MODUL 4 ”KONSTIPASI”
Kelompok 1
Tutor:
dr. Rina Nurbani, M. Biomed
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memeberikan rahmat dan
karunia-Nya pada kelompok kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan PBL modul 4
“KONSIPASI” sistem GASTRO ENTERO HEPATOLOGI (GEH) tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga serta pengikutnya
hingga akhir zaman. Amien ya robbal alamin.
Laporan ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas wajib yang dilakukan setelah
selesai membahas kasus PBL. Pembuatan laporan inipun bertujuan agar kita bisa mengetahui serta
memahami mekanisme serta aspek lain tentang sistem GASTRO ENTERO HEPATOLOGI
(GEH)
Terimakasih kami ucapkan pada tutor kami “dr. Rina Nurbani, M. Biomed“ yang telah
membantu kami dalam kelancaran pembuatan laporan ini. Terimakasih juga kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam mencari informasi, mengumpulkan data dan menyelesaikan
laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami pada khususnya dan bagi
pada pembaca pada umumnya.
Laporan kami masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangatlah kami harapkan untuk menambah kesempurnaan laporan
kami.
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO
Seorang laki-laki 35 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan sulit buang air besar yang
sudah berlangsung lebih dari satu tahun. BABnya keras dan selalu lebih dari 3 hari sekali. Ia juga
mengeluh setiap BAB tidak puas dan perutnya terasa sering kembung. Ia mengaku tidak
mempunyai masalah kesehatan lain dan kadang-kadang hanya minum obat bebas tanpa ada
perbaikan gejala.
1. Laki-laki 35 tahun
2. Sulit BAB sejak satu tahun lalu
3. BAB keras dan lebih dari 3 hari
4. BAB tidak puas dan Kembung
5. Minum obat bebas tanpa perbaikan gejala
MIND MAP
PERTANYAAN – PERTANYAAN
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi konstipasi dan opstipasi
Konstipasi adalah evakuasi feses yang jarang atau sulit. (Dorland, 2012)
Konstipasi didefinisikan sebagai keadaan kesulitan waktu defekasi dengan kotoran yangn
keras dan kering serta frekuensi buang air besar yang kurang dari 3 kali dalam seminggu.
Berdasarkan Kriteria Diagnostik Roma III, konstipasi ditegakkan jika terdapat dua atau
lebih manifestasi klinik di bawah ini dalam waktu sekurang-kurangnya 12 minggu (tidak harus
konsekutif) dalam kurun waktu 1 tahun:
1. Anamnesis
Keluhan Utama: Ada apa?Ada yang bisa saya bantu? Sejak kapan?. Disini kita dapat
mengetahui bahwa pasien ini mengalami konstipasi. Tapi kita belum mengetahui apakah
kriteria konstipasi ini dan penyebabnya.
Riwayat Penyakit Sekarang: biasanya seminggu BAB berapa sekali atau sehari berapa
sekali? Seberapa lama proses mengedan berlangsung? Waktu BAB terakhir tinjanya
bentuknya seperti apa, apa seperti kotoran kambing? Lunak atau keras? Tinjanya ada
darahnya tidak
Keluhan Tambahan: Apa disertai dengan nyeri perut?, nyeri pada anus saat defekasi?
Ada mual muntah?
Riwayat Penyakit Dahulu: Apa dulu pernah merasakan keluhan seperti ini juga? Pernah
melakukan operasi di perut? Apa pernah kejang?
Riwayat Pengobatan: udah berobat belum atau minum obat sebelum ke sini? Apa
pernah minum obat antaside, analgesik?
Riwayat Psikososial: Kebiasaan sebelum makan cuci tangan atau tidak? Terus suka
makan sayur atau tidak? Buah-buahan sering makan tidak? Kalau mau BAB itu sering
ditahan-tahan tidak sampe tidak mau lagi BAB? Jarang tidak menggunting kukunya?
Riwayat Alergi: pernah tidak kalau setelah minum obat gatal-gatal kemerahan (alergi)?
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat dan hati-hati harus dapat mengevaluasi tanda-tanda
vitaldan status nutrisi.
Tanda-tanda vital: Suhu, nadi, pernapasan.
