Anda di halaman 1dari 70

1

KI SI –KI SI & JAWABAN UP


*NOT JUST A FRIEND*
Soal No 01 sd 72 = Modul Qurdis
IIS CASUARINA
1) Konsep Ulum al-Qur’an (M1 KB1)
Pengertian Ulum al-Qur’an harus ditinjau dari segi makna idhafahnya adalah segala yang
berkaitan dengan Al-Qur’an. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa makna Ulum al-
Qur’an ialah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kajian Al-Qur’an seperti ilmu tata cara membaca
Al-Qur’an, ilmu sejarah turunnya Al-Qur’an, ilmu tartib al-kitabah dan tartib al-tilawah (urutan
penulisan), ilmu sejarah penghimpunan Al-Qur’an, dari masa Nabi Muhammad Saw sampai
masa Usman bin ‘Affan.
 Manna’ Al-Qoththan
Ulumul Qur’an adalah ilmu atau pengetahuan yang mencakup pembahasan-pembahasan yang
berkaitan dengan Al-Qur’an dari berbagai sisi, baik dari informasi tentang Asbabun nuzul
(sebab-sebab turunnya Al-Qur’an), tertib penulisan Al-Qur’an, kodifikasi, ayat-ayat yang
diturunkan di Mekkah (Makkiyah) dan yang diturunkan di Madinah (Madaniyah).
 Az-Zarqoni
Ulumul Qur’an adalah beberapa bentuk pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an, dari
urutan kepenulisan, sisi turun, kodifikasi, cara membaca, kemukjizatan, nasikh dan mansukh
dan juga penolakan akan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya.
 Abu Syahdah
Ulumul Qur’an adalah sebuah ilmu pengetahuan yang memiliki banyak obyek pembahasan di
dalamnya, dimana obyek-oyek tersebut berhubungan erat dengan Al-Qur’an, mulai proses
penurunan, penulisan, kodifikasi, cara membaca penafsiran, kemukjizatan, nasikh-mansukh
sampai pembahasan-pembahasan lain.

2) Perkembangan Ulumul Qur’an (Sejarah Penulisan Al-Qur’an Sebelum Pembukuan M1


KB1)
Pada masa Rasulullah Saw Al-Qur’an belum dibukukan. Hal ini berlangsung terus sampai beliau
wafat. Pada abad ke I dan II Hijriyah, Abu Bakar dan Umar ibn Al-Khattab istilah Al-Qur’an
belum dibukukan karena pada umumnya para sahabat memahami bahasa arab sebagai bahasa
pengantar AL-Qur’an. Hanya proses penulisan Al-Qur’an sudah dimulai. Selanjutnya masa
Utsman bin Affan mulai diseragamkan bacaan untuk menjaga persatuan umat islam dan
dinamakan Mushaf Usman. Selanjutnya pada abad ke II dikenal dengan masa pembukuan.
Khususnya dalam pembukuan hadits dengan beragam babnya, lalu tafsir Al-Qur’an baik
rujukannya dari Rasulullah Saw, sahabat maupun tabi’in.

3) Konsep Wahyu, Ilham dan Ta’lim (M1 KB1 )


Wahyu adalah sebuah isyarat yang cepat atau pemberitahua secara sembunyi-sembunyi dan
cepat yang khusus ditujukan kepada orang-orang yang menerimanya dan tanpa diketahui orang
lain.
Ilham adalah penyampaian suatu makna, fikiran atau hakikat di dalam jiwa atau hati yang
meminta supaya dikerjakan oleh orang yang menerimanya.
Ta’lim adalah memberikan pelajaran dan harus bersandarkan pengetahuan melalui proses
pembelajaran.

4) Tahapan Nuzulul Qur’an Dalam Kajian Ulumul Qur’an (M1 KB2)

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
2

Para ulama membagi proses penurunan Al-Qur’an melalui 3 tahapan :


 Ke Lauhul Mahfuzh
 Dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul Izzah di langit dunia
 Dari Baitul Izzah kepada Nabi Muhammad Saw
Terkait dengan penurunan dari lauhul mahfuzh ke baitul izzah, ulama berbeda pendapat
tentang cara dan masa turunnya yaitu :
Pertama, Al-Qur’an diturunkan ke langit dunia pada malam lailatul qadar secara sekaligus.
Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur selama 22 tahun 6 bulan kepada Nabi
Muhammad Saw.
Kedua, Al-Qur’an turun ke langit dunia selama 20 malam lailah al-qadar dalam 20 tahun atau
23 malam lailah al-Qadar selama 23 tahun.
Ketiga, Permulaan proses penurunan Al-Qur’an terjadi pada malam lailah al-Qadar secara
sekaligus, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur pada momentum yang berbeda-beda
pada semua waktu.

5) Kegunaan Asbab al-Nuzul Dalam Kajian Ulumul Qur’an (M1 KB2)


Kegunaan Ilmu Asbabun Nuzul adalah :
 Membantu memahami ayat dan dapat menghilangkan kekeliruan pemahaman seorang
mufassir
 Mengetahui hikmah dibalik pemberlakuan sebuah hukum
 Membatalkan kebiasaan buruk dan akhlak jelek yang mendominasi masyarakat jahiliyah
 Menghilangkan keraguan seseorang yang memahami ayat hanya dari sisi zhahir semata.

6) Kaidah-Kaidah Asbab aL-Nuzul (M1 KB2)
Kaidah yang digunakan dalam menangkap pesan ilmu Asbab al-Nuzul adalah kaidah kekhususan
sebab dan keumuman redaksi (lafazh) ayat.
 Jika ayat yang diturunkan bersifat khusus dan hanya terkait dengan konteks (sebab)
penurunannya serta redaksi ayatnya tidak bersifat umum, maka ayat tersebut hanya berlaku
untuk dan pada konteks (sebab) yang melatarbelakangi penurunan ayat tersebut. Kaidah yang
diterapkan dalam konteks ini adalah al-ibrah bi khusush al-sabab la bi umum al-lafzhi.
 Jika penyebab penurunan ayat bersifat khusus tapi redaksi ayatnya umum, maka menurut
mayoritas ulama kaidah yang paling cocok diterapkan dalam konteks ini adalah al-ibrah bi
‘umum al-lafzhi la bi khusush al-sabab (penetapan hukum ditetapkan berdasarkan
keumuman lafazh atau redaksi ayat bukan berdasarkan konteks yang menyebabkan
diturunkannya ayat.

SITI KHOIRUL WILDA


7) Perbedaan orientasi dan kandungan surah atau ayat Makkiyah dan Madaniyyah (M1
KB3)
Jika merujuk pada tempat turunnya ayat, pengertian makkiyah adalah ayat-ayat al-Alquran
yang turun di Makkah dan sekitarnya (Mina, Arafah, Hudaibiyah, dll.), baik waktu turunnya
sebelum Nabi Saw. Melakukan hijrah maupun sesudahnya. Sedangkan madaniyah adalah ayat-
ayat alAlquran yang turun di Madinah atau sekitarnya (Badar, Sal’, Uhud, dll.), baik waktu
turunnya sebelum Nabi Muhammad Saw. berhijrah atau sesudahnya.
Melihat sejarah waktu turunnya ayat al-Alquran, makkiyah adalah ayat yang turun sebelum
Nabi Muhammad Saw. hijrah, sedangkan madaniyah adalah ayat yang turun setelah Nabi
berhijrah .
Ayat-ayat atau surat yang memuat cerita umat dan para Nabi terdahulu disebut dengan
makkiyah, sedangkan madaniyah adalah ayat atau surat yang berisi tentang hukum hudud,
faraid, dan sebagainya

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
3

8) Mengidentifikasi karakteristik surah atau ayat al-Qur'an yang tergolong Makiyah atau
Madniyah
Karakteristik Makkiyah dan Madaniyah Dalam sejarah penurunan Alquran dikenal dua periode
yang masing-masing memiliki ciri tersendiri yaitu periode makkiyah dan madaniyah. Ayat-ayat
yang diturunkan pada pereode makkiyah hampir seluruhnya menjelaskan persoalan persoalan
akidah yang pada umumnya menjelaskan tentang orang-orang musyrik, memuat banyak ibarat
dan perumpamaan (al-’ibrah wa al-amtsal), serta mengarahkan mereka kepada perubahan pola
pikir dari peninggalam nenek moyang mereka.
Sementara ayat-ayat yang diturunkan pada pereode madaniyah umumnya mengarah kepada
pembentukan dan pembinaan kehidupan sosial sehingga ayat-ayatnya dominan berkaitan dengan
persoalan-persoalan hukum dalam hubungan sosial kemasyarakatan, seperti hukum kekeluargaan
dan hubungan antara orang Islam dan nonIslam.
Secara terperinci, karakteristik surat-surat makkiyah dijabarkan sebagai berikut:
a. berisi nida ‫ﻳﺎﻳﻬﺎ ﺍﻟ ﱠﻨﺎ ﺱ‬
b. di dalamnya terdapat lafal “kalla” (Dalam seluruh alAlquran, lafal tersebut terdapat 33 kali
dalam 25 surah di bagian akhir Mushaf Ustmani)
c. di dalamnya terdapat ayat-ayat sajdah
d. diawali dengan huruf-huruf tahajji seperti ‫ﻑ‬dan ‫ﻕ‬.
e. memuat kisah para nabi dan umat-umat terdahulu
f. di dalamnya terdapat cerita tentang kemusyrikan
g. di dalamnya terdapat keterangan adat istiadat orang kafir, orang musyrik, orang yang suka
mencuri, merampok, membunuh, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan sebagainya
h. isinya memberi penekanan masalah tauhid atau akidah
i. kebanyakan ayat dan suratnya pendek.

Sementara surat madaniyah, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


a. berisi nida. ‫َﻳﺎﻳﻬﺎﺍﻟﺬﻳﻦ ﺍﻣﻨﻮﺍ‬
b. memuat hukum pidana (hudud) dalam Q.S. al-Baqarah, Q.S. an-Nisa’, Q.S. al-Maidah, Q.S.
ash-Shura, dan pada ayatayat lain
c. memuat hukum fara’id (Q.S. al-Baqarah, Q.S. an-Nisa’, Q.S. al-Maidah)
d. berisi izin jihad fi sabilillah (Q.S. al-Baqarah, Q.S. al-Anfal, Q.S. at-Taubah, Q.S. al-Hajj)
e. berisi keterangan tentang karakter orang-orang munafiq (kecuali Q.S. al-Ankabut) dalam
Q.S. an-Nisa, Q.S. al-Anfal, Q.S. at-Taubah, Q.S. al-Ahzab, Q.S. al-Fath, Q.S. al-Hadid,
Q.S. al-Munafiqun, Q.S. at-Tahrim)
f. berisi hukum ibadah (Q.S. al-Baqarah, Q.S. al-Imran, Q.S. an-Nisa’, Q.S. al-Maidah, Q.S.
al-Anfal, Q.S. at-Taubah, Q.S. al-Hajj, Q.S. an-Nur, dll)
g. berisi hukum muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai, utang-piutang, dan
sebagainya (Q.S. al-Baqarah, Q.S. al-Imran, Q.S. an-Nisa’, Q.S. al-Maidah, dll)
h. berisi hukum munakahat, baik mengenai nikah cerai rujuk, hadanah (Q.S. al-Baqarah, Q.S.
al-Imran, Q.S. an-Nisa’, Q.S. al-Maidah, dll)
i. berisi hukum kemasyarakatan, kenegaraan, seperti permusyawaratan, kedisiplinan,
kepemimpinan, pendidikan, pergaulan dan sebagainya (Q.S. al-Baqarah, Q.S. al-Imran, Q.S.
al-Maidah, Q.S. al-Anfal, Q.S. at-Taubah, Q.S. alHujurat, dan sebagainya)
j. berisi dakwah kepada pemeluk Yahudi dan Nasrani (Q.S. alBaqarah, Q.S. al-Imran, Q.S. al-
Fath, Q.S. al-Hujurat, dan sebagainya) k. kebanyakan ayat dan suratnya panjang.

9) Menganalisis fungsi studi Makkiyah dan Madaniyyah dalam penafsiran al-quran.


Manfaat mengetahui ayat atau surat makkiyah dan madaniyah secara umum antara lain:
a. mengetahui perbedaan uslub-uslub (gaya bahasa) Alquran
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
4

b. mengetahui dialektika Alquran dengan masyarakatnya, dalam transformasi dan konstruksi


ideologi masyarakat baru dalam sinaran wahyu ilahi
c. mudah mengenali ayat atau surat yang turun lebih dahulu dan yang belakangan dan mudah
mengenali (mungkin) dinaskh (diganti), dan ayat yang menasakh
d. mengetahui prinsip-prinsip umum (kulliy) dari isi ayat-ayat atau surat-surat makkiyah, dan
prinsip khusus (juz’iy) dari isi ayat-ayat atau surat-surat madaniyah
e. mengetahui sejarah pembentukan dan penerapan hukum Islam yang amat bijak dalam
menetapkan hukumnya berdasarkan sistem sosial masyarakatnya
f. mengetahui hikmah ditetapkan dan diterapkannya suatu hukum
g. mengetahui teknik dan tahapan dakwah islamiah, serta sistem dan pola pendidikan al-
Alquran yang disesuaikan dengan taraf berpikir, komunikasi, dan budaya masyarakatnya
h. dapat mengetahui situasi dan kondisi masyarakat Kota Makkah dan Madinah pada saat al-
Alquran diturunkan
i. akan dapat menambah keimanan seseorang terhadap kebenaran kewahyuan al-Alquran, dan
keaslian al-Alquran

Referensi lain menyebutkan bahwa pengetahuan tentang makkiyah dan madaniyah


berguna untuk:
1) membedakan atau mengenal mana ayat yang mansukh dan mana yang nasikh
2) mengetahui sejarah pembentukan dan pembinaan hukum Islam, dengan keberangsurannya
yang memperlihatkan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum dalam pembentukannya
3) sebagai penguat orisinalitas al-Alquran karena hal ini tidak terlepas dari besarnya perhatian
umat terhadap sejarah alAlquran dengan mengetahui hal-ihwal turunnya.

10) Macam-macam kisah dalam al-quran (M1 KB4)


Sebagaimana dinyatakan dalam Mabâhits fî Ulûm al-Quran karya Manna al-Qatan diuraikan
bahwa macam-macam qashash yang disampaikan dalam alAlquran ada tiga, yaitu:
1) Kisah nabi-nabi,
Kisah ini mengandung ajakan dakwah kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang diberikan
oleh Allah kepada mereka untuk memperkuat kenabian (kerasulan)-nya,
2) Kisah yang berkenaan dengan orang-orang di masa lampau yang tdak tergolong nabi.
Misalnya kisah Talut dan Jalut, dua orang putera Nabi Adam, kisah ashabul Kahfi,
Zulkarnain, Qarun, kisah Maryam, ashab al-Ukhdud, dan lain-lain.
3) Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Nabi.
misalnya, perang badar, perang uhud (dalam surat Ali Imran), perang hunain dan Tabuk
(dalam surat at-Taubah), perang ahzab (dalam surat al-Ahzab), peristiwa hijrah, peristiwa
isra’ mi’raj, dan lain-lain

11) Membedakan antara beberapa metode tersebut secara tepat berdasarkan ilmu al-quran
Berbagai metode yang digunakan dalam pengungkapan qashash dalam alAlquran diantaranya:
1. Karena kisah di dalam Alquran dimaksudkan untuk memberi pembelajaran kepada umat
manusia, maka untuk mencapai tujuan tersebut biasanya Alquran memulai kisah secara
umum, kemudian menguraikan secara rinci dari awal sampai akhir. Metode ini disebut
dengan metode deduksi.
2. Metode hikmah, diawali dengan pengungkapan akhir sebuah kisah dan pelajaran yang dapat
diambil melalui kisah itu, kemudian baru diceritakan selengkapnya secara terperinci. Metode
ini tercermin dalam kisah Nabi Musa As dalam surat al-Qasas.
3. Metode terpusat, yakni suatu kisah yang diuraikan secara langsung tanpa didahului dengan
cerita pembuka dan juga tanpa kesimpulan. Metode ini dapat dilihat pada kisah Maryam,
ketika Nabi Isa As. Dilahirkan.

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
5

4. Melalui cerita dalam bentuk dialog. Dialog yang terjadi dalam kisah-kisah Al-Alquran
diangkat dalam bentuk cerita antara tokoh.
Bentuk percakapan dalam AlAlquran terdiri dari dua bentuk:
Pertama, percakapan semi dialektis, yaitu percakapan yang cenderung mengarah pada
perdebatan
Kedua, model percakapan pengisahan, yaitu bentuk percakapan dimana Alquran berperan
sebagai mediator yang mengajak pembaca masuk ke dalam peristiwa melalui sela-sela cerita.

12) Merumuskan hikmah adanya pengulangan qishash tersebut dalam al-quran


Manna al-Qattan menjelaskan hikmah diulangnya kisah kisah dalam Alquran adalah sebagai
berikut:
a. Menjelaskan kebalaghaan Alquran pada tingkat yang lebih tinggi. Ia dapat mengungkapkan
suatu makna dalam berbagai macam bentuk. Pengulangan cerita disajikan pada seluruh
tempat dengan gaya bahasa yang berbeda-beda sehingga manusia tidak merasa jenuh atas
pengulangan ceritanya, bahkan makna yang ditangkap selalu baru dan cocok dengan kondisi
mereka
b. Meneguhkan sisi kemukjizatan Alquran. Ketika suatu makna dalam al-Alquran diungkapkan
dalam bentuk yang berbeda, tak seorangpun dapat menandinginya
c. Untuk memberi penekanan tentang pentingnya masalah tersebut dan betapa besarnya
perhatian al-Alquran terhadap kisah tersebut sehingga manusia mampu ibrah dan
melekatkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya
d. Menunjukkan perbedaan tujuan dari tiap-tiap pengulangan penyebutan kisah. Hal ini dapat
dilihat pada metode penyebutan kisah, yakni sebagian dari makna maknanya diterangkan di
suatu tempat karena hanya itulah yang diperlukan, sedangkan makna-makna lainnya
dikemukakan di tempat lain sesuai dengan keadaan.

SITI TSANIYAH
13) M2KB1
Perbedaan antara makna dan kandungannya antara hadis, sunah, khabar dan atsar dalam
ilmu hadis.
Dari segi terminologi, banyak para ahli Hadis muhadditsîn) memberikan definisi di antaranya
Mahmud al-Thahân mengemukakan yang Artinya: Sesuatu yang datang dari Nabi baik berupa
perkataan atau perbuatan dan atau persetujuan.
Sunnah: Segala perkataan Nabi saw, perbuatananya, dan segala tingklah lakunya.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa Sunah sinonim Hadis bersifat umum yaitu meliputi segala
sesuatu yang datang dari Nabi dalam bentuk apapun, baik berkaitan dengan hukum atau tidak.
Tetapi sebagian ulama membedakan bahwa Sunah terfokus pada perbuatan Nabi saja dan yang
dilakukan secara terus menerus.
Khabar: Sesuatu yang datang dari Nabi saw dan dari yang lain seperti dfari para sahabat, tabi`in
dan pengikut tabi`in atau orang-orang setelahnya.
Mayoritas ulama melihat Hadis lebih khusus yang datang dari Nabi, sedang Khabar sesuatu yang
datang dari padanya dan dari yang lain, termasuk berita-berita umat dahulu, para Nabi, dan lain-
lain.
Atsar: Sesuatu yang datang dari selain Nabi saw dan dari para sahabat, tabi`in dan atau orang-
orang setelahnya.
Menurut Ahli Hadis Atsar adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw (marfû`), para
sahabat (mawqûf), dan ulama salaf.

14) Persamaan makna dan kandungannya antara hadis, sunah, khabar dan atsar dalam ilmu
hadis

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
6

Hadis mempunyai beberapa sinonim/murâdif menurut para pakar Ilmu Hadis, yaitu Sunah,
Khabar, dan Atsar.

15) Struktur hadis yang terdiri atas sanad, matan dan mukharrij/perawi
Struktur Hadis terddiri dari beberapa bagian yaitu sanad, matan dan mukharrij. Untuk
memudahkan definisi istilah-istilah tersebut, terlebih dahulu Saudara diajak memperhatikan
contoh struktur Hadis sebagai berikut :
Memberitakan kepada kami Musaddad, memberitakan kepada kami Abd al-Wârits dari al-Ja`di
dari Abi Rajâ’ dari Ibn Abbas dari Nabi saw bersabda : Barang siapa yang benci sesuatu dari
pimpinannya (amir) maka hendaklah sabar, sesungguhnya barang siapa yang keluar dari
penguasa (sultan) satu jengkal maka ia mati Jahiliayah‛. (HR. al-Bukhari)
1. Penyandaran berita oleh «al-Bukhâri kepada Musaddad dari Abd al-Wârits dari al-Ja`di dari
Abi Rajâ’ dari Ibn Abbas dari Nabi‛ rangkaian penyandaran ini disebut : Sanad.
2. Isi berita yang disampaikan Nabi : «Barang siapa yang benci sesuatu dari pimpinannya…»
disebut : Matan.
3. Sedang pembawa periwayatan berita terakhir yang termuat dalam buku karyanya dan
disampaikan kepada kita yakni alBukhâri disebut : Pe-rawi atau Mukharrij. Artinya, orang yang
meriwayatkan Hadis dan disebutkan dalam kitab karyanya.

16) M2KB2
Pengertian ulumul hadis yang lengkap dari rumusan pengertian yang ada
Ulumul Hadis dapat diartikan ilmu-ilmu yang membahas tentang segala yang disandarkan
kepada Nabi saw baik berupa perkataan, perbuatan dan ketetapan/persetujuan, sifat cita-cita dan
lainnya.
Para Ulama telah sepakat bahwa Ulumul Hadis atau ilmu yang membahas tentang perihal hadis
baik dari segi periwayatannya atau dari segi materi/ matan riwayat hadis adalah suatu ilmu yang
sangat penting. Demikian juga al-Suyuti dari ulama mutaqaddimin mengartikan ilmu hadis
adalah adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis
sampai kepada Rasul SAW dari segala hal ihwal para perawinya, kedhabitan, keadilan, dan dari
bersambung tidaknya sanad dan sebagainya.

17) Menentukan masa kesempurnaan pembukuan hadis


Pembukuan hadis di awal abad ke dua hijriyah terjadi pada masa khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-
‘Aziz, salah seorang khalifah Bani Umayah. Proses kodifikasi hadis yang baru dilakukan pada
masa ini dimulai dengan khalifah mengirim surat ke seluruh pejabat dan ulama di berbagai
daerah pada akhir tahun 100 H yang berisi perintah agar seluruh hadis Nabi dimasing-masing
daerah segera dihimpun, ‘Umar yang didampingi Muhammad ibn Muslim ibn Syihab al-Zuhri

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
7

(w. 124 H/742 M), seorang ulama besar di negeri Hijaz dan Syam, menggalang agar para ulama
hadis di masingmasing daerah mereka. Al-Zuhri berhasil menghimpun hadis dalam satu kitab
sebelum khalifah meninggal dunia yang kemudian dikirimkan oleh khalifah ke berbagai daerah,
untuk bahan penghimpun hadis selanjutnya. ‘Umar juga memerintah Abu Bakar Muhammad ibn
‘Amr ibn Hazm (w. 117 H) untuk mengumpulkan hadis yang terdapat pada Amrah binti ‘Abd al-
Rahman (murid kepercayaan ‘Asiyah) dan Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar al-Shiddiq.
Di sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriyah sebagian Muhaddisin merintis ilmu ini dalam
garis-garis besarnya saja dan masih berserakan dalam beberapa mushafnya. Diantara mereka
adalah Ali bin Almadani (238 H), Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam At-Turmudzi dan
lain-lain. Adapun perintis pertama yang menyusun ilmu ini secara fak (spealis) dalam satu kitab
khusus ialah Al-Qandi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzy (360 H) yang di beri nama dengan
Al-Muhaddis al-Fasil Baina Rawi wa al-Sami’. Kemudian bangkitlah Al-Hakim Abu Abdilah al-
Naisaburi (321-405 H) menyusun kitabnya yang bernama Makrifatu Ulum al-Hadis. Usaha
beliau ini diikuti oleh Abu Nadim al-Asfahani (336-430 H) yang menyusun kitab kaidah
periwayatan hadis yang diberi nama AlKifayah dan al-Jam’u li Adabi al-Syaikhi wa al-Sami’
yang berisi tentang tata cara meriwayatkan hadis.

18) Menyimpulkan tentang ilmu hadis dirayah


Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hadis pada garis besarnya dibagi menjadi dua macam, yaitu:
Ilmu Hadis Riwayat (riwayah) dan Ilmu Hadis Dirayat (dirayah).
a. Ilmu Hadis Riwayah ialah ilmu yang menukilkan segala apa yang disandarkan kepada Nabi
SAW baik perkataan, perbuatan, taqrir, ataupun sifat tubuh anggota ataupun sifat
perangai.Objek pembicaraan di dalam ilmu hadis riwayah adalah bagaimana cara menerima,
menyampaikan kepada orang lain dan memindahkan suatu hadis. Dalam menyampaikan hadis
hanya dinukilkan dan dituliskan apa adanya baik mengenai matan maupun sanadnya.
Sedangkan faidah mempelajari ilmu riwayah untuk menghindari terjadinya salah kutip
terhadap apa yang disandarkan kepada Nabi saw.Perintis ilmu hadis riwayah yang populer dan
dikenal sebagai ulama’ yang berhasil mengkodifikasikan hadis adalah Ibn Shihab az-Zuhri.
b. Ilmu Hadis Dirayah ialah ilmu untuk mengetahui keadaan sanad dan matan dari jurusan
diterima atau ditolak dan yang bersangkut paut dengan itu.
Sedangkan obyek ilmu dirayah adalah meneliti keadaan masing-masing perawi (sanad hadis) dan
apa yang diriwayatkannya (matan hadis). Faidah atau signifikansi ilmu hadis dirayah adalah
untuk menetapkan maqbul (diterima) dan tidaknya suatu hadis.9 Perintis ilmu hadis diriyah
adalah paraulama’ ahli hadis seperti ar-Ramahurmuzi, an-Naisaburi, alAsfihani, al-Khatib al-
Baghdadi, dan lain sebagainya.

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
8

FITRA JAYA
19) Pembagian hadits dari sisi perawi (M2 KB3)
a. Mutawatir
Secara etimologi mutawâtir berarti al-mutatâbi` berarti, yang datang kemudian, beriring-
iringan, atau beruntun. Secara terminologi definisinya:
Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak dari sejumlah orang banyak pula yang
mustahil menurut tradisi mereka sepakat bohong.
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa ada 4 kriteria Hadis mutawâtir, yaitu sebagai
berikut :
a. Diriwayatkan sejumlah orang banyak pendapaat yang rajih menimal 10 orang.
b. Adanya jumlah banyak pada seluruh tingkatan sanad
c. Mustahil sepakat bohong.
d. Sandaran berita itu pada panca indra.
Contoh Hadis mutawatir:
Artinya :
Barang siapa yang mendustakan atas namaku, maka hendaklah bersiap-siap bertempat
tinggal di neraka.‛(HR. Ahmad, Turmudzî, al-Nasâ’î, Bukhârî, Muslim, dan Abû Dawûd)
Di antaranya Hadis tentang telaga (al-hawdh) diriwayatkan lebih 50 orang sahabat, Hadis
menyapu sepatu (khawf) diriwayatkan 70 orang sahabat, Hadis tentang mengangkat kedua
tangan dalam shalat oleh 50 orang sahabat, dan lain- lain
Hadis mutawâtir memberi faedah ilmu dharûrî artinya pengetahuan secara yakin dan pasti
kebenarannya, oleh karena itu ia wajib diamalkan. Dengan demikian periwayat Hadis
mutawatir tidak perlu diperiksa sifat-sifat adil dan kedhabithannya, karena dengan jumlah
banyak periwayat yang tidak mungkin terjadi kesepakatn bohong dan sudah cukup dijadikan
sebagai alat mencapai tujuan akhir yakni otentisitasnya.
b. Hadis Âhâd
Kata Âhâd bentuk plural (jamak) dari ahad . dengan makna wâhid = satu, tunggal, atau esa.
dengan dipanjangkan bacaan â-hâd mempunyai makna satuan. Nilai angka satuan tidak mesti
satu, tetapi dari 1-9, misalnya angka 576, angka satuannya angka 6.
Menurut istilah Hadis Âhâd adalah : ‚Hadis yang tidak memenuhi beberapa persyaratan
Hadis mutawâtir.‛
Periwayat Hadis âhâd tidak mencapai jumlah banyak yang meyakinkan bahwa mereka tidak
mungkin bersepakat bohong sebagaimana dalam Hadis mutawâtir, ia hanya diriwayatkan
satu, dua, tiga, empat, dan atau lima yang tidak mencapai mutawâtir. Jika yang meriwayatkan
itu satu orang dalam satu atau semua tingkatan sanad disebut Hadis Gharib. Jika yang
meriwayatakannya dua orang disebut Hadis Aziz dan jika 3 orang atau lebih yang tidak
mencapai mutawatir disebut masyhur.
Contoh Hadis ahad:
‫ﻱ ْﻥ ﺗَ ِﺰﻉ ﻩ ِﻣﻦَ ﺍ ْﻟ ِﻌ َﺒﺎ ِﺩ‬ ِ ‫ﻱ ْﻗ‬
َ ‫ﺐ ﺽ ﺍ ْﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ ﺍ ْﻧ ِﺘ َﺰﺍ ﻋﺎ‬ َ ‫ ِﺇﻥﱠ ﷲ ﻻ‬...
Hadis di atas diriwayatkan 3 orang sahabat, yaitu Ibn `Amr, `Aisyah, dan Abu Hurairah.
Dengan demikian Hadis ini masyhûr di tingkat sahabat, karena terdapat 3 orang sahabat yang
meriwayatkannya, sekalipun sanad di kalangan tabi`in lebih dari 3 orang. Atau sebaliknya,
bisa jadi Hadis masyhûr di tingkat tabi`in jika periwayatnya mencapai 3 orang atau lebih
tetapi tidak mencapai jumlah mutawâtir, sekalipun di tingkat sahabat tidak mencapai
masyhûr, karena tidak mencapai 3 orang lebih.
Hadis âhâd memberi faedah ilmu nazharî, artinya ilmu yang diperlukan penelitian dan
pemeriksaan terlebih dahulu, apakah jumlah perawi yang sedikit itu memiliki sifat-sifat
kredibelitas yang dapat dipertanggung jawabkan atau tidak. Hadis âhâd inilah yang
memerlukan penelitian secara cermat apakah para perawinya adil atau tidak, dhabith atau

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
9

tidak, sanadnya muttashil (bersambung) atau tidak, dan seterusnya yang nanti dapat
menentukan tingkat kualitas suatu Hadis apakah ia shahih, hasan, dan dha`if.

20) Pembagian Hadis ditinjau dari Kualitas Hadis


Hadis dilihat dari segi kualitas sanad dan matan terbagi menjadi dua makbul (diterima) dan
mardud (tertolak). Hadis makbul terbagi menjadi dua yaitu; Shahih dan hasan sedang mardud
hanya satu yaitu dha’if. Hadis Shahih dibagi menjadi dua; shahih li dzatihi dan shahih li
ghairihi. Demikian juga Hasan terbagi menjadi dua yaitu hasan li dzatihi dan hasan li ghairi.
Sedang dha’if dilihat dari cacatnya perawi dan cacatnya matan terbagi menjadi beberapa bagian.
Untuk lebih mudahnya dapat dilihat gambaran berikut:
1. Hadis Shahih
Kata shahih dalam bahasa diartikan orang sehat antonim dari kata al- saqîm = orang yang
sakit seolah-olah dimaksudkan Hadis shahih adalah Hadis yang sehat dan benar tidak terdapat
penyakit dan cacat. Dalam istilah Hadis shahih adalah:
Artinya:
Hadis yang muttashil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan dhâbith
(kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadz), dan cacat
(`illat).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan, Hadis shahih mempunyai 5 kriteria, yaitu:
a. Persambungan sanad (bertemu langsung antar perawi sampai kepada Rasul)
b. Para periwayat bersifat adil (konsisten dalam beragama). Pengertian adil adalah orang yang
konsisten (istiqamah) dalam beragama, baik akhlaknya, tidak fasik dan tidak melakukan
cacat muruah.
c. Para periwayat bersifat dhâbith (memiliki daya ingat hafalan yang sempurna)
d. Tidak ada kejanggalan (syâdz). Maksud Syâdz di sini adalah periwayatan orang tsiqah
(terpercaya yakni adil dan dhâbith) bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih
tsiqah.
e. Tidak terjadi `illat (cacat tersembunyi). Arti `illah di sini adalah suatu sebab tersembunyi
yang membuat cacat keabsahan suatu Hadis padahal lahirnya selamat dari cacat tersebut.

Contoh Hadis shahih:


Artinya:
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, ia berkata memberitakan kepada kami Musaddad,
memberitakan kepada kami Mu`tamir ia berkata : Aku mendengar ayahku berkata : Aku
mendengar Anas bin Malik berkata : Nabi saw berdo`a : ‚ Ya Allah sesungguhnya aku
mohon perlindungan kepada Engkau dari sifat lemah, capai, penakut, dan pikun. Aku mohon
perlindungan kepada Engkau dari fitnah hidup dan mati dan aku mohon perlindungan
kepada Engkau dari adzab kubur.
Hadis di atas dinilai berkualitas shahih karena telah memenuhi 5 kriteria di atas, yaitu sebagai
berikut :
a. Sanad-nya bersambung dari awal sampai akhir. Anas seorang sahabat yang mendengar
Hadis ini dari Nabi langsung. Sulayman bin Tharkhan bapaknya Mu`tamir menegaskan
dengan kata al-samâ` (mendengar) dari Anas. Demikian juga Mu`tamir menegaskan
dengan al-samâ` dari ayahnya. Musaddad syaikhnya al-Bukhari juga menegaskan dengan
kata al-samâ` dari Mu`tamir, sedang al-Bukharî menegaskan pula dengan al-samâ` dari
syaikhnya.
b. Semua para periwayat dalam sanad Hadis di atas menurut ulama al-jarh wa al-ta`dîl telah
memenuhi persyaratan adil dan dhâbith. Anas bin Malik seorang sahabat semua sahabat
bersifat adil. Sulayman bin Tharkhan bapaknya Mu`tamir bersifat terpercaya dan ahli
ibadah. Musaddad bin Musarhad memiliki titel terpercaya dan penghapal Sedang al-

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
10

Bukharî Muhammad bin Isma`il, pemilik kitab al-Shahîh terkenal memiliki kecerdasan
hapalan yang luar biasa dan menjadi Amîr al-Mukminin fi al- Hadîts.
c. Hadis di atas tidak syâdz, karena tidak bertentangan dengan periwayatan periwayat lain
yang lebih tsiqah.
d. Dan tidak terdapat `illah (ghayr mu`allal)

Macam-macam Hadis shahih ada dua macam, yaitu :


a. Shahih lidzâtih (secra otomatis shahih karean memenuhi krietaria).
b. Shahih li ghayrih (shahih karena dukungan sanad lain ).

Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi 7 tingkatan, dari tingkat
yang tertinggi sampai dengan tingkat yang terendah, yaitu ;
1) Muttafaq `alayh, (disepakati al-Bukhari dan Muslim),
2) diriwayatkan oleh al- Bukharî saja,
3) diriwayatkan oleh Muslim saja,
4) diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan al-Bukharî dan Muslim,
5) diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan al-Bukharî saja,
6) diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja,
7) dinilai shahih menurut ulama Hadis selain al-Bukharî Muslim dan tidak mengikuti
persyaratan keduanya, seperti Ibn Khuzaymah, Ibn Hibban, dan lain-lain.

2. Hadis Hasan
Dari segi bahasa Hasan dari kata al-Husnu = keindahan. Menurut istilah Hadis Hasan adalah:
Artinya: Hadis Hasan adalah Hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang
adil, kurang sedikit ke-dhâbith-annya, tidak ada keganjilan (syâdz), dan tidak ada `illat.
Kriteria Hadis Hasan hampir sama dengan kriteria Hadis Shahih. Perberbedaannya hanya
terletak pada sisi ke-dhabith-annya. Hadis Shahih ke- dhabith-an seluruh perawinya harus
tamm (sempurna), sedang dalam Hadis Hasan, kurang sedikit ke-dhabith-annya jika
dibandingkan dengan Hadis Shahih.
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzî, Ibn Mâjah, dan Ibn Hibban dari al-Hasan bin
`Urfah al-Maharibî dari Muhammad bin `Amr dari Abi Salamah dari Abi Hurayrah, bahwa
Nabi saw bersabda:
Artinya: Usia umatku sekitar antara 60 sampai 70 tahun dan sedikit sekali yang melebihi
demikian itu.
Para perawi Hadis di atas tsiqah semua kecuali Muhammad bin `Amr dia adalah shadûq
=sangat benar. Oleh para ulama Hadis nilai ta`dîl shadûq tidak mencapai dhâbith tamm
sekalipun telah mencapai keadilan, ke-dhabith-annya kurang sedikit jika dibandingkan
dengan ke-dhabith-an shahih seperti tsiqatun (terpercaya ) dan sesamanya.
Hadis Hasan terbagi menjadi dua macam, yaitu Hasan li Dzâtih dan Hasan li Ghayrih. Hadis
Hasan lidzâtih adalah Hadis yang memenuhi persyaratan Hadis Hasan. Sedang Hadis Hasan
li Ghayrih adalah ‚ Hadis Dha`if diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama atau
lebih kuat.‛Hadis Hasan dapat dijadikan hujah walaupun kualitasnya di bawah Hadis Shahih.
Semua Fuqahâ, sebagian Muhadditsîn dan Ushûlîyîn mengamalkannya kecuali sedikit dari
kalangan orang yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan Hadis (musyaddidîn).
Bahkan sebagian Muhadditsîn yang mempermudah dalam persyaratan Shahih (mutasâhilin)
memasukkannya ke dalam Hadis Shahih seperti al-Hakim, Ibn Hibban, dan Ibn Khuzaymah.
Buku- buku Hadis yang memuat Hadis Hasan, pada umumnya adalah Jami’ al-Turmudzî
yang masyhur dikenal Sunan al-Turmudzî, Sunan Abi Dâwûd, dan Sunan al-Dâr Quthnî,
yang dijelaskan di dalamnya banyak Hadis Hasan.

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
11

3. Hadis Dha’if
Hadis Dha`if dari segi bahasa berarti lemah. Dalam istilah Hadis Dha’if adalah:
Artinya: Hadis yang tidak menghimpun sifat Hadis Shahih dan Hasan.
Jadi Hadis Dha`if adalah Hadis yang tidak memenuhi sebagian atau semua persyaratan Hadis
Hasan atau Shahih, misalnya sanad-nya tidak bersambung (muttashil), para perawinya tidak
adil dan tidak dhâbith, terjadi keganjilan baik dalam sanad atau matan (syâdz) dan terjadinya
cacat yang tersembunyi (`illah) pada sanad dan matan.
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzî melalui jalan Hakim al-Atsram dari Abi Tamimah
al-Hujaymî dari Abi Hurayrah dari Nabi saw bersabda:
Artinya: Barang siapa yang mendatangi pada seorang wanita menstruasi (haidh) atau pada
seorang wanita dari jalan belakang (dubur) atau pada seorang dukun, maka ia telah
mengkufuri apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Dalam sanad Hadis di atas terdapat seorang dha`if yaitu Hakim al-Atsram yang dinilai dha`if
oleh para ulama. Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Taqrîb al-Tahzhîb memberikan komentar ; dia
orang lemah.
Cacat Hadis Dha`if dapat disimpulkan terkait pada dua hal yakni pertama, terkait dengan
sanad dan kedua, terkait dengan matan. Cacat yang terkait dengan sanad bisa jadi karena
tidak bersambung sanad-nya atau seorang periwayat tidak bertemu langsung dengan seorang
guru sebagai pembawa berita, ketidak adilan dan tidak dhâbith, terjadi adanya keganjilan
(syâdz) dan cacat (`illat). Sedang cacat yang terkai dengan matan adalah karena keganjilan
(syâdz) dan cacat (`illat) tersebut. Macam-
macam cacat yang menjadi penyebab kedha`ifan suatu Hadis dapat digamabarkan pada
skema berikut di bawah ini :
Hadis Dha`if tidak identik dengan Hadis mawdhû` (Hadis palsu). Hadis dha’if hanya ada sifat
kelemahan atau kurang dalam matan atau sanad sedang Hadis Maudhu’ Hadis palsu, bukan
dari rasul dibilang dari Rasul. Oleh kaarena itu para ulama berbeda pendapat dalam
pengamalan Hadis dha’if dan sepakat dosa besar meriwayatkan Hadis maudhu’. Perbedaan
para ulama dalam pengamalan Hadis Dha`if ada 3 pendapat :
a. Hadis Dha`if tidak dapat diamalkan secara mutlak baik dalam keutamaan amal (fadhâil al-
a`mâl) atau dalam hukum sebagaimana yang diberitakan oleh Ibn Sayyid al-Nas dari
Yahya bin Ma`în. Pendapat pertama ini adalah pendapat Abû Bakar Ibn al-`Arabî,
Bukhari, Muslim, dan Ibn Hazam.
b. Hadis Dha`if dapat diamalkan secara mutlak baik dalam fadhâil al-a`mâl atau dalam
masalah hukum (ahkam), pendapat Abu Dawûd dan Imam Ahmad. Mereka berpendapat
bahwa Hadis Dha`if lebih kuat dari pada pendapat para sarjana atau profesor.
c. Hadis Dha`if diamalkan dalam fadhâil al-a`mâl, mau`izhah, targhîb (janji-janji yang
menggemarkan), dan tarhîb (anjaman yang menakutkan) bukan masalah halal dan haram,
jika memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang paparkan oleh Ibn Hajar al-
`Asqalanî, yaitu berikut :
1) Tidak terlalu Dha`if.
2) Masuk ke dalam kategori Hadis yang diamalkan (ma`mûl bih) seperti Hadis nâsikh
bukan mansukh dan râjih ( yang lebih kuat) bukan marjuh.
3) Tidak dii`tiqadkan secara yakin kebenaran Hadis dari Nabi, tetapi karena berhati-hati
semata atau ihtiyâth.
Pendapat pertama, dari tiga pendapat di atas pendapat pertama lebih selamat, pendapat
kedua lemah dan pendapat ketiga berhati-hati. Di antara kitab yang tersusun secara
khusus tentang macam-macam Dha`if adalah ; al-Marâsîl,

21) Contoh dan indikator hadits dhoif


Hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzî melalui jalan Hakim al-Atsram dari Abi Tamimah
al-Hujaymî dari Abi Hurayrah dari Nabi saw bersabda:
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
12

Artinya: Barang siapa yang mendatangi pada seorang wanita menstruasi (haidh) atau pada
seorang wanita dari jalan belakang (dubur) atau pada seorang dukun, maka ia telah
mengkufuri apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Dalam sanad Hadis di atas terdapat seorang dha`if yaitu Hakim al-Atsram yang dinilai dha`if
oleh para ulama. Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Taqrîb al-Tahzhîb memberikan komentar ; dia
orang lemah.
Cacat Hadis Dha`if dapat disimpulkan terkait pada dua hal yakni pertama, terkait dengan sanad
dan kedua, terkait dengan matan. Cacat yang terkait dengan sanad bisa jadi karena tidak
bersambung sanad-nya atau seorang periwayat tidak bertemu langsung dengan seorang guru
sebagai pembawa berita, ketidak adilan dan tidak dhâbith, terjadi adanya keganjilan (syâdz) dan
cacat (`illat). Sedang cacat yang terkait dengan matan adalah karena keganjilan (syâdz) dan
cacat (`illat) tersebut.

22) Hadits dalam syariat islam (M2 KB4)


A. Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Syari’at Islam Hadis memiliki kedudukan yang sangat
urgen bagi umat Islam. Hadis merupakan sumber hukum kedua dalam syari’at Islam atau
sumber setelah Alquran. Yusuf Musa menyatakan sejak abad pertama seluruh umat Islam
menempatkan hadis sebagai peringkat pertama sesudah Alquran dan sekaligus sebagai
rujukan semua urusan keagamaan.
1. Alquran akan sulit dipahami tanpa intervensi hadis, karena Alquran mayoritas bersifat
mujmal (global), maka tidak mungkin menggunakan Alquran tanpa mengambil hadis
sebagai landasan hukum dan pedoman hidup. Ditinjau dari segi kekuatan di dalam
penentuan hukum, otoritas Alquran lebih tinggi satu tingkat daripada otoritas Hadis, karena
Alquran mempunyai kualitas qat’i baik secara global maupun terperinci. Sedangkan Hadis
berkulitas qath’i secara global dan tidak secara terperinci artinya qat’i yang mutawatir dan
zanni yang ahad. Sebagaimana pernyataan ‘Ajjaj al-Khatib, Alquran dan hadis merupakan
dua sumber hukum Islam yang permanen.
2. Bahkan Abdul Karim Amrullah dengan tegas menyatakan sunnah adalah sumber sendiri
dan berdiri sendiri.
3. Kedudukan hadis yang demikian istimewa, telah benar-benar berkenan di hati umat Islam,
artinya umat Islam menerima sebagai hukum atau ajaran Islam dari waktu ke waktu, dan
hampir tidak ada yang mempersoalkannya, kecuali sekelompok kecil yang dikenal dengan
sebutan ingkarussunnah yang menolak hadis sebagai sumber hukum, meskipun berbeda-
beda penolakannya. Ada yang secara keseluruhan adan yang hadis ahad saja.
4. Kaitannya kedudukan Alquran dan Hadis merupakan sumber dalam syari’at Islam, juga
keduanya sulit dipisahkan karena keduanya adalah wahyu, hanya saja Alquran merupakan
wahyu matlu (wahyu yang dibacakan oleh Allah SWT, baik redaksi maupun maknanya,
kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa Arab) dan hadis wahyu
ghoiru matlu (wahyu yang tidak dibacakan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
secara langsung, melainkan maknanya dari Allah dan lafalnya dari Nabi Muhammad saw).
5. Rasulullah saw adalah orang yang setiap perkataan dan perbuatannya menjadi pedoman
bagi manusia. Karena itu beliau ma’shum (senantiasa mendapat petunjuk Allah SWT).
Dengan demikian pada hakikatnya Sunnah Rasul adalah petunjuk yang juga berasal dari
Allah. Kalau Al Qur’an merupakan petunjuk yang berupa kalimat-kalimat jadi, yang isi
maupun redaksinya langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah Rasul adalah petunjuk dari
Allah yang di ilhamkan kepada beliau, kemudian beliau menyampaikannya kepada umat
dengan cara beliau sendiri. Sebagaimana dalam Alquran Surat al-Nahl (16): 44: Artinya :
Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al
Alquran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka memikirkan ....

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
13

Artinya :.... Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa sunnah/ hadis merupakan
penjelasan Alquran. Sunnah itu diperintahkan oleh Allah untuk dijadikan sumber hukum
dalam Islam. Dengan demikian, sunnah adalah menjelaskan Alquran, membatasi
kemutlakannya dan mentakwilkan kesamarannya. Allah menetapkan bahwa seorang mukmin
itu belum dapat dikategorikan beriman kepada Allah sebelum mereka mengikuti segala yang
diputuskan oleh Rasulullah SAW dan dengan putusannya itu mereka merasa senang.
B. Dalil Kehujjahan Hadis Kehujjahan Hadis adalah wajib digunakannya hadis sebagai hujjah
atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i). Hadis adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup
kaum Muslimin) setelah Alquran. Bagi orang yang beriman terhadap Alquran sebagai sumber
hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa Hadis juga merupakan sumber
hukum Islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran Hadis sebagai sumber hukum Islam,
bukan saja memperoleh dosa, tetapi juga murtad hukumnya. Alasan lain mengapa umat Islam
berpegang pada Hadis karena selain memang di perintahkan oleh Alquran juga untuk
memudahkan dalam menentukan (menghukumi) suatu perkara yang tidak dibicarakan secara
rinci atau sama sekali tidak dibicarakan di dalam Al Qur’an sebagai sumber hukum utama.
Apabila Hadis tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan
mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam berbagai hal, seperti tata cara shalat, kadar dan
ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Alquran dalam hal ini tersebut
hanya berbicara secara global dan umum. Dan yang menjelaskan secara terperinci justru
Sunnah Rasulullah. Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal
menafsirkan ayat-ayat yang musytarak (multi makna), muhtamal (mengandung makna
alternatif) dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya.
Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan kepada pertimbangan rasio
(logika) sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat subyektif dan tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Para imam pembina mazhab semuanya menggunakan hadis
atau Sunnah dalam ijtihanya menggali hukum.

Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadis sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat
dalam beberapa dalil, baik dalam bentuk naqli ataupun aqli :
1. Dalil Alquran Banyak ayat Alquran yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan
menerima segala yang datang dari Rasulullah Saw untuk dijadikan pedoman hidup.
Diantaranya adalah : Firman Allah Swt dalam surah Ali Imran (3): 179 yang berbunyi :
Artinya : Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan
kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin).
Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi
Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah
kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala
yang besar
Diantaranya Q.S. al-Nisa’ (4) : 59 sebagai berikut: Artinya:“Wahai orang-orang yang
beriman,taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kepada Rasul serta ulil amri di antara
kalian.Kemidian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya)….” Perhatikan firman Allah SWT. Dalam surat Ali-
Imran (3) ayat 32 dibawah ini:
Artinya : “Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS:Ali Imran : 32). Masih banyak
lagi ayat-ayat yang sejenis menjelaskan tentang permasalahan ini. Dari beberapa ayat di atas
telah jelas bahwa perintah mentaati Allah selalu dibarengi dengan perintah taat terhadap
Rasul-Nya. Begitu juga sebaliknya dilarang kita durhaka kepada Allah dan juga kepada Rasul-
Nya.

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
14

Dari sinilah jelas bahwa ungkapan kewajiban taat kepada Rasulullah Saw dan larangan
mendurhakainya, merupakan suatu kesepakatan yang tidak dipersilihkan umat Islam.
2. Dalil Hadis Dalam salah satu pesan yang disampaikan baginda Rasul berkenaan dengan
kewajiban menjadikan hadis sebagai pedoman hidup disamping Alquran sebagai pedoman
utamanya, adalah sabdanya:
Artinya : Al Mustadrak 319: Abu Bakar bin Ishaq Al Faqih mengabarkan kepada kami,
Muhammad bin Isa bin As-Sakan Al Wasithi memberitakan (kepada kami), Daud bin Amr
Adh-Dhabbi menceritakan kepada kami, Shalih bin Musa Ath-Thalhi menceritakan kepada
kami dari Abdul Aziz bin Rufa'i, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah , dia berkata: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:”Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian
dua pedoman yang tidak akan membuat kalian tersesat sesudahnya, (yaitu) Kitab Allah dan
Sunnahku, keduanya tidak akan berpisah hingga sampai di telaga”. Hadis di atas telah jelas
menyebutkan bahwa hadis merupakan pegangan hidup setelah Alquran dalam menyelesaikan
permasalahan dan segalah hal yang berkaitan dengan kehidupan khususnya dalam menentukan
hukum.
3. Ijma’ al-Sahabah.
Para sahabat pada waktu Rasulullah saw masih hidup selalu mengikuti segala sesuatu yang
diprintahkan oleh beliau dan menjauhi segala sesuatu yang dilarangnya dengan tidak
membeda-bedakan antara hukum-hukum yang ditetapkan oleh Tuhan dengan hukum-hukum
yang diciptakan oleh Rasul sendiri. Setelah Rasulullah saw meninggal dunia, jika para sahabat
tidak mendapatkan ketentuan hukum dalam Alquran, maka meraka meneliti hadis-hadis Rasul
saw yang dihafal oleh para sahabat. Abu bakar, misalnya, jika ia tidak ingat sunnah atau hadis
yang berhubungan dengan suatu kejadian, ia selalu bertanya kepada sahabat yang lain.
Selanjutnya kejadian tersebut ditetapkan hukumnya menurut sunnah tadi. Umar bin khattab
dan sahabat-sahabat yang lain serta para tabi’in mengikuti jejak Abu Bakar tersebut, dan tidak
ada seorangpun diantara mereka yang mengingkari bahwa sunnah Rasulullah saw wajib
diikuti.

Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadis sebagai sumber hukum
Islam, antara lain adalah peristiwa dibawah ini;
a. Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata, “saya tidak meninggalkan
sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila
meninggalkan perintahnya.
b. Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata, “saya tahu bahwa engkau adalah batu.
Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu.”
c. Pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan sholat safar dalam Alquran.
Ibnu Umar menjawab, “Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kita dan
kita tidak mengetahui sesuatu, maka sesugguhnya kami berbuat sebagaimana kami melihat
Rasulullah berbuat.

Kehujjahan hadis paling tidak dapat dipahami dari 7 aspek, yaitu :


a. ‘Ishamah (Keterpeliharaan Nabi dari Kesalahan).Tugas Rasul sebagai penyampai wahyu
mengharuskan beliau untuk selalu ekstra hati- hati dalam bertindak
b. Sikap Sahabat terhadap Sunnah. Sikap para sahabat yang selalu patuh dan tunduk dengan
perintah Rasulullah SAW memberikan satu indikasi akan kebenaran apa yang dilakukan dan
diucapkan oleh beliau, dan sekaligus dapat dijadikan hujjah.
c. Alquran. Banyak ayat yang memerintahkan untuk patuh, taat dan mengambil apa yang
dilakukan Nabi SAW.

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
15

23) Kehujahan hadits dalam Islam


Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadis sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat
dalam beberapa dalil, baik dalam bentuk naqli ataupun aqli :
1. Dalil Alquran
 surah Ali Imran (3): 179 yang artinya : Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-
orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang
buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan
memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang
dikehendaki-Nya di antara rasulrasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan
rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar
 Q.S. al-Nisa’ (4) : 59 sebagai berikut: “Wahai orang-orang yang beriman,taatlah kalian
kepada Allah dan taatlah kepada Rasul serta ulil amri di antara kalian.Kemidian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran)
dan Rasul (sunnahnya)….”
 surat Ali-Imran (3) ayat 32 dibawah ini: Artinya : “Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan
Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
kafir". (QS:Ali Imran : 32). Masih banyak lagi ayat-ayat yang sejenis menjelaskan tentang
permasalahan ini. Dari beberapa ayat di atas telah jelas bahwa perintah mentaati Allah
selalu dibarengi dengan perintah taat terhadap Rasul-Nya. Begitu juga sebaliknya
dilarang kita durhaka kepada Allah dan juga kepada Rasul-Nya.
2. Dalil Hadis
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:”Sesungguhnya aku telah meninggalkan
untuk kalian dua pedoman yang tidak akan membuat kalian tersesat sesudahnya, (yaitu)
Kitab Allah dan Sunnahku, keduanya tidak akan berpisah hingga sampai di telaga”.
Hadis di atas telah jelas menyebutkan bahwa hadis merupakan pegangan hidup setelah
Alquran dalam menyelesaikan permasalahan dan segalah hal yang berkaitan dengan
kehidupan khususnya dalam menentukan hukum.
3. Ijma’ al-Sahabah.
Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadis sebagai sumber
hukum Islam, antara lain adalah peristiwa dibawah ini;
a. Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata, “saya tidak meninggalkan
sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila
meninggalkan perintahnya.
b. Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata, “saya tahu bahwa engkau adalah batu.
Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu.
c. Pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan sholat safar dalam
Alquran. Ibnu Umar menjawab, “Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada
kita dan kita tidak mengetahui sesuatu, maka sesugguhnya kami berbuat sebagaimana kami
melihat Rasulullah berbuat. Masih banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan bahwa yang
diperintahkan, dilakukan, dan diserukan oleh Rasulullah Saw, selalu diikuti oleh umatnya, dan
apa yang dilarang selalu ditinggalkan oleh umatnya.
4. Sesuai dengan Petunjuk Akal (Ijtihad)
Menurut Abdul Ghoni bin Abdul Kholiq dalam bukunya Hujjiyah al-Sunnah, kehujjahan
hadis paling tidak dapat dipahami dari 7 aspek, yaitu :
a. ‘Ishamah (Keterpeliharaan Nabi dari Kesalahan).Tugas Rasul sebagai penyampai wahyu
mengharuskan beliau untuk selalu ekstra hati- hati dalam bertindak
b. Sikap Sahabat terhadap Sunnah. Sikap para sahabat yang selalu patuh dan tunduk dengan
perintah Rasulullah SAW memberikan satu indikasi akan kebenaran apa yang dilakukan
dan diucapkan oleh beliau, dan sekaligus dapat dijadikan hujjah.

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
16

c. Alquran. Banyak ayat yang memerintahkan untuk patuh, taat dan mengambil apa yang
dilakukan Nabi SAW.
d. Al-Sunnah. Selain Al-Alquran, terdapat banyak pula hadis yang menjelaskan kehujjahan
al-Sunnah
e. Kebutuhan Alqur’an terhadap al-Sunnah. Alquran tidak akan dapat dipahami secara
sempurna tanpa ada bantuan al-Sunnah
f. Realitas-Sunnah sebagai wahyu. Wahyu yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi ada
yang berupa wahyu dhohir (yang berstatus terjaga dan terpelihara dari segala bentuk
kesalahan)
g. Ijma’. Kesepakatan untuk mengambil hadis sebagai hujjah dan landasan hukum

24) Keberadaan hadits terhadap al qur’an


1. Bayan taqrir, yaitu bayan yang berfungsi menguatkan hukum yang ada dalam Alquran.
Dengan demikian, sebuah hukum dapat memiliki dua sumber sekaligus, yaitu Alquran dan
hadis. Misalnya tentang kewajiban shalat, zakat, dan lain sebagainya.13 Diantaranya ayat
wudu, Allah berfirman
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa orang yang berhadas kecil, kalau mau salat harus
wudhu lebih dulu. Keterangan ini dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari
sebagai berikut:
‫ﺻﻠﻮﺍ ﻛﻤﺎ ﺭﺍﻳﺘﻤﻮﻧﻲ ﺍﺻﻠﻰ‬
2. Bayan tafsir. Yaitu memerinci dan menjelaskan hukum-hukum dalam Alquran yang masih
global, membatasi yang mutlaq, dan mentakhsis keumuman ayat Alquran. Kesemuanya itu
dilakukan dalam rangka menjelaskan maksud Alquran, atau menjelaskan apa yang
dikehendaki oleh Alquran. Misalnya, perintah Alquran tentang mendirikan shalat, maka hadis
menjelaskan secara terperinci tentang teknis pelaksanaan shalat. Contoh lain, Alquran
memerintahkan untuk menunaikan zakat, maka hadis menjelaskan berapa bagian dari harta
yang wajib dikeluarkan atau dizakati.
3. Bayan tasyri’ atau ziyadah, yaitu membuat atau menetapkan hukum yang tidak ditetapkan oleh
Alquran. Misalnya, larangan memakan binatang buas yang bertarin atau yang berkuku,
larangan memakai pakaian sutera dan cincin emas bagi laki-laki, dan lain sebagainya.
4. Bayan nasakh atau bayan tabdil yang berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah
(menghilangkan), al-tahwil (memindahkan) atau al-tagyir (mengubah).

NONI MULYANI
25) Menyimpulkan makna esensial terkait dengan takkhrij hadis (Modul 3 KB 1)
Definisi Takhrij
Secara etimologi kata takhrij berasal dari akar kata ‫ ﺧﺮﺝ ﺧﺮﻭﺟﺎ ﺧﻴﺮﺝ‬mendapat tambahan tasydid
pada ro` (`ain fiil) ‫ ّ◌ﺝ‬:menjadi ‫ ﺧﺮ ﺝ ّ ﺧﺘﺮﺟﻴﺎ ﺧﻴﺮ‬yang menampakkan, mengeluarkan,
menerbitkan, menyebutkan, dan menumbuhkan. Maksudnya menampakkan sesuatu yang
tersembunyi, tidak kelihatan dan masih samar. Penampakan dan pengeluaran disini tidak mesti
berbentuk fisik yang konkret, tetapi mencakup nonfisik yang hanya memerlukan tenaga dan
pikiran seperti makna kata ‫ﺍﺳﺨﺨﺮﺍﺝ‬yang diartikan istinbath yang berarti mengeluarkan hukum
dari nash/teks AlAlquran dan Hadis. Takhrij secara bahasa berarti juga berkumpulnya dua
perkara yang saling berlawanan dalam satu persoalan, namun secara mutlak diartikan oleh para
ahli bahasa dengan arti “mengeluarkan” (al istinbath), ‟melatih” (at-tadrib), dan
“menghadapkan” (at-taujih).2

26) Menemukan tujuan dan manfaat dari takhrij hadis


Kegiatan Takhrijul Hadis mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuannya adalah
sebagai berikut:
a) Mengetahui sumber otentik suatu hadis dari buku hadis apa saja yang didapatkan.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
17

b) Mengetahui ada berapa tempat hadis tersebut dengan sanad yang berbeda di dalam sebuah
buku hadis atau dalam beberapa buku induk hadis.
c) Mengetahui kualitas hadis makbul (diterima) atau mardud (ditolak).
d) Mengetahui eksistensi suatu hadis apakah benar suatu hadis yang ingin diteliti terdapat
dalam buku-buku hadis atau tidak.
e) Mengetahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti.
f) Mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti.
g) Mengetahui ada atau tidak adanya syahid dan mutabi’ pada hadis yang akan diteliti.
Adapun manfaat takhrijul hadis cukup banyak diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Menghimpun sejumlah sanad hadis, dengan takhrij seseorang dapat menemukan sebuah
hadis yang akan diteliti di sebuah atau beberapa tempat di dalam kitab AlBukhori saja, atau
di dalam kitab-kitab lain. Dengan demikian ia akan menghimpun sejumlah sanad.
b) Mengetahui referensi beberapa buku hadis, dengan takhrij seseorang dapat mengetahui
siapa perawi suatu hadis dan yang diteliti dan didalam kitab hadis apa saja hadis tersebut
didapatkan.
c) Mengetahui keadaan sanad yang bersambung (muttashil) dan yang terputus (munqothi’) dan
mengetahui kadar kemampuan perawi dalam mengingat hadis serta kejujuran dalam
periwayatan.
d) Mengetahui status suatu hadis. Terkadang ditemukan sanad suatu hadis dhoif, tetapi melalui
sanad lain hukumnya sahih.
e) Meningkatkan suatu hadis yang dhoif menjadi hasan lighorihi karena adanya dukungan
sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi kualitasnya, atau meningkatnya hadis hasan
menjadi shohih ligoirihi dengan ditemukannya sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi
kualitasnya.
f) Mengetahui bagaimana para imam hadis menilai suatu kualitas hadis dan bagaimana
kritikan yang disampaikan. g) Seseorang yang melakukan takhrij dapat menghimpun
beberapa sanad dan matan hadis.
g) Dengan takhrij dapat diketahui banyak sedikitnya beberapa jalur periwayatan suatu hadis
yang sedang menjadi topik kajian.
h) Dengan takhrij akan diketahui kuat dan tidaknya periwayatan. Makin banyaknya jalur
periwayatan akan menambah kekuatan riwayat, sebaliknya tanpa dukungan
i) periwayatan lain maka berarti kekuatan periwayatan tidak bertambah.
j) Dengan takhrij kekaburan suatu periwayatan, dapat diperjelas dari periwayatan jalur isnad
yang lain. Baik dari segi rawi, isnad maupun matan hadis.
k) k) Dengan takhrij akan dapat ditentukan status hadis shahih dzatihi atau shahih lighoirihi li
ghoirihi, hasan li dzatihi atau hasan lighoirihi. Demikian juga akan diketahui istilah hadis
mutawatir, masyhur, aziz, dan ghorib.
l) Dengan takhrij akan dapat diketahui persamaan dan perbedaan atau wawasan yang lebih
luas tentang berbagai periwayatan dan beberapa hadis terkait.
m) Memberika kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah mengetahui bahwa
hadis tersebut adlah maqbul (dapat diterima), sebaliknya orang yang tidak mengamalkannya
apabila mengetahui bahwa hadis tersebut mardud (ditolak).
n) Mengetahui keyakinan bahwa suatu hadis adalah benarbenar berasal dari Rosulululloh SAW
yang harus diikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadis tersebut,
baik dari segi sanad maupun matan.

27) Menentukan langkah2 dalam mentakhrij hadis baik melalui aplikasi maupun kitab
manual
Langkah-langkah mentakhrij hadis melalui aplikasi :
1) Download aplikasi ensiklopedi hadis melalui playstore (android) atau app store (iphone)
2) Buka aplikasi ensiklopedi hadis
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
18

3) Klik menu search di bagian bawah


4) Cari hadis yang anda inginkan
Melalui:
a) Menulis nomor hadis
b) Menulis potongan hadis
c) Menulis tema hadis
d) Menulis sanad hadis atau perawi hadis
5) Setelah kita menulis kata kunci hadis yang kita inginkan kita bisa mencari hadis tersebut dari
9 kitab hadis secara individual yang ada dalam aplikasi akan tetapi kita juga dapat melihat
hadis tersebut dalam semua kitab dengan mengeklik cari di semua buku
6) Setelah itu seleksi hadis sesuai hadis yang dikehendaki dan akan muncul hadis beserta kitab
dan nomor hadis tersebut
7) Kita juga bisa mencari hadis yang terkait dengan hadis yang kita kehendaki dengan
mengeklik hadis terkait yang ada pada bagian paling bawah dari hadis (dibawah terjemah
Bahasa indonesia)
8) Untuk mengecek kashahihan hadis di aplikasi ensiklopedi hadis sudah ada indikator bahwa
hadis itu shahih, hasan, dan dhaif sedangkan ketika anda ingin mengecek sendiri langkah-
langkah nya adalah sebagai berikut:
a) Ketahui syarat-syarat hadis shahih sebagai berikut
1) Sanad bersambung Adapun untuk mengetahui bahwa sanad itu sambung maka kita
harus mengetahui sighot attahammul wal ada yang pada umumnya dikelompokkan
menjadi dua sebagai berikut I. Lafadz meriwayatkan hadis dari bagi para rawi yang
mendengar langsung dari gurunya ‫) ﺳﻤﻌﺖ‬- ‫ ) = ﺳﻤﻌﻨﺎ‬aku /kami telah mendengar
seseorang (‫ ﺣﺪﺛﻨﻰ‬-‫(= ﺣﺪﺛﻨﺎ‬seseorang telah menyampaikan hadis kepadaku/kami ( -‫ﺃﺧﺒﺮﻧﺎ‬
‫( = ﺃﺧﺒﺮﻧﻰ‬seseorang telah mengabarkan kepadaku/kami (‫ ﺃﻧﺒﺄﻧﻰ‬- ‫( = ﺃﻧﺒﺄﻧﺎ‬seseorang telah
menceritakan kepadaku/ kami berkata telah seseorang) = ‫ ﻗﺎﻝ ﻟﻨﺎ‬- ‫ )ﻗﺎﻝ ﻟﻰ‬kepadaku/kami
(‫ ﺫﻛﺮﻟﻰ‬-‫( = ﺫﻛﺮﻟﻨﺎ‬seseorang telah menuturkan kepadaku/kami II. Lafal riwayat bagi rawi
yang mungkin mendengar sendiri atau tidak mendengar sendiri, kita bisa mengecek
sambung atau tidaknya sanadnya dengan cara melihat tahun wafat melalui biografi
perawi ‫= ) ﺭﻭﻯ‬diriwayatkan oleh ) ‫= ) ﺣﻜﻰ‬dihikayatkan oleh ) ( dari= ( ‫(ﻋﻦ‬
bahwasanya= ( ‫= ) ﺃﻥ ﻗﺮﺉ‬di bