Bab Ii PDF
Bab Ii PDF
id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
dan tungkai disebabkan oleh adanya jepitan tulang pada syaraf. Tahun 1911
Bailey dan Casamajor menulis bahwa gejala yang muncul pada nervus spinalis
disebabkan oleh eksostosis facet joint sehingga terjadi kompresi kanalis spinalis
pada lumbar nerve root saat berjalan yang kemudian menghilang dengan istirahat
lumbar stenosis pada 7 pasien dengan nyeri radikuler bilateral dengan gangguan
motorik dan sensorik pada tungkai yang diperberat dengan berdiri dan berjalan.
dan stenosis lumbal dan menjelaskan konsep three-joint complex yang terdiri dari
dua facet joint dan diskus intervertebralis (Botwin dan Gruber, 2003).
tulang belakang lumbal. Batas anterior kanalis spinalis dibentuk oleh corpus
commit
vertebrae, discus, dan ligamentum to user posterior. Batas lateral oleh
longitudinal
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
posterior oleh facet joint, lamina dan ligamentum flavum. Bentuk foramen
vertebrale yang menyusun kanalis spinalis dapat berupa sirkuler, oval maupun
Gambar 2.1. Tiga bentuk foramen vertebrale. (Dikutip dari : Herkowitz et al 2011)
menurun dan rasio keratin sulfat terhadap khondroitin sulfat meningkat. Karena
dan tipe I 40%, sedangkan sebagian besar diskus mengandung kolagen tipe II.
Kandungan air kolagen tipe I lebih rendah dibanding tipe II, sehingga dengan
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.2. Distribusi beban pada diskus yang normal (gambar kiri) dan diskus
degeneratif (gambar kanan). (Dikutip dari : Papadakis et al 2011)
diskus menyebabkan degenerasi lebih jauh dan disc height loss. Perubahan
struktur dan disc height loss memicu bulging diskus dan ligamentum longitudinal
memicu buckling ligamentum flavum dan settling dari facet joint. Facet joint
kanalis spinalis atau nerve root dalam foramen intervertebrale. Hipertrofi jaringan
lunak bertanggung jawab pada + 40% spinal stenosis, dimana pada ekstensi
struktur, gerakan dan biomekanik tersebut memicu siklus degenerasi (Botwin dan
rawan rata menciptakan gerakan gliding halus. Facet joint lumbal mengarah 90°
pada bidang sagital dan 45° ke anterior pada bidang koronal (Gambar 2.3).
commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.3. Perubahan anatomi dan susunan facet joint pada berbagai segmen tulang
belakang. (Dikutip dari : Herkowitz et al 2011)
Kanalis spinalis lumbal normalnya terisi nerve root, jaringan lemak dan
jaringan ikat longgar yang dapat beradaptasi dengan gerakan. Hipertrofi facet joint
muncul dari osteofit endplate atau herniasi diskus (Herkowitz et al, 2011).
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.4. Potongan sagital menunjukkan diskus yang dehidrasi (D), sklerosis end
plate (S), osteofit (O), hipertrofi dan buckling ligamentum flavum (LF) dan nerve root
dalam foramen intervertebrale (NR) yang tertekan. (Dikutip dari : Herkowitz et al 2011)
anterior atau hipertrofi dan bulging ligamentum flavum dengan hipertrofi facet
dengan perubahan degeneratif karena usia atau karena stress mekanis akibat
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 2.1. Dimensi kanalis spinalis lumbalis pada setinggi pertengahan pedikel (Wong
pada pasien dengan posisi berdiri dalam fleksi, tetapi saat ekstensi terjadi
obstruksi parsial berat (Schonstrom et al, 1989). Willen et al juga meneliti efek
terjadi penurunan luas permukaan dural sac selama kompresi aksial dan ekstensi
recessus lateralis dan foraminal berdasarkan lokasi kompresi neural (Gambar 2.6).
