Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

BIOLOGI UMUM
BIOREGULASI DAN KEAMANAN HAYATI

Disusun oleh:

1. Dinda Amalia Lubis (4191151002)


2. Eginta Christopher Tarigan (4193151028)
3. Joyhertati Saragih (4193151027)
4. Nabila Amalia (4192451002)
5. Rida Hammanda (4192151004)

DOSEN PENGAMPU : SALWA REZEQI , S.Pd ,M.Pd

PRODI : PENDIDIKAN IPA DIK B 2019

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Medan

PEMBAHASAN
Keamanan Hayati
Keamanan Hayati (biosafety) adalah suatu disiplin dalam penanganan dan sistem kontainmen
terhadap mikroorganisme menular dan bahan biologi berbahaya.Keamanan hayati produk
rekayasa genetik merupakan keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan
produk rekayasa genetik, sedangkan keamanan lingkungan merupakan kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya risiko yang merugikan keanekaragaman
hayati sebagai akibat pemanfaatan produk rekayasa genetik. Seperti hal nya kebijaksanaan yang
sederhana menyatakan bahwa tidak ada spesies boleh dibiarkan punah jika manusia memiliki
kemampuan untuk menyelamatkannya.

PRODUK REKAYASA GENETIK


Produk Rekayasa Genetik(PRG) atau Genetically Modified Or- ganisms
(GMO)PRG yaitu suatu produkflora, fauna, dan mikroorganisme yang merupakan hasil
rekayasa genetik (bio-teknologi modern) dengan teknik penamba-han gen asing.
Dengan demikian, dapatdikaitkan dengan unsur-unsur atau aparatyang berwenang untuk
melakukanupaya pencegahan sebagai kesiapan dalam fungsi penangkalan terhadap pertahanan
negara Indonesia dengan prinsip kehati-hatian atasketergantungan keamanan hayati
PRG berbasis penggunaan teknologi modern

Pengesahan Peraturan PresidenRepublik Indonesia Nomor 39 Tahun 2010menjelaskan tentang


adanya pembentukkanlembaga non struktural yaitu Komis Keamanan Hayati Produk Rekayasa
Ge-netik (KKH-PRG) yang berada di bawahdan bertanggung jawab langsung kepadaPresiden.
KKH PRG dalam melaksanakantugas dan fungsi dibantu oleh perangkatBalai Kliring Keamanan
Hayati ProdukRekayasa Genetik (BKKH-PRG), TimTeknis Keamanan Hayati Produk
RekayasaGenetik (TTKH-PRG), dan Tim Hukum,Sosial, Budaya, dan Ekonomi
(HSBE)(Kementerian Lingkungan Hidup danKehutanan, 2014). Namun demikian, masihterjadi
permasalahan tentang PRG ber- pengaruh terhadap Negara Indonesiasebelum lembaga KKH
PRG terbentukmaupun setelah terbentuk (Kopalindo,2014)

