Anda di halaman 1dari 115

ISBN 978 – 979 – 3733 – 57 – 9

PERENCANAAN EFISIENSI DAN


ELASTISITAS ENERGI 2012

Publikasi ini tersedia di website : www.bppt.go.id

Balai Besar Teknologi Energi


Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

i
PERENCANAAN EFISIENSI DAN
ELASTISITAS ENERGI 2012
ISBN 978 – 979 – 3733 – 57 – 9

SEKRETARIAT BPPT Press


Gedung II BPPT Lantai 4
JL M.H. Thamrin No. 8 Jakarta 10340
Telp. (62-21) 3169090; 3169093
Fax (62-21) 3101802
E-mail : indra.adiningrat@bppt.go.id
jaenudin@bppt.go.id

Atau

Gedung Teknologi 3 BPPT, Lantai 2


Puspiptek Serpong
Tangerang Selatan 15314
Telp. (62-21) 75791260; 75791262-63 ext. 232
Fax (62-21) 75791281
E-mail : lies.suliestyowati@bppt.go.id
Edisi Pertama, Nopember 2012
Dicetak oleh Penerbit BPPT
Isi di luar tanggung jawab percetakan

©Hak cipta dilindungi oleh undang -undang/ ©All rights reserved


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh buku ini dalam bentuk apapun
tanpa ijin tertulis dari penerbit.

ii
PENGANTAR
Buku Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2012 ini memuat informasi
perencanaan mengenai hemat energi dan peluang penghematan energi dalam
kajian mengenai elastisitas energi 2012 untuk sektor rumah tangga, industri dan
komersial hingga tahun 2030.
Pembahasan buku ini dimulai dengan menguraikan latar belakang tentang
pentingnya penghematan energi di Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan
pembahasan tentang pola penggunaan energi di masing masing sektor rumah
tangga, industri dan komersial saat ini beserta teknologi yang digunakan.
Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi merupakan perencanaan terhadap
implementasi teknologi hemat energi hingga tahun 2030. Dengan menggunakan
suatu model energi yang dikembangkan oleh BPPT dan keluaran Outlook Energi
Indonesia 2012 sebagai referensi untuk skenario BAU (Business As Usual),
estimasi peluang peningkatan efisiensi energi pada sektor rumah tangga, industri
dan komersial bisa diproyeksikan hingga tahun 2030.
Selanjutnya penerapan pada penerapan program hemat energi telah dilakukan oleh
B2TE-BPPT pengujian tentang Pengujian Lampu CFL pada tahun 2007, dan
Pengujian Unjuk Kerja Lampu Swabalast berdasarkan SNI IEC 60969:2009 pada
tahun 2012. Pengujian lampu yang pertama, tahun 2007, bertujuan untuk
memetakan tingkat efikasi lampu yang beredar di Indonesia sebagai bahan
masukan ke Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
(Ditjen EBTKE); Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sedangkan pengujian lampu yang kedua, tahun 2012 – atau setelah ditetapkannya
Peraturan Menteri ESDM No. 06 Tahun 2011 Tentang Kriteria Tanda Hemat Energi
Lampu Swabalast (Lampu CFL) – dimaksudkan untuk mengetahui tingkat hemat
energi lampu swabalast yang ada di pasaran.

Hasil audit energi yang telah dilakukan oleh B2TE-BPPT pada sektor industri,
diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai potensi penghematan yang
dapat diperoleh dengan mengimplementasikan hasil audit energi tersebut pada

iii
[13] KESDM, The Study on Energy Conservation and Efficiency Improvement in the
industri terkait. Buku ini menampilkan pembahasan potensi penghematan pada
Republic of Indonesia, Progress Report, Japan International Cooperation Agency
industri semen, industri gula dan pada bangunan komersial.
(JICA), Electric Power Development co., ltd., 2009.

Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih disampaikan kepada Tim [14] KESDM, The Study on Energy Conservation and Efficiency Improvement in the
Penyusun dan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi memberikan data dan Republic of Indonesia, Final Report, Japan International Cooperation Agency
informasi dalam pembuatan buku ini. Dengan segala keterbatasan, kami menyadari (JICA), Electric Power Development co., ltd., 2009.
bahwa buku ini masih belum sempurna. Kami mengharapkan sumbang saran yang
dapat memberikan masukan bagi perbaikan dan penyempurnaan pada penerbitan
buku selanjutnya.

Jakarta, 25 November 2012

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi,


Kepala,

Dr. Ir. Marzan A. Iskandar

iv
216
DAFTAR PUSTAKA PENGARAH
Kepala BPPT
[1] BSN. SNI 03-6958-2000.”Label tingkat hemat energi pemanfaat tenaga listrik Dr. Ir. Marzan A. Iskandar
Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material (TIEM)
untuk keperluan Rumah Tangga dan sejenisnya” Dr. Unggul Priyanto

[2] SNI IEC 60969:2009”Lampu swa-balast untuk elayanan pencahayaan umum –


PENANGGUNG JAWAB
Persyaratan unjuk kerja (IEC 60969 Edition 1.2 (2001), Self-ballasted lamps for Kepala Balai Besar Teknologi Energi (B2TE)
general lighting services - Performance requirements, IDT)” Dr. Ir. Soni Solistia Wirawan, M.Eng

[3] Peraturan Menteri Energi Sumberdaya Mineral No. 06/2011 tentang KOORDINATOR TIM PENYUSUN
Kepala Bidang Efisiensi Energi, B2TE
Pembubuhan label tingkat hemat energi untuk lampu swabalast.
Ir. Hari Yurismono, M.Eng.Sc
[4] Peraturan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi
TIM PENYUSUN
No. 1287.K/06/DJE/2011 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pernyataan
Ir. Joko Santosa, M.Sc
kesesuaian Pada lampu Swabalast Dr. Edi Hilmawan
Dr. Hariyanto
[5] BPS, Statistik Indonesia 2011, Badan Pusat Statistik, Jakarta 2012. Ir. Sudirman Palaloi
Ir. Nur Rachman Iskandar
[6] BPS, Statistik Industri Besar dan Sedang 2009, Badan Pusat Statistik 2010. Ir. Yasmin
Danang Yogisworo, MT
[7] BPS, Proyeksi Penduduk Indonesia 2005 – 2025, Badan Pusat Statistik, Jakarta Nur Endah Sulistiawati, ST
2008 Euis Djubaedah, MT
Ir. Suryo Busono, M.Sc
[8] Pusdatin KESDM, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2011, Budi Ismoyo, ST
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta 2012 Ir. Irawan Rahardjo, M.Eng
Yusuf Ahda, ST
[9] PLN, PLN Statistics 2011, Perusahaan Listrik Negara, Jakarta 2012. Dr. Ir. Agus Nurrohim, M.Eng
Drs. Sofyan Agus Safari
[10] Rich Brown et.al, U.S. Building-Sector Energy Efficiency Potential, Environmental Agustina P Mayasari, ST
Energy Technologies Division, Ernest Orlando Lawrence Berkeley National
EDITOR
Laboratory University of California, Berkeley, 2008. Ir. Toorsilo Hartadi MSc.EE

[11] Ali Hasanbeigi et.al, A Review of Energy Use and Energy Efficiency
DESAIN COVER
Technologies for the Textile Industry, Renewable and Sustainable Energy Dr. Gatot Dwianto, Dr. SD. Sumbogo Murti, Royhan, Tata Sutardi
Reviews 16, pp. 3648– 3665, Elsevier, 2012.
INFORMASI
[12] Ali Hasanbeigi, Energy-Efficiency Improvement Opportunities for the Textile Bidang Efisiensi Energi,Balai Besar Teknologi Energi (B2TE)
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Industry, China Energy Group, Energy Analysis Department, Environmental
PUSPIPTEK, GD. 620, Cisauk – Tangerang Selatan, 15314
Energy Technologies Division, Ernest Orlando Lawrence Berkeley National Tel. (021) 7560550, Fax. (021) 7560904
Laboratory University of California, Berkeley, 2010. Email : hari.yurismono@bppt.go.id
yuris@bit.net.id

v
215
No Nama Bangunan Tahun Audit

DAFTAR ISI 2 Gedung BPPT 2008


3 TMC Puspiptek 2008
Pengantar..........................................................................................................................................iii 4 Rumah Sakit Pondok Indah 2005
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................vi 5 Wisma BSG 2003
1. EFISIENSI dan elastisitas energi ..............................................................................................1
6 Biotek BPPT 2002
1. 1. Optimasi Penggunaan Energi .................................................................................... 1
7 Plaza Mandiri 2002
1. 2. Target Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi................................................ 3
2. KONDISI MAKRO EKONOMI DAN ENERGI ............................................................................5 8 Hotel Ciputra Jakarta 2002
2. 1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) ............................................................ 5 9 Hotel Borobudur 2000
2. 2. Penyediaan dan Konsumsi Energi............................................................................. 7
2. 3. Intensitas dan Elastisitas Energi .............................................................................. 16 Penggunaan energi pada bangunan komersil bervariasi dan sangat ditentukan dari
2. 4. Proyeksi Kebutuhan Energi Bau (Business As Usual) ........................................... 20
jenis bangunan. Selain jenis bangunan, faktor yang turut mempengaruhi lokasi,
2. 5. Kebijakan Konservasi dan Efisiensi Energi Serta Standar Nasional Indonesia ..... 23
dimensi, tahun audit, umur bangunan dan peralatannya serta lainnya.
2.5.1 Kebijakan Konservasi dan Efisiensi Energi ...................................................... 23
2.5.2 Standar Nasional Indonesia.............................................................................. 27
7.3.4 Potensi Penghematan
3. POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN TINGKAT EFISIENSI ENERGI MASING-MASING
SEKTOR ...........................................................................................................................................29
Berdasarkan rekomendasikan yang diberikan, pada umumnya peluang penghematan
3.1 Sektor Rumah Tangga ............................................................................................. 29
yang dapat dilakukan diantaranya :
3.1.1. Definisi dan Karakteristik Sektor....................................................................... 29
3.1.2. PDB dan Konsumsi Energi Final....................................................................... 31
3.1.3. Pola Penggunaan Energi .................................................................................. 32 x Penurunan kontrak daya : dapat memberikan penghematan hingga 15%
3.2 Sektor Industri .......................................................................................................... 35 biaya listrik.
3.2.1 Definisi dan Karakteristik Sektor....................................................................... 35 x Pemasangan kapasitor bank : dapat memberikan penghematan hingga
3.2.2 PDB, Intensitas Energi Final dan Elastisitas Industri ....................................... 37
5% biaya listrik.
3.2.3 Pola Penggunaan Energi Industri Tekstil.......................................................... 41
x Pengurangan lux pencahayaan buatan : dapat memberikan penghematan
3.3 Sektor Komersial ...................................................................................................... 45
3.3.1. Definisi dan Karakteristik Sektor....................................................................... 45 hingga 5% konsumsi energi.
3.3.2. PDB dan Intensitas Konsumsi Energi Final...................................................... 52 x Peningkatan setting temperatur : dapat memberikan penghematan hingga
3.3.3. Pola Penggunaan Energi .................................................................................. 54 5% konsumsi energi.
4. PELUANG PENINGKATAN EFISIENSI ENERGI ...................................................................57 x Penyesuaian kerja chiller, pompa dan cooling tower terhadap beban
4.1. Sektor Rumah Tangga ............................................................................................. 57
pendinginan : dapat memberikan penghematan hingga 15% konsumsi
4.1.1 Teknologi Hemat Energi.................................................................................... 58
energi.
4.1.1.1 Memasak .................................................................................................58
4.1.1.2 Tata Cahaya ............................................................................................59 x Pengurangan laju udara segar : dapat memberikan penghematan hingga

vi 10% konsumsi energi.


214
IKE standar yang sering digunakan adalah hasil penelitian ASEAN-USAID
dan diterapkan pada SNI 05-3052-1992 sebesar : 4.1.1.3 Tata Udara...............................................................................................75

- Perkantoran : 240 kWh/m2.thn 4.1.1.4 Lemari Pendingin (Refrigerator) ............................................................87


4.1.1.5 Televisi.....................................................................................................90
- Pusat belanja : 330 kWh/m2.thn
4.1.2 Roadmap Teknologi Efisiensi ........................................................................... 96
- Hotel/ apartemen : 300 kWh/m2.thn
4.1.3 Potensi Penghematan Energi Sektor Rumah Tangga ................................... 102
- Rumah sakit : 380 kWh/m2.thn 4.2. Sektor Industri ........................................................................................................ 105
x Intensitas pencahayaan standar, lux : yaitu nilai standar intensitas 4.2.1 Teknologi Hemat Energi.................................................................................. 108
pencahayaan pada jenis area tertentu. Dimana sebagai acuan dari SNI 4.2.2 Roadmap Teknologi Efisiensi Industri Tekstil................................................. 121

03-6197-2000. 4.2.3 Potensi Penghematan Energi ......................................................................... 123


o 4.3. Sektor Komersial .................................................................................................... 124
x Pengkondisian udara standar, C dan %RH : yaitu nilai standar
4.3.1. Teknologi Hemat Energi.................................................................................. 125
pengkondisian temperature dan kelembaban udara pada suatu ruangan.
4.3.1.1. Tata Cahaya .........................................................................................125
Dimana sebagai acuan adalah 03-6390-2000 yang menyatakan : 4.3.1.2. Tata Udara............................................................................................130
- Temperatur : 24 – 26 oC 4.3.1.3. Sistem Boiler dan Pemanas Air ...........................................................139
- Kelembaban : 50 – 70 %RH 4.3.1.4. Building Energy Management System.................................................144

x Coefficient of Performance : yaitu kinerja perbandingan kapasitas 4.3.1.5. Low Energy Building Design ................................................................145
4.3.2. Roadmap Teknologi Efisiensi ......................................................................... 146
pendingin suatu sistem pendingin terhadap konsumsi energinya. Dimana
4.3.3. Potensi Penghematan Energi ......................................................................... 149
sebagai acuan adalah 03-6390-2000 dan mengikuti perkembangan
5. PENERAPAN EFISIENSI ENERGI PADA SEKTOR RUMAH TANGGA ...........................150
teknologi terkini. 5.1 Efisiensi Energi pada Sektor Rumah Tangga Dengan Tanda Hemat Energi....... 150
5.2 Tanda Hemat Energi pada Peralatan Lampu Swabalast (CFL)............................ 152
Selain itu digunakan besaran-besaran lainnya yang menunjukkan kinerja peralatan 5.3 Pengujian Lampu Swabalast – CFL....................................................................... 153
atau pola penggunaan pada suatu sistem tertentu. 5.3.1 Kriteria Tanda Hemat Energi pada Lampu Swabalast (CFL)......................... 153
5.3.2 Pentingnya Tanda Hemat Energi.................................................................... 155
5.3.3 Pengujian Lampu Swabalast .......................................................................... 156
7.3.3 Data Bangunan 5.3.4 Standar Uji Berdasarkan SNI IEC 60969:2009 .............................................. 157
5.3.4.1 Penyalaan dan Persiapan .....................................................................157
Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) telah lama terjun dalam kegiatan audit energy 5.3.4.2 Tegangan Uji .........................................................................................158
5.3.4.3 Ageing....................................................................................................158
termasuk pada bangunan komersil. Dari beberapa audit yang pernah dilakukan
5.3.4.4 Daya Lampu ..........................................................................................158
beberapa diantaranya tampak pada tabel 7.3.1.
5.3.4.5 Fluks Cahaya.........................................................................................158
5.3.4.6 Waktu Stabilisasi ...................................................................................158
Table 7.3.1 Data hasil audit energy pada bangunan gedung 5.3.4.7 Pemeliharaan Lumen (Lumen Maintenance)........................................158
5.3.4.8 Suhu Ruangan.......................................................................................159
No Nama Bangunan Tahun Audit 5.3.4.9 Nyala dan Padam ..................................................................................159
5.3.4.10 Menetapkan Umur Lampu Rata-rata ..................................................159
5.3.5 Peralatan Uji.................................................................................................... 159
1 Park Lane Hotel 2012
vii
213
Tahun Pabrik Gula Potensi Penghematan1

5.3.6 Prosedur Pengujian......................................................................................... 160 1991 1 PG Jawa Barat IV x Total Penghematan pada Ampas Tebu, Listrik, Boiler:
Rp3,9 Miliar per tahun
5.3.7 Sampel Uji ....................................................................................................... 161
5.3.8 Data Hasil Pengujian....................................................................................... 162 2011 1 PG Jawa Timur IX x Total penghematan: Rp6,3 Miliar per tahun

5.3.9 Hasil Pengujian Umur Lampu (Life Time)....................................................... 167 2 PG Jawa Timur X x Total penghematan: Rp19,7 Miliar per tahun
3 PG Jawa Timur XI x Total penghematan: Rp9 Miliar per tahun
5.3.10 Konsumsi Daya Spesifik ................................................................................. 169
2012 PG jawa Tengah III x Total penghematan: Rp10,8 Miliar per tahun
5.3.11 Intensitas Cahaya Spesifik.............................................................................. 171
Sumber arsip: Nri_Pabrik_Gula/Pbr_Gula_Umum/Audit_Energi_Ringkasan_B2TE.docx/nri/201112
5.3.12 Efikasi Berdasarkan Spesifikasi...................................................................... 172
5.3.13 Evaluasi Intensitas Cahaya............................................................................. 174
7.3 Penerapan Audit Energi pada Bangunan Komersial
5.4 Analisis Umur Lampu ............................................................................................. 175
5.5 Analisa Dampak Ekonomi Penerapan Label Swabalast – Lampu CFL ................ 177
7.3.1 Pendahuluan
5.6 Potensi Penghematan Energi ................................................................................ 181
6. AUDIT ENERGI UNTUK SEKTOR INDUSTRI ......................................................................182
Tujuan audit energi pada bangunan gedung untuk mengetahui intensitas
6.1 Pendahuluan .......................................................................................................... 182
6.2 Metodologi Audit Energi ......................................................................................... 182
penggunaan energi serta mencari peluang penghematannya. Pelaksanaan audit
6.2.1 Audit Energy Awal ........................................................................................... 183 energi pada bangunan gedung mencakup :
6.2.2 Audit Energi Detail........................................................................................... 183
6.3 Teknik Audit Energi ................................................................................................ 184 x Audit sistem kelistrikan
6.4 Peralatan Audit Energi ........................................................................................... 188
x Audit sistem pencahayaan
7. PENERAPAN AUDIT ENERGI PADA SEKTOR INDUSTRI................................................192
x Audit sistem HVAC
7.1.1 Pendahuluan ................................................................................................... 192
7.1.2 Metode Audit Energi pada Industri Semen..................................................... 193 x Audit sistem air panas
7.1.2.1 Persiapan dan Studi literatur.................................................................193 x Audit sistem plumbing
7.1.2.2 Survei dan Pengumpulan Data .............................................................194 x Audit sistem transportasi (elevator, eskalator, dll)
7.1.2.3 Analisis dan Pengolahan Data ..............................................................194
7.1.2.4 Benchmarking........................................................................................195
Dari seluruh sistem diatas, ketiga sistem pertama yang paling umum dilakukan pada
7.1.3 Penggunaan Energi pada Proses Produksi Semen...................................... 196
audit energi di bangunan gedung. Sebab ketiga sistem tersebut relative selalu ada
7.1.4 Hasil Audit Energi dan Pembahasan .............................................................. 198
7.1.4.1Konsumsi Energi Listrik Spesifik di Unit Raw Mill.................................198 dan sebagai pengguna energi yang besar.
7.1.4.2 Konsumsi Energi Listrik Spesifik di Unit Kiln .......................................200
7.1.4.3 Konsumsi Energi Listrik Spesifik di Unit Finish /Cement Mill ..............202
7.1.4.4 Konsumsi Energi Listrik Spesifik Pabrik Semen...................................204
7.3.2 Kriteria Pelaksanaan Audit Eenergi untuk Bangunan Komersial
7.1.4.5 Konsumsi Energi Termal Spesifik u klinker di Kiln ..............................205
7.1.5 Konsumsi Energi Listrik dan Termal Spesifik Pabrik Semen ........................ 207 Dari pelaksanaan audit energi dihasilkan penilaian terhadap suatu bangunan
7.1.6 Benchmarking dan Potensi Penghematan pada Industri Semen .................. 208 berdasarkan nilai-nilai pembanding acuan penggunaan energi diantaranya :
7.2.1 Pendahuluan ................................................................................................... 209
7.2.2 Pengalaman Audit Energi pada Industri Gula ................................................ 210 x Indeks Konsumsi Energi (IKE), kWh/m2.thn : yaitu intensitas
7.2.3 Hasil Audit Energi pada Industri Gula............................................................. 211
penggunaan energi per satuan luas bangunan dalam setahun. Dimana
viii
212
7.2.3 Hasil Audit Energi pada Industri Gula
7.2.4 Potensi Penghematan Energi di Industri Gula................................................ 211
Secara umum, peralatan konversi dan konsumsi energi tergolong tua, di atas 25 7.3.1 Pendahuluan ................................................................................................... 212
tahun. Beberapa di antaranya bahkan lebih dari 50 tahun. 7.3.2 Kriteria Pelaksanaan Audit Eenergi untuk Bangunan Komersial ................... 212
7.3.3 Data Bangunan ............................................................................................... 213
7.3.4 Potensi Penghematan..................................................................................... 214
Kehilangan panas termal tergolong besar, misal melalui dinding peralatan dan pipa-
Daftar Pustaka...............................................................................................................................215
pipa yang disebabkan buruknya kondisi isolasi panas.

Selama musim giling masih mengkonsumsi bahan bakar selain ampas tebu dalam
jumlah besar.

Selama musim giling juga mengkonsumsi listrik dari PT PLN (Persero), meskipun
hanya untuk penerangan rumah dinas atau penerangan kantor pabrik.

Konsumsi Energi Spesifik (KES) berkisar antara 0,55 hingga 0,7 ton uap per ton tebu
(digilig).

Peralatan instrumentasi (alat-alat ukur) tergolong minimum.

Belum memiliki organisasi manajemen energi.

Potensi penghematan diperoleh dengan usulan menurunkan KES hingga angka


benchmarking 0,45 ton uap per ton tebi, sebagaimana telah dicapai oleh pabrik gula
swasta PG Gunung Madu Plantation, Lampung Utara, Provinsi Lampung.

Potensi penghematan juga dapat diperoleh dengan mengeliminasi penggunaan


bahan bakar selain ampas tebu.

7.2.4 Potensi Penghematan Energi di Industri Gula

Beberapa potensi penghematan energi sebagai hasil dan rekomendasi pekerjaan


audit energi pada industri gula adalah sebagai berikut:
ix
211
Kemudian tahun 2010 B2TE-BPPT bekerjasama dengan PT EMI (Persero) untuk
1. EFISIENSI DAN ELASTISITAS ENERGI melakukan audit energi di 9 pabrik gula.

1. 1. OPTIMASI PENGGUNAAN ENERGI 7.2.2 Pengalaman Audit Energi pada Industri Gula

Dalam rangka mengoptimalkan penggunaan energi, pemerintah telah mengeluarkan Tabel berikut memperlihatkan jumlah pabrik gula yang pernah diaudit oleh B2TE-

kebijakan energi nasional yang meliputi kebijakan penyediaan energi yang optimal BPPT sebagai berikut:

dan melaksanakan konservasi, melaksanakan diversifikasi dalam memanfaatkan


energi, menetapan harga energi ke arah harga keekonomian, dan pelestarian
lingkungan. No. Pabrik Gula (PG) Tahun

Kebijakan konservasi energi dimaksudkan untuk meningkatkan penggunaan energi


1 PG Lampung I 2012
secara efisien dan rasional tanpa mengurangi kuantitas energi yang memang benar- 2 PG Jawa Tengah I 2011
benar diperlukan. Upaya konservasi energi dapat diterapkan pada seluruh tahap 3 PG Jawa Tengah II 2011

pemanfaatan, mulai dari pemanfaatan sumber daya energi sampai pada 4 PG Jawa Tengah III 2012

pemanfaatan akhir, dengan menggunakan teknologi yang efisien dan 5 PG Jawa Timur I 2003

6 PG Jawa Timur II 2004/2010


membudayakan pola hidup hemat energi.
7 PG Jawa Timur III 2006
Menurut Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi, 8 PG Jawa Timur IV 2006

definisi konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna 9 PG Jawa Timur VI 2010

melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi 10 PG Jawa Timur VII 2010

11 PG Jawa Timur VIII 2010


pemanfaatannya. Efisiensi merupakan salah satu langkah dalam pelaksanaan
12 PG Jawa Timur IX 2011
konservasi energi. Efisiensi energi adalah istilah umum yang mengacu pada
13 PG Jawa Timur X 2011
penggunaan energi lebih sedikit untuk menghasilkan jumlah layanan atau output
14 PG Jawa Timur XI 2011
berguna yang sama.
15 PG Jawa Timur XII 2010

16 PG Jawa Timur XIII 2010


Penerapan teknologi efisiensi energi di Indonesia hingga saat ini masih belum
17 PG Jawa Barat I 2010
seperti yang diharapkan. Meskipun beberapa jenis usaha komersial dan industri
18 PG Jawa Barat II 2010
telah melakukan usaha-usaha penghematan energi dan revitalisasi, secara nasional
19 PG Jawa Barat III 2010
hasilnya masih belum cukup untuk meredam laju konsumsi energi yang cukup tinggi.
20 PG Jawa Barat IV 1991/2011
Konsumsi energi final Indonesia pada periode tahun 2000 hingga 2010 telah 21 PG Yogyakarta I 2004
melonjak hampir dua kalinya, dari 777,9 juta SBM (508,9 juta SBM, tanpa biomasa) 22 PG Jawa Timur XIV 2011

menjadi 1182,1 juta SBM (902,1 juta SBM, tanpa Biomasa). Penghematan energi di
sisi kebutuhan (hilir) akan menjamin ketersediaan suplai energi sekaligus Total Pabrik Gula = 22 PG

1
210
3) Benchmarking konsumsi energi total listrik dan termal spesifik untuk Pabrik menghindarkan Indonesia menjadi negara importir energi di masa mendatang atau
Semen adalah 3,46 GJ/ton klinker, best world practice 2,76 GJ/ton klinker meningkatkan ketahanan energi nasional.

4) Nilai konsumsi energi listrik spesifik maupun energi termal spesifik pabrik semen Meskipun konsumsi energi primer per kapita masih rendah, intensitas energi primer
di Indonesia relatif sama dengan nilai benchmarking rata-rata beberapa negara Indonesia tergolong masih cukup tinggi apabila dibandingkan dengan negara-negara
yang memproduksi semen, bahkan lebih baik dari Malaysia dan Filipina, tetapi maju. Pada tahun 2009, intensitas energi Indonesia berkisar 0,24 KTOE/USD
masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan world best practice. Konstan 2005. Sedangkan Jepang, Jerman, Thailand, dan Malaysia pada tahun
yang sama berturut-turut adalah 0,12; 0,12; 0,23; dan 0,22 KTOE/USD Konstan
2005 (IEA, 2010). Tingkat intensitas energi, yang dihitung dengan membagi volume
7.2 Penerapan Audit Energi pada Industri Gula penggunaan energi nasional (Ton Oil Equivalent) dengan nilai Produk Domestik
Bruto (dalam USD), merupakan salah satu indeks makro yang menyatakan
7.2.1 Pendahuluan seberapa efisien pemanfaatan energi di suatu negara untuk menghasilkan nilai
tambah ekonominya. Artinya, pemanfaatan energi di Indonesia tidak produktif atau
Audit energi di pabrik gula dilakukan oleh B2TE (Balai Besar Teknologi Energi d.h
masih boros.
UPT-LSDE) - BPPT sejak tahun 1991 di Pabrik Gula Subang, Jawa Barat, sebagai
kegiatan audit energi yang pertama kali dilakukan pada pabrik gula. Kegiatan ini Selain hal tersebut, di tingkat global, isu perubahan iklim khususnya adanya
menggunakan sumber dana APBN di B2TE-BPPT. Selanjutnya kegiatan audit energi desakan peningkatan peran negara-negara berkembang, termasuk Indonesia dalam
dilakukan secara luas di industri gula. penurunan emisi gas rumah kaca telah mendorong arah pembangunan yang ramah
lingkungan dan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih rendah. Upaya
Audit energi di pabrik gula kembali dilakukan secara intensif pada tahun 2003. Jika penerapan teknologi hemat energi dinilai sebagai upaya penurunan emisi gas rumah
kegiatan di PG Subang dilakukan secara mandiri oleh B2TE-BPPT, maka kegiatan kaca yang tepat dan ekonomis serta membawa dampak langsung pada pelaku
pada tahun 2003 dan tahun-tahun berikutnya dilakukan bekerjasama dengan institusi energi.
lain.
Sehubungan dengan kondisi tersebut, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Audit energi pada tahun 2003 dilakukan di PG Tjoekir, Jombang, Jawa Timur, (BPPT) telah melakukan suatu kajian yang bertujuan untuk mengembangkan suatu
bekerjasama dengan Pusat Audit Teknologi (PAT) - BPPT, dengan anggaran APBN roadmap penerapan teknologi hemat energi pada sektor rumah tangga, industri
serta dibawah manajemen PAT-BPPT. Satu tahun berikutnya, tahun 2004, PAT- (khususnya industri tekstil), dan komersial dengan memperhitungkan kondisi
BPPT mengajak kembali B2TE-BPPT untuk melakukan audit energi di PG penggunaan energi saat ini, tingkat penetrasi teknologi, tingkat kesiapan
Madukismo, Yogyakarta dan PG Pagottan, Madiun, Jawa Timur. Kegiatan dengan komersialisasi atau technology readiness, ketersediaan sumberdaya energi, biaya
PAT-BPPT kembali berlanjut pada tahun 2011 dan 2012. implementasi, serta kebijakan energi yang ada. Dengan mengembangkan suatu
roadmap teknologi efisiensi energi, yang juga merupakan suatu rencana aksi
Pada tahun 2006, B2TE-BPPT kembali secara mandiri melakukan audit energi di PG
penerapan teknologi hemat energi, besar peluang penghematan energi pada sektor
Gending, Probolinggo dan PG Pandjie, Situbondo. Kedua pabrik gula ini berada di
rumah tangga, industri khususnya tekstil, dan komersial dalam jangka panjang
Provinsi Jawa Timur. Kegiatan ini dilaksanakan dengan anggaran PTPN XI.
hingga tahun 2030 bisa diketahui. Hasil dari simulasi tersebut kemudian
dibandingkan dengan target-target jangka panjang yang sudah ditetapkan oleh
2
209
pemerintah seperti misalnya penurunan intensitas energi 1% per tahun hingga tahun Portugal average 3.24
2025, penurunan elastisitas energi kurang dari 1 hingga tahun 2025 dan sebagainya. Germany average 3.25
Phillippines Average (2004) 4.45
Europe Average (2004) 3.43
Hasil kajian ini diwujudkan dalam suatu buku yang berjudul “Perencanaan Efisiensi Thailand average (2004) 3.65
dan Elastisitas Energi 2012”. Buku ini memuat antara lain informasi mengenai Malaysia best (2004) 4.00
Uniland Average (2004) 3.53
kondisi saat ini dari penerapan teknologi hemat energy pada sistem kelistrikan, tata Taiheiyo Cement (2001) 3.64
Indian best 3.05
cahaya, tata udara dan peralatan elektronik pada sector rumah tangga, industri dan World best practice 2.76
Indonesian average 3.76
komersial. Teknologi hemat energi yang baru yang terkait dengan sistem tersebut
Indonesian best 3.46
juga akan dikaji secara lebih dalam. Kajian mencakup prinsip teknologi, potensi dan L 3.52
K 4.06
dampak penghematan energi, status, keekonomian serta tingkat penetrasi baik J 3.51
I 3.53
untuk kondisi saat ini maupun rencana penerapannya kedepan (roadmap) dari

Pabrik Semen
H 3.52
teknologi hemat energi yang sudah maupun yang belum diterapkan. Hasil dari kajian G 3.55
F 3.94
ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pembuat kebijakan mengenai konservasi E 4.04
D 4.19
dan efisiensi energi khususnya tentang rencana aksi penerapan teknologi hemat
C 3.57
energi pada sector rumah tangga, industry dan komersial di Indonesia. B 4.09
A 4.00

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00
Total konsumsi energi spesifik (GJ/ton semen)

1. 2. Target Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas


Energi Gambar 7.1.8. Grafik KES total dalam satuan GJ/ton semen, masing-masing pabrik
semen dan beberapa negara
Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2012 diharapkan akan meningkatkan
kesadaran dan pemahaman terhadap budaya hemat energy di Indonesia khususnya
dalam menerapkan teknologi hemat energy pada sektor rumah tangga, industri dan 7.1.6 Benchmarking dan Potensi Penghematan pada Industri Semen
komersial.
Dari hasil perhitungan konsumsi energi spesifik beberapa industri semen maka
Sehingga Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2012 dapat memberikan
dapat disimpulkan :
informasi yang detil mengenai penerapan teknologi hemat energy pada sector
rumah tangga, industri dan komersial dari mulai deskripsi teknologinya, potensi dan 1) Benchmarking konsumsi energi listrik spesifik untuk Industri semen Indonesia
dampak penghematan, keekonomian hingga rencana penerapan dari teknologi diambil nilai terbaik yakni 82,43 kWh/ton semen, namun demikian masih lebih
hemat energi tersebut untuk mencapai target Kebijakan Energi Nasional yang tinggi dibandingkan dengan world best practice (77,0 kWh/ton semen).
meliputi penurunan elastisitas energy kurang dari satu pada tahun 2025 dan
2) Benchmarking konsumsi energi termal spesifik untuk Pabrik Semen adalah
penurunan intensitas energy sebesar 1% per tahun.
754,55 kkal/kg klinker atau 3,16 GJ/ton klinker, best world practice 680 kkal/kg
Informasi yang ada pada buku “Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2012” klinker atau 2,65 GJ/ton klinker
ini diharapkan bisa memberikan manfaat pada pelaku industry dan bisnis dalam

3
208
5.0 menjalankan usahanya, khususnya dalam menekan biaya energy, serta pemilik
4.00 3.90 3.93
4.0 3.43
3.82
bangunan rumah tangga yang ingin menghindari pemborosan listrik dengan
KES termal (GJ/ton klinker)
3.16 3.20
2.89
3.0 2.65 menjalankan upaya-upaya penghematan energy yang praktis dan mudah. Selain
2.0 mereka, buku ini juga bisa menjadi pegangan bagi para pendidik, mahasiswa dan
1.0 pemerhati energy untuk meningkatkan pengetahuan tentang teknologi hemat
0.0 energy.
Indonesian Indonesian World best Indian best Italcement Holcim Cemex Gordaze Malaysia
best avg practice Group avg Group avg Group avg Cement best (2004)
(2004) (2004) (2004) Heldelberg Buku ini tidak hanya mengulas tentang hal-hal yang teknis saja tetapi juga yang
(2003)
terkait dengan kebijakan. Oleh sebab itu, para penentu kebijakan juga bisa
memanfaatkan buku ini sebagai salah satu bahan masukan dalam memformulasikan
Gambar 7.1.7. Grafik KES termal Indonesia, pabrik semen beberapa negara dan
suatu rumusan kebijakan mengenai efisiensi energy yang tepat.
world best practice

7.1.5 Konsumsi Energi Listrik dan Termal Spesifik Pabrik Semen

Bagian ini menyajikan konsumsi energi spesifik total baik listrik maupun termal untuk
memproduksi semen. Energi listrik dan termal yang digunakan dkonversi kedalam
satuan joule. Energi listrik yang digunakan di proses raw mill, kiln, dan cement mill
dikonversi ke satuan joule. Demikian pula energi termal yang digunakan di kiln mill
diubah dari kkal ke joule. Dari tabel konversi energi didapatkan bahwa 1 kWh sama
dengan 3600 kiloJoule, dan 1 kilokalori sama dengan 4,1868 kilojoule. Energi dalam
joule dibadingkan dengan produksi semen yang dihasilkan untuk mendapatkan
energi spesifiknya (KES). Nilai KES terbaik dan rata-rata digunakan sebagai
benchmarking untuk Indonesia dan dibandingkan dengan nilai KES dari beberapa
negara. Dari hasil konversi didapatkan bahwa untuk memproduksi 1 ton semen
dibutuhkan energi sebesar 3,46 GJ. Nilai ini dijadikan benchmarking untuk pabrik
semen. Nilai konsumsi energi spesifik terbaik, KES beberapa pabrik dan nilai KES
terbaik dunia serta beberapa negara ditampilkan pada Gambar 7.1.8.

4
207
konsumsi energi termal, produksi klinker dan KES termal masing-masing pabrik
2. KONDISI MAKRO EKONOMI DAN Secara lengkap disajikan pada Tabel 7.1.5. Grafik KES termal masing-masing pabrik
ENERGI semen diberikan dalam Gambar 7.1.6.

Tabel 7.1.5. Data konsumsi energi termal, produksi klinker dan KES termal.

2. 1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Produksi SEC SEC


Pabrik Unit Kiln Konsumsi Energi
klinker (kkal/kg (GJ/ton
Semen Mill termal setahun (kkal)
setahun (ton) klinker) klinker)
Hubungan antara konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi sudah dipahami A A 459,873,523,200 526,412 873.60 3.66
keberadaanya, meskipun arah dari hubungan kausal ini masih kontroversial, apakah B B 451,922,862,378 510,474 885.30 3.71
C C 1,639,652,901,962 2,102,658 779.80 3.26
pertumbuhan ekonomi mendorong konsumsi energi atau sebaliknya bahwa D D 314,809,931,940 360,446 873.39 3.66
E E 619,485,497,610 874.23
konsumsi energi merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Yang jelas 708,607 3.66
F F 1,308,245,122,350 1,530,917 854.55 3.58
disini, untuk Indonesia pertumbuhan ekonomi yang tinggi umumnya selalu dibarengi G G 1,771,500,632,700 2,324,865 761.98 3.19
H H 1,720,510,167,042 2,277,615 755.40 3.16
dengan pertumbuhan konsumsi energi yang tinggi juga. Jadi konsumsi energi sangat
I I 1,777,569,403,094 2,355,801 754.55 3.16
erat hubungannya dengan produk domestik bruto (PDB), sehingga dapat J J 1,803,489,489,916 2,389,899 754.63 3.16
K K 804,840,043,478 890,310 904.00 3.78
diperkirakan berapa besar kenaikan konsumsi yang diperlukan untuk mendapatkan 2,042,209 766.19
L L 1,564,712,218,562 3.21
tingkat output nasional tertentu. World Best Practice 680.00 2.65
Minimum 754.55 3.16
Rata-rata 819.80 3.43
Ketahanan fundamental ekonomi Indonesia mulai menghadapi ujian sejak Maksimum 904.00 3.78
pertengahan tahun 2007. Di tengah derasnya arus krisis ekonomi global saat itu,
ekonomi Indonesia masih mampu melaju dan tumbuh 6,3 persen. Kemudian, pada
tahun 2008 ekonomi Indonesia juga masih berekspansi pada tingkat 6,0 persen.
Terjaganya stabilitas ekonomi makro dan kepercayaan pasar menjadi faktor kunci 1000 873.6 885.3 873.4 874.2 854.6 904.0

KES termal (kkl/kg klinker)


779.8 762.0 755.4 754.6 754.6 766.2
800 680.0
keberhasilan Pemerintah dalam mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi pada
600
level yang cukup tinggi. Pada tahun 2009 tekanan terhadap perekonomian domestik 400
sebagai dampak krisis global memasuki puncaknya dimana pada tahun tersebut 200
0
pertumbuhan PDB Indonesia hanya 4,6%. Kondisi mulai membaik pada tahun 2010
A B C D E F G H I J K L World
dengan ditunjukkan oleh pertumbuhan PDB sekitar 6,2%. Perkembangan nilai dan Best
Practice
pertumbuhan PDB Indonesia dari tahun 2000 hingga 2010 diberikan oleh Gambar Pabrik Semen

2.1.
Gambar 7.1.6. Grafik KES termal masing-masing pabrik semen dan world best
practice

5
206
120 2,500,000 7.0%
101.6 101.3 Nilai PDB Pertumbuhan PDB
KES total (kWh/ton semen) 92.3
97.1 96.2 92.3 95.8
100 90.8 87.8 6.0%
82.7 82.4 84.2
77.0 2,000,000
80
5.0%

Milyar Rupiah
60 1,500,000 4.0%
40
1,000,000 3.0%
20
2.0%
-
500,000
A

L
1.0%

World

practice
best
Pabrik semen - 0.0%
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar 7.1.5. Grafik KES listrik total proses peralatan produksi semen dan best Sumber: BPS, 2011
practice
Gambar 2.1 Perkembangan Nilai dan Pertumbuhan PDB Indonesia (Konstan
2000)

7.1.4.5 Konsumsi Energi Termal Spesifik untuk proses Produksi klinker di Kiln

Terlihat pada Gambar 2.1 bahwa nilai PDB Indonesia naik dari Rp 1.390 trilyun
Secara garis besar penggunaan energi termal pada industri semen adalah untuk
pada tahun 2000 menjadi Rp 2.314 trilyun pada tahun 2010 (konstan 2000) atu
proses pembakaran klinker pada Kiln, termasuk didalamnya preheater dan
mengalami kenaikan rata-rata sekitar 5,2% per tahun. Angka tahun 2009 dan 2010
precalciner, untuk proses pengeringan bahan mentah pada raw mill, dan untuk
adalah angka sementara.
proses pengeringan batubara pada coal mil, sisanya terbawa oleh klinker keluar dan
sebagai gas buang. PDB per kapita selama sepuluh tahun terakhir juga mengalami kenaikan seiring
dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pertumbuhan penduduk yang rendah.
Sumber energi termal pada semua pabrik yang disurvei menggunakan batubara, dan
Jika PDB selama sepuluh tahun terakhir meningkat 1,7 kali maka PDB per kapita
sebagian kecil menggunakan BBM sebagai bahan bakar tambahan dalam proses
hanya meningkat 1,4 kali. Indikator ini merupakan masukan kepada pemerintah agar
pembuatan klinker di kiln mill. Di atara 12 pabrik yang disurvei, ada satu pabrik yang
mengerem laju pertumbuhan penduduk bersamaan dengan meningkatkan aktivitas
menggunakan bahan bakar tambahan dari cangkang kelapa sawit, yang mencapai
ekonomi yang memberikan nilai tambah tinggi pada PDB nasional. PDB per kapita
3% dari total bahan bakar yang digunakan.
Indonesia pada tahun 2000 adalah 6,78 juta rupiah (konstan 2000) dan pada tahun
Berdasarkan hasil analisis penggunaan energi termal didapatkan bahwa pabrik I 2010 menjadi 9,88 juta rupiah (konstan 2000). Perkembangan PDB per Kapita
menggunkan energi termal yang paling efisien, yakni 754,44 kilo kalori per kilogram Indonesia dari tahun 2000 hingga 2010 diberikan oleh Gambar 2.2
klinker, dan rata-rata 819,80 kkal/kg klinker. Berdasarkan data World Best Practice,
yang terbaik adalah 680 kkal/kg klinker. Bila dibandingkan dengan harga terbaik
penggunaan energi termal pabrik yang disurvei, maka harga tersebut 10,96% di atas
best practice dan secara rata-rata diperoleh 20% di atas world best practice. Data
6
205
Nilai PDB per Kapita Pertumbuhan PDB per Kapita
12.00 6.00%
7.1.4.4 Konsumsi Energi Listrik Spesifik untuk Proses Produksi Pabrik Semen
10.00 5.00%
Bagian ini menyajikan penggunaan energi listrik mulai dari Raw Mill, Kiln dan cement
8.00 4.00%
mill terhadap produksi semen. Nilai KES berada pada rentang 82,43 – 101,58
Juta Rupiah

6.00 3.00% kWh/ton semen dan nilai rata-rata 92,23 kWh/ton semen. Berdasarkan data dari
4.00 2.00% ASEAN Federation of Cement Manufactures (AFCM) (2006 dan Warrell (2004), nilai
terbaik adalah 77 kWh/ton semen, ini berarti konsumsi energi spesifik rata-rata
2.00 1.00%
Industri semen yang disurvei berada 19% di atas world best practice. Data konsumsi
0.00 0.00% energi total, produksi semen dan KES masing-masing Pabrik disajikan pada Tabel
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
7.1.4. Sedangkan nilai KES masing-masing pabrik dan rata-rata ditampilkan pada
Gambar 7.1.5.
Sumber: Diolah dari BPS, 2011

Gambar 2.2 Perkembangan Nilai dan Pertumbuhan PDB per Kapita Indonesia
(Konstan 2000) Tabel 7.1.4. Data konsumsi energi listrik, produksi semen dan KES pabrik.

Total konsumsi Energi Produksi semen SEC (kWh/ton World best practice
Pabrik Semen
setahun (kWh) setahun (ton) semen) (kWh/ton semen)
A 50,607,823.88 548,345.83 92.29
2. 2. Penyediaan dan Konsumsi Energi B 54,012,020.70 531,744.02 101.58
C 181,058,387.83 2,190,269.01 82.66
D 53,318,401.80 646,799.00 82.43
Energi primer merupakan energi dalam bentuk asli yang diperoleh melalui proses E 74,760,216.57 738,132.29 101.28
F 154,824,840.47 1,594,705.21 97.09
penambangan, maupun pemanfaatan sumber energi yang bersifat terbarukan. G 232,987,188.78 2,421,734.38 96.21 77.00
Energi primer ini ada yang sifatnya terhabiskan (non-renewable) dan terbarukan H 228,348,198.59 2,710,890.54 84.23
I 240,539,362.78 2,650,225.33 90.76
(renewable). Minyak bumi (oil), gas alam (natural gas), dan batubara (coal) termasuk J 230,574,031.99 2,624,784.71 87.84
K 66,957,637.57 708,425.93 94.52
kategori terhabiskan. Sedangkan panas bumi, matahari, angin, air, dan bio-energi L 175,639,778.00 1,832,942.03 95.82
termasuk kategori terbarukan. Minimum 82.43
Rata-rata 92.23
Maksimum 101.58
Konsumsi energi primer Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, dari
940,04 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 1440,22 juta SBM pada 2010 (dengan
biomasa), atau meningkat rata-rata 5,6% per tahun (lihat Gambar 2.3).

7
204
Tabel 7.1.3. Data kapasitas, jumlah produksi, konsumsi energi, dan 1,600
KES masing-masing Cemen Mill 1,400
Minyak Gas Batubara
Biofuel Biomasa Panas Bumi
Unit Konsumsi SEC
World best 1,200 Tenaga Air
Pabrik Produksi (Ton practice
Cement Energi (kWh (kWh/ton
Semen semen setahun) (kWh/ton
Mill setahun) semen)
semen)
1,000

Juta SBM
A A 18,686,194.0 432,561.0 43.20
B B 21,586,930.0 472,390.2 45.70 800
C C1 39,958,700.0 900,216.5 44.39
C2 39,278,202.0 892,378.2 44.02 600
D D 26,977,986.3 646,799.0 41.71
E E 21,082,229.3 496,286.0 42.48
F F1 26,209,615.4 656,718.0 39.91 25.00
400
F2 31,609,125.9 862,930.0 36.63
G G1 44,856,037.1 1,156,978.0 38.77 200
G2 47,614,868.6 1,269,053.0 37.52
H H1 38,187,824.8 1,060,279.9 36.02 0
H2 42,094,212.7 1,192,965.7 35.29
I I1 44,019,590.8 1,327,979.9 33.15 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
I2 44,682,772.7 1,354,942.4 32.98
J J1 36,656,485.3 1,084,719.8 33.79
J2 39,675,517.6 1,172,351.4 33.84
K K 13,947,906.3 354,374.3 39.36 Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
L L 44,293,614.0 1,334,145.0 33.20
Minimum 32.98
Rata-rata 38.44 Gambar 2.3 Konsumsi Energi Primer Indonesia Menurut Jenis
Maksimum 45.70

Tipe mill yang digunakan adalah tube mill, vertical roller dan roller press. Dari ketiga
jenis ini, nampaknya konsumsi energi per produk pada roller press adalah paling
rendah. Ini terlihat dari nilai KES di unit Cement Mill I2, yakni 32,98 kWh/ton semen.
Tenaga Air
Nilai KES berada pada rentang 32,98 – 45,70 kWh/ton semen dan harga rata- 3%
Panas Bumi
1%
ratanya 38,98 kWh/ton semen. Diantara 19 cemen mill yang di survei terlihat bahwa
Biomasa
ada 10 cemen mill yang memiliki nilai KES lebih rendah dari 38,98 kWh/ton semen, Minyak 20%
34%
yakni Cement Mill F2, G1, G2, H1, H2, I1, I2, J1, dan J2, yang semuanya 3% 1%
berkapasitas 215 ton per jam dan menggunakan mill tipe roller press. 29%
40% Biofuel
2010 2000 2%
0%
Konsumsi Energi (kWh setahun)
60 Produksi (Ton semen setahun) 10%
17%
Konsumsi Energi Listrik (GWh)

50

40
Batubara
20%
30
Gas
20 20%

10

- Sumber: Pusdatin ESDM, 2011


A B C1 C2 D E F1 F2 G1 G2 H1 H2 I1 I2 J1 J2 K L
Cement Mill (unit) Gambar 2.4 Pangsa Energi Primer Menurut Jenis

Gambar 7.1.4. Grafik konsumsi energi vs. produksi semen 18 unit Cement Mill

8
203
Minyak masih mendominasi bauran energi primer Indonesia, meskipun telah terjadi kualitas bahan baku, dan juga teknologi mesin yang digunakan. Kapasitas, produksi,
penurunan. Pangsa minyak pada tahun 2010 masih berkisar 34% dengan biomasa konsumsi energi, KES dan teknologi yang digunakan masing-masing pabrik
atau 43,12% tanpa biomasa. Kita tahu bahwa pemerintah dengan Kebijakan Energi
Nasional yang dibuat menargetkan bahwa pangsa minyak pada tahun 2025 bisa
ditekan menjadi hanya kurang dari 20% (tanpa biomasa). Sebaliknya pangsa 100
Konsumsi Energi setahun(kWh)
3,000,000
Produksi klinker pertahun(ton)
90

Konsumsi Energi Listrik (GWh)


batubara dan gas pada tahun yang sama diharapkan naik hingga lebih dari 33% dan 80
2,500,000

Produksi klinker (ton)


70
30% (tanpa biomasa). Pangsa kedua jenis energi tersebut pada tahun 2010 adalah 60
2,000,000

50 1,500,000
hampir sama sekitar 20%. Penurunan pangsa minyak yang disertai dengan kenaikan 40
1,000,000
pangsa gas dan batubara (lihat Gambar 2.4) merupakan dampak dari program 30
20
500,000
pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak dengan melakukan 10
- -

diversifikasi dan konservasi energi. A B C D E F G H I J K L


Kiln Mill (unit)

Jika dijumlah seluruhnya, hampir 50% sumber energi Indonesia diekspor ke luar
Gambar 7.1.3. Hubungan konsumsi energi vs. produksi klinker
negeri. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 2.5. Suplai energi primer Indonesia pada
tahun 2010 adalah 1440,22 juta SBM, sedangkan ekspor energy pada tahun yang
sama adalah 1308.20 juta SBM. Hal ini merupakan potret yang tidak
7.1.4.3 Konsumsi Energi Listrik Spesifik pada Proses Produksi di Unit Finish
menggembirakan mengingat kondisi suplai energi untuk keperluan domestik yang /Cement Mill
masih bermasalah atau dengan kata lain mengalami kekurangan pasokan.
Kebijakan pemerintah yang tepat sangat diperlukan untuk segera mengubah Cement mill merupakan akhir proses dari proses pembuatan semen. Pada cement
orientasi ekspor menjadi domestik dengan menyiapkan infrastruktur energi yang mill, klinker yang merupakan komponen utama digiling bersama-sama dengan
diperlukan mengingat bahwa impor energi dari tahun ke tahun semakin meningkat gipsum, tanah liat dan bahan tambahan lainnya untuk menghasilkan semen. Semen
khususnya produk kilang seperti BBM. Ketidak seimbangan antara pasokan dan yang telah dihasilkan kemudian dipak dalam kantong atau dikirim dalam bentuk
kebutuhan energy di Indonesia merupakan permasalahan yang sangat serius hingga curah. Energi yang digunakan pada proses di cement mill semuanya adalah energi
saat ini. listrik. Data konsumsi energi, produksi dan KES masing-masing cement mill Secara
lengkap disajikan pada Tabel 7.1.3. Konsumsi energi dan produksi 18 unit cement
mill dan nilai KESnya ditampilkan dalam bentuk grafik dalam Gambar 7.1.4.

9
202
Terlihat nilai KES yang paling rendah adalah Kiln C yakni 29,03 kWh/ton klinker,
sedang Kiln L mempunyai nilai KES 33,26 kWh/ton klinker. Sedangkan kiln yang
memiliki kapasitas terbesar adalah kiln G, I dan J, dengan kapasitas 7.800 ton per
hari. Kapasitas, konsumsi energi, produksi dan SEC serta teknologi yang digunakan
masing-masing pabrik secara lengkap diperlihatkan pada Tabel 7.1.2, dan dalam

Sumber: Pusdatin ESDM, 2011


bentuk grafik hubungan antara konsumsi energi dengan produksi disajikan pada
Gambar 7.1.3.

Tabel 7.1.2. Data kapasitas, jumlah produksi, konsumsi energi,


dan KES masing-masing pabrik di unit Kiln Mill

World best

Gambar 2.5 Neraca Energi Indonesia Tahun 2010


Konsumsi SEC
Pabrik Unit Kiln Produksi klinker practice
Energi (kWh/ton
Semen Mill pertahun(ton) (kWh/ton
setahun(kWh) klinker)
klinker)
A A 15,603,527.5 526,412.0 29.64
B B 16,296,115.0 510,474.3 31.92
C C 61,038,600.0 2,102,658.2 29.03
D D 14,086,229.7 360,446.0 39.08
E E 27,912,029.7 708,607.0 39.39
F F 58,419,792.7 1,530,917.0 38.16
G G 86,533,000.0 2,324,865.0 37.22 22.00

10
H H 76,960,601.7 2,277,614.7 33.79
I I 80,120,781.1 2,355,800.7 34.01
J J 81,686,748.2 2,389,899.0 34.18
K K 29,688,815.3 890,309.8 33.35
L L 67,924,084.0 2,042,209.0 33.26
Minimum 29.03
Rata-rata 34.42
Maksimum 39.39

Nilai KES unit kiln berada pada rentang 29,03 – 39,39 kWh/ton klinker, dan rata-
rata 34,42 kWh/ton klinker. Variasi KES disebabkan oleh adanya perbedaan
kapasitas terpasang,produktivitas, kualitas bahan baku dan pengoperasian pabrik.
Ada kecenderungan kapasitas yang besar memiliki KES lebih baik atau lebih rendah
dibanding dengan kapasitas kecil dan utilisasi untuk berproduksi mendekati
kapasitas terpasangnya. Secara teoritis bila jumlah produksi lebih banyak pada
priode yang sama untuk mesin raw mill yang sama, pada umumnya memiliki KES
yang lebih baik. Hal lain yang membuat perbedaan KES adalah running time, yield,

201
Hingga saat ini pemanfaatan energy alternatif masih jauh dari yang diharapkan. rawmeal. Variasi KES kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kapasitas
Tingkat konsumsi energy terbarukan atau alternatif masih sangat sedikit terpasang, kualitas bahan baku dan pengoperasian pabrik. Ada kecenderungan
dibandingkan dengan potensi yang ada, yaitu baru sekitar 6%. kapasitas yang besar memiliki KES lebih baik atau lebih rendah dibanding dengan
kapasitas kecil dan utilisasi untuk berproduksi mendekati kapasitas terpasangnya.
Pemanfaatan energy terbarukan seperti panas bumi, surya, angin dan biomasa
Secara teoritis bila jumlah produksi lebih banyak pada priode yang sama untuk mesin
masih terbatas pada pembangkit listrik. Dibutuhkan komitmen pemerintah untuk
raw mill yang sama, pada umumnya memiliki KES yang lebih baik. Hal lain yang
segera meningkatkan porsi penggunaan energy terbarukan dalam bentuk
membuat perbedaan KES adalah running time, yield, kualitas bahan baku, dan juga
perumusan kebijakan dan regulasi yang tepat. Kebijakan feed in tariff merupakan hal
teknologi mesin yang digunakan.
yang sudah diterapkan diberbagai negara untuk mempromosikan energi terbarukan
atau alternatif. Permasalahan non teknis seperti tumpang tindih lahan dan koordinasi
dalam hal kewenangan menjadi kendala yang serius dalam mengembangkan energi
7.1.4.2 Konsumsi Energi Listrik Spesifik pada Proses Produksi di Unit Kiln
terbarukan seperti misalnya panas bumi atau geothermal. Insentif berupa fiskal
maupun non fiskal juga akan memberikan ruang bagi energi alternatif untuk bisa
Proses pembuatan klinker di Kiln melalui proses kimia. Dasar proses kimia
bersaing dengan energi fosil yang lebih murah.
pembuatan semen dimulai dengan pemecahan kalsium karbonat (CaCO3) pada
Hingga saat ini sektor kelistrikan masih didominasi oleh batubara, gas dan minyak temperatur 900°C membentuk kalsium oksida (CaO) dan melepaskan gas karbon
bumi sebagai bahan bakar pembangkit listrik, baik yang dimiliki PLN maupun swasta dioksida (CO2); proses ini dikenal sebagai kalsinasi. Proses selanjutnya adalah
atau IPP (Independent Power Producer). Gambar 2.6 memperlihatkan peranan proses klinkerisasi di mana kalsium oksida bereaksi pada temperatur tinggi (1400-
energi fosil dan terbarukan sebagai bahan bakar pembangkit dan besar energi yang 1500°C) dengan silika, aluminium oksida, dan ferro-oksida untuk membentuk silikat,
dibangkitkan dari tahun 2010 hingga 2010. Peranan energi terbarukan baru terbatas aluminat, dan ferrite zat kapur, yang disebut dengan klinker atau terak.
pada panas bumi dan tenaga air, sedangkan pemakaian energi surya, angin dan
Total konsumsi energi listrik pada 12 pabrik untuk memproduksi klinker sebanyak
biomasa masih sangat kecil. Total energi listrik yang dibangkitkan oleh energi
18.020.213 ton adalah 616,270,324.86 kWh. Unit kiln Mil A dan B memiliki kapasitas
alternatif tersebut pada tahun 2010 adalah 25,3 TWh atau sekitar 15% dari total
produksi yang sama yakni 1900 ton per hari. Namun demikian produksi dan
listrik yang dipasok sebesar 167,8 TWh.
konsumsi energi spesifiknya berbeda. Kiln A sedikit lebih efisien dibanding dengan
dengan kiln B. Kiln D, E dan K mempunyai kapasitas sama yakni 2200 ton per hari.
Teknologi yang digunakan juga sama yakni 1 string, 4 stages. Walaupun demikian
produksi kiln K jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kiln D dan E. Nilai konsumsi
energi spesisifiknya juga lebih baik yakni 33,35 kWh/ton klinker. Nilai konsumsi
energi spesisifik Kiln D dan E masing-masing 39,08 kWh/ton klinker dan 39,39
kWh/ton klinker.

Kiln C, H dan L menggunakan teknologi 2 strings dan 4 stages, dengan kapasitas


produksi yang sama yakni 7500 ton per hari. Terlihat bahwa diantara ketiga kiln
tersebut yang paling tinggi produksinya adalah kiln H dengan produksi 2.277.614 ton
klinker pertahun, namun demikian bukan berarti bahwa kiln tersebut paling efisien.

11 200
180
160 Angin
Tabel 7.1.1. Data kapasitas, jumlah produksi, konsumsi energi,
140 Surya
dan KES masing-masing pabrik di Raw Mill 120 Biomasa
100 BBM

TWh
World best
Konsumsi Produksi SEC
Pabrik Unit Raw
Energi setahun rawmeal setahun (kWh/ton raw
practice 80 Gas Bumi
Semen Mill (kWh/ton
(kWh) (ton) meal) 60
rawmeal) Batubara
A A 16,318,102.42 811,034.29 20.12
40
B B 16,128,975.70 732,135.32 22.03 Panas Bumi
C C1 35,447,211.28 1,535,068.05 23.09 20
C2 28,528,700.00 1,507,305.12 18.93
Tenaga Air
0
D D 12,254,185.83 512,513.00 23.91
E E 25,765,957.56 1,060,764.00 24.29
F F1 17,872,293.12 846,226.00 21.12 18.00
F2 20,714,013.35 1,074,307.00 19.28
G G1 26,810,976.67 1,737,587.60 15.43
G2 27,172,306.50 1,828,553.60 14.86
Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
H H 71,105,559.41 3,511,385.65 20.25
I I 71,716,218.13 3,642,266.03 19.69
J J 72,555,280.95 3,692,380.71 19.65 Gambar 2.6 Produksi Energi Listrik Menurut Jenis Bahan Bakar Pembangkit
K K 23,320,916.00 1,069,266.14 21.81
L L 63,422,080.00 3,171,104.00 20.00
Minimum 14.86
Rata-rata 20.30
Maksimum 24.29
Melalui program “Percepatan Pembangkit 10.000 MW Tahap I atau Proyek PerPres
71”, sesuai Peraturan Presiden No.71 tahun 2006, PLN diberi tugas untuk
membangun sejumlah proyek pembangkit listrik berbahan bakar batubara di
Indonesia. Sedangkan untuk meningkatkan peran energi terbarukan khususnya
Konsumsi Energi setahun (kWh) panas bumi dan tenaga air, Proyek Percepatan Pembangkit 10.000 MW Tahap I
80 4,000,000
Produksi rawmeal setahun (ton)
70 3,500,000 diteruskan dengan 10.000 MW Tahap II yang seluruhnya merupakan pembangkit
Produksi rawmeal (ton)
Konsumsi Energi Listrik

60 3,000,000 bertenaga panas bumi dan tenaga air.


50 2,500,000
(GWh)

40 2,000,000
Dari sisi pelanggan listrik, rasio elektrifikasi Indonesia baru mencapai sekitar 66,51%
30 1,500,000
20 1,000,000 pada tahun 2010. Dengan adanya program percepatan pembangkit listrik 10.000
10 500,000
MW tahap I dan II diharapkan rasio kelistrikan di Indonesia bisa ditingkatkan hingga
- -
A B C1 C2 D E F1 F2 G1 G2 H I J K L 100% pada tahun 2020.
Raw Mill

Realisasi penjualan tenaga listrik PLN pada tahun 2010 adalah 147,3 TWh atau
Gambar 7.1.2. Hubungan konsumsi energi vs. Produksi rawmeal tumbuh rata-rata 6,4% selama sepuluh tahun teralhir. Sektor rumah tangga, industry
dan komersial masih merupakan pelanggan utama dengan pangsa sekitar 93,7%
dari total penjualan listrik pada tahun 2010 (lihat Gambar 2.7).
Dari Tabel 7.1.1, kolom 6 terlihat bahwa nilai KES dari unit raw mill yang disurvei
berada pada rentang 14,86 – 24,2 kWh/ton rawmeal, dan rata-rata 20,30 kWh/ton

199 12
160 7.1.4 Hasil Audit Energi dan Pembahasan
Pemerintahan Sosial
140 Penerangan Jalan Industri
120 Komersial Rumah Tangga 7.1.4.1 Konsumsi Energi Listrik Spesifik pada Proses Produksi di Unit Raw Mill

100
Konsumsi energi listrik spesifik terbaik di proses produksi raw mill adalah 14,86
TWh

80
kWh/ton raw meal. Ada beberapa pabrik semen yang memiliki 2 unit Raw Mill (RM)
60
dengan kapasitas yang berbeda. Pabrik Semen A, B, D, E, F memiliki kapasitas
40
produksi raw meal 160 ton per jam. Walaupun kelima unit pabrik tersebut memiliki
20
kapasitas yang sama, namun tipe teknologi yang digunakan berbeda. Pabrik Semen
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
C dan G masing-masing memiliki 2 unit RM yang identik dengan kapasitas yang
sama yakni 310 ton perjam. Pabrik semen F, memiliki 2 unit RM yang berbeda, satu
unit berkapasitas 160 ton per jam, dan unit lainnya 240 ton per jam. Pabrik H dan L
Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
masing-masing memiliki hanya satu unit RM dengan kapasitas 570 ton/jam.
Gambar 2.7 Penjualan Listrik PLN Menurut Kelompok Pelanggan
Pabrik yang mempunyai RM terbesar adalah pabrik I dan J dengan kapasitas 600
ton perjam. Tabel 1 memperlihatkan kapasitas produksi, konsumsi energi, produksi
rawmeal dan teknologi raw mill yang digunakan pada masing-masing pabrik.
Selain diversikasi, peluang penghematan energi pada sisi suplai masih cukup besar,
Hubungan antara energi listrik yang digunakan dan produksi rawmeal dibuat dalam
khususnya pada pembangkit listrik dan kilang minyak. Banyak pembangkit dan kilang
bentuk diagram batang dan ditampilkan pada Gambar 7.1.2. Gambar terebut
minyak di Indonesia yang sudah cukup tua dan memerlukan perbaikan atau retrofit
memperlihatkan hubungan konsumsi energi dalam bentuk diagram batang dengan
agar bisa kembali mempunyai kinerja yang tinggi atau efisien.
jumlah produksi dalam diagram garis. Secara teroritis apabila produksi tinggi, maka
Konsumsi energi final Indonesia lainnya juga terus mengalami kenaikan seiring jumlah energi yang dikonsusmsi juga mestinya tinggi pula.
dengan semakin meningkatnya kegiatan ekonomi di semua sektor baik industri,
Demikian pula sebaliknya bila produksi rendah, maka konsumsi energi juga rendah.
transportasi, rumah tangga dan komersial. Dengan kenaikan rata-rata per tahun
Bila konsumsi energi vs produksi raw meal pada masing-masing pabrik
3,3% (4,5% tanpa biomasa), konsumsi energi final Indonesia pada tahun 2010
diperbandingkan, terlihat bahwa Pabrik semen G, memiliki performance terbaik
mencapai 1.081,4 juta SBM. Bahan bakar minyak masih mendominasi konsumsi
dibanding dengan Raw Mill pada pabrik lainnya. Ini terlihat jelas bahwa jumlah
energi final Indonesia hingga tahun 2010 dengan pangsa 33,6% (45,8%, tanpa
produksi lebih tinggi bila dibandingkan dengan jumlah konsumsi energinya. Hal
biomasa), diikuti oleh biomasa 26,7%, batubara 12,6, gas bumi 10,7%, listrik 8,4%,
semacam ini juga terjadi pada Raw Mil C1, F2, H, I, J dan L. Jadi dapat disimpulkan
dan sisanya disumbang oleh LPG, produk BBM lainnya, dan briket (lihat Gambar
bahwa ada 8 Raw Mill yang memiliki performance di atas rata-rata. Sedangkan Raw
2.8). Peranan BBM yang masih tinggi disumbang oleh sektor transportasi yang masih
Mill A, B, D dan K mempunyai keseimbangan konsumsi energi dengan produksi.
mangandalkan BBM sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Peran BBM pada
Artinya penggunaan energi relatif sama dengan jumlah produksi. Namun hanya ada
tahun 2010 telah mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan tahun 2009.
2 unit Raw Mill yang grafik produksinya di bawah jumlah energi yang dikonsumsi,
Untuk mengurangi ketergantungan BBM pada sektor transportasi, pemerintah perlu
yakni Raw Mill C1 dan E.
segera merealisasikan penggunaan BBG untuk transportasi. BBG sektor transportasi

13 198
semen mill hingga pengepakan. Energi termal dipergunakan pada proses pembuatan memerlukan dukungan kebijakan harga dan kemudahan investasi yang
klinker. Penggunaan energi pada proses produksi semen dapat dilihat pada Gambar membangkitkan minat para investor untuk mau membangunan SPBG dan membuat
7.1.1. kit converter. Kontinuitas pelayanan purna jual dan jaminan ketersediaan suplai gas
juga perlu diperhatikan. Sosialisasi awal dengan membagikan kit converter secara
Secara garis besar penggunaan energi termal pada industri semen adalah sebagai
gratis juga perlu dipertimbangkan untuk mensukseskan program substitusi BBM
berikut :
dengan BBG. Mengingat bahwa penerapan pendekatan seperti ini telah terbukti
x Untuk proses pembakaran klinker pada Kiln, termasuk di dalamnya sangat sukses pada saat pemerintah melakukan program substitusi minyak tanah
preheater dan precalciner. dengan LPG. Diperlukan juga penyediaan transportasi umum masal yang aman,
nyaman dan cepat, agar terjadi pengalihan penumpang dari kendaraan pribadi ke
x Untuk proses pengeringan raw material pada raw mill
transportasi umum masal.
x Untuk proses pengeringan batubara pada coal mill
Selain BBG, pemanfaatan seperti biogas dan briket batubara juga merupakan
x Sisanya terbawa oleh klinker keluar, exhaust gas alternatif bagi sektor rumah tangga atau industry kecil untuk mendapatkan sumber
energi yang murah. Kita perlu mencontoh China yang sukses menerapkan
penggunaan briket batubara baik di daerah perdesaan maupun di perkotaan.

2010
2009
2008
2007
Biomasa
2006
Batubara
2005
Gas Bumi
2004 BBM
Gambar 7.1.1. Penggunaan energi pada proses produksi semen
2003 Non BBM
2002 Briket

2001 LPG

2000 Listrik

- 200 400 600 800 1,000 1,200

Juta SBM

Sumber: Pusdatin ESDM, 2010

Gambar 2.8 Konsumsi Energi Final Menurut Jenis Energi

197 14
Bila dilihat menurut sektor pengguna, telah terjadi pergeseran pangsa konsumsi 7.1.3 Penggunaan Energi pada Proses Produksi Semen
energi final pada beberapa sektor seperti sektor rumah tangga, industry dan
transportasi. Pangsa sektor rumah tangga yang pada tahun 2000 mencapai 38%, Proses produksi dari bahan baku seperti batu kapur, tanah liat dan pasir silika hingga
turun menjadi 30% pada tahun 2010 (dengan biomasa). Sebaliknya sektor industry menjadi semen memerlukan energi. Bahan mentah yang digunakan dalam
dan transportasi naik menjadi 33% dan 23% pada tahun yang sama dari 32% dan pembuatan semen adalah batu kapur, batu silika, tanah liat dan pasir besi serta
18% pada tahun 2000. Peningkatan konsumsi energi pada sektor transportasi yang bahan-bahan tambahan lainnya tergantung jenis produk yang diinginkan. Bahan
cukup signifikan disebabkan oleh kegiatan ekonomi yang semakin meningkat mentah tersebut dihancurkan dan digiling di Raw Mill, kemudian dicampur dan
khususnya industri manufaktur dan jasa yang berimbas pada mobilitas barang, jasa dipanaskan di dalam sistem pemanas awal (cyclone) untuk pemisahan zat kapur
dan individu. Sektor seperti komersial dan lainnya juga mengalami peningkatan karbonat dengan kapur oksida. Kemudian bahan baku dimasukkan ke tanur putar
konsumsi meskipun dari segi pangsa relatif konstan. Penggunaan energi bukan (kiln) untuk dipanaskan sehingga terjadi reaksi antara zat kapur oksida dan unsur-
sebagai bahan bakar tetapi sebagai bahan baku seperti pada industri pupuk dan unsur lain membentuk zat kapur silikat dan aluminat pada temperatur sampai
petrokimia atau kilang minyak juga mengalami kenaikan baik dari besar konsumsi 1450oC, proses ini disebut clinker burning. Hasil pembakaran berupa butiran hitam
maupun pangsa (lihat Gambar 2.9). yang disebut terak atau klinker. Bahan bakar utama untuk menghasilkan panas
adalah batubara.

Proses selanjutnya adalah penggilingan klinker di cement mill dengan menambahkan


Penggunaan
Non Energi sejumlah bahan tambahan seperti gipsum pada perbandingan tertentu. Hasil dari
Lainnya 8% penggilingan ini adalah semen yang siap untuk dijual ke pasaran dalam kemasan
3%
kantong maupun curah.
Industri
Transportasi 33%
23% Secara garis besar, produksi semen terdiri dari 5 tahap proses , yaitu :
4% 5%
32%
18%
x Penggerusan (Crusher)
2000
3%
2010 x Penggilingan bahan baku (Raw Mill)
38%

Komersial x Produksi klinker (Pyro-processing)


3% Rumah Tangga
30%
x Penggilingan akhir (Finish Mill/Cement Mill)

Sumber: Pusdatin ESDM, 2011


x Pengepakan / pengantongan (Packer)
Gambar 2.9 Pangsa Konsumsi Energi Final Menurut Sektor (Dengan Biomasa)

Secara garis besar, konsumsi energi di industri semen dikelompokkan ke dalam 2


Peluang konservasi dan efisiensi energi pada sisi kebutuhan lebih besar daripada jenis yakni energi listrik dan energi termal. Energi listrik dipergunakan hampir pada
sisi suplai. Penggunan peralatan pada rumah tangga, komersial dan industry yang semua proses produksi, terutama pada proses pemecahan batu, raw mill, kiln,
15 196
x KES Listrik Kiln (kWh/ton klinker). boros energi masih banyak dijumpai. Hal ini ditandai dengan intensitas energi yang
tinggi serta elastisitas energi yang rata-rata masih diatas 1 dalam beberapa tahun
Konsumsi listrik dihitung berdasarkan penggunaan energi listrik pada
terakhir yang menunjukkan penggunaan energi yang masih boros. Hal ini akan
proses produksi Kiln (termasuk Coal Mill dan Preheater ID Fan).
dijelaskan lebih detil pada sub-bab berikut ini.
x KES Listrik Finish Mill (kWh/ton semen).

Konsumsi listrik dihitung berdasarkan penggunaan energi listrik pada


proses produksi Finish Mill atau Cement Mill. 2. 3. Intensitas dan Elastisitas Energi

x KES Listrik Line Raw Mill –Kiln Mill (kWh/ton semen). Menurut definisi yang diberikan oleh PBB, Departemen Ekonomi dan Sosial,
intensitas energi menunjukkan jumlah energi yang digunakan untuk memproduksi
Total konsumsi energi listrik yang digunakan dari proses produksi
satu unit output ekonomi, biasanya dinyatakan dalam rasio energi yang digunakan
Raw Mill hingga Cement Mill untuk memproduksi semen.
dengan PDB. Dalam hal ini, bisa juga disebut "intensitas energi agregat". Nilai
x KES Termal (kkal/kg-klinker). intensitas energi yang ditampilkan pada Gambar 2.10 dihitung dengan menggunakan
data makroekonomi yang diterbitkan oleh BPS dan data energi yang disediakan oleh
Perhitungan kkal dilakukan berdasarkan konsumsi batubara halus
Pusdatin, ESDM. Gambar 2.10 menunjukkan bahwa volume konsumsi energi (dalam
yang diumpan ke dalam kiln dikalikan dengan nilai kalor tinggi (HHV)
SBM) yang dibutuhkan untuk menghasilkan senilai 1 milyar rupiah PDB
atau nilai kalor kotor dari batubara yang digunakan. Apabila ada
dipertahankan pada tingkat kisaran 480 – 500 SBM selama periode tahun 2000
bahan bakar lain yang digunakan, maka dipakai nilai kalor bahan
hingga 2010. Meskipun demikian pada 3 tahun terakhir terlihat adanya tren kenaikan
bakar yang dimaksud, sehingga nilai kkal merupakan nilai
dari 417 menjadi 485 SBM/milyar rupiah.
penjumlahan dari kkal batubara dan kkal bahan bakar lainnya
tersebut. Hingga saat ini, konsumsi energi primer per kapita di Indonesia sebenarnya masih
tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya khususnya
x KES Energi Line Raw Mill -Finish Mill (GJ/ton semen).
negara maju dan negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
Total energi yang digunakan dari proses produksi Raw Mill hingga Meskipun demikian, pertumbuhannya menunjukkan tren meningkat, dari 3,25
Finish Mill, baik termal maupun listrik, dibagi dengan produksi SBM/kapita pada tahun 2000 menjadi 4,73 pada tahun 2010 (tanpa biomasa) seperti
semen. terlihat pada Gambar 2.10.

7.1.2.4 Benchmarking

Nilai-nilai minimum, rata-rata dan maksmum konsumsi energi spesifik baik


listrik maupun termal dibuat dalam bentuk tabulasi dan grafik dan
dibandingkan dengan best practice yang ada. Nilai KES terbaik ataupun
rata-rata dijadikan sebagai Benchmarking untuk industri Semen. Nilai
tersebut juga akan dibandingkan dengan nilai benchmarking industri
semen di beberapa negara.

195 16
koordinasi dengan pabrik yang akan disurvei serta penyusunan jadwal
Intensitas Energi Primer Konsumsi Energi Primer per Kapita
600.00 5.00 survei.
SBM/Milyar Rupiah (Konstan 2000)
500.00
4.00
7.1.2.2 Survei dan Pengumpulan Data

400.00
Pada penelitian ini, metode pengumpulan data dilakukan dengan survei

SBM/Kapita
3.00
300.00 langsung ke lapangan dan pemanfaatan beberapa data sekunder. Survei
2.00 dilakukan pada 12 pabrik semen yang telah dipilih. Data-data yang
200.00
dikumpulkan meliputi : data proses produksi, data disain peralatan
1.00
100.00 terpasang berikut pola operasinya, data produksi bulanan dan tahunan,
data pemakaian bahan baku dan produk yang dihasilkan serta data-data
0.00 -
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 historis yang tersedia di pabrik yang dikunjungi. Data sistem kelistrikan
yang meliputi one line diagram dan data penggunaan energi listrik, data

Sumber: BPS dan Pusdatin ESDM, 2011 penggunaan energi termal yang berasal dari batu bara, gas, dan bahan
bakar minyak. Verifikasi data yang dilakukan saat survei adalah bila
Gambar 2.10 Konsumsi Energi Primer Per Kapita dan Intensitas Energi
ditemukan data-data yang kurang lengkap. Verifikasi pencatatan energi
Primer (Tanpa Biomasa)
pada masing-masing proses juga dilakukan untuk menambah informasi
dalam menganalisis.

Konsumsi energi primer per produk domestik bruto (PDB) atau intensitas energi
(primer) merupakan salah satu indikator untuk melihat apakah pemanfaatan energi di
7.1.2.3 Analisis dan Pengolahan Data
suatu negara sudah cukup produktif atau belum (boros). Dari Gambar 2.10 terlihat
bahwa intensitas energi Indonesia menunjukkan adanya penurunan dari tahun 2000 Pengelompokan penggunaan energi listrik berdasarkan proses produksi
hingga 2008 dan kembali naik hingga tahun 2010. Intensitas energi pada tahun 2000 sebagian besar telah didesain secara dan dilakukan oleh beberapa pabrik
sebesar 483 SBM/milyar rupiah (konstan 2000). Sedangkangkan pada tahun 2010 yang bersangkutan. Data pemakaian energi listrik, data pemakaian bahan
adalah 485 SBM/milyar rupiah (konstan 2000). Hal tersebut mengindikasikan bakar, modifikasi proses yang pernah dilakukan sebelumnya, serta
pemanfaatan energi di Indonesia belum produktif. Bila dibandingkan dengan permasalahan-permasalahan yang sering muncul dalam proses produksi
beberapa negara maju yang konsumsi energi per kapitanya lebih tinggi, intensitas kemudian dievaluasi. Model perhitungan Konsumsi energi spesifik
energi mereka lebih rendah dari Indonesia (lihat Gambar 2.11). Pada tahun 2009, dikelompokkan berdasarkan proses dan line proses, seperti berikut ini :
intensitas energi Indonesia berkisar 0,24 KTOE/USD Konstan 2005. Sedangkan
Jepang, Jerman, Thailand, dan Malaysia pada tahun yang sama berturut-turut x KES Listrik Raw Mill (kWh/ton raw meal).

adalah 0,12; 0,12; 0,23; dan 0,22 KTOE/USD Konstan 2005 (IEA, 2010). Tingkat Konsumsi listrik dihitung berdasarkan penggunaan energi listrik pada
intensitas energi primer dihitung dengan membagi volume penggunaan energi proses produksi Raw Mill baik penggerak utama (main drive)
nasional dalam Kilo Ton Oil Equivalent (KTOE) dengan nilai Produk Domestik Bruto maupun peralatan-peralatan produksi pada tegangan rendah pada
(dalam USD 2005). Hal ini bisa dijelaskan bahwa selain penggunaan energi yang area Raw Mill.
17 194
menentukan suatu acuan atau standar yang didapat dijadikan target, dan setiap lebih hemat, pertumbuhan PDB di negara maju tidak hanya didorong oleh industry
orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dapat mendukung target manufaktur yang padat energi tetapi juga oleh industri jasa yang lebih padat modal.
tersebut, hal ini akan meningkatkan efisiensi penggunaan energi yang pada akhirnya Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada kesepakatan atau konsensus
terjadi penghematan energi dan biaya serta memperbaiki unjuk kerja perusahaan. mengenai metodologi perhitungannya, apakah berdasar PDB atau PPP (Purchasing
Benchmarking juga satu perangkat (tool) peningkatan produktivitas sehari-hari untuk Power Parity).
dalam menyediakan informasi untuk membantu tim manajemen dalam usaha
meningkatkan daya saing perusahaan.
0.35
Dalam rangka untuk menghitung benchmarking, diperlukan data total konsumsi World

energi (elektrik dan termal) demikian pula data total produksi. Bila memungkinkan 0.30 Europe

ada baiknya untuk menghitung konsumsi energi setiap unit terhadap produksi, atau United
0.25 States
konsumsi energi spesifik (KES) di sub-proses. Hal ini akan membantu untuk China

KOE/ $ 2005 PPP


mengidentifikasi penyebab pemborosan selama proses produksi. 0.20 Japan

India
Tulisan ini menyajikan konsumsi penggunaan listrik dan energi termal di 12 pabrik 0.15
South Korea
semen. Kajian penggunaan energi meliputi profil pemakaian energi listrik dan
0.10 Thailand
termal, neraca energi listrik dan energi termal, serta konsumsi energi spesifik
Indonesia
disingkat KES. Nilai KES merupakan perbandingan pemakaian energi listrik per 0.05
Malaysia
satuan produk (kWh/ton) di masing-masing tahapan proses, mulai dari raw mill, kiln,
0.00
finish mill, dan dari raw mill sampai finish mill. Konsumsi energi spesifik untuk termal 2006 2007 2008 2009
difokuskan pada proses pembuatan klinker di kiln mill. Nilai KES ini digunakan untuk
membenchmarking penggunaan energi listrik dan thermal, dan selanjutnya
Sumber: IEA, 2010
dibandingkan dengan world best pactice yang ada.
Gambar 2.11 Intensitas Energi Primer Beberapa Negara Maju dan ASEAN

7.1.2 Metode Audit Energi pada Industri Semen


Indikator lain untuk mengetahui peranan energi dalam pembangunan adalah
elastisitas energi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan tahap
7.1.2.1 Persiapan dan Studi literatur
industrialisasi suatu negara. Umumnya, semakin tinggi elastisitas energi

Sebelum pengumpulan data dilakukan persiapan yang mencakup: menunjukkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan PDB semakin

pengumpulan data-data awal dari literatur mengenai industri semen yang besar, sebalikya, semakin rendah elastisitas energi menunjukkan jumlah energi yang

ada di Indonesia. Informasi lokasi, proses produksi, kapasitas produksi, dibutuhkan untuk meningkatkan PDB semakin kecil. Dengan perkataan lain, semakin

dan jenis energi yang digunakan. Penyusunan metoda penghitungan KES, besar elastisitas energi menunjukkan bahwa negara tersebut boros dalam

studi literatur mengenai metode benchmarking industri semen di dunia, penggunaan energi, dan semakin kecil elastisitas energi berarti negara tersebut

dan penyiapan kuesioner. Identifikasi data yang dibutuhkan dan semakin efisien memanfaatkan energinya. Elastisitas energi merupakan rasio antara

193 18
laju pertumbuhan konsumsi energi (final atau primer, tanpa biomasa) dan laju
pertumbuhan ekonomi (PDB). Seperti terlihat pada Gambar 2.12, elastisitas energi
7. PENERAPAN AUDIT ENERGI PADA
primer Indonesia berfluktuasi dari kurang dari satu (kadang minus) hingga lebih dari SEKTOR INDUSTRI
satu. Tentu saja, nilai lebih dari satu berarti laju pertumbuhan energi lebih cepat
daripada laju pertumbuhan PDB. Pada tahun 2009 dan 2010, nilai elastisitas energi
Indonesia jauh diatas angka satu dengan tren meningkat. 7.1 Penerapan Audit Energi pada Industri Semen

7.1.1 Pendahuluan

3.5
Indonesia memiliki sembilan perusahaan besar yang memproduksi semen dari
3
berbagai macam jenis produk semen. Kesembilan perusahaan tersebut memiliki
2.5
plant yang tersebar di seluruh Indonesia. Di Pulau Jawa ada 6 lokasi dan setiap
2
lokasi memiliki 1 sampai 6 unit pabrik dengan kapasitas produksi yang bervariasi.
1.5
Di luar pulau Jawa ada 4 lokasi yaitu di Sulawesi 2 lokasi, Kalimantan 1 lokasi dan
1
0.5
di NTT 1 lokasi. Total kapasitas terpasang adalah 40.730.000 ton klinker dan

0 44.890.000 ton semen pertahun (Assosiasi Semen Indonesia, 2008). Proses


-0.5
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 produksi semen di Indonesia sekarang ini umumnya telah menggunakan dry process
-1 kiln.
-1.5
Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi pada industri semen maka perlu

Sumber: BPS dan Pusdatin ESDM, 2011 dilakukan benchmarking konsumsi energi spesifik atau dikenal (KES). Benchmarking
adalah satu proses berkelanjutan yang memungkinkan perusahaan untuk secara
Gambar 2.12 Elastisitas Energi Primer (Tanpa Biomasa)
terus-menerus memonitor kinerja mereka. Pencatatan penggunaan energi salah satu
hal yang sangat penting dalam usaha mengoptimalkan penggunaan energi dan
memastikan efisien penggunaan sumber-sumber daya energi. Penggambaran
Dari indikator-indikator di atas, peluang untuk melakukan penghematan energi di
penggunaan energi melalui benchmarking membantu industri dalam mengevaluasi
Indonesia masih cukup besar dan tanpa harus mengorbankan peningkatan konsumsi
apakah energi yang digunakan sudah efisien. Benchmarking juga dapat digunakan
energi yang wajar.
sebagai bahan evaluasi untuk melakukan tindakan peningkatan produktifitas dan
efektivitas perusahaan, baik berupa tindakan yang tidak memerlukan biaya hingga
perlu investasi yang besar untuk penggunaan teknologi baru yang efisien.

Dengan cara mendeteksi dan mengukur pemborosan energi, perusahaan dapat


membandingkan tingkat intensitas energi untuk berbagai proses dan memudahkan
dalam manajemen energi. Dengan mengetahui penggunaan energi yang paling
efektif untuk menghasilkan suatu produk, maka para manager energi dapat

19 192
5. Temperatur dan Humiditymeter 2. 4. Proyeksi Kebutuhan Energi Bau (Business As Usual)

Jika tanpa melakukan upaya penghematan energi dan penerapan kebijakan energi
yang terkait dengan konservasi dan efisiensi energi atau dengan kata lain tetap
menerapkan business as usual (BAU), kebutuhan energi Indonesia diperkirakan
akan meningkat terus dengan laju pertumbuhan 5% per tahun hingga tahun 2030.
Pada periode 2010-2030 permintan energi final secara keseluruhan (termasuk
biomasa rumah tangga) diperkirakan meningkat dari 1.080 juta SBM pada tahun
Fungsi :
2010 menjadi 2.973 juta SBM pada tahun 2030 atau tumbuh rata-rata 5,2% per
- Alat untuk mengukur temperatur dan kelembaban udara tahun. Pada periode tersebut pertumbuhan permintaan energi rata-rata tahunan
menurut sektor adalah sebagai berikut: industri 7,5%, transportasi 6,5%, rumah
tangga 0,3%, komersial 8,1%, lainnya 4,6%, dan untuk penggunaan non-energi
6. Infarared Thermography (feedstock, pupuk dan EOR Duri, Chevron) 1,3%. Dengan pertumbuhan tersebut,
pada 2030 pangsa permintaan energi final akan didominasi oleh sektor industri
(45,8%), diikuti oleh transportasi (30,5%), rumah tangga (11,2%), komersial (5,2%),
lainnya (2,2%), dan non-energi (5,1%) (lihat Gambar 2.13).

Fungsi dan Penggunaan :

- Kamera yang berfungsi untuk mengukur temperatur benda untuk mendeteksi


adanya problem atau masalah, seperti pada sambungan kabel instalasi listrik,
dinding boiler, pipa-pipa uap panas, kebocoran dari area HVAC dengan
menampilkan gambar infrared dari benda yang diukur yang mencantumkan
besar nilai temperaturnya, yang akan langsung tersimpan pada eksternal
memory yang ada pada alat tersebut.

-
Sumber: BPPT, 2012

Gambar 2.13 Proyeksi Kebutuhan Energi Final Menurut Sektor

191 20
- Pengukuran dengan menggunakan alat ini dilakukan dengan cara spot atau
langsung tanpa direkam pada panel-panel distribusi tegangan rendah.

3. Gas Analyser

Sumber: BPPT, 2012

Gambar 2.14 Proyeksi Kebutuhan Energi Final Menurut Jenis


Fungsi dan Penggunaan :

- Alat untuk mengukur dan menganalisa pembakaran dan emisi

Menurut jenis energinya, kebutuhan energi saat ini masih didominasi oleh BBM - Beberapa gas yang diukur diantaranya CO, CO2, O2, NO, NO2, NOx dan
(35,8%) diikuti oleh biomasa (26,4%), batubara (13,2%), gas dan LPG (13,4%), listrik temperature gas.
(8,4%) dan BBN (2,7%). Dimasa mendatang jenis energi yang permintaannya akan
tumbuh cepat adalah LPG, listrik, batubara dan gas. Perkembangan kebutuhan
energi 2010-2030 menurut jenis energinya diperlihatkan pada Gambar 2.14. Dengan 4. Ultrasonic Flowmeter
kondisi tersebut pangsa kebutuhan energi pada tahun 2030 menjadi BBM 32,0%,
batubara 23,1%, gas dan LPG 19,8%, listrik 14,4%, biomasa 7,0%, dan BBN 3,8%.

Dari sisi penyediaan atau pasokan, selama periode 2010-2030, pasokan total energi
primer (termasuk biomasa rumah tangga) untuk skenario dasar diperkirakan
meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 5,5% per tahun, dari 1.415
juta SBM pada 2010 menjadi sekitar 4.098 juta SBM pada 2030. Pasokan energi
primer komersial diperkirakan akan meningkat dari 1.132 juta SBM pada tahun 2010
menjadi sekitar 3.891 juta SBM pada tahun 2030 atau tumbuh rata-rata sebesar
6,4% per tahun. Fungsi dan Penggunaan :

Perkembangan pasokan energi primer per jenis energi diperlihatkan pada Gambar - Alat untuk mengukur laju aliran air yang melalui pipa dengan cara memasang
2.15. Jenis energi primer yang diperkirakan akan dominan pada bauran pasokan sensor ultrasonic dari alat ini pada bagian luar pipa.
energi masa mendatang adalah batubara diikuti oleh minyak, gas dan energi baru

21 190
1. Power Meter terbarukan. Pangsa batubara akan meningkat dari 19,8% pada 2010 menjadi 38%
pada 2030. Batubara tersebut merupakan batubara yang digunakan sebagai bahan
bakar pembangkit PLN dan industri pengolahan.

Fungsi dan penggunaan :

1. Untuk mengukur besaran tegangan listrik, arus listrik, daya listrik aktif, reaktif
dan nyata, juga untuk mengukur besar harmonisa, frekuensi dan faktor daya.

2. Merekam semua besaran pengukuran hingga beberapa hari dan minggu


dengan menggunakan eksternal memory, yang dilakukan pada panel
distribusi utama tegangan menengah dan tegangan rendah.
Sumber: BPPT, 2012

Gambar 2.15 Proyeksi Pasokan Energi Primer Menurut Jenis


2. Clamp on Power Meter

Pangsa minyak akan turun dari 38% pada 2010 menjadi 27% pada 2030. Pangsa
gas akan meningkat dari 17,5% tahun 2010 menjadi 21% pada tahun 2030. Energi
baru terbarukan yang akan tumbuh cukup pesat adalah BBN (biodiesel dan
bioetanol) dan panas bumi. Pangsa BBN di tahun 2030 akan mencapai 3% naik dari
1% pada tahun 2010. Jika dibandingkan bauran energi saat ini yang masih
didominasi oleh minyak bumi sekitar 38%, maka bauran energi tahun 2030
mengalami pergeseran cukup signifikan yaitu dari dominasi minyak ke batubara dan
energi baru terbarukan.

Fungsi :

- Untuk mengukur besaran tegangan listrik, arus listrik, daya listrik aktif dan
nyata, juga untuk mengukur besar faktor daya.

189 22
2. 5. Kebijakan Konservasi dan Efisiensi Energi Serta D. Rekomendasi Hasil Audit Energi
Standar Nasional Indonesia
Rekomendasi disusun sebagai pedoman untuk menindaklanjuti hasil audit energi.

2.5.1 Kebijakan Konservasi dan Efisiensi Energi Rekomendasi sebaiknya ditabulasi dan disusun dalam skala prioritas

a. Cost/Benefit
Kebijakan Energi Nasional jangka panjang telah memberikan target penurunan
intensitas energi paling tidak 1% per tahun hingga tahun 2025 (RIKEN) dan b. Kemudahan instalasi dan operasional
elastisitas energi menjadi kurang dari 1 pada tahun 2025 (Perpres No. 5, Tahun
c. Sesuai kemampuan
2006). Sesuai dengan target kebijakan energi nasional, untuk menurunkan nilai
elastisitas energi di bawah satu, hal tersebut berarti penurunan konsumsi energi total Rekomendasi dapat berupa :
pada 2025 mendekati 50% dengan skenario konservasi energi, bila dibandingkan
o Pembenahan manajemen energi (No / low cost) :
pola konsumsi seperti saat ini atau “bussiness as usual”.
ƒ Manajemen Perawatan (Good house keeping)
Target pemerintah untuk menurunkan elastisitas konsumsi energi kurang dari satu,
hanya akan bisa dicapai melalui penerapan sistem manajemen dan teknologi ƒ Memperbaiki pola dan manajemen operasi
efisiensi energi secara menyeluruh dan terintegrasi atau melalui pendekatan secara
ƒ Penunjukan penanggung jawab manajemen energi (sistem
holistik. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan beberapa regulasi guna mengatasi
organisasi, kewenangan, personil, SOP, dll)
permasalahan inefisiensi pemanfaatan energi tersebut.
ƒ Pencatatan data energi, pelaporan dan evaluasi secara kontinyu
Sebagai landasan hukum pencapaian target pemerintah untuk mengatasi
permasalahan energi nasional adalah Undang-undang Energi No 30 tahun 2007. Di o Pemanfaatan teknologi informasi
dalam pasal 25 UU No 30 tersebut dicantumkan pasal yang mengatur mengenai
ƒ Kampanye dan sosialisasi kesadaran hemat energi
konservasi energi, di ataranya, dinyatakan bahwa:
o Modifikasi/penyempurnaan proses dan peralatan konversi (medium
1. Konservasi energi nasional menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemerintah
cost)
daerah, pengusaha, dan masyarakat.
2. Pengguna energi dan produsen peralatan hemat energi yang melaksanakan o Penggantian proses / penerapan teknologi baru. (high cost)
konservasi energi diberi kemudahan dan/atau insentif oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
3. Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang tidak melaksanakan 6.4 Peralatan Audit Energi
konservasi energi diberi disinsentif oleh Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah. Peralatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran pengumpulan data pada
4. Peraturan lebih lanjut tentang konservasi energi akan dituangkan dalam audit energi terdiri dari peralatan ukur parameter thermal dan listrik seperti:
Peraturan Pemerintah thermometer, flowmeter, RH-meter, Infrared Thermography, steam trap detector, gas
analyser, power meter, dll.

23 188
Lebih tegas lagi di awal tahun 2008, Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden No 2
tahun 2008, yang isinya menginstruksikan kepada Pimpinan aparatur negara di
D. Analisis Hasil Audit Energi
pusat dan daerah, untuk:
a) Benchmarking
x Melakukan langkah-langkah dan inovasi penghematan energi dan air di
9 Membandingkan dengan standard efisiensi untuk proses/alat yang sama.
lingkungan instansi masing-masing dan/atau di lingkungan BUMN dan BUMD
b) Incremental Cost Analysis sesuai kewenangan masing-masing dengan berpedoman pada Kebijakan
Penghematan Energi dan Air,
9 Menghitung biaya energi terkait dengan seluruh proses yang menjadi fokus
x Melaksanakan program dan kegiatan penghematan energi dan air sesuai
audit
Kebijakan Penghematan Energi dan Air yang telah ditetapkan,
c) Mass and Energy Balance x melakukan sosialisasi dan mendorong masyarakat yang berada di wilayah

9 Menyusun neraca energi dan neraca masa untuk mencari pemborosan masing-masing untuk melaksanakan penghematan energi dan air,

energi x Membentuk gugus tugas di lingkungan masing-masing untuk mengawasi


pelaksanaan penghematan energi dan air.
d) Sankey Diagram
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang
9 Diagram skematik yang menggambarkan aliran dan besaran energi di Konservasi Energi yang merupakan turunan dari Undang-Undang No. 30 tahun 2007
keseluruhan proses
tentang Energi. Secara umum peraturan pemerintah tersebut mengatur hal-hal pokok

e) Analisis Manajemen Energi seperti tanggung jawab para pemangku kepentingan, pelaksanaan konservasi
energi, standar dan label untuk peralatan hemat energi, pemberian kemudahan,
9 Mengevaluasi status manajemen energi yang diterapkan
insentif dan disinsentif di bidang konservasi energi serta pembinaan dan
9 Tools: matrix manajemen energi
pengawasan terhadap pelaksanaan konservasi energi. Dalam hal pelaksanaannya,
konservasi energi mencakup seluruh tahap pengelolaan energi meliputi penyediaan
energi, pengusahaan energi, pemanfaatan energi dan konservasi sumber daya
E. Kesimpulan Hasil Audit Energi
energi. Di sisi pemanfaatan energi, pelaksanaan konservasi energi oleh para
a) Efektifitas manajemen energi yang telah dilakukan pengguna dilakukan melalui penerapan manajemen energi dan penggunaan
teknologi yang hemat energi.
b) Pola penggunaan energi (neraca, intensitas dan biaya energi)
Dalam penerapan manajemen energi, khususnya bagi pengguna energi dalam
c) Tingkat efisiensi penggunaan energi (secara umum dan per jenis peralatan
jumlah besar atau minimal 6000 TOE per tahun, dalam pelaksanaanya antara lain
yang diaudit)
harus menunjuk manajer energi, menyusun program konservasi energi,
d) Lokasi dan besar peluang-peluang penghematan yang dapat dilakukan dalam melaksanakan audit energi secara berkala, melaksanakan rekomendasi hasil audit
bentuk energi (kJ/day, kJ/bl, kJ/th) maupun dalam rupiah (Rp/day, Rp/bln, energi, dan melaporkan pelaksanaan konservasi energi setiap tahun. Sektor
Rp/th) bangunan gedung dan industri sebagai pengguna energi besar terbukti masih boros
dalam menggunakan energi, yang ditunjukkan oleh intensitas energinya yang masih
187 24
tergolong tinggi. Walaupun disadari pada sektor tersebut mulai tumbuh kesadaran 9 Denah gedung, disain proses dan peralatan, single line diagram
untuk melakukan penghematan energi terkait dengan tingginya harga energi akhir- kelistrikan,
akhir ini, namun pelaksanaannya masih sangat terbatas.
9 Data bahan baku, spesifikasi produk
Dalam usaha untuk lebih mendorong pelaksanaan Konservasi Energi sebagaimana
9 Log-sheet operasional peralatan
yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2009 mengenai
Konservasi Energi serta meningkatkan efisiensi energi di sektor pengguna energi, b) Pengamatan
diperlukan rancangan program Konservasi Energi secara menyeluruh. Program
9 Indikator-indikator pemborosan energi
Konservasi Energi dirancang mengacu pada program yang ada, terutama program
yang mempunyai dampak cukup besar terhadap keberhasilan Konservasi Energi 9 Aliran proses dan setting operasi
serta berfokus pada implementasi langkah peningkatan efisiensi energi.
9 Penerapan kaidah-kaidah efisiensi energi
Perancangan Program Konservasi Energi ini difokuskan pula untuk mengatasi
9 Keberadaan alat ukur dan kondisi
berbagai kendala pelaksanaan Konservasi Energi yang telah teridentifikasi
sebelumnya, yang dapat menghambat upaya peningkatan efisiensi energi di semua 9 Interview
sektor.
9 Cara pengoperasian (SOP, standard keselamatan)
Pada awal tahun 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali
9 Masalah-masalah dalam pengoperasian
menginstruksikan kepada semua lembaga pemerintah baik di pusat maupun di
daerah untuk melakukan langkah-langkah dan inovasi penghematan energi dan air di 9 Komunikasi antar jenjang staf
lingkungan instansi masing-masing dan BUMN serta BUMD. Instruksi tersebut
9 Pembinaan pegawai
dituangkan dalam bentuk Inpres Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penghematan
Energi dan Air. C. Pengukuran

Penerbitan Inpres 13/2011 menggantikan Inpres 2/2008 yang memuat beberapa a) Pengukuran Sesaat

instruksi penghematan dengan target tertentu, Pertama, penghematan listrik sebesar


9 Untuk parameter-parameter yang tidak banyak berubah selama operasi
20% dan penghematan air sebesar 10%, yang dihitung dari rata-rata penggunaan
listrik dan air di lingkungan masing-masing dalam kurun waktu 6 (enam) bulan 9 Pengukuran dengan rentang waktu yang jarang

sebelum dikeluarkannya Inpres. 9 Verifikasi indikator alat ukur di lapangan

Kedua, penghematan pemakaian BBM Bersubsidi sebesar 10%, melalui pengaturan 9 Kebutuhan pengukuran secara cepat
pembatasan penggunaan BBM Bersubsidi bagi kendaraan di lingkungan instansi
masing-masing, dan di lingkungan BUMN dan BUMD, yang dilakukan sepanjang b) Pengukuran kontinyu

BBM Non Subsidi tersedia di wilayah masing-masing. 9 Untuk kebutuhan melihat fluktuasi dan profil

Untuk mengawal dan mengoptimalkan program penghematan itu, presiden 9 Melihat korelasi antara beberapa parameter secara simultan
mengubah susunan keanggotaan Tim Nasional yang telah dibentuk berdasarkan
25 186
b) Data Proses dan Peralatan Inpres Nomor 2 Tahun 2008. Perubahan susunan keanggotaan tersebut, khususnya
pada kedudukan Sekretaris, yang sekarang digantikan oleh Dirjen Energi Baru,
9 Diagram alir proses (produksi, kelistrikan, pasokan energi,
Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM. Tim Nasional juga
instrumentasi,dll)
diwajibkan memberikan laporan atas pelaksanaan tugasnya kepada Presiden setiap
9 Jenis-jenis peralatan utama dan spesifikasinya 3 bulan dengan memberikan tembusan kepada Kepala UKP4.

9 Jenis-jenis peratatan utilitas dan spesifikasinya RIKEN atau rencana Induk Konservasi Energi Nasional.....

c) Data Produksi (bulanan, tahunan) Gambar 2.16 menampilkan milestone dari berbagai regulasi yang terkait dengan
konservasi dan efisiensi energi di Indonesia hingga saat ini.
9 Jenis produk (nama, spesifikasi) dan volume produksi (bulanan,
tahunan)

9 Jenis bahan baku (nama, spesifikasi) dan volume penggunaan bahan


baku (bulanan, tahunan)
2005 2006 2007 2008 2009 2011
d) Data Penggunaan Energi (bulanan, tahunan)

9 Bahan bakar (jenis, biaya, dan volume penggunaan) Rencana


Peraturan
Presiden No Undang-
Instruksi
Presiden No.
Peraturan
Instruksi
Presiden No.
Induk Pemerintah
5/2006 Undang No. 2/2008 13/2011
Kebijakan N0. 70/2009
tentang 30/2007 tentang tentang
Energi tentang
9 Penggunaan Energi (per lokasi, per alat,) Nasional
Kebijakan tentang Penghematan
Konservasi
Penghematan
Energi Energi Energi dan Energi dan
(RIKEN) Energi
Nasional Air Air

9 Biaya Energi (kontrak, biaya satuan)


Menurunkan Mencapai x Pemerintah, Instruksi ke kantor- Kewajiban bagi Instruksi ke
e) Status Manajemen Energi intensitas energi
paling 1% per
elastisitas energi
kurang dari 1
produsen dan
pemakai energi
kantor pemerintah
untuk:
pengguna energi
lebih dari 6000
kantor-kantor
pemerintah untuk:
tahun hingga pada 2025 bertanggung x Meningkatkan TOE/tahun x Meningkatkan
2025 jawab terhadap efisiensi melakukan efisiensi
9 Komitmen Manajemen (kebijakan, organisasi, personil) penerapan pemakaian konservasi energi pemakaian
konservasi energi energi dan air melalui energi dan air
x Pasal 25: x Melakukan manajemen energi x Melakukan
Pemerintah akan pemantauan dan menunjuk pemantauan
9 Audit Energi dan Evaluasi Kinerja memberikan implementasi manager energi implementasi
insentif dan
disinsentif dan
konservasi energi
9 Program Efisiensi Energi

9 Sistem Monitoring Penggunaan Energi


Gambar 2.16 Rekam Jejak Regulasi Konservasi dan Efisiensi Energi
9 Peningkatan Kesadaran (Sosialisasi, Kampanye, Insentif, Disinsentif)
Indonesia

B. Data Sekunder, Pengamatan dan Interview

a) Data sekunder:

9 Rekening penggunaan energi (bbm, bbg, listrik, air, udara)

185 26
2.5.2 Standar Nasional Indonesia

Standar nasional Indonesia atau SNI pada dasarnya dikembangkan sebagai


referensi pasar yang penerapannya bersifat sukarela (voluntary) dengan konteks Secara umum metodologi audit energi ditunjukkan pada diagram alur berikut ini:
tujuan sebagai berikut.

a) meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan di


dalam negeri dan dengan dunia internasional, baik antar produsen maupun
antara produsen dan masyarakat;
b) meningkatkan perlindungan bagi konsumen, pelaku usaha, masyarakat,
kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan negara;
c) meningkatkan efisiensi produksi, membentuk persaingan usaha yang sehat
dan transparan, memacu kemampuan inovasi, serta meningkatkan kepastian
usaha

Untuk meningkatkan Program Gedung Hemat Energi ditujukan untuk mendorong


pembangunan gedung hemat energi di Indonesia yang sesuai dengan Standar
Gambar 6.1. Metodologi Audit Energi
Nasional Indonesia (SNI) untuk Gedung Hemat Energi melalui pengembangan
building code hemat energi serta pengembangan software rancangan gedung hemat
energi. SNI yang telah disusun oleh Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan
Audit energi energy yang dilakukan di industry maupun dibangunan akan
Konservasi Energi (DJEBTKE) adalah
memberikan rekomendasi potensi penghematan energi yang masuk dalam kategori
x SK SNI T-14-1993-03: Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi tanpa biaya, biaya rendah dan biaya tinggi untuk implementasinya. Hasil
Pada Bangunan Gedung rekomendasi tersebut (kategori medium dan high cost) ditindak lanjuti dengan studi

x SNI 03-6196-2000: Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung kelayakan untuk implementasi proyek penghematan energi yang telah

x SNI 03-6197-2000: Konservasi Energi Sistem Pencahayaan pada direkomendasikan.

Bangunan Gedung
x SNI 03-6389-2000: Konservasi Energi Selubung Bangunan pada
Bangunan Gedung 6.3 Teknik Audit Energi
x SNI 03-6390-2000: Konservasi Energi Sistem Tata Udara pada
Bangunan Gedung Pada tahap pengumpulan data dilakukan beberapa pekerjaan diantaranya adalah:

x SNI 04-6958-2003: Label Tingkat Hemat Energi Pemanfaat Tenaga A. Kuesioner


Listrik untuk Keperluan Rumah Tangga dan
a) Data Umum
Sejenisnyaprogram

9 (Nama, Alamat, Struktur organisasi, Sejarah, Kapasitas Produksi dll)

27 184
x SNI 03-6572-2001: Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan
Pengkondisian Udara Pada Bangunan Gedung
6.2.1 Audit Energy Awal
x SNI 03-6575-2001: Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan

Audit awal dilakukan untuk memperoleh gambaran umum pola penggunaan energi, Buatan Pada Bangunan Gedung

melakukan benchmarking dan identifikasi kasar potensi penghematan serta x SNI 03-6759-2002: Tata Cara Perancangan Konservasi Energi Pada

menyusun rekomendasi awal yang sifatnya segera dapat dilakukan. Keluaran audit Bangunan Gedung

awal juga menentukan lokasi dan kebutuhan untuk melakukan audit rinci.

Audit awal menggunakan data-data sekunder dan questioner sebagai dasar untuk
melakukan evaluasi penggunaan energi secara umum dan cepat. Pengukuran
dibutuhkan untuk verifikasi beberapa angka yang dianggap kurang rasional.

Pengamatan lapangan dan interview dengan operator dilakukan guna memperkaya


dan memperdalam isi audit.

Jangka waktu untuk audit awal di satu lokasi (industri maupun bangunan) sekitar 1-2
minggu mulai dari survei hingga keluar laporan.

6.2.2 Audit Energi Detail

Audit rinci dilakukan untuk menginvestigasi lebih lanjut lokasi terjadinya pemborosan
energi dan melakukan analisis besarnya peluang penghematan energi yang dapat
dilakukan secara lebih spesifik. Dalam audit rinci dicantumkan lokasi dan besar
peluang penghematan serta rekomendasi tindak lanjut yang dapat dilakukan
berdasarkan kriteria: no/low cost, medium cost dan high cost.

Dalam audit rinci dilakukan pengukuran-pengukuran lebih rinci, sebagai dasar untuk
melakukan evaluasi lebih lengkap.

Untuk menguraikan permasalahan dapat dilakukan interview dengan personil/staf


bagian yang bertanggung jawab terhadap peralatan yang sedang diaudit.

Jangka waktu yang dibutuhkan untuk audit rinci sekitar 1-2 bulan untuk satu lokasi
(tergantung dari besar dan karakteristik lokasi yang diaudit)

183 28
3. POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN 6. AUDIT ENERGI UNTUK SEKTOR
TINGKAT EFISIENSI ENERGI MASING- INDUSTRI
MASING SEKTOR
6.1 Pendahuluan
Sebelum melakukan analisis atau kajian, sektor yang telah dipilih harus dijelaskan
Kebijakan Energi Nasional jangka panjang telah memberikan target penurunan
dulu mengenai definisi dan karakteristik masing-masing sektor seperti sektor rumah
elastisitas energi menjadi kurang dari 1 pada tahun 2025 (KEN 2006). Sesuai
tangga, industri dan komersial di Indonesia. Pola penggunaan energi dan intensitas
dengan target kebijakan energi nasional, untuk menurunkan nilai elastisitas energi di
energi sektor yang menggambarkan dari tingkat efisiensi energi saat ini akan
bawah satu, hal tersebut berarti penurunan konsumsi energi total pada 2025
dijelaskan pada bab ini. Selain itu, penjelasan mengenai system proses dan
mendekati 50% dengan skenario konservasi energi, bila dibandingkan pola konsumsi
peralatan yang umum digunakan saat ini pada masing-masing sektor juga diberikan.
seperti saat ini atau “bussiness as usual”.

Pada tahun 2009, dikeluarkan PP no 70 tahun 2009 yang mewajibkan bagi industri
dan bangunan pengguna energi di atas 6000 ToE/tahun untuk menerapkan
3.1 Sektor Rumah Tangga
manajemen energi, antara lain dengan: menunjuk manajer energi, menyusun
program konservasi energi, melaksanakan audit energi secara berkala,
3.1.1. Definisi dan Karakteristik Sektor
melaksanakan rekomendasi hasil audit energi dan melaporkan pelaksanaan

Menurut BPS, rumah tangga dibedakan menjadi dua, yaitu : konservasi energi setiap tahun.

x Rumah Tangga Biasa (Ordinary Household) adalah seorang atau sekelompok Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 70 tahun 2009

orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan tentang konservasi energi , audit energi didefinisikan sebagai Audit energi adalah

biasanya tinggal bersama dan makan dari satu dapur. proses evaluasi pemanfaatan energi dan identifikasi peluang penghematan energi

x Rumah Tangga Khusus (Special Household) adalah orang orang yang tinggal serta rekomendasi peningkatan efisiensi pada pengguna energi dan pengguna

di asrama, tangsi, panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, atau rumah sumber energi dalam rangka konservasi energy

tahanan yang pengurusan sehari-harinya dikelola oleh suatu yayasan atau


lembaga serta sekelompok orang yang mondok dengan makan (indekos) dan
berjumlah 10 orang atau lebih. 6.2 Metodologi Audit Energi

Dalam kajian ini, semua rumah tangga diasumsikan sebagai rumah tangga biasa. Berdasarkan lingkup audit energy yang dilakukan maka audit energi bisa dibedakan
Seperti pada statistic BPS, terdapat dua jenis rumah tangga yang dikaitkan dengan menjadi dua jenis audit energy yaitu audit energi awal (walkthrough energy audit)
lokasi, rumah tangga di perkotaan dan di perdesaan. Jumlah anggota rumah tangga dan audit energy detail.
juga disesuaikan dengan definisi BPS, hanya saja pada kajian ini jumlah anggota

29 182
rumah tangga diperkotaan dan di perdesaan diasumsikan sama, dari sebanyak 4
5.6 Potensi Penghematan Energi
anggota pada tahun 2010 menjadi 3,15 pada tahun 2030. Proyeksi jumlah penduduk,

Hasil pengujian pemeliharaan lumen menujukkan bahwa sebagian besar lampu rumah tangga dan tingkat urbanisasi mengikuti proyeksi yang dibuat oleh BPS (lihat

berada pada bintang 4, kecuali hanya lampu 5W yang berbintang satu. Pemberian Tabel 3.1).

bintang setiap tipe lampu yang diuji dapat dilihat pada Tabel 5.7.1.

Tabel 5.7.1 Tabel 3.1 Populasi, Anggota Rumah Tangga dan Tingkat Urbanisasi
Pemberian tanda pada sampel lampu yang diuji.
Nama 2000 2005 2010
Efikasi
produsen/importir Jumlah
Nama/tipe produk (Lumen Ket. Populasi (ribuan) 206.264,6 221.397,8 237.641,4
/ pemegang Bintang
/Watt)
merek
Laju pertumbuhan Penduduk 1,2% 1,4% 1,3%
Lampu 5W, tipe 2U 05W-CFL-AXC 48,5
11W-CFL-BXC 60,8 Jumlah Anggota Rumah Tangga 4,0 3,9 3,9
Lampu 11W, tipe 2U
14W-CFL-AXC 59,5 Jumlah Rumah Tangga (ribuan) 51.521,0 56.355,6 61.164,4
Lampu 14W, tipe 2U
Lampu 18W, tipe 2U 18W-CFL-AXC 62.3
Urbanisasi (% Rumah Tangga 63,7% 67,5% 54,1%
Lampu 23W, tipe 2U 23W-CFL-AXC 63,0
Perkotaan)
Lampu 26W, tipe 2U 26W-CFL-CXC 65,6
Sumber: BPS, 2011

Berdasarkan hasil pengujian life time (umur lampu) didapatkan: Belum semua penduduk Indonesia menikmati listrik. Data Ditjen Ketenagalistrikan
x Lampu tipe 05W-CFL-AXC memiliki life time 5490 jam; tahun 2011 menujukkan bahwa rasio elektrifikasi Indonesia masih berkisar 67,2%,
x Lampu tipe 14W-CFL-AXC memiliki life time 5065 jam; yang artinya sekitar 32,8 % keluarga di Indonesia belum mendapatkan aliran listrik.
x Lampu tipe 26W-CFL-CXC memiliki life time 4666 jam. Pemerintah menargetkan melalui kebijakan energi nasional bahwa pada tahun 2020,
Berdasarkan hasil pengujian lampu swabalast tersebut, maka dilakukan kajian rasio elektrifikasi Indonesia sudah mencapai 100%. Suatu target yang memerlukan
analisis dampak penerapan label hemat energi tersebut secara nasional dengan kerja keras mengingat tingkat elektrifikasi yang baru bisa dicapai hingga saat ini.
menggantikan label * dengan ****. Dengan total konsumsi lampu hemat energi pada Tabel 3.2 menampilkan perkembangan rasio elektrifikasi Indonesia dari tahun 1980 –
tahun 2011 sebesar 260.000.000 unit dan diperkirakan pada tahun 2012 akan 2011.
mencapai 320.000.000 unit, serta prakiraan pada tahun 2020 akan mencapai
360.000.000 unit lampu hemat energi, maka potensi penghematan energi pada
tahun 2011 mencapai 544,596 KWatt atau setara dengan Rp. 514.586.709.000.-,
dan tahun 2012 dengan potensi penghematan sebesar 670,272 KWatt setara
dengan Rp. 633.337.488.000.- serta prakiraan pada tahun 2020 sebesar 754,056
KWatt setara dengan Rp 712.504.674.000.-

181 30
Tabel 3.2 Rasio Elektrifikasi sebesar Rp. 633.337.488.000.- serta prakiraan untuk tahun 2020 akan mencapai
Rp.712.504.674.000.-

Sebagai catatan, pada lampu hemat energi yang telah diuji yaitu pada daya 5 Watt,
ternyata masih diatas dari spesifikasi daya yang tertera. Apabila lampu hemat energi
dengan daya 5 Watt tersebut dapat ditingkatkan dari level bintang satu (*) menjadi
level bintang 4 (****) seperti pada hasil uji terhadap jenis lampu hemat energi yang
lainnya, maka potensi tersebut menjadi lebih besar.
Sumber: DJK ESDM, 2011

Tabel 5.6.3. Potensi penghematan energi dengan upgrade dari * ke ****


3.1.2. PDB dan Konsumsi Energi Final
Upgrade Level Potensi
Spesifikasi
dari * ke **** Penghematan
Seperti telah dijelaskan pada bab sebelummya PDB per kapita Indonesia pada tahun
(Watt) (%) (Watt)
2010 adalah 9,74 juta rupiah (konstan 2000), meningkat dari 6,74 juta rupiah pada 5,00 22% 1,11
tahun 2000, atau tumbuh 3,8% per tahun. Pada periode yang sama konsumsi energi 11,00 24% 2,63
14,00 24% 3,35
sektor rumah tangga meningkat dari 296,6 menjadi 325,5 juta SBM (dari 87,9 turun
18,00 26% 4,60
menjadi 81,7 juta SBM, tanpa biomasa). 23,00 26% 5,87
26,00 27% 7,04

2.00 Dengan menggunakan asumsi penyebaran yang lama dengan data jumlah lampu HE
di Indonesia, maka potensi penghematan dari LHE dengan level bintang 1 (*) ke
1.60
level bintang 4 (****) adalah sebesar 3,2978 Watt untuk setiap lampu HE.
SBM/Rumah Tangga

1.20
Sebagai benchmark atau tujuan target yang hendak dicapai, maka hasil pengujian
0.80 yang telah dilakukan menunjukkan capaian sebesar 59% dari potensi yang dapat
dicapai.
0.40
Akibat dari dampak potensi penghematan tersebut, maka akan diperoleh potensi
0.00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 kenaikan pada reserve margin pada system penyediaan kelistrikan di Indonesia.
Potensi ini dapat ditransformasikan menjadi peluang untuk meningkatkan tingkat
elektrifikasi di Indonesia serta mengurangi subsidi yang dibutuhkan untuk
Sumber: BPS dan Pusdatin ESDM, 2011
penyediaan kebutuhan listrik bagi masyarakat.
Gambar 3.1 Konsumsi Energi Final Per Rumah Tangga (Tanpa Biomasa)

Gambar 3.1 menampilkan konsumsi energi per rumah tangga, tanpa biomasa.
Meskipun biomasa sudah dihilangkan, terlihat bahwa konsumsi energi per rumah

31 180
Tabel 5.6.2. Sebaran lampu berdasarkan spesifikasinya tangga mengalami tren penurunan. Penjelasannya bisa multi tafsir, bisa karena
efisiensi peralatan rumah tangga yang semakin tinggi atau karena rumah tangga
Spesifikasi LHE (Watt) 5 11 14 18 23 26
Asumsi Penyebaran 10% 35% 30% 18% 5% 2% mengurangi pengeluarannya yang terkait energi (melakukan penghematan energi)
akibat harga energi semakin mahal atau kedua-duanya. Dari tingkat konsumsi energi
maka akan diperoleh potensi sebesar 1.9366 Watt untuk setiap lampu hemat energi. per rumah tangga sebesar 1,71 SBM/RT pada tahun 2000 turun menjadi 1,34
SBM/RT pada tahun 2010 atau mengalami pertumbuhan minus 2,4% per tahun
Selanjutnya potensi penghematan tersebut dapat dihitung dengan data yang diambil
dari BPS; Dit PPMB Depdag; Litbang Sentra Elektrik, yaitu mengenai Konsumsi
Lampu di Indonesia dan prediksi tahun 2012 dan 2020 sebagai berikut:
3.1.3. Pola Penggunaan Energi

Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, konsumsi energi sektor rumah tangga
Konsumsi Lampu di Indonesia
400,000,000 menyumbang sebesar 30% (dengan biomasa) dari total konsumsi energi final
350,000,000 nasional pada tahun 2010. Apabila tanpa biomasa, sektor rumah tangga hanya
300,000,000

250,000,000
menyumbang 10% atau sekitar 81,74 juta SBM. Pertumbuhan konsumsi energi
Axis Title

200,000,000 rumah tangga menurut jenis dari tahun 2000 hingga 2010 bisa dilihat pada Gambar
150,000,000
3.2 berikut ini.
100,000,000

50,000,000

-
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2020
Lampu Pijar 150,000 130,000 100,000 100,000 100,000 90,000, 70,000, 60,000, 50,000, 40,000, 40,000, -
Fluorescn 50,000, 55,000, 60,000, 60,000, 65,000, 65,000, 75,000, 75,000, 75,000, 75,000, 75,000, 150,000 100
LHE - CFL 40,000, 50,000, 60,000, 70,000, 90,000, 100,000 120,000 160,000 200,000 260,000 320,000 360,000
90
80
Gambar 5.6.1. Konsumsi Lampu pijar, TL dan CFL di Indonesia (Sumber: BPS; Dit PPMB Depdag;
70
Litbang Sentra Elektrik)
60

Juta SBM
50
Listrik
40
Dengan total konsumsi lampu hemat energi pada tahun 2011 sebesar 260.000.000 LPG
30
unit dan diperkirakan pada tahun 2012 akan mencapai 320.000.000 unit, serta Minyak Tanah
20
prakiraan pada tahun 2020 akan mencapai 360.000.000 unit lampu hemat enegi, Gas
10
maka potensi penghematan pada tahun 2011 mencapai 544,596 KWatt, dan tahun 0
2012 dengan potensi penghematan sebesar 670,272 KWatt serta prakiraan pada 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

tahun 2020 sebesar 754,056 KWatt.


Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
Apabila dihitung dengan harga per kWh sebesar Rp. 560,- dan pola operasi selama
Gambar 3.2 Konsumsi Energi Rumah Tangga Menurut Jenis (Tanpa
5 jam perhari, maka potensi penghematan dalam rupiah adalah pada tahun 2011
Biomasa)
sebesar Rp. 514.586.709.000.- dan pada tahun 2012 dengan potensi penghematan

179 32
Konsumsi minyak tanah rumah tangga mengalami penurunan cukup tajam, sekitar Lampu hemat energi membutuhkan energi yang lebih sedikit adalah dikarenakan
14% per tahun dari 63,22 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 14,44 juta SBM pada lampu HE memakai ballast elektronik. Ballast elektronik ini berfungsi sebagai
tahun 2010. Penurunan ini disebabkan oleh program substitusi minyak tanah ke pembatas arus sehingga energi listrik yang diambil oleh lampu tersaring ballast dan
LPG. Akibatnya, konsumsi LPG mengalami kenaikan sangat tinggi, sekitar 18%, dari tidak langsung menuju ke kawat pijar lampu. Teknologi yang ada pada ballast
5,93 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 30,49 juta SBM pada tahun 2010. Dengan elektronik mampu memancarkan cahaya yang sama terangnya dengan lampu biasa.
pertumbuhan sebesar 8%, konsumsi listrik rumah tangga tumbuh dari 18,73 juta Dalam melakukan penghematan melalui sistem tata cahaya, dapat dilakukan dengan
SBM pada tahun 2000 menjadi 36,67 juta SBM pada tahun 2010. Pertumbuhan mengurangi pengggunaan lampu hias terutama di malam hari serta mematikan
konsumsi gas untuk rumah tangga relatif lebih lambat daripada listrik, sekitar 5%. lampu ruangan di bangunan gedung jika tidak dipergunakan. Selain itu
Jenis energi seperti biomasa, LPG dan minyak tanah digunakan sebagai bahan menggunakan lampu hemat energi sesuai dengan peruntukannya, serta mengatur
bakar memasak, sedangkan energi listrik digunakan untuk peralatan rumah tangga daya dan pencahayaan pada setiap ruangan sesuai SNI.
yang menggunakan listrik. Perhitungan potensi penghematan dengan menggantikan lampu pijar dan lampu TL

Konsumsi listrik per pelanggan atau per rumah tangga di Indonesia masih relatif dengan menggunakan lampu hemat energi tidak dilakukan dalam kajian ini.

rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara maju. Tabel 3.3 menampilkan Sehingga kajian ini lebih difokuskan pada penghitungan keekonomian terhadap

konsumsi listrik per pelanggan rumah tangga selama 10 tahun terakhir hingga 2010. penerapan label tingkat hemat pada lampu swabalats.

Pertumbuhan konsumsi listrik per tahun per pelanggan dari tahun 2000 hingga 2010 Penerapan Label tingkat hemat energi pada pemanfaat tenaga listrik untuk rumah
tidak terlalu tinggi hanya sekitar 2,9%. Karena rasio elektrifikasi Indonesia yang tangga membantu konsumen memilih peralatan yang lebih efisien penggunaan
masih rendah, laju pertumbuhan jumlah pelanggan karena adanya pelanggan baru energinya, sehingga secara nasional penggunaan energi dapat ditekan.
cukup tinggi, sekitar 3,9%. Sebagian besar pelanggan baru biasanya berada pada
Berdasarkan data hasil pengujian dapat dihitung potensi penghematan dibandingkan
daerah terpencil atau perdesaan yang konsumsi listrik awalnya tidak terlalu tinggi.
dengan spesifikasi lampu hemat energi yang tertera sebagai berikut:
Akibatnya pertumbuhan konsumsi listrik per pelanggan secara nasional tidak terlalu
tinggi.
Tabel 5.6.1. Potensi penghematan energi tiap jenis lampu
Tabel 3.3 Konsumsi Listrik PLN Sektor Rumah Tangga
Hasil Pengukuran Potensi
Konsumsi Konsumsi per Pelanggan Spesifikasi
Tahun Jumlah Pelanggan Minimum Rata-rata Maksimum Penghematan
(GWh) (kWh/tahun) (kWh/bulan) (Watt) (Watt) (Watt) (Watt) (Watt)
5.00 4.94 5.06 5.18 -0.06
2000 30.563 26.796.675 1141 95.05
11.00 6.98 7.37 8.23 3.63
2001 33.340 27.885.612 1196 99.63 14.00 12.08 12.71 13.17 1.29
18.00 16.87 17.46 17.88 0.54
2002 33.994 28.903.325 1176 98.01
23.00 20.50 21.06 21.67 1.94
2003 35.753 29.997.554 1192 99.32 26.00 21.02 21.49 22.02 4.51
2004 38.588 31.095.970 1241 103.41
2005 41.184 32.174.922 1280 106.67 Dengan menggunakan asumsi penyebaran konsumsi penggunaan lampu hemat
2006 43.753 33.118.262 1321 110.09 energi berdasarkan daya yang dibutuhkan, yaitu:
2007 47.325 34.684.540 1364 113.70

33 178
5000 Konsumsi Konsumsi per Pelanggan
4618 4644 4666 4666 Tahun Jumlah Pelanggan
4520
4500 4405 (GWh) (kWh/tahun) (kWh/bulan)
4004 4096
3977
4000 2008 50.184 36.025.071 1393 116.09
3442
3500 3216 2009 54.945 37.099.830 1481 123.42
lama nyala hingga mati [jam]

3000 2010 59.825 39.324.520 1521 126.78

2500 Sumber: PLN

2000

1500 Pola penggunaan listrik pada suatu rumah tangga dengan rumah tangga lainnya
1000 berbeda-beda, tergantung dari system peralatan yang dipasang dan tentu saja daya
500 maksimum yang diperkenankan atau golongan tariff pelanggan. Golongan tariff
0 pelanggan rumah tangga PLN dibagi menjadi R1-450VA, R1-900VA, R1-1300VA,

Lampu 10
Lampu 1

Lampu 2

Lampu 3

Lampu 4

Lampu 5

Lampu 6

Lampu 7

Lampu 8

Lampu 9

hingga gagal 50%


R1-2200VA, dan R2-4400VA. Listrik di rumah tangga dimanfaatkan untuk tata

Umur lampu
cahaya atau penerangan, tata udara atau pendingin udara dan peralatan rumah
tangga seperti TV, lemari es, pompa air, mesin cuci, kipas angin, seterika dan lain-
Sampel
lain.
Gambar 5.4.6. Grafik umur invidu lampu dan rata-rata umur lampu 26 W (CXC).

5.5 Analisa Dampak Ekonomi Penerapan Label Swabalast


– Lampu CFL

Konsumsi energi listrik untuk penerangan berkisar 26% dari total konsumsi energi
listrik terpakai dan terus meningkat setiap tahunnya. Pemerintah melalui program
substitusi dari penggunaan lampu pijar ke lampu hemat energi kepada masyarakat
menyerukan untuk penghematan energi di sektor penerangan.

Program substitusi lampu hemat energi dilakukan untuk menggantikan penggunaan


lampu pijar dan lampu fluorescent (TL) yang masih digunakan oleh sebagian besar
pelanggan PLN. Penggunaan lampu pijar dan lampu TL memiliki potensi yang dapat
merugikan penggunanya, terutama pada konsumsi energi kedua lampu tersebut. Sumber: BPPTdan JICA, 2009
Lampu hemat energi mampu menghasilkan intensitas cahaya yang lebih tinggi
Gambar 3.3 Distribusi Penggunaan Listrik Rumah Tangga Menurut Jenis
dengan konsumsi energi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan lampu pijar
Golongan Tarif PLN dan Peralatan
maupun lampu TL.

177 34
Gambar 3.3 menunjukkan konsumsi energi listrik rumah tangga per bulan yang 6000
5470 5490 5490
diperoleh dari survei terakhir yang dilakukan oleh BPPT bersama-sama dengan 5085 5138
5000 4774 4876 4887
JICA. Konsumsi listrik untuk golongan tariff R1-2200VA, R2-4400VA didominasi oleh 4577 4688
4211
peralatan AC, sedangkan untuk golongan tariff R1-450VA, R1-900VA dan R1-
4000

lama nyala hingga mati [jam]


1300VA didominasi oleh refrigerator. Dalam hal ini, penggunaan listrik lainnya
mencakup peralatan seperti magic Jar, oven, microwave, toaster, audio system, hair 3000

blower, blender, mixer, chopper, vacuum cleaner, dishwasher, telephone, atau


2000
lainnya. Stand by juga merupakan jenis penggunaan listrik rumah tangga yang tidak
kecil karena bisa mencapai 10% dari total. Dari rumah tangga yang disurvei, 1000
konsumsi listrik terendah adalah 94 KWh per bulan untuk golongan tariff R1-450VA
dan yang tertinggi adalah 829 KWh per bulan untuk golongan R2-4400VA. 0

Lampu 1

Lampu 2

Lampu 3

Lampu 4

Lampu 5

Lampu 6

Lampu 7

Lampu 8

Lampu 9

Lampu 10

hingga gagal 50%


Umur lampu
Sebagian besar listrik digunakan untuk lampu penerangan, TV, dan lemari es untuk
rumah tangga yang tidak mempunyai AC (golongan R1-450VA dan R1-900VA)
Sampel
dimana lemari es merupakan pengguna listrik terbesar. Ketiga peralatan tersebut
Gambar 5.4.4. Grafik umur invidu lampu dan rata-rata umur lampu 5 W (AXC).
mengkonsumsi hampir 6o% dari keseluruhan konsumsi listrik rumah tangga per
tahun. Untuk rumah tangga yang mempunyai AC (R1-2200 dan R2-4400VA), selain 6000
ketiga peralatan tersebut, AC merupakan pengguna listrik terbesar. Total keempat
5065 5065
4914
peralatan rumah tangga tersebut mengkonsumsi lebih dari 60% dari konsumsi listrik 5000 4697
4288
rumah tangga per tahun.
3889 3915
4000
3578

Lama nyala hingga mati [jam]


3318 3446
3279
3000

3.2 Sektor Industri


2000

3.2.1 Definisi dan Karakteristik Sektor 1000

Industri manufaktur atau pengolahan secara mendasar merupakan industri yang 0

Lampu 1

Lampu 2

Lampu 3

Lampu 4

Lampu 5

Lampu 6

Lampu 7

Lampu 8

Lampu 9

Lampu 10

Umur lampu hingga


mengolah secara mekanik atau kimia suatu bentuk material atau bahan dasar

gagal 50%
menjadi produk baru. Keberadaannya biasanya pada suatu lokasi yang disebut
industri atau pabrik. Pada umumnya industri ini menggunakan tenaga penggerak Sampel
mesin dan peralatan penanganan material (material handling equipment) dalam
proses produksinya.
Gambar 5.4.5. Grafik umur invidu lampu dan rata-rata umur lampu 14 W (AXC).
Sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), industri
manufaktur atau pengolahan Indonesia dibagi menjadi 24 kelompok jenis usaha, dari
35 176
industri makanan, minuman hingga jasa reparasi yang masing-masing mempunyai
kode berbeda dari 10 hingga 33. Pada kajian ini, analisis tidak dilakukan terhadap
Tabel 5.4.5
semua 24 kelompok jenis usaha yang sesuai dengan KLBI tersebut tetapi hanya
Persentase kuat cahaya setelah lumen maintenance
[lm terhadap kuat cahaya spesifikasi [lm] untuk 11 kelompok jenis usaha yang sebetulnya merupakan gabungan dari ke 24

% kuat cahaya kelompok jenis usaha yang ada di KBLI. Jenis usaha atau industri tersebut adalah:
setelah lumen
Kuat Cahaya x Industri makanan dan minuman
Kuat Cahaya maintenance/
setelah lumen x Industri tekstil dan pakaian
Jensi lampu berdasarkan kuat cahaya
maintenance 2000 x Industri kayu
spesifikasi [Lm] spesifikasi
jam [Lm]
[Standar min x Industri pulp dan kertas
80%] x Industri pupuk dan kimia lainnya
x Industri karet dan plastik
Lampu 5W, tipe 2U, AXC 260 209.8 80.69%
x Industri keramik dan gelas (non logam lainnya)
Lampu 11W, tipe 2U, BXC 600 435.8 72.63% x Industri semen

Lampu 14W, tipe 2U, AXC 820 748 91.22% x Industri besi dan baja
x Industri peralatan dan permesinan
Lampu 18W, tipe 2U, AXC 1100 936.3 85.12%
x Industri lainnya
Lampu 23W, tipe 2U, AXC 1420 1178.2 82.97%
Industri seperti semen, besi baja, pupuk, merupakan industri yang sangat energi
Lampu 26W, tipe 2U, CXC 1436 1169.2 81.42% intensif (intensive energy). Sedangkan pada industri seperti tekstil, makanan
minuman, peralatan dan permesinan, energi mengambil porsi biaya operasional
yang tidak sedikit dan cukup rentan terhadap fluktuasi harga energi
5.4 Analisis Umur Lampu
Penggunaan energi di industri sangat bergantung kepada aktivitas dalam
menghasilkan produk. Yang menjadi masalah adalah bentuk fisik dari hasil produk
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa umur lampu dikelompokan ke dalam 2
pada 11 kelompok jenis industri tersebut ternyata berbeda-beda. Ada yang
kategori, yaitu umur lampu individu dan umur lampu rata-rata. Gambar 5.4.4
berbentuk cair atau padat. Ada yang menggunakan satuan unit, volume, berat, dan
menampilkan umur lampu individu dan umur lampu rata-rata dari 3 jenis lampu uji.
sebagainya. Hal tersebut akan menyulitkan ketika dilakukan perhitungan intensitas
energi. Ketika analisis akan dilakukan, diperlukan keseragaman satuan agar bisa
membandingkan hasil satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, dalam kajian ini,
kita menggunakan PDB industri sebagai dasar satuan aktivitas energi di industri.
Pembagian jenis usaha pada PDB Industri yang diterbitkan oleh BPS juga tidak jauh
berbeda dengan 11 kelompok jenis usaha yang dipilih pada kajian ini.

175 36
3.2.2 PDB, Intensitas Energi Final dan Elastisitas Industri lampu lebih tinnggi setelah penyalaan selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam
dari yang dispesifikasikan.
Sektor industri merupakan sektor yang sangat penting karena menjadi motor
Efikasi untuk lampu 18 Watt, berdasarkan spesifikasi adalah 61,0 lumen/watt,
penggerak utama dari pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusi sektor industri
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 62,3
pengolahan pada ekonomi nasional bisa dilihat pada sumbangan sektor industri
lumen/watt dan 53,8 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi yang dihasilkan
pada PDB nasional yang mencapai 26% pada tahun 2010 atau senilai 597 trilyun
rupiah (Konstan 2000). lampu lebih tinggi setelah penyalaan selama 100 jam, namun lebih rendah setelah
2.000 jam dari yang dispesifikasikan.
Data BPS menunjukkan bahwa PDB sektor industri selama 10 tahun terakhir naik
Efikasi untuk lampu 23 Watt, berdasarkan spesifikasi adalah 62,0 lumen/watt,
dengan laju pertumbuhan 5,3% per tahun, dari 331 menjadi 550 trilyun rupiah pada
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 63
tahun 2010. Kenaikan terbesar terjadi pada industri peralatan dan permesinan
sekitar 10% per tahun, disusul dengan semen dan pupuk yang masing-masing lumen/watt dan 55,3 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi yang dihasilkan
lampu lebih tinggi setelah penyalaan selama 100 jam, namun lebih rendah setelah
pertumbuhannya 5% per tahun, kemudian makanan dan minuman 4% per tahun dan
jenis usaha yang lainnya (lihat Gambar 3.4). 2.000 jam dari yang dispesifikasikan.

Efikasi untuk lampu 26 Watt, berdasarkan spesifikasi adalah 65,2 lumen/watt,


600
Pengolahan Lainnya
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 65,6
Peralatan, Mesin dan
500 lumen/watt dan 54,1 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi yang dihasilkan
Transportasi
Logam Dasar Besi dan Baja lampu lebih tinggi setelah penyalaan selama 100 jam, namun lebih rendah setelah
400
Semen dan Penggalian Bukan 2.000 jam dari yang dispesifikasikan.
Trilyun Rupiah

Logam
300 Pupuk, Kimia dan Karet

Kertas dan Percetakan


200
Kayu dan Produk Lainnya 5.3.13 Evaluasi Intensitas Cahaya

100 Tekstil, Kulit dan Alas Kaki


(Setelah lumen maintenance 2.000 jam)
Makanan, Minuman dan
0 Tembakau
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Pemeliharaan lumen (lumen maitenance) adalah fluks cahaya lampu setelah
dinyalakan selama 2.000 jam termasuk periode aging. Setelah 2.000 jam operasi,
Sumber: BPS, 2012 termasuk periode penyalaan, pemeliharaan lumen harus tidak kurang dari nilai yang
diumumkan oleh pabrikan atau penjual (vendor) yang bertanggung jawab atau tidak
Gambar 3.4 Produk Domestik Bruto Sektor Industri Pengolahan (Non Migas)
boleh kurang 80% dari fluks cahaya awal.
Dengan meningkatnya harga BBM dan listrik, industri berusaha untuk mencari
Berdasarkan Tabel 5.4.5. terlihat bahwa semua jenis lampu dapat memenuhi
sumber-sumber energi yang murah seperti batubara dan gas. Pemakaian energi final
persentase minimum (80%) perbandingan kuat cahaya setelah lampu dinyalakan
pada sektor industri (termasuk biomasa dan penggunaan non energi) pada tahun
2.000 jam atau lumen maintenance/kuat cahaya spesifikasi, keculai untuk lampu
2010 didominasi oleh batubara, minyak dan gas bumi yang meliputi pemakaian
lampu 11W, tipe 2U, Merk BXC.
sebagai energi maupun non-energi (bahan baku). Pangsa batubara dalam total

37 174
konsumsi energi final sektor industri pada tahun 2010 sekitar 31%, sedangkan total
pangsa minyak hampir mencapai 26%, yang terdiri atas pangsa BBM (17%) dan

75
produk BBM lainnya (9%). Produk BBM lainnya dikonsumsi sebagai bahan baku

lampu 26 watt dalam sektor industri, khususnya industri petrokimia (lihat Gambar 3.5).
70 lampu 23 watt
lampu 18 watt
lampu 11 watt
lampu14 watt Gas bumi selain dimanfaatkan sebagai energi digunakan juga sebagai bahan baku,
65
terutama di industri pupuk. Total konsumsi gas bumi sebagai bahan bakar pada
Efikasi [Lumen/Watt]

60
tahun 2010 sekitar 85,7 juta SBM, sedangkan sebagai bahan baku sekitar 28,4 juta
55
lampu 5 watt SBM. Secara keseluruhan, pangsa gas bumi di sektor industri pada tahun 2009

50 mencapai sekitar 26%.

45 Efikasi berdasarkan spesifikasi [Lm/W] Dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya, pangsa minyak di sektor industri
Efikasi setelah aging 100jam [Lm/W] mengalami penurunan. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan
40
Efikasi setelah lumen maintenance 2000jam [Lm/W]
pemakaian produk BBM untuk proses industri. Bila dibandingkan dengan konsumsi
35
0 20 40 60 80 100 120 pada tahun 2000, pangsa konsumsi BBM telah mengalami penurunan sebesar 4%
Sample lampu pada tahun 2010. Adanya tren penurunan konsumsi BBM tersebut sejalan dengan
upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM.
Gambar 5.4.3. Efikasi berdasarkan spesifikasi,
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam.
500000
Biomasa Batubara Briket
450000
Gas Bumi BBM LPG
Pengukuran dan perhitungan efikasi [lm/watt] menunjukkan bahwa lampu 5 Watt, 400000 Listrik Produk BBM lainnya
spesifikasi 52 lumen/watt, setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 350000
300000
masing-masing 48,5 lumen/watt dan 40,8 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi

Ribu SBM
250000
yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan selama 100
200000
jam dan juga setelah 2.000 jam.
150000
Efikasi berdasarkan spesifikasi untuk lampu 11 Watt adalah 54,5 lumen/watt, 100000
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 60,8 50000
lumen/watt dan 58,6 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi yang dihasilkan 0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
lampu lebih tinnggi setelah penyalaan selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam
dari yang dispesifikasikan.
Sumber: Pusdatin ESDM, 2011

Efikasi berdasarkan spesifikasi untuk lampu 14 Watt adalah 54,5 lumen/watt, Gambar 3.5 Konsumsi Energi Final Sektor Industri Menurut Jenis (Termasuk
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 60,8 Gas Feedstock)
lumen/watt dan 58,6 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi yang dihasilkan

173 38
Intensitas energi final sektor industri merupakan rasio antara konsumsi energi final cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan
dengan PDB sektor industri. Sejak tahun 2000 hingga 2008, intensitas energi sektor selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala.
industri mengalami penurunan hingga 588 SBM/milyar rupiah (konstan 2000). Pada
Lampu 14 Watt, spesifikasi 820 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen
dua tahun terakhir, akibat pertumbuhan pemakaian enargi yang cukup tinggi,
maintenance masing-masing 756,8 lumen dan 702,9 lumen. Ini menunjukkan bahwa
intensitas energi industri kembali naik menjadi 796 SBM/milyar rupiah (konstan 2000)
cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan
pada tahun 2010. Penurunan ini disebabkan oleh salah satu atau ketiga faktor
selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala.
berikut:
Lampu 14 Watt, spesifikasi 820 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen
x Terjadinya pergeseran jenis industri, dari industri padat energi menjadi industri
maintenance masing-masing 756,8 lumen dan 702,9 lumen. Ini menunjukkan bahwa
yang lebih padat modal, dan/atau
cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan
x Terjadinya pergeseran dari industri hulu yang membutuhkan energi besar
selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala
menjadi industri hilir yang memerlukan energi lebih sedikit, dan/atau
x Proses produksi dan mesin industri yang baru mengkonsumsi lebih sedikit Lampu 18 Watt, spesifikasi 1.100 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen

energi atau hemat energi. maintenance masing-masing 1.088,4 lumen dan 936,3 lumen. Ini menunjukkan
bahwa cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan
selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala

1000 Lampu 23 Watt, spesifikasi 1420 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen
SBM/Milyar Rupiah (Konstan

800 maintenance masing-masing 1.326,8 lumen dan 1.178,3 lumen. Ini menunjukkan
bahwa cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan
600
2000)

selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala.


400
Lampu 26 Watt, spesifikasi 1436 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen
200 maintenance masing-masing 1.410,1 lumen dan 1.169,2 lumen. Ini menunjukkan

0 bahwa cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala.

Sumber: BPS dan Pusdatin ESDM, 2011

Gambar 3.6 Intensitas Energi Final Sektor Industri (Termasuk Biomasa dan 5.3.12 Efikasi Berdasarkan Spesifikasi
Gas Feedstock)
(Setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam)
Argumentasi yang pertama dan kedua bisa dijelaskan dengan perkembangan
kontribusi masing-masing jenis usaha/industri terhadap PDB industri total. Gambar Efikasi berdasarkan spesifikasi, setelah aging 100 jam dan setelah lumen

3.7 berikut menunjukkan perkembangan kontribusi masing-masing jenis usaha maintenance 2.000 jam ditunjukan pada Gambar 5.4.3.

terhadap PDB industri selama sepuluh tahun terakhir.

39 172
5.3.11 Intensitas Cahaya Spesifik
1). Industri Makanan, 2). Industri Tekstil, Barang
Minuman dan Tembakau dari Kulit dan Alas Kaki
(Setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam) 40.00% 15.00%
30.00%
Intensitas cahaya berdasarkan spesifikasi, setelah aging 100 jam dan setelah lumen 10.00%
20.00%
maintenance 2.000 jam ditunjukan pada Gambar 5.4.2. 10.00% 5.00%

0.00% 0.00%
200020022004200620082010 200020022004200620082010

1600
lampu 26 watt 3). Industri Kayu dan Produk 4). Industri Produk Kertas
lampu23 watt
1400 Lainnya dan Percetakan
8.00% 8.00%
1200 6.00% 6.00%
Intensitas Cahaya [Lumen]

lampu 18 watt
4.00% 4.00%
1000 2.00% 2.00%
lampu 14 watt 0.00% 0.00%
800 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2000 2002 2004 2006 2008 2010

Sumber: BPS, 2012


600
lampu 11 watt Gambar 3.7a Kontribusi Sub Sektor Industri Terhadap PDB Industri
400
lampu 5 watt Kuat Cahaya berdasarkan spesifikasi [Lm] 5). Industri Produk Pupuk, 6). Industri Produk Semen dan
200 Kuat Cahaya setelah aging 100h [Lm] Kimia dan Karet Penggalian Bukan Logam
Kuat Cahaya setelah lumen maintenance 2000h [Lm]
15.00% 4.00%
0 3.00%
0 20 40 60 80 100 120 10.00%
2.00%
Sampel lampu 5.00% 1.00%
0.00%
0.00%

2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 5.4.2. Intensitas cahaya berdasarkan spesifikasi, 200020022004200620082010
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam.

7). Industri Logam Dasar Besi 8). Industri Peralatan, Mesin


Pengukuran intensitas cahaya menunjukkan bahwa lampu 5 Watt, spesifikasi 260 dan Baja dan PerlengkapanTransportasi
3.00% 40.00%
lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 245,6
30.00%
lumen dan 209,8 lumen. Ini menunjukkan bahwa cahaya yang dihasilkan lampu lebih 2.00%
20.00%
rendah dari spesifikasi setelah penyalaan selama 100 jam dan juga setelah 2.000 1.00% 10.00%
0.00%
jam. 0.00%

2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2000 2002 2004 2006 2008 2010
Lampu 11 Watt, spesifikasi 600 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen
Sumber: BPS, 2012
maintenance masing-masing 447,5 lumen dan 435,8 lumen. Ini menunjukkan bahwa
Gambar 3.7b Kontribusi Sub Sektor Industri Terhadap PDB Industri

171 40
Kontribusi industri tekstil, kayu, kertas, dan semen mengalami kecenderungan Lampu 14 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah aging 100 jam dan setelah
penurunan sedikit terhadap PDB industri total. Yang paling besar mengalami lumen maintenance relatif sama, yaitu masing-masnig 12,7 dan 13 Watt. Ini
penurunan dalam kontribusi adalah industri besi baja. Industri-industri tersebut menunjukkan bahwa konsumsi daya yang dispesifikasikan lebih tinggi dibandingkan
merupakan beberapa industri yang intensitas energinya cukup besar. Industri yang dengan daya yang terukur, atau lebih rendah 1 Watt.
mengalami kenaikan kontribusi adalah indudtri peralatan dan permesinan yang
Lampu 18 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah aging 100 jam dan setelah
notabene merupakan industri hilir yang konsumsi energinya tidak sebesar industri
lumen maintenance relatif sama, yaitu masing-masnig 17,5 dan 17,5 Watt. Ini
hulu. Jenis industri lainnya relatif konstan.
menunjukkan bahwa konsumsi daya yang dispesifikasikan sedikit lebih tinggi
Salah satu indikator lainnya yang diperlukan dalam kajian ini adalah elastisitas dibandingkan dengan daya yang terukur, atau lebih rendah 0,5 Watt.
pertumbuhan PDB Industri terhadap pertumbuhan PDB Nasional. Selama 10 tahun
Lampu 23 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah aging 100 jam dan setelah
terakhir elastisitas pertumbuhan PDB industri terhadap pertumbuhan PDB nasional
lumen maintenance relatif sama, yaitu masing-masnig 21,3 dan 21,4 Watt. Ini
hanya mengalami penurunan yang relatif kecil (lihat Gambar 3.8). Artinya,
menunjukkan bahwa konsumsi daya yang dispesifikasikan sedikit lebih tinggi
pertumbuhan PDB nasional yang tinggi juga akan diikuti pertumbuhan PDB industri
dibandingkan dengan daya yang terukur, atau lebih rendah 1,6 Watt.
yang tinggi juga. Nilai elastisitas disini merupakan rasio antara pertumbuhan PDB
industri dengan pertumbuhan PDB nasional. Lampu 26 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah aging 100 jam dan setelah
lumen maintenance relatif sama, yaitu masing-masnig 21,5 dan 21,6 Watt. Ini
9.00
menunjukkan bahwa konsumsi daya yang dispesifikasikan sedikit lebih tinggi
8.00
dibandingkan dengan daya yang terukur, atau lebih rendah 4,5 Watt.
7.00
6.00
Elastisitas
5.00 Industri
4.00
3.00
2.00
1.00
-
1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010

Sumber: BPS, 2012

Gambar 3.8 Elastisitas Sektor Industri

3.2.3 Pola Penggunaan Energi Industri Tekstil

Proses produksi dari masing-masing jenis industri khususnya mengenai bagaimana


energi dikonsumsi bisa dikatakan berbeda satu sama lain atau sangat spesifik. Oleh
sebab itu, kajian ini hanya akan memfokuskan pada satu jenis industri saja, yaitu
industri tekstil. Hal ini dimaksudkan agar hasil analisisnya lebih tajam dan akurat.
41 170
5.3.10 Konsumsi Daya Spesifik Selain alasan tersebut, potensi penghematan industri tekstil di Indonesia cukup
besar. Jenis industri selain tekstil, akan diulas pada publikasi-publikasi berikutnya.

(Setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam) Secara umum penggunaan energi di industri terbagi menjadi empat bagian besar,

Gambar 5.4.1 memperlihatkan konsumsi daya setelah aging 100 jam dan setelah yaitu proses pemanasan, pendinginan, penggerak motor dan pengolahan limbah.
Proses pemanasan (heating) terbagi dua, langsung dengan furnace dan tidak
lumen maintenance 2.000 jam.
langsung dengan boiler
30

25

20
Daya lampu [Watt]

15
Konsumsi Daya berdasarkan
Spesifikasi [Watt] Watt
10
Konsumsi Daya setelah aging
100 jam [Watt]
5
Konsumsi Daya setelah lumen
maintenance 2000 jam [Watt]
0 Gambar 3.9 Distribusi Penggunaan Energi di Industri
0 20 40 60 80 100 120
Sampel Lampu
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tidak terkecuali, dalam proses produksinya
industri tekstil tersebut memerlukan energi untuk proses heating baik direct maupun
Gambar 5.4.1. Konsumsi daya, setelah aging 100 jam
dan setelah lumen maintenance 2.000 jam.
indirect (uap), proses cooling dan untuk penggerak motor-motor listrik. Industri TPT
dibagi menjadi 5 kategori: industri serat; industri benang; industri kain; industri
pakaian jadi dan industri produk tekstil lainnya
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.1 di atas telihat dari hasil pengukuran
menunjukkan bahwa untuk lampu 5 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah Dari sisi jenis produk yang dihasilkan, industri tekstil bisa dibagi menjadi 3 kategori,

aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 5,2 dan 5,2 Watt. Ini idustri hulu, antara dan hilir yang penjelasannya sebagai berikut,

menunjukkan bahwa konsumsi daya yang dispesifikasikan dengan yang terukur x Pada Sektor Industri Hulu adalah industri yang memproduksi serat yang
relatif sama. terdiri dari 2 sub-sektor yaitu industry serat alam dan serta buatan, yang

Lampu 11 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah aging 100 jam dan setelah kemudian diproses melalui proses pemintalan (spinning) menjadi produk

lumen maintenance sama, yaitu 7,4 Watt. Ini menunjukkan bahwa konsumsi daya benang (unblended dan blended yarn).

yang dispesifikasikan lebih tinggi dibandingkan dengan daya yang terukur, atau lebih x Pada Sektor Industri antara yaitu industry kain yang meliputi proses

rendah 3,6 Watt. penganyaman (interlacing) benang menjadi kain mentah lembaran (grey
fabric) melalui proses pertenunan (weaving) dan rajut (knitting) yang kemudian

169 42
diolah lebih lanjut melalui proses pengolahan pencelupan (dyeing), Tabel 5.4.3
penyempurnaan (finishing) dan pencapan (printing) menjadi kain-jadi. Umur individu dan umur lampu rata-rata 14W (14-CFL-AXC)

x Pada Sektor Industri Hilir adalah industri manufaktur pakaian jadi (garment)
Jumlah Jam Nyala hingga Mati
termasuk proses cutting, sewing, washing dan finishing yang menghasilkan No. Type Lampu
(jam)
ready-made garment.
1 14W-CFL-AXC 3279
Gambar 3.10 menampilkan pohon industri tekstil pada umumnya termasuk 2 14W-CFL-AXC 3318
3 14W-CFL-AXC 3446
Indonesia.
4 14W-CFL-AXC 3578
5 14W-CFL-AXC 3889
6 14W-CFL-AXC 3915
7 14W-CFL-AXC 4288
8 14W-CFL-AXC 4697
9 14W-CFL-AXC 4914
10 14W-CFL-AXC 5065

Umur Lampu Hingga Gagal 50% 5065

Tabel 5.4.4
Umur individu dan umur lampu rata-rata 26W (26W-CFL-CXC)

Sumber: API Jumlah Jam Nyala hingga Mati


No. Type Lampu
(jam)
Gambar 3.9 Pohon Industri Tekstil
1 26W-CFL-CXC 3216
2 26W-CFL-CXC 3442
Jika dilihat dari struktur biaya di industri TPT, energi mengambil porsi 14 – 26%,
3 26W-CFL-CXC 3977
kecuali industri pakaian jadi yang hanya 2%. Kebutuhan energi pada industri pakaian 4 26W-CFL-CXC 4004
jadi hampir seluruhnya berupa listrik (lihat Tabel 3.4). 5 26W-CFL-CXC 4096
6 26W-CFL-CXC 4405
Tabel 3.4 Struktur Biaya Industri TPT 7 26W-CFL-CXC 4520
8 26W-CFL-CXC 4618
Pakaian 9 26W-CFL-CXC 4644
Jenis Biaya Serat Benang Kain 10 26W-CFL-CXC 4666
jadi
Umur Lampu Hingga Gagal 50% 4666
Bahan Baku 55% 59% 57% 58%

Energi 26% 19% 14% 2%

Tenaga Kerja 6% 7% 13% 27%

43 168
.3.9 asil Pen u ian mur Lam u (Li e Time) Pakaian
Jenis Biaya Serat Benang Kain
jadi
Berdasarkan S I IE 60969-2009 umur lampu didefinisikan sebagai berikut
epresiasi 6% 7% 2% 1%
a. Umur ampu (Individu), adalah periode operasi sampai tidak menyala atau
menurut kriteria lain tentang unjuk kerja lampu yang ditetapkan dalam standar ini. Suku Bunga 4% 5% 7% 2%

dminstrasi
b. Umur ampu ata-rata (Umur ampu Hingga Gagal 50%), adalah lamanya waktu 3% 3% 7% 10%
ketika 50% lampu mencapai akhir umur individunya. pemasaran

Sumber: P
Berdasarkan definisi tersebut maka setelah periode pemeliharaan lumen selama
2.000 jam, setiap lampu dinyalakan, hingga didapatkan umur lampu individu dan Secara umum penggunaan energi di industri tekstil bisa dirinci secara lebih detil
umur lampu rata-rata. menurut jenis proses seperti pada Gambar 3.10. eskipun datanya berasal dari
US , penggunaan energi di industri tekstil di Indonesia tidak jauh berbeda karena
Pada saat laporan ini dibuat, baru 3 tipe lampu yang telah mati 50% dari jumlah
teknologi proses produksi industri tekstil disetiap negara relatif sama.
sampel uji, yaitu lampu 5W (05W- - ), 14W (14- - ), dan 26 Watt
(26W- - ).
F
2 F
Tabel 5.4.2, Tabel 5.4.3 dan Tabel 5.4.4. menampilkan data hasil uji umur lampu 18
20
individu dan umur lampu rata-rata.

Tabel 5.4.2. 4

Umur individu dan umur lampu rata-rata 5W ( W-CFL- XC)


28

Jumlah Jam Nyala hingga Mati


No. Type Lampu
(jam) 28

1 05W-CFL-AXC 4211
2 05W-CFL-AXC 4577 Sumber:
3 05W-CFL-AXC 4688
4 05W-CFL-AXC 4774 Gambar 3. istribusi Ti ikal Pen unaan ner i Final di Industri Tekstil
5 05W-CFL-AXC 4876
6 05W-CFL-AXC 4887 engan menggunakan data-data dari BPS, PG , Pusdatin ES , inerba ES ,
7 05W-CFL-AXC 5085 P , dan instansi lainnya di kementrian ES , distribusi penggunaan energi pada
8 05W-CFL-AXC 5138
industri tekstil di Indonesia menurut jenis energi pada tahun 2010 bisa dihitung.
9 05W-CFL-AXC 5470
10 05W-CFL-AXC 5490 alam menghitung distribusi penggunaan energi pada industri tekstil terpaksa dibuat
beberapa asumsi karena keterbatasan data yang ada.
Umur Lampu Hingga Gagal 50% 54 0

167 44
S esi ikasi asil en ukuran setelah enuaan am asil en ukuran setelah emeliharaan lumen 2 am

uat uat
uat aya ikasi aya ikasi
erk ikasi PF T Cahaya PF T Cahaya
Cahaya lam u ( h) lam u (2 h)
( h) (2 h)
38 53 Lm Lm
CFLs Lm Watt I Lumen Lm Watt Watt I (Lumen)
Watt Watt
26W- - - -
114 1436 65.3 21.3 2.3 130.3 1397.6 65.5 21.3 -0.6 2.5 129.5 1136.3 53.3
014 0.50
26W- - - -
115 1436 65.3 21.5 2.1 131.2 1410.0 65.5 21.7 -0.6 2.4 130.7 1190.4 54.8
015 0.50
26W- - - -
116 1436 65.3 21.8 2.0 137.0 1411.0 64.9 21.9 -0.6 2.5 130.4 1186.6 54.1
016 0.50
26W- - - -
117 1436 65.3 21.4 2.2 132.5 1352.1 63.2 21.4 -0.6 2.5 128.8 1143.0 53.4
017 0.54
26W- - - -
118 1436 65.3 21.5 2.2 127.8 1407.8 65.6 21.8 -0.6 2.6 124.3 1218.3 56.0
018 0.55
9 26W- - - -
119 1436 65.3 21.6 2.4 128.6 1414.7 65.5 21.8 -0.6 2.5 128.9 1185.3 54.4
019 0.56
26W- - - -
120 1436 65.3 21.7 2.3 130.5 1436.9 66.1 21.9 -0.6 2.5 125.8 1221.9 55.9
020 0.55
Gambar 3. istribusi Pen unaan ner i di Industri Tekstil enurut enis
Tahun 2

3.3 Sektor omersial

3.3. . e inisi dan arakteristik Sektor

Sektor komersial adalah sektor yang terdiri dari perusahaan yang tidak terlibat pada
transportasi atau industri pengolahan manufaktur dan aktivitas industri lainnya
(pertanian, pertambangan atau konstruksi). Usaha komersial meliputi hotel, motel,
restoran, penjualan besar (mall, supermarket dll), penjualan ritel, laundry dan
perusahaan lainnya organisasi nirlaba dan keagamaan institusi pendidikan, sosial
dan kesehatan kantor swasta, kantor Pemerintah aerah, kantor Pemerintah Pusat
dan pelayanan publik lainnya apabila perusahaan yang mengoperasikannya
dianggap komersial.

alam kajian ini, sektor komersial hanya dibedakan menjadi dua, pemerintah dan
swasta. Pemerintah hanya meliputi kantor-kantor Pemerintah aerah dan
pemerintah Pusat, sisanya seperti kantor swasta, sekolah, hotel, mall dan rumah
sakit dimasukkan kedalam sektor swasta.

Sebagian besar penggunaan energi disektor komersial terkait dengan bangunan dan
peralatan di dalamnya. Energi istrik yang dibutuhkan pada bangunan komersial
digunakan utnuk penerangan, pendingin ruangan, lift, pompa, peralatan kantor

45 166
S esi ikasi asil en ukuran setelah enuaan am asil en ukuran setelah emeliharaan lumen 2 am seperti komputer, printer dan lain-lain. Jenis energi final lainnya seperti biomasa,
uat uat
erk
uat
Cahaya
ikasi
aya
lam u
PF T Cahaya
( h)
(
ikasi
h)
aya
lam u
PF T Cahaya
(2 h)
(2
ikasi
h) BB , PG dan gas digunakan untuk memasak dan pemanas.
Lm Lm
CFLs Lm Watt I Lumen Lm Watt Watt I (Lumen)
Watt Watt

78
18W- - -
1100 61.0 17.3
-
2.4 103.0 1067.9 61.6 17.1 -0.6 2.2 102.6 903.9 52.7
Karakteristik dari masing-masing jenis bangunan komersial khususnya dalam
018 0.62

79
18W-
019
- -
1100 61.0 17.8
-
0.62
2.4 102.5 1162.0 65.4 17.4 -0.6 2.2 102.9 1046.2 60.2 pengoperasiannya akan sangat menentukan tingkat konsumsi energi. Berikut ini
18W- - - -
80
020
1100 61.0 17.3
0.60
2.2 109.7 994.0 57.5 17.5 -0.6 2,46 108.3 868.6 49.6 adalah pola operasi tipikal dari beberapa bangunan sektor komersial seperti kantor
23W- - - -
81 1420 62.0 21.1 1.9 104.8 1310.5 62.1 21.5 -0.6 2.7 103.0 1144.9 53.2
001 0.61 pemerintah, kantor swasta, rumah sakit, pusat perbelanjaan, hotel di Indonesia
23W- - - -
82 1420 62.0 21.5 1.6 102.1 1322.7 61.6 21.4 -0.6 2.6 102.4 1196.6 55.9
002 0.62

83
23W-
003
- -
1420 62.0 20.9
-
0.62
1.7 103.3 1100.3 52.7 21.0 -0.6 2.7 103.7 1240.1 59.2 A. antor emerintah
23W- - - -
84 1420 62.0 21.7 1.8 101.3 1363.6 62.9 21.3 -0.6 2.7 105.3 1199.1 56.2
004 0.62

85
23W- - -
1420 62.0 21.3
-
1.8 103.1 1401.0 65.8 21.4 -0.6 2.7 107.2 1238.5 57.8 Termasuk ke dalam kategori ini antara lain kantor-kantor pemerintah (baik pusat
005 0.62

86
23W-
006
- -
1420 62.0 21.2
-
0.61
2.1 106.0 1410.1 66.5 21.6 -0.6 2.6 104.1 1295.6 59.9 maupun daerah), perpustakaan, museum, fasilitas olah raga, stasiun, terminal,
23W- - - -
87
007
1420 62.0 21.3
0.60
2.0 106.0 1342.2 63.0 21.7 -0.6 2.5 101.7 1217.7 56.2
bandara dan pelabuhan.
23W- - - -
88 1420 62.0 21.2 2.3 108.6 1332.9 62.8 21.5 -0.6 2.5 102.3 1187.9 55.3
008 0.60

89
23W-
009
- -
1420 62.0 20.5
-
0.60
2.3 108.1 1268.6 61.9 21.0 -0.6 2.5 105.0 1084.0 51.7 Gedung pemerintah dan fasilitas publik di Indonesia umumnya beroperasi 5 hari per
23W- - - -
90
010
1420 62.0 21.2
0.60
2.3 105.0 1341.1 63.4 21.5 -0.6 2.4 102.7 1194.9 55.5 pekan, kecuali fasilitas untuk perhubungan, seperti stasiun, terminal, bandara dan
23W- - - -
91 1420 62.0 21.2 2.3 104.4 1488.8 70.4 21.4 -0.6 2.4 103.1 1262.6 59.0
011 0.61 pelabuhan yang beroperasi 7 hari per pekan. Secara umum gedung-gedung
23W- - - -
92 1420 62.0 21.1 2.4 105.8 1380.9 65.4 21.4 -0.6 2.3 102.7 1268.3 59.2

23W-
012
- -
0.61
-
pemerintah dalam satu harinya beroperasi sekitar 8-9 jam (jam kantor), kecuali untuk
93 1420 62.0 20.8 2.3 107.4 1300.9 62.5 21.3 -0.6 2.3 103.8 1150.7 54.1
013 0.60

94
23W- - -
1420 62.0 20.9
-
2.1 108.1 1276.6 61.2 21.3 -0.6 2.4 103.2 1105.8 51.8
prasarana perhubungan.
014 0.60
23W- - - -
95 1420 62.0 21.0 2.1 106.6 1296.8 61.7 21.2 -0.6 2.4 103.4 1131.1 53.3
015 0.61
Pada umumnya gedung-gedung pemerintah didisain dan dibangun secara
23W- - - -
96 1420 62.0 21.1 2.1 106.1 1340.0 63.5 21.7 -0.6 2.2 104.0 1134.6 52.4
016 0.61
23W- - - -
sederhana dan fungsional sesuai dengan anggaran yang tersedia. Sehingga banyak
97 1420 62.0 20.9 1.9 106.0 1347.8 64.5 21.0 -0.6 2.3 105.7 1170.9 55.7
017 0.61

98
23W- - -
1420 62.0 20.9
-
2.1 106.9 1285.3 61.6 21.1 -0.6 2.4 103.5 1082.8 51.4
di antara fasilitas publik seperti sekolah, kantor-kantor pemerintah daerah, dll
018 0.60

99
23W-
019
- -
1420 62.0 20.9
-
0.61
2.1 106.4 1318.2 63.1 21.0 -0.6 2.4 205.0 1156.8 55.0 dibangun tanpa dilengkapi dengan fasilitas pendingin udara ( ). Hal ini
23W- - - -
100
020
1420 62.0 20.7
0.61
2.3 105.9 1308.6 63.4 20.8 -0.6 2.5 104.9 1100.1 52.8
menyebabkan secara relatif penggunaan energinya lebih rendah daripada
26W- - - -
101 1436 65.3 21.4 2.2 134.7 1396.0 65.2 21.6 -0.6 2.6 130.4 1084.7 50.1
001 0.50 penggunaan energi pada gedung-gedung yang dikelola oleh swasta.
26W- - - -
102 1436 65.3 21.4 2.3 132.3 1395.0 65.2 21.7 -0.6 2.6 129.8 1184.7 54.6
002 0.50

103
26W-
003
- -
1436 65.3 21.4
-
0.50
2.4 133.2 1451.0 67.7 21.5 -0.6 2.4 131.8 1217.4 56.6 Pengendalian penggunaan energi di gedung pemerintah lebih mudah karena dimiliki
26W- - - -
104
004
1436 65.3 21.3
0.50
2.4 134.5 1389.9 65.1 21.3 -0.6 2.3 132.3 1128.6 52.9
dan dikelola sendiri oleh pemerintah. amun karena biaya rekening energinya
26W- - - -
105 1436 65.3 21.2 2.4 133.4 1393.1 65.8 21.4 -0.6 2.3 125.8 1152.6 53.8

26W-
005
- -
0.50
-
menjadi tanggungan pemerintah sesuai dengan anggaran yang tersedia, seringkali
106 1436 65.3 21.0 2.2 133.4 1371.0 65.2 21.3 -0.6 2.1 125.4 1161.3 54.4
006 0.50
26W- - - - kesadaran untuk melakukan penghematan energi rendah. Hal ini disebabkan karena
107 1436 65.3 22.0 2.3 130.8 1416.4 64.3 22.1 -0.6 2.2 126.0 1184.0 53.6
007 0.50

108
26W- - -
1436 65.3 21.3
-
2.3 134.1 1446.6 67.9 21.5 -0.6 2.2 131.6 1168.6 54.4 tindakan penghematan atau pemborosan dalam penggunaan energi tidak memiliki
008 0.50

109
26W-
009
- -
1436 65.3 21.5
-
0.50
2.2 135.1 1395.3 64.8 21.8 -0.6 2.2 131.5 1152.6 52.8 dampak terhadap keuntungan atau kerugian dalam pengoperasian gedung. Selain
26W- - - -
110
010
1436 65.3 21.3
0.50
2.2 134.2 1371.0 64.3 21.4 -0.6 2.2 130.9 1133.7 53.0
itu, untuk gedung-gedung yang menjadi aset pemerintah, proses pengadaan
26W- - - -
111 1436 65.3 21.9 2.2 132.8 1488.8 68.0 21.8 -0.6 2.3 130.8 1183.4 54.4
011 0.50
peralatan dilakukan melalui mekanisme PB , di mana standard efisiensi energi
26W- - - -
112 1436 65.3 21.9 2.0 132.6 1464.4 66.9 21.8 -0.6 2.4 129.3 1208.4 55.5
012 0.50
26W- - - -
masih belum menjadi acuan dalam pemilihan peralatan. kibatnya banyak
113 1436 65.3 21.3 2.0 129.3 1392.4 65.5 21.3 -0.6 2.4 128.7 1142.4 53.5
013 0.50
menggunakan peralatan-peralatan yang tidak kurang hemat energi.
165 46
Gambar di bawah ini menunjukkan tipikal penggunaan energi di salah satu gedung S esi ikasi asil en ukuran setelah enuaan am asil en ukuran setelah emeliharaan lumen 2 am

uat uat
pemerintah. apat dilihat pada gambar bahwa konsumsi energi di gedung sesuai erk
uat
Cahaya
ikasi
aya
lam u
PF T Cahaya
( h)
(
ikasi
h)
aya
lam u
PF T Cahaya
(2 h)
(2
ikasi
h)

Lm Lm
dengan jam kantor, yaitu dimulai pada sekitar pukul 7.00 sampai dengan pukul CFLs Lm
Watt
Watt I Lumen Lm Watt Watt I (Lumen)
Watt
14W- - - -
42 820 59.0 12.4 2.1 108.8 691.6 56.0 12.6 -0.6 2.5 106.8 684.1 54.4
15.30. 002 0.60
14W- - - -
43 820 59.0 12.9 2.0 105.1 762.4 59.2 13.0 -0.6 2,5 106.2 711.5 54.9
003 0.61
14W- - - -
44 820 59.0 13.0 2.2 106.3 793.2 61.1 13.0 -0.6 2.4 108.2 745.0 57.3
004 0.61
14W- - - -
45 820 59.0 12.5 2.2 106.7 706.7 56.7 12.9 -0.6 2,6 105.8 697.1 54.0
005 0.61
14W- - - -
46 820 59.0 12.7 2.2 110.1 734.8 58.0 12.8 -0.6 2.7 112.4 694.4 54.3
006 0.60
14W- - - -
47 820 59.0 12.6 2.1 109.0 763.7 60.5 12.9 -0.6 2.9 108.8 699.1 54.1
007 0.60
14W- - - -
48 820 59.0 12.9 2.1 106.0 800.5 62.2 13.2 -0.6 2.8 106.8 697.4 53.0
008 0.61
14W- - - -
49 820 59.0 13.0 1.9 105.1 791.9 60.8 13.3 -0.6 2.5 105.8 748.3 56.3
009 0.61
14W- - - -
50 820 59.0 12.8 2.0 107.8 760.0 59.5 12.9 -0.6 2.5 105.8 697.4 54.1
010 0.60
14W- - - -
51 820 59.0 12.7 2.0 106.0 764.9 60.1 13.1 -0.6 2.4 103.5 684.1 52.2
011 0.60
14W- - - -
52 820 59.0 12.7 2.1 107.3 731.8 57.7 12.9 -0.6 2.4 106.8 680.7 52.6
012 0.60
14W- - - -
53 820 59.0 12.6 2.2 109.0 759.7 60.1 13.1 -0.6 2.3 107.7 685.7 52.5
013 0.60
14W- - - -
54 820 59.0 13.2 2.1 108.8 799.0 60.7 13.3 -0.6 2.3 105.5 718.9 54.0
014 0.60
14W- - - -
55 820 59.0 12.1 2.1 108.1 689.5 57.1 12.7 -0.6 2.3 104.8 680.0 53.6
015 0.60
14W- - - -
Sumber: PP I ASu 56
016
820 59.0 13.2
0.61
2.4 104.1 780.8 59.3 13.3 -0.6 2.4 104.6 727.2 54.8

Gambar 3. 3 Ti ikal Pola Pen unaan ner i Listrik di Gedun Pemerintah 57


14W-
017
- -
820 59.0 12.5
-
0.61
2.3 106.4 777.2 62.4 12.7 -0.6 2.3 105.6 695.1 54.9

14W- - - -
58 820 59.0 12.8 2.3 104.6 788.6 61.4 13.2 -0.6 2.2 105.0 694.1 52.7
018 0.61
14W- - - -
59 820 59.0 12.8 2.1 107.1 766.8 59.7 13.2 -0.6 2.4 102.4 673.0 51.1
019 0.60

B. antor s asta 60
14W-
020
- -
820 59.0 12.5
-
0.61
2.2 105.9 765.6 61.2 12.9 -0.6 2.4 106.9 748.0 58.1

18W- - - -
61 1100 61.0 17.3 2.2 104.1 1073.1 61.9 17.3 -0.6 2.5 105.2 930.2 53.9
001 0.60
Gedung perkantoran di sini dibatasi pada gedung perkantoran yang dikelola oleh 62
18W- - -
1100 61.0 16.9
-
2.3 103.2 1049.4 62.2 16.9 -0.6 2.4 106.0 914.8 54.1
002 0.60

swasta. Gedung-gedung ini umumnya beroperasi sesuai dengan jam kantor, yakni 5 63
18W-
003
- -
1100 61.0 17.4
-
0.62
2.0 101.5 1081.4 62.2 17.3 -0.6 2.5 102.1 928.6 53.6

18W- - - -
hari sepekan dan 8-9 jam perhari. Ketika ada permohonan tertentu, maka gedung 64
004
1100 61.0 17.6
0.61
1.8 104.3 1081.1 61.6 17.5 -0.6 2.6 107.0 891.1 50.9

18W- - - -
65 1100 61.0 17.1 1.9 100.9 1077.5 63.1 17.1 -0.6 2.6 106.3 914.1 53.6
bisa dioperasikan di luar jam kerja. Pada umumnya gedung perkantoran dapat dibagi 005 0.62
18W- - - -
66 1100 61.0 17.3 2.0 101.2 1063.5 61.5 17.3 -0.6 2.9 105.8 879.5 50.9
006 0.62
menjadi dua, yaitu gedung perkantoran milik sendiri dan yang disewakan. Keduanya 18W- - - -
67 1100 61.0 17.6 1.9 107.3 1103.5 62.9 17.6 -0.6 2.8 111.1 908.4 51.7
007 0.61
biasanya memiliki manajemen pengelola gedung sendiri yang disebut dengan 68
18W- - -
1100 61.0 17.7
-
2.1 106.3 1164.6 65.7 17.7 -0.6 2.5 103.5 1030.8 58.3
008 0.60

u eme . u eme ini yang kemudian diserahi tugas oleh 69


18W-
009
- -
1100 61.0 17.6
-
0.61
2.2 106.5 1066.1 60.6 17.4 -0.6 2.5 105.3 914.8 52.5

pemilik gedung untuk mengoperasikan gedung. Pengendalian operasional peralatan- 70


18W-
010
- -
1100 61.0 17.9
-
0.61
2.3 106.9 1097.1 61.4 17.8 -0.6 2.5 103.2 937.5 52.7

18W- - - -
peralatan gedung tersebut dilakukan secara terpusat di ruang control dengan 71
011
1100 61.0 17.8
0.61
2.2 103.8 1177.4 66.3 17.7 -0.6 2.5 102.1 1041.7 59.0

18W- - - -
72 1100 61.0 17.7 2.2 103.0 1155.7 65.4 17.6 -0.6 2.5 100.5 1013.2 57.4
menggunakan B S 012 0.62
18W- - - -
73 1100 61.0 17.2 2.3 102.9 1054.9 61.3 17.3 -0.6 2.5 101.5 905.5 52.5
013 0.62
18W- - - -
Penghuni gedung bisa merupakan e (penyewa gedung) atau pemiliknya sendiri. 74
014
1100 61.0 17.7
0.61
2.3 108.2 1077.3 60.9 17.4 -0.6 2.3 110.1 919.9 52.9

18W- - - -
75 1100 61.0 17.5 2.2 108.5 1095.8 62.5
ikarenakan dalam pengelolaan gedung perkantoran dipisahkan antara pemilik, 015 0.60
18W- - - -
76 1100 61.0 17.5 2.3 105.8 1078.5 61.7 17.5 -0.6 2.2 100.3 935.9 53.4
016 0.60
manajer gedung dan penghuni, tindakan penghematan energi seringkali mengalami 18W- - - -
77 1100 61.0 17.2 2.2 109.7 1047.8 61.1 17.5 -0.6 2.2 105.9 905.5 51.9
017 0.60
kendala dalam pelaksanaannya. Terutama pihak penyewa ( e ) biasanya kurang
47 164
S esi ikasi asil en ukuran setelah enuaan am asil en ukuran setelah emeliharaan lumen 2 am memiliki perhatian dalam penghematan energi, karena merasa sudah membayar
uat uat
erk
uat
Cahaya
ikasi
aya
lam u
PF T Cahaya
( h)
(
ikasi
h)
aya
lam u
PF T Cahaya
(2 h)
(2
ikasi
h) uang sewa, sehingga merasa bebas memanfaatkan energi listrik sesukanya.
Lm Lm
CFLs Lm
Watt
Watt I Lumen Lm Watt Watt I (Lumen)
Watt Sekalipun dalam pembayaran sewa tenant ada juga yang melakukan pengukuran
05W- - - -
6 260 52.0 5.0 2.2 92.2 241.7 48.5 5.1 -0.6 2.7 90.9 210.9 41.2
006 0.62
penggunaan listrik dan dimasukkan ke dalam biaya sewa per bulannya, secara
05W- - - -
7 260 52.0 5.1 2.3 89.5 249.2 48.8 5.2 -0.6 2.7 91.8 210.3 40.1
007 0.63
05W- - - -
psikologis penyewa ruangan merasa bahwa penghematan energi bukan merupakan
8 260 52.0 5.0 2.4 91.4 244.2 49.2 5.2 -0.6 2.7 93.6 210.9 40.9
008 0.63

9
05W- - -
260 52.0 5.1
-
2.2 89.1 258.8 50.8 5.3 -0.6 2.6 88.0 220.7 41.6
tanggung jawab dia. Hal ini yang kemudian menyebabkan kesulitan dalam
009 0.63

10
05W-
010
- -
260 52.0 5.1
-
0.63
2.4 91.7 250.4 49.5 5.3 -0.6 2.6 90.2 213.9 40.7 implementasi penghematan energi di gedung perkantoran.
05W- - - -
11 260 52.0 5.2 2.2 90.4 262.6 51.0 5.4 -0.6 2.5 89,6 222.7 41.2
011 0.62

12
05W- - -
260 52.0 5.1
-
2.1 87.0 233.2 46.1 5.1 -0.6 2.4 86.7 199.2 38.9
Gambar berikut menunjukkan tipikal operasi dari sebuah gedung perkantoran di
012 0.63

13
05W-
013
- -
260 52.0 5.1
-
0.62
2.2 94.4 247.3 48.6 5.2 -0.6 2.4 92.7 206.0 39.4 Jakarta.
05W- - - -
14 260 52.0 5.0 2.2 92.9 253.8 50.7 5.3 -0.6 2.4 89.1 211.9 40.4
014 0.62
05W- - - -
15 260 52.0 5.0 2.2 96.1 243.5 48.5 5.2 -0.6 2.4 94.2 207.0 40.0
015 0.62
05W- - - -
16 260 52.0 5.10 2.2 95.8 237.0 46.5 5.1 -0.6 2.4 93.3 198.2 38.6
016 0.62
05W- - - -
17 260 52.0 5.1 2.2 92.8 247.7 48.3 5.3 -0.6 2.4 89.8 220.7 41.7
017 0.62
05W- - - -
18 260 52.0 4.9 2.2 92.7 235.1 47.6 5.1 -0.6 2.4 89.3 201.1 39.6
018 0.62
05W- - - -
19 260 52.0 5.2 2.2 94.5 248.2 48.2 5.3 -0.6 2.3 91,6 215.1 40.4
019 0.62
05W- - - -
20 260 52.0 5.0 2.4 94.7 249.6 49.7 5.2 -0.6 2.2 89.2 224.7 43.2
020 0.61
11W- -B - -
21 600 54.5 8.2 2.2 100.4 468.8 57.0 8.1 -0.6 2.4 101.1 472.0 58.4
001 0.61
11W- -B - -
22 600 54.5 7.3 2.3 102.3 462.8 63.1 7.3 -0.6 2.5 102.2 471.3 64.2
002 0.61
11W- -B - -
23 600 54.5 7.3 2.2 105.6 434.2 59.7 7.4 -0.6 2.4 104.4 427.2 57.5
003 0.61
11W- -B - -
24 600 54.5 7.3 2.1 104.0 441.8 60.8 7.2 -0.6 2.7 103.4 418.2 57.8
004 0.60
11W- -B - -
25 600 54.5 7.4 2.1 103.4 450.4 60.9 7.5 -0.6 2.6 102.7 424.4 56.9
005 0.60
11W- -B - -
26 600 54.5 7.0 2.0 105.4 449.3 64.2 7.1 -0.6 2.5 104.6 439.3 61.9
006 0.60
11W- -B -
27
007
600 54.5 7.3 0.59 2.0 106.4 417.0 57.4 7.3 -0.6 2.7 104.2 416.2 56.9
Sumber: PP I ASu
11W- -B -
28
008
600 54.5 7.0 0.59 2.1 108.4 424.7 60.8 7.1 -0.6 2.6 104.9 434.8 61.5
Gambar 3. 4 Ti ikal ro il en unaan ener i di edun erkantoran
11W- -B - -
29 600 54.5 7.4 2.0 104.1 453.6 61.1 7.5 -0.6 2.6 103.9 411.3 55.1

11W-
009
-B -
0.60
-
apat dilihat pada gambar bahwa gedung tersebut mulai beroperasi sekitar jam 6
30 600 54.5 8.0 2.1 102.4 483.8 60.9 8.2 -0.6 2.5 103.6 450.0 54.9
010 0.60
11W- -B - - pagi. Sekalipun jam kantor dimulai sekitar jam 8, dibutuhkan pendinginan
31 600 54.5 7.5 2.2 102.2 430.7 57.7 7.4 -0,6 2,6 105,5 437.2 58.8
011 0.61

32
11W- -B -
600 54.5 7.6 0.59 2.1 106.3 464.4 61.4 7.7 -0.6 2.6 104.3 441.7 57.5 ruangan di saat pagi, sehingga konsumsi energinya langsung melonjak begitu
012

33
11W-
013
-B -
600 54.5 7.0 0.59 2.2 107.2 422.7 60.6 7.1 -0.6 2.6 105.1 403.4 57.1 mulai pendinginan. Selesai jam kantor, pada sekitar pukul 17.00 beberapa unit
11W- -B -
34
014
600 54.5 7.2 0.59 2.3 108.5 436.4 60.8 7.4 -0.6 2.6 103.4 443.8 59.6
pendingin dimatikan karena sudah selesai jam kantor. asih terlihat penggunaan
11W- -B -
35 600 54.5 7.2 0.59 2.3 108.9 449.8 62.4 7.3 -0.6 2.6 101.9 473.1 64.5
015
energi sekitar separuhnya dari beban puncak sampai dengan jam 23.00. Hal ini
11W- -B - -
36 600 54.5 7.4 2.1 104.8 448.3 60.8 7.5 -0.6 2.6 99.5 427.2 57.2
016 0.60
11W- -B -
mungkin dikarenakan masih ada beberapa tenant yang melaksanakan lembur.
37 600 54.5 7.3 0.59 2.3 106.7 446.3 61.3 7.3 -0.6 2.5 103.6 422.0 57.8
017
11W- -B - -
38 600 54.5 7.3 2.1 106.9 460.0 62.7 7.4 -0.6 2.5 103.3 432.7 58.9
018 0.60
11W- -B - -
39 600 54.5 7.1 2.2 106.4 437.6 61.3 7.2 -0.6 2.4 104,4 428.2 59.7
019 0.60
11W- -B - -
40 600 54.5 7.7 2.2 103.0 468.2 60.6 7.9 -0.6 2.4 100.1 442.7 56.3
020 0.60
14W- - - -
41 820 59.0 12.5 2.1 110.7 708.5 56.9 12.6 -0.6 2.4 106.8 695.8 55.2
001 0.59

163 48
C. umah sakit 1 5W 2 11W 3 14W 4 18W 5 23W 6 26W

05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-


umah sakit pada umumnya memiliki jam operasi 24 jam dengan operasional yang 011 011 011 011 011 011
05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-
berbeda tiap instalasi. , peralatan medis dan peralatan kantor, umumnya mulai 012 012 012 012 012 012
05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-
dioperasikan pada jam kerja yaitu pada jam 06.00 dan berhenti dinyalakan pada jam 013 013 013 013 013 013
05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-
17.00, kecuali pada instalasi yang harus beroperasi 24 jam seperti UG dan armasi 014 014 014 014 014 014
05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-
Klinik, serta penerangan diseluruh lingkungan SU, kecuali berapa ruang inap 015
05W-CFL-AXC-
015
11W-CFL- XC-
015
14W-CFL-AXC-
015
18W-CFL-AXC-
015
23W-CFL-AXC-
015
26W-CFL-CXC-
016 016 016 016 016 016
kosong, kantor pegawai, dan instalasi yang hanya buka pada pagi hari. Untuk 05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-
017 017 017 017 017 017
mengendalikan operasional peralatan-peralatan tersebut digunakan sistem manual. 05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-
018 018 018 018 018 018
05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-
Gambar di bawah ini menunjukkan profil penggunaan energi di salah satu fasilitas di 019 019 019 019 019 019
05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-
umah Sakit. Secara umum profil penggunaan energinya mirip dengan profil untuk 020 020 020 020 020 020

gedung perkantoran. amun memiliki baseload di luar jam kantor yang relatif tinggi.
Jam operasi gedung dimulai dari sekitar jam 8.00, sehingga pada jam-jam tersebut
konsumsi listrik langsung meningkat dan mencapai puncaknya pada sekitar pukul
.3. ata asil Pen u ian
10.00 untuk kemudian sedikit turun sampai dengan pukul 15.00 sebelum kemudian
perlahan-lahan turun seiring dengan masuk waktu malam. Setiap lampu yang diuji akan diperlakukan sama. Sebelum dilakukan pengukuran
kuat cahaya terlebih dahulu dilakukan penuaan selama 100 jam di r
. Kemudian setelah mencapai 100 jam, maka dimatikan permanen dan
didiamkan minimal 24 jam, selanjutnya diukur efikasi (lumen watt) masing-masing
lampu.

Tahap berikutnya adalah dilakukan pengujian ume m e e selama 2.000 jam,


termasuk waktu 100 jam untuk penuaan ( ). Setelah pemelihaan lumen ( ume
m e e) mencapai 2.000 jam maka dilakukan uji efikasi 2 (lm watt). Hasil
pengujian lampu hingga setelah ume m e e diperlihatkan pada Tabel 5.4.1.

Tabel 5.4.1.
Hasil pengujian lampu swabalast hingga 2.000 jam.
Sumber: PP I ASu
S esi ikasi asil en ukuran setelah enuaan am asil en ukuran setelah emeliharaan lumen 2 am
Gambar 3. Ti ikal Pola Pen unaan ner i Listrik di umah Sakit uat uat
uat aya ikasi aya ikasi
erk ikasi PF T Cahaya PF T Cahaya
Cahaya lam u ( h) lam u (2 h)
Selain listrik, sebuah umah Sakit juga mengkonsumsi bahan bakar seperti bahan Lm
( h) (2 h)
Lm
CFLs Lm Watt I Lumen Lm Watt Watt I (Lumen)
Watt Watt
bakar gas, PG ataupun inyak Solar, karena memiliki boiler yang digunakan untuk 1
05W- - -
260 52.0 5.2
-
2.2 94.9 243.5 47.0 5.2 -0.6 2.5 99.1 193.3 36.9
001 0.62

menghasilkan uap panas untuk kebutuhan pemanasan di dalam fasilitas. Panas 2


05W-
002
- -
260 52.0 5.2
-
0.62
2.3 92.4 244.5 47.5 5.3 -0.6 2.5 93.7 212.9 40.1

tersebut selain untuk memenuhi kebutuhan sterilisasi bahan di dalam fasilitas, juga 3
05W-
003
- -
260 52.0 5.0
-
0.62
2.3 91.8 236.7 47.6 5.1 -0.6 2.6 94.3 205.0 40.0

05W- - - -
digunakan untuk pengering ataupun dapur tempat masak. engan kebutuhan panas 4
004
260 52.0 5.0
0.63
2.4 88.3 239.8 48.2 5.0 -0.6 2.6 92.4 203.1 40.3

05W- - - -
5 260 52.0 5.1 2.2 91.0 245.7 48.3 5.2 -0.6 2.7 92,1 209.0 40.1
005 0.63

49 162
dan listrik seperti tersebut di atas, umah Sakit memiliki peluang pemasangan
teknologi kogenerasi unutk memproduksi panas dan listrik sekaligus.

.3. Sam el i D. Pusat erbelan aan

Pola operasi penggunaan energy di pusat perbelanjaan tercermin dari jam


Seperti yang dipersyaratkan oleh S I IE 60969 2009, bahwa setiap jenis lampu
operasional gedung mulai pukul 09.30 s d 21.00. Utilitas-utilitas utama seperti
terdiri atas 20 unit. leh karena itu pada pengujian ini dilakukan sekaligus 6 jenis
dan penerangan umumnya mulai dioperasikan secara bertahap mulai pukul 07 00
lampu yang dapat mewakili pengelompokan watt untuk pemberian tanda bintang
pagi dan berhenti beroperasi secara bertahap mulai pukul 21 00 WIB malam. Untuk
berdasarkan Peraturan enteri ES o. 06 tahun 2011. ata sampel lampu
mengendalikan operasional peralatan-peralatan tersebut digunakan sistem manual
diperlihatkan pada Tabel 5.3.2 dan Tabel 5.3.3.
oleh teknisi engineering dan tim terkait yang bertugas menjaga kehandalan sistem di
Tabel 5.3.2 mall serta cleaning service yang membersihkan bangunan sebelum dan setelah jam
Spesifikasi sample uji lampu swabalast
kerja normal.
I E
E K JE IS E E I G TEG G EK. U E E IK SI TI E
)
Gambar di bawah ini menunjukkan pola penggunaan energi listrik di salah satu pusat
PU W TT W T H W J
ool perbelanjaan di Jakarta.
1 5 6500 K 220-240 50 - 60 260 52 8000
daylight
ool
2 B 11 - 150-250 50 - 60 600 54,5 6000
daylight
ool
3 14 6500 K 220-240 50 - 60 820 59 8000
daylight
ool
4 18 6500 K 220-240 50 - 60 1100 61 8000
daylight
ool
5 23 6500 K 220-240 50 - 60 1420 62 8000
daylight
ool
6 26 - 220-240 50 - 60 1436 65,3 8000
daylight

Tabel 5.3.3
Tipe sample uji lampu swabalast.

1 5W 2 11W 3 14W 4 18W 5 23W 6 26W

05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-


001 001 001 001 001 001
05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-
002 002 002 002 002 002
05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC- Sumber: PP I ASu
003 003 003 003 003 003
05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC- Gambar 3. 6 Ti ikal ro il en unaan ener i di usat erbelan aan
004 004 004 004 004 004
05W-CFL-AXC-
005
11W-CFL-
005
XC- 14W-CFL-AXC-
005
18W-CFL-AXC-
005
23W-CFL-AXC-
005
26W-CFL-CXC-
005
apat dilihat bahwa penggunaan energi listrik mulai naik pada sekitar pukul 6 pagi.
05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-
006 006 006 006 006 006
Pada jam ini dimulai proses pendinginan gedung. Beban listrik kembali meningkat
05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-
007 007 007 007 007 007 pada sekitar pukul 10 pagi, di mana sebagian besar tenant sudah mulai membuka
05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-
008 008 008 008 008 008 tokonya. Beban listrik kemudian mencapai puncak pada sekitar pukul 12 s.d. pukul
05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-
009 009 009 009 009 009 21 malam, yang mana merupakan jam buka dari toko-toko di dalam pusat
05W-CFL-AXC- 11W-CFL- XC- 14W-CFL-AXC- 18W-CFL-AXC- 23W-CFL-AXC- 26W-CFL-CXC-
010 010 010 010 010 010

161 50
perbelanjaan tersebut. istrik kembali turun sampai level minmal pada sekitar pukul
10 malam, dikarenakan tokok-toko sudah mulai tutup.

Sebagaimana di gedung perkantoran, sebuah pusat perbelanjaan biasanya


disewakan pada tenant-tenant. ikarenakan tenant di dalam pusat perbelanjaan
pada umumnya cenderung ingin tampil lebih mencolok dibandingkan dengan yang
lainnya, penggunaan energi dari sebuah pusat perbelanjaan relatif tinggi
dibandingkan dengan gedung-gedung komersial lainnya.

E. otel

Hotel pada umumnya memiliki jam operasi selama 24 jam dan 7 hari dalam sepekan,
dengan pembagian jam kerja menjadi 3 shift. Shift 1 dengan waktu operasional jam
07.00 – 15.00, Shift 2 dengan waktu operasional jam 15.00 – 23.00 dan shift 3
dengan waktu operasional jam 23.00 – 07.00. asing-masing shift memiliki waktu
istirahat selama 1 jam. Utilitas-utilitas utama seperti , penerangan, pemanas air
dan pompa air dioperasikan tergantung tingkat hunian.

Tipikal profil penggunaan energi listrik dari salah satu hotel di Jakarta, ditunjukkan Gambar 5.3.1. Peralatan uji lampu swabalast.
pada gambar berikut. Gambar sebelah kiri adalah profil beban kelistrikan tanpa
memasukkan beban listrik untuk . Sedangkan sebelah kanan adalah profil beban .3.6 Prosedur Pen u ian
kelistrikan untuk chiller dan peralatan pendingin sentral. apat dilihat bahwa selain
beban chiller, sebuah hotel pada umumnya memiliki profil beban relatif stabil mulai Gambar 5.3.2 memperlihatkan diagram prosedur pengujian lampu swabalast.
dari pagi sampai tengah malam. Sedangkan profil beban chiller meningkat sejak dari
pukul 7 sampai dengan sekitar pukul 21.00. Setelah itu terlihat bahwa chiller tidak
semua dimatikan, dan mulai tengah malam sampai besok harinya masih
mengkonsumsi listrik sampai dengan setengah dari pada waktu beban puncak. Hal
ini karena penghuni biasanya tidur sambil menyalakan T dan , sehingga beban
listrik masih cukup tinggi.

Gambar 5.3.2. Prosedur pengujian lampu swabalast.

51 160
.3.4. Suhu uan an
Suhu ruangan dalam harus dijaga pada rentangan 15 sampai 40 .
liran udara ( r u ) yang berlebihan harus dihindarkan dan lampu agar
tidak mengalami goncangan serta getaran yang ekstrim.

.3.4.9 yala dan Padam


ampu pada pemeliharaan uji lumen dan uji umur lampu harus
dipadamkan delapan kali tiap 24 jam. Periode padam adalah antara 10
menit dan 15 menit. Periode nyala adalah sedikitnya 10 menit.

.3.4. eneta kan mur Lam u ata-rata Sumber: PP I ASu


Umur lampu sampai gagal 50% (umur rata-rata) diukur pada n lampu Gambar 3. Ti ikal ro il en unaan ener i di hotel
harus tidak kurang dari umur lampu pengenal sampai gagal 50%.

( n dinyatakan oleh pabrikan atau penjual e r yang bertanggung


3.3.2. P B dan Intensitas onsumsi ner i Final
jawab, tetapi sedikitnya 20 lampu).
Sektor komersial merupakan salah satu sektor pengguna energi yang penting.
Sekalipun dari sisi penggunaan energinya sekitar 3% dari total penggunaan energi
.3. Peralatan i final nasional, masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan sektor industri 32,9%,
rumah tangga 30,1 % dan transportasi 23,7% (BPS, 2009), namun secara P B
Semua peralatan yang dgunakan telah dikalibrasi dengan baik. Gambar 5.3.1 sektor komersial yang meliputi sektor jasa, konstruksi, perdagangan, hotel, restoran
memperlihatkan peralatan uji yang digunakan. dan keuangan menempati 43% dari total P B Indonesia (BPS, 2011) dan cenderung
terus meningkat ke depan. palagi jika dilihat dari pengguna listrik, maka sektor
komersial mengkonsumsi sekitar 24,8% dari total penjualan listrik P selama tahun
2009. engan demikian penurunan konsumsi energi di sektor komersial akan
memberikan dampak penghematan pada penggunaan energi listrik, yang pada
akhirnya juga akan mengurangi kebutuhan energi primer nasional.

159 52
lampu jenis P ( ur Pre ure r - Kendali Tekanan Uap),
Industri Komersial Transportasi
dengan prosedur sebagai berikut

2,500,000 x ampu P di- e selama sedikitnya 100 jam dari operasi normal
2,000,000 dan kemudian dimatikan sedikitnya selama 24 jam sebelum

1,500,000 dilakukan uji persiapan. Uji penyalaan untuk lampu P harus


dilakukan sebelum uji penyalaan dan pada awal uji persiapan
1,000,000

500,000 x Tegangan uji untuk uji penyalaan harus sama dengan 92% dari

-
tegangan pengenal, atau dalam julat tegangan 92% dari nilai
minimum dari julat tersebut.

.3.4.2 Te an an i
Tegangan uji adalah harus tegangan pengenal dengan toleransi 2%.
Sumber: PS
alam hal julat tegangan, pengukuran harus dilakukan pada nilai rata-
Gambar 3. 2 Penda atan omestik Bruto tas asar ar a onstan 2 rata. Untuk beberapa lampu swabalast diperlukan nilai yang lebih rendah
enurut La an an saha ( iliar u iah) 2 4-2 untuk pengukuran fotometrik dan listrik.

.3.4.3 ein
ampu harus di- e selama 100 jam operasi normal.
Terlihat dari gambar di atas, bahwa kontribusi sektor komersial pada PDB berkisar
antara 43-48%, tidak banyak berubah dari sejak tahun 2004 sampai dengan .3.4.4 aya Lam u
sekarang. Hal ini menunjukkan bahwa tidak banyak perubahan yang berarti dari aya awal yang didisipasikan disebarkan oleh lampu tidak melebihi 115%
struktur perekonomian nasional sejak tahun 2004 Sampai dengan sekarang. Akan dari daya pengenal.
tetapi kontribusi dari sektor komersial ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
.3.4. Fluks Cahaya
Konsumsi energi final sektor komersial seperti diberikan oleh Gambar 3.12, termasuk luks cahaya awal diukur setelah waktu penyalaan tidak boleh kurang dari
biomasa untuk pada tahun 2010 mencapai 32,7 juta SBM. Konsumsi sektor 90% fluks cahaya pengenal.
komersial ini didominasi oleh listrik yang pangsanya mencapai sekitar 70% pada
.3.4.6 Waktu Stabilisasi
tahun 2010. Jika dibandingkan pada tahun 2000, pemakaian listrik untuk sektor
ampu harus diukur pada tegangan uji segera setelah periode stabilisasi
komersial pada tahun 2010 meningkat tiga kali lipat. Sedangkan pertumbuhan
seperti yang dinyatakan oleh pabrikan atau penjual (vendor) yang
konsumsi listrik untuk periode 2000-2010 rata-rata sebesar 9,6% per tahun. Semakin
bertanggung jawab.
banyak gedung-gedung pemerintah dan swasta, mall, dan hotel baru dibangun dan
menyebabkan kenaikan konsumsi listrik yang cukup tinggi. .3.4. Pemeliharaan Lumen (Lumen aintenan e)
Setelah 2.000 jam operasi, termasuk periode penyalaan, pemeliharaan
Disamping listrik, konsumsi gas bumi di sektor komersial juga mengalami lumen harus tidak kurang dari nilai yang diumumkan oleh pabrikan atau
peningkatan dari 134 ribu SBM pada tahun 2000 menjadi 963 ribu SBM tahun 2010, penjual e r yang bertanggung jawab.
suatu peningkatan yang sangat signifikan dibanding energi lainnya. Pertumbuhan

53 158
Sampel lampu yang diuji didapatkan dari toko-toko sebanyak 12 merek, dengan rata-rata konsumsi gas di sektor komersial selama kurun waktu 2000-2010 sebesar
jumlah total 120 lampu. Pengujian ini bertujuan untuk memetakan tingkat efikasi 22% per tahun. BBM dan PG mengalami penurunan masing-masing minus 2,3 dan
lampu yang beredar di ndonesia sebagai bahan masukan ke Ditjen BTK 2,7% per tahun.

2. Pengujian njuk Kerja ampu Swabalast berdasarkan S 60969 2009.


Pengujian ini dilakukan setelah ditetapkannya Peraturan Menteri SDM o. 06
5,000
Tahun 2011 Tentang Kriteria Tanda Hemat nergi ampu Swabalast ampu iomasa as istri
0,000
. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat hemat energi lampu
25,000
swabalast yang ada di pasaran. Hasil pengujian inilah yang akan disajikan pada
laporan ini. 20,000

i u
15,000

10,000

5.3.4 Standar Uji Berdasarkan SNI IEC 60969:2009 5,000

-
Semua pengujian dilakukan di dalam ruangan tanpa gerakan udara draught-proof 2000 2001 2002 200 200 2005 200 200 200 200 2010

pada suhu ruangan 2 1 dan kelembaban nisbi maksimum 6 %. Tegangan uji


Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
harus stabil dalam 0, % selama periode stabilisasi, dan toleransi ini dikurangi
menjadi 0,2% pada saat pengukuran. Gambar 3.12 Konsumsi Energi Final Sektor Komersial Menurut Jenis

ntuk pengujian umur lampu toleransinya adalah 2%. Kandungan harmonisa total
tegangan suplai tidak melebihi 3%. Kandungan harmonisa didefinisikan sebagai
3.3.3. Pola Penggunaan Energi
penjumlahan r.m.s komponen harmonisa indi idu dengan menggunakan dasar
100%.
Dari hasil sur ei dan audit yang dilakukan oleh BPPT dan J A yang sebagian besar
Semua pengujian harus dilakukan pada frekuensi pengenal. Kecuali jika ditetapkan dilakukan di Jakarta, diperoleh beberapa data yang sangat penting mengenai
untuk keperluan spesifik oleh pabrikan atau penjual yang bertanggung jawab, maka intensitas energi listrik di bangunan dan distribusi penggunaan listrik di bangunan
lampu harus dioperasikan di udara bebas pada base-up ertikal untuk semua komersial. Gambar 3.13 menunjukkan intensitas energi bangunan rumah sakit, mall,
pengujian termasuk pengujian umur lampu. nstrumen listrik dan fotometrik yang hotel, kantor swasta, kantor pemerintah baik dengan A maupun tanpa A .
digunakan harus dipilih yang mempunyai jaminan ketelitian dengan persyaratan uji. ntensitas tertinggi terjadi pada mall, yakni 269 k h m2 tahun. Hal ini bisa dimengerti
karena mall atau pusat perbelanjaan memerlukan beban penerangan dan A yang
tinggi. ang paling rendah adalah kantor pemerintah dengan A yang intensitasnya
5.3.4.1 Penyalaan dan Persiapan
hanya 164 k h m2 tahun.

Pengujian penyalaan dan persiapan harus dilakukan sebelum uji


penyalaan, kecuali untuk lampu yang dinyatakan oleh pabrikan sebagai

1 7 4
peluang untuk meproduksi peralatan-peralatan rumah tangga yang hemat energi
uma a it 1
2 tanpa mengurangi tingkat kegunaan atau kenyamanan.
usat er elan aan 215
2 Perkembangan ini juga memberikan dampak positif bagi konsumen. Konsumen
1 2
otel
2 1 memiliki banyak alternatif pilihan atas suatu produk peralatan rumah tangga yang
1 1 diminatinya. Banyaknya alternatif pilihan menimbulkan adanya persaingan pasar.
er antoran s asta
1 0
Masing-masing produsen berlomba untuk menciptakan peralatan listrik rumah tangga
er antoran 12
emerinta 1 epan yang berkualitas namun hemat listrik. Tentu hal ini akan mendatangkan keuntungan
er antoran Indonesia
yang besar bagi konsumen, produsen, dan juga pemerintah. Sehubungan dengan itu
emerinta on- 1
pada penelitian ini akan dikaji pemanfaatan lampu untuk mendukung program
0 50 100 150 200 250 00
konser asi energi.
Intensitas ner i m2 ta un

Penerapan label tingkat hemat energi di beberapa negara telah dilaksanakan.


Sumber: BPPT dan JICA, 2009
Penerapan label tingkat hemat energi ini ada yang bersifat mandatory wajib dan
Gambar 3.13 Intensitas Konsumsi Energi Bangunan Komersial di Indonesia ada yang bersifat sukarela.

ndonesia saat ini melalui kegiatan Bresl sedang mengembangkan test protokol
untuk lampu dan beberapa peralatan listrik rumah tangga lainnya. Tanda
Dari data-data tersebut di atas dan beberapa kajian yang ada baik dalam maupun
pelabelan dikenal dengan dua cara, yaitu M PS dan label energi. Di beberapa
luar negeri, distribusi rata-rata luas lantai bangunan dan intensitas energi bangunan
negara M PS ini berfungsi untuk memfilter barang-barang yang boros energi tidak
sektor komersial di ndonesia bisa diasumsikan seperti yang ditampilkan pada Tabel
akan diberi tanda M PS, artinya tidak boleh dipasarkan. Sedangkan label akan
3. dan 3.6.
diberikan setelah memenuhi syarat standar unjuk kerja energi minimum. Pemberian
Tabel 3.5 Distribusi Tipikal Luas Lantai Bangunan Komersial di Indonesia label dalam bentuk tanda bintang akan diberikan sesuai tingakt efisiensinya yang
Distribusi Luas Bangunan Komersial (%) biasa disebut efikasi lumen w . Sehingga sangat layak untuk diterapkan di ndonesia
Tipe Bangunan Kecil Medium Besar guna mendukung program efisiensi penggunaan energi nasional.
Pemerintah 10 9 7
Swasta 39 20 1
5.3.3 Pengujian Lampu Swabalast
Tabel 3.6 Intensitas Energi Tipikal Sektor Komersial di Indonesia
ntuk mendukung program pemerintah mengenai pemberian label tingkat hemat
Intensitas Energi (kWH/m2/tahun)
energi pada lampu swabalast, maka B2T Balai Besar Teknologi nergi BPPT,
Tipe Bangunan Kecil Medium Besar
telah melakukan 2 kali pengujian
Pemerintah 1 4 11
Swasta 18 92 200 1. Pengujian ampu pada tahun 2007.

1 6
Tabel .2.1. Dapat dilihat pada tabel, bahwa distribusi luas bangunan komersial untuk gedung-
Kriteria tanda hemat energi untuk lampu swabalast PerMen. SDM o. 06 tahun 2011 . gedung pemerintah lebih sedikit daripada gedung-gedung swasta. Demikian juga bila
dilihat dari tipe bangunannya maka didominasi oleh bagungan-bangunan pada skala
kecil, baik untuk gedung pemerintah maupun gedung swasta.

Jika dilihat dari penggunaan energi listrik di sektor komersial, dapat dilihat pada
Gambar 3.14, bahwa energi listrik sebagian besar digunakan untuk sistem pendingin.
ang mencapai 6 % untuk hotel, rumah sakit 7%, departement store 7%,
bangunan kantor pemerintah % dan gedung perkantoran 47%. Perlu dicatat
bahwa hasil ini merupakan studi bukan merupakan rata-rata, akan tetapi angka yang
diperoleh dari sampel gedung di kawasan Jakarta. ntuk mendapatkan statistik yang
Agar Peraturan Menteri SDM o. 06 tahun 2011 dapat dilaksanakan dengan baik,
lebih baik, diperlukan sampel yang lebih banyak dan mencakup wilayah-wilayah
maka Dirjen BTK , Kem. SDM menetapkan Peraturan Dirjen BTK o.
selain Jakarta. Sekalipun demikian, dari angka ini bisa dilihat bahwa potensi
1287.K 06 DJ 2011 tentang Petunuk Teknis Pelaksanaan Pernyataan Kesesuaian
penghematan energi terbesar di gedung-gedung komersial ada pada sistem
Pada ampu Swabalast.
pendingin sistem tata udaranya. Dengan menerapkan teknologi yang tepat pada
Penggunaan lampu hemat energi mengalami peningkatan yang signifikan. Asosiasi sistem tersebut diharapkan dapat menekan penggunaan energi di sekor komersial.
Perlampuan ndonesia Aperlindo menyebutkan bahwa penjualan lampu hemat
energi pada kuartal tahun 2011 meningkat 21% menjadi 46 juta unit dari 38 juta unit
pada periode yang sama tahun 2010. Kenaikan penjualan terpicu tingginya konsumsi
seiring terjadinya penambahan pemasangan listrik baru di sektor rumah tangga oleh
PT P persero . Data P menunjukkan bahwa sampai Juni 2012 sebanyak
74.368 pelanggan telah menambah daya listrik memanfaatkan program
penambahan daya gratis.

Program tersebut membebaskan biaya penambahan daya untuk konsumen yang


ingin bermigrasi dari golongan 4 0 A menjadi 1.300 A dan dari golongan 900 A
menjadi 2.200 A. Dengan semakin populernya lampu ini maka diperkirakan 2
3 tahun ke depan lampu mendominasi penggunaan lampu di sektor rumah
tangga. Sumber: DOE

Gambar 3.12 Distribusi Tipikal Penggunaan Listrik di Sektor Komersial

5.3.2 Pentingnya Tanda Hemat Energi

Dari sisi produsen, labelisasi dapat mendorong untuk memproduksi produk-produk


yang lebih efisien penggunaan energinya. Hal ini juga membuka kesempatan dan

1 6
Dalam peraturan ini disebutkan pula bahwa lampu swabalast produksi dalam negeri
4. PELUANG PENINGKATAN EFISIENSI yang tidak dibubuhi abel Tanda Hemat nergi ditarik dari peredaran. ampu
ENERGI swabalast impor yang tidak dibubuhi abel Tanda Hemat nergi dilarang masuk ke
daerah pabean ndonesia dan harus diekspor kembali dimusnahkan.

Dari nilai-nilai intensitas energi yang disampaikan pada bab sebelum, peluang untuk Sebelum diberikan label tingkat hemat energi terlebih dahulu perlu diuji di
meningkatkan efisiensi masih sangat besar. Analisis peluang peningkatan efisiensi laboratorium yang telah terakreditasi atau laboratorium yang ditunjuk. Prosedur uji
energi pada sektor rumah tangga, industri dan komersial pada buku ini mencakup mengacu S 696-2009 dan S 04-0227-2003 tentang Tegangan. Beberapa
peluang dari beberapa teknologi baru yang belum banyak diimplementasikan persyaratan uji adalah
maupun yang belum sama sekali dan diprediksi mempunyai potensi yang besar
untuk diterapkan di ndonesia. Pertimbangan lain dalam menerapkan teknologi baru x Tegangan pengujian mengacu pada tegangan pengenal lampu dengan

yang menggantikan teknologi lama adalah kondisi penggunaan energi saat ini, toleransi % -10 %

tingkat penetrasi teknologi, tingkat kesiapan komersialisasi atau technology x Harmonik total tegangan suplai tidak melebihi %
readiness, ketersediaan sumberdaya energi, biaya implementasi, serta kebijakan
x Ketahanan lumen pemeliharaan lumen (lumen maintenance), setelah 2.000
energi yang ada.
dua ribu jam operasi termasuk periode ageing, lumen yang dihasilkan tidak
Analisis peluang peningkatan energi sektor rumah tangga, industri dan komersial kurang 80% dari lumen yang dicantumkan pada kemasan
dimulai dengan identifikasi beberapa teknologi hemat energi, lalu dilanjutkan dengan x mur lampu (life time) minimal 6.000 enam ribu jam
rodmap daripada teknologi tersebut yang mempunyai potensi untuk diterapkan
x Pengujian lumen untuk mengetahui tingkat efikasi lampu pada kondisi
hingga tahun 2030. Dengan menggunakan suatu model energi yang dikembangkan
normal. ji lumen dilakukan setelah lampu dikondisikan selama 100 seratus
dan berdasarkan roadmap yang dikembangkan akan diketahui berapa besar peluang
jam penyalaan. umen lampu uji diukur menggunakan alat ukur Integrated
yang bisa diperoleh dari penerapan beberapa teknologi hemat energi di ndonesia
Spherephotometer selama 1 lima belas menit. umen yang didapat
hingga tahun 2030.
dibandingkan dengan daya yang terukur aktual yang digunakan sehingga
didapat nilai efikasinya

4.1. Sektor Rumah Tangga x ampu yang telah diuji dan memenuhi syarat-syarat dapat diberi tanda
hemat energi berdasarkan tingkat efisiensinya yang dapat diketahui melalui
Sebagian besar energi yang dikonsumsi pada sektor rumah tangga digunakan untuk indukator efikasi. Hubungan antara efikasi dengan jumlah bintang untuk jenis
kegiatan memasak dan sisanya untuk peralatan listrik rumah tangga. Jika biomasa lampu cooldaylight 6. 00 K berdasarkan peraturan Menteri SDM adalah
tidak diperhitungkan, 80% energi digunakan untuk memasak dan sisanya untuk sebagaimana ditunjukkan Tabel .2-1.
peralatan rumah tangga lainnya. Jenis bahan bakar lainnya yang digunakan untuk
memasak selain biomasa adalah gas bumi, PG, minyak tanah dan listrik.

7 1 4
aboratorium ampu Hemat nergi. Pemberian label dalam bentuk tanda bintang 4.1.1 Teknologi Hemat Energi
akan diberikan sesuai tingkat efisiensinya yang biasa disebut efikasi lumen watt .
Sehingga sangat layak untuk diterapkan di ndonesia untuk mendukung program 4.1.1.1 Memasak
efisiensi penggunaan energi nasional. Agar hasil penelitiannya dapat dimanfaatkan
maka B2T bermitra dengan Ditjen BTK , Kementerian SDM. Teknologi memasak yang digunakan saat ini di ndonesia masih belum mengalami
banyak perubahan karena terkait dengan bahan bakar yang digunakan. Kompor
minyak tanah, PG, gas bumi dan listrik adalah yang umum dipergunakan. fisiensi
dari masing-masing kompor tersebut berbeda.
5.3 Pengujian Lampu Swabalast – CFL
Perkembangan teknologi terbaru untuk memasak saat ini adalah dengan
5.3.1 Kriteria Tanda Hemat Energi pada Lampu Swabalast (CFL) memanfaatkan teknologi induksi. Koil yang diberi aliran listrik akan menimbulkan
medan magnet yang mana akan memanaskan peralatan memasak lihat Gambar
Pemerintah epublik ndonesia melaui Menteri nergi dan Sumber Daya Mineral 4.1 .
SDM pada tanggal 19 April 2011 telah menetapkan Peraturan Menteri SDM o.
fisiensi daripada kompor listrik induksi sekitar 8 %. Harga dari kompor saat ini
06 tahun 2011 tentang Kriteria Tanda Hemat nergi ampu Swabalast ampu .
masih cukup mahal apabila dibandingkan dengan teknologi lainnya. mur
Pada peraturan menteri tersebut disebutkan bahwa Pembubuhan abel Tanda
operasional diperkirakan tidak jauh dengan kompor listrik yang jenis koil.
Hemat nergi harus memenuhi ketentuan a Standar asional ndonesia
60969 2009 ampu Swabalast untuk Pelayanan Pencahayaan mum - Persyaratan
njuk Kerja, kecuali ketentuan untuk tegangan pengujian, harmonik total tegangan
suplai, dan ketahanan lumen pemeliharaan lumen, dan b Pembubuhan abel
Tanda Hemat nergi berlaku untuk lampu.

Sebelum membubuhkan tanda hemat energi, produsen atau importir wajib


menerbitkan pernyataan kesesuaian declaration of conformity secara tertulis yang
Sumber: Ellane Chefer – Blog and Journal
menyatakan lampu swabalast. Pernyataan kesesuaian sekurang-kurangnya harus
memuat Gambar 4.1 Proses Memasak Pada Kompor Listrik Induksi

a. informasi produk Tabel 4.1 menampilkan efisiensi dan usia pakai dari teknologi kompor saat ini di

b. informasi produsen importir pemegang merk ndonesia. Kompor listrik dengan teknologi induksi mempunyai efisiensi paling tinggi

c. efikasi dan jumlah bintang yang dibubuhkan yang didukung dengan laporan tetapi biaya pengadaannya juga paling tinggi dibandingkan dengan lainnya.

hasil pengujian dari laboratorium uji Kelemahan dari pada kompor listrik induksi adalah peralatan memasak yang dipakai

d. tanggal, nama, dan tanda tangan penanggung jawab serta harus berbahan dasar besi yang bersifat magnetic dan permukaaan dasarnya harus

e. pernyataan hukum yang memuat bahwa produsen importir pemegang merk rata sehingga bisa menempel sempurna pada kompor.

siap mempertanggungjawabkan.

1 3 8
Tabel 4.1 Efisiensi, Nilai kalor dan Usia Pakai Kompor 5.2 Tanda Hemat Energi pada Peralatan Lampu Swabalast
(CFL)
Efisiensi
Kompor Nilai Kalor Usia Pakai
Kompor
Pemerintah ndonesia melalui Direktorat nergi Baru Terbarukan dan Pemanfaatan
alue nit Ta un
nergi, Ditjen BTK mengeluarkan himbauan untuk memberikan tanda hemat
Minyak Tanah , 2 K 0, 0 5
energi pada peralatan lampu. Standar asional ndonesia S abel Tingkat Hemat
LPG 25,5 K 0, 0 15
nergi Pemanfaat Tenaga istrik untuk Keperluan umah tangga dan sejenisnya
Gas Bumi 500 0, 0 15
sudah dikeluarkan sejak tahun 2003 dengan nomor S 03-69 8-2003.
Listrik (Koil) , 0 0, 5 10
Listrik (Induksi) 2, 5 0, 5 10 Penerapan label tingkat hemat energi, khususnya untuk lampu swabalast Compact
Biomasa 12 50 ton 0,1 5 Fluorescent Lamp (CFL) kini menemui titik terang dengan dikeluarkannya Peraturan
Menteri nergi dan Sumber Daya Mineral o. 06 2011 tentang Pembubuhan abel
Tingkat Hemat nergi untuk ampu Swabalast. Peraturan ini berisikan pemberlakuan
abel Tanda Hemat nergi sebagaimana dimaksud pada S omor 04-69 8-2003
4.1.1.2 Tata Cahaya tentang Pemanfaat Tenaga istrik ntuk Keperluan umahTangga dan Sejenisnya -
abel Tanda Hemat nergi sebagai abel ajib pada ampu Swabalast.
Sistem penerangan atau tata cahaya pada sebagian rumah tangga di ndonesia
abel Tanda Hemat nergi wajib dibubuhkan pada produk dan kemasan lampu
masih mengandalkan lampu pijar meskipun tidak terlalu banyak, hanya sekitar
swabalast yang akan diperjualbelikan di ndonesia. ampu swabalast adalah jenis
12% dari total rumah tangga. ampu hemat energi swabalast jenis sudah
cool daylight 6. 00 K yang telah memperoleh Sertifikat Produk Penggunaan Tanda
digunakan di sebagian besar rumah tangga, bahkan pada rumah tangga golongan
S sesuai S 04-6 04-2001 atau re isinya. Pembubuhan abel Tanda Hemat
tariff 1-2200 A pemakaiannya sudah mencapai 71% dari total rumah tangga yang
nergi harus memenuhi ketentuan S 60969 2009 ampu Swabalast untuk
disur ei. ampu jenis T juga masih banyak digunakan oleh sekitar 21 33% rumah
Pelayanan Pencahayaan mum - Persyaratan njuk Kerja, kecuali ketentuan untuk
tangga tergantung dari golangan tarifnya lihat Gambar 4.2 .
tegangan pengujian, harmonik total tegangan suplai, dan ketahanan
lumen pemeliharaan lumen.

Dalam peraturan ini setiap lampu yang akan dipasarkan akan diberi label tingkat
hemat energi dalam bentuk tanda bintang. ampu swabalast yang memiliki tingkat
efisiensi paling tinggi diberi tanda 4 bintang, dan lampu yang memiliki tingkat efisiensi
paling rendah diberi tanda 1 bintang. Sedangkan lampu yang tidak lolos uji tingkat
hemat energi berdasarkan S 6969-2009, belum dapat dibubuhkan tanda
hemat energi dan tidak boleh dipasarkan.

Balai Besar Teknologi nergi B2T sebagai laboratorium di bawah BPPT yang
antara lain membidangi efisiensi energi, mengembangkan laboratorium uji peralatan
listrik rumah tangga untuk mendukung program labelisasi. Satu di antaranya adalah

9 1 2
ntuk mencapai hal tersebut diperlukan standar tingkat hemat energi dan prosedur
uji efisiensi energi peralatan rumah tangga.

Berdasarkan Studi Japan International Cooperation Agency (JICA) Direktorat


Jenderal nergi Baru Terbarukan dan Konser asi nergi Ditjen BTK ,
Kementerian nergi dan Sumber Daya Mineral SDM Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi BPPT didapatkan bahwa penggunaan energi untuk sektor
rumah tangga dengan kontrak daya 4 0 A 900 A Golongan Tarif 1
didominasi oleh penggunaan untuk lampu penerangan 26%, refrigerator 21%,
Tele isi T 13%, pompa air 10%, penanak nasi (rice cooker) 12%, dan sisanya
untuk keperluan lain. Sedangkan untuk rumah tangga dengan Golongan Tarif 2 dan
3 walaupun penggunaan energi listrik untuk penerangan tidak dominan, namun
menggunakan listrik untuk penerangan juga lebih besar lagi. leh karena itu tepat
sekali bila pemerintah memberi perhatian yang serius pada optimasi pemanfaatkan
energi listrik bagi peralatan rumah tangga.

Bab ini memberikan gambaran mengenai perencanaan efisiensi energi yang dapat
diperoleh pada Sektor umah Tangga melalui penerapan Tanda Hemat nergi pada
peralatan ampu Swabalast ampu . angkah kongkret yang dilakukan adalah
dengan mengetahui tingkat hemat energi lampu swabalast yang ada di pasaran
berdasarkan Peraturan Menteri SDM o. 06 tahun 2011 tentang Kriteria Tanda Sumber: BPPTdan JICA, 2009
Hemat nergi ampu Swabalast. Selanjutnya dilakukan Analisis terhadap dampak
Gambar 4.2 Lampu Yang Digunakan Rumah Tangga Menurut Jenis
ekonomi dengan penerapan abel tersebut.

Jika berbicara mengenai teknologi lampu, selain lampu pijar, T dan masih
banyak teknologi lampu lainnya yang bisa digunakan sebagai penerangan rumah
tangga. Hanya saja teknologi lampu tersebut belum sehemat lampu atau belum
bisa bersaing dalam hal harga. Meskipun demikian, seiring dengan perkembangan
teknologi perlampuan, teknologi lampu seperti D ight mitting Diode , D
rganic D , halogen, metal halide, sodium, induksi dan sebagainya semakin
hemat dalam mengkonsumsi energi listrik meskipun harganya masih mahal.

Tingkat efisiensi dari lampu ditunjukkan oleh nilai efikasi, dimana nilai efikasi
memberikan informasi mengenai berapa lumen cahaya yang dipancarkan per satuan
watt listrik. Satuan lumen menunjukkan kekuatan cahaya yang dipancarkan oleh
1 1 60
suatu lampu. Tabel 4.2 menampilkan nilai efikasi dari berbagai teknologi lampu yang
sering digunakan rumah tangga. Teknologi lampu seperti metal halide, sodium,
5. PENERAPAN EFISIENSI ENERGI
induksi dan lainya akan dibahas lebih detil pada sektor komersial. PADA SEKTOR RUMAH TANGGA
Tabel 4.2 Nilai Efikasi Lampu

ampu Tipe a a ominal i asi I i etime


5.1 Efisiensi Energi pada Sektor Rumah Tangga Dengan
att lumen att ours
Tanda Hemat Energi
Nyala Api in a , as, a u a ar 0,05 0,
Lampu Pijar i ar 5 1500 1 500 -1500
Pemerintah ndonesia terus mendorong pemanfaatan energi secara lebih efisien
alo en 2 1500 1 0
untuk menjaga keamanan energi, efisiensi ekonomi, dan pembangunan yang
Swabalast a neti allast 5 2 20 50 000 - 10000
berkelanjutan. Satu di antaranya adalah mendorong penghematan energi pada
le troni allast 2 55 5
sektor rumah tangga.
TL a neti allast 125 52 20000
le troni allast 125 5 10 ujud nyata dorongan ini adalah dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah PP
LED eneri 10 0 1 0 50000 epublik ndonesia omor 70 Tahun 2009 tentang Konser asi nergi yang
OLED moled, moled 5 1 ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 16 o ember 2009.

Pasal 1 , ayat 1 PP tersebut di atas menyebutkan bahwa penerapan teknologi


A. Lampu Swabalast (CFL) yang efisien energi dilakukan melalui penetapan dan pemberlakuan standar kinerja

Dari angka-angka yang ditunjukkan oleh Gambar 4.2 bisa dikatakan bahwa energi pada peralatan pemanfaat energi. Selanjutnya pada ayat 2 pasal yang sama

kesadaran untuk menggunakan teknologi lampu hemat energi di ndonesia disebutkan bahwa standar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan sesuai

khususnya untuk jenis sudah cukup tinggi. Hanya saja jenis dan merek lampu dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

yang beredar di ndonesia saat ini sangat beragam. Menurut data Aperlindo ang terkait dengan penghematan pada sektor rumah tangga dapat disimak melalui
Asosiasi ndustri Perlampuan istrik ndonesia , hingga saat ini jumlah merek lampu Pasal 16, ayat 1 yang menyebutkan bahwa penerapan standar kinerja energi pada
hemat energi yang beredar di ndonesia mencapai 224 merek. Sayangnya masih ada peralatan pemanfaat energi sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 ayat 1
lampu yang beredar di pasaran tidak mempunyai label S untuk lampu hemat dilakukan dengan pencantuman label tingkat efisiensi energi. Kemudian ayat 2
energi. pasal yang sama menyebutkan bahwa pencantuman label tingkat efisiensi energi

Pemerintah melalui Peraturan Menteri SDM o. 06 Tahun 2011 telah menetapkan dilakukan oleh produsen dan importir peralatan pemanfaat energi pada peralatan

bahwa lampu swabalast yang dipasarkan di ndonesia harus berlabel S 04-69 8- pemanfaat energi secara bertahap sesuai tata cara labelisasi.

2003 ntuk Pemanfaat Tenaga istrik ntuk Keperluan umah Tangga dan Penerapan label tingkat hemat energi pada pemanfaat energi listrik untuk rumah
Sejenisnya abel Tanda Hemat nergi sebagai abel ajib pada lampu swabalast. tangga membantu konsumen memilih peralatan yang lebih efisien penggunaan
Pada lampiran peraturan tersebut juga sudah diberikan panduan mengenai kriteria energinya sehingga secara nasional penggunaan energi dapat dioptimalkan. Hal ini
label hemat energi untuk lampu swabalast yang dikaitkan dengan jumlah tanda akan mendorong produsen untuk memproduksi peralatan listrik rumah tangga yang
bintang. Kriteria label hemat energi untuk lampu swabalast diberikan oleh Tabel 4.3. lebih efisien dalam konsumsi energinya.
61 1 0
2010 2015 2020 2025 2030 Bentuk dan desain label lampu hemat energi yang akan dipasang ditunjukkan oleh
Penerangan 14,68 13,79 12,91 12,02 11,14 Gambar 4.3
AC 30,04 28,08 26,12 24,17 22,21
Elevator 2,14 2,01 1,88 1,75 1,62
Others 7,85 7,18 6,52 5,85 5,19
Total 54,7 51,06 47,43 43,79 40,16 Tabel 4.3 Kriteria Label Hemat Energi Untuk Lampu Swabalast

Gambar 4.69 Intensitas Energi Listrik Bangunan Pemerintah Tahun 2009 – 2030 Daya (watt) Nilai Efikasi (lumen/watt)
(dalam KWh/m2/tahun) 1 bintang 2 bintang 3 bintang 4 bintang

5–9 45 – 49 > 49 – 52 > 52 – 55 > 55


4.3.3. Potensi Penghematan Energi 10 – 15 46 – 51 > 51 – 54 > 54 – 57 > 57
16 – 25 47 – 53 > 53 – 56 > 56 – 59 > 59
Dari model yang dikembangkan dan penerapan roadmap dari teknologi hemat energi • 48 – 55 > 55 – 58 > 58 – 61 > 61
diperoleh potensi penghematan energi di sektor komersial pada tahun 2030 bisa
mencapai 29,8% atau senilai 46,49 juta SBM lihat Gambar 4.70 .

Gambar 4.3 Label Lampu Hemat Energi (Bintang satu dan empat)

Teknologi lampu swabalast yang ada sekarang sudah semakin maju dibandingkan
dengan ketika pertama kali diperkenalkan dengan ditunjukkan oleh efikasi yang
lebih tinggi, cepat nyala, lebih sedikit kedip flicker , tidak berisik, lebih kecil dan
Gambar 4.70 Potensi Penghematan Energi Sektor Komersial ringan.
Potensi penghematan energi non listrik total dari tahun 2010 hingga 2030 adalah 80
juta SBM atau setara dengan 2,9 bulan lifting minyak sebesar 0,9 juta SBM per hari.
Sedangkan untuk listrik, penghematan pada tahun 2030 mencapai 31.68 juta SBM
atau 1,7 T h atau setara 7,4 G P T Batubara dengan factor kesiapan 80%.

149 62
Dari beberapa tindakan diatas, prediksi intensitas energy bangunan komersial pada
tahun 2030 baik swasta bisnis maupun pemerintah diberikan oleh Gambar 4.68 dan
4.69.

Sumber: Sustainable Springfield

Gambar 4.4 Ragam Jenis Lampu Swabalast

Teknologi lampu swabalast pada dasarnya merupakan pengembangan dari lampu


T yang dibuat lebih kompak. Balast tersambung langsung dengan tabung lampu
yang berisi suatu campuran gas argon, uap dan cairan merkuri pada tekanan
rendah. Jenis ballast yang digunakan bisa magnetic atau elektronik. Secara umum
2010 2015 2020 2025 2030
balas elektronik lebih efisien daripada ballast magnetic, sekitar 10 20%. Penerangan 18,2 17,11 16,01 14,91 13,82
AC 35,56 33,24 30,93 28,61 26,3
ampu swabalast ini sangat sensiti e terhadap suhu sekeliling seperti lampu lainnya Elevator 16,13 15,16 14,19 13,22 12,24
yang berbasis teknologi fluorescent T . ampu bisa tidak bekerja jika suhu terlalu Others 4,05 3,71 3,36 3,02 2,68
rendah atau terlalu tinggi. Secara keseluruhan lampu swabalast lebih hemat energi Total 73,95 69,22 64,49 59,76 55,04

7 % daripada lampu pijar dengan tingkat iluminasi yang sama. Meskipun harganya
Gambar 4.68 Intensitas Energi Listrik Bangunan Swasta Tahun 2010 – 2030
lebih mahal, keekonomian lampu swabalast lebih rendah daripada lampu pijar
(dalam KWh/m2/tahun)
apabila dikaitkan dengan biaya pengoperasian selama umur efektifnya life cycle
cost . Sudah banyak kajian mengenai nilai keekonomian lampu swabalast. Hasilnya
tidak jauh berbeda seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Keekonomian Lampu Swabalast Dibandingkan Lampu Pijar

PERBANDINGAN LAMPU
i ar a alast
1 a a ampu 0 att att
2 ema aian ampu 1 ta un 2000 am 2000 am
umla ampu ti a 1 satu
ar a ampu per unit p 000 p 15 000
5 In estasi 1 p 000 p 15 000

63 148
Sama seperti pada sektor industri, roadmap daripada jumlah bangunan komersial PERBANDINGAN LAMPU
yang pada kajian ini dinyatakan dengan luas lantai bangunan yang menerapkan Tari 1- 00 p p
roadmap teknologi hemat energi diasumsikan tidak semuanya, hanya 7 % lihat 05 K 05 K

Gambar 4.67 ia a perasional istri 1 t n 2 p 00 p 10 0


en ematan ia a perasional 1 t n - p 510

enam a an ia a In estasi - p 000


5
10 asa ali odal a a eriod - 0,1 ta un
1 oin poin
2 oin 1 poin 2 poin
i ar p 00 - a alast p 10 0
a alast p 15 000 i ar p 000
5 oin poin

Penggunaan lampu swabalast bukannya tanpa memberikan dampak ke lingkungan.


Gambar 4.67 Roadmap Aktivitas Energi Sektor Komersial Penggunaan merkuri pada lampu swabalast bisa membahayakan lingkungan. Perlu

oadmap teknologi sektor komersial mencakup tata cahaya, tata udara, peralatan dipikirkan system penanganan pembuangannya apabila penggunaan lampu

elektronik dan peralatan non listrik. ntensitas energy non listrik swasta mengalami swabalast di ndonesia sudah sangat tinggi.

penurunan akibat dari penerapan beberapa teknologi hemat energy seperti peralatan
Dipasaran saat ini sudah ada jenis lampu swabalast yang bisa diredupkan
dapur restoran hemat energy yang mampu menghemat energy hingga 31% dan
dimmable . Hal ini akan memberikan potensi penghematan energi listrik lebih jauh
boiler efisiensi tinggi yang bisa menghemat energi hingga 11%
lagi.

Sedangkan untuk intensitas energi listrik baik pada swasta maupun pemerintah juga
mengalami penurunan pada scenario ini. Penurunan ini disebabkan oleh penerapan
beberapa teknologi hemat energy dan manajemen energy di bangunan komersial B. Lampu LED (Light Emitting Diode)

antara lain ampu D adalah lampu berbentuk padatan solid state yang menggunakan diode

x Pendingin ruangan atau A , penghematan hingga 27% pemancar cahaya light emitting diode sebagai sumber cahaya. ampu D

x Memasak, penghematan hingga 32% menawarkan umur operasional yang panjang dan sangat hemat energi, tetapi saat
ini harga per unitnya masih mahal apabila dibandingkan dengan lampu swabalast
x Penerangan, penghematan 2 %
atau pijar.
x efrigerasi, penghematan 38%
x Peralatan computer, penghematan 60%
x Peralatan non komputer, penghematan 2 %
x Peralatan lainnya, penghematan 3 %

147 64
Sumber: Wikipedia
Gambar 4.5 LED

D adalah suatu semikonduktor mirip diode jenis p-n yang bisa memancarkan Gambar 4.65 Proses low energy design
cahaya monokromatik dengan panjang gelombang tertentu. D sangat hemat
energi sehingga banyak digunakan sebagai lampu indikator pada berbagai aplikasi Melaui proses disain yang terintegrasi seperti ini, dapat dicapai penghematan sampai
seperti lampu pengatur lalu-lintas, kendaraan bermotor, tanda e it, peralatan listrik dengan 30- 0% dari model disain yang kon ensional.
dan sebagainya dan jenis yang digunakan adalah D yang memancarkan cahaya
putih, biru, merah, hijau dan oranye. Khusus untuk D yang memancarkan cahaya
putih telah mencapai pada tahap yang memungkinkan untuk digunakan sebagai
4.3.2. Roadmap Teknologi Efisiensi
lampu penerangan ruangan. Terdapat tiga teknologi D yang menghasilkan warna
cahaya putih. Ketiga metode tersebut adalah a phosphor-con ersion, b discrete Akti itas energi pada sektor komersial didasarkan pada luas lantai bangunan
color-mi ed atau c hybrid yang merupakan kombinasi daripada kedua metode komersial. Pada kajian ini diasumsikan pertumbuhan luas lantai bangunan komersial
sebelumnya. Gambar 4.6 menampilkan ketiga teknologi tersebut. sama dengan pertumbuhan PDB sektor komersial dan hasil proyeksinya ditampilkan
pada Gambar 4.66.

Sumber: DOE, 2012

Gambar 4.66 Proyeksi Luas Lantai Bangunan Komersial


Gambar 4.6 Teknologi White LED

6 146
Salah satu kekurangan daripada lampu D adalah besar watt setiap unitnya cukup
kecil, berkisar 3 10 watt per unit. Hal ini disebabkan oleh biaya produksi lampu D
yang linier terhadap watt lampu, semakin besar watt lampu semakin tinggi biaya
produksi lampu D. Hal ini berakibat pada harga jual lampu D yang masih cukup
tinggi dipasaran. Sebaliknya biaya produksi lampu pijar tidak berbanding lurus
dengan besar watt lampu. Akibatnya, harga lampu pijar dengan watt yang cukup
besar bisa 1000 kali lebih murah daripada lampu D dengan watt yang sama.

Berikut ini adalah beberapa karakteristik penting dari lampu D termasuk aspek
Gambar 4.64 Skema diagram sebuah Building Energy Management System keekonomian dan lingkungan bilamana dibandingkan dengan lampu swabalast dan
(courtesy Berca – Yamatake) pijar.

Tabel 4. menampilkan perbandingan efisiensi daya dari lampu D apabila


Penerapan sebuah B MS pada gedung komersial dapat menghemat energi sampai
dibandingkan dengan lampu swabalast dan pijar. ampu D lebih hemat 87 90%
dengan 20% melalui pengoperasian gedung secara optimal.
dari lampu pijar atau lebih hemat 4 % dari lampu swabalast.

Tabel 4.5 Output Cahaya Lampu LED.


4.3.1.5. Low Energy Building Design

Sebuah gedung komersial dapat didisain secara hemat energi sejak dalam tahap Output
disain dan perencanaan. Melalui proses disain yang terintegrasi antara insinyur sipil Cahaya
Lampu LED
dan mekanikal elektrikal, serta dengan menggunakan tools untuk simulasi dan Lampu Pijar Lampu Swabalast
optimasi gedung, dapat diprediksi sejak awal berapa kira-kira konsumsi energi Lumen Watt Watt Watt
450 4–5 40 9 – 13
sebuah gedung melalui perhitungan dan simulasi. Melalui proses iterasi ini 800 6–8 60 13 – 15
diharapkan menghasilkan disain yang paling optimal dari sisi kinerja energinya. 1.100 9 – 13 75 18 – 25
1.600 16 – 20 100 23 – 30
Disain gedung hemat energi dapat dicapai antara lain dengan mengarahkan orientasi 2.600 25 – 28 150 30 – 55
bangunan, pemilihan bentuk dan luasan jendela, pemilihan materi kaca jendela,
materi tembok dan atap, optimasi peletakan unit indoor atau sistem ducting dari
Secara umum karakteristik lampu D lebih baik daripada lampu pijar dan lampu
sistem pendingin udara, disain lokasi pemasangan dan pemilihan jenis lampu dan
swabalast lihat Tabel 4.6 . Meskipun demikian dari beberapa penelitian diperoleh
sistem pencahayaan alami, organisasi ruang, optimasi luasan dan tinggi lantai,
hasil bahwa kenaikan suhu akan mengurangi efisiensi dan umur operasional lampu.
bentuk dan peletakan sistem entilasi dan lain-lain.

14 66
Tabel 4.6 Karakteristik Lampu LED

Jenis karakteristik

Lampu LED Lampu Pijar Lampu Swabalast


Sensitif – tidak akan
Sensitivitas
bekerja pada suhu
terhadap suhu Tidak ada Sedikit sensitif o
dibawah – 10 F atau
ekstrim
diatas 120 oF
Sensitif terhadap
Tidak Sedikit sensitif Ya
kelembaban
Pengaruh siklus Ya – bisa menurunkan
On/off pada umur Tidak ada Sedikit terpengaruh umur operasional secara
operasional lampu. drastis
Tidak – memerlukan
Cepat Nyala Ya Ya
waktu untuk pemanasan
Sangat tahan –
Tidak tahan – kaca
Lampu LED tahan Tdak tahan – kaca dapat
Daya tahan atau filament dapat
terhadap benturan pecah dengan mudah
putus dengan mudah
dan goncangan
Gambar 4.63 One Through Boiler (courtesy Kawasaki)
Termal 3.4 Btu/jam 85 Btu/jam 30 Btu/jam

Ya – bisa terbakar,
Kegagalan Jarang terjadi Kadang
berasap atau berbau 4.3.1.4. Building Energy Management System

Building nergy Management System B MS adalah sebuah teknologi terkini untuk


Karena lebih efisien, penggunaan lampu D 4 watt akan memberikan penghematan mengendalikan dan mengoperasikan gedung secara terpusat dan lebih efisien
sebesar p 43. 60 bila dibandingkan dengan lampu pijar setara dengan 40 watt.
dengan memanfaatkan teknologi informasi. Prinsip dasar B MS adalah
Harga lampu D saat ini memang masih cukup tinggi. Akibatnya, masa balik modal menggabungkan antara sistem monitoring gedung dengan sistem kendali untuk
payback period untuk lampu D lebih tinggi dibandingkan lampu swabalast,
peralatan-peralatan pengguna energi seperti pompa, lampu, A hiller, sistem
sekitar 2,89 tahun lihat Tabel 4.7 . entilasi dan lain-lain, sehingga keseluruhan gedung dapat dioperasikan secara
efisien. Teknologi B SM juga dilengkapi dengan tools manajemen seperti sistem
monitoring, reporting, perhitungan indeks kinerja sistem dan peralatan serta
decission analysis tool yang bermanfaat untuk menentukan operasi gedung secara
lebih efisien.

67 144
Tabel 4.7 Keekonomian Lampu LED

PERBANDINGAN LAMPU
Pijar Swabalast LED
1 a a ampu 0 att att att
2 ema aian ampu 1 ta un 2000 am 2000 am 2000 am
umla ampu ti a 1 satu 1 satu
ar a ampu per unit p 000 p 15 000 p 1 5 000
5 In estasi 1 p 000 p 15 000 p 1 5 000
Tari 1- 00 p p p
05 K 05 K 05 K
ia a perasional istri 1 t n 2 p 00 p 10 0 p 0
en ematan ia a perasional 1 t n - p 510 p 5 0

enam a an ia a In estasi - p 000 p 12 000


5
10 asa ali odal a a eriod - 0,1 ta un 2, ta un
Gambar 4.62 Penghematan energi dengan penggunaan heat pump water 1 oin poin
heater
2 oin 1 poin 2 poin
i ar - a alast atau
C. Multi tube one through boiler a alast atau i ar
5 oin poin
Salah satu teknologi boiler yang cukup efektif untuk digunakan di gedung komersial
adalah one through boiler. Boiler tipe ini cocok digunakan di gedung komersial
dimana kebutuhan air panas tidak konstan dan cenderung fluktuatif. Seperti di Salah satu kelebihan dari lampu D adalah tidak mengandung merkuri seperti pada
sebuah hotel atau rumah sakit air panas dibutuhkan pada waktu-waktu tertentu dan lampu swabalast. Selain itu, lampu D juga memenuhi standard oHS yang tidak
pada waktu yang lain tidak terlalu diperlukan. Berbeda dengan water tube boiler dipunyai oleh lampu swabalast. Karena efisiensinya yang lebih tinggi, lampu D
lainnya yang menggunakan drum, pada boiler ini tidak menggunakan drum dan air menghasilkan emisi 2 yang lebih rendah bila dibandingkan lampu pijar dan
menguap setelah melewati ekonomiser, evaporator dan superheater. Karena tidak swabalast lihat Tabel 4.8 .
memakai drum, maka disain ruang bakar dan sistem pembakar (burner) memegang
kunci untuk dapat menguapkan air sejumlah yang dibutuhkan. Dengan cara
demikian, boiler dapat menghasilkan uap sesuai kebutuhan dengan efisien. Sebuah
one through boiler berbahan bakar gas dapat memiliki efisiensi hingga 95%.

143 68
Tabel 4.8 Dampak Lingkungan Lampu LED

Jenis Dampak

Lampu LED Lampu Pijar Lampu Swabalast

Ya – Merkuri sangat beracun dan


Mengandung Merkuri Tidak Tidak berbahaya terhadap kesehatan dan
lingkungan

Memenuhi standard RoHS Tidak – mengandung 1 mg – 5 mg Gambar 4.61 Prinsip kerja heat pump water heater
(Restriction of Hazardous Ya Ya Merkuri dan sangat berbahaya
ada gambar di bawah ini ditunjukkan bagian-bagian penyusun sebuah heat pump
Substances) terhadap lingkungan
water heater yang compact. vaporator ditaruh di atas sistem di mana pada bagian
Emisi CO2 205 2040
475 kg/tahun ini diambil sumber energi dari lingkungan (udara sekitar) di mana terjadi proses
(30 lampu pijar per tahun) kg/tahun kg/tahun
evaporasi dari uap refrigeran. ap refrigeran tersebut kemudian dikompresi dan
dialirkan ke bagian bawah di mana terjadi proses kondensasi dan pelepasan panas
dari refrigeran ke dalam air yang akan dipanaskan. ir panas tersebut kemudian
ambar berikut menunjukkan beberapa jenis lampu D yang ada di pasaran saat
dipakai untuk kebutuhan air panas.
ini.

Gambar 4.62 Contoh bagian dari heat pump water heater


Sumber: Sharp
Study dari energy star menunjukkan bahwa sebuah heat pump water heater dapat
Gambar 4.7 Ragam jenis Lampu LED
menghemat penggunaan listrik hingga setengahnya ( ambar . )

C. Lampu OLED (Organic Light Emitting Diode)

D ( rganic ight mitting Dioda) adalah panel memancarkan cahaya yang


terbuat dari bahan organik (berbasis karbon) yang memancarkan cahaya ketika
diberikan medan listrik. D yang digunakan saat ini ditujukan untuk membuat

9
B. Chiller waste heat recovery water heater tampilan yang indah dan efisien, tetapi juga memungkinkan digunakan untuk
membuat panel cahaya putih untuk penerangan. Seperti halnya teknologi D,
anas buang dari kompressor chiller juga dapat dimanfaatkan untuk pemanas air.
D merupakan semikonduktor padat dengan ketebalan hanya sampai 5
hiller membuang panas secara signifikan. Sebuah chiller kapasitas
nanometer atau sekita kali lebih tipis dari rambut manusia. D dapat memiliki
misalnya, dapat membuang panas setara tidak kurang dari 5 , atau sekitar
dua atau tiga lapisan bahan organic, dimana pada desain yang terakhir atau lapisan
juta B (setara dengan ,5 juta kkal). amun sayangnya suhu air panas yang
ketiga berfungsi membantu transportasi elektron dari katoda ke lapisan yang
dibuang ada pada kisaran - 5o , yang mana sulit untuk dapat dimanfaatkan lagi.
memancarkan.
ntuk itu temperatur air tersebut perlu dinaikkan dengan cara heat recovery dan
heat pump. eat recovey dapat dilakukan apabila ada kebutuhan air pada suhu Bagaimana prinsip kerja D dalam menghasilkan cahaya Sumber daya atau
tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan secara langsung. ika tidak ada maka baterai dari perangkat yang berisi D menghasilkan tegangan buat D.
dibutuhkan heat pump (templifier) untuk menaikkan temperatur condensat menjadi Kemudian arus listrik mengalir dari katoda ke anoda melalui lapisan organik (arus
lebih tinggi supaya dapat dimanfaatkan lagi. listrik adalah aliran elektron). Disini katoda membuat elektron berpindah ke emissive
layer dari molekul organik. Sedangkan anoda memindahkan elektron dari
conductive layer dari molekul organik. ni sama dengan membuat lubang electron
pada conductive layer .

Batas antara emissive layer dan conductive layer , membuat elektron menemukan
lubang elektron tersebut. adi, ketika elektron menemukan sebuah lubang electron,
elektron mengisi lubang tersebut. Ketika ini terjadi, elektron memberikan energi
dalam bentuk foton cahaya. kibat serangkaian kejadian tadi, D dapat
memancarkan cahaya.
(a) Heat recovery (b) Heat Pump
ampu D pada dasarnya merupakan material film yang tipis yang memancarkan
Gambar 4.60 Chiller waste heat recovery water heater
cahaya. ampu D mempunyai sumber pencahayaan berbentuk bidang datar
atau panel (tidak seperti D yang berupa titik) dan mempunyai suhu warna yang
b. Heat Pump Water Heater baik. Beberapa D bahkan juga bisa dibuat fleksibel atau transparan. Di masa
eat pump water heater memanfaatkan siklus vapour-compression selayaknya depan kita mengharapkan desain luminer yang baru yang menarik yang bisa
sebuah sistem refrigerasi terbalik. Kalau sebuah sistem refrigerasi atau memanfaatkan panel canggih tersebut.
digunakan untuk menghasilkan energi dingin memanfaatkan proses ekspansi dari
siklus refrigerasi, sebaliknya sebuah heat pump memanfaatkan panas yang
dihasilkan ketika terjadi kondensasi uap refrigerant. Dengan memanfaatkan siklus ini,
untuk sistem dengan , maka secara teoretis bisa menghasilkan daya
pemanasan sebesar k hanya dengan input daya sebesar k . rtinya kali
lebih efisien daripada pemanas air elektrik biasa.
untuk mengoperasikan boiler dan tidak selalu mengikuti pola beban air panas dari
pengguna, sehingga dapat lebih dioptimalkan efisiensinya.

A. Kogenerasi

Sistem kogenerasi memanfaatkan panas buang dari pembangkit listrik sendiri untuk
dipakai sebagai pemanas air. Sebagai contoh, panas buang dari sebuah turbin gas
skala kecil (mikroturbin) dengan kapasitas k dapat membangkitkan air panas
setara dengan k termal. Sehingga sistem kogenerasi merupakan sistem yang
Sumber: Howstuffworks sangat efisien dalam pemanfaatan sumber energi, dengan tingkat efisiensi termal
total mencapai - %. Di bawah ini contoh pemanfaatan panas buang dari
Gambar 4.8 Struktur OLED
mikroturbin untuk pemanasan air di sebuah hotel.

eknologi encahayaan lampu D bisa menggunakan matriks pasif ( D)


atau matriks aktif ( D). D memerlukan transistor film tipis untuk
menukar kondisi setiap piksel hidup atau mati dan mempunyai resolusi dan ukuran
lampu yang lebih besar.

Saat ini D sebetulnya masih dalam tahap riset dan pengembangan. Beberapa
perusahaan lampu besar seperti hilips, sram dan juga tidak ketinggalan dan
perusahaan-perusahaan tersebut telah mengeluarkan beberapa produknya ke pasar.
Sayangnya, harga lampu D masih sangat mahal, paling murah berkisar antara
5 5 S Dollar atau sekitar hingga ,5 juta rupiah per buah tetapi kedepan
dimungkinkan harganya akan turun yang disebabkan oleh produksi masal dan
penggunaan teknologi lapisan film tipis. fikasi D tertinggi yang bisa dicapai Gambar 4.59 Pemanfaatan mikroturbin kogenerasi untuk pembangkit listrik
hingga saat ini baru berkisar lumen watt. dan pemanas air di sebuah hotel
Dari analisa kelayakan, diperoleh peningkatan efisiensi dari 9% menjadi %, atau
plikasi D tidak hanya terbatas pada lampu untuk pencahayaan tetapi juga bisa
setara dengan penghematan biaya energi sebesar p 5 per k h.
diterapkan pada monitor televisi, ponsel dan kamera digital. Saat ini sudah ada
beberapa industri memproduksi layar ponsel atau monitor televisi dengan plikasi kogenerasi tidak hanya bersumber dari mikroturbin, akan tetapi juga dapat
menggunakan D. melalui Diesel ngine atau as ngine. kan tetapi efektifitas kogenerasinya masih
lebih tinggi untuk jenis gas turbin dibandingkan dengan jenis pembangkit yang lain.
Sumber: OLED-Info.com

Gambar 4.9 OLED yang bisa transparan dan fleksibel

arget efikasi dari lampu D pada tahun 5 adalah 5 lumen watt. ambar
. menampilkan perkembangan nilai efikasi dari D dan teknologi lampu
lainnya seperti D, , , D, dan halogen
Gambar 4.58 Jenis-jenis peralatan untuk mendaur ulang energy di sistem
ventilasi
Dari hasil studi di merika, diperoleh penghematan energi sekitar % dengan
memasang alat ini pada sistem ventilasinya. Di ndonesia, di mana terdapat
perbedaan suhu yang cukup signifikan antara udara luar yang panas dengan udara
dalam ruangan yang dingin, maka prosentasi penghematan yang diperoleh
dipekirakan lebih tinggi.

4.3.1.3. Sistem Boiler dan Pemanas Air

emanas air di gedung komersial digunakan untuk memenuhi kebutuhan air panas
penghuni, seperti di hotel, rumah sakit, dan apartemen. Di rumah sakit, kebutuhan air Gambar 4.10 Prediksi Efikasi OLED Pada tahun 2015

panas cukup banyak seperti untuk sterilisasi peralatan, kebutuhan dapur, dan juga
untuk mandi dan laundry. Demikian juga di hotel, banyak dibutuhkan untuk
D. Kondisi Pasar Lampu
kebutuhan mandi, dapur dan juga laundry.
Statistik perlindo menunjukkan bahwa penjualan lampu selalu meningkat dari tahun
Biasanya pemanas air di hotel maupun di rumah sakit, menggunakan sistem boiler
ketahun dengan laju pertumbuhan rata-rata 5, % per tahun (lihat ambar . ).
dan calorifier, dimana boiler memanaskan air yang akan disimpan di calorifier. Di sini
enjualan lampu hemat energi ( ) mempunyai pertumbuhan yang paling tinggi,
calorifier digunakan sekaligus sebagai buffer penyimpan air panas yang selanjutnya
rata-rata , % per tahun. ren penjualan lampu pijar mengalami penurunan dan
disalurkan ke pengguna. Dengan adanya calorifier, operator memiliki keleluasaan
digantikan oleh lampu dan .

9
Sumber: BPS; Dit PPMB Depdag; Litbang Sentra Elektrik, 2010
Gambar 4.57 Heatpipe Dehumidifikasi
Gambar 4.11 Penjualan dan Prediksi Permintaan Lampu
G. Energy Recovery Ventilation

Sistem ventilasi dari sebuah gedung dipasang untuk memasukkan udara segar

otal penjualan lampu di ndonesia pada tahun mencapai 5 juta lampu dengan tujuan untuk menjaga kualitas udara di dalam gedung. Standar untuk ir-

dengan perincian lampu pijar juta, lampu 5 juta dan lampu hemat energi change-ratio, atau rasio pertukaran udara untuk sebuah gedung berkisar antara -

juta. ermintaan lampu di ndonesia belum semuanya bisa dipenuhi oleh industri per jam, tergantung dari fungsi dan tujuan ruangannya. Dengan adanya ventilasi

dalam negeri, khususnya lampu hemat energi. ampir sekitar 5 % dari total maka udara dalam ruangan akan terjada kualitasnya. kan tetapi masuknya udara

kebutuhan lampu hemat energi dipenuhi oleh impor dari ina. ada tahun , segar ini menjadi beban bagi sistem pendingin untuk menjaga agar suhu dan

impor lampu hemat energi dari ina diperkirakan mencapai , 5 juta lampu. mpor kelembaban udara di dalam ruangan terjaga pada kondisi yang nyaman. ntuk

dari na semakin meningkat beberapa tahun terakhir. emerintah harus meringankan beban sistem pendingin, dapat dipasang peralatan untuk mendaur

segera membuat kebijakan yang bisa membatasi impor dari ina, baik dengan ulang energi dingin yang terbawa keluar oleh udara dan memanfaatkannya untuk

hambatan non tariff maupun dengan mengembangkan industri perlampuan listrik di pendinginan awal dari udara luar yang masuk ke ruangan. Dengan demikian,

dalam negeri yang mampu bersaing dengan produk luar baik kualitas maupun harga. diharapkan konsumsi daya sistem pendingin menjadi lebih ringan. Di bawah ini ada
beberapa contoh sistem untuk mendaur ulang energi yang keluar, yaitu a) sistem
eluang ndonesia untuk mengembangkan industri lampu hemat energi jenis koil, b) sistem spray, c) heat pipe, d) plate heat echanger dan e) rotary air-to-air heat
swabalast sangat besar mengingat impor dari ina yang cukup besar. Saat ini baru e changer. Besar potensi penghematan listrik bisa mencapai %.
ada industri lampu hemat energi ynag beroperasi di ndonesia dengan total
kapasitas produksi sebesar 5 juta dan mempunyai tingkat kandungan dalam
negeri ( KD ) berkisar 9%. ambar . , . dan . menampilkan lokasi
pabrik , perkembangan impor dari ina dari tahun 999 hingga dan
penyebaran konsumsi permintaan di seluruh ndonesia.
dengan demikian maka beban laten pendinginan dapat dikurangi, sehingga kerja
sistem pendingin lebih ringan dan efisien. eknologi ini dapat dipasang pada sistem
ventilasi atau saluran masuk udara segar dari sistem tata udara di sebuah gedung.
pabila dikombinasikan dengan sistem pendingin evaporatif, akan dapat dicapai
pendinginan udara secara efisien dibandingkan dengan sistem vapor-compression.

Gambar 4.12 Lokasi Pabrik CFL di Indonesia

Gambar 4.56 Desiccant Cooling


pabila desiccant cooling dipasang pada bangunan komersial yang menggunakan
chiller listrik maka dari total kebutuhan listrik untuk akan bisa dihemat sekitar
%. ika menggunakan gas, penghematannya bisa %.

F. Heatpipe Dehumidifikasi
Sumber: BPS; Aperlindo, 2011
Beban pendinginan sistem pendingin terdiri dari beban laten dan beban sensibel. Di Gambar 4.13 Impor LHE dari Cina
daerah-daerah dengan kelembaban yang tinggi, seperti di ndonesia, memiliki beban
laten yang tinggi. Sehingga untuk menurunkan kelembaban sampai dengan standard
kenyamanan ruangan, diperlukan pembuangan kandungan air di udara, agar
tercapai kelembaban yang diinginkan. eknologi eat ipe memungkinkan untuk
meningkatkan kemampuan sistem pendingin dalam mengkondensasi kandungan air
dalam udar tanpa melakukan modifikasi di dalam disain penukar kalornya. rinsip
kerja teknologi ini ditunjukkan pada ambar di samping ini. eknologi ini sangat
cocok untuk diterapkan di ndonesia. Beberapa studi menunjukkan penghematan
energi mencapai % dengan memasang heat pipe tersebut.

Sumber: BPS; Aperlindo, 2012


Gambar 4.14 Konsumsi LHE per Wilayah di Indonesia
angsa pasar lampu D saat ini masih sangat kecil, berkisar % dari total sekitar Tabel 4.37 Perbandingan Konsumsi Energi Antara Evaporative Cooling Dengan
juta lampu hemat energi pada tahun . ampu D diprediksi mampu Siklus Kompresi Uap Refrigerant

mendominasi pasar lampu di ndonesia dalam tahun ke depan. Bahkan,


pertumbuhan penjualannya bisa mencapai lima kali lipat atau 5 % setiap tahun.

Diperkirakan lampu D akan menggantikan lampu swabalast yang saat ini masih
mendominasi penjualan lampu di anah ir. ingga saat ini belum ada industri
nasional yang memproduksi lampu D. asar lampu D ndonesia masih diisi oleh
produk impor. Dengan demikian peluang untuk mengembangkan lampu D di
ndonesia sangat besar dan ini perlu didukung oleh kebijakan yang tepat dan pro
Sumber: DOE
pasar.
Kemampuan evaporative cooling tergantung dari suhu dan kelembaban relatif udara,
semakin tinggi kelembaban relatif, kemampuan mendinginkan udara semakin

4.1.1.3 Tata Udara menurun, sebagai contoh

x ada dan 5% kelembaban udara, udara bisa didinginkan hingga


ndonesia merupakan negara yang beriklim panas dan lembab. Kebutuhan akan
hampir .
sistem pengkondisian udara tentu saja sangat diperlukan. ntuk rumah tangga yang
x ada dan 5 % kelembaban udara, udara bisa didinginkan hingga
mempunyai tingkat ekonomi cukup baik, hunian yang nyaman dan sejuk merupakan
sekitar .
suatu kelengkapan yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan berumah tangga.
x ada dan 5% kelembaban udara, udara bisa didinginkan hingga
ntuk itu diperlukan suatu peralatan yang bisa mengatur sistem tata udara di dalam
hampir .
bangunan rumah tangga.
x ada dan 5% kelembaban udara, udara bisa didinginkan hingga .
Sistem tata udara pada bangunan bertugas mengolah udara dan menghasilkan .
kualitas udara yang baik (nyaman dan sehat) bagi penghuninya. Keberadaan sistem
ntuk kondisi udara yang panas dan kering seperti di gurun, potensi
tata udara sangat menunjang aktifitas dan produktifitas manusia.
penghematannya semakin besar.

Karena teknologinya sederhana, biaya pendinginan evaporative hanya sekitar


A. AC Split Standar setengah dari dengan beban pendinginan yang sama. eknologi ini juga tidak
memerlukan instalasi saluran atas (duct) sebanyak dan selengkap .
Sistem tata udara pada sektor rumah tangga pada prinsipnya tidak sebesar dan
serumit system yang ada pada bangunan komersial, jauh lebih sederhana. enis
peralatan pengkondisian udara yang sering digunakan atau dipasang pada rumah
E. Desiccant Cooling
tangga di ndonesia adalah jenis indow dan split yang terdiri dari unit
internal dan eksternal (lihat ambar . ). ada window, unit internal (indoor) arutan desiccant adalah larutan yang dapat menyerap uap air di udara. Dengan
memanfaatkan larutan ini, kandungan uap air di dalam udara dapat diturunkan,

5
Double ffect Steam bsorption hiller dan ekternal (outdoor) berada dalam satu unit bingkai kotak, tidak terpisahkan

( k 䡚 k ). Steam omsumption ate .9kg S


seperti pada Split.

Kapasitas jenis window umumnya kecil, dari ,5 K hingga maksimum K.


jenis ini memiliki tingkat kebisingan yang tinggi karena unit internal evaporator
D. Evaporative Cooling menjadi satu dengan unit kompresor. Sedangkan kapasitas pendinginan jenis

vaporative cooling pada prinsipnya memanfaatkan penyerapan panas pada saat split di pasaran umumnya bisa mencapai K. jenis split sangat diminati karena

penguapan air untuk mendinginkan udara. Karena tidak menggunakan kompressor, tidak terlalu bising. al ini karena unit pembuang panas (kompresor dan condenser)

maka penggunaan energinya jauh lebih rendah daripada sistem pendingin tidak berada di dalam ruangan rumah tetapi terpisah di luar ruangan rumah.

konvensional yang menggunakan siklus vapor-compresssion. anya saja teknologi


ini lebih efektif dipakai untuk daerah-daerah yang kelembabannya rendah.

Gambar 4.55 Evaporative Cooling


eknologi vaporative cooling ini dapat diaplikasikan pada bangunan komersial yang
tidak terlalu besar misalnya sekolah atau ruko. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh D di e ico, bahwa perbandingan konsumsi energy antara
evaporated cooling dengan siklus kompresi uap refrigerant dapat ditunjukkan
sebagai berikut

Sumber: Hermawan's Blog (Refrigeration and Air Conditioning Systems)

Gambar 4.15 Sistem AC Split

Seperti yang ditunjukkan pada ambar . , unit indoor dari jenis split terdiri dari

x Koil evaporator

5
x Blower media pendingin. ambar di bawah ini memberikan informasi tentang prinsip kerja
x Katup ekspansi bsorption hiller.
x nit pengendali

Sedangkan unit outdoor dari jenis split terdiri dari

x Koil kondenser
x Kompresor
x Dryer ilter
x Kipas endingin

Kinerja suatu sangat ditentukan oleh daya listrik yang diperlukan dan
kapasitas pendinginannya. ingkat kinerja dibedakan atas nilai ( nergy
fficiency atio) yang tertera pada kemasan atau manual . ilai bisa
dihitung dengan persamaan berikut.
Gambar 4.53 Prinsip kerja Absorption Chiller
‫ݑݐܤ( ݊ܽ݊݅݃݊݅݀݊݁ܲ ݏܽݐ݅ݏܽ݌ܽܭ‬/݆ܽ݉)
‫= ܴܧܧ‬
‫)ݐݐܽݓ( ݇݅ݎݐݏ݈݅ ܽݕܽܦ‬
ada saat ini ada dua jenis bsorption chiller, yaitu tipe direct firing yang
Sebagai contoh, berkapasitas pendinginan Btu jam (sekitar K)
memanfaatkan pemanas dari hasil pembakaran bahan bakar, dan yang indirect firing
memerlukan daya listrik sebesar 5 watt akan memberikan nilai sebesar
yang memanfaatkan panas hasil daur ulang panas buang.
‫ݑݐܤ( ݊ܽ݊݅݃݊݅݀݊݁ܲ ݏܽݐ݅ݏܽ݌ܽܭ‬/݆ܽ݉)
‫= ܴܧܧ‬
‫)ݐݐܽݓ( ݇݅ݎݐݏ݈݅ ܽݕܽܦ‬

7000 ‫ݑݐܤ‬/݆ܽ݉
‫= ܴܧܧ‬ = 12,3
570 ‫ݐݐܽݓ‬

Semakin tinggi nilai , semakin hemat yang digunakan. hemat energi


biasanya mempunyai nilai atau lebih. Selain nilai , nilai ( oefficient
of erformance) juga sering digunakan sebagai indikator efisiensi dari . Bedanya
dengan yang mempunyai satuan Btu jam watt, menggunakan satuan
watt watt. Kesetaraan antara dan adalah sebagai berikut Gambar 4.54 Absorption Chiller
Berikut ini tingkat efisiensi dari berbagai jenis absorption chiller.
‫ܴܧܧ‬
‫= ܱܲܥ‬
3,41 Double ffect Direct ired hiller ( k 䡚 k ) . , . , . .

ilai dari yang beredar di pasaran ndonesia saat ini berkisar 5. ilai ( k 䡚 k ) .
atau bisa jadi tidak terstandarisasi. erbedaan konfigurasi ruangan, faktor
ripple ffect Direct ired hiller (5 k 䡚 9 k ) .
arsitektur dalam dan luar ruangan, cara pengambilan data, dan faktor-faktor
stopper, menutup jendela dan ventilasi yang tidak perlu, mengurangi kebocoran eksternal lainnya di luar -nya itu sendiri bisa saja mempengaruhi nilai ,
pada ducting, dan lain-lain terutama bagi inverter yang konsumsi dayanya dinamis. abel .9 menampilkan
nilai dari sampel beberapa merek rumah tangga yang saat ini beredar di
pasaran ndonesia.
B. Mengoptimalkan operasi sistem pendingin

Sistem pendingin yang dioperasikan dengan baik dapat menghemat penggunaan


B. AC Split dengan Inverter
energinya. ptimalisasi operasi ini dapat dilakukan dengan cara
erkembangan teknologi rumah tangga ke depan masih didominasi oleh
- enaikkan setting temperatur
inverter. erbedaan antara konvesional dengan inverter terletak pada kerja
- emasang chiller se uenching,
kompresor. Kompresor pada inverter bekerja pada kecepatan yang berbeda
- engoptimalkan pembebanan chiller pada tingkat efisiensi yang maksimum.
sesuai dengan frekuensi yang dihasilkan oleh inverter dan kapasitas pendinginan
- engatur pembebanan
yang diinginkan. Kecepatan dari motor induksi proporsional terhadap frekuensi listrik.
- embersihkan ducting dan pembersihan
Suatu pengendali mikro akan mengatur kecepatan kompresor sesuai dengan suhu
- engintegrasikan operasi sistem pendingin dengan Building utomating
ruangan yang terbaca. Sedangkan pada konvensional, suhu ruangan dijaga oleh
Sistem (B S)
kompresor. Kompresor secara periodik akan bekerja maksimum atau tidak bekerja
sama sekali. rinsip kerja stop start dari Standar akan membutuhkan listrik
yang lebih tinggi daripada kerja inverter. erbedaan prinsip kerja kedua jenis
C. Menggunakan teknologi pendingin udara yang efisien
dalam menjaga suhu ruangan ditampilkan pada ambar . 5.
Beberapa teknologi pendingin udara yang efsien antara lain
Tabel 4.9 Beberapa Nilai EER untuk AC Rumah Tangga di Indonesia
) ( ariable efrigerant olume) hiller
Kapasitas Konsumsi Daya
Sampel Uji EER
hiller secara otomatis mengendalikan volume refrigeran yang disirkulasi (Btu/h) (Watt)
sesuai dengan beban yang harus didinginkan. chiller kira-kira memiliki efisiensi AC 5-1 4.387 420 10,45
sekitar ,9 k AC 5-2 4.613 411 11,22

) agnetic Bearing hiller AC 5-3 4.790 404 11,86


AC 6-1 5.000 320 15,63
agnetif bearing chiller dapat meningkatkan efisensi chiller karena meringankan
AC 7-1 6.820 595 11,46
beban kompressor sehingga chiller dapat mencapa efisiensi sekitar ,55 k AC 7-2 7.000 790 8,86

) bsorption ooling AC 8-1 7.122 628 11,34


AC 8-2 7.154 621 11,52
bsorption hiller tidak menggunakan kompressor karena siklus nya sedikit berbeda
AC 8-3 7.693 628 12,25
dengan siklus vapor kompresi. bsorption chiller menggunakan larutan iBr sebagai
AC 9-1 8.299 818 10,15
AC 9-2 8.455 816 10,36
Kapasitas Konsumsi Daya dalam gedung, beban pendinginan akan turun. ni bisa dilakukan dengan cara
Sampel Uji EER
(Btu/h) (Watt) antara lain
AC 9-3 8.496 780 10,89
- emasang kaca film
AC 9-4 8.530 811 10,52
- emanfaatkan material selubung bangunan yang memiliki koefisien transfer
AC 9-5 8.800 670 13,13
panas yang rendah
AC 9-6 8.900 815 10,92
- enanam pohon di sekeliling gedung
Sumber: BPPT, 2010
- engurangi cahaya matahari langsung masuk ke gedung
- engatur orientasi bangunan
- engatur organisasi ruang
- emasang selective gla ing

b. Sistem encahayaan

emilihan sistem pencahayaan yang tepat juga akan mengurangi beban


pendinginan, antara lain dengan pemilihan jenis lampu efisien tinggi,
meminimalisasi penggunaan lampu pijar mengurangi cahaya matahari yang
langsung masuk ke gedung, dan lain-lain.

Gambar 4.16 Perbedaan Suhu Ruangan, Kapasitas dan Konsumsi Daya dari c. anusia
AC Konvensional dan AC Inverter
anusia juga merupakan beban pendinginan. engurangi beban pendinginan
Beberapa keunggulan rumah tangga yang menggunakan teknologi inverter yang disebabkan oleh manusia antara lain dapat dilakukan dengan mengarahkan
dibandingkan dengan teknologi konvensional (fi ed speed) antara lain pendinginan secara efektif ke ruangan kerja dan mengurangi pendinginan yang
tidak perlu ke ruang area yang kosong.
x aktu yang lebih cepat, sekitar 5%, untuk mencapai suhu ruangan yang kita
inginkan d. eralatan istrik
x arikan pertama pada listrik lebih rendah dibandingkan yang tidak
eralatan listrik dan elektronik juga merupakan sumber panas. enempatkan
menggunakan teknologi inverter.
peralatan-peralatan yang menghasilkan panas, seperti mesin fotokopi, pemanas
x ebih hemat energi dan uang karena teknologi ini mampu menghemat listrik
air, lemari pendingin, dan lain-lainnya di tempat service dan mengatur pendinginan
hingga % dibandingkan biasa.
yang tepat di ruangan-ruangan tersebut.
x Dapat menghindari beban yang berlebihan pada saat dijalankan
e. dara luar
x luktuasi temperatur hampir tidak terjadi (lihat ambar . 5).

asuknya udara luar juga mengakibatkan pemborosan sistem pendingin. nfiltrasi


udara luar dapat dicegah dengan cara antara lain emasang pintu otomatis, door
asil berikut merupakan hasil uji di lapangan dari tiga jenis , yakni Split
Standar (Konvensional), Split ipe emat nergi dan Split nverter yang
9
ir ooled hiller dilakukan oleh B dengan daya sama masing-masing K. Ketiga jenis
tersebut dinyalakan selama lebih kurang jam per hari. abel . memberikan hasil
konsumsi energi per hari dari ketiga jenis tersebut, sedangkan ambar .
Chiller berpendingin udara, umumnya
menampilkan pola daya . Kita bisa melihat bahwa konsumsi energi jenis
terdiri dari:
inverter bisa menghemat listrik hampir % dibandingkan dengan jenis konvensional
- Air cooled chiller
dan % bila dibandingkan dengan jenis standard tetapi yang hemat energi.
- Pompa Chilled water
- AHU/FCU.
Gambar di samping menunjukkan sistem
chiller berpendingin udara. Tabel 4.10 Konsumsi Energi AC per hari

Tipe Hemat Energi


Konvensional Inverter
(Non Inverter)
ater ooled hiller
Konsumsi Energi (Wh/hari) 6.171 4.024 2.285
Chiller berpendingin air, umumnya terdiri
dari:
1,000 30 1,000 30 1,000 30
- Water cooled chiller 900
28
900
Power
28
900
Power Temp
28
800 800 800
- Pompa chilled water 700 26 700 26 700 26

Power [W]
- Pompa condenser water

Power [W]

Power [W]
600 600

Temp [C]
600

Temp [C]

Temp [C]
24 24 24
500 500 500

- Cooling Tower 22 22 400 22


400 400
300 20 300 20 300 20
- AHU/FCU 200
18
200
18
200
18
100 100 100
Gambar di samping menunjukkan sistem 0 16 0 16 0 16
0:00 4:00 8:00 12:00 16:00 20:00 0:00
chiller berpendingin air. Chiller 0:00 4:00 8:00 12:00 16:00 20:00 0:00
09/08 09/08 09/08 09/08 09/08 09/08 10/08
0:00 4:00 8:00 12:00 16:00 20:00 0:00
23/08 23/08 23/08 23/08 23/08 23/08 24/08 06/09 06/09 06/09 06/09 06/09 06/09 07/09

berpendingin air lebih efiisien sekitar 5%


dibandingkan dengan air water chilller. (a) Konvensional (b) emat nergi ( on nverter) (c) nverter

Gambar 4.17 Pola Daya AC dan Suhu Ruangan


Penghematan energi di sistem pengkondisi udara dapat dilakukan sebagai berikut:
dengan teknologi inverter akan memberikan efisiensi yang paling tinggi apabila
A. Menurunkan beban pendinginan
motor yang digunakan untuk kompresor dan fan menggunakan arus D sebagai
engurangi beban pendinginan secara langsung dapat menghemat penggunaan
sumber listriknya dibandingkan dengan motor . fisiensi motor D kompresor bisa
listrik untuk sistem pendingin.Beban pendinginan suatu gedung pada umumnya
mencapai lebih dari 9 %, sedangkan motor hanya sekitar %. ntuk fan,
bersumber dari sinar matahari, sistem pencahayaan, manusia, peralatan listrik,
penggunaan motor D bisa meningkatkan efisiensi hingga 5%, dibandingkan
udara luar dll.
dengan motor yang hanya 5%. pabila menggunakan motor D , nilai dari
a. Sinar atahari rumah tangga dengan teknologi inverter bisa mencapai 5 hingga ,5 atau setara
dengan nilai . ambar . menunjukkan perkembangan teknologi
Sumber panas utama dari sebuah gedung, terutama di daerah tropik, adalah
inverter dengan motor D pada kompresor dan fan di ina.
sinar matahari. Dengan mengurangi panas dari radiasi sinar matahari masuk ke
Tabel 4.36 Teknologi Lampu lainnya

Lumen/
Lampu Jenis Daya
watt

Sumber: Guoliang Ding, Shanghai Jiaotong University, 2011

Sumber: Turner, 2007


Gambar 4.18 Perkembangan nilai COP AC inverter di Cina

4.3.1.2. Tata Udara


Salah satu kekurangan dari inverter adalah harganya lebih mahal daripada
Split Standar. ika dibandingkan low wattage maka sekitar 5% lebih mahal. Sistem pengkondisi udara atau ir onditioner System di sebuah gedung komersial
inverter harganya di atas p juta, sementara low wattage berada di kisaran ,5 merupakan peralatan pengguna energi terbesar di sektor komersial. Dari berbagai
, juta rupiah. eskipun demikian, jika dibandingkan dengan ow attage, survey yang dilakukan diperkirakan bahwa sekitar % penggunaan energi listrik di
masa balik modal (payback period) daripada Split dengan teknologi inverter gedung adalah digunakan sebagai sistem pendingin. leh karena itu penghematan
hanya sekitar , tahun lebih lama tetapi memberikan penghematan listrik sekitar energi di sistem pendingin udara akan sangat efektif untuk menurunkan penggunaan
5 ribu rupiah lebih besar (lihat abel . ). pabila masa operasional sekitar 5 energi secara keseluruhan.
tahun, maka jelas sekali bahwa biaya yang dikeluarkan untuk nverter (life cycle
Sebuah gedung komersial yang besar, pada umumnya menggunakan sistem
cost) adalah yang paling rendah.
pendingin terpusat. Sistem ini secara garis besar dibagi menjadi dua, berdasarkan
tipe pendinginan chillernya, yaitu hiller berpendingin udara (air cooled chiller) dan
hiller berpendingin air (water cooled chiller).
C. Teknologi Baru AC Lainnya

Selain teknologi inverter seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa


teknologi lain saat ini sedang diteliti dan dikaji agar diperoleh rumah tangga
dengan efisiensi yang lebih tinggi atau lebih hemat energi dibandingkan teknologi
saat ini. eknologi-teknologi tersebut adalah

x Sudu fan yang lebih luas


x enggunaan cross flow fan pada unit indoor
kantor menerapkan pencahyaan alami. Salah satu kerugiannya adalah x rea perpindahan panas yang lebih luas
meningkatkan beban . x Konfigurasi desain fin yang lebih optimal
x ube yang lebih kecil
enghematan dari pencahayaan alami dapat mengurangi penggunaan energi listrik
x odel struktur evaporator yang lebih optimal.
untuk penerangan hingga - persen (lihat ambar .5 ). Dalam hal
penghematan biaya, D melaporkan bahwa banyak gedung komersial dapat Tabel 4.11 Keekonomian AC Split Inverter
mengurangi biaya energi total hingga sepertiga apabila menggunakan pencahayaan
PERBANDINGAN AC
alami yang optimal.
Standar Low Wattage Inverter
1 Konsumsi listrik AC per hari (Wh/hari) 6171 4024 2285
2 Pemakaian AC (1 tahun, 8 jam/hari) 365 hari 365 hari 365 hari
3 Biaya Investasi AC per unit Rp. 2,6 juta Rp. 3,5 juta Rp. 4,5 juta
4 Tarif PLN R1-2200VA Rp. Rp. 795/KWh Rp.
795/KWh 795/KWh
5 Biaya Operasional Listrik 1 thn 1) Rp. Rp. Rp. 663.050
1.790.670 1.167.664
6 Biaya perawatan Rp. 150.000 Rp. 175.000 Rp. 200.000
7 Penghematan Biaya Operasional 1 thn - Rp. 598.006 Rp.
2)
1.077.610
Sumber: EnergyStar
8 Penambahan Biaya Investasi 3) - Rp. 0,9 juta Rp. 1,9 juta
Gambar 4.52 Penghematan Listrik Pencahayaan Alami
9 Masa Balik Modal (Payback Period) 4) - 1,5 tahun 1,8 tahun
1) Poin 1 x poin 2 x poin 4
D. Teknologi Hemat Energi Lainnya 2) Standar – Low Wattage atau Inverter
Beberapa teknologi penerangan seperti , D, dan halogen yang sudah 3) Low Wattage atau Inverter – Standar
dijelaskan pada sektor rumah tangga juga bisa digunakan pada sektor komersial. 5) Poin 8 : poin 7
enghematan yang diberikan oleh lampu dan D cukup signifikan bisa
mencapai % dari energi listrik untuk penerangan, sedangkan lampu halogen
erkembangan teknologi lainnya yang sedang diujicobakan untuk diterapkan pada
hanya sekitar %. Selain teknologi tersebut, ada beberapa teknologi lain yang
untuk rumah tangga adalah pemanfaatan radiasi matahari sebagai sumber
memang hanya khusus digunakan untuk tujuan tertentu pada sektor komersial,
tenaga listrik dimana panel fotovoltaik digunakan untuk memasok tenaga listrik
seperti yang ditunjukkan oleh abel . .
yang diperlukan kompresor (lihat ambar . ).

9
Ballast elektronik memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan ballast
transformer. Beberapa kelebihan ballast elektronik tersebut adalah

x eningkatkan rasio perbandingan konversi daya listrik ke cahaya yang


dihasilkan.
x idak terdeteksinya kedipan oleh mata karena kedipannya terjadi pada
frekuensi yang sangat tinggi sehingga tidak dapat diikuti oleh kecepatan mata.
x fisiensi daya yang tinggi
x Ballast elektronik memiliki berat lebih ringan

Sumber: Technology Development Roadmap for China Room Air Conditioner 2012 – 2016
enggunaan ballast elektronik pada lampu l akan memberikan penghematan
listrik yang cukup signifikan, bisa mencapai % dengan tidak mengurangi tingkat
Gambar 4.19 Penggunan panel fotovoltaik pada AC rumah tangga
pencahayaan. abel . 5 menyajikan penghematan listrik yang diberikan oleh
buah lampu dengan ballast elektronik yang menggantikan lampu dengan
ballast magnetic.
erobosan teknologi terbaru lainnya adalah dengan menggunakan suatu
kombinasi antara membrane hydrophobic, cairan dessicant (larutan garam lithium
klorida atau kalsium klorida) yang mampu menyerap butiran air dalam udara dan Tabel 4.35 Penghematan Listrik T8 vs. T12
pendinginan evaporative. eknologi ini mampu menghemat energi hingga 5 9 % Sistem Sistem Watt Faktor Pencahayaan Penghematan Net Efikasi
dari energi yang diperlukan oleh jenis yang dianggap paling hemat saat ini. Lampu Ballast Input Ballast vs. T12 vs. T12 Lumens/Watt

eknologi tersebut dikenal dengan nama Desiccant- nhanced e aporative air (2) ballast
(4) 34W T12 144 0,88 100% N/A 56,2
magnetic
conditioner (D ap). Secara tradisional sekarang menggunakan listrik sebagai
(1) ballast
(4) 30W T8 89 0,77 105% 38% 95,2
sumber tenaga penggerak siklus pendinginan. eknologi D ap menggantikan electronic

siklus refrigerasi tersebut dengan siklus absorpsi yang digerakkan secara termal dan (4) 32W T8
(1) ballast
95 0,77 103% 34% 87,5
electronic
hanya memerlukan tenaga listrik yang sangat kecil. adi, dengan teknologi
(1) ballast
D ap bisa menggunakan gas bumi atau tenaga surya sebagai sumber energi (4) 25W T8 83 0,87 98% 42% 95,6
electronic
termal. (1) ballast
(4) 28W T8 82 0,77 98% 43% 96,9
electronic
ambar . 9 menunjukkan prototipe saluran aliran udara pada dengan eknologi
D ap yang dikembangakan oleh , S . rafik yang terdapat pada gambar
menampilkan bagaimana suhu udara ruangan secara perlahan turun dari warna C. Pencahayaan Alami (Skylight/Daylight)
merah yang berarti panas hingga berwarna biru yang berarti dingin ketika melalui
encahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari.
teras D ap.
Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga
dapat membunuh kuman. ntuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang
diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya
dari pada luas lantai. Saat ini sudah banyak bangunan komersial seperti mall dan
Tabel 4.34 Output Lumen dari Lampu FL T5, T8 dan T12

4’ Linear Fluorescent Bulbs Lumen Output

28 Watt T5 2900 lumens

54 Watt T5 5000 lumens

25 Watt T8 2209 lumens

32 Watt T8 2850-3100 lumens

34 Watt T12 1930-2800 lumens Sumber: NREL, USA

40 Watt T12 1980-3300 lumens


Gambar 4.20 Prototipe saluran aliran udara pada AC dengan Teknologi DEVap

Dari abel . tersebut, bisa dikatakan bahwa lebih hemat % energi


ambar berikut menampilkan suatu simulasi penggunaan energi selama setahun
dibandingkan dengan . Sedangkan 5 lebih hemat 5% daripada .
antara dengan teknologi D ap dengan Standar yang menerapkan teknologi
ampu dan 5 mengeluarkan panas jauh lebih sedikit daripada , sehingga
saat ini D ooling (direct e pansion cooling) dengan menggunakan gas bumi
bisa menghemat biaya pendingin ruangan . fikasi dari masing-masing ampu
sebagai sumber tenaganya. Bisa dilihat bahwa terjadi penghematan lebih dari %,
, dan 5 berturut-turut adalah , dan lumen watt.
baik untuk listrik maupun gas bumi.

B. Ballast Elektronik

Ballast elektronik merupakan rangkaian kontrol untuk menyalakan lampu


(fluorescent) yang memiliki efisiensi daya jauh lebih baik daripada ballast magnetic.
Ballast elektronik pada saat ini banyak digunakan oleh produsen lampu
(fluorescent) seperti philips dan panasonic untuk membuat lampu fluorescent hemat
energi

Sumber: NREL, USA

Gambar 4.21 Simulasi Konsumsi Energi per Tahun Antara Teknologi DX dan
DEVap.

Gambar 4.51 Ballast Elektronik Diperkirakan hanya dalam beberapa tahun kedepan, dengan teknologi D ap
sudah bisa dipasarkan secara komersial. ertama, teknologi ini akan dipasarkan
pada sektor komersial. Setelah teknologinya semakin terbukti (proven), jenis ini
akan dipasarkan pada sektor rumah tangga.
Tingkat
Jenis kegiatan pencahayaan Keterangan
D. Refrigeran AC minimal (lux)

Tidak menimbulkan bayangan. Mengukir dengan


ika berbicara mengenai rumah tangga, terdapat satu hal yang tidak bisa Pekerjaan amat halus 1500 tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan
diabaikan. al tersebut adalah refrigeran . efrigeran merupakan fluida yang yang sangat halus

digunakan untuk mendinginkan lingkungan bersuhu rendah dan membuang 3000 Tidak menimbulkan bayangan. Pemeriksaan
Pekerjaan terinci
pekerjaan, perakitan sangat halus
panasnya ke lingkungan yang bersuhu tinggi. enggunaan refrigerant yang tepat
akan mampu menghemat konsumsi energi listrik hingga %. Sumber: KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02
Dengan menggunakan teknologi lampu yang mempunyai nilai efikasi tinggi maka
efrigeran yang sekarang banyak digunakan untuk rumah tangga adalah jenis
tingkat pencahayaan minimal dari suatu kondisi kerja bisa dipenuhi dengan konsumsi
(hydro chloro fluoro carbon) yang disebut - dengan rumus kimia l .
energi listrik yang lebih rendah.
Selain - , jenis reon seperti - masih bisa ditemui pada sebagian rumah
tangga di ndonesia, padahal jenis tersebut sudah tidak boleh digunakan. efrigeran A. Lampu FL T5, T8 dan T12
jenis - sebenarnya masih termasuk one Depleting Substance ( DS) dan
da dua cara utama untuk menghemat energi yang digunakan untuk penerangan.
merupakan solusi sementara hingga diterapkannya jenis refrigerant yang benar-
Salah satu adalah dengan menggunakan teknologi pencahayaan yang lebih hemat
benar bebas dari kandungan at yang merusak lapisan on ( % bebas
energi. ang lain adalah mengurangi waktu operasi dari pencahayaan.
hlorine).
ampu l ( atau neon) sejauh ini merupakan jenis yang paling populer dan banyak
Beberapa negara telah mulai mencari pengganti - untuk rumah tangga untuk
digunakan di kantor dan gudang. enis yang paling umum adalah lampu jenis
jangka pendek. Salah satu dari pengganti refrigerant tersebut adalah - yang
tabung. da tiga generasi lampu fluoresen linier
digunakan di merika Serikat, sedangkan di ropa mereka menggunakan jenis -
, epang dan ina menggunakan . Ketiganya merupakan jenis x enerasi ke- ( 9 ), lampu dengan diameter mm ( )
yang tidak membahayakan lapisan one tetapi masih memberikan kontribusi x enerasi ke- ( 9 ), lampu dengan diameter mm ( ) dan
x enerasi ke- ( ), lampu 5 dengan diameter mm (5 )
terhadap gas rumah kaca seperti - yang berpotensi menimbulkan pemanasan
global ( lobal arming otential atau ). ntuk jangka panjang, ina sedang
mempertimbangkan beberapa alternatif seperti - , - , dan - 9 .

Sumber: Pacific Lighting

Gambar 4.50 Lampu FL T5, T8 dan T12

5
4.3.1. Teknologi Hemat Energi

4.3.1.1. Tata Cahaya

ata cahaya kantor sangat penting bagi kegiatan bisnis karena mempunyai dampak
terhadap para pekerja di dalam kantor tersebut khususnya dalam hal produktivitas.
ahaya yang tidak memenuhi standard minimal bisa menyebabkan gangguan pada
mata dan kepala.
Sumber: UNFCCC
ingkat penerangan pada-tiap tiap pekerjaan berbeda tergantung sifat dan jenis
pekerjaannya. Sebagai contoh gudang memerlukan intensitas penerangan yang Gambar 4.22 Skema Pengurangan HCFC Untuk Negara Berkembang

lebih rendah dan tempat kerja administrasi, dimana diperlukan ketelitian yang lebih
ndonesia termasuk negara yang sudah meratifikasi ontreal rotocol terkait
tinggi.
dukungan terhadap pengurangan penggunaan dan hingga ke tingkat nol

Banyak faktor risiko di lingkungan kerja yang mempengaruhi keselamatan dan pada tahun . Skema pengurangan daripada yang lama maupun yang

kesehatan pekerja salah satunya adalah pencahayaan. enurut Keputusan enteri baru bisa dilihat pada ambar . . Skema baru menggunakan posisi tahun

Kesehatan o. 5 tahun , pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu sebagai tingkat awal dan menerapkan pola pengurangan bertahap, sedangkan pola

bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. lama menggunakan posisi tahun 5 sebagai tingkat awal dan kemudian harus

encahayaan minimal yang dibutuhkan menurut jenis kegiatanya seperti berikut dikurangi hingga ke posisi nol pada tahun .

Tabel 4.33 Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja


Tingkat
E. Kondisi Pasar AC
Jenis kegiatan pencahayaan Keterangan
minimal (lux)
enjualan produk pendingin ruangan (air conditioner ) tahun ini diprediksi
Pekerjaan kasar dan tidak Ruang penyimpanan dan ruang peralatan/instalasi
100 mencapai , juta unit atau tumbuh % dibandingkan dengan pencapaian tahun
terus – menerus yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu
lalu sebesar , juta unit. Dari jumlah itu, pertumbuhan penjualan hemat energi
Pekerjaan kasar dan terus
200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar
– menerus atau dengan teknologi inverter diperkirakan bakal tumbuh antara 5 sampai
Ruang administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin persen per tahun. ren ke depan lebih banyak yang low wattage dan inverter.
Pekerjaan rutin 300
dan perakitan/penyusun dopsi inverter di ndonesia masih sangat rendah.
Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin
Pekerjaan agak halus 500 ntuk saat ini, yang paling banyak dibeli konsumen adalah jenis Split Standar
kantor, pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan
dengan mesin yang mencapai %. Sedangkan jenis split low wattage mencapai % dan
Pemilihan warna, pemrosesan tekstil, pekerjaan sisanya adalah jenis inverter ( %). enis standard akan turun, sedangkan low
Pekerjaan halus 1000
mesin halus & perakitan halus
wattage diperkirakan akan naik % per tahun. eskipun demikian Standar tidak
akan hilang karena kemungkinan masih ada yang membutuhkan. amun jika
5
pemerintah menerapkan aturan mengenai penggunaan bahan freon, maka akan
berpengaruh pada AC Standar.

Saat ini baru 27% populasi yang menggunakan AC dan yang menggunakan AC
inverter baru sekitar 5% saja di Indonesia. AC inverter lebih banyak dipasarkan ke
perusahaan atau B2B (business to business), yaitu sekitar 70%, sedangkan yang
30% B2C (business to consumer).

Dari studi JICA tahun 2009 dan data pendukung lainnya, saat ini ada sekitar 2
perusahaan di Indonesia yang memproduksi AC untuk pasar dalam negeri yaitu
Panasonic dan Polytron. Sharp sedang membangun pabrik dengan kapasitas
produksi AC per tahun sebesar 600.000 per tahun. Kapasitas produksi Panasonic
sebesar 400.000 AC Non Inverter per tahun. Perusahaan lainnya ChangHong
mencatat produksi AC di Indonesia sebanyak 150.000 unit. Sebagian permintaan AC
di Indonesia dipenuhi oleh impor dari Thailand, China maupun Jepang.
Gambar 4.49 Potensi Penghematan Energi Sektor Industri Tekstil

4.1.1.4 Lemari Pendingin (Refrigerator) Sedangkan penghematan listrik industri tekstil pada 2030 adalah sebesar 12,03 juta
SBM atau 19,6 TWh. Nilai ini setara dengan 2,8 GW PLTU Batubara dengan factor
Lemari pendingin atau refrigerator merupakan peralatan rumah tangga yang sudah kesiapan 80%.
menjadi bagian dari gaya hidup khususnya di perkotaan. Fungsi refrigerator adalah
untuk menjaga bahan makanan dan minuman agar tetap segar dalam jangka waktu
tertentu.
4.3. Sektor Komersial
Konsumsi listrik refrigerator pada sektor rumah tangga rata-rata menempati posisi
kedua setelah AC apabila rumah tangga tersebut mempunyai AC. Jika tidak ada AC, Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa hasil survey dari beberapa

refrigerator menjadi posisi pertama. Konsumsi listrik refrigerator mencapai 6,4 – bangunan komersial di Indonesia seperti kantor swasta, pusat perbelanjaan, hotel,

29,61% dari total kebutuhan listrik rumah tangga (lihat Gambar 3.3). rumah sakit mempunyai intensitas konsumsi energy lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bangunan yang sama di Jepang. Kondisi tersebut merupakan indikasi bahwa
peluang meningkatkan efisiensi energy pada sector komersial di Indonesia cukup

A. Teknologi Refrigerator besar. Masih banyak bangunan komersial di Indonesia yang menggunakan teknologi
tata cahaya dan tata udara yang lama atau boros energy. Berikut ini akan dijelaskan
Teknologi refrigerasi merupakan teknologi yang sudah mapan. Teknologi refrigerasi
beberapa teknologi hemat energy yang diterapkan pada roadmap yang
yang diterapkan pada lemari pendingin di Indonesia adalah teknologi uap/kompresi.
dikembangkan pada kajian ini.

87 124
Uap refrigerant dikompresi dan dipompa menuju condenser (penukar panas) oleh
Tabel 4.32 Roadmap Implementasi Teknologi Hemat Energi Tekstil suatu kompresor. Panas yang dibawa oleh refrigerant dibuang di condenser
Rangking sehingga menyebabkan refrigeran menjadi cair. Cairan refrigerant mengalir menuju
No Teknologi Roadmap
Peluang
1 Cold-Pad-Batch pretreatment 1.00 Tahun 2010 katup ekspansi (pipa/tabung kapiler). Kemudian cairan refrigerant bertekanan rendah
2 Bleach bath recovery system ** 1.00 - 2030
3 Avoid Overdrying, intermediate drying 1.00
masuk evaporator untuk menyerap panas yang menyebabkan refrigerant menguap
4 Recover Condensate and Flash Steam 1.00
5 The use of light weight bobbins 0.88
dan kembali menuju kompresor untuk memulai lagi siklus yang sama (lihat Gambar
6 Installation of Variable Frequency Drive on Autoconer machine 0.88 4.22).
7 Replacing the Electrical heating system with steam heating system for
the yarn polishing machine 0.88
8 Cold-Pad-Batch dyeing system 0.80
9 The use of lighter spindle 0.75 Tahun 2015
10 Introduce Mechanical De-watering or Contact Drying Before Stenter 0.75 - 2030
11 Optimize exhaust humidity in stenter 0.75
12 Energy efficiency of compressed air system in the Air-jet weaving plant 0.67
13 Single-rope flow dyeing machines 0.67
14 Introduce Mechanical Pre-drying 0.67
15 High Speed Carding Machine 0.63
16 Replacement of Ordinary ‘V – Belts’ by Cogged ‘V – Belts’ 0.63
17 Use of Counter-flow Current for washing 0.60
18 Installation of Variable Frequency Drive on pump motor of Top dyeing
machines 0.60
19 Use of steam coil instead of direct steam heating in batch dyeing Tahun 2020
machines (Winch and Jigger) 0.50 - 2030
20 Heat recovery of hot waste water in Autoclave 0.50
21 Install heat recovery equipment in stenter 0.50
22 High-frequency reduced-pressure dryer for bobbin drying after dyeing
Sumber: www.polarpowerinc.com
process 0.25
23 Conversion of Thermic Fluid heating system to Direct Gas Firing system in Gambar 4.23 Teknologi Refrigerasi Uap/Kompresi
Stenters and dryers 0.25
24 Microwave dyeing equipment 0.00
25 The use of Low Pressure Microwave drying machine for bobbin drying
instead of dry-steam heater 0.00
26 The recovery of condensate in wet-processing plants. Heat recovery from
the air compressors for use in drying woven nylon nets 0.00 Hasil kajian dan survey JICA pada tahun 2009 menyebutkan bahwa pasar lemari
pendingin atau refrigerator di Indonesia didominasi oleh lemari es satu dan dua pintu
4.2.3 Potensi Penghematan Energi dengan teknologi standar yang mempunyai kisaran daya listrik 75, 125 atau 200
watt.
Dari hasil kajian yang menerapkan roadmap tersebut, diperoleh hasil potensi
Konsumsi listrik pada lemari pendingin sangat tergantung dari teknologi dan material
penghematan energi pada industri tekstil hingga tahun 2030 yang diberikan oleh
yang digunakan. Hal-hal yang dapat menghemat konsumsi listrik suatu refrigerator
Gambar 4.49. Besar potensi penghematan energi industri tekstil pada tahun 2030
adalah:
bisa mencapai 38% atau sebesar 40,9 juta SBM. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, mesin-mesin industri tekstil di Indonesia relatif sudah tua sehingga x Mekanisme pengaturan suhu dan defrost (bunga es)
peluang penghematannya cukup besar dibandingkan dengan jenis industri lainnya. x Teknologi insulasi termal pada dinding (gas atau padat)
Total penghematan energi non listrik di industri tekstil dari tahun 2010 hingga 2030 x Teknologi kompresor (dengan atau tanpa inverter)
adalah sebesar 170 juta SBM. Nilai ini setara dengan 6,5 bulan lifting minyak x Bentuk, dimensi dan volume
sebesar 0,9 juta SBM per hari.

123 88
Teknologi refrigerator yang ada dipasaran saat ini hanya ada dua, yaitu standar dan 2,500,000
9). Produk Industri Pengolahan
inverter. Lemari pendingin dengan inverter memberikan kelebihan dari pada yang
Lainnya
tidak menggunakan terutama pada sisi penggunaan energi listrik. Lemari pendingin 8). Industri Peralatan, Mesin dan
2,000,000
PerlengkapanTransportasi
dengan inverter akan lebih hemat rata-rata sekitar 25%. Hal ini bisa dicapai karena

Milyar Rupiah (Konstan 2000)


7). Industri Logam Dasar Besi dan
pada saat malam hari ketika beban lemari pendingin tidak terlalu tinggi (tidak sering Baja
1,500,000
dibuka), kondisi suhu relatif konstan sehingga kompresor bisa beroperasi pada 6). Industri Produk Semen dan
Penggalian Bukan Logam
putaran rendah (lihat Gambar 4.23) 5). Industri Produk Ppuk, Kimia
1,000,000 dan Karet
4). Industri Produk Kertas dan
Percetakan
500,000 3). Industri Kayu dan Produk
Lainnya
2). Industri Tekstil, Barang dari
Kulit dan Alas Kaki
0
1). Industri Makanan, Minuman
dan Tembakau

Gambar 4.48 Proyeksi PDB Industri Pengolahan Non Migas


Sumber: John Balazs et.al, 2010

Gambar 4.24 Kerja Kompresor Refrigerator Dengan dan Tanpa Inverter

Dari data survey di Jepang (lihat Tabel 4.12), peluang penghematan listrik yang bisa
diperoleh dari lemari pendingin yang berteknologi inverter berkisar antara 10 – 30%
tergantung dari volume dan daya listrik dibandingkan dengan lemari pendingin yang
menggunakan teknologi kompresor konvensional on-off (satu kecepatan).

Tabel 4.12 Peluang Penghematan Energi Refrigerator Inverter

Tipe Refrigerator (Lebar, mm) 600 – 800 900 1200 1500 1800
Daya Kompresor Konvensional Gambar 4.49 Roadmap Aktivitas Sektor Industri Tekstil
130 200 200 300 300
(watt)
Daya Kompresor Inverter (watt) 190 (130 – 300)
Jumlah pengguna atau industri tekstil yang menerapkan teknologi hemat energi
Penghematan Listrik 10 – 20% 10 – 20% 20 – 30% 30% 20 – 30%
Sumber: Japan Advisory Committee for Natural Resources and Energy, 2011
dinyatakan dalam bentuk kontribusi nilai PDB dari industri tekstil (dalam milyar
rupiah) yang menerapkan model roadmap yang dikembangkan untuk industri tekstil
(lihat Gambar 4.49).

B. Kondisi Pasar Refrigerator


89 122
Fuel Electricity Capital Payback Penjualan lemari pendingin di pasar nasional pada tahun 2011 diprediksi menembus
No Technologies Saving Saving Cost period
(GJ/year) (MWh/year) (U$$) (years) 3,5 juta unit yang ditandai dengan membanjirnya berbagai merek baru yang
General
The recovery of condensate in wet-processing plants.
meluncur ke pasar domestik. Kapasitas total produksi lemari pendingin nasional
1 Heat recovery from the air compressors for use in 2 16000 6
adalah 5,74 juta unit per tahun yang disumbang oleh merk LG, Sharp, Sanyo (Haier),
drying woven nylon nets
Polytron dan Panasonic dengan perincian pada tabel 4.13. Merk lainnya masih
diimpor dari luar negeri.
4.2.2 Roadmap Teknologi Efisiensi Industri Tekstil
Tabel 4.13 Kapasitas Produksi Lemari Pendingin Nasional

Dari data-data BPS, PLN, Pertamina, PGN serta beberapa kementrian terkait seperti Kapasitas Domestik Ekspor
Perindustrian dan ESDM, intensitas industri tekstil bisa dihitung meskipun masih PT LG Electronics Indonesia 2.040.000 960.000 1.080.000
membutuhkan beberapa asumsi karena keterbatasan data yang ada. Untuk PT Sharp Electronics Indonesia 2.640.000
mengitung potensi penghematan energi, diperlukan proyeksi PDB industri tekstil PT Sanyo (Haier) Indonesia 600.000
yang pada kajian ini digunakan sebagai dasar aktivitas energi industri testil. Gambar PT Hartono Istana Electronics 250.000
4.48 menunjukkan proyeksi PDB Industri pengolahan hingga tahun 2030 dengan PT. Panasonic Mfg Indonesia 210.000
berdasarkan proyeksi pertumbuhan PDB keluaran Bappenas. Sumber: JICA 2009 dan GABEL

Tabel 4.31 menampilkan intensitas energi industri tekstil untuk proses termal
(heating), proses pendinginan (cooling) dan penggerak motor (machine drive).
4.1.1.5 Televisi
Tabel 4.31 Intensitas Energi Industri Tekstil
Pengaruh televisi dalam keluarga Indonesia tampaknya sudah demikian kuat
Intensitas Energi
Subsektor Satuan menyatu dengan keseharian masyarakat. Data Bank Dunia tahun 2004
2010 2030 menunjukkan, ada 65% lebih rumah tangga pemilik televisi di Indonesia. Bentuk

Tekstil dan Pakaian media audio visual yang menarik dan lengkap dari si ”tabung ajaib” menjadikan ia
lebih digandrungi dibandingkan dengan produk budaya lain, seperti buku. Hiburan
- Proses Termal SBM/milyar 328,9 74,8
yang disajikan mampu menarik mayoritas penduduk menekuni tayangan televisi
- Proses rupiah/tahun 22,8 5,2 dalam kegiatannya sehari-hari. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Pendinginan
114,0 25,9 tahun 2006, lebih tiga perempat (86%) dari seluruh penduduk usia 10 tahun ke atas
- Penggerak Motor
di Indonesia memiliki aktivitas rutin mengikuti acara televisi dalam seminggu

Dengan menerapkan suatu roadmap yang tediri dari roadmap untuk jumlah Kebiasaan masyarakat Indonesia yang gemar menonton TV serta masih tingginya

pengguna atau industri tekstil dan roadmap untuk teknologi industri tekstil seperti penggunaan TV berteknologi CRT yang boros energi menjadikan TV menjadi salah

yang diberikan oleh Gambar 4.49 dan Tabel 4.32, diperoleh penurunan intensitas satu peralatan rumah tangga yang mengkonsumsi energi cukup besar.

energi di industri tekstil hingga tahun 2030 seperti yang diberikan oleh Tabel 4.31.

121 90
A. Teknologi Televisi Fuel Electricity Capital Payback
No Technologies Saving Saving Cost period
(GJ/year) (MWh/year) (U$$) (years)
Perkembangan yang sangat signifikan dapat dirasakan yaitu perkembangan televisi
Installation of Variable Frequency Drive (VFD) for washer
dari segi teknologi penampil seperti CRT, LCD, Plasma, DLP dan OLED. Sebelum 1 pump motor, Humidification System Fan Motor, 86 9900 1
Humidification system Pumps
mengenal LCD TV, televisi-televisi di Indonesia didominasi oleh TV tabung atau CRT Replacement of the existing Aluminium alloy fan impellers
2 with high efficiency F.R.P (Fiberglass Reinforced Plastic) 55,5 650 1
(Cathode Ray Tube) TV. Dalam tabung sinar katoda, elektron-elektron secara hati- impellers in humidification fans and cooling tower fans
General
hati diarahkan menjadi pancaran, dan pancaran ini di”defleksi” oleh medan magnetik
1 Replacement of Ordinary ‘V – Belts’ by Cogged ‘V – Belts’ 1,5 122 1
untuk men”scan” permukaan di anoda, yang sebaris dengan bahan berfosfor. Ketika Weaving Process
Energy efficiency of compressed air system in the Air-jet
elektron menyentuh material pada layar ini, maka elektron akan menyebabkan 1
weaving plant
timbulnya cahaya.
Tabel 4.29 Technologi Efisiensi Energi di Proses Basah
Era TV Tabung yang sudah berpuluh tahun menjadi perangkat elektronik keluarga
favorit untuk menghadirkan tayangan hiburan diperkirakan akan segera berakhir Electricity Capital Payback
Fuel Saving
No Technologies Saving Cost period
(GJ/year)
dalam beberapa waktu ke depan dan digantikan dengan perangkat TV Digital (MWh/year) (U$$) (years)
Preparasi
dengan teknologi terbaru yang hemat energi seperti TV LCD (Liquid Crystal Display), 1 Cold-Pad-Batch pretreatment
TV LED (Light Emitting Diode) dan TV OLED (Organic Light Emitting Diode). Di masa 2 Bleach bath recovery system ** 246000 2.1
3 Use of Counter-flow Current for washing
depan teknologi TV OLED diperkirakan akan menggantikan teknologi TV Dyeing and Printing Process
sebelumnya. 1
Installation of Variable Frequency Drive on pump
26,9 3100 1.5
motor of Top dyeing machines
2 Cold-Pad-Batch dyeing system 16,3 1215000 3.7
Pada dasarnya TV LCD bekerja dengan memproduksi gambar hitam dan berwarna 3 Single-rope flow dyeing machines 2,5 kg steam 0,2 kWh 1
dengan melakukan seleksi cahaya yang dipancarkan oleh serangkaian lampu 4 Microwave dyeing equipment 450000
Use of steam coil instead of direct steam heating
5 4580 165500
teknologi CCFL (Cold Cathode Fluorescent Lamps) di belakang layar. Pada evolusi in batch dyeing machines (Winch and Jigger)
6 Heat recovery of hot waste water in Autoclave 554
selanjutnya, tercipta pula pengembangan dari TV LCD yang dinamakan TV LED.
Pada dasarnya sebenarnya TV LED tidak jauh berbeda TV LCD. Televisi jenis ini
Tabel 4.30 Technologi Efisiensi Energi di Proses Pewarnaan dan Akhir
menggunakan LED Backlight sebagai pengganti cahaya fluorescent yang digunakan
Fuel Electricity Capital Payback
pada jenis TV LCD sebelumnya. Ada dua macam bentuk TV LED yang beredar di No Technologies Saving Saving Cost period
(GJ/year) (MWh/year) (U$$) (years)
pasaran: Direct-LED dengan LED yang diletakkan di belakang panel layar, atau Drying
1 Introduce Mechanical Pre-drying
Edge-LED dimana LED diletakkan di sekeliling layar.
2 Avoid Overdrying, intermediate drying
3 Recover Condensate and Flash Steam
Dilihat dari sisi konsumsi energi dan karakterisitik lainnya, antara TV CRT dan TV The use of Low Pressure Microwave drying machine
4 0,107 500000 3
for bobbin drying instead of dry-steam heater
LCD masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Tabel 4.14
High-frequency reduced-pressure dryer for bobbin
5 0,2 500000
menampilkan karakteristik dari kedua jenis TV tersebut. TV LCD 32 inch mempunyai drying after dyeing process
Finishing
luas pandangan/penglihatan yang tidak jauh berbeda dengan TV CRT 29 inch. 1
Conversion of Thermic Fluid heating system to Direct
11000 120 50000 1
Gas Firing system in Stenters and dryers
Introduce Mechanical De-watering or Contact Drying
2
Before Stenter
3 Optimize exhaust humidity in stenter
4 Install heat recovery equipment in stenter 77000 1,5

91 120
bolier hanya bekerja 25% dari kapsitasnya, maka kehilangan energinya bisa Tabel 4.14 Perbandingan Karakteristik TV CRT dan LCD
mencapai 6%
Karakteristik TV CRT 29 inch TV LCD 32 inch
x Pengendalian blowdown secara otomatis. Blowdown 10 persen dalam boiler
Daya 190 watt 100 watt
15 kg/cm2 menghasilkan kehilangan efisiensi 3 persen.
Standby 3 watt 0,5 watt
x Pengurangan pembentukan kerak dan kehilangan jelaga. Diperkirakan bahwa
Berat 30 kg < 10 kg
3 mm jelaga dapat mengakibatkan kenaikan pemakaian bahan bakar sebesar
Umur operasional 80.000 jam 30.000 – 60.000 jam
2,5 persen disebabkan suhu gas cerobong yang meningkat.
Biaya awal (harga) ± Rp. 2 juta ± Rp. 3 juta
x Pengurangan tekanan steam di boiler bisa mengurangi pemakaian bahan Sumber: www.ehow.com
bakar 1 - 2%.
x Pengendalian kecepatan variabel untuk fan, blower dan pompa. Jika dilihat dari umur operasional, TV CRT mempunyai umur yang lebih panjang dan
biaya investasi yang lebih murah. Meskipun demikian, penghematan listrik yang
x Pengendalian beban boiler.
diberikan oleh TV LCD bisa menutup semua kekurangan dari TV LCD bila
x Penjadwalan boiler yang tepat waktu.
dibandingkan dengan TV CRT selama umur operasional dari TV LCD lebih lama dari
x Penggantian boiler yang sudah tua dan boros energi
masa pengembalian modal (payback period).

Untuk beberapa jenis teknologi televisi, konsumsi daya listrik televisi yang sedang
F. Teknologi Proses Industri Tekstil
menyala (on mode) berbeda dengan konsumsi daya yang tertulis (rated power).
Industri tekstil merupakan industri yang sangat kompleks. Tiap proses memiliki Gambar 4.24 menampilkan konsumsi energi listrik dari TV LCD dan TV LED pada
spesifikasi dan karakteristik yang bermacam-macam. Proses meliputi proses saat on mode. Potensi penghematan listrik dari penggunaan TV LED tergantung dari
Spinning, Weaving, Wet-processing, man-made fiber production. Dalam proses ukuran layar TV. Peluang penghematan energi TV LED berkisar 20 – 30% untuk
tekstil ini melibatkan proses mekanikal dan proses termal. Berikut adalah contoh ukuran layar 30 – 50 inch atau lebih bila dibandingkan dengan TV LCD.
teknologi efisiensi energi yang bisa diterapkan di industri tekstil Indonesia yang
Beberapa manufaktur TV seperti Samsung mengklaim bahwa umur operasional TV
ditampilkan oleh Tabel 4.28, 4.29, dan 4.30.
LED bisa mencapai 100.000 jam. TV LED saat ini masih mahal. Beberapa tahun
Tabel 4.28 Technologi Efisiensi Energi di Proses Pemintalan dan Perajutan kedepan diharapkan harganya akan turun 30 – 40% sehingga cukup bersaing.
Fuel Electricity Capital Payback
No Technologies Saving Saving Cost period Dengan menggunakan data-data pada Tabel 4.14 dan Gambar 4.24, kita bisa
(GJ/year) (MWh/year) (U$$) (years)
menghitung keekonomian dari TV LED dan TV LCD 32 inch bila dibandingkan
Preparasi
1 High Speed Carding Machine 100000 2 dengan TV CRT 29 inch selama umur operasional dengan pendekatan perhitungan
Ring Frame statis, seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.15.
1 The use of lighter spindle 23 13.5 8
2 Installation of energy-efficient motor 18,3 2200 4
3 The use of light weight bobbins 10,8 660 1
Windings, Doubling, and finishing process
Installation of Variable Frequency Drive on Autoconer
1 331,2 19500 1
machine
Replacing the Electrical heating system with steam
2 19,5 980 1
heating system for the yarn polishing machine
Air conditioning and Humidification system

119 92
Sumber: LBNL, 2011 Sumber: BEE India, 2004

Gambar 4.25 Konsumsi Daya Listrik TV LCD dan LED Gambar 4.47 Jenis Rugi-Rugi Energi Boiler

Tabel 4.15 Keekonomian TV LCD dan LED Saat ini terdapat beberapa jenis boiler dipasaran yang digunakan industri, antara lain
Fire tube boiler, Water tube boiler, Paket boiler, Fluidized bed combustion boiler,
PERBANDINGAN TV
Atmospheric fluidized bed combustion boiler, Pressurized fluidized bed combustion
TV CRT TV LCD TV LED
boiler, Circulating fluidized bed combustion boiler, Stoker fired boiler, Pulverized fuel
29 inch 32 inch 32 inch
boiler, Boiler pemanas limbah (Waste heat boiler) dan Pemanas fluida termis.
1 Daya TV 190 watt 100 watt 80 watt
2 Pemakaian TV (1 tahun, 12 jam per 4380 jam 4380 jam 4380 jam Kehilangan energi dan peluang efisiensi energi dalam boiler dapat dihubungkan
hari) dengan pembakaran, perpindahan panas, kehilangan yang dapat dihindarkan,
3 Jumlah TV 1 (satu) 1 (satu) 1 (satu) konsumsi energi yang tinggi untuk alat-alat pembantu, kualitas air dan blowdown.
4 Harga TV per unit Rp. 2 juta Rp. 2,9 juta Rp. 3,4 juta
Berbagai macam peluang efisiensi energi dalam sistim boiler adalah sebagai berikut:
5 Biaya Investasi 1) Rp. 2 juta Rp. 2,9 juta Rp. 3,4 juta
x Pengendalian suhu cerobong.
6 Tarif PLN R1-1300VA Rp. 790/KWh Rp. 790/KWh Rp.
790/KWh x Pemanasan awal air umpan menggunakan economizers, penghematan energi

7 Biaya Operasional Listrik 1 thn2) Rp. 657.438 Rp. 346.020 Rp. 276.816 5 – 10%.
x Pemanas awal udara pembakaran, penghematan energi 1%.
8 Penghematan Biaya Operasi3) - Rp. 311.418 Rp. 380.622
x Minimalisasi pembakaran yang tidak sempurna, karena membuang energi 2%.
9 Penambahan Biaya Investasi4) - Rp. 0,9 juta Rp. 1,4 juta
x Pengendalian udara berlebih. Pengendalian udara berlebih pada tingkat yang
10 Payback Period5) - 2,89 tahun 3,68 tahun
optimal selalu mengakibatkan penurunan dalam kehilangan gas buang; untuk
1) Poin 3 x poin 4
setiap penurunan 1 persen udara berlebih terdapat kenaikan efisiensi kurang
2) Poin 1 x poin 2 x poin 6
lebih 0,6 persen.
3) Pijar - Swabalast atau LED
x Penghindaran kehilangan panas radiasi dan konveksi. Ketika boiler bekerja
4) Swabalast atau LED – Pijar
maksimum, kehilangan energi akibat radiasi dan konveksi hanya 1,5%. Jika
5) Poin 9 : poin 8

93 118
Beberapa tindakan/upaya efisiensi energi yang bisa dilakukan terhadap fan atau Apabila umur operasional dari TV LCD bisa lebih dari 3 tahun dan untuk TV LED
blower adalah, lebih dari 4 tahun, maka penggunaan kedua teknologi TV tersebut akan lebih
menguntungkan daripada TV CRT.
x Memilih ukuran fan/blower yang tepat
x Menggunakan belt efisiensi tinggi bisa menghemat konsumsi listrik 2%. Teknologi TV OLED mempunyai kelebihan dibandingkan dengan TV LCD dan TV
x Memasang VSD pada motor fan/blower bisa menghemat listrik 14 – 49%. LED dalam hal konsumsi energi listrik. Meskipun demikian data-data mengenai
konsumsi energi TV OLED masih susah diperoleh karena TV jenis ini masih dalam
tahap pengembangan. Jika ada TV OLED dipasaran, bisa dipastikan harganya
E. Sistem Boiler dan Uap masih sangat mahal, bisa mencapai orde puluhan hingga ratusan juta. Tabel 4.16
menampilkan estimasi konsumsi daya dari TV OLED.
Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai
terbentuk air panas atau steam. Air panas atau steam pada tekanan tertentu Menurut Samsung (Kim et.al., 2009) TV OLED 40 inch yang menggunakan teknologi
kemudian digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Phosphorescent OLED (PHOLED) bisa hanya mengkonsumsi listrik kurang dari 15
watt pada 300 cd/m2. Gambar 4.25 menyajikan roadmap daripada konsumsi daya
Sistem boiler terdiri dari: sistem air umpan, sistem steam dan sistem bahan bakar.
TV OLED.
Sistem air umpan menyediakan air (kondensat dan air makeup) untuk boiler secara
otomatis sesuai dengan kebutuhan steam. Sistem steam mengumpulkan dan Tabel 4.16 Estimasi Konsumsi Daya TV OLED
mengontrol produksi steam dalam boiler. Steam dialirkan melalui system pemipaan
Ukuran Layar Resolusi Daya (On Mode)
ke titik pengguna. Sistem bahan bakar adalah semua peralatan yang digunakan
11 inch 960 x 540 piksel 25 – 26 watt
untuk menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan.
30 – 32 inch 1920 x 1080 piksel 33 – 40 watt
Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar tergantung pada jenis bahan
Sumber: LBNL, 2011
bakar yang digunakan pada sistem.

Efisiensi tipikal dari boiler dengan bahan bakar batubara adalah sekitar 73,8%,
sekitar 26,2% energi hilang selama proses. Efisiensi maksimum boiler tidak terjadi
pada beban penuh akan tetapi pada sekitar dua pertiga dari beban penuh (65 – 85%
dari beban penuh). Gambar 4.30 menunjukkan jenis rugi-rugi pada boiler.

Sumber: Kim et.al, 2009

Gambar 4.25 Roadmap Konsumsi Daya TV OLED 40 inch

117 94
B. Kondisi Pasar Televisi Kipas ada dua macam, sentrifugal dan aksial. Sedangkan blower juga terdiri dari dua
jenis, sentrifugal dan perpindahan positif.
Pada tahun 2010, angka penjualan TV CRT mencapai 852.000 unit, yang kemudian
meningkat tajam pada 2011 menjadi 2,6 juta unit, atau setara dengan 189 persen. Efisiensi kipas atau blower adalah rasio antara daya yang diteruskan ke aliran udara
Sedangkan untuk TV layar datar (LCD dan LED) tahun ini menjadi 3.400.000 unit. dengan daya yang diberikan oleh motor ke kipas. Efisiensi kipas/blower tergantung
Jumlah ini meningkat dari 2011 yang mencatat penyerapan 2.496.000 unit. tipe dan impeller. Jika debit udara meningkat maka efisiensi juga meningkat hingga
Penjualan televisi tabung pada tahun 2011 diperkirakan menurun 20% dari 2,6 juta mencapai puncaknya pada debit tertentu dan kemudian turun (lihat Gambar 4.29).
unit pada tahun lalu menjadi 2 juta unit. Dari penjualan sebanyak 5,4 juta pada 2010, Efisiensi tertinggi dari masing-masing tipe fan/blower sentrifugal dan aksial diberikan
82% masih didominasi produk TV tabung, sedangkan kontribusi TV layar datar (LCD, pada Tabel 4.23
LED, dan Plasma) 18%. Meski masih kecil, tren penjualan TV layar datar terus
meningkat signifikan

Penjualan televisi tabung akan tergeser produk televisi jenis Liquid Crystal Display
(LCD) dan Light Emitting Diode (LED) yang harganya akan bertambah murah
sehingga masyarakat lebih memilih membeli televisi jenis ini.

Kapasitas produksi industri TV nasional hingga saat ini telah mencapai 12,7 juta unit.
Dibandingkan dengan jenis peralatan rumah tangga lainnya, sebagian besar
permintaan televisi domestik sudah bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri kecuali
untuk jenis-jenis tertentu. Tabel 4.17 menampilkan data kapasitas industri televisi
nasional.
Sumber: BEE India, 2004
Gambar 4.46 Efisiensi vs. Debit
Tabel 4.17 Kapasitas Produksi Industri TV Nasional Tabel 4.27 Efisiensi Fan/Blower

Perusahaan Produksi Ekspor Penjualan Kom- Kom- Pangsa


Domestik ponen ponen Pasar
Lokal Impor Domestik
PT. Toshiba Consumer 3.000.000 2.340.000 1.060.000
Product
PT. Sharp Electronics 1.700.000
Indonesia
PT. Samsung 1.340.000
Electronics Indonesia
PT. LG Electronics 1.300.000
Indonesia
PT. Panasonic Mfg 1.000.000
Indonesia Sumber: BEE India, 2004
PT. Sanyo Electronics 328.000

95 116
Tabel 4.21 menampilkan beberapa tindakan untuk meningkatkan efisiensi pompa Perusahaan Produksi Ekspor Penjualan Kom- Kom- Pangsa
dan mengurangi konsumsi energi listrik. Efisiensi tipikal pompa di industri adalah 55 Domestik ponen ponen Pasar
Lokal Impor Domestik
– 65%
PT. Hartono Istana 80.000
Tabel 4.25 Perbandingan Opsi Konservasi Energi pada Pompa Teknologi
Mengubah katup PT Akari Indonesia 180.000
Parameter kendali Trim impeller VFD
PT ChangHong 350.000
Diameter Impeller 430 mm 375 mm 430 mm Electronic Indonesia
Head Pompa 71.7 m 42 m 34.5 m
Efisiensi Pompa 75,1% 72,10 77%
3
Debit 80 m /hr 80 m3/hr 80 m3/hr
Konsumsi Daya 23,1 kW 14 kW 11,6 kW 4.1.2 Roadmap Teknologi Efisiensi
Sumber: US DOE, 2001

Upaya lain dalam menekan konsumsi energi pompa adalah menggunakan dua Sebelum kita melakukan analisis mengenai rodmap rencana penerapan teknologi

pompa parallel yang bekerja bersama-sama ketika kebutuhannya besar. Ketika hemat energi pada sektor rumah tangga hingga tahun 2030, diperlukan suatu

kebutuhannya kecil, satu pompa bisa dimatikan. proyeksi mengenai kondisi demografi Indonesia hingga tahun 2030 sebagai dasar
aktivitas energi. Selain aktivitas energi, diperlukan juga nilai intensitas energi dari
Pompa yang kapasitasnya terlalu besar bisa diatasi dengan memasang VSD, drives
masing-masing teknologi hemat energi yang ada pada roadmap tersebut. Kedua hal
dua kecepatan, merendahkan rpm, impeller yang lebih kecil atau trim impeller.
ini diperlukan untuk menghitung potensi penghematan energi pada sektor rumah
tangga.

D. Kipas dan Blower Dari kajian BPS bisa diperoleh data mengenai proyeksi jumlah penduduk, jumlah
anggota rumah tangga, jumlah rumah tangga, laju pertumbuhan penduduk dan
Sebagian besar industri menggunakan kipas dan blower untuk ventilasi dan untuk
tingkat urbanisasi (penduduk perkotaan) hingga tahun 2030 (lihat Tabel 4.18).
proses industri yang membutuhkan aliran udara. Kipas dan blower digunakan untuk
menghasilkan tekanan negative untuk system vakum di industri Tabel 4.18 Proyeksi Populasi, Jumlah Rumah Tangga dan Anggota Rumah Tangga
dan Tingkat Urbanisasi
Kipas, blower dan kompresor dibedakan oleh metode yang digunakan untuk
2010 2015 2020 2025 2030
menggerakkan udara dan tekanan system yang harus dioperasikan. American
Populasi (ribuan) 237.641,4 247.623,2 259.721,8 270.538,4 281,227,3
Society of Mechanical Engineers (ASME) menggunakan rasio spesifik yang artinya
Laju pertumbuhan Penduduk 1,27% 1,12% 0,96% 0,82% 0,75%
rasio antara tekanan buang dan tekanan hisap untuk membedakan fan, blower dan
kompresor (lihat Tabel 4.22) Jumlah Anggota Rumah Tangga 4,00 3,60 3,45 3,30 3,15

Jumlah Rumah Tangga (ribuan) 61.164,4 68.712,8 75.387,3 82.141,3 89.316,9


Tabel 4.26 Perbedaan Antara Fan, Blower dan Kompresor
Urbanisasi (% Rumah Tangga Perkotaan) 54,1% 59,3% 63,7% 67,5% 70,0%
Peralatan Rasio Spesifik Kenaikan tekanan (mmWg)
Sumber: BPS, 2009
Kipas Kurang dari 1.11 1136
Blower 1.11 – 1.20 1136 –2066
Kompresor Lebih dari 1.20 -

115 96
Dari data-data tentang teknologi hemat energi yang sudah diberikan pada bab x Mengurangi tekanan udara inlet. Setiap pengurangan tekanan udara inlet
sebelumnya baik data teknis seperti efisiensi, konsumsi energi dan pola sebesar 1 bar akan mengurangi konsumsi daya 6 – 10%.
pengoperasiannya, kita bisa menghitung intensitas energi dari masing-masing x Mengurangi kebocoran udara. Upaya ini bisa menghemat hingga 20% udara
teknologi hemat energi. Tentu saja, ada beberapa asumsi yang terpaksa dibuat agar terkompresi.
bisa mendapatkan angka yang tipikal untuk rata-rata pengguna di Indonesia. x Memasang Electronic condensate drain traps (ECDTs) dan memasang VSD
pada motor kompresor.
Tabel 4.19 menampilkan intensitas energi memasak di Indonesia yang digunakan
pada kajian ini.

C. Pompa dan Sistem Pompa


Tabel 4.19 Intensitas Energi Memasak

Konsumsi/RT
Sistem pompa memakai energi hingga 25 – 50% dari total kebutuhan listrik di
Konsumsi
Bahan Bakar SBM /RT/ Tahun beberapa industri tertentu.
Satuan Jumlah /RT/Tahun

Minyak Tanah Liter/bulan 35 420 2,49 Pompa mempunyai dua fungsi utama:
Elpiji Kg/bulan 18,5 222 1,89 x Memindahkan cairan dari satu tempat ke tempat lainnya (misal, memindahkan
Gas m3/bulan 27 324 1,91
air tanah ke tangki penyimpanan air)
Listrik KWh/hari 5,15 1880 1,16
x Mengedarkan cairan keseluruh system (sirkulasi air pendingin atau pelumas
Induksi KWh/hari 3,94 1438 0,88
melalui mesin dan peralatan)
Biogas m3/bulan 39,17 470 1,80
Kayu Bakar Kg/hari 6,8 2495 5,73 Ada beberap tipe pompa yang digunakan industri, antara lain pompa sentrifugal,
rotary dan reciprocating.

Roadmap dari teknologi memasak tersebut dibedakan antara perkotaan dan


perdesaan. Seperti biogas hanya digunakan di daerah perdesaan dan listrik untuk
memasak diasumsikan hanya terdapat di perkotaan. Pada kajian ini rice cooker
digolongkan sebagai peralatan elektronik rumah tangga. Gambar 4.27a dan 4.27b
menunjukkan roadmap penerapan teknologi memasak di Indonesia hingga tahun
2030 pada Skenario Konservasi untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Adanya
kebijakan pemerintah yang mengharuskan meninggalkan minyak tanah juga akan
memberikan dampak penghematan energy. Seperti telah dijelaskan sebelumnya,
efisiensi kompor minyak tanah sebesar 0,4 lebih rendah daripada efisiensi kompor
Sumber: US DOE, 2001
gas 0,6 atau listrik 0,65 dan 0,85. Diasumsikan bahwa pada tahun 2015, minyak
tanah sudah tidak dipergunakan lagi untuk memasak digantikan dengan elpiji dan Gambar 4.45 Sistem Pompa di Industri

lainnya (phase out). Penggunaan biomasa, khususnya diperdesaan juga diharapkan


berakhir pada tahun 2030. Pemerintah juga mulai mengembangkan jaringan pipa

97 114
Ada dua tipe dasar kompresor, dinamik dan perpindahan positif. Kompresor yang gas di kota-kota besar Indonesia sehingga penggunaan gas meningkat hingga 15%
termasuk jenis dinamik adalah kompresor aksial dan sentrifugal, sedang yang jenis pada tahun 2030. Listrik untuk memasak juga meningkat maksimum menjadi 15%.
perpindahan positif adalah piston (reciprocating) dan putar (rotary). Tabel 4.20 Penggunaan biogas diperdesaan semakin banyak karena teknologinya yang sudah
menampilkan karakteristik dan efisiensi dari keempat jenis kompresor tersebut. proven.

Tabel 4.24 Karakteristik dan Efisiensi Kompresor

Jenis Piston Putar Vane Putar Ulir Sentrifugal


Efisiensi Tinggi Medium – Tinggi High High
pada beban
penuh
Efisiensi Tinggi Rendah: ketika Rendah: ketika Rendah: ketika
pada beban kurang dari 60% kurang dari 60%kurang dari 60%
parsial beban penuh beban penuh beban penuh
Efisiensi Tinggi Medium Rendah - TinggiMedium –
pada beban (10 -25%) (30% - 40%) (25 -60%) Tinggi
nol (20 - 30%)
Gambar 4.27a Roadmap Aktivitas Teknologi Memasak di Perkotaan
Ukuran Besar Kompak Kompak Kompak
Perawatan Banyak Sedikit bagian yang Sangat sedikit Sensitif
bagian yang aus bagian yang aus terhadap udara
aus dan debu
Kapasitas Rendah - Rendah - Medium Rendah - Tinggi Medium - Tinggi
Tinggi
Tekanan Medium – Rendah - Medium Medium - Tinggi Medium - Tinggi
Sangat Tinggi

Sumber: UNEP

Peningkatan efisiensi energi pada kompresor akan memberikan penurunan pada


rugi-rugi atau loss yang pada akhirnya bisa menghemat energi yang cukup
Gambar 4.27b Roadmap Aktivitas Teknologi Memasak di Perdesaan
signifikan. Upaya peningkatan efisiensi energi pada system kompresor udara antara
lain: Intensitas energi untuk penerangan yang terdiri dari teknologi seperti lampu pijar, FL
(magnetic dan elektronik), CFL (magnetic dan elektronik), dan LED yang digunakan
0
x Menurunkan suhu udara inlet. Setiap kenaikan suhu inlet udara sebesar 3 C pada kajian ini diberikan oleh Tabel 4.20. Sedangkan roadmap konservasi diberikan
akan meningkatkan konsumsi energi sebesar 1%. Jadi diusahakan bahwa oleh Gambar 4.28. Teknologi pencahayaan berkembang sangat cepat. Teknologi
0
suhu udara inlet serendah mungkin kurang dari 15,5 C. Pada suhu tersebut, lampu LED sudah hampir komersial. Lampu CFL bisa dikatakan sudah banyak
udara terkompresi yang dihasilkan 100%. digunakan oleh masyarakat meskipun baru sebagian masyarakat yang mampu dan
x Mengurangi turun tekanan akibat filter inlet. Setiap turun udara inlet sebesar sadar akan penghematan energy. Rencana pemerintah untuk meniadakan lampu
250 mmWC ketika melewati filter maka konsumsi daya akan meningkat sekitar pijar juga akan dimodelkan pada scenario ini. Lampu pijar direncanakan akan
2%. Solusinya, filter inlet dibersihkan secara teratur. dihapus pada tahun 2015. Sedangkan pangsa lampu FL akan semakin mengecil.
113 98
Seiring dengan harganya yang terus turun, lampu LED juga mulai digunakan dan
pangsanya terus naik hingga 40% pada tahun 2030.

Tabel 4.20 Intensitas Energi Listrik Penerangan

Jumlah lampu dan lama Daya/lampu


Jenis Lampu KWh/RT/Tahun
menyala (watt)
Pijar 40 438
FL 5 titik lampu 32 350,4
CFL dan menyala 20 219
CFL high eff 6 jam per hari 10 109,5 Sumber: McKane and Medaris, 2003
LED 8 87,6
Gambar 4.43 Diagram Shanky Untuk Sistem Kompresi Udara

Dari gambar tersebut bisa dilihat bahwa terdapat potensi penghematan hingga 30%
udara terkompresi melalui upaya penghematan yang mudah dan biaya rendah. Biaya
operasional system kompresi udara jauh lebih tinggi daripada biaya kompresor itu
sendiri (lihat Gambar 4.27). Penghematan energi dari perbaikan system bisa berkisar
dari 20 hingga 50% dari total konsumsi listrik, yang artinya bisa menghemat biaya
jutaan hingga milyaran rupiah.

Gambar 4.28 Roadmap Aktivitas Teknologi Penerangan

Jenis AC rumah tangga yang diterapkan pada kajian ini adalah jenis split, split
efisien, low wattage dan inverter. Pola penggunaan AC rumah tangga diasumsikan
dinyalakan 6 jam per hari dan intensitas yang dihasilkan diberikan oleh Tabel 4.21.
AC merupakan peralatan rumah tangga yang paling banyak mengkonsumsi energy Sumber: eCompressedAir
listrik. Penggunaan kompresor merupakan penyebab dari hal tersebut. Selain itu
Gambar 4.44 Komponen Biaya Pada Sistem Kompresi Udara
pola kerja yang on/of menyebabkan konsumsi listrik tinggi. Saat ini teknologi inverter
digunakan untuk mengatasi pola kerja on/of menjadi pola kerja kontinyu pada daya
rendah untuk menjaga suhu ruangan. Akibatnya konsumsi listrik menjadi turun
sekitar 30%. Sayangnya teknologi inverter masih mahal.
99 112
Tabel 4.21 Intensitas Energi AC Rumah Tangga

Daya AC
Jenis AC Waktu Operasional KWh /RT/Tahun
(watt)
Split 1500 3285
Split Efisien 1000 2190
6 jam per hari
Split Low Wattage 750 1642,5
Split Inverter 560 1231,9

Pada skenario konservasi, tingkat penetrasi AC dengan teknologi inverter


Gambar 4.41 Efisiensi Motor Listrik Menurut Daya Terpasang
dimodelkan lebih cepat. Teknologi lama mulai ditinggalkan. AC inverter pangsa 40%
dari rumah tangga yang memiliki AC pada tahun 2030. Masih terdapat teknologi AC
lama yang dipertahankan hingga tahun 2030. AC low wattage dan inverter akan
dipilih oleh sebagian besar pengguna karena efisiensinya lebih besar dibandingkan
dengan AC split yang biasa. Gambar 4.29 menampilkan roadmap penerapan
teknologi AC pada rumah tangga hingga tahun 2030.

Gambar 4.42 Perubahan Pangsa Pasar Antara Motor Standard an Efisiensi


Tinggi

Gambar 4.29 Roadmap Aktivitas Teknologi AC

B. Kompresor dan Sistem Kompresor Udara


Tidak seperti pada AC rumah tangga, pola penggunaan refrigerator dan TV di
Industri menggunakan udara terkompresi yang dihasilkan dari kompresor dalam
Indonesia sekitar 12 jam. Teknologi yang dimodelkan pada roadmap kajian ini adalah
proses produksinya. Menurut US DOE, 70 – 90% udara terkompresi hilang dalam
refrigerator jenis standard dan inverter, TV CRT, TV LCD dan LED. Nilai intensitas
bentuk panas, friksi, salah penggunaan dan bunyi (lihat Gambar 4.26).
energi masing-masing teknologi tersebut diberikan oleh tabel 4.22
111 100
Tabel 4.22 Intensitas Energi Refrigerator dan TV

Daya
Jenis Waktu Operasional KWh/RT/Tahun
(watt)
Refrigerator Standard 125 550
12 jam per hari
Refrigerator Inverter 100 440
TV CRT 75 328,5
TV LCD 12 jam per hari 60 262,8
TV LED 52,5 229,9

Seperti peralatan rumah tangga lainnya, diperkirakan akibat dari kebijakan Sumber: US DOE
pemerintah dalam menerapkan labelisasi dan kesadaran masyarakat dalam memilih
Gambar 4.40 Efisiensi Motor Pada Beban Sebagian (sebagai fungsi dari %
teknologi yang lebih hemat energy, pangsa TV LED dan refrigerator inverter kedepan
efisiensi beban penuh)
akan meningkat.

Pada tahun 2030, diprediksi pengguna TV LCD standard dan hemat energy akan
mencapai 70% sedangkan sisanya masih pengguna TV biasa/CRT. Pada tahun Beberapa peluang penghematan energi yang terkait kinerja motor sebagai berikut,
yang sama pengguna refrigerator inverter akan mencapi 80% dan sisanya masih
x Mengganti motor standard dengan motor efisiensi tinggi. Energi yang bisa
menggunakan teknologi lama. Kondisi aktivitas ini sama dengan AC, yang mana
dihemat berkisar 3 – 7%. Memang tidak besar, tapi jika semua motor pada
teknologi AC lama masih dipertahankan hingga 2030. Ketiga teknologi tersebut, TV,
industri tekstil yang mengkonsumsi 70% dari total kebutuhan maka
refrigerator dan AC adalah teknologi yang mahal, jadi masyarakat berusaha
dampaknya akan cukup signifikan. Gambar 4.26 menampilkan efisiensi motor
mempertahankan bilamana masih bagus untuk dipergunakan.
pada berbagai tingkat daya. Sedangkan Gambar 4.27 memberikan situasi
perubahan pasar terhadap motor listrik efisiensi tinggi
x Mengurangi jumlah motor yang pembebanannya rendah (kapasitas berlebih).
x Meningkatkan perawatan motor bisa menghemat energi 2 – 30%. Perawatan
yang buruk dapat memperburuk efisiensi motor karena umur motor dan
operasi yang tidak handal.
x Pengendalian kecepatan motor dengan VSD (bariable speed drive) yang bisa
menghemat listrik 6 – 70% tergantung dari pola operasi industri.
x Koreksi factor daya dengan memasang kapasitor

Gambar 4.30 Roadmap Aktivitas Teknologi Refrigerator

101 110
bahan, dll. Motor listrik digunakan juga di rumah (mixer, bor listrik, fan angin) dan di
industri. Motor listrik kadangkala disebut “kuda kerja” nya industri sebab diperkirakan
bahwa motor-motor menggunakan sekitar 70% beban listrik total di industri.

Gambar 4.31 Roadmap Aktivitas Teknologi TV

Sumber: Direct Industry, 2005

Gambar 4.39 Motor Listrik DC 4.1.3 Potensi Penghematan Energi Sektor Rumah Tangga

Motor listrik ada 2 macam, motor AC dan motor DC. Keuntungan utama motor DC Beberapa tindakan penghematan energi dan kebijakan terkait dengan teknologi
dibandingkan motor AC adalah sebagai pengendali kecepatan, yang tidak hemat energy dimodelkan pada scenario konservasi ini seperti yang telah dijelaskan
mempengaruhi kualitas pasokan daya. Motor ini dapat dikendalikan dengan sebelumnya. Tindakan dan kebijakan tersebut antara lain, substitusi minyak tanah ke
mengatur: elpiji yang mempunyai efisiensi lebih tinggi, penghapusan minyak tanah dan lampu
pijar, penggunaan lampu dan peralatan hemat energy seperti CFL, LED, AC dan
x Tegangan dinamo – meningkatkan tegangan dinamo akan meningkatkan
refrigerator inverter dan TV LCD dan LED. Penerapan daripada teknologi tersebut
kecepatan
dimodelkan dalam suatu bentuk roadmap teknologi hemat energi. Hasil potensi
x Arus medan – menurunkan arus medan akan meningkatkan kecepatan.
penghematan sektor rumah tangga diberikan oleh Gambar 4.31.
Motor AC lebih sulit dikendalikan. Untuk mengatasi kerugian ini, motor AC dapat
dilengkapi dengan penggerak frekwensi variabel (VSD) untuk meningkatkan kendali
kecepatan sekaligus menurunkan dayanya. Motor induksi merupakan motor yang
paling populer di industri karena kehandalannya dan lebih mudah perawatannya.
Motor induksi AC cukup murah (harganya setengah atau kurang dari harga sebuah
motor DC) dan juga memberikan rasio daya terhadap berat yang cukup tinggi (sekitar
dua kali motor DC).

Efisiensi motor listrik berkisar 80 – 98%. Pabrik motor membuat rancangan motor
untuk beroperasi pada beban 50-100% dan akan paling efisien pada beban 75%.
Tetapi, jika beban turun dibawah 50% efisiensi turun dengan cepat (lihat Gambar
4.25)

109 102
Sumber:BKPM

Gambar 4.32 Potensi Penghematan Energi Sektor Rumah Tangga Menurut Gambar 4.38 Jumlah Mesin Industri TPT Usia 20 Tahun (dalam %)
Jenis Energi
Dari kondisi-kondisi yang sudah dijelaskan sebelumnya, peluang penghematan
400
energi di industri tekstil sangat besar mengingat teknologi yang digunakan masih
350 teknologi yang lama dan boros energi.
"Potensi Penghematan"
300
Peralatan_Lainnya
250
Televisi
4.2.1 Teknologi Hemat Energi
Juta SBM

200 Refrigerator
AC
150
Penerangan Industri tekstil merupakan industri yang sangat kompleks. Tiap proses memiliki
100 spesifikasi dan karakteristik yang bermacam-macam. Proses meliputi proses
Memasak
50 Spinning, Weaving, Wet-processing, man-made fiber production. Dalam proses
0 tekstil ini melibatkan proses mekanikal dan proses termal. Pada kajian ini upaya
2010 2015 2020 2025 2030
penghematan pada industri tekstil lebih dititikberatkan pada penerapan teknologi

Gambar 4.33 Potensi Penghematan Energi Sektor Rumah Tangga Menurut cross cutting yang berpeluang besar untuk bisa diterapkan di industri tekstil
Jenis Teknologi Indonesia. Penerapan teknologi cross cutting yang baru pada industri tekstil tidak
akan memerlukan biaya yang terlalu tinggi dan tidak merombak secara total proses
yang ada. Berikut adalah contoh teknologi efisiensi energi yang bisa diterapkan di
Hasil kajian yang dilakukan oleh BPPT, dari roadmap penerapkan teknologi hemat industri tekstil Indonesia.
energi seperti substitusi minyak tanah ke elpiji, gas dan listrik yang mempunyai
A. Motor Listrik
efisiensi lebih tinggi, penghapusan minyak tanah dan lampu pijar, penggunaan lampu
dan peralatan hemat energy seperti CFL, LED, AC dan refrigerator inverter dan TV Motor listrik merupakan sebuah perangkat elektromagnetis yang mengubah energi
LCD dan LED di Indonesia akan memberikan potensi penghematan energi hingga listrik menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini digunakan untuk, misalnya,
sebesar 25% pada tahun 2030 bila dibandingkan dengan BAU. Penghematan energy memutar impeller pompa, fan atau blower, menggerakan kompresor, mengangkat
103 108
sector rumah tangga yang bisa dicapai pada skenario konservasi (efisiensi) pada
tahun 2030 adalah sebesar 81 juta SBM. Kebutuhan energi sektor rumah tangga
BAU adalah 317 juta SBM. Jika roadmap yang dikembangkan pada kajian ini
diterapkan, kebutuhannya turun menjadi 253 juta SBM yang seharusnya sebesar
334 juta SBM apabila roadmap teknologi hemat energi tidak diimplementasikan.

Kebutuhan energy memasak mengalami penurunan akibat substitusi bahan bakar


biomasa ke bahan bakar lainnya, minyak tanah, elpiji, atau gas yang mempunyai
efisiensi jauh lebih tinggi. Besar potensi penghematan aktivitas memasak yang
menggunakan energi non listrik seperti biomasa, biogas, gas, LPG dan minyak tanah
pada rumah tangga pada tahun 2030 mencapai adalah sebesar 9,42 juta SBM. Total
Gambar 4.37 Perkembangan Konsumsi Tekstil dan Produk Testil
penghematan dari tahun 2010 hingga 2030 adalah 250 juta SBM. Nilai ini setara
dengan 9 bulan lifting minyak sebesar 0,9 juta SBM per hari.

Umur mesin menjadi salah satu isu utama dalam industri TPT di Indonesia. Peningkatan jumlah pengguna bahan bakar seperti LPG dan gas yang cukup tinggi
Penggunaan mesin yang overcapacity pada masa puncak produksi pada dasawarsa menyebabkan penghematan energi sektor rumah tangga akibat konversi dari
1980-an menyebabkan mesin-mesin mengalami penurunan produktivitas. Kondisi biomasa ke LPG dan gas tidak terlalu tinggi (lihat Gambar 4.34).
mesin-mesin yang sudah tua ini selain menurunkan produktivitas juga ketinggalan
teknologi. Kondisi mesin sangat menentukan kualitas produk. Mesin yang semakin
tua selain menjadi kurang produktif juga semakin boros energi. Sebagai gambaran, 300

mesin carding yang 15 tahun lalu biaya energinya hanya mencapai 7%, namun saat BAU
250
ini memakan biaya listrik sebesar 15-20% Konservasi
200
Sebagian besar dari beberapa jenis industri TPT seperti industri pemintalan,

Juta SBM
150
pertenunan, dyeing/printing/finishing dan pakaian jadi (garment) mempunyai mesin
peralatan yang sudah tua sehingga menurunkan produktivitas dan daya saing 100
industri tersebut. Gambaran tentang jumlah mesin yang sudah berumur rata-rata di
50
atas 20 tahun adalah sebagai berikut,
0
2010 2015 2020 2025 2030

Gambar 4.34 Penghematan Energi Non Listrik Sektor Rumah Tangga

107 104
200
BAU
Tabel 4. 3 Perkembangan ndustri Tekstil ndonesia
1 0 Konservasi

Jumlah Perusahaan Total Investasi Jumlah Tenaga Kerja


120
Sektor (Unit) (Trilyun Rupiah) (Ribu)
Juta SBM

2009 2010 2009 2010 2009 2010


0
Serat 30 30 12,5 12,6 30 31

0 Benang 225 230 30,4 32,2 229 239

Kain 1067 1074 53,2 54,3 362 365


0 Pakaian Jadi 996 1008 37,5 37,9 459 511
2010 2015 2020 2025 2030
Lainnya 535 538 12,5 12,9 258 262
Gambar 4.35 Penghematan Energi Listrik Sektor Rumah Tangga Total 2853 2869 146,2 149,9 1337 1408

Sumber: BPS, Bank Indonesia dan API

Pada kasus dasar, permintaan listrik untuk sektor rumah tangga pada tahun 20 0
bisa mencapai 189 juta S M atau setara dengan 08 T h. Untuk periode yang
sama dengan skenario penghematan energi, permintaannya hanya 11 juta S M
atau setara dengan 185 T h. ika nilai penghematan yang sebesar itu di
konversikan kedalam daya pembangkit listrik yang diperlukan untuk memasok
kebutuhan listrik tersebut maka akan diperlukan sekitar pembangkit listrik P TU
atubara dengan kapasitas terpasang 2 G dengan asumsi faktor kesiapan 80%.

4. . ektor ndustri Gambar 4.3 ilai Pen ualan Tekstil ndonesia

Industri TPT mempunyai peranan penting bagi perekonomian Indonesia karena


salah satu penyumbang devisa dan penyerap tenaga kerja terbesar, mencapai Pada tahun 200 dengan jumlah penduduk sekitar 220 juta jiwa konsumsi tekstile
sekitar 2.000 orang pekerja selama berjalannya program restrukturisasi mesin dan produk tekstil (TPT) sekitar ,1 kg/kapita, sedangkan tahun 2010 konsumsi TPT
tekstil, sektor TPT mampu meningkatkan volume produksi per tenaga kerja hingga sebesar ,5 kg/kapita.
20%. erdasarkan data sosiasi Pertekstilan Indonesia ( PI), jumlah industri tekstil
terus meningkat dari 285 industri pada 2009, meningkat menjadi 28 9 di 2010.
Pada 2012 penjualan tekstil diperkirakan mencapai 21, milyar dollar, atau naik
11,8% dari penjualan tahun 2011, sebesar 20, milyar dollar. Sebagian besar produk
tekstil Indonesia diekspor ke luar negeri.

105 10

Anda mungkin juga menyukai