Fix Mini Riset Dinda 222
Fix Mini Riset Dinda 222
Oleh :
Dian Adinda
Nomor Induk Mahasiswa : P2.31.31.1.16.007
NPM : P23131116007
Pembimbing Penelitian
i
LEMBAR RIWAYAT HIDUP
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 42
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................................... 46
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
karena makanan yang disajikan tidak habis dikonsumsi. Menurut
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit yang dianjurkan
oleh Kementerian Kesehatan RI No: 129/Menkes/SK/II/2008 sisa
makanan harus ≤ 20%. Indikator ini sebagai tolak ukur keberhasilan
suatu penyelenggaraan makanan, sehingga sisa makanan dapat
digunakan untuk mengevaluasi kegiatan penyelenggaraan
makanan rumah sakit (2). Sisa makanan yang tidak dikonsumsi
oleh pasien menyebabkan adanya biaya yang hilang secara sia-sia
dan akan berdampak terhadap anggaran yang digunakan untuk
pengadaan bahan makanan, khususnya biaya total untuk bahan
makanan (3).
Beberapa rumah sakit di Indonesia diketahui memiliki sisa
makanan yang masih cukup tinggi. Hasil penelitian sisa makanan
yang dilakukan Ahmad Rizani pada Rumah Sakit Bayangkara
Palembang terhadap 42 pasien yang dirawat inap menunjukkan
61,90% pasien menyisakan makanan dengan kategori banyak (4).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dita et.al diketahui
sisa makanan yang tinggi (≥25%) menghasilkan rata-rata biaya sisa
terbesar Rp 9.530,- apabila hasil ini diakumulasikan dalam sebulan
maka biaya yang terbuang dari daya terima pasien terhadap
makanan yang tidak baik menghasilkan sebesar Rp 285.900,- (5).
Biaya yang hilang berasal dari anggaran belanja bahan makanan.
jika jumlah sisa biaya makanan dapat dikurangi, maka dapat
meningkatkan efisiensi anggaran belanja bahan makanan yang
mempengaruhi anggaran untuk menu, pembelian bahan makanan
serta pengolahan dan pendistribusian makanan (6)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Amanda Umihani,
Total gram makanan yang terbuang di RSUD Dr. Adhyatma, MPH
dari siklus menu 10+1 hari yang ditetapkan pada tanggal 31 Mei -
10 Juni termasuk tinggi; sebanyak 167,708 kg atau 62% dari
makanan yang disajikan, dengan money value Rp1.855.845 (7).
2
Hasil studi di RSUD Kabupaten Tabanan Bali oleh Adi dan
Riani (2003) yang disampaikan pada pertemuan ilmiah nasional
Dietetik Update menunjukkan bahwa pasien masih menyisakan
makanan > 40% dari hidangan makanan pokok, lauk hewani, lauk
nabati, sayur dan snack, namun hidangan buah sebagian besar
dikonsumsi habis. Rata-rata sisa makanan pasien 35,7% dari porsi
awal dan pasien diperkirakan hanya mengkonsumsi 51,1% dari
pedoman standar diit. Hasil survey pendahuluan pada November
2007 di Ruang Mawar III RSUD Dr. Moewardi Surakarta
menunjukkan tidak semua pasien menghabiskan makanan siang
yang disajikan. Persentase sisa makan siang pada makanan pokok
45%, lauk hewani 41,9%, lauk nabati 54.2%, sayur 54.4%, buah
57.5%. Penelitian ini dilakukan di ruang mawar karena di ruang
mawar merupakan ruang perawatan bagi pasien post-partum,
obstetry, gynecology dan bedah yang sebagian besar
mendapatkan diit makanan biasa.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis bermaksud
mengetahui analisis biaya yang terbuang pada sisa lauk nabati
kelas II dan III RSUD Dr. Moewardi, Surakarta karena sisa
makanan yang paling banyak sisa setelah dilakukan observasi yaitu
sayur, dan lauk nabati. Tetapi penulis ingin mengambil lauk nabati
dikarenakan setelah observasi, siklus menu lauk nabati yang tidak
bervariasi sehingga pasien menjadi bosan.
B. Perumusan Masalah
Bagaimana analisis rata-rata biaya yang terbuang dari sisa lauk
nabati pada makanan lunak di ruang rawat inap kelas II dan III RSUD
Dr. Moewardi?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menganalisis rata-rata biaya yang terbuang dari sisa lauk nabati
pada makanan lunak di ruang rawat inap kelas II dan III RSUD Dr.
Moewardi.
3
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik pasien yang mendapatkan
makanan biasa pada makan pagi dan siang di kelas II dan III
meliputi usia dan jenis kelamin.
b. Menimbang banyaknya sisa lauk nabati pada makan pagi dan
siang pada pasien rawat inap kelas II dan III.
c. Menganalisis persentase sisa lauk nabati pada makan pagi
dan siang pada pasien rawat inap kelas II dan III.
d. Menghitung biaya dari sisa lauk nabati pada pasien rawat inap
kelas II dan III menurut siklus menu.
D. Manfaat Penelitian
2. Bagi Responden
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Standar Makanan Rumah Sakit
Dalam memproduksi makanan rumah sakit diperlukan
adanya standar. Standar makanan adalah susunan macam/contoh
bahan makanan serta jumlahnya (berat kotor) yang digunakan
sebagai standar dalam sistem penyelenggaraan makanan
institusi, standar makanan disesuaikan dengan dana yang
tersedia dan kecukupan gizi.
Tabel 1
STANDAR PORSI LAUK NABATI MAKANAN LUNAK
Makanan Lunak
No. Bahan Makanan Snack Snack
Berat Pagi Siang Sore
Pagi Malam
1. Tempe 100 50 50
2. Tahu 220 110 110
Sumber : Penuntun Diet edisi baru, Almatsier, 2006
2. Lauk Nabati
Lauk nabati merupakan bahan makanan yang bersumber
dari protein nabati. Bahan makanan ini terdiri atas golongan
kacang – kacangan dan hasil olahannya, seperti tempe dan tahu.
Sumber protein nabati juga lebih murah harganya dibandingkan
dengan sumber protein hewani (Ahmacd Djaeni Sediaoetama,
1989). Protein kacang – kacangan mempunyai nilai gizi lebih
rendah dibandingkan dengan protein dari jenis daging (protein
hewani). Kalau protein hewani termasuk kualitas lengkap (kualitas
5
sempurna), maka protein kacang – kacangan hanya mencapai
nilai kualitas setengah sempurna, bahkan banyak yang berkualitas
protein tidak sempurna (protein tidak lengkap) (Ahmacd Djaeni
Sediaoetama, 1989). Sumber protein nabati juga lebih murah
harganya dibandingkan dengan sumber protein hewani, sehingga
terjangkau oleh daya beli sebagian besar masyarakat. Karena itu
di negara –negara Barat sumber protein kacang – kacangan
disebut juga bersumber “protein si miskin” (poor man’s protein)
atau “daging si miskin”. Namun ini kurang menguntungkan
menyebabkan kacang – kacangan diberi nilai sosial rendah,
sehingga tidak begitu disukai oleh masyarakat dari golongan
penghasilan tinggi atau menengah (Ahmacd Djaeni Sediaoetama,
1989).
