Mengatasi sumbatan saluran napas bagian atas
2) Membantu ventilasi
3) Memudahkan mengisap secret dari traktus trakeo-bronkial

16
4) Mencegah aspirasi secret yang ada di rongga mulut atau yang berasal
dari lambung. 10
Pipa endotrakea yang dibuat dari bahan polyvinylchloride dengan balon
(cuff) pada ujungnya yang dapat diisi dengan udara, diperkenalkan oleh
Magill pertama kali tahun 1964, dan sampai sekarang masih sering dipakai
untuk intubasi. Ukuran pipa endotrakea ini harus sesuai dengan ukuran
trakea pasien dan umumnya untuk dewasa dipakai yang diameter
dalamnya 7-8,5 mm. Pipa endotrakea yang dimasukkan melalui hidung
dapat dipertahankan selama beberapa hari. Secara umum dapat dikatakan
bahwa intubasi endotrakea jangan melebihi 6 hari dan untuk selanjutnya
sebaiknya dilakukan trakeostomi. Komplikasi yang dapat timbul adalah
stenosis laring atau trakea. 10
Teknik intubasi endotrakea
Intubasi endotrakea merupakan tindakan penyelamat (lifesaving
procedure) dan dapat dilakukan tanpa atau dengan anestesi lokal dengan
xylocain 10%. Posisi pasien tidur telentang, leher fleksi sedikit dan kepala
ekstensi. Laringoskop dengan spatel bengkok dipegang dengan tangan
kiri, dimasukkan melalui mulut sebelah kanan, sehingga lidah terdorong
ke kiri. Spatel diarahkan menelusuri pangkal lidah ke valekula, lalu
laringoskop diangkat ke atas sehingga pita suara dapat terlihat. Dengan
tangan kanan pipa endotrakea dimasukkan melalui mulut terus melalui
celah antara kedua pita suara ke dalam trakea. Pipa endotrakea dapat juga
dimasukkan melalui salah satu lubang hidung sampai rongga mulut dan
dengan cunam Magill ujung pipa endotrakea dimasukkan ke dalam celah
antara kedua pita suara sampai ke trakea. 10
Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan
baik. Memasukkan pipa endotrakea ini harus hati-hati karena
menyebabkan trauma pita suara, laserasi pita suara timbul granuloma dan
stenosis laring atau trakea.10

17
Gambar. Alat-alat yang digunakan untuk intubasi pembedahan.

b. Krikotirotomi
Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam
keadaan gawat napas. Dengan cara membelah membran krikotiroid.
Tindakan ini harus dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat. 10
Terdapat dua tehnik krikotirotomi yaitu tehnik krikotirotomi dengan
menggunakan jarum (needle/canulla cricothyrotomy) dan krikotirotomi
melalui pembedahan (surgical cricothyrotomy).5,19
1) Tehnik krikotirotomi dengan jarum; rakit dan siapkan selang oksigen
dengan cara membuat sebuah lubang pada salah satu ujungnya.
Hubungkan ujung satunya pada sumber oksigen, yang mampu
mengeluarkan tekanan pada nipplenya 50 psi atau lebih, dan pastikan
oksigen lancar. Pasien dalam posisi supinasi dengan ekstensi pada
leher. Pasang cateter-over-the needle ukuran 12 atau 14 pada semprit
6-12 ml. Siapkan kapas antiseptik. Palpasi membran krikoidea,
sebelah anterior antara kartilago tiroid dengan krikoid. Pegang trakea
dengan ibu jari dan jari telunjuk. Tusuk kulit pada garis tengah dengan
jarum langsung diatas membran krikotiroid. Bisa diincisi terlebih
dahulu dengan pisau ukuran 11 untuk mempermudah masuknya jarum.
Arahkan jarum dengan sudut 450 kearah kaudal. Dengan hati-hati
tusukan jarum sambil melakukan aspirasi saat mendorong.5

18
Gambar 20. Tehnik krikotirotomi dengan jarum.

2) Tehnik krikotirotomi melalui pembedahan


Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi
atlanto oksipitalis. Puncak tulang rawab tiroid (Adam’s apple) mudah
diidentifikasi difiksasi dengan jari tangan kiri. Dengan telunjuk jari
tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke bawah sampai ditemukan
kartilago krikoid. Membran krikotiroid terletak di antara kedua tulang
rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan anestesi kemudian dibuat
sayatan horizontal pada kulit. Jaringan dibawah sayatan dipisahkan
tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah kartilago tiroid terlihat,
tusukkan pisau ke arah bawah. Kemudian, masukkan kanul bila
tersedia. Jika tidak, dapat dipakai pipa plastik untuk sementara. 10