normal pada populasi dan merupakan bagian dari kondisi tertentu seperti
commit to user
dwarfisme. Pada kondisi tersebut pasien memiliki pedikel pendek, sehingga
12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
stenosis kongenital menjadi simtomatik pada usia lebih muda. Stenosis didapat
Gambar 2.6. CT scan menunjukkan lokasi stenosis di sentral (A), recessus lateralis (B)
dan foraminal (C). (Dikutip dari : Herkowitz et al 2011)
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
relatif yaitu bila diameternya 10 – 12 mm, dan stenosis absolut bila diameter <10
mm) (Siebert et al, 2009). Hamanishi et al berpendapat bahwa stenosis lebih baik
diukur sebagai suatu luas permukaan dibanding diameter. Luas kurang dari 100
mm2 dikelompokkan sebagai spinal stenosis relatif, dan kurang dari 65 mm2
gejala. Karena perbedaan kompensasi, dua individu dengan stenosis yang sama
bisa tidak memunculkan gejala yang sama. Kecepatan perubahan tersebut terjadi
yang derajatnya lebih ringan jika terjadi dengan cepat. Ini menjelaskan mengapa
pada pasien dengan stenosis dapat menjadi simtomatik hanya dengan herniasi
Patofisiologi pada nerve root dapat dibagi menjadi dua kategori utama,
yaitu terjadinya nyeri dan disfungsi saraf akibat deformasi mekanikal dan efek
Nerve root relatif terlindung dari trauma eksternal karena tertutup oleh
tulang vertebra. Tetapi, nerve root tidak memiliki jumlah dan organisasi
14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.7. Perbedaan nerve root dan nervus perifer secara mikroskopik. Akson nerve
root terletak di ruang endoneurial dan ditutup cairan cerebrospinal dan dural sleeve.
Akson dari nervus perifer terletak di fasikulus endoneurium tertutup oleh perineurium
yang tertutup oleh epineurium (jaringan ikat longgar). (Dikutip dari : Fr ymoyer et al
2004 )
kompresi cauda equina secara bertahap pada hewan coba. Cauda equina
dikompresi oleh balon translusen yang difiksasi pada tulang belakang (Gambar
Gambar 2.8. Gambar skematis model kompresi nerve root eksperimental. Cauda equina
(A) dikompresi dengan balon (B) yang difiksasi ke tulang belakang oleh dua L-shaped
pin (C) dan Plexiglas plate (D). (Dikutip dari : Herkowitz et al 2011)
dan diameter pembuluh darah intrinsik cauda equina melalui vital microscope
commit to user
15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dan meneliti aliran dalam pembuluh darah intrinsik nerve root pada berbagai
darah kapiler dapat terganggu oleh stasis retrograde. Efek dekompresi bertahap
juga diteliti setelah kompresi akut. Restorasi aliran darah secara penuh tidak
gangguan vaskuler akan terjadi bahkan pada tekanan rendah (Herkowitz et al,
terganggu. Edema menetap untuk waktu yang lebih lama dari waktu kompresi
level. Pada hewan coba tekanan 10 mmHg pada dua balon kompresi memicu
tekanan 50 mmHg pada satu balon tidak menunjukkan penurunan. Spinal nerve
root tidak memiliki arteri nutrisi setempat dari struktur sekitarnya. Bila ada dua
menunjukkan penurunan total aliran darah sebesar 64% pada segmen yang
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ditemukan peningkatan P-substance pada nerve root dan dorsal root ganglion
dengan transmisi nyeri. Onset kompresi sulit untuk diprediksi karena variasi
dalam praktek klinis yang sangat besar. Kompresi onset cepat (seperti pada
trauma atau herniasi diskus) sebesar 600 mmHg dalam 1 detik cukup untuk
memicu gangguan konduksi saraf selama 2 jam.Salah satu aspek penting secara
klinis adalah kompresi mungkin tidak stabil tetapi bervariasi akibat perubahan
postur dan gerakan. Bila jaringan saraf terkompresi terjadi pergerakan gradual
dari sisi kompresi menuju sisi yang tidak terkompresi. Jika tekanannya terjadi
dalam onset yang sangat lambat (misal pada spinal stenosis), terjadi adaptasi
jaringan saraf pada tempat yang tertekan (Frymoyer et al, 2004). Takahashi
(116.5±38.4 mmHg) dibanding saat berdiri (66.9±27.5 mmHg) dan saat fleksi
30°(27.3±19.7 mmHg). Efek klinis yang signifikan adalah hilangnya rasa nyeri
Adanya skiatika dengan distribusi nyeri dan disfungsi saraf yang khas
tanpa bukti adanya material diskus yang mengalami herniasi secara radiologis
17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
nerve root disertai penurunan nerve conduction velocity (NCV) dan perubahan
Gambar 2.9. (A) nerve root terpapar lemak selama 7 hari, tidak ada perubahan. (B) nerve
root yang terpapar autologous nucleus pulposus selama 7 hari, terjadi degenerasi aksonal
dan perubahan arsitektur ruang endoneurial. (Dikutip dari : Frymoyer et al, 2004 )
merupakan tempat pertukaran ion normal antara akson dan jaringan sekitar,
aliran darah intraneural. Perubahan histologis nerve root terjadi setelah 3 jam,
dan penurunan NCV terjadi mulai 3-24 jam (Frymoyer et al, 2004).
commit
48 jam efeknya tidak terlalu nyata to user
tetapi secara signifikan lebih baik daripada
18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
jika tidak diberikan sama sekali. Ini menunjukkan bahwa efek negatif tidak
dengan sitokin lain seperti IL-1B dan IL-6. Segera setelah cedera nervus, TNF
dilepaskan sel Schwann dan sel endoneurial lain seperti sel endotel, fibroblas
dan sel mast, termasuk kondrosit dan sel – sel discus. Peningkatan TNF
coba. TNF terlindung dalam proteksi membran dan aktif setelah dirusak enzim
(yaitu ICAM and VCAM) sehingga meningkatkan perlekatan sel – sel imun ke
19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.10. Gambar skematis mekanisme kerja tumor necrosis factor (TNF). (A) TNF
dari sel discus yang herniasi memasuki kapiler endoneurial dan mengaktivasi molekul
adhesi. (B) leukosit di sirkulasi menempel ke pembuluh darah (1) dan keluar dari kapiler
menuju akson yang permeabilitas vaskulernya meningkat (2). TNF merangsang
akumulasi trombosit membentuk thrombus intravaskuler (3). (C) pelepasan TNF oleh
leukosit pada akson memicu cedera myelin, akumulasi Na-channel dan allodynia pada
dorsal root ganglion dan pada level spinal cord. Trombus dan edema meningkatkan
permeabilitas sehingga menghambat nutrisi nerve root, menyebabkan nyeri dan nerve
dysfunction. (Dikutip dari : Herkowitz et al 2011)
dimana terjadi proliferasi fibrocartilage (collagen tipe II), ossifikasi, dan deposisi
ketebalan ligamentum flavum < 4 mm, sedangkan pada kondisi stenosis akan
pembuluh darah intraspinal dan cauda equina. Seperti dijelaskan di atas kompresi
commit to user
nerve root merangsang reaksi inflamasi setempat. Dua mekanisme vaskuler
20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
aliran darah arteri dan kongesti vena dengan defisiensi perfusi sekunder (Gambar
spinal stenosis terdiagnosis hanya jika stenosis muncul pada postur tertentu
Pasien lumbal spinal stenosis paling sering datang dengan keluhan nyeri
nyeri, berat, mati rasa, kram, panas ataupun kelemahan. Gejala secara khas
muncul mulai dari punggung atau pantat dan secara bilateral menjalan turun ke
bawah lutut. Satu ekstremitas mungkin terasa lebih buruk dari sisi sebelahnya,
tetapi kedua tungkai sering terkena. Gejala biasanya tidak mengikuti pola
commit
dermatomal dan berkaitan dengan to user
aktivitas. Abnormalitas sensasi secara khas
21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
memburuk dengan ekstensi lumbal selama berjalan atau berdiri untuk waktu lama.
Berjalan menurun lebih sulit karena vertebrae lumbalis dalam posisi ekstensi.
Perbaikan gejala akan muncul dengan fleksi lumbal dengan membungkuk, duduk
atau berbaring. Sehingga bisa dimengerti mengapa pada pasien – pasien tersebut
secara khas bertumpu dan membungkuk pada troli belanja (shopping cart sign)
dan lebih mudah saat mengendarai sepeda, jalan menanjak atau duduk menyetir
Pemeriksaan fisik pasien yang datang dengan tanda dan gejala lumbal
spinal stenosis dimulai dengan observasi. Cara berjalan dan posisi berdiri sering
kifotik, tapi mungkin didapatkan kurva lordotik lumbal berubah lurus atau
terbalik. Range of motion tulang belakang harus dinilai pada bidang sagital,
transversal dan koronal. Munculnya nyeri paha dengan lumbar ekstensi selama 30
detik erat kaitannya dengan lumbal spinal stenosis. Ekstensi lumbal ditambah
rotasi (Kemp’s test) memunculkan nyeri punggung atau tungkai ipsilateral karena
pada posisi bebas nyeri. Pemeriksaan sensorik harus menilai light touch, pinprick
dan vibrasi. Kelemahan motorik paling sering mengenai miotom L5 (Macrae dan
dan defisit sensorik pada 51% lumbal spinal stenosis (Backstrom et al, 2011).
commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
peningkatan tensile load bila nervus perifer atau nerve root diregangkan, sehingga
mengukur panjang distraksi kulit (cm) antara T1 sampai S1 dari posisi netral ke
fleksi. Modified Schober test menurut Macrae dan Wright lebih sering digunakan.
Pada posisi berdiri dibuat titik pada level L5 kemudian pemeriksa membuat titik 5
menekuk lutut, sehingga jarak antara kedua jari pemeriksa meningkat. Bila
hal kriteria diagnostik, indikasi dan hasil pembedahan. Saat ini telah banyak
indikator keluaran yang digunakan pada pasien – pasien tersebut seperti gejala,
effectiveness dari suatu terapi. Masing – masing memiliki keterbatasan dalam hal
kemampuannya menilai status dasar pasien dan respon terapi. Penelitian mengenai
keluaran yang ada saat ini terganggu karena banyak yang hanya berfokus pada
commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
proses terapi dan tolok ukur keberhasilan berdasar suatu teknik, dibanding
mengukur status fungsional dan kualitas hidup pasien. Baru – baru ini muncul tren
yang menjadikan status fungsional sebagai kunci indikator keluaran untuk pasien
berbagai macam sistem skoring yang berorientasi pada fungsi dan gejala yang
diderita pasien, dengan instrumen berupa kuesioner dan uji fungsional pra dan
pasca operasi. Salah satu uji yang telah diperkenalkan adalah uji provokasi dengan
treadmill dan sepeda statis (bicycle). Uji tersebut pada lumbal spinal stenosis
terbukti aman, mudah dilakukan, tidak mahal dan dapat dikuantifikasi (Deen et al,
2000).
Prosedur ini memiliki validitas dalam hal mengukur apa yang harus diukur, yaitu
stenosis. Hasilnya secara umum berkaitan dengan pemeriksaan lain yang juga
pencitraan. Sehingga uji treadmill merupakan tolok ukur yang praktis, terfokus,
stenosis lumbal dengan uji treadmill. Semua pasien menjalani uji kedua atau
“retest”. Antara kedua tes tidak dilakukan intervensi apapun dan hasilnya uji
treadmill memiliki reproduksibilitas baik dengan variasi sangat kecil, dimana pada
tes ini tidak terjadi “learning phenomenon” yang berupa peningkatan kemampuan
commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pasien menjalani uji kedua karena proses adaptasi dan keterbiasaan. Dengan uji
ini didapatkan keyakinan secara klinis bahwa bila terjadi perbaikan setelah terapi
pasien (Deen et al, 2000). Barz et al menyatakan uji treadmill merupakan uji yang
valid dengan nilai prediktif tinggi tanpa adanya “learning phenomenon” (Barz et
al,2008).
Dalam melakukan uji treadmill pada aplikasi klinis muncul beberapa isu
antara lain kecepatan dan besarnya sudut inklinasi alat termasuk efeknya terhadap
sebelum mereka mengeluh nyeri khas klaudikasio yang membuat uji ini menjadi
tidak efektif. Kecepatan jalan yang dianjurkan untuk uji treadmill bervariasi dari
nilai prediktif uji treadmill dengan MRI, myelo-CT atau myelografi pada 35
pasien. Mereka mengukur diameter AP terpendek dari dural sac dan dural cross-
sectional area (DCSA) menggunakan MRI dan myelo-CT pada level patologis.
Kemudian mencatat walking capacity melalui time to first symptom (TF) dan total
ambulation time (TAT) selama ambulasi dengan treadmill. Rata – rata DCSA
yang diukur melalui CT adalah 58,3 mm 2 dan melalui MRI 47,6 mm2. Semua
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dan TAT. Disimpulkan tidak ada korelasi statistik signifikan antara kapasitas
berjalan pasien dengan beratnya stenosis yang diukur melalui myelografi, myelo-
posisi ekstensi (datar) dan fleksi (naik 15°). Gejala muncul lebih awal pada posisi
menunjukkan bahwa baik pasien stenotik maupun non stenotik berjalan pada
posisi fleksi spinal, dengan rata – rata 8 derajat bila berjalan pada alat treadmill
treadmill. Pada penelitian tersebut pada pasien yang dilakukan pengurangan berat
badan sebesar 20% melalui alat traksi mampu berjalan pada alat treadmill lebih
lama dibanding bila dilakukan penambahan beban 10 kg. Lumbal traksi membuat
dan peningkatan axoplasmic flow (Oguz et al, 2007). Menurut Joffe et al pada
pasien dengan lumbal stenosis pengurangan berat badan yang dianjurkan untuk
bahwa itu adalah beban maksimal rata – rata yang masih mampu ditoleransi
26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
kuat (88%) antara hasil uji treadmill dan gejala neurogenic claudication (Tenhula
et al, 2000).
diagnosis lumbal spinal stenosis dan neurogenic claudication pada 95% pasien
dengan status pra operasi. Pada kondisi pra operasi 95% pasien memiliki hasil
positif (provokasi gejala) pada uji treadmill dan 44% hasil positif pada uji bicycle.
Pada pasien tersebut 76% memiliki sentral stenosis melalui pencitraan, 41%
memiliki luas permukaan dural sac <100 mm2 pada paling sedikit satu level dan
12% memiliki luas <100 mm2 pada paling sedikit dua level. Luas dinilai dengan
Uji diagnostik sering dimulai dengan foto polos. Selain foto AP dan
lateral, kadang diperlukan foto dinamik. Sebagian besar pasien stenosis adalah
lanjut usia sehingga tampak perubahan spondilosis pada foto. Perhatian khusus
baik pada bidang koronal dan sagital. Penyempitan foramen intervertebrale dan
ankylosis vertebrae, erosi disc space, atau adanya gambaran abnormal dari
struktur tulang harus dinilai. Harus diingat bahwa perubahan degeneratif berat
commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
menambah myelografi. Cara invasif dan resiko radiasi membuat modalitas ini
kurang terpilih. Meskipun begitu pada pasien yang tidak dapat menjalani MRI,
A.8.3 MRI
stenosis, karena non invasif, non radiatif dan menyediakan gambaran baik pada
bidang aksial, koronal dan sagital. MRI juga menyediakan gambaran detil
anatomi tulang dan jaringan lunak (Gambar 2.12) (Herkowitz et al, 2011).
Gambar 2.12. Nomenklatur anatomik dari MRI potongan aksial pada level L5-S1.
(Dikutip dari : Herkowitz et al 2011).
commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
publikasi melalui Medline, Embase and Cochrane yang melihat jurnal dengan
spinal stenosis dan menyimpulkan beberapa tolok ukur yang sering digunakan
posterior (AP) dari foramen vertebrale yang diukur dengan mengukur diameter
osseus dari foramen vertebrale pada potongan sagital (dalam mm) pada setiap
level yang dianggap stenosis (Gambar 2.13). Jika ukuran diameter tersebut
Gambar 2.13. Potongan sagital vertebra lumbalis melalui titik tengah. Panah hitam
menunjukkan diameter AP foramen vertebrale. (Dikutip dari : Steurer et al 2011)
kanalis spinalis pada potongan aksial (dalam mm) pada setiap level yang
commit to user
29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.14. Gambaran vertebra lumbalis potongan aksial pada level L4. Panah putih
menunjukkan diameter transversal dari foramen vertebrale. (Dikutip dari : Steurer et al
2011)
mengukur luas permukaan dural sac secara langsung dalam foramen vertebrale
(dalam mm2) pada setiap level yang dianggap stenosis (Gambar 2.15). Disebut
stenosis relatif jika ukurannya kurang dari 100 mm2 dan stenosis absolut jika
Gambar 2.15. Potongan aksial vertebra lumbalis setinggi L1. Cross sectional area dari
foramen vertebrale ditunjukkan oleh daerah yang diarsir putih.
(Dikutip dari : Steurer et al 2011)
otot saat istirahat dan dengan stimulasi, menilai disfungsi lower motor neuron
SSEPs mengukur transmisi elektrik dari stimulasi sensorik mulai dari nervus
perifer terus melalui spinal cord dan otak (Herkowitz et al, 2011).
Adanya kelemahan motorik berat yang tiba-tiba dan disfungsi bowel dan bladder
mendiagnosis spinal stenosis, tidak satupun uji atau algoritme yang tersedia saat
ini yang akurat mendiagnosis semua pasien dengan spinal stenosis simtomatik.
menyingkirkan penyebab lain yang menyerupai lumbal spinal stenosis (Chen dan
Spivak, 2003).
commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Teori
Perubahan Biokimiawi :
Peningkatan mediator inflamasi
Perubahan Mekanis : (TNF, IL-1B, IL-6, MMPs,
Penyempitan Lumbar Dural Cross- ICAM dan VCAM)
Sectional Area
Berjalan (postur lumbal ekstensi) pada Berjalan (postur lumbal ekstensi) pada
uji treadmill tanpa pembebanan uji treadmill dengan pembebanan aksial
Efek Mekanis : buckling ligamentum flavum, Peningkatan Efek Mekanis : buckling ligamentum
ligamentum longitudinal posterior, dan discus ke flavum, ligamentum longitudinal posterior, dan
arah canalis spinalis, kongesti vena, penurunan discus ke arah canalis spinalis, kongesti vena,
axoplasmic flow, penurunan tekanan arteri penurunan axoplasmic flow, penurunan tekanan arteri
commit to user
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pada populasi lanjut usia terjadi proses degenerasi vertebra lumbal akibat
perubahan mekanis, sedangkan iskemia kronis, edema sel – sel neuronal dan
belakang ekstensi. Pada posisi tersebut terjadi perberatan stenosis canalis lumbalis
yang sudah terjadi. Saat berjalan (posisi lumbal ekstensi) terjadi efek mekanis
flow, dan penurunan tekanan arteriole pembuluh darah yang mensuplai sel
IL-1B, IL-6, MMPs, ICAM dan VCAM) akan menimbulkan edema jaringan.
Akibat dari proses tersebut adalah terjadinya penyempitan pada lumbar dural
dan atau nyeri tungkai radikuler saat berjalan sehingga cenderung membungkuk
(lumbal fleksi) untuk mengurangi rasa nyeri. Seiring memberatnya stenosis akan
bertambah berat bila pasien menerima pembebanan sesuai sumbu aksial tubuh
(Gambar 2.16).
commit to user
33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
C. Hipotesis
1. Ada pengaruh uji provokasi terhadap onset nyeri pada pasien dengan
2. Ada pengaruh uji provokasi terhadap jarak berjalan pada pasien dengan
commit to user
34