Pada tahun 1999 diberlakukan Keputusan Bersama (Kepber) Menteri Pertanian, Menteri
Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan, serta Menteri Negara Pangan dan Hortikultura
No. 998.1/Kpts/OT.210/9/99; 790.a/KptsIX/1999; 1145A/MENKES/SKB/IX/99; 015A/
NmenegPHOR/09/1999 Tahun 1999 tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk
Pertanian Hasil Rekayasa Genetik, sebagai pengganti Keputusan Menteri Pertanian No.
856/Kpts/HK.330/9/1997 tentang Ketentuan Keamanan Hayati Produk Bioteknologi Pertanian
Hasil Rekayasa Genetik. Keamanan hayati yang dimaksud dalam Kepber Empat Menteri tersebut
adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Produk Pertanian Hasil Rekayasa
Genetik (PPHRG) dari kemungkinan timbulnya sesuatu yang dapat mengganggu, merugikan,
dan membahayakan keanekaragaman hayati termasuk, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan.
Dalam Kepber tersebut telah dibentuk Komisi Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan PPHRG
(KKHKP). Kemudian KKHKP membentuk Tim Teknis Keamanan Hayati dan Keamanan
Pangan PPHRG (TTKHKP) yang terdiri atas lima Kelompok, yaitu Kelompok Pangan,
Tanaman, Hewan, Ikan, dan Jasad Renik
Pada tahun yang sama, yaitu pada tanggal 16 Agustus 2004, Pemerintah Indonesia melakukan
pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity
(Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati)
dengan UndangUndang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2004 (Herman, 2009b). Dalam
Protokol Cartagena tersebut terkandung materi-materi pokok yang mengatur hal-hal tentang
persetujuan pemberitahuan terlebih dahulu (advance informed agreements); prosedur
pemanfaatan PRG secara langsung; kajian risiko (risk assessment); manajemen risiko (risk
management); perpindahan lintas batas tidak disengaja dan langkah-langkah darurat (emergency
measures); penanganan, pengangkutan, pengemasan, dan pemanfaatan; balai kliring keamanan
hayati (biosafety clearing house); pengembangan kapasitas; dan kewajiban para pihak kepada
masyarakat (Undang-Undang Republik Indonesia No. 21/2004).
Jenis dan Persyaratan PRG
Jenis PRG meliputi hewan PRG, ikan PRG, tanaman PRG dan jasad renik PRG. Dalam PP No.
21/2005 dinyatakan pula bahwa PRG baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri yang akan dikaji atau diuji untuk dilepas dan/atau diedarkan di Indonesia harus disertai
informasi dasar sebagai petunjuk bahwa produk tersebut memenuhi persyaratan keamanan
lingkungan, keamanan pangan, dan/atau keamanan pakan. Informasi dasar sebagai petunjuk
pemenuhan persyaratan keamanan lingkungan antara lain meliputi deskripsi dan tujuan
penggunaan, perubahan genetik dan fenotipe yang diharapkan harus terdeteksi, identitas jelas
mengenai taksonomi, 134 Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 13 Nomor 2, Desember 2015:
129-146 fisiologi dan reproduksi PRG, organisme yang digunakan sebagai sumber gen harus
dinyatakan secara jelas dan lengkap, metode rekayasa genetik yang digunakan mengikuti
prosedur baku yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya(AMY,2015).
Berbagai masalah seperti pertumbuhan penduduk dan kondisi cuaca yang tidak stabil karena
perubahan iklim menimbulkan tantangan sendiri bagi sumber pangan manusia. Setiap tahunnya,
permintaan untuk bahan-bahan pangan pokok seperti jagung dan padi terus meningkat sementara
ketersediaannya terus menurun karena kekeringan atau banjir. Maka, PRG dirancang sedemikian
rupa untuk memastikan ketersediaan bahan pangan yang unggul. Biasanya PRG memiliki
keunggulan sebagai berikut.
Tanaman transgenik lebih resistan terhadap hama, virus, dan penyakit
Tidak memerlukan banyak pestisida karena sifat tanaman transgenik sudah kebal terhadap
serangan virus atau hama
Tanaman transgenik lebih tahan kekeringan karena hanya membutuhkan sedikit sumber daya
seperti air dan pupuk
Pangan transgenik memiliki rasa yang lebih kuat dan enak
Pangan transgenik memiliki zat gizi yang lebih kaya
Pertumbuhan tanaman transgenik lebih cepat
Daya simpan pangan transgenik lebih lama (tidak cepat busuk) sehingga pasokan makanan
meningkat
Modifikasi sifat pangan sehingga hasilnya lebih sesuai dengan kebutuhan, misalnya kentang
transgenik bisa memproduksi karsinogen yang lebih sedikit ketika digoreng (Mardiastuti,1999).
Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia. Termasuk di dalam pengertian pangan adalah bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan-bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau
pembuatan makanan dan minuman. Pengertian pangan di atas merupakan definisi pangan yang
dikeluarkan oleh badan dunia untuk urusan pangan, yaitu Food and Agricultural Organization
(FAO). Makanan dan produk makanan hasil rekayasa genetika dan/atau berasal dari organisme
hasil rekayasa genetik merupakan salah satu dari sejumlah perkembangan bioteknologi yang
dimaksudkan untuk meningkatkan umur simpan, kandungan gizi, rasa, warna, dan tekstur, serta
karakteristik agronomi dan pengolahan. Keamanan hayati produk rekayasa genetik diartikan
sebagai keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan produk rekayasa
genetik.Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, bahwa
keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan
budaya masyarakat, sehingga aman untuk dikonsumsi.
PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati (KKH) dengan Undang-undang
Nomor 5 tahun 1994. Dalam KKH diatur ketentuan mengenai keamanan penerapan bioteknologi
modern yaitu dalam klausul Pasal 8 huruf (g), Pasal 17, dan Pasal 19 ayat (3) dan ayat (4), yang
mengamanatkan penetapan suatu Protokol untuk mengatur pergerakan lintas batas, penanganan
dan pemanfaatan Organisme Hasil Modifikasi Genetik (OHMG) sebagai produk dari
bioteknologi modern.
Berdasarkan pada amanat dari pasal-pasal tersebut, Para Pihak KKH mulai menegosiasikan
Protokol tentang Kemanan Hayati sejak tahun 1995, dan baru diadopsi pada tahun 2000 dalam
sidang kelima Konferensi Para Pihak (Conference of the Parties) KKH di Nairobi.
Protokol Cartagena adalah kesepakatan antara berbagai pihak yang mengatur tatacara gerakan
lintas batas negara secara sengaja (termasuk penangananan dan pemanfaatan) suatu organisme
hidup yang dihasilkan oleh bioteknologi modern (OHMG) dari suatu ke negara lain oleh
seseorang atu badan.
Protokol Cartagena bertujuan untuk menjamin tingkat proteksi yang memadai dalam hal
persinggahan (transit), penanganan, dan pemanfaatan yang aman dari pergerakan lintas batas
OHMG. Tingkat proteksi dilakukan untuk menghindari pengaruh merugikan terhadap kelestarian
dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati, serta resiko terhadap kesehatan manusia.
Beberapa dasar pertimbangan perlunya diatur pergerakan lintas batas OHMG dengan protokol
khusus, diantaranya :
Perlu pendekatan kehati-hatian (precautionary approach) yang terkandung dalam Prinsip 15
Deklarasi Rio tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (Rio Declaration on Environment
and Development);
Menyadari pesatnya kemanjuan bioteknologi modern dan meningkatnya kepedulian masyarakat
terhadap potensi pengaruhnya yang merugikan terhadap keanekaragaman hayati , dengan juga
mempertimbangkan resikonya terhadap manusia;
Mengakui bahwa teknologi memiliki potensi yang besar bagi kesejahteraan bagi umat manusia
jika dikembangkan dan dipergunakan dengan perlakukan yang aman bagi lingkungan hidup dan
kesehatan manusia;
Mengakui bahwa sangat pentingnya pusat-pusat asal usul (centers of origin) dan pusat
keanekaragaman genetik (centers of genetic diversity) bagi umat manusia;
Mempertimbangkan terbatasnya kemampuan banyak negara, khususnya negara-negara sedang
berkembang, untuk dapat menangani sifat dan skala resiko potensial dan resiko yang telah
diketahui dari OHMG.
Dengan berbagai pertimbangan di atas, dan mengingat Indonesia sebagai salah satu dari negara
yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia, maka pada tanggal 16 Agustus 2004
Indonesia telah meratifikasi Protokol Cartagena melalui Undang-Undang No.21 tentang
Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity
(Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati.
Negara-negara yang telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Cartagena disebut Para
Pihak dan sampai saat ini telah 134 jumlahnya.(Nurhayati,2009).

Pengaturan keamanan pangan produk rekayasa genetik lainnya terdapat pada: 1) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2012 tentang Pangan).
2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
4) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa
Genetik jo Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi
Pangan.
5) Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional
6) Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2014 Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 39
Tahun 2010 tentang Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik
7) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52a/Kepmen-Kp/2013 tentang Persyaratan
Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi
8) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
Hk.03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk
Rekayasa Genetik
9) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor Hk.03.1.23.03.12.1564 Tahun
2012 tentang Pengawasan Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik (Masdiana,2019).

DAFTAR PUSTAKA
Konphalindo. (2014). Kedelai Impor Melangkahi Regulasi Keamanan Hayati Indonesia.
Jakarta:Konphalindo.

Ani, Mardiastuti. 1999, Keanekaragaman Hayati: Kondisi dan Permasalahannya. Bogor:


Fakultas
Kehutanan IPB.
Sinambela,Masdiana.dkk.2018.Biologi umum.Medan:FMIPA UNIMED
Estiati,amy.(2015).Regulasi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik Di Indonesia.Jurnal
Anaslisis Kebijakan Pertanian.13(2).129-146
Abbas, Nurhayati. (2009). PerkembanganTeknologi di Bidang Produksi Pangan dan Obat
obatan serta Hak hak Konsumen,Jurnal Hukum No. 3 Vol. 16 : Fakultas HukumUniversitas
Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai