Berjalan Berjalan
Pembelajaran berjalan pada pendidikan jasmani Berjalan pada olahraga merupakan
ditujukan pada usaha untuk membentuk sikap dan salah satu nomor dalam cabang
gerak tubuh yang sempurna. Pembelajaran atletik. Latihan berjalan dilakukan
biasanya dilakukan melalui materi baris-berbaris dengan secepat-cepatnya melalui
teknik dan peraturan yang telah baku
Lari Lari
Materi lari pada pendidikan jasmani Lari pada olahraga merupakan salah
dimaksudkanuntuk dapat mengembang-kan satu nomor dalam cabang atletik.
keterampilan gerak berlari dengan baik. Berlari Latihan dilakukan untuk mencapai
dapat dilakukan dalam beberpa teknik; lari zig-zag, prestasi optimal. Dalam cabang atletik
lari kijang, lari kuda, dan beberapa teknik lari lari dibagi dalam beberapa nomor.
lainnya
Lompat
Lompat
Lompat pada olahraga merupakan
Materi lompat dalam pendidikan jasmani
salah satu nomor dalam cabang
dimaksudkan untuk dapat mengembangkan
atletik. Latihan lompat pada cabang
keterampilan gerak lompat dengan baik. Lompat
atletik dilakukan untuk mencapai
dapat dilakukan dalam beberapa teknik ; lompat
prestasi optimal
harimau, lompat kodok, dan beberpa teknik lompat
lainnya.
Lempar
Lempar
Lempar dalam olahraga merupakan
Materi lempar dalam pendidikan jasmani
salah satu nomor dalam cabang
dimaksudkan untuk dapat mengembangkan
atletik. Latihan lempar pada cabang
ketermapilan gerak lempar dengan baik. Melempar
atletik dilakukan untuk mencapai
dapat dilakukan dengan beberapa teknik; lempar
prestasi optimal.
bola, lempar sasaran, dan beberpa teknik lempar
lainnya.
Soal 21A
Obyek material ilmu keolahragaan adalah:
A. Biomekanika
B. Ilmu gizi
C. Manusia yang bergerak
D. Tubuh manusia
E. Sarana prasarana
Jawaban: C
Pembahasan
Objek material merupakan apa yang dijadikan sasaran pemikiran, sesuatu yang
diselidiki atau dipelajari kata kuncinya adalah material (apapun yang konkrit ataupun
abstrak semisal ide-ide, nilai-nilai, angka). Pilihan A dan B merupakan objek formal
karena berupa teori yang digunakan untuk melihat, memandang objek material.
Tubuh manusia merupakan objek material ilmu kedokteran, sedangkan sarana
prasarana merupakan objek formal untuk meninjau onbjek material
Soal 21B
Pengertian olahraga pendidikan menurut UU No. 3 tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional, adalah
A. pendidikan jasmani dan olahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses
pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan,
kepribadian, keterampilan, kesehatan dan kebugaran jasmani
B. pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan untuk mengembangkan
individu secara organis, neuromuskuler, intelektual dan emosional melalui
aktivitas jasmani
C. olahraga yang membina dan mengembangkan olahraga secara terencana,
berjenjang dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi
dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan
D. pendidikan jasmani dan olahraga kompetitif yang dilaksanakan sebagai bagian
proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh
pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan dan kebugaran jasmani
Jawaban: A
Pembahasan
UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 11
Olahraga Pendidikan adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang dilaksanakan
sebagai bagian proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh
pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani.
Soal 21C
Salah satu akar eksistensi olahraga adalah:
A. Homo economicus ( manusia ekonomik)
B. Homo homini lupus (manusia sebagai serigala atas manusia lain)
C. Homo ludens (manusia bermain)
D. Homo erektus (manusia yang berjalan dengan berdiri)
E. Homo sapiens
Jawaban: C
Pembahasan
Jawaban C
Homo Ludens adalah sebuah konsep yang memahami bahwa manusia merupakan
seorang pemain yang memainkan permainan. Homo ludens sendiri merupakan sebuah
konsep yang muncul atau ditemukan dalam kebudayaan. Setiap kebudayaan
memperlihatkan karakter manusia sebagai pemain. Konsep homo ludens merupakan
sebuah fenomena budaya. Namun, konsep tentang permainan sudah ada jauh sebelum
kebudayaan. Kita dapat melihat konsep homo ludens dalam bentuk sederhana dalam
kehidupan sehari-hari yaitu pada hewan peliharaan. Ketika kita melihat hewan
peliharaan kita bermain maka saat itulah kita melihat bahwa konsep tentang bermain
itu terjadi tanpa perlu suatu pola atau petunjuk. Dalam kasus ini, bermain dapat
dikatakan sebagai insting. Permasalahannya adalah ketika kita mengatakan bahwa
bermain sebagai insting maka permainan itu berarti sempit.
Sedangkan jika bermain dikatakan sebagai sebuah kehendak atau sebuah pikiran
maka makna dari bermain itu akan menjadi luas.
Tujuan Pembelajaran
CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR ESENSIAL
Menguasai konsep dasar keilmuan Mampu menguraikan kriteria keilmuan
dan filosofi yang mencakup aspek aksiologi dalam
pembelajaran PJOK
sebuah disiplin ilmu keolahragaan
Uraian Materi:
Tiga pilar filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi ilmu
keolaharagaan mempelajari tentang hakikat, asal usul, dan eksistensi ilmu
keolahragaan. Epistemologi mengkaji benar-salah atas sesuatu yang ada (eksis).
Dalam ilmu keolahragaan, perspektif epistemologi memfokuskan pada bagaimana
kebenaran dapat dicapai, apa langkah-langkah dan metodenya. Sedangkan aksiologi
membahas tentang etika, estetika, dan manfaat ilmu. Oleh sebab itu, manfaat ilmu
keolahragaan menjadi bagian yang dikaji dalam aksiologi. Kesadaran bahwa olahraga
merupakan ilmu secara internasional mulai muncul pertengahan abad 20, dan di
Indonesia secara resmi dibakukan melalui Deklarasi Ilmu Keolahragaan tahun 1998
pada Seminar dan Lokakarya Nasional Ilmu Keolahragaan di Surabaya. Beberapa
akademisi dan masyarakat awam memang masih pesimis terhadap eksistensi ilmu
keolahragaan, khususnya di Indonesia, terutama dengan melihat kajian dan wacana
akademis yang masih sangat terbatas dan kurang integral. Sebagai suatu ilmu baru
yang diakui secara luas, ilmu keolahragaan berkembang seiring kompleksitas
permasalahan yang ada dengan ketertarikan-ketertarikan ilmiah yang mulai bergairah
menunjukkan eksistensi ilmu baru ini ke arah kemapanan (Pramono, 2004: 3).
Kajian terhadap fenomena keolahragaan bisa didekati dari berbagai aliran dan/atau
cabang filsafat sesuai penekanan pemikiran tentang objek tersebut. Khusus dalam hal
dimensi keilmuan keolahragaan, tinjauan ontologis, epistemologis, dan aksiologis
adalah tiga landasan penelaahannya (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2001: 90). Tema
ini berangkat dari kajian ontologi tentang tubuh dalam kerangka olahraga, untuk
direfleksikan ke dalam tiga landasan penelaahan ilmu keolahragaan tersebut.
Pembahasan dari aspek ontologi berusaha menjawab persoalan apa objek studi ilmu
keolahragaan yang dianggap unik dan tidak dikaji oleh disiplin ilmu lainnya. Selain itu,
perlu juga memetakan medan kajian ilmu keolahragaan sebagai suatu rincian objek
formalnya, serta pembahasan tentang maksud dan sasaran ilmu keolahragaan yang
merupakan persoalan atau fokus penting dalam membangun dasar-dasar teoritis ilmu
keolahragaan dari aspek ontologis ini (KDI Keolahragaan, 2000: 6, 9; Haag, 1994: 9).
Gerak manusia merupakan objek material dari ilmu keolahragaan (KDI Keolahragaan,
2000: 6), dan ini mengindikasikan betapa vitalnya kajian tentang tubuh sebagai syarat
mutlak yang harus selalu diandaikan keberadaannya untuk mengkaji objek material
tersebut. Olahraga, dengan demikian, secara hakiki berurusan dengan tubuh.
Konsekuensinya, ilmu keolahragaanpun juga berurusan dengan konsep tubuh.
Konsekuensi dari semua itu, permainan olahraga cukup “serius” untuk diangkat ke
tingkat penghargaan budaya yang lebih tinggi (Hatab, 1998: 106), sehingga filsafat
mau tak mau harus berani mengkaji ulang “tradisinya” sendiri yang menekankan jiwa
atas tubuh, harmoni atas konflik, dan mengakui bahwa olahraga memiliki kandungan
nilai-nilai fundamental bagi keberadaan manusia. Begitulah, di dunia Yunani Kuno,
lokus asal muasal pemikiran filsafat Barat, olahraga tak hanya populer, tetapi
menempati penghargaan kultural terhormat (Pramono, 2003: 32). Salah satu arus
pemikiran filsafat tubuh yang gemanya sampai sekarang masih sangat terasa dan
merasuki hampir segala sendi kemanusiaan adalah pandangan Descartes tentang
tubuh sebagai mesin. Pernyataannya yang terkenal “cogito, ergo sum” menjadi
lambang penekanan rasionalitas di dunia Barat saat ini. Pemisahan substansi tubuh
(res extensa) dengan jiwa (res cogitans) menelurkan konsep dunia mekanis yang saat
ini masih menjadi dasar bagi sebagian besar ilmu, dan memengaruhi secara luar biasa
banyak aspek kehidupan (Capra, 1997: 32). Salah satu tugas ontologi adalah refleksi
atas realitas sebagai fakta, atau, menemukan secara konkrit makna yang-ada. Lebih
khusus, tugas ontologi material adalah apakah dalam yang-ada terdapat keumuman,
keajegan dan isi hakiki yang umum yang selanjutnya dapat berdeferensiasi. Tugas
ontologi formal adalah menyelidiki struktur-struktur paling atas, ketentuan-ketentuan
dan keajegan yang dimiliki sesuatu yang-ada sebagai adanya (Siswanto, 2004: 44,
58). Olahraga pendidikan adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang dilaksanakan
sebagai bagian proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh
pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani Freeman
(2001) menyatakan bahwa olahraga tidak terlepas dari konsep bermain (play), games,
dan sport. Bermain (play) adalah bentuk kegiatan yang tidak produktif yang tujuannya
adalah memberikan kesenangan pada diri sendiri. Dimana bermain dibagi menjadi
dua kelompok yaitu bersifat spontanitas dan permainan yang diorganisir.Permainan
yang bersifat spontanitas disebut bermain (play), dan permainan yang diorganisir
disebut games. Games juga dukelompokkan menjadi dua bagian yaitu games yang
dipertandingkan dan tidak dipertandingkan (contest). Permainan yang
dipertandingkan dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu bentuk yang
menggunakan aktivitas fisik dan bentuk yang menggunakan keterampilan fisik
(sport). Dengan demikian bahwa olahraga (sport) dapat dikatakan sebagai bentuk
aktivitas bermain yang diorganisasikan sedemikian rupa dengan seperangkat
peraturan dan pertandingan dengan menggunakan tolak ukur keterampilan fisik
sipelakunya.
Kajian ontologis dapat menunjukkan bahwa studi ilmu keolahragaan memiliki obyek
material yaitu gerak manusia (human movement) dan obyek material yaitu gerak
manusia dalam rangka pembentukan dan pendidikan. Dengan obyek studi tersebut
kajian ilmu keolahragaan menjadi sangat kompleks karena di dalam obyek studi itu
terkandung dimensi biologis, psikologis, budaya, dan antropologis. Sementara itu,
gerak manusia dalam rangka pembentukan dan pendidikan telah menjelma dalam
spektrum aktivitas jasmani yang luas, yang meliputi: play, games, physical education
and health, sport, dance, recreation and leisure. Kajian ilmu keolahragaan menjadi
semakin kompleks ketika berbagai aktivitas jasmani tersebut berkorelasi dan
berinteraksi dengan aspek-aspek sosial, budaya, ekonomi, ideologi, politik, hukum,
keamanan, dan ketahanan bangsa. Kajian epistemologis dapat menunjukkan bahwa
ilmu keolahragaan dapat dikembangkan melalui beberapa pendekatan kajian dan
metode penelitian. Ada 4 pendekatan kajian yang dapat digunakan yaitu pendekatan:
1) multi-disiplin; 2) inter-disiplin; 3) lintas-disiplin; dan 4) trans-disiplin. Pendekatan
multi-disiplin merupakan pendekatan dimana berbagai disiplin ilmu dengan
perspektifnya masing-masing tanpa kesatuan konsep mengkaji fenomena
keolahragaan.
Pendekatan inter-disiplin merupakan pendekatan dimana dua atau lebih disiplin ilmu
berinteraksi dalam bentuk komunikasi ide atau konsep yang kemudian dipadukan
untuk mengkaji fenomena keolahragaan. Pendekatan lintas- disiplin merupakan
pendekatan dimana aspek-aspek yang ada dalam fenomena keolahragaan menjadi
pusat orientasi penyusunan konsep secara terpadu dengan menggunakan teori-teori
beberapa disiplin ilmu yang relevan. Dengan pendekatan lintas disiplin, batas-batas
disiplin ilmu sumbernya menjadi tersamar atau tidak tampak.. Pendekatan trans-
disiplin merupakan pendekatan yang relatif baru dalam pengembangan ilmu, yaitu
pendekatan dimana suatu disiplin ilmu dikembangkan dengan menggunakan metode,
teknik, atau cara-cara yang telah lazim digunakan oleh disiplin ilmu lain. Dari aspek
metodologis dalam penelitian keolahragaan dapat digunakan 3 pendekatan yaitu
pendekatan: 1) positivistik-empirik; 2) fenomenologis; dan 3) hermeneutik.
Pendekatan positivistik-empirik menekankan pada data empirik hasil observasi dengan
menggunakan instrumen tertentu, dan dalam posisi terpisah antara peneliti dengan
obyek yang diteliti. Pendekatan fenomenologis menekankan pada pengungkapan
fenomena empirik melalui pengamatan langsung yang kemudian ditafsirkan dan diberi
makna. Pendekatan hermeneutik menekankan pada pemaparan pengetahuan
berdasarkan pemahaman dan penafsiran atas obyek kajian dengan menggunakan teori
yang sudah ada. Kajian aksiologis dapat menunjukkan bahwa ilmu keolahragaan dan
aplikasinya dalam bentuk aktivitas keolahragaan ternyata memiliki nilai- nilai positif
berkenaan dengan realitas kehidupan individu maupun masyarakat luas secara
universal. Disamping nilai-nilai pembentukan dan pendidikan sebagai nilai-nilai
utama, nilai survival bagi kehidupan umat manusia merupakan nilai yang lebih
esensial. Nilai- nilai lain sebagai nilai ikutannya adalah berpotensi untuk memberikan
sumbangan dalam membentuk kehidupan masyarakat dan umat manusia dalam
kebersamaan tanpa mamandang perbedaan suku, ras, bangsa, agama, dan budaya.
Dalam skala yang lebih bersifat sektoral, memiliki nilai-nilai dapat menyumbang
terbentuknya dinamika kehidupan sosial, budaya, ekonomi, ideologi, politik, hukum,
keamanan, dan ketahanan bangsa.
Soal 22A
Dalam pilar filsafat, kajian tentang manfaat ilmu keolahragaan disebut sebagai:
A. Aksiologi
B. Ontologi
C. Metafisika
D. Epistemologi
E. Logika
Jawaban: A
Pembahasan
Kata kunci yang harus diperhatikan adalah kajian tentang manfaat, secara teori
aksiologi dipahami sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh. Ontologi merujuk pada hakikat, sedang epistemology
pada kajian benar-salah. Metafisika mengenai keberadaan dan sifat-sifat yang meliputi
yang dikaji. Jawaban E, yaitu logika merupakan segenap asas, aturan, dan tatacara
mengenai penalaran yang benar.
Soal 22B
Hal apa yang terkandung dalam dimensi gerak manusia dalam rangka pembentukan
dan pendidikan
A. Hukum, mekanika, akuntansi
B. Biologis, psikologis, budaya, antropologis
C. Kedokteran
D. Agama
Jawaban: B
Pembahasan
Jawaban A tidak berhubungan dengan dimensi gerak, sedang jawaban B merupakan
ilmu yang melandasi dimensi gerak pembentukan dan pendidikan, jawaban C dan D
adalah objek formal
Soal 22C
Menurut Undang-undang nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional,
ruang lingkung olahraga meliputi:
A. Olaharaga Usia Dini, Olahraga Pendidikan, Olahraga Rekreasi
B. Olahraga Pendidikan, Olahraga Rekreasi, Olahraga Prestasi
C. Olahraga Rekreasi, Olahraga Pendidikan, Olahraga Profesional
D. Olahraga Prestasi, Olahraga Amatir, Olahraga Profesional
E. Olahraga Pendidikan, Olahraga Usia Dini, Olahraga Rekreasi
Jawaban: B
Pembahasan
Amanat UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional membagi
olahraga menjadi tiga ruang lingkup meliputi olahraga pendidikan, olahraga rekreasi,
dan olahraga prestasi
Tujuan Pembelajaran
CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR ESENSIAL
Menguasai konsep dasar keilmuan Mampu menguraikan fenomena gerak
dan filosofi manusia melalui perilaku gerak (bermain,
pembelajaran PJOK berolahraga, dan berlatih) dalam disiplin
ilmu keolahragaan
Uraian Materi:
Permainan adalah tindakan yang bersifat sukarela atau yang dilakukan dalam batas-
batas waktu dan tempat tertentu, menurut aturan main yang diterima secara bebas
tetapi sangat mengikat, memiliki tujuan yang berada dalam permainan itu sendiri dan
disertai oleh perasaan ketegangan, kesenangan, dan kesadaran bahwa hal tersebut
berbeda dari kehidupan biasa. Ciri yang melekat berupa kebebasan, dimana pemain
tidak dapat dipaksa untuk berpartisipasi tanpa permainan tersebut secara tiba-tiba
merubah sifatnya. Selanjutnya adalah prinsip dibatasi, dimana batasan waktu dan
ruang yang sudah dipastikan sebelumnya. Ciri ketiga yakni aturan, aturan ini merujuk
pada aturan main yang telah disepakati sebelumnya.
Bermain, menurut Smith and Pellegrini (2008) merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk kepentingan diri sendiri, dilakukan dengan cara-cara menyenangkan, tidak
diorientasikan pada hasil akhir, fleksibel, aktif, dan positif. Hal ini berarti, bermain
bukanlah kegiatan yang dilakukan demi menyenangkan orang lain, tetapi semata-
mata karena keinginan dari diri sendiri. Oleh karena itu, bermain itu menyenangkan
dan dilakukan dengan cara-cara yang menyenangkan bagi pemainnya. Di dalam
bermain, anak tidak berpikir tentang hasil karena proses lebih penting daripada tujuan
akhir. Bermain juga bersifat fleksibel, karenanya anak dapat membuat kombinasi baru
atau bertindak dalam cara-cara baru yang berbeda dari sebelumnya. Bermain
bukanlah aktivitas yang kaku. Bermain juga bersifat aktif karena anak benar-benar
terlibat dan tidak pura-pura aktif. Bermain juga bersifat positif dan membawa efek
positif karena membuat pemainnya tersenyum dan tertawa karena menikmati apa
yang mereka lakukan. Dengan demikian, bermain adalah kegiatan yang
menyenangkan, bersifat pribadi, berorientasi proses, bersifat fleksibel, dan berefek
positif. Bermain juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan demi
kesenangan dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan
secara suka rela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar (Hurlock, 1997). Bermain
menurut beberapa pakar:
1. Herbert Spencer. Menurut Herbert Spencer (Catron & Allen, 1999) anak
bermain karena mereka punya energi berlebih. Energi ini mendorong mereka
untuk melakukan aktivitas sehingga mereka terbebas dari perasaan tertekan.
Hal ini berarti, tanpa bermain, anak akan mengalami masalah serius karena
energi mereka tidak tersalurkan.
2. Sigmund Freud. Melihat bermain dari kacamata psikoanalisis. Dengan
demikian teorinya disebut teori bermain psikoanalisis. Bermain bagi anak
merupakan suatu mekanisme untuk mengulang kembali peristiwa traumatik
yang dialami sebelumnya sebagai upaya perbaikan atau penguasaan
pengalaman. Bermain dipandang sebagai sarana melepaskan kenangan dan
perasaan yang menyakitkan. Anak bermain karena mereka membutuhkan
ruang untuk melepaskan desakan emosi secara tepat.
3. Lev Vygotsky. Bermain, menurut Vygotsky (1969), merupakan sumber
perkembangan anak, terutama untuk aspek berpikir. Menurut Vygotsky, anak
tidak serta merta menguasai pengetahuan karena faktor kematangan, tetapi
lebih karena adanya interaksi aktif dengan lingkungannya. Bermain, dalam
perspektif ini, menyediakan ruang bagi anak untuk mengonstruksi
pengetahuan melalui interaksi aktif dengan berbagai aspek yang terlibat,
seperti peran dan fungsi. Anak adalah individu aktif, yang di dalam proses
bermain melibatkan diri untuk membangun konsep-konsep yang dibutuhkan,
seperti memahami bentuk benda, fungsi benda, karakteristik benda. Anak juga
membangun konsep-konsep abstrak, seperti aturan- aturan, nilai-nilai tertentu,
dan kultur.
4. Bermain merupakan aktifitas jasmani secara sukarela dengan aturan yang
tidak baku (disepakati oleh kedua belah pihak) tanpa memperkirakan hasil
akhirnya, (Caillois&Siedentop).
5. Bermain merupakan suatu aktifitas yang harus dilakukan dengan sungguh-
sungguh dan sukarela atas dasar rasa senang, tetapi bermain bukan merupakan
kesungguhan (kegiatan untuk memperoleh uang/penghidupan), (Sukintaka,
1982: 1).
Abdul Kadir Ateng menguraikan tentang proporsi olahraga dan pendidikan jasmani
sebagai berikut:
Hubungan antara play, games, dan sport dijabarkan dalam gambar di bawah ini.
Ruang lingkup play lebih luas dibandingkan dengan games, sedangkan olahraga
menempati ruang yang lebih sempit.
Soal 23A
Akar olahraga adalah manusia yang bermain. Ciri-ciri suatu aktivitas dapat disebut
permainan adalah:
A. Serius
B. Menggunakan lapangan
C. Tujuannya untuk aktivitas permainan itu sendiri
D. Melibatkan banyak orang
E. Adanya wasit
Jawaban: C
Pembahasan
Permainan adalah bentuk aktivitas yang menyenangkan yang dilakukan semata-mata
untuk aktivitas itu sendiri, bukan karena ingin memperoleh sesuatu yang dihasilkan
dari aktivitas tersebut untuk itu jawaban C paling tepat. Jawaban A, B, D, dan E
merupakan ciri yang melekat pada olahraga.
Soal 23B
Suatu aktivitas yang dilakukan dengan sukarela, tanpa paksaan dan dalam waktu luang
adalah definisi dari
A. Olahraga
B. Rekreasi
C. Pendidikan jasmani
D. Bermain
E. Pendidikan Olahraga
Jawaban: D
Pembahasan
Bermain merupakan dorongan naluri, fitrah manusia, dan pada anak merupakan
keniscayaan sosiologis dan biologis. Ciri lain yang amat mendasar yakni kegiatan itu
dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan dan dalam waktu luang. Di dalamnya juga
terkandung nilai pendidikan sehingga perlu dimanfaatkan sebagai upaya menuju
pendewasaan melalui rangsangan yang bersifat menyeluruh, meliputi aspek fisik,
mental, sosial, dan moral yang berguna pada pencapaian pertumbuhan dan
perkembangan secara normal dan wajar.
Soal 23C
Komponen teknik gerak pada pendidikan jasmani mengarah pada keluasan gerak
kehidupan sehari-hari, namun pada olahraga komponen tekniknya adalah
A. Fungsional cabang olahraga bersangkutan
B. Multilateral
C. Child centered
D. Kompetitif
E. Spontan
Jawaban: A
Pembahasan
Pendidikan jasmani dan olahraga pada komponen teknik gerak sangat berbeda, pada
pendidikan jasmani mengarah pada keluasan gerak kehidupan sehari-hari, mendasari,
dan memperkaya dimensi gerak, sedangkan pada olahraga spesifik sesuai cabang
olahraganya. Untuk itu pilihan A yang paling tepat.
Tujuan Pembelajaran
Capaian Pembelajaran Indikator essensisal
Memahami sejarah dan Mampu menjelaskan sejarah olimpiade kuno
perkembangan olahraga
Uraian Materi:
Olimpiade kuno dilaksanakan pertama kali pada tahun 776 sebelum masehi di kota
Olympia yang merupakan wilayah “negara” Yunani.
Di desa Olympia pada masa Yunani kuno, lebih dari 27 abad yang lalu, seorang
pemuda bernama Coroebus berhasil tampil sebagai pemenang lomba lari. Untuk
menandai kejayaannya, sebuah untaian daun olive berbentuk mahkota diletakkan di
kepalanya. Coroebus adalah orang pertama yang kemenangannya tercatat dalam
sejarah Olympic games atau pekan Olympiade. Tetapi apabila kita ‘membalik’ masa
lalu lebih teliti, sebenarnya games di Olympia telah mulai dilaksanakan sejak jaman
kuno sebagai suatu kebiasaan atau budaya masyarakat Yunani waktu itu. Para
penyair, penyanyi dan sastrawan Yunani kuno telah meninggalkan warisan berupa
puisi dan lagu yang berisi penghargaan kepada para olahragawan, para peserta pada
Olympic games dan pada adat kebiasaan yang bernilai relijius itu. Berdasarkan mitos
masyarakat setempat,dewa Zeus dan dewa Cronos sebagai maha dewa bangsa Yunani
kuno, bertarung di puncak gunung Olympus untuk menentukan siapa yang berhak
memiliki serta mengatur seluruh jagad raya beserta isinya.
Dalam pertarungan tersebut, dikisahkan dewa Zeus (dengan bantuan saudara-
saudaranya) berhasil mengalahkan dewa Cronus. Olympic games serta kegiatan-
kegiatan yang bersifat relijius pada waktu itu dilaksanakan sebagai penghormatan
atas kemenangan Zeus tersebut. Apabila dilihat secara geografis, Olympia terletak di
Yunani sebelah barat daya. Di daerah tersebut terdapat sebuah sungai, Alpheus
namanya, yang sekarang dinamakan sungai Ruphia, yang mengalir di sepanjang
lembah Olympia dan bermuara di laut Ionian. Pada bagian utara tebing sungai
terdapat tanah lapang yang amat luas, yang merupakan sebuah padang atau dataran; di
sebelahnya lagi terdapat bukit-bukit yang ditumbuhi pepohonan, lalu di samping
perbukitan setiap kali mengarahkan pandangan ke arah barat nampaklah laut, selain
itu ada lagi pemandangan yang luar biasa - yang menjulang tinggi-panjang, bukit-
bukit batu dengan salju yang senantiasa terdapat pada puncaknya. Selain versi di atas,
pekan Olympiade untuk menghormati dewa Zeus, ada lagi satu versi cerita kuno
tentang awal mula Olympiade. Dikisahkan ada seorang raja, Oenomaus namanya,
yang menguasai dan memerintah daerah di Olympia. Beliau memiliki seorang puteri
yang luar biasa cantik, bernama Hippodameia. Karena kecantikannya yang luar biasa
itu, maka banyak sekali pangeran, pria bangsawan, yang hendak mempersuntingnya
sebagai istri. Mimpi mereka terhalang oleh sayembara yang diselenggarakan oleh sang
Bapak, Raja Oenomaus. Raja telah memutuskan tidak seorang pria pun dapat atau
diperbolehkan memperistri Hippodameia, kecuali jika dia mampu mengambil dan
memisahkan puteri dari kejaran Chariotnya, artinya dapat keluar serta membebaskan
diri dari kejaran sang Raja yang akan memburunya dengan chariot pula. Pada setiap
pengejaran selalu berakhir dengan kematian si pelamar, saat sang Raja dapat
mengejar chariot yang melarikan diri, Oenomaus segera membinasakan si pelamar
dengan pedangnya. Dengan demikian betambahlah korban ksatria-pelamar yang
mempertaruhkan nyawa demi seorang puteri jelita, Hippodameia. Sudah 13 orang
pelamar mencoba peruntungan untuk dapat memenangkan dan merebut sang juwita
Hippodameia, dan raja Oenomaus telah memporak- porandakan mimpi mereka. Tiga
belas pelamar mati binasa oleh tajamnya pedang sang Raja. Tetapi tetap saja ada pria
yang bertekad menuruti hasrat cintanya mempersunting pujaan hati. Ksatria ke-
14 yang berani mencoba keberuntungan mempersunting si cantik adalah Pelops,
seorang pemuda gagah, tampan, pemberani, serta cerdik, dan penuh perhitungan.
Pelops, menurut cerita menggunakan kelebihannya dalam bertipu daya untuk
mengalahkan sang Raja, dalam adu kecepatan mengendarai chariot.
Pelops menyadari, bahkan sangat menyadari, apabila dia berlomba secara jujur,
artinya sesuai dengan aturan yang ditetapkan sang Raja, dia pasti akan kalah dan mati
ditebas pedang sang Raja. Maka, Pelops menggunakan tipu daya dengan menyuap
salah seorang pelayan Raja, agar bersedia merusak roda chariot yang akan dikendarai
raja Oenomaus. Rencana pun dijalankan dengan penuh kehati-hatian, agar
tidak diketahui pihak Raja. Perlombaan dimulai, chariot pertama yang siap dipacu
berada di depan, berisi Pelops dan Hippodameia, segera melaju lebih dahulu begitu
diberi aba-aba. Tidak berselang lama ternyata kuda-kuda sang raja Oenomaus segera
menyusul, beberapa saat sudah dapat mendekati chariot yang dikendarai Pelops dan
Hippodameia. Situasi saat itu benar-benar menegangkan, karena sang Raja sudah siap
dengan pedangnya untuk membabat Pelops. Tetapi apa yang terjadi, tiba-tiba sebuah
roda chariot sang Raja terlepas, beliau terjatuh dari kereta, dan lehernya patah,
seketika itu juga langsung meninggal. Dengan kejadian itu, Pelops dianggap telah
berhasil memenangkan perlombaan chariot di Olympia, serta, ini yang diimpi-
impikan, Pelops berhak menyunting Hippodameia sebagai isterinya. Selanjutnya di
dataran atau padang yang sama itulah dilaksanakan pekan Olympiade, untuk
menghormati serta memperingati keberhasilan Pelops. Bagi masyarakat Yunani kuno,
sesuai dengan budaya yang berlaku pada masa itu, pekan Olympiade yang dilakukan
dilandasi dengan dasar nilai-nilai relijius dan benar-benar dihayati, serta berisi
perlombaan/pertandingan ‘olahraga’ (sengaja kata olahraga diberi tanda ‘’, karena
disesuaikan dengan definisi olahraga masa sekarang). Peserta atau olahragawan yang
berhasil memenangkan suatu perlombaan atau pertandingan, akan dihormati serta
dimuliakan sebagai pahlawan di tempat asalnya, bahkan kadang-kadang diyakini
setelah mereka meninggal dunia dianggap menjelma menjadi dewa. Semua
olahragawan peserta pekan Olympiade pada mulanya ditetapkan harus warga negara
atau penduduk Yunani. Menjelang pelaksanaan pesta olahraga Olympiade seekor babi
dikurbankan oleh orang suci untuk memuliakan dewa Zeus, dan domba hitam
dipersembahkan untuk menghormati Pelops, si jagoan chariot race penakluk raja
Oenomaus. Seperti telah disebutkan di depan selama berabad-abad wilayah di
Olympia dan sekitarnya, dihormati serta dikeramatkan sebagai tanah suci. Candi Hera
dibangun untuk memuliakan dewi Hera, isteri dewa Zeus tersebut, yang pada
dasarnya juga merupakan bangunan relijius. (Dalam mitologi dinyatakan, bahwa dewi
Hera juga adik dewa Zeus). Di sebelah utara candi Hera terdapat hutan kecil yang
ditumbuhi pohon olive, ditetapkan sebagai daerah suci juga. Bumi Olympic terdiri dari
tempat- tempat suci, dan pada setiap tempat terdapatnya api atau obor yang dijaga
agar selalu menyala setiap hari sepanjang tahun. Pada prakteknya, pelaksanaan
Olympiade tidak lebih dari 5 (lima) hari. Tetapi untuk tujuan atau maksud-maksud
relijius, candi-candi dan tempat-tempat suci lainnya selalu terbuka untuk umum
sepanjang tahun. Kisah Pelops, yang berkembang di masyarakat Yunani kuno
merupakan cerita yang sulit dilacak kebenarannya. Yang jelas sejarah modern dapat
dikatakan telah menentukan, bahwa berdasarkan banyaknya reruntuhan bangunan
relijius di Olympia dan sekitarnya telah dibangun beberapa abad sebelum Coroebus
memenangkan lomba lari + 200 yards yang terkenal itu. Di tempat itu pula lah
kemungkinan besar telah dilaksanakan Olympic games pada awal-awal tahun
sebelumnya, tetapi kemenangan Coroebus yang tercatat itu merupakan awal sejarah
Yunani untuk menghitung waktu dimulainya Olympiade, yang berlangsung atau
dilaksanakan setiap empat tahun sekali. Menjelang pelaksanaan pesta olahraga
Olympiade seekor babi dikurbankan oleh orang suci untuk memuliakan dewa Zeus,
dan domba hitam dipersembahkan untuk menghormati Pelops, si jagoan chariot race
penakluk raja Oenomaus. Seperti telah disebutkan di depan selama berabad-abad
wilayah di Olympia dan sekitarnya, dihormati serta dikeramatkan sebagai tanah suci.
Candi Hera dibangun untuk memuliakan dewi Hera, isteri dewa Zeus tersebut, yang
pada dasarnya juga merupakan bangunan relijius. (Dalam mitologi dinyatakan, bahwa
dewi Hera juga adik dewa Zeus). Di sebelah utara candi Hera terdapat hutan kecil
yang ditumbuhi pohon olive, ditetapkan sebagai daerah suci juga. Bumi Olympic terdiri
dari tempat- tempat suci, dan pada setiap tempat terdapatnya api atau obor yang
dijaga agar selalu menyala setiap hari sepanjang tahun. Pada prakteknya, pelaksanaan
Olympiade tidak lebih dari 5 (lima) hari. Tetapi untuk tujuan atau maksud-maksud
relijius, candi-candi dan tempat-tempat suci lainnya selalu terbuka untuk umum
sepanjang tahun.
Pada saat Coroebus berlari dan tampil sebagai juara, hanya ada satu nomor yang
dilombakan pada Olympiade. Nomor perlombaan itu adalah lari dengan jarak tempuh
200 yard, ukuran tersebut kira-kira sepanjang lapangan atau tempat yang
digunakan perlombaan. Lapangan itu berukuran panjang 234 yard dan lebar 35yard.
Setelah Olympiade berlangsung untuk yang ke-13 kalinya barulah ditambah dengan
cabang atau nomor perlombaan/pertandingan yang lain. Tercatat ada lomba lari
dengan jarak yang berbeda-beda, juga ada boxing, wrestling, discus throwing, dan
chariot race. Akan tetapi baru pada Olympiade ke-77 jenis-jenis pertandingan/
perlombaan tersebut menjadi lengkap seperti itu. Dikisahkan pula, Callias, seorang
boxer dari Athena, pernah melakukan protes supaya chariot race perlombaannya
dilanjutkan sampai siang hari, supaya para boxer dapat bertanding malam hari dengan
penerangan sinar bulan. Dalam perjalanannya yang begitu panjang, pelaksanaan
Olympiade tidak pernah kehilangan sifat-sifat utamanya, yaitu relijius. Mereka semua,
warga Yunani, datang dan mengambil bagian dalam merayakan pesta olahraga akbar
itu, sebagai olahragawan maupun sebagai penonton. Pada waktu itu masyarakat
Yunani selalu berselisih dan berperang antar kelompok. Antara satu dengan yang lain
senantiasa bertentangan dan bermusuhan, tetapi segala macam perselisihan dan
peperangan dihentikan atau berhenti selama bulan suci saat pelaksanaan Olympiade
setiap empat tahun sekali, untuk menjamin keamanan perjalanan para olahragawan
dari dan ke Olympia, tempat penyelenggaraan Olympiade. Saat permulaan hingga
beberapa abad pelaksanaan Olympiade, para olahragawan membeayai sendiri semua
pengeluaran selama perjalanan dan saat berlangsungnya pekan olahraga. Orang yang
mengikuti chariot race harus mengusahakan atau mengadakan segala perlengkapan
chariot serta kudanya. Para olahragawan pemenang pada suatu nomor perlombaan
juga harus menyediakan beaya untuk menyelenggarakan suatu pesta demi
menghormati (atau mensyukuri?) kemenangannya sendiri. Oleh sebab itu, para
olahragawan yang berlaga di pekan Olympiade kuno pada masa itu biasanya dari
keluarga kaya-raya. Beberapa nomor yang dipertandingkan waktu itu cenderung kasar
dan berbahaya. Pancration misalnya, yang merupakan kombinasi antara boxing dan
wrestling, sering mengakibatkan kematian. Dalam suatu pertandingan acapkali
seorang boxer membunuh lawan tandingnya dengan memperdayakan atau
menggunakan cara yang licik. Apabila sampai terjadi peristiwa demikian, maka wasit
akan memutuskan bahwa olahragawan yang meninggal dinyatakan sebagai
pemenang, karena membunuh merupakan perbuatan tercela dan keji.
Pada olahragawan yang tidak patuh atau melanggar peraturan Olympiade biasanya
dikecam dan diharuskan membayar denda uang dengan jumlah yang cukup besar.
Setelah beberapa tahun kemudian terbentuklah batu bergambar yang dinamakan
Zanes, yang pembuatannya dari koleksi mata uang (terbuat dari logam) hasil denda
dari para olahragawan tidak terhormat yang menghalalkan segala cara untuk
memperoleh kemenangan. Zanes tersebut diletakkan sedemikian rupa, sehingga para
olahragawan seperti ‘dipaksa’ untuk melihatnya pada saat mereka berbaris memasuki
stadion. Dengan demikian Zanes tersebut memiliki fungsi sebagai pemberi nasehat,
dan lebih jauh lagi juga bermanfaat sebagai peringatan bagi para olahragawan, agar
berlaku jujur, sportif, terutama pada saat berlangsungnya perlombaan/pertandingan.
Olympiade kuno akhirnya dihentikan/dilarang oleh kaisar Romawi, Theodosius I, pada
abad ke-4. Tempat-tempat suci dan tempat-tempat perlombaan/pertandingan di
Olympia rusak berat sewaktu terjadi peperangan. Kerusakan semakin parah, ketika
beberapa tahun kemudian sungai Alpheus meluap sampai ke daratan tempat dimana
para peserta berlaga mengadu kemampuan dahulu, saat Olympiade diselenggarakan.
Karena kejadian-kejadian tersebut banyak catatan sejarah Olympiade yang
hilang. Seorang juara yang muncul menjelang akhir-akhir pekan olahraga akbar ini
adalah bangsawan dari negara asing, dari luar Yunani, yang memenangkan hadiah
untuk cabang boxing. Pada masa-masa permulaan Olympiade diselenggarakan, orang
asing, entah kaya atau miskin, tidak akan diperbolehkan berjalan melintasi
lapangan/dataran tempat para olahragawan berlaga. Pada pekan olahraga Olympiade
modern, barangkali event yang paling
terkenal dan menarik adalah lari Marathon, yang menempuh jarak 25 mil. Tidak ada
lomba lari jenis ini pada jaman lampau di Olympiade. Tetapi ada perkiraan, lari
Marathon modern kemungkinan diilhami oleh suatu peristiwa besar dalam sejarah
Yunani, yang senantiasa dapat menimbulkan rasa bangga bagi warga setempat.
Soal 24A
Olimpiade kuno dilaksanakan di kota:
A. Athena
B. Olympia
C. Santorini
D. Yunani
E. Evosmos
Jawaban: B
Pembahasan
Kota Athena merupakan tempat penyelenggaraan olimpiade modern tahun 1896.
Santorini adalah salah satu gugusan kepulauan gunung berapi di laut Aegea Yunani.
Yunani merupakan negara tempat lahirnya Olimpiade, sedangkan Evosmos kota di
negara Yunani. Jadi jawaban yang paling tepat adalah kota Olympia.
Soal 24B
Dewa Zeus dan Cronos sebagai maha dewa Yunani kuno bertempur di puncak gunung
Olympus dan pemenangnya adalah Dewa Zeus. Untuk menghormati kemenangan
Dewa Zeus dilakukan
A. Olympic games
B. Lari marathon
C. Perlombaan syair
D. Memanah
E. Pancration
Jawaban: A
Pembahasan
Penghormatan terhadap kemenangan Dewa Zeus atas Dewa Cronos adalah
diadakannya kegiatan relijius dan Olympic games oleh masyarakat Yunani Kuno.
Maka pilihan A yang paling benar. Pancration merupakan kombinasi boxing dan
wrestling
yang sering mengakibatkan kematian.
Soal 24C
Kharakter utama yang melekat pada Olympiade kuno bagi warga Yunani adalah
A. Borjuis
B. Proletar
C. Relijius
D. Humanisme
E. Egaliter
Jawaban: C
Pembahasan
Dalam perjalanannya yang begitu panjang, pelaksanaan Olympiade tidak pernah
kehilangan sifat-sifat utamanya, yaitu relijius. Mereka semua, warga Yunani, datang
dan mengambil bagian dalam merayakan pesta olahraga akbar itu, sebagai
olahragawan maupun sebagai penonton. Pada waktu itu masyarakat Yunani selalu
berselisih dan berperang antar kelompok. Antara satu dengan yang lain senantiasa
bertentangan dan bermusuhan, tetapi segala macam perselisihan dan peperangan
dihentikan atau berhenti selama bulan suci saat pelaksanaan Olympiade setiap empat
tahun sekali, untuk menjamin
keamanan perjalanan para olahragawan dari dan ke Olympia, tempat
penyelenggaraan Olympiade.