Seorang wanita 17 tahun di bawa ke igd rs dengan keluhan nyeri perut hebat yang timbul mendak
disertai rasa mual dan berapa kali muntah. Berapa hari sebelum nya pasien juga mengeluh demam dan
nyeri perut bagian bawah
Pertany aan
jawaban
A. appendicitis
etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
Factor resiko
B. peritonitis
etiologic
a. Infeksi bakteri
4) Tukak thypoid.
7) Salpingitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri coli, streptokokus U dan B hemolitik, stapilokokus aurens,
granulomatos.
c. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan
bagi atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.Penyebab utama adalah streptokokus atau
pnemokokus.
Factor resiko
C. Ileus obstruksi
Etiologic
a. Perlekatan usus atau adhesi, dimana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus.
b. Jaringan parut karena ulkus, pembedahan terdahulu atau penyakit Crohn.
c. Hernia inkarserata, usus terjepit di dalam pintu hernia
d. Neoplasma.
e. Intususepsi.
f. Volvulus.
g. Benda asing, kumpulan cacing askaris
h. Batu empedu yang masuk ke usus melalui fistula kolesisenterik.
i. Penyakit radang usus, striktur, fibrokistik dan hematoma (Mansjoer, 2000).
Kira-kira 15% obstruksi usus terjadi di usus besar. Obstruksi dapat terjadi di setiap
bagian kolon tetapi paling sering di sigmoid. Penyebabnya adalah :
a. Karsinoma.
b. Volvulus.
c. Kelainan divertikular (Divertikulum Meckel), Penyakit Hirschsprung
d. Inflamasi.
e. Tumor jinak.
f. Impaksi fekal (Mansjoer, 2000).
Factor resiko
6. Patofisiologi
Appendicitis
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada
anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007).
Peritonitis
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen kedalam rongga abdomen, biasanya
diakibatkan dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor (Dahlan, 2004)
Awalnya mikroorganisme masuk kedalam rongga abdomen adalah steril tetapi dalam beberapa
jam terjadi kontaminasi bakteri.akibatnya timbul edema jaringan dan pertambahan eksudat. Cairan
dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih,
sel-sel yang rusak dan darah.Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotilitas, di ikuti
oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan didalam usus besar.
membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.
Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi
hipovolemia.
oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan
penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.Bila bahan yang menginfeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis
timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.Cairan dan elektrolit
hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan
oliguria.Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat
mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Peritonitis adalah
komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi.Reaksi awal peritoneum terhadap
invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk
diantara perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
Ileus obstruksi
Pada obstruksi mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi akibat adanya
gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus, pankreas, dan sekresi biliary.
Cairan yang terperangkap di dalam usus halus ditarik oleh sirkulasi darah dan sebagian
ke interstisial, dan banyak yang dimuntahkan keluar sehingga akan memperburuk
keadaan pasien akibat kehilangan cairan dan kekurangan elektrolit. Jika terjadi
hipovolemia mungkin akan berakibat fatal (J.Corwin, 2001).
7. Manifestasi klinis
Appendicitis
Appendiksitis memiliki gejala kombinasi yang khas yang terdiri dari :
Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bawah. Nyeri bisa secara
mendadak dimulai perut sebelah atas atau disekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah.
Setelah beberapa jam rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian
bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika
penekanan ini dilepaskan nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8 – 38o
celcius. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh disemua bagian perut. Pada
orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya
tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi
yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
Menurut Betz, Cecily 2000:
1. Sakit, kram di peri umbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah.
2. Anorexia.
3. Mual.
4. Muntah (tanda yang umum, kurang umum pada anak yang lebih besar).
5. Demam ringan di awal penyakit, dapat naik tajam pada peritonitis.
6. Nyeri lepas.
7. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
8. Konstipasi.
9. Diare.
10. Disuria.
11. Iritabilitas.
12. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat di diagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah
munculnya gejala pertama.
Manifestasi klinis menurut Mansjoer, 2000 :
Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus/periumbilicus yang
berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan/batuk. Terdapat juga keluhan
anorexia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat
konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, muntah. Pada permulaan timbulnya
penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri
abdomen bawah akan semakin progesif dan dengan pemeriksaan sesama akan dapat
ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah
dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul.
Bila tanda rousing, psoas dan obturatorpositif, akan semakin menyakinkan diagnosa klinis.
Peritonitis
Menuerut (Kowalak & Hughes, 2010) Manifestasi klinis yang sering muncul pada pasien
peritonitis adalah:
a. Distensi abdomen
a. Rigiditas abdomen
d. Demam
f. Takikardia
g. Takipnea
Ileus obstruksi
a. Nyeri kolikabdomen
b. Mual /muntah
c. Obstipasi (perut distensi dan tidak bisa buang aer besar)
d. Nyeri perut sekitar umbilicus
e. Dehidrasi
f. Demam
8. Langka diagnosis
Appendicitis
9. Penatalaksanaan
Appendissitis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai
akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk
mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi
dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses
intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian
antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.
Peritonitis
Pada penatalaksanaan pasien Peritonitis penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah
fokus utama.
Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk
mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanul nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi
secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bentuk ventilasi diperlukan.
Terapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotik, terapi hemodinamik untuk paru
dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolik dan terapi modulasi respon peradangan.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah
atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis atau
hipovolemia harus menjalani eksplorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa tanda-
tanda sepsis dengan hemodinamik stabil.Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus di
diperlukan.Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah
dalam lambung, buli-buli dan rektum, adanya udara bebas intraperitonel dan lavase peritoneal
yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparatomi.Bila tidak ada, pasien harus
diobservasi selama 24-48 jam.Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan
Ileus obstruksi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda – tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan
gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti
ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda – tanda
vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga
pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung,
mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen
(Schrock, 1993).
a. Persiapan Operasi
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian
dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum.
Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi
parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif
(Schrock, 1993).
b. Operasi
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Operasi
dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi
secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan
sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila terjadi:
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan
NGT, infus, oksigen dan kateter) (Sjamsuhidajat, 2003).
c. Pasca Operasi
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.
Harus dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup.
Perlu diingat bahwa pasca bedah, usus pasien masih dalam keadaan paralitik.
Tujuan pengobatan yang paling utama adalah dekompresi kolon yang mengalami
obstruksi sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah pemotongan bagian
yang mengalami obstruksi (Sjamsuhidajat, 2003).
Persiapan sebelum operasi sama seperti persiapan pada obstruksi usus halus,
operasi terdiri atas proses sesostomi dekompresi atau hanya kolostomi transversal
pada pasien yang sudah lanjut usia. Perawatan sesudah operasi ditujukan untuk
mempersiapkan pasien untuk menjalani reseksi elektif kalau lesi obstruksi pada
awalnya memang tidak dibuang (Schrock, 1993).
10.Komplikasi
Appendicitis
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor keterlambatan
dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan
biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat
merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini
menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis
10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-
anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi
pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis,
omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi
diantaranya:
4. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren
atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
5. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C,
tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear
(PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan
peritonitis.
6. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang
sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang
semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
Peritonitis
Komplikasi yang dapat terjadi dari peritonitis adalah: gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit, sesak napas akibat desakan distensi abdomen ke paru, pembentukan luka dan
Ileus obstruksi
Peritonitis
Ileus obstruksi
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi,
tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka
toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat
rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih
tinggi dibandingkan obstruksi usus halus (Khan, 2012).