3. Sisa Makanan
Sisa makanan di piring adalah makanan yang disajikan
kepada pasien/klien, tetapi meninggalkan sisa di piring karena
tidak habis dikonsumsi dan dinyatakan dalam persentase
makanan yang disajikan (NHS dalam Lumbantoruan 2012).
Secara umum pengertian sisa makanan adalah makanan
yang bukan hanya tidak dihabiskan oleh pasien pada saat
makanan disajikan, tapi termasuk juga kehilangan bahan
makanan atau makanan pada saat proses seperti persiapan dan
pengiriman bahan makanan. Secara khusus, pengertian sisa
makanan dikategorikan menjadi dua (13) :
a. Food Waste
Sisa makanan atau bahan makanan yang tidak
dikonsumsi oleh pasien karena hilang atau tercecer pada
waktu proses pembelian, persiapan, pemasakan, dan
pengiriman makanan.
6
b. Plate Waste
Sisa makanan di piring atau plato yang tidak dihabiskan
oleh pasien setelah disajikan dan dinyatakan dalam
persentase.
7
sisa makanan yang ada di RSUD Salatiga paling besar
berada pada waktu makan pagi, berbeda dengan waktu
makan siang dan sore yang memiliki sedikit sisa makanan.
8
yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan dilakukannya
penilaian sisa makanan. Salah satunya adalah metode
penimbangan makanan (Food Weighing). Metode ‘food weighing’
atau penimbangan langsung pangan yang dikonsumsi merupakan
‘goals standard’ dalam survey konsumsi pangan individu. Metode
ini sering digunakan di rumah sakit untuk mengatur konsumsi
pangan pasien karena lebih akurat dibandingkan dengan metode
lain, tetapi jarang digunakan di masyarakat karena memerlukan
waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit sehingga tidak dapat
menjangkau sampel yang luas (19)
Pada metode penimbangan makanan, responden atau
petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang
dikonsumsi selama satu hari. Penimbangan makanan ini biasanya
berlangsung beberapa hari tergantung dari tujuan, dana
penelitian, dan tenaga yang tersedia.
Langkah-langkah pelaksanaan penimbangan adalah
sebagai berikut (19);
1) Petugas/responden menimbang dan mencatat bahan
makanan/makanan yang dikonsumsi dalam gram.
2) Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi sehari, kemudian
dianalisis dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM) atau Daftar Komposisi Gizi Jajanan (DKGJ).
3) Membandingkan hasilnya dengan Angka kecukupan Gizi
(AKG) yang dianjurkan.
9
5) Tidak dapat mencakup sampel yang besar (19)
10
dan menimbulkan sisa makanan karena cita rasa yang
ditimbulkan oleh makanan (21). Berdasarkan penelitian Dewi
(2015) di RS Djatiroto menyatakan bahwa umur terbanyak
responden yang tidak menghabiskan makanan adalah 50-64
tahun.
2) Jenis Kelamin
Ada kemungkinan bahwa jenis kelamin dapat
mempengaruhi terjadinya sisa makanan. Hal ini terjadi
karena adanya perbedaan energi antara laki-laki dan
perempuan yaitu kalori basal perempuan lebih rendah sekitar
5-10% dari kebutuhan kalori basal laki-laki. Perbedaan ini
terlihat pada susunan tubuh dan aktivitas laki-laki lebih
banyak menggunakan kerja otot daripada perempuan.
Menurut hasil penelitian Djamaludin (2005), pasien
perempuan mengkonsumsi makanan nasi lebih sedikit
dibanding pasien laki-laki. Hal ini dikarenakan AKG (Angka
Kecukupan Gizi) pada perempuan lebih sedikit dibandingkan
dengan laki-laki, sehingga kemampuan menghabiskan
makanan sedikit dibandingkan dengan laki-laki.
3) Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan menggambarkan kebiasaan makan
dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan
makan, seperti tata krama makan, frekuensi makan
seseorang, pola makan, kepercayaan tentang makanan
(pantangan), distribusi makanan di antara anggota keluarga,
penerimaan terhadap makanan (timbulnya suka atau tidak)
dan cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan
(17). Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu
dalam memilih makanan yang akan membentuk pola
perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu
dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang
lain (22).
11
Pola makan sehari-hari merupakan pola makan
seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan
setiap harinya. Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat
mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Berdasarkan
Suhardjo (1986) dalam pola makan adalah cara yang
ditempuh seseorang atau kelompok orang untuk memilih,
menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan
setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan,
dan frekuensi makan sebagai reaksi terhadap pengaruh
fisiologi, psikologi, budaya dan sosial.
4) Keadaan Psikis
Perubahan lingkungan pada pasien yang dirawat di
rumah sakit seperti perubahan makanan dan hadirnya orang-
orang baru, misalnya dokter, perawat dan paramedis lainnya
membuat orang sakit dapat mengalami tekanan psikologis.
Tekanan psikologis dapat ditunjukkan dengan dengan rasa
tidak senang, rasa takut karena sakit, ketidakbebasan
bergerak yang mengakibatkan rasa putus asa. Rasa putus
asa tersebut bisa menimbulkan hilangnya nafsu makan, rasa
mual dan sebagainya. Oleh karena itu, warna makanan, cara
menyajikan dan alat makan harus dipilih dengan baik agar
menimbulkan kesan menarik pada orang sakit sehingga
makanan yang disajikan bisa dihabiskan. Jenis makanan
yang diberikan juga mampu merubah persepsi pasien.
Perubahan dari makanan cair ke lunak bisa dianggap oleh
pasien sebagai tanda penyakit yang diderita akan segera
sembuh. Petugas yang merawat harus bisa memberikan
penjelasan untuk mengurangi tekanan psikis yang timbul
baik dari pasien maupun keluarganya (20)
Rasa putus asa bisa menimbulkan hilangnya nafsu
makan, rasa mual dan sebagainya. Oleh karena itu, warna
makanan, cara menyajikan dan alat makan harus dipilih
12
dengan baik agar menimbulkan kesan menarik pada orang
sakit sehingga makanan yang disajikan bisa habis. Jenis
makanan yang diberikan juga mampu merubah persepsi
pasien. Perubahan dari makanan cair ke lunak bisa dianggap
pasien sebagai tanda penyakit yang diderita akan segera
sembuh. Petugas yang merawat harus bisa memberikan
penjelasan untuk mengurangi tekanan psikis yang timbul
baik dari pasien maupun keluarga pasien (20).
5) Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik berpengaruh terhadap kebutuhan gizi bagi
pasien. Aktifitas fisik pada orang normal berbeda tiap individu
ada yang pekerjan ringan, sedang ataupun berat (23). Tidak
hanya pada orang normal, pada orang sakit, aktifitas fisik juga
memiliki peranan dalam menetapkan kebutuhan energi.
Dalam perhitungan kebutuhan zat gizi, nilai faktor aktifitas
pada orang sakit dibedakan menjadi dua yaitu istirahat di
tempat tidur dan tidak terikat di tempat tidur (8).
Selain kaitannya dengan kebutuhan gizi, aktifitas fisik ini
juga mempengaruhi faktor psikis pasien. Pada pasien terjadi
penurunan aktifitas fisik selama dirawat, rasa tidak senang,
rasa takut karena sakit, ketidakbebasan bergerak adanya
penyakit yang menimbulkan rasa putus asa. Manifestasi rasa
putus asa ini berupa hilangnya nafsu makan dan rasa mual.
Faktor ini membuat pasien terkadang tidak menghabiskan
porsi makanan yang telah disajikan (24).
6) Keadaan Khusus
Keadaan khusus yang dimaksud disini adalah keadaan
dimana pasien sedang dalam masa kehamilan atau sedang
menyusui. Bagi pasien yang mengalami kehamilan atau
sedang dalam masa menyusui, membutuhkan asupan makan
yang lebih banyak dibandingkan dengan pasien biasa lainnya.
Hal ini karena pada ibu hamil, asupan zat gizi tidak hanya
13
dibutuhkan oleh si ibu saja, tetapi juga untuk pertumbuhan
dan perkembangan janin. Pada ibu menyusui, asupan zat gizi
dibutuhkan untuk dirinya sendiri dan untuk produksi ASI (25).
Pada pasien dengan kondisi khusus dalam hal ini
dalam masa kehamilan, biasanya mengalami hiperemesis
gravidarum. Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah
berlebihan sehingga pekerjaan sehari-hari terganggu dan
keadaan umum menjadi buruk. Mual dan muntah merupakan
gangguan yang paling sering dijumpai pada kehamilan
trimester I, kurang lebih 6 minggu setelah haid terakhir selama
10 minggu (26).
Pada keadaan khusus ini dapat mempengaruhi
terjadinya sisa makanan terutama pada kondisi status
kehamilan. Walaupun memiliki kebutuhan gizi lebih banyak
dan memiliki selera makan yang meningkat, wanita yang
memiliki status kehamilan sedang hamil memiliki peluang
untuk meninggalkan sisa makanan lebih banyak. Pada wanita
trimester pertama tentu mengalami gangguan selera makan
karena mual dan muntah sebagai reaksi dari kehamilan. Hal
ini dapat mempengaruhi asupan makan. Selain itu,
karakteristik pasien yang memiliki selera makan yang rendah
dapat mempengaruhi asupan makan pasien yang rendah juga
yang dapat menyebabkan terjadinya sisa makanan (16).
7) Gangguan Pencernaan
Gangguan pencernaan yaitu kumpulan gangguan yang
terdiri dari rasa tidak enak pada perut seperti nyeri ulu hati,
heartburn, mual, muntah, kembung, sendawa, cepat kenyang,
konstipasi, diare, nafsu makan berkurang dan dispesia (16).
Ketika ada gangguan dalam saluran pencernaan, maka asupan
makan menjadi terganggu dan memungkinkan pasien untuk
tidak mampu mengkonsumsi lagi makanannya hingga
menyebabkan terjadinya sisa makanan (27). Jenis penyakit
14
berperan dalam terjadinya sisa makanan. Salah satu penyakit
ini menyebabkan rendahnya konsumsi makanan adalah
penyakit infeksi saluran pencernaan. Saluran cerna adalah
saluran yang berfungsi untuk mencerna makanan,
mengabsorbsi zat-zat gizi, dan mengekskresi sisa-sisa
pencernaan. Saluran cerna terdiri atas mulut, kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar dan anus (16). Menurut
lokasinya, penyakit saluran cerna dibagi dalam dua kelompok,
yaitu penyakit saluran cerna atas atau hematemesis (mual),
maka nafsu makan orang tersebut menurun. Disfagia adalah
kesulitan menelan karena adanya gangguan aliran makanan
pada saluran cerna. Hal ini dapat terjadi karena kelainan sistem
saraf menelan, pasca stroke dan adanya massa tumor yang
menutupi saluran cerna (8).
Sisa makanan juga disebabkan oleh faktor lain yang
berkaitan dengan jenis penyakit pasien seperti penggunaan
obat-obatan. Interaksi antara obat dan makanan dapat
menurunkan nafsu makan, mengganggu pengecapan dan
mengganggu saluran pencernaan. Menurut Moore (1997)
dalam Suharyati (2006), obat-obatan dapat mempengaruhi
makanan yang masuk atau diabsorpsi, metabolisme dan
sekresi dari zat gizi. Beberapa efek khusus obat-obatan dapat
menurunkan nafsu makan. Berdasarkan hasil penelitian
Djamaludin (2005), terlihat bahwa ada perbedaan sisa
makanan pada beberapa jenis penyakit seperti penyakit kanker,
ginjal, postpartum, saraf, dan bedah. Pada pasien dengan
penyakit ginjal, postpartum, dan saraf memiliki sisa makanan
sedikit. Pada penyakit kanker dan bedah terjadi sisa makanan
yang banyak karena pada umumnya pasien dengan penyakit ini
mempunyai tingkat stress yang tinggi yang disebabkan oleh
penyakitnya sendiri sehingga nafsu makan menurun (17).
15
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi sisa makanan,
antara lain:
1) Menu Makanan Rumah Sakit
Faktor mutu makanan adalah salah satu faktor eksternal
penyebab terjadinya sisa makanan. Mutu makanan dapat dilihat
dari cita rasa makanan yang terdiri dari penampilan, rasa
makanan, sanitasi, dan penyajian makanan (Depkes, 1991).
Menurut Moehyi (1992), cita rasa makanan dapat dilihat dari 2
aspek saja, yaitu penampilan dan rasa makanan. Cita rasa
yang tinggi adalah makanan yang disajikan dengan menarik,
menyebabkan bau yang sedap dan memberikan rasa yang
lezat. Cita rasa mampu mempengaruhi selera makan pasien
untuk makan. Ketika selera makan pasien baik, maka asupan
makan pasien pun ikut baik . Maka hal ini dapat mengurangi
terjadinya sisa makanan pasien.
a) Penampilan Makanan
Faktor yang mempengaruhi penampilan makanan
waktu disajikan adalah warna makanan, bentuk makanan
yang disajikan, porsi makanan, dan penyajian makanan (20).