Status Nutrisi: berat badan dan tinggi badan
Inspeksi:
- Skelera iktrik/tidak
- Bibir pucat atau tidak
- Lidah kuning atau tidak
- Kulit tubuh kuning atau tidak?
- Terdapat edema tidak diseluruh ekstremitas?
- Inspeksi abdomen perlihatkan benttuknya datar/ cekung/ skafoid
- Adabekas operasi tidak?
- Distensi abdomen atau tidak? Distensi abdomen sering ditemukan pada anak
dengan obstruksi usus, konstipasi, ileus, atau asites.
- Adakah pembesaran hati? Lihat dari samping abdomen dan lihatlah dari arah
kaki tempat tidur untuk melihat adakah asimetris yang dihubungkan dengan
massa lokal, seperti pembesaran hati atau kandung kemih.
Palpasi:
Auskultasi:
Perkusi:
Inspeksi anus:
Colok Dubur:
- Nilai kedutan anus. Jika hilang kedutan anus maka konstipasi organik
- Ada tidak impaksi feses.
- Ampula rekti kososng padahal teraba massa tinja pada palpasi abdomen ini
pada konstipasi organik
- Tinja menyemprot bila telunjuk dicabut pada pemeriksaan colok dubur.
ILEUS PARALITIK
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal/tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit
primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan
dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus.
Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan ini
biasanya hanya berlangsung antara 24-74 jam. Beratnya ileus paralitik pascaoperasi bergantung
pada lamanya operasi/narkosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak dengan
udara luar. Pencemaran peritoneum oleh asam lambung, isi kolon, enzim pankreas, darah dan urin
akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan retroperitoneal seperti hematoma retroperitoneal,
terlebih lahi bila disertai fraktur vertebra sering menimbulkan ileus paralitik yang berat. Demikian
pula kelainan pada rongga dada seperti penumonia paru bagian bawah, epiema, dan infark miokard
dapatdisertai paralisis usus. Gangguan elektrolit terutama hipokalemia merupakan penyebab yang
cukup sering.
Penyakit / keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan seperti yang
tercantum di bawah ini :
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal distention), anoreksia,
mual, mual, dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak ada. Kelihan perut kembung
pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien
ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang
paroksismal..
Pada pemeriksaan fisis didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan
bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien
hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal
(nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis
yang ditemukan adalah gambaran peritonitis.
Pemeriksaan Penunjang
Khususnya untuk ileus paralitik, pemeriksaan laboratorium memainkan peran yang sangat
penting, dikarenakan banyak gangguan metabolik dan elektrolit yang umumnya dapat
menyebaban ileus paralitik.
Beberapa prosedur laboratorium yang perlu dilakukan pada kasus ileus paralitik:
Pemeriksaan darah lengkap : Hb, Ht, eritrosit, lekosit, hitung jenis, untuk mengidentifikasi
adanya infeksi/inflamasi
Evaluasi kadar elektrolit serum: K, Ca, Mg, untuk mengidentifikasi ketidakseimangan
elektrolit
Kimia darah :
o Pemeriksaan fungsi ginjal: urea-nitrogen darah dan kreatinin
o Fungsi pankreas dan hepatobilier : gula darah, bilirubin, SGOT dan SGPT,
kolesterol, trigliserida, amilase dan lipase.
Pemeriksaan radiologis
Penting untuk melakukan pemeriksaan x-ray untuk mendeteksi pneumonia dan adanya
udara bebas pada ruang subdiafragmatik (karena perforasi traktus gastrointestinal). Pemeriksaan
radiologi abdomen tanpa kontras dalam 3 posisi (tegak, telentang dan lateral) sangat penting untuk
membangun diagnosis klinis ileus paralitik.
Pada keadaan normal, umumnya tidak ditemukan gas pada usus, dan hanya terdapat sedikit
gelembung udara ditemukan pada feses di kolon.
Pada kasus ileus paralitik, terdapat akumulasi penyebaran udara yang merata pada
lambung, usus, dan kolon, dan
Ditemukan gambaran herring bone yang sebenarnya adalah kolon haustra, divisualisasikan
karena distensi berlebihan oleh udara.
Pemeriksaan abdommen menggunakan kontras barium kadan diperlukan, jika tidak bisa
membedakan ileus paralitik ata pseudo-obsttruksi kolon akut dengan obstruksi mekanik pada
kolon dengan pecitraan polos abdomen .dengan menggunakan agaen kontras, dapat diidentifikasi
penyempitan lumen dan area obstruksi pada kasus obstruksi usus mekanik.
Elektrokardiografi
Pengelolaan
Intinya, pengelolaan ileus paralitik secara langsung bertujuan untuk mengatasi etiologi,
tanpa perlu pembedahan. Hingga sekarang, belum ditemukan obat / farmakoterapi yang telah
terbukti bermanfaat untuk mengembalikan motilitas kolon atau usus pada pasien dengan ileus
paralitik.
Tatalaksana umum
o Informasi dan edukasi mengenai penyakit pasien dan tatalaksananya kepada pasien
dan keluarga sangat penting, karena keberhasilan terapi sangat bergantung pada
tingkat kerjasama pasien, seperti puasa, perlunya memasang pipa nasogastrik,
pemeriksaan selanjutnya dan obat yang perlu dikonsumsi
o Bed rest
o Puasa
o Pantau kondisi umum dan tanda vital (kesadaran, tekanan darah, denyut nadi,
temperatur, dan laju pernapasan) secara intermiten setiap 6-8 jam untuk 24-48 jam
pertama.
o Memasangkan IV dan berikan kristaloid (0,9% NaCl atau ringer laktat) untuk
darurat. Sesuaikan volume dan kecepatan pemberian dengan kondisi pasien.
o Lakukan pemeriksaan laboratorium selanjutnya: pemeriksaan darah perifer
lengkap,ureum dan kreatinin, gula darah, serum elektrolit, analisis gas darah
o Memasang kateter urin untuk memeriksa output urin 24 jam
o Pantau ECG untuk mengidentifikasi hipokalemia
o Mengevaluasi temuan laboratorium (pemeriksaan darah perifer lengkap,ureum dan
kreatinin, gula darah, serum elektrolit, analisis gas darah) setiap 6-8 jam untuk 24-
48 jam pertama.
Koreksi cairan, elektrolit, dan ketidakseimbangan asam-basa
Dekompresi abdominal
Nutrisi parenteral umum
Prognosis
Beberapa kondisi dapat menyebabkan masalah pada manajemen ileus paralitik, seperti
syok hipovolemik, septicemia, bahkan syok sepsis dan malnutrisi. Namun, umumnya prognosis
ileus paralitik memuaskan, meskipun terkadang etiologi tidak dapat ditemukan. Dengan terapi
suportif, ileus paralitik dapat mereda secara spontan. Prognosis ileus paralitik baik bila penyakit
primernya dapat diatasi. Lamaya perawatan tergantung penyebab ileus paralitik :
Murray, Robert K. et. Al, 2003, Biokimia Harper , edisi 25, EGC, Jakarta
Mayes, Peter A. et. Al, 1987, Biokimia Harper (Harper’s Review of Biochemistry), edisi
20, EGC, Jakarta
Setiati, siti.2014.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi VI jilid I Bab10 hal.776.
Jakarta: DIAGNOSIS BANDING19Diagnosis banding dari kanker kolorektal
adalah:Irritable bowel syndrome (IBS)Kolitis ulseratifInterna Publishing
Sutanto, inge.2014. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran edisi VI hal. 8. Jakarta : BPFKUI
Douglas Graham. 2014. Macleod Pemeriksaan Klinis. Singapore:Elsevier
Bickley S Lynn. 2013. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik& Riwayat Klinis Ed 8. Jakarta: EGC
Brown. 1983. Dasar Parasitologi. Karta; Gramedia
Bennett, John E., et al. 2010. Mandell, Douglas, Bennett’s Principles and Practice of
Infectious Disease, 7thEd Vol. 2. Philadelphia: Elsevier
Juffrie Mohammad, et al. 2012. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI
Nadisastra, Djaenudin, et al. 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh
yang Diserang. Jakarta: EGC
Soedarto. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto
Farmakologi FK UI
Buku Ajar Gastroenterologi Edisi 1, 2011
Buku Ajar Ilmu Gizi
Guyton dan Hall. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Singapura : Elsevier.