Patofisiologi Gangguan Panik
Patofisiologi Gangguan Panik
Faktor Biologis
Gejala gangguan panik terkait dengan suatu kisaran abnormalitas biologis dalam struktur dan
fungsi otak. Beberapa studi menghasilkan hipotesis yang melibatkan disregulasi sistem saraf
perifer dan pusat dalam patofisiogi gangguan panik. Terjadi peningkatan tonus simpatik,
beradaptasi lambat terhadap stimulus berulang, dan berespons berlebihan terhadap stimulus
sedang.
Sistem neurotransmitter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan asam gamma-
aminobutirat (GABA).
Faktor Genetik
Data saat ini mendukung kesimpulan bahwa gangguan ini memiliki komponen genetik yang
khas. Berbagai studi menemukan peningkatan resiko empat hingga delapan kali untuk
gangguan panik di antara kerabat derajat pertama pasien dengan gangguan panik
dibandingkan dengan kerabat derajat pertama pasien psikiatri lain. Studi kembar yang telah
dilakukan umumnya melaporkan bahwa kedua kembar monozigot lebih mudah terkena
serangan bersamaan daripada kembar dizigot.
Faktor Psikososial
Teori perilaku kognitif menyatakan bahwa ansietas adalah respons yang dipelajari baik dari
menirukan perilaku orang tua maupun melalui proses pembelajaran klasik. Di dalam metode
pembelajaran klasik pada gangguan panik dan agorafobia, stimulus berbahaya yang timbul
bersama stimulus netral dapat mengakibatkan penghindaran stimulus netral. Teori perilaku
lain menyetakan hubungan antara sensasi gejala somatik ringan (seperti palpitasi) dan
timbulnya serangan panik.
Teori psikoanalitik mengonseptualisasi serangan panik sebagai serangan yang timbul dari
pertahanan yang tidak berhasil terhadap impuls yang mencetuskan ansietas. Hal yang
sebelumnya merupakan sinyal ansietas ringan menjadi perasaan antisipasi cemas yang
berlebihan, lengkap dengan gejala somatik.