(1) Warna Makanan
Warna makanan memegang peran utama dalam
penampilan makanan karena bila warnanya tidak
menarik akan mengurangi selera orang yang
memakannya. Kadang untuk mendapatkan warna yang
diinginkan digunaan zat pewarna yang berasal dari
berbagai bahan alami dan buatan (20). Kombinasi warna
diperlukan dan dapat membantu dalam penerimaan
suatu makanan dan secara tidak langsung dapat
merangsang selera makan, dimana makanan yang
penuh warna mempunyai daya tarik untuk dilihat, karena
16
warna juga mempunyai dampak psikologis pada
konsumen (4).
(2) Bentuk Makanan Yang Disajikan
Agar makanan menjadi lebih menarik biasanya
disajikan dalam bentuk-bentuk tertentu. Bentuk makanan
yang menarik akan memberikan daya tarik tersendiri
bagi setiap makanan yang disajikan (20).
(3) Porsi Makanan
Besar porsi makan adalah banyaknya makanan
yang disajikan, porsi untuk setiap individu berbeda
sesuai dengan kebutuhan makan. Porsi yang terlalu
besar atau terlalu kecil akan mempengaruhi penampilan
makanan. Porsi makan juga berkaitan dengan
perencanaan dan perhitungan penampilan hidangan
yang disajikan (4). Kebutuhan gizi dalam keadaan sakit
dipengaruhi oleh faktor jenis penyakit dan berat atau
ringannya penyakit (8).
(4) Penyajian Makanan
Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari
proses penyelenggaraan menu makanan. Meskipun
makanan diolah dengan cita rasa yang tinggi tetapi bila
dalam penyajiannya tidak dilakukan dengan baik, makan
nilai makanan tersebut tidak akan berarti, karena
makanan yang ditampilkan waktu disajikan akan
merangsang indera penglihatan sehingga menimbulkan
selera yang berkaitan dengan cita rasa (20).
Penyajian makanan memberikan arti khusus bagi
penampilan makanan. Penyajian dirancang untuk
menyediakan makanan yang berkualitas tinggi dan dapat
memuaskan pasien, aman serta harga yang layak.
Penggunaan dan pemilihan alat makan yang tepat dalam
penyusunan makanan akan mempengaruhi penampilan
17
makanan yang disajikan dan terbatasnya perlengkapan
alat merupakan faktor penghambat bagi pasien untuk
menghabiskan makanannya (24).
b) Rasa Makanan
Mengkombinasikan berbagai rasa sangat diperlukan
dalam menciptakan keunikan sebuah menu. Rasa makanan
adalah rasa yang ditimbulkan dari makanan yang disajikan
dan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa
makanan setelah penampilan makanan itu sendiri(20).
Komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan
yaitu:
1. Aroma Makanan
Aroma makanan adalah aroma yang disebarkan
oleh makanan yang mempunyai daya tarik yang sangat
kuat dan mampu merangsang indera penciuman
sehingga mampu membangkitkan selera. Aroma yang
dikeluarkan oleh makanan berbeda-beda. Demikian pula
cara memasak makanan yang berbeda akan
memberikan aroma yang berbeda pula (20).
2. Bumbu Masakan
Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada
makanan yang enak dan rasa yang tepat setiap kali
pemasakan. Dalam setiap resep masakan sudah
ditentukan jenis bumbu yang digunakan dan banyaknya
masing-masing bumbu tersebut. Bau yang sedap,
berbagai bumbu yang digunakan dapat membangkitkan
selera karena memberikan rasa masakan yang khas.
Rasa masakan juga dapat diperbaiki atau dipertinggi
dengan menambahkan bahan penyedap (16).
3. Tingkat Kematangan
Tingkat kematangan sesuai dengan jenis makanan
yang disajikan, tidak terlalu matang atau terlalu mentah
18
sehingga mempengaruhi keempukan, kerenyahan dan
tekstur dari makanan tersebut (20). Tingkat kematangan
makanan dalam masakan belum dapat perhatian karena
umumnya masakan Indonesia harus dimasak sampai
masak benar (16).
2) Makanan dari Luar Rumah Sakit
Asupan makanan pasien selama di rumah sakit berasal
dari makanan rumah sakit dan makanan luar rumah sakit. Bila
penilaian pasien terhadap mutu makanan dari rumah sakit
kurang memuaskan, kemungkinan pasien mengkonsumsi
makanan dari luar rumah sakit (28).
Makanan yang dimakan oleh pasien yang berasal dari luar
RS akan berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan. Rasa
lapar yang tidak segera diatasi pada pasien yang sedang dalam
perawatan dan timbulnya rasa bosan karena mengkonsumsi
makanan yang kurang bervariasi menyebabkan pasien mencari
makanan tambahan dari luar RS atau jajan. Hal inilah yang
menyebabkan kemungkinan besar makanan yang disajikan
kepada pasien tidak dihabiskan. Bila hal ini selalu terjadi maka
makanan yang diselenggarakan oleh pihak RS tidak dimakan
sehingga terjadi sisa makanan (20).
3) Jadwal atau Ketepatan Waktu Penyajian
Waktu makan adalah waktu dimana orang lazim makan
setiap sehari. Manusia secara alamiah akan merasa lapar
setelah 3-4 jam makan, sehingga setelah waktu tersebut sudah
harus mendapat makanan, baik dalam bentuk makanan ringan
atau berat. Makanan di rumah sakit harus tepat waktu, tepat
diet, dan tepat jumlah. Waktu pembagian makanan yang tepat
dengan jam makan pasien serta jarak waktu makan yang
sesuai, turut berpengaruh terhadap timbulnya sisa makanan.
Hal ini berkaitan dengan ketepatan petugas dalam menyajikan
makanan sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.
19
Makanan yang terlambat datang dapat menurunkan selera
makan pasien, sehingga dapat menimbulkan sisa makanan
yang banyak (29)
Pembagian makanan yang tepat dengan jam makan
pasien serta jarak waktu yang sesuai antara makan pagi, siang
dan malam hari dapat mempengaruhi habis tidaknya makanan
yang disajikan. Jika jadwal pemberian makan tidak sesuai maka
makanan yang akan disajikan ke pasien menjadi tidak menarik
karena mengalami perubahan dalam suhu makanan (30).
4) Sikap Petugas Penyaji
Sikap petugas penyaji mempengaruhi faktor psikologis
pada pasien. Intervensi keperawatan, termasuk di dalamnya
adalah sikap petugas dalam menyajikan makanan, sangat
diperlukan untuk meningkatkan nutrisi yang optimal bagi pasien
rawat inap. Hal ini selain menguatkan program penyembuhan,
juga mampu menciptakan lingkungan yang menguatkan selera
makan (31). Oleh karena itu menyajikan makanan berperan
dalam terjadinya sisa makanan.
Berdasarkan hasil survei menyebutkan bahwa faktor utama
kepuasan pasien terletak pada pramusaji. Pramusaji diharapkan
dapat berkomunikasi, baik dalam bersikap, baik dalam
berekspresi, wajah, dan senyum. Hal ini penting karena akan
mempengaruhi pasien untuk menikmati makanan dan akhirnya
dapat menimbulkan rasa puas (24). Hal ini juga diperlukan untuk
meningkatkan asupan makan pasien untuk menghabiskan
makanannya.
5) Suasana Tempat Perawatan
Lingkungan yang menyenangkan pada saat makan dapat
memberikan dorongan pada pasien untuk menghabiskan
makanannya. Suasana yang bersih dan tenang dapat
mempengaruhi kenikmatan pasien dalam menyatap makanan
yang disajikan (30). Terdapat perbedaan sisa makanan
20
berdasarkan ruangan perawatan dimana pasien yang dirawat di
kelas 2 menyisakan banyak lauk nabati dan sayur dari pasien
kelas 1 dan 3 (18). Ruangan perawatan menunjukkan status
sosial ekonomi pasien. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan,
kesukaan, pola makan, atau kepercayaan pasien (32).
7. Standar Harga Bahan Makanan
Harga bahan makanan ini termasuk dalam kelompok biaya
tidak tetap (biaya variabel) karena total biaya bahan makanan
diperngaruhi oleh jumlah atau porsi bahan makanan yang dihasilkan
atau jumlah konsumen yang dilayani (33).
Perhitungan harga bahan makanan dapat dilakukan melalui 3
pendekatan, yaitu berdasarkan pedoman menu, standar resep, dan
pemakaian bahan makanan atau logistik bahan makanan (33).
8. Siklus Menu
Siklus menu adalah menu yang berbeda setiap hari dan akan
berulang setelah beberapa hari atau minggu. Siklus menu ini terbagi
menjadi 2 yaitu siklus pendek dan siklus panjang. Siklus pendek
biasanya dirancang untuk layanan makanan yang melayani individu
dalam waktu singkat biasanya siklus ini berdurasi 1 hingga 2 minggu.
Contoh yang menggunakan siklus menu pendek adalah rumah sakit
untuk pasien yang tinggal selama seminggu atau kurang. Sedangkan
siklus panjang biasanya dirancang untuk layanan makanan yang
melayani indivisu dalam jangka waktu panjang dan biasanya siklus
ini berdurasi 3 hingga 4 minggu. Salah satu manfaat dari siklus menu
ini adalah penghematan waktu dalam perencanaan menu.(34).
Tahap membuat siklus menu:
1. Menyediakan sejumlah waktu untuk bekerja pada menu,
mengumpulkan semua resep, dan bahan yang dibutuhkan
2. Menentukan durasi dari siklus menu
3. Menentukan hidangan utama
4. Memvisualisasikan apakah setiap makanan akan terlihat dan
rasanya akan disukai oleh orang tersebut
21
5. Memikirkan tentang keragaman makanan dari hari ke hari
dan minggu ke minggu(34).
6. Memikirkan tentang preferensi etnis dan budaya orang
tersebut.
7. Menghitung biaya menu
22
tidak langsung. Biaya overhead adalah biaya yang dikeluarkan untuk
menunjang operasional produk yang dihasilkan. Pada
penyelenggaraan makan, biaya overhead yang dimaksud antara lain
biaya bahan bakar, alat masak, alat makan, alat rumah tangga,
telepon, listrik dan biaya pemeliharaan (1).
Analisis biaya makan adalah suatu proses pengumpulan dan
pengelompokan data keuangan unit penyelenggaraan makanan
untuk memperoleh dan menghitung biaya produk makanan selama
periode tertentu, baik biaya total (total unit cost) maupun biaya
satuan (unit cost). Analisis biaya makan memberikan informasi
tentang biaya, proses, sekaligus produk makanan yang dihasilkan.
Informasi ini berguna dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian keuangan penyelenggaraan makan dan pula
digunakan untuk memperbaiki tindakan manajemen di masa yang
akan datang sehingga diharapkan dapat mengurangi atau
mengoptimalkan biaya dengan perbaikan tindakan tersebut (35).
Perhitungan sisa makanan diperoleh dari konversi rata-rata
persentase sisa makanan dengan harga kontrak bahan makanan
pada saat itu (17). Persentase sisa makanan dibedakan menurut
siklus menu yang ada kemudian dapat dihitung estimasi biaya yang
terbuang dari persentase sisa makanan tersebut. Estimasi sisa
makanan didapatkan dari hasil persentase tiap siklus menu yang
kemudian dirata-rata(36).
Adanya biaya yang terbuang dari sisa makanan yang tinggi
disebabkan oleh banyaknya sisa makanan yang tidak dimakan oleh
pasien, hal ini akan merugikan pihak rumah sakit (18). Terjadinya
pemborosan pada biaya makanan sangat berpengaruh pada proses
pengendalian biaya yang bertujuan mengatur biaya untuk mencegah
pemborosan dari biaya makan yang dikeluarkan (37)
Biaya makanan yang terbuang dihitung dari harga sisa
makanan yaitu sisa makanan pada pasien akan diubah menjadi
23
berat bahan makanan mentah lalu dikonversikan ke dalam rupiah
dengan harga yang didapat dari anggaran belanja Rumah Sakit(38).
Biaya dan persentase yang terbuang dari sisa makanan
dihitung dengan cara(20):
PERSAMAAN 4
RUMUS PERHITUNGAN BIAYA & PERSENTASE YANG
TERBUANG DARI SISA MAKANAN LUNAK
24
B. Kerangka Konsep
Umur
Standar Porsi
: Yang diteliti
Gambar 1
25
C. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Berat dan jenis lauk nabati
Metode food weighing Timbangan digital 1) ≥ 25% : tidak
yang tidak habis dikonsumsi
1. Sisa Lauk Nabati (menimbang semua sisa dan form sisa baik Rasio
oleh pasien dalam satuan
makanan lunak) makanan lunak 2) < 25% : Baik
gram
Standar makanan (lauk nabati) Sesuai standar porsi yang Form atau data
1) Tempe : 20 g
2. Standar Porsi yang telah ditetapkan di RSUD ada pada standar porsi mengenai standar Nominal
2) Tahu : 50 g
Dr. Moewardi RS yang ditetapkan porsi
Menkonversi sisa
makanan setiap
responden dengan harga
Rata-rata Biaya
Perhitungan biaya bahan makanan yang
Sisa Lauk Nabati Form biaya sisa
3. berdasarkan berat sisa disediakan Instalasi Gizi. Dalam satuan rupiah Rasio
Pagi dan Siang makanan
makanan lauk nabati Hasil biaya yang terbuang
yang Terbuang
kemudian di total dan
dibagi dengan jumlah hari
dalam satu siklus menu.
26
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengenai analisis biaya sisa lauk nabati pagi dan
siang yang terbuang pada pasien rawat inap kelas II dan III di RSUD
Dr. Moewardi, yang mempunyai tujuan untuk mengetahui biaya dari
sisa lauk nabati pagi dan siang yang akan dilaksanakan selama 10
hari pada bulan Juli – Agustus 2019 di RSUD Dr. Moewardi pada
pasien rawat inap kelas II dan III.
B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Sedangkan teknik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan penimbangan sisa lauk nabati pagi dan
siang, menghitung persentase sisa makanan, menghitung biaya dan
rata-rata biaya dari sisa lauk nabati pagi dan siang.
27
a. Kriteria Inklusi
1) Pasien yang dirawat di ruang rawat inap kelas II dan III
2) Sudah dirawat minimal 2 hari
3) Bersedia menjadi sampel
4) Pasien dengan penyakit komplikasi
b. Kriteria Eksklusi
1) Pasien yang sedang berpuasa
2) Pasien yang masuk kriteria tetapi tidak menjadi sampel
3) Pasien sedang dalam kondisi yang lemah
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari orang lain atau tempat lain dan
bukan dilakukan oleh peneliti sendiri, yang terdiri dari :
a. Data siklus menu kelas II dan III yang disajikan rumah sakit
b. Data standar biaya lauk nabati rumah sakit untuk pasien rawat
inap kelas II dan III
c. Data standar harga bahan makanan yang digunakan di instalasi
gizi RSUD Dr. Moewardi selama waktu penelitian
28
E. Alur Penelitian
1. Mengambil data sekunder yang dibutuhkan.
2. Melakukan wawancara dan observasi rekam medik untuk melihat
karakteristik responden kemudian tulis di formulir kuesioner
karakteristik responden.
3. Menandai plato yang menjadi responden dengan label.
4. Berkoordinasi dengan pramusaji agar plato yang menjadi
responden dipisah dan tidak dibuang.
5. Menimbang setiap jenis bahan makanan sebelum diberikan
kepada sampel.
6. Mengambil sisa makanan kemudian dimasukan ke dalam kantung
plastik bening yang sudah diberi label.
7. Menyalakan timbangan dan tunggu hingga muncul angka 0,0 g
kemudian menimbang sisa makanan.
8. Mencatat berat sisa makanan dalam form sisa lauk nabati dalam
satuan gram.
9. Menghitung persen sisa lauk nabati.
10. Menghitung biaya yang terbuang dari sisa lauk nabati pagi dan
siang dengan cara mengkonversi ke dalam rupiah yaitu dengan
membandingkan berat berdasarkan harga yang tertera pada daftar
bahan makanan di Instalasi Gizi.
11. Menghitung total biaya yang terbuang dari sisa lauk nabati dengan
menjumlahkan biaya yang terbuang tersebut dalam 1 siklus.
12. Menghitung total biaya yang terbuang dari sisa lauk nabati selama
1 siklus dengan cara menjumlahkan biaya yang terbuang.
29
penimbangan sisa makanan seperti pada gambar 1 dibawah
ini.
2. Koordinasi 3. Menimbang
1. Mendatangi dengan pramusaji setiap kelompok
pasien (melihat agar plato makanan sebelum
sisa makanan %) responden dipisah diberikan kepada
dan tidak dibuang. sampel.
7. Catat hasilnya
di form sisa
makanan dalam
satuan gram.
30
dikonversikan ke berat mentah bersih dalam gram dengan
menggunakan faktor konversi berat matang mentah.
c. Data total biaya yang terbuang dari sisa lauk nabati dengan
menjumlahkan biaya yang terbuang selama 1 siklus menu.
PERSAMAAN 6
Total Biaya yang Terbuang dari Sisa Makanan Per Jenis Kelompok Makanan
= Biaya yang terbuang per jenis bahan makanan dalam 1 kelompok makanan
hari ke 1 + hari 2 + hari 3 + … + …. + ….+ hari ke 11
2. Data Sekunder
a. Data standar harga bahan makanan RSUD Dr. Moewardi.
b. Data menu yang disajikan Rumah Sakit untuk pasien rawat
inap kelas II dan III, diperoleh secara sekunder dari Instalasi
Gizi RSUD Dr. Moewardi.
2. Timbangan digital
Timbangan digital yang digunakan adalah timbangan
makanan digital dengan kapasitas maksimal 3 kg dan tingkat
ketelitian 0,1 gram untuk mengambil data sisa makanan.
31
H. Cara Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan akan di proses menggunakan
excel dengan menjumlahkan sisa lauk nabati pada makan pagi dan
siang selama 1 siklus.
I. Analisis Data
1. Analisis Univariat (Tabel Frekuensi)
Analisis univariat bertujuan menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian dalam
kondisi tertentu tanpa dikaitkan dengan variabel lain yang
dinyatakan dengan distribusi frekuensi baik secara angka-angka
mutlak maupun secara persentase (42). Data disajikan dalam
tabel distribusi frekuensi disertai dengan perentase serta
penjelasannya meliputi variabel:
a. Data sisa lauk nabati pagi dan siang (gram) pada
pasien rawat inap kelas II dan III.
b. Data persen sisa lauk nabati pada pasien rawat inap
kelas II dan III selama 1 siklus.
c. Data rata-rata biaya yang terbuang dari sisa lauk
nabati pagi dan siang pasien rawat inap kelas II dan
III.
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan mengenai sisa lauk nabati pada
makan pagi dan siang selama 1 siklus, sampel yang diambil dalam
peenelitian ini adalah 10 pasien rawat inap kelas II dan III.
Penelitian ini dilakukan selama 10 hari (1 siklus) dengan cara
melihat persentase sisa lauk nabati pada makan pagi dan siang,
kemudian menimbang sisa lauk nabati pada makan pagi dan siang.
Hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Karakteristik Responden
Responden adalah pasien kelas II dan III yang tidak memiliki
gangguan menelan dan diberikan makanan lunak selama
menjalani rawat inap minimal 2 hari di RSUD Dr. Moewardi.
Responden pada penelitian ini adalah 10 pasien.
2. Standar Lauk Nabati
Standar lauk nabati yang diberikan pada pasien makanan
lunak adalah 50 g pada tahu dan 25 g pada tempe.
33
Tabel 2
TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI HASIL PENIMBANGAN SISA
LAUK NABATI PADA WAKTU MAKAN PAGI DAN SIANG
DALAM 1 SIKLUS MENU
N % N % N %
4. Biaya yang Terbuang dari Sisa Lauk Nabati dalam 1 Siklus pada
Makan Pagi dan Siang
34
(terlampir harga pada spesifikasi bahan) yaitu harga persajian
perpasien pada lauk nabati tahu yaitu Rp500,00 dan pada lauk
nabati tempe sebesar Rp1.200,00/4potong jadi perpotong
Rp300,00. Penimbangan yang dilakukan pada lauk nabati yaitu
tempe atau tahu saat setelah makan pagi dan makan siang,
yaitu menimbang sisa lauk nabati pasien.
Tabel 3
TABEL BIAYA YANG TERBUANG PADA SISA LAUK
NABATI DALAM 1 SIKLUS MENU
Siklus Menu Sisa Lauk Nabati Total Sisa Biaya Total (Rupiah)
(gram) Makanan (Rupiah)
35
Berdasarkan tabel diatas, terbukti dari penelitian sebelumnya
bahwa sisa makanan yang terdapat di rumah sakit selalu lebih
tinggi dari sector pelayanan makanan lainnya seperti restoran, kafe,
dan kantin sekolah dan tempat kerja biasanya menghasilkan sisa
makanan 15% dari yang disajikan sedangkan di rumah sakit, sisa
makanan bisa dua atau tiga kali lebih tinggi(3). Pada tahun 2003,
Edwards dan Hartwell meringkas empat studi di Inggris dan
Williams et al melaporkan hasil dari enam rumah sakit dan tiga studi
panti jompo. Berdasarkan pengematan di Institusi tersebut
diketahui sisa makanan 6-65% dari yang disajikan, dengan rata-
rata sisa makanan adalah sebesar 30% dari yang disajikan (17).
Adanya sisa makanan menyebabkan kerugian bagi pasien, antara
lain tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi pasien. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa ada kecenderungan pasien rawat
inap keluar dari rumah sakit dengan status gizi yang lebih buruk
dari ketika masuk rumah sakit(9). Sisa makanan memiliki nilai uang
atau money value yang hilang dan merugikan rumah sakit karena
dibuang sia-sia(2). Studi yang dilakukan di University of Iowa
Hospital and Clinic bulan Januari 2013 mempublikasikan bahwa
ada 355,000 porsi makanan yang dibuang dalam sebulan dengan
nilai uang sekitar $180,000. Biaya sisa makanan dihitung dengan
mengetahui jumlah (berat) sisa makanan terhadap jumlah makanan
yang disajikan dan kemudian dibandingkan dengan harga makanan
persajian(14). Rata-rata persentase sisa lauk nabati yaitu lauk
nabati <25% yang merupakan kategori baik sebesar 28,0% yaitu
sebanyak 56 pasien dari 200 pasien dalam 1 siklus dapat
menghabiskan lauk nabati yang disediakan oleh RSUD Dr.
Moewardi. Sedangkan sebesar 72,0% sisa lauk nabati ≥25% yag
merupakan kategori tidak baik, artinya sebanyak 144 pasien dari
200 pasien dalam 1 siklus menu tidak dapat menghabiskan lauk
naati yang disediakan oleh RSUD DR. Moewardi. Jumlah sisa
36
makanan pada periode tersebut termasuk tinggi mengingat sisa
makanan di institusi lain rata-rata 30% dari yang disajikan.
37
pasien harus makan sesuai standar porsi yang telah ditetapkan
RSUD Dr. Moewardi.
Bila dibandingkan dengan sisa makanan lauk nabati pada
makan pagi dan siang hari terbukti bahwa rata-rata persentase sisa
lauk nabati yaitu lauk nabati <25% yang merupakan kategori baik
sebesar 28,0% yaitu sebanyak 56 pasien dari 200 pasien dalam 1
siklus dapat menghabiskan lauk nabati yang disediakan oleh RSUD
Dr. Moewardi. Sedangkan sebesar 72,0% sisa lauk nabati ≥25%
yag merupakan kategori tidak baik, artinya sebanyak 144 pasien
dari 200 pasien dalam 1 siklus menu tidak dapat menghabiskan
lauk naati yang disediakan oleh RSUD Dr. Moewardi. Dengan
rincian sisa makanan lauk nabati pada pagi hari <25% adalah
sebesar 20%, sedangkan sisa makanan lauk nabati pada siang hari
≥25% adalah sebesar 80%, serta sisa makanan lauk nabati pada
siang hari <25% adalah sebesar 36%, sedangkan sisa makanan
lauk nabati pada siang hari ≥25% adalah sebesar 64%.
Hasil penimbangan sisa makanan selama 1 siklus tersebut
memiliki persentase yang cukup besar yaitu 72% untuk sisa
makanan ≥25%. Hal ini dapat terjadi karena variasi lauk nabati
yang kurang, baik dari segi warna, rasa, dsb. Setelah dilakukan
wawancara terhadap beberapa pasien menyebutkan bahwa variasi
lauk nabati kurang menarik dari segi variasi bentuk, rasa, warna,
pengolahan. Pada saat pengamatan menu lauk nabati memang
saat diamati kurang menarik, dari segi warna dan pengolahan yang
relative berulang dalam satu siklus menu.
Saat penelitian berlangsung, peneliti juga mengamati
beberapa pasien yang tidak mengonsumsi lauk nabati atau
makanan lainnya karna telah makan (beli) dari luar rumah sakit.
38
Total lauk nabati yang terbuang (gram) di RSUD Dr.
Moewardi dari siklus menu 10 hari yang ditetapkan sebanyak 4.402
gram dengan rincian makan pagi sebesar 2.143 gram dan makan
siang sebesar 2.259 gram
Total biaya yang terbuang untuk lauk nabati dalam satu
siklus pada makan pagi dan siang yaitu sebesar Rp49.914,00
dalam satu siklus dengan jumlah sampel yang digunakan sebesar
10 pasien dari total biaya lauk nabati yang dikeluarkan untuk 10
pasien selama satu siklus sebesar Rp80.000,00. Dari total biaya
yang terbuang terhadap total biaya yang disediakan persentase
biaya yang terbuang adalah 62,39% selama 1 siklus. Rincian biaya
yang digunakan yaitu untuk harga tahu sebesar Rp500,00 dan
tempe yaitu Rp1.200,00/4potong, jadi 1 potong tempe sebesar
Rp300,00. Rincia biaya tersebut didapat dari harga spesifikasi
bahan yang telah ditetapkan oleh RSUD Dr. Moewardi. Dari
persentase biaya yang terbuang yaitu sebesar 62,39% merupakan
persentase yang cukup besar, hampir sebagian lebih biaya yang
dialokasikan untuk lauk nabati terbuang dengan sia-sia.
39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Karakteristik pasien yang terdapat di RSUD Dr. Moewardi dalam
penelitian sederhana ini yaitu pasien yang mendapat perawatan
inap minimal 2 hari, dan usia pasein yang lebih dari 19 tahun.
Pasien yang dijadikan sampel merupakan pasien yang
mendapat makanan lunak non diet pada kelas II dan III.
2. Banyaknya sisa lauk nabati pada makan pagi yaitu sebesar
2.143 gram dan pada makan siang sebesar 2.259 gram.
Dengan total sisal auk nabati pada makan pagi dan makan
siang dalam satu siklus sebesar 4.402 gram dalam 1 siklus
menu.
3. Persentase sisa lauk nabati dalam 1 siklus selama 10 hari pada
makan pagi dan makan siang yaitu sisa lauk nabati <25% yang
merupakan kategori baik sebesar 28,0%. Sedangkan sebesar
72,0% sisa lauk nabati ≥25% yag merupakan kategori tidak
baik.
4. Dari total biaya yang terbuang terhadap total biaya yang
disediakan persentase biaya yang terbuang adalah 62,39%
selama 1 siklus. Dengan money value sebesar Rp49.914,00.
B. Saran
1. Dilakukan evaluasi yang rutin pada siklus menu untuk sisa makan
pasien tiap 6 bulan sekali, terutama pada sisa makan pada menu
makanan tertentu, karena mengingat biaya yang terbuang
apabila terus diberikan menu yang tetap dengan persentase sisa
makanan yang tetap juga besar.
2. Dirombaknya beberapa menu yang memiliki sisa makanan
paling besar dalam 6 bulan sekali, tetapi untuk menu yang
memiliki sisa <25% tidak perlu dirombak kembali.
40
3. Variasi pada lauk nabati lebih dikreasikan cara pengolahannya,
mungkin dari bahan bisa tetap sama tetapi variasi yang
dilakukan dapat berupa variasi bentuk potongan, variasi
pengolahannya, variasi warna pada lauk nabati sehingga tidak
menimbulkan kejenuhan pada pasien saat mengonsumsinya.
4. Dilakukan modifikasi menu terutama pada lauk nabati,
modifikasi menu dapat dilakukan tiap 6 bulan sekali, modifikasi
lauk nabati juga dapat dilakukan pada menu yang sedang
trending, atau yang sudah banyak dikenali orang lain.
41
DAFTAR PUSTAKA
42
11. Susanto T. Diabetes, Deteksi, Pencegahan, Pengobatan. Jakarta:
Buku Pintar ISBN; 2013.
12. Dewi AB. Menu Sehat 30 hari Untuk Mencegah dan Mengatasi
Diabetes. Jakarta: Media Pustaka; 2013.
13. National Health Service (NHS). Managing Food Waste in the NHS.
Dep Heal NHS Estate [Internet]. 2005; Available from:
http://www.hospitalcaterers.org/documents/foodwst.pdf
15. RI DK. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Depkes RI;
2008.
18. M. D. Analisis Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan Pada Pasien
dengan Makanan Biasa di Rumah Sakit di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta. J Gizi Klin Indones. 2005;1(3):108–12.
19. Astuti, T., Djoko, S., & Rahmat M. Serial Buku Ajar Gizi, Survey
Konsumsi Pangan Individu dan Keluarga. Jakarta: Politeknik
Kesehatan Kemenkes Jakarta 2; 2010.
43
Jakarta: EGC; 2003.
22. Baliawati, Y.F. Khomsan A., dan Dwiriani C. Pengantar Pangan dan
Gizi. Jakarta: Penerbit Penebar Surya; 2004.
44
2015. Program Sarjana FKM UJ; 2015.
34. Institute NFSM. Adult Daycare Lesson Plans for the USDA Child and
Adult Care Food Program. 2005; Available from: www.theicn.org
37. Susyani. Kerugian Biaya Dari Sisa Makanan Yang Terbuang Di RSU
Dr. Muhammad Hoesin Palembang. 2008; Available from:
http://wnpg.com
38. Lubis E. Analisis Biaya Sisa Makanan dan Daya Terima Makanan di
Ruang Rawat Inap Kelas III RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Poltekkes Kemenkes Jakarta II; 2010.
45
LAMPIRAN-LAMPIRAN
NASKAH PENJELASAN
Saya bernama Dian Adinda mahasiswi Sarjana Terapan Gizi Jurusan Gizi
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II saat ini sedang
melakukan Pengumpulan Data Penelitian Sederhana untuk memenuhi
salah satu syarat guna Laporan Mini Riset (Praktek Kerja Lapangan).
Penelitian yang saya lakukan berjudul “Analisis Rata-rata Biaya dari Sisa
Makanan Lauk Nabati pada Makanan Non Diet Di Ruang Rawat Inap
Kelas II dan III Rsud Dr. Moewardi”.
Secara umum, penelitian saya bertujuan untuk mengetahui besar
biaya makanan yang terbuang pada sisa lauk nabati pada pasien rawat
inap kelas III di RSUD DR. Moewardi.
Adapun sasaran penelitian adalah pasien rawat inap dewasa
dengan rentang usia 19 tahun – 60 tahun yang mendapatkan makanan
lunak pada waktu makan pagi di ruang rawat inap kelas II dan III di RSUD
DR. Moewardi yang terpilih.
Penelitian dilaksanakan dengan cara wawancara dan penimbangan
sisa lauk nabati makan pagi dan siang pada pasien. Pada saat
wawancara akan ditanyakan keterangan diri berupa identitas subyek
meliputi nama, tanggal lahir, usia, jenis kelamin. Pada penimbangan
makanan, yang akan ditimbang hanyalah sisa dari lauk nabati makan pagi
dan siang pasien menggunakan timbangan makanan digital yang telah
terstandar. Sisa makanan akan ditimbang oleh peneliti selama 3 hari
berturut-turut pada waktu makan pagi dan siang saja.
Waktu pelaksanaan penelitian ini dari 13 Agustus – 15 Agustus
2019. Pasien akan mengikuti wawancara serta mengisi kuesioner yang
diberikan. Tidak ada risiko dan efek samping dalam penelitian.
Adapun manfaat dari penelitian ini bagi responden yaitu sebagai
salah satu umpan balik pasien terhadap pelayanan yang diberikan selama
46
di rawat inap di rumah sakit dan untuk meningkatkan kepuasan pasien
dengan harapan dapat mengurangi sisa makanan khususnya bagi pasien
yang mendapatkan makanan non diet pada makan pagi dan siang.
Partisipasi Bapak/Ibu bersifat sukarela tanpa paksaan dan bila
tidak berkenan dapat menolak, atau sewaktu-waktu dapat
mengundurkan diri tanpa sanksi apapun. Semua data tidak akan
dihubungkan dengan identitas pasien. Tidak ada biaya yang dikenakan
atau ditanggung oleh pasien.
Peneliti,
Dian Adinda
47
INFORMED CONSENT
Ket: Tanda tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis,
penurunan kesadaran, dan mengalami gangguan jiwa.
48
Saya telah menjelaskan kepada subyek secara benar dan jujur
mengenai maksud penelitian, manfaat penelitian, prosedur penelitian,
serta resiko dan ketidaknyamanan potensial yang mungkin timbul
(penjelasan terperinci sesuai dengan hal yang saya tandai diatas). Saya
juga telah menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait penelitin dengan
sebaik-baiknya.
Dian Adinda
49
1. Siklus Menu -1 Lampiran 2
2. Siklus Menu-2
50
3. Siklus Menu-3
4. Siklus 4
51
5. Siklus 5
6. Siklus 6
52
7. Siklus 7
8. Siklus 8
53
9. Siklus 9
54