19
GambaR. Tehnik krikotirotomi dengan pembedahan.
Krikotirotomi merupakan kontraindikasi pada anak di bawah 12
tahun, demikian juga pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik
dan terdapat laryngitis. Stenosis subglotik akan timbul bila kanul
dibiarkan terlalu lama karena kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi
jaringan-jaringan di sekitar subglotik, sehingga terbentuk jaringan
granulasi dan sebaiknya segera diganti dengan trakeostomi dalam waktu
48 jam. 10
c. Trakeostomi
Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding
depan/anterior trakea untuk bernapas. 10
Menurut letak stoma, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan
letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga.
Sedangkan menurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi
dalam 1) trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat
kurang dan 2) trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat
dilakukan secara baik (lege artis). 10
Indikasi trakeostomi10
1) Mengatasi obstruksi laring

20
2) Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas
seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya
stoma maka seluruh oksigen yang dihirupnya akan masuk ke dalam
paru, tidak ada yang tertinggal di ruang rugi itu. Hal ini berguna pada
pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.
3) Mempermudah pengisapan secret dari bronkus pada pasien yang tidak
dapat mengeluarkan secret secara fisiologik, misalnya pada pasien
dalam koma.
4) Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan)
5) Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak
mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.
Alat trakeostomi
Alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi adalah
semprit dengan obat analgesia (novokain), pisau (scalpel), pinset anatomi,
gunting panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting
kecil yang tajam serta kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien. 10

Gambar. Alat-alat trakeostomi

21
Gambar. Alat-alat yang digunakan untuk intubasi pembedahan.

Teknik trakeostomi
Pasien tidur telentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga
memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian atlanto oksipital.
Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak digaris
median dekat permukaan leher.kulit daerah leher dibersihkan secara asepsis
dan ditutup dengan kasa steril. 10
Obat anestesi (novokain) disuntikkan di pertengahan krikoid dengan
fossa suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertical di garis tengah
leher mulai di bawah krikoid sampai fossa suorasternal atau jika membuat
sayatan horizontal dilakukan pada pertengahan jarak kartilago krikoid dengan
fossa suprasternal atau kira-kira 2 jari di bawah krikoid orang dewasa.
Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira 5 cm. 10

22
Gambar. Alat-alat yang digunakan untuk intubasi pembedahan.

Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan dibawahnya


dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul,
sampai tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin-cincin tulang
rawan berwarna putih. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang tampak
ditarik ke lateral. Ismus tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin
trakea jelas terlihat. Jika tidak memungkinkan, ismus tiroid diklem pada dua
tempat dan dipotong di tengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismus tiroid
diikat kedua tepinya dan disisihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika
perlu diikat. Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran
antara cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan
memotong cincin trakea ketiga dengan gunting yang tajam. Kemudian
pasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali
pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa. 10
6. Penanganan Sumbatan Trakeo-Bronkhial
Bronkoskopi merupakan salah satu tindakan endoskopi di bagian ilmu THT
untuk melihat langsung lumen trakea dan bronkus. Pada tindakan ini endoskop
dimasukkan ke dalam saluran atau rongga yang akan diperiksa, maka dapat

23
dilihat lumen serta selaput lender (mukosa) dari saluran atau rongga itu dengan
teliti. 10
Kegunaan bronkoskopi pada sumbatan jalan napas ialah: 10
a. Melihat keadaan mukosa
b. Mengambil biopsi pada tumor
c. Mengambil secret untuk pemeriksaan mikrobiologik dan sitologik
d. Mengambil benda asing yang menyumbat
e. Mengambil tumor jinak dari lumen
f. Memperluas lumen yang menyempit (striktur) dengan melakukan dilatasi
Pada kasus dengan benda asing, untuk membebaskan jalan napas dapat
dilakukan bronkoskopi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. 10
Pada trakeomalasia primer, yang disebabkan oleh deformitas congenital
dari cincin trakea, napas pasien berbunyi (stridor) dan kesukaran bernapas
tergantung pada luasnya kelainan. Bronkoskop serat optic dipakai untuk
melihat lumen trakea ketika bernapas pada pasien tidak tidur (tanpa
anesthesia, hanya dengan analgesia). Biasanya tampak dinding trakea anterior
kolaps ke komponen bagian posterior. 10
Pada kasus ini umumnya tidak perlu dilakukan tindakan, oleh karena
pada kebanyakan kasus dapat sembuh sendiri dalam pertumbuhannya, tetapi
pada keadaan gawat dapat dibuat trakeostomi, sebagai penyanggah (stent)
pada trakea, selama masa pertumbuhannya (sampai agak besar). 10
Trakeomalasia sekunder biasanya disebabkan oleh factor ekstrinsik, seperti
anomaly pembuluh darah atau sebagai komplikasi operasi pada fistula trakeo-
esofagus. 10
Pada tumor trakea, intubasi endotrakea tidak mungkin dikerjakan karena
berbahaya, dapat menyebabkan sumbatan komplit saluran napas terutama pada
tumor yang terdapat di bagian proksimal. 10
Cara menolongnya ialah dengan memberikan oksigen dan obat sedative
dengan hati-hati. Sebaiknya hal ini dilakukan di kamar operasi, dengan

24
mempersiapkan obat-obatan, bronkoskop kaku, dilatators, teleskop, cunam
biopsy, dan alat trakeostomi. 10
Anesthesia diberikan dengan hati-hati, diberikan obat inhalasi yang cukup,
sehingga bronkoskopi dapat dikerjakan selama 20 menit. 10
Bronkoskop kaku dimasukkan melalui rima glottis dan berhenti setelah
sampai di atas tumor. Teleskop kaku dimasukkan melalui bronkoskop melalui
rongga di celah tumor dengan dinding trakea untuk memantau besar tumor yang
menyumbat. Tumor dikeluarkan dengan menggunakan cunam biopsy. Bila
terdapat perdarahan maka bronkoskop dimasukkan untuk ventilasi dan tampon
untuk mengatasi perdarahan. Bila luas saluran trakea sudah cukup, barulah
direncanakan operasi elektif. 10

Gambar. Tehnik bronkoskopi.

2.8 Komplikasi
a. Komplikasi trakeostomi:
- Waktu operasi:
Perdarahan, lesi organ sekitarnya, apnea dan shock.
- Pasca operasi:

25
Infeksi, sumbatan, kanul lepas, erosi ujung kanul atau desakan cuff pada
pembuluh darah, fistel trakeokutan, sumbatan subglotis dan trakea, disfagia,
granulasi.
b. Perasat Heimlich/Heimlich Manuver
Komplikasi yang dapat terjadi adalah ruptur lambung, ruptur hati dan
fraktur iga.
c. Krikotiroidotomi
a) Gagal napas
b) Perdarahan local dan hematoma
c) Emfisema subkutis
d) Infeksi
e) Perforasi esophageal
f) Mediastinitis
g) Pneumotoraks
h) Pneumomediastinum
i) Trauma pita suara
j) Trauma laring
k) Trauma kelenjar tiroid
l) Trauma arteri karotis, vena jugularis, dan nervus vagus
m) Stoma persisten
n) Stenosis subglotik

26
BAB III
KESIMPULAN

Obstruksi atau sumbatan saluran napas adalah sumbatan pada saluran napas
yang disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor, dan kelumpuhan
nervus rekuren bilateral sehingga ventilasi pada saluran pernapasan terganggu.
Penanggulangan pada obstruksi saluran napas bertujuan agar jalan napas
lancar kembali. Tindakan konservatif berupa pemberian antiinflamasi, anti alergi,
antibiotika serta pemberian oksigen intermiten, yang dilakukan pada sumbatan jalan
napas. Tindakan manual dan operatif dapat dilakukan untuk penanggulangan
obstruksi jalan napas yang bertujuan untuk membebaskan jalan napas yang
mengalami sumbatan. Dengan melakukan maneuver penganggulan dan operatif dapat
mengurangi keparahan akibat sumbatan jalan napas.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Seeley, stephens, tate. 2004. Anatomy and physiology, sixth edition. The

McGrow – Hill Companies avaible in serve. FKUnram.edu/anatomyfisiology

2. Perkasa, Fadjar. Penanganan meningosil dan atresia koana bilateral. 2013.

Diunduh pada tanggal 26 September 2019 di http://www.orli.or.id/index.php

3. Soepardi, efiaty dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher. Ed ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal:

162-259

4. Gompf, S. G. Epiglotitis 2011. Tersedia di:

http//emedicide.medscape.com.article/763612 (diakses 26 September 2019)

5. Chung, C. H. Case and literature review: Adult acute epiglotitis – Rising

incidence or increasing a wareness. Hongkong J Emerg Med. Tersedia di:

http//www.hkcem.com/html/publications/journal/2001-3/227-231.pdf (diakses

26 September 2019)

6. Snow, J. B. Ballenger, J. J. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck

surgery. 16th ed. USA: BC Decker; 2003

7. Jong Wim De.,R.Sjamsuhidrajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. EGC.2005

8. Maisel, Robert H. Trakeostomi. In:BOIES Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed.

Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997. p; 473-485

9. UniversityHospitals. 2006. Available from:http://www.Sussexcritcare.nhs.Uk/

profclinical/carebundles/documents/TracheostomyguidelinesforTCPFINALA

PRIL2005.pdf. Access on: September 25 , 2019

28
10. Mahadevan SV,Garmel GM. An Introduction to Clinical Emergency
Medicine. USA: Cambridge University Press, 2005. Hal. 19-40.
11. Novaldi SA. Trakeostomi dan krikotirotomi. Bagian Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala Leher. Padang: FK Universitas Andalas. p1-9

29

Anda mungkin juga menyukai