Anda di halaman 1dari 19

AKSI PUASA PEMBANGUNAN 2020

KEUSKUPAN LARANTUKA

Tema Umum: MEMBELA HAK ASASI MANUSIA TANGGUNG JAWAB KITA


Tujuan: SUPAYA KITA MENYADARI BAHWA MEMBELA HAK ASASI
MANUSIA ADALAH TANGGUNG JAWAB KITA

MINGGU I
Tema: REALITAS PEMBELAAN HAK ASASI MANUSIA DI WILAYAH KITA.
Tujuan: Supaya kita menyadari realitas pembelaan Hak Asasi Manusia di
wilayah kita.
Pokok Pikiran:
1. Konsep Hak Asasi Manusia (HAM): HAM melekat pada diri manusia
(indvidu dan sosial) sebagai anugerah dari Tuhan.
2. Pelanggaran-pelanggaran HAM (penyerobotan tanah, human trafficking,
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pemerkosaan, pelecehan
seksual, pembunuhan, aborsi, pengrusakan lingkungan, upah rendah,
tenaga kerja yang diberhentikan tanpa pesangon).
3. Pembelaan terhadap pelanggaran HAM
4. Pembiaran terhadap masalah pelanggaran HAM.

Kitab Suci: 1 Raj. 21:1-19: “Kebun Anggur Nabot yang Diserobot”


1. Pengantar:
Kisah tentang kebun anggur Nabot yang diserobot (1Raj 21:1-19)
terletak dalam bagian ketiga dari Kitab Pertama Raja-raja yang memuat
kisah para nabi (17:1-22:54). Pada bagian ini terdapat sejumlah legenda
kuno tentang para nabi dan murid-muridnya. Kisah-kisah itu sengaja
disisipkan ke dalam masa pemerintahan Raja Ahab di Israel dan secara
langsung pula ke dalam masa pemerintahan Raja Yosafat di Yehuda
untuk menunjukkan kewibawaan nabi yang jauh lebih tinggi daripada
raja-raja duniawi. Karena nabi adalah penyambung lidah Allah. Sabda
yang disampaikan Tuhan lewat para nabi akan terpenuhi. Maka seorang
nabi lebih berkuasa daripada seorang raja.
Dalam bagian (1Raj 17:1-22:54) ini, Sabda Allah yang disampaikan
Nabi Elia adalah sebuah janji perlindungan akan: makanan, minuman
dan tempat tinggal yang nyaman bagi orang-orang benar. Sabda Allah
melalui Nabi Elia itu secara tersirat terungkap kekuatan Allah yang
menjatuhkan hukuman atas dosa dan pelanggaran Ahab. Perikop 1Raj
21:1-19 menceritakan bagaimana Ahab dan Izebel memperoleh kebun
anggur Nabot, setelah menyuap para saksi palsu untuk mendakwa
Nabot melawan Allah dan raja. Nabot dihukum secara tidak adil dan

1
dilempari dengan batu sampai mati. Dengan itu secara otomatis segala
warisan Nabot disita raja.

2. Ulasan
a. Nabot dan kebun anggur warisannya.
Prinsip Nabot orang Yizreel untuk tidak rela menjual ataupun
menukarkan kebun anggurnya dengan kebun anggur yang lain, lebih
karena merasa hormat atas warisan (milik pusaka) ayahnya daripada
untuk kesejahteraan dirinya sendiri. Kata warisan (milik pusaka)
dalam Perjanjian Lama (PL) diterjemahkan dari kata Ibrani nakhal.
Kata nakhal ini sering digunakan dalam Kitab Bilangan dan Ulangan,
yang mengacu pada tanah perjanjian yang ditetapkan bagi tiap
keluarga. Sedangkan dalam Kej 31:14 warisan mengacu kepada
bagian dari milik keluarga yang diwariskan kepada seseorang.1
Menurut PL, milik pusaka atau warisan adalah milik seluruh
keluarga, bukan perorangan, karena itu ada hukum warisan yang
mutlak. Putera sulung memperoleh bagian dua kali lipat dari anak
yang lain. Apabila seorang suami meninggal dan tidak memunyai
putera, maka milik pusakanya berpindah kepada puterinya setelah
punterinya menikah dalam lingkungan suku ayahnya; apabila tidak
memunyai puteri, maka milik pusakanya diberikan kepada abang
atau adik laki-lakinya; apabila tidak memunyai abang-adik laki-laki
maka warisannya diberikan kepada abang-adik laki-laki dari
bapaknya (saudara sepupu); dan apabila bapaknya tidak memunyai
abang-adik maka warisannya diberikan kepada kerabat terdekatnya.2
Berdasarkan hukum warisan inilah Nabot tidak rela menjual atau
menukarkan warisan kebun anggur ayahnya kepada Raja Ahab,
karena menjual atau menukarkan warisan (milik pusaka) keluarga
adalah haram dan mendatangkan petaka.

b. Ahab merampas kebun anggur Nabot


Prinsip Nabot dalam mempertahankan dan menjaga hak atas
warisan (milik pusaka) keluarga adalah sebuah tindakan suci dan
mulia: “Kiranya Tuhan menghindari aku daripada memberikan milik
pusaka nenek moyangku kepadamu” (1Raj 21:3). Kalimat “Kiranya
Tuhan menghindari aku” sesungguhnya mengungkapkan keyakinan
Nabot bahwa membela dan mempertahankan hak atas warisan agar
jangan jatuh ke tangan Ahab adalah tindakan suci dan mulia, karena
sejalan dengan maksud dan kehendak Allah. Dengan itu ia yakin
mendapat berkat Allah.

1 Lembaga Alkitab Indonesia, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 2 (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2013), p. 84.
2 Ibid., Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, p. 85.

2
Keteguhan Nabot dalam mempertahankan warisan kebun anggur
ayahnya membuat Ahab kesal hati dan gusar. Gejolak hati Ahab
semakin dipertajam oleh isterinya Izebel, puteri dari Etbaal, raja-
imam Tirus-Sidon. Wataknya keras dan bersifat menguasai; menuruti
kehendaknya sendiri dan bersifat memaksa. Dia penyembah fanatik
dewa Melkart, yaitu Baal orang Tirus. Ia bersikeras menuntut hak
ilahi dewanya, paling tidak sama dengan hak Yahweh, Allah Israel.
Inilah yang menimbulkan pertentangan sengit dan terbuka antara dia
dengan Nabi Elia.3 Dengan cerdik dan taktik busuknya, Izebel
menulis surat atas nama raja dan memeteraikannya dengan meterai
raja. Artinya ia merampas hak Ahab, raja Israel untuk memuluskan
rencana pembunuhan atas Nabot untuk merampas kebun anggurnya.
Tindakan Izebel ini mencederai kewibaan Ahab sebagai raja dan
gembala Israel. Kegagalan Ahab untuk melaksanakan hukum dan
keadilan yang benar diperlihatkan dalam perkara Nabot. Ahab
membenarkan keterangan para saksi palsu, bahwa Nabot telah
mengutuk Allah dan raja Israel. Nabot dinyatakan bersalah dan
dengan ini Izebel secara sah memerintahkan untuk membunuh
Nabot. Kematian Nabot atas dakwaan “telah mengutuk” Allah dan
raja Israel, menjadi alasan yang secara sah dan meyakinkan bagi
Ahab untuk merampas kebun anggurnya. Sebuah konspirasi
kejahatan yang masif, terstruktur dan sistematis yang dirancang
Izebel dan atas pembiaran Ahab, raja Israel telah membawa akibat
fatal menghilangkan nyawa Nabot dan merampas kebun anggurnya.

c. Elia menyampaikan tindakan pembelaan Allah atas Nabot terhadap


Ahab
Ahab dalam skenario konspirasi kejahatan Izebel atas Nabot,
seakan membiarkan semua terjadi. Dengan sikap ini ia diam-diam
mendukung kerja keras Izebel sambil berharap memperoleh
keuntungan besar: Nabot mati dirajam dan kebun anggurnya
dirampas. Sikap Ahab ini akhirnya mempertemukan dia dengan Nabi
Elia. Elia menegur Ahab dengan menunjukkan pembalasan atas
kejahatan dan dosanya yang telah dilakukannya terhadap Nabot.
Bahwa pembunuhan dan pengrampasan hak-hak Nabot tidak akan
dibiarkan lolos. Di sini kita melihat bahwa kejahatan Ahab tidak lebih
jelek dari kejahatan Daud yang menyuruh membunuh Uria agar ia
mendapatkan isterinya, Batsyeba (2Sam 12). Maka sama seperti
Natan menemui raja Daud, demikian pun Elia menemuai raja Ahab.

3Lembaga Alkitan Indonesia, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 1 (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2013), p. 466.

3
Elia menyampaikan hukuman Allah atas Ahab: “Engkau telah
membunuh dan merampas juga! Di tempat anjing telah menjilat darah
Nabot di situ juga anjing akan menjilat darahmu” (1Raj 21:19). Bahwa
tubuh Ahab akan terbaring di tempat ia melakukan dosa, juga
kejahatan Izebel pun akan hancur. Itulah hukuman Allah, bahwa
upah dari kejahatan dan dosa adalah maut.

3. Amanat
Pelanggaran HAM adalah realita kemanusiaan yang telah ada sejak
awal manusia, kini dan akan terus terjadi selagi masih ada manusia.
Keserakahan manusialah yang menjadi biang kerok segala pelanggaran
atas HAM. Kisah kebun anggur Nabot yang diserobat Ahab adalah salah
satu bukti sejarah kejahatan atas HAM yang pernah terjadi.
Keinginan kuat Ahab untuk memiliki kebun anggur Nabot, terbentur
prinsip Nabot orang Yizreel itu yang tidak akan rela menjual ataupun
menukarkan kebun anggurnya dengan kebun anggur yang lain, karena
merasa hormat atas warisan (milik pusaka) ayahnya. Bagi Nabot
mempertahankan, membela dan menjaga hak atas warisan (milik
pusaka) keluarga adalah sebuah tindakan suci dan mulia karena
sejalan dengan maksud dan kehendak Allah. Dengan itu diyakini akan
mendapat berkat Allah dan restu dari nenek moyangnya. Sebuah
skenario konspirasi kejahatan yang masif, terstruktur dan sistematis
pun dirancang Izebel dan atas pembiaran Ahab, raja Israel akhirnya
berbuah fatal, menghilangkan nyawa Nabot dan kebun anggurnya pun
dirampas. Namun Tuhan tak pernah menutup mata terhadap kejahatan
Izebel dan Ahab. Lewat Nabi Elia, Tuhan menyampaikan hukuman-Nya
atas Ahab. Bahwa tubuh Ahab akan terbaring di tempat ia melakukan
dosa, juga kejahatan Izebel pun akan hancur. Itulah hukuman Allah,
bahwa upah dari kejahatan dan dosa adalah maut.
Kasus-kasus pelanggaran HAM pun marak terjadi di wilayah kita,
seperti: penyerobotan tanah, human trafficking, KDRT, pemerkosaan,
pelecehan seksual, pembunuhan, abortus, pengrusakan lingkungan,
upah rendah, tenaga kerja yang diberhentikan tanpa pesangon dan
masih ada segudang kejahatan yang tertimbun. Pelbagai tindakan
pembelaan pun telah digalakkan, namun sayang masih kurang greget
dan hampir selalu tidak tuntas. Lantaran karena kita takut dan tak
mau repot dengan persoalan orang lain atau karena kita berjuang
sendiri-sendiri. Maka kini saatnya, mari kita satukan hati dan tekad
bersama dalam komitment perjuangan: jangan rampas hak kami!

4
MINGGU II
Tema: IDEALISME PEMBELAAN HAK ASASI MANUSIA.
Tujuan: Supaya kita menyadari tentang idealisme pembelaan Hak Asasi
Manusia

Pokok Pikiran: (dasar dan bentuk)


1. Konsep-konsep tentang pembelaan HAM (menurut Kitab Suci,
Universal Declaration of Human Right, Dokumen Gereja, UU tentang
HAM), kearifan-kearifan lokal.
2. Bentuk-bentuk pembelaan HAM (menghormati, melindungi,
memenuhi).

Kitab Suci: Luk 1:46-56: Nyanyian Pujian Maria


1. Pengantar
Madah pujian Maria terletak dalam bagian pertama Injil Lukas 1:5-
2:52 yang memuat kisah mengenai perkandungan, kelahiran dan masa
kanak-kanak Yesus yang merupakan salah satu karya Lukas yang
paling indah. Kisah-kisah ini berfungsi sebagai prolog yang memuat
tema-tema yang akan dibahas Lukas dalam bagian pokok tulisannya.
Kisah masa kanak-kanak Yesus berkembang dalam makna hidup,
kematian dan kebangkitan-Nya yang bergema dalam iman pembaca.
Kidung Maria ini ditempatkan dalam kesatuan kisah mengenai
kunjungan Maria kepada Elisabet (Luk 1:39-56). Nyanyian pujian atau
kidung Maria ini secara tradisional disebut magnifikat, dari kata pertama
teks Latin. Kidung Maria selalu dilambungkan dalam ibadat sore
didahului dan disusul satu antifon.4 Kidung Maria ini ada kemiripan
dengan nyanyian pujian Hana, ibu Nabi Samuel, sesudah kelahiran
anaknya lewat campur tangan Allah (1Sam 1:1-10). Kedua kidung ini
memperlihatkan tindakan Allah yang mengangkat martabat manusia
dan menjunjung tinggi orang yang rendah. Kata Maria untuk konteks itu
artinya “belas kasih”.5

2. Ulasan
a. Kuasa kasih Allah sebagai dasar iman dan gerakan perjuangan Maria.
Magnificat Maria adalah ekspresi iman Maria berhubung dengan
kesaksian dan pengakuan Elisabet atas dirinya sebagai model dan
teladan orang beriman: “Sebab sesungguhnya ketika salammu sampai
kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjat kegirangan.
Dan berbahagialah ia yang telah percaya, sebab apa yang
dikatakannya dari Tuhan akan terlaksana” (Luk 1 :44-45). Dalam

4Ernest Maryanto, Kamus Liturgi Sederhana (Kanisius, Yogyakarta,2004), p. 100.


5Dianne Bergant dan Robert J. Karris, Tafsiran Alkitab Perjnjian Baru (Kanisius,
Yogyakarta, 2002), p.119.

5
madah ini Maria mengungkapkan kasih Allah yang telah
ditanggapinya dengan iman dan penyerahan diri sebagai hamba
Tuhan.
Madah pujian Maria ini sudah sejak awal dikenal luas dan menjadi
doa kesayangan umat Kristen. Orang-orang Kristiani mengungkapkan
keagungan Allah terletak pada keputusan-Nya untuk “menjadi kecil”
agar dapat mengangkat martabat manusia yang hina dina kepada
kemuliaan anak-anak Allah. Lewat madah ini, Maria mengungkapkan
tindakan kuasa kasih Allah bagi dirinya. Bahwa Allah telah
memerhatikan kerendahan hamba-Nya dengan melakukan
perbuatan-perbuatan besar bagi orang yang takut akan Allah. Inilah
alasan Maria memuji Allah.

b. Magnifikat Maria gambaran bentuk revolusi sosial Allah


Nyanyian pujian Maria menggambarkan sebuah revolusi sosial
yang sedang dikerjakan dalam dirinya dan kelak akan diwujudkan
Allah di bumi dalam diri Yesus Kristus. Nilai-nilai dunia yang
dibanggakan dan dikejar manusia seakan dirombak Allah. Allah
memperhatikan mereka yang tidak diperhitungkan masyarakat,
khususnya oleh para penguasa. Maria perempuan muda menjadi
tanda bahwa kelak akan terjadi suatu tindakan revolusi Allah luar
biasa terhadap dunia melalui Putera-Nya Yesus Kristus. Dalam diri
Yesus, Allah akan masuk ke dalam sejarah dan menjadikannya baru
sama sekali, sesuai dengan rencana-Nya sejak semula.
Tindakan revolusi Allah yang terkandung dalam magnifikat Maria
yang terdapat dalam ungkapan: “Ia memperlihatkan kuasa-Nya
dengan perbuatan tangan-Nya mencerai beraikan orang yang congkak
hatinya; menurunkan orang yang berkuasa dari takhtanya dan
meninggikan orang yang rendah; melimpahkan segala yang baik
kepada orang yang lapar dan mengusir orang kaya pergi dengan
tangan hampa” (Luk 1:51-53). Hal ini dapat disandingkan dengan
Sabda Bahagia dalam Luk 6:2-23. Maria menunjukkan keperkasaan
Allah yang terletak dalam peristiwa terkandungnya Putera Allah
dalam rahimnya. Peristiwa ini dipandang sebagai “keluaran baru”
yang diwujudkan Allah untuk menunjukkan bahwa Ia selalu berpihak
pada mereka yang tertindas, susah dan malang.6 Semuanya itu nyata
sempurna dalam hidup dan karya Yesus dan akan dilanjutkan oleh
para murid-Nya dan Gereja sepanjang masa.

6 Ibid., Tafsiran Injil Lukas, p. 64.

6
c. Tiga bulan lamanya Maria tinggal bersama Elisabet
Kidung Maria ini ditutup dengan sebuah pilihan sikap Maria
untuk tinggal bersama Elisabet kira-kita tiga bulan lamanya. Lukas
tidak memberi keterangan apakah Maria hadir pada saat Elisabet
melahirkan Yohanes Pembaptis. Hal ini hanya sebuah gaya penulisan
untuk memberikan perhatian utama hanya kepada Yesus. Karena
Yesus tidak sebanding dengan Yohanes.
Ungkapan “Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama
dengan Elisabet” tidak dalam maksud teologis, namun dipandang
perlu dalam konteks keberpihakan yang adalah sebuah pilihan yang
tepat. Tinggal bersama mengacu kepada keterlibatan yang sungguh
dan intens dalam tindakan keberpihakan yang tidak sebatas rasa
simpatik dengan duka dan kecemasan Elisabet, tetapi menunjukkan
rasa empati yang mendalam dari Maria. Keberpihakan tidak sebatas
pada kata-kata belas kasihan, tetapi harus nyata dalam tindakan dan
perbuatan kasih.

3. Amanat:
Dalam kidung ini Maria mengungkapkan kasih Allah yang telah
ditanggapinya dengan iman dan penyerahan diri sebagai hamba Tuhan.
Lewat madah ini, Maria mengungkapkan tindakan kuasa kasih Allah bagi
dirinya. Bahwa Allah telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya dengan
melakukan perbuatan-perbuatan besar bagi orang yang takut akan Allah.
Inilah alasan Maria memuji Allah.
Nyanyian pujian Maria menggambarkan sebuah revolusi sosial yang
sedang dikerjakan dalam dirinya dan kelak akan diwujudkan Allah di bumi
dalam diri Yesus Kristus. Nilai-nilai dunia yang dibanggakan dan dikejar
manusia seakan dirombak Allah. Allah memperhatikan mereka yang tidak
diperhitungkan masyarakat, khususnya oleh para penguasa. Maria
perempuan muda menjadi tanda bahwa kelak akan terjadi suatu tindakan
revolusi Allah yang luar biasa terhadap dunia melalui Putera-Nya Yesus
Kristus. Dalam diri Yesus, Allah akan masuk ke dalam sejarah dan
menjadikannya baru sama sekali, sesuai dengan rencana-Nya sejak semula.
Kidung Maria ini ditutup dengan sebuah pilihan sikap Maria untuk
tinggal bersama Elisabet kira-kita tiga bulan lamanya. Tinggal bersama
mengacu kepada keterlibatan yang sungguh dan intens dari tindakan
keberpihakan yang tidak sebatas rasa pada simpatik dengan duka dan
kecemasan Elisabet, tetapi lebih sebagai ungkapan rasa empati yang
mendalam dari Maria. Keberpihakan tidak sebatas pada kata-kata belas
kasihan, tetapi harus nyata dalam tindakan dan perbuatan kasih. Tinggal
bersama adalah model keberpihakan yang nyata dalam mengasihi dan
melindungi sampai tuntas.

7
Kini Bunda Maria menjadi model figur ideal bagi kita dalam opsi
membela orang kecil dan tertindas sampai tuntas. Opsi perjuangan kita ini
sejauh sebagai ekspresi revolusi sosial Allah, jika didasarkan atas iman,
harapan dan cinta kasih. Maka mari kita berjuang untuk menjadi agen-
agen pembaharu dan pejuang kemanusiaan atas dasar iman, harapan dan
cinta kasih seperti Bunda Maria.

8
MINGGU III
Tema: KITA DIPANGGIL UNTUK MEMBELA HAK ASASI MANUSIA.
Tujuan:
Supaya kita menyadari bahwa kita dipanggil untuk membela Hak Asasi
Manusia.
Pokok Pikiran:
1. Dasar panggilan (Kitab Suci, Sakramen Gereja, Dokumen Gereja)
2. Tanggung jawab kita membela Hak Asasi Manusia: pembelaaan HAM
secara tuntas (Bentuk-bentuk konkret pembelaan Hak Asasi Manusia)

Kitab Suci: Luk 10:25-37: Orang Samaria Yang Murah Hati.


1. Pengantar
Kisah perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati,
terdapat dalam bagian keempat Injil Lukas 9:51-19:44. Perumpamaan ini
berisikan kisah-kisah tentang perjalanan Yesus ke Yerusalem. Lukas
menampilkan Yesus yang mengambil arah perjalanan pastoral yang
menentukan, yakni ke Yerusalem untuk memenuhi misi keluaran-Nya (Luk
9:31) dan sekaligus sebagai perwujudan rencana keselamatan Bapa (Luk
9:51-18:14).
Pelbagai kisah, perumpamaan dan dialog yang tersusun rapi dalam
bagian ini mengarah pada keinginan Lukas untuk mencapai dua tujuan,
yakni memperkenalkan Yesus (Kristologi) sabda dan karya-Nya dan
memperkenalkan Gereja (eklesiologi) dalam diri mereka yang mengikuti
Yesus dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem.7 Maka kisah perumpamaan
tentang orang Samaria yang murah hati mesti dipaham dalam konteks
eklesiologi, yakni tuntutan panggilan kemuridan Yesus.

2. Ulasan
a. Kasih sebagai dasar panggilan kemuridan yang menghasilkan hidup
yang kekal.
Untuk memahami gagasan eklesiologis Lukas dalam kisah ini,
yakni tuntutan panggilan kemuridan Yesus yang menghasilkan hidup
yang kekal, maka kisah perumpamaan tentang orang Samaria yang
murah hati ini harus dibaca dalam kesatuan dengan kisah
berikutnya, yakni tentang Maria dan Marta. Dengan ini kita
mendapat suatu gambaran lengkap mengenai panggilan kemuridan
atas dasar kasih kepada Tuhan Yesus (doa dan kontemplatif) dan
kasih kepada sesama (pelayanan aktif). Keduanya bisa dibedakan
namun tidak bisa dipisahkan. Sebagai jalan untuk memperoleh hidup
yang kekal, tidak ada yang lain, selain kasih kepada Allah dan kasih
kepada sesama. Gagasan ini dikutip dari doa orang Ibrani, Shema

7 Ibid., Tafsiran Injil Lukas, p. 263.

9
Israel (Ul 6:4-5; Im 19:18). Kasih kepada Allah yang ditekankan dalam
Shema Israel, tidak lain adalah ketaatan mutlak kepada Allah. Kasih
yang diberikan Israel terhadap Allah adalah meliputi segalanya.8
Mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa, dengan
segenap kekuatan dan dengan segenap akal budi dan mengasihi
sesama seperti dirimu sendiri.
Bagi Lukas, mengasihi Allah tidak bisa dilepaspisahkan dari
mengasihi sesama. Sesama menurut paham Yahudi ialah warga
sebangsa dan orang asing yang menetap di negeri Yahudi. Sedangkan
semua orang lain di luar lingkup ini, tidak saja disebut orang asing
malainkan kafir.9 Maka selain orang Yahudi dan orang asing yang
tinggal di negeri Yahudi tidak mungkin disebut sesama, melainkan
orang asing dan kafir, malahan dianggap musuh. Dengan kisah
perumpamaan orang Samaria yang murah hati ini, Yesus membuka
cakrawala baru tentang gagasan “sesama” yang bersifat universal;
tanpa tersekat oleh suku, ras, golongan, agama dan bahasa. Semua
orang dikasihi sebagai pribadi yang berharga, entah dia itu
membahagiakan dan menyenangkan saya atau tidak. Jika sesama
dikasihi karena menyenangkan saja, maka sesungguhnya bukanlah
dikasihi melainkan dimanfaatkan atau dipakai demi kesenangan diri
sendiri. Mengasihi seseorang tanpa mendatangkan keuntungan apa
pun bagi dirinya sendiri adalah kasih sejati; mengasihi sampai tuntas
dan menghasilkan hidup yang kekal.

b. Kasih harus nyata.


Lewat kisah perumpamaan ini, Yesus membuka cakrawala
ahlih Taurat yang sempit mengenai arti sesama. Ada seorang pejalan
tanpa nama yang turun dari Yerusalem ke Yeriko. Ia jatuh ke ke
tangan penyamun-penyamun, yang bukan saja merampoknya habis-
habisan, tetapi juga memukulnya dan sesudah itu meninggalkannya
setangah mati. Kemudian ada seorang imam turun melewati jalan itu,
yang mungkin saja baru selesai bertugas di Bait Allah, ia melihat
orang itu dan melewati dari seberang jalan. Kemudian datang lagi
seorang Lewi dan berbuat yang sama. Dua tokoh religius, pelayan
ibadat suci di Bait Allah, dalam kisah ini disebut sebagai sarana
kontras yang tajam dengan seorang Samaria, yang dianggap asing
dan kafir tetapi yang justru mengasihi dan menunjukkan belas
kasihnya terhadap orang malang itu.
Tindakan belas kasih seorang Samaria dalam kisah
perumpamaan ini sungguh ironis. Walaupun dianggap kafir dan

8 Ibid., Tafsiran Alkitab Perjanjian Lama, p. 205.


9 Ibid., Tafsiran Injil Lukas, p. 298.

10
dimusuhi orang Yahudi, namun orang Samarialah yang
membuktikan diri sebagai sesama dari orang yang malang itu. Ia
malahan lebih memahami kehendak Allah daripada para wakil resmi
agama Yahudi, imam dan Lewi. Kasih yang diungkapan orang
Samaria terhadap orang malang itu dengan sederet tindakan nyata: ia
pergi menyeberang dan membalut luka-lukanya; menyiramnya
dengan minyak dan anggur; menaikkan orang itu ke atas keledai
tunggangannya sendiri; lalu membawanya ke tempat penginapan dan
merawatnya. Ia pun mambayar ongkos penginapan si malang itu.
Kasih itu tidak hanya sebatas kata tapi aksi; bukan pula konsep
indah tapi tindakan nyata. Maka marilah kita mengasihi bukan
dengan kata-kata tetapi dengan perbuatan-perbuatan baik yang
nyata.
3. Amanat
Lewat kisah perumpamaan orang Samaria yang murah hati ini, Lukas
mau menyampaikan gagasan eklesiologisnya perihal tuntutan panggilan
kemuridan Yesus, yakni mengasihi Allah di atas segalanya dan mengasihi
sesama seperti diri sendiri yang adalah jalan yang menghasilkan hidup
yang kekal. Untuk maksud itu, maka kisah ini harus dibaca dalam
kesatuan dengan kisah berikutnya, yakni tentang Maria dan Marta. Dengan
ini kita mendapat suatu gambaran lengkap mengenai panggilan kemuridan
atas dasar kasih kepada Tuhan Yesus (doa dan kontemplatif) dan kasih
kepada sesama (pelayanan aktif). Keduanya bisa dibedakan namun tidak
bisa dipisahkan: mengasihi Dia dengan segenap hati, dengan segenap jiwa,
dengan segenap kekuatan dan dengan segenap akal budi; dan mengasihi
sesama seperti dirimu sendiri adalah kasih sejati, mengasihi sampai tuntas
menghasilkan kehidupan kekal.
Tindakan belas kasih orang Samaria dalam kisah perumpamaan ini
sungguh ironis. Walaupun dianggap kafir dan dimusuhi orang Yahudi,
namun dialah yang membuktikan diri sebagai sesama dari orang yang
malang itu. Ia malahan lebih memahami kehendak Allah dari pada imam
dan Lewi, para wakil resmi agama Yahudi, kaum religius, pelayan ibadat
suci di Bait Allah. Ia menunjukkan belas kasihnya terhadap orang malang
itu dengan sederet tindakan nyata: ia pergi menyeberang dan membalut
luka-lukanya; menyiramnya dengan minyak dan anggur; menaikkan orang
itu ke atas keledai tungganganya sendiri; lalu membawanya ke tempat
penginapan dan merawatnya. Ia pun mambayar ongkos penginapan si
malang itu. Dengan ini menunjukkan kepada kita bahwa kasih itu tidak
hanya sebatas kata tapi aksi; bukan pula konsep indah tapi tindakan
nyata. Maka marilah kita saling mengasihi bukan dengan kata-kata tetapi
dengan perbuatan-perbuatan baik yang nyata.
Perumpamaan tidak mencantumkan nama. Semua kita adalah
“pejalan tanpa nama” dalam realitas pelanggaran dan pembelaan HAM. Kita

11
dipanggil untuk berani “menyeberang” jalan dengan segala konsekwensinya
hanya untuk menyelamatkan yang terluka, terpinggirkan, tertindas hak-
hak asasinya.

12
MINGGU IV
Tema: TANTANGAN DALAM MEMBELA HAK ASASI MANUSIA.
Tujuan: Supaya kita menyadari bahwa adanya tantangan dalam membela
Hak Asasi Manusia.
Pokok Pikiran:
1. Tantangan dari dalam (egoisme, benci, dendam, iri, serakah, rakus,
tamak, ketakutan, masa bodoh)
2. Tantangan dari luar (kapitalisme, kekuasaan: kebijakan-kebijakan
publik yang tidak adil, KKN, ancaman, adat istiadat yang
membelenggu)
3. Tobat pribadi dan tobat bersama

Kitab Suci: Yoh 8:1-11: Perempuan yang berzinah.


1. Pengantar;
Kisah tentang perempuan yang berzinah (Yoh 8:1-11) ini terdapat
dalam bagian episode IV tentang krisis identitas. Dalam bagian ini Yesus
memperlihatkan diri-Nya dan ditolak sebagai nabi, Kristus dan Putera
Tunggal Bapa oleh orang Yahudi. Pelbagai kisah yang ditampilkan Yohanes
dalam bagian ini untuk memperkenalkan dan menegaskan identitas Yesus
yang dipertanyakan orang banyak, siapakah Yesus?
Kisah seorang perempuan yang tertangkap basah sedang berbuat
zinah ini mengungkapkan belas kasih Allah terhadap orang berdosa; bukan
kematian yang dikehendaki Allah melainkan pertobatannya. Yesus menolak
untuk menghukum perempuan ini, sebagaiman lazimnya menurut hukum
agama Yahudi bukan kerena menganggapnya tidak berbuat dosa berat,
melainkan mengampuni dia. Dengan itu Yohanes menunjukkan kualitas
dan otoritas ilahi Yesus yang dapat mengampuni orang berdosa.
2. Ulasan
a) Zinah dan hukuman mati.
Di dalam PL perbuatan zinah adalah setiap jenis perbuatan
yang melanggar bidang seksual atau berlawanan dengan kesusilaan
perkawinan dan dihukum dengan keras (dirajam). Kitab Imamat 18:1-
30 menggariskan sederet aturan hukum kekudusan dengan tujuan
mengatur hidup bersama dalam kekudusan keluarga. Maka praktik-
praktik perceraian, pemerkosaan, sodomi, prostitusi dan perzinahan
yang dianggap halal dalam agama dan budaya tertentu diharamkan
dan dikutuk. Karena itu perzinahan dianggap pelanggaran berat dan
dihukum dengan keras, dirajam dengan batu.
Dalam PB kita temukan dua ungkapan penting tentang Zinah,
yakni Akatharsia dan pornea.10 Akatharsia mengacu kepada
kenajisan di bidang ibadat untuk menggambarkan kejatuhan susila

10 Herbert Haag, Kamus Alkitab (Ende: Nusa Indah, 1989), p. 513.

13
religius (Rom 1:24; 2Kor 12:21; Gal 5:19). Sedangkan pornea
mengarah kepada pelanggaran seksual (1Kor 6:13-18; Ef 5:3) dan
melanggar kesusilaan perkawinan (Mat 5:32; 1Kor 5:1). Zinah dalam
artian kedua, pornea dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran berat
dan berakibat pada hukuman mati, dirajam dengan batu.

b) Pengampunan versus hukuman mati


Vonis hukum terhadap kasus perzinahan adalah kategori
pelanggaran berat yang berdampak kematian. Kisah pelanggaran dan
solusi hukum perzinahan dalam Yohanes 8:1-11 ini adalah lazim
menurut hukum agama Yahudi: bila seorang perempuan yang
kedapatan berbuat zinah maka ia harus dilempari dengan batu
sampai mati. Ketika perkara ini dihadapkan kepada Yesus, Ia
menunjukkan sikap yang berbeda. Ia menunjukkan hormat besar
terhadap orang berdosa dan menolak menghukum perempuan itu.
Yesus justru menawarkan pengampunan sebagai solusi hukum baru
terhadap kasus perzinahan. Dengan itu Yesus menunjukkan cara
Allah untuk menobatkan orang-orang berdosa dan memulihkan
kembali martabat pendosa sebagai citra Allah: “Hai perempuan, di
manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?
Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah dan jangan berbuat dosa
lagi mulai dari sekarang (Yoh 8: 10-11).
Dengan tindakan ini, Yesus menunjukkan bahwa
pengampunan adalah solusi hukum yang jauh lebih ampuh untuk
melawan dosa dan kejahatan daripada sekadar menjalankan
hukuman mati terhadap para pendosa. Karena pengampunan
membawa daya pembebasan dari kuasa kejahatan dan membuka
kemungkinan bagi orang berdosa untuk menata kembali martabatnya
sebagai citra Allah.

c) Tobat jalan pulang kembali kepada kemurnian hati


Kisah perempuan yang berzinah ini, juga mengajarkan sikap
tobat sebagai jalan kembali kepada kemurnian hati: “Barangsiapa di
antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan
batu kepada perempuan itu” (Yoh 8:7). Kata-kata ini adalah sebuah
ajakan profetis bagi semua orang agar dengan jujur mengakui diri
sebagai pendosa dan tidak gegabah bertindak sebagai hakim yang
gampang menghukum pendosa. Dengan itu Yesus membuka kedok
kemunafikan para ahli Taurat dan kaum Farisi yang gampang rapi
membungkus borok dosa di balik jubah, atas nama Allah dan agama.
Maka setelah mendengar kata-kata Yesus: “Barangsiapa di
antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan
batu kepada perempuan itu”, pergilah mereka seorang demi seorang,

14
mulai dari yang tertua. Tindakan orang banyak ini sesungguhnya
membahasakan bahwa mereka semua tidak jauh berbeda dengan
perempuan berzinah itu. Opsi tobat adalah jalan pulang kembali
untuk menata kemurnian hati sebagai citra Allah (imago Dei). Tobat
adalah komitmen hati untuk mau hidup jujur dan benar di hadapan
Allah dan di depan sesama. Maka sekaranglah waktunya buat kita
untuk bertobat.

3. Amanat
Perbuatan zinah adalah setiap jenis perbuatan yang melanggar
bidang seksual atau berlawanan dengan kesusilaan perkawinan dan
dihukum dengan keras (dirajam). Kitab Imamat 18:1-30 menggariskan
sederet aturan hukum kekudusan dengan tujuan mengatur hidup bersama
dalam kekudusan keluarga. Maka praktik-praktik perceraian, pemerkosaan,
pencemaran darah, sodomi, prostitusi dan perzinahan yang dianggap halal
dalam agama dan budaya tertentu diharamkan dan dikutuk. Karena itu
perzinahan dianggap pelanggaran berat dan dihukum dengan keras,
dirajam dengan batu.
Kisah pelanggaran dan solusi hukum perzinahan dalam Yohanes 8:1-
11 ini adalah lazim menurut hukum agama Yahudi, yakni: bila seorang
perempuan yang kedapatan berbuat zinah maka ia harus dilempari dengan
batu sampai mati. Ketika perkara ini dihadapkan kepada Yesus, Ia
menunjukkan sikap yang berbeda. Ia menunjukkan hormat besar terhadap
orang berdosa dan menolak menghukum perempuan itu. Yesus justru
menawarkan pengampunan sebagai solusi hukum baru yang jauh lebih
ampuh daripada sekadar melaksanakan hukuman mati terhadap kasus
perzinahan. Dengan itu Ia menunjukkan cara Allah untuk menobatkan
orang-orang berdosa dan memulihkan kembali martabat pendosa sebagai
citra Allah.
Kisah perempuan yang berzinah ini, juga mengajarkan sikap tobat
sebagai jalan kembali kepada kemurnian hati: “Barangsiapa di antara kamu
tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada
perempuan itu” (Yoh 8:7). Kata-kata ini adalah sebuah ajakan profetis yang
tidak hanya disampaikan kepada khalayak ramai dalam kisah ini, tetapi
juga bagi kita semua sekarang dan di sini, agar dengan jujur mengakui diri
sebagai pendosa dan tidak gegabah bertindak sebagai hakim yang gampang
menghukum pendosa. Dengan ini juga, Yesus tidak hanya membuka kedok
kemunafikan para ahli Taurat dan kaum Farisi yang gampang rapi
membungkus borok dosa di balik jubah, atas nama Allah dan agama tetapi
juga membuka kedok dosa kita semua. Maka opsi tobat adalah jalan pulang
kembali untuk menata kemurnian hati sebagai citra Allah (imago Dei). Tobat
adalah komitmen hati untuk mau hidup jujur dan benar di hadapan Allah

15
dan di depan sesama. Maka sekaranglah waktunya buat kita untuk
bertobat.

16
MINGGU V
Tema: BERSAMA YESUS YANG BANGKIT KITA MEMBELA HAK ASASI
MANUSIA.
Tujuan: Supaya kita menyadari bahwa bersama Yesus yang bangkit kita
sanggup membela Hak Asasi Manusia.
Pokok Pikiran:
1. Spirit Kebangkitan Yesus
2. Pengalaman Paskah para murid Yesus: Menjadi Manusia Baru
(Manusia Paskah)
3. Perutusan Murid Yesus untuk menjadi saksi kebangkitan dengan
membela Hak Asasi Manusia.
4. Peristiwa Pentekosta yang memberikan keberanian membela Hak Asasi
Manusia

Kitab Suci: Kis 4:1-11: Petrus dan Yohanes di hadapan Mahkamah Agung.
1. Pengantar
Kisah Petrus dan Yohanes di hadapan Mahkamah Agama (Kis 4:1-11)
ini, terdapat dalam bagian pertama dari Kisah Para Rasul (1:12-8:3) yang
memuat kisah-kisah tentang kelahiran dan perkembangan Gereja di
Yerusalem berkat Roh Kudus. Bagian ini dibuka dengan catatan tentang
para Rasul Yesus (kelompok inti dua belas yang dibentuk Yesus) dan
pemilihan Matias untuk menggantikan posisi lowong yang ditinggalkan
Yudas Iskariot. Catatan ini sangat penting berhubung dengan peran para
Rasul sebagai soko guru iman dan saksi terpercaya serta dasar pewartaan
Gereja sepanjang zaman, mulai dari Yerusalem.
Meskipun kebanyakan dari para Rasul secara orang perorangan
kurang muncul dalam PB, namun sebagai anggota kelompok Dua Belas,
Yesus menjanjikan peran mereka untuk membangum kembali Israel yang
baru (Gereja) dan ikut memerintah dalam Kerejaan Allah (Luk 22:28-29).
Supaya tradisi Dua Belas ini dipertahankan maka posisi lowong yang
ditinggalkan Yudas Iskariot harus diisi kembali. Maka atas bantuan Roh
Kudus, Matias terpilih untuk mengisi posisi lowong Yudas Iskariot.

2. Ulasan
a. Para Rasul di hadapan pengadilan Yahudi memilih untuk taat kepada
Allah.
Pada bagian akhir Bab 3 melukiskan kotbah Petrus yang sangat
berkesan di hati rakyat, sementara itu pemimpin-pemimpin Yahudi
yang tergabung dalam majelis Mahkamah Agama Yahudi telah
berkumpul dan berunding karena merasa terancam dan berbahaya
besar. Kisah ini terutama memusatkan perhatian pada konflik antara
pemimpin agama yang lama (Mahkamah Agama) dan pemimpin
agama baru (para Rasul).

17
Dari peristiwa ini Lukas menunjukkan bahwa pemimpin
agama lama telah kehilangan hak mereka karena menolak Mesias
pemberian Allah. Mereka tidak taat kepada Allah dan lebih taat
kepada pendapat pribadi. Dengan itu Lukas menampilkan peran para
Rasul sebagai pemimpin umat Allah yang baru (Gereja) dalam nama
Mesias, Yesus yang telah memilih mereka. Petrus dan Yohanes
dihadapakan kepada Sanhedrin, Mahkamah Agama tertinggi Yahudi
dan merupakan badan yang memerintah bangsa Yahudi. Mereka
menantang kewibawan Petrus dan Yohanes sambil mempersoalkan
dengan kuasa manakah dan dalam nama siapakah mereka bertindak.
Sidang Sanhedrin heran akan keberanian Petrus dan Yohanes
yang secara langsung membongkar kebobrokan kepemimpinan
mereka. Petrus dan Yohanes dengan tegas menunjukkan opsi mereka
untuk lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia. Keberanian
inilah membuat para pemimpin Yahudi tak mampu membendung
para Rasul sebagai pewarta dan saksi terpercaya dalam
memberitakan Yesus yang bangkit.

b. Kebangkitan Yesus Kristus sebagai dasar karya pewartaan para Rasul


dan Gereja
Didorong oleh Roh Kudus, Petrus berbicara menurut janji
penyertaan Allah, yang sudah dijanjikan Yesus kepada semua orang
yang dipanggil untuk bersaksi tentang Dia. Dengan tidak takut tetapi
juga tidak angkuh, Petrus menunjukkan bahwa hanya kepada Nama
itu sajalah, yakni kepada kekuatan Kristus yang bangkitlah telah
merasuki hidup dan karya mereka. Petrus menunjukkan bahwa Allah
justru meninggikan Mesias yang menderita. Dialah yang menentukan
nasib umat manusia dan sikap manusia terhadap Yesuslah yang
akan menentukan nasibnya sendiri.
Meskipun para pemimpin Yahudi berusaha menghalangi para
Rasul menyebarkan berita mengenai Yesus, malah justru membuat
para Rasul semakin berani dan terbuka mewartakan Yesus yang
bangkit. Dalam persaingan kepemimpinan ini, Sanhedrin tidak dapat
menghentikan para Rasul, bahkan Lukas menunjukkan kekalahan
mereka terhadap para Rasul dalam kepemimpinan atas orang
banyak. Dengan ini pula mengisyaratkan bahwa kita semua dapat
menjadi saksi Kristus dan kebenaran jika kita mengandalkan
kekuatan Kristus yang bangkit. Karena jika kita hanya mengandalkan
kekuatan sendiri dan bukan kekuatan Kristus yang bangkit maka
kita akan kalah seperti nasib para pemimpin Yahudi.

3. Amanat

18
Kisah ini terutama memusatkan perhatian pada konflik atara
pemimpin agama yang lama (Mahkamah Agama) dan pemimpin agama baru
(para Rasul). Dari peristiwa ini Lukas menunjukkan bahwa pemimpin
agama lama telah kehilangan hak mereka karena menolak Mesias
pemberian Allah. Mereka tidak taat kepada Allah dan lebih taat kepada
pendapat pribadi. Dengan itu Lukas menampilkan para Rasul sebagai
pemimpin umat Allah yang baru (Gereja) dalam nama Mesias, Yesus yang
telah memilih mereka dengan kualitas pemimpin yang benar dan saksi
terpercaya akan kebangkitan Yesus.
Didorong oleh Roh Kudus, Petrus berbicara menurut janji penyertaan
Allah, yang sudah dijanjikan Yesus kepada semua orang yang dipanggil
untuk bersaksi tentang Dia. Dengan tidak takut tetapi juga tidak angkuh,
Petrus menunjukkan bahwa hanya kepada Nama itu sajalah, yakni kepada
kekuatan Kristus yang bangkitlah telah merasuki hidup dan karya mereka.
Ketaatan kepada kuasa Kristus yang bangkit menjadi dasar pewarta dan
saksi terpercaya. Kita semua berkat sakramen Baptis dan Krisma terikat
tugas untuk menjadi pewarta dan saksi terpilih. Mari kita bela mereka yang
kecil dan tertindas. Kita berani berkata: jangan rampas hak kami!

19

Anda mungkin juga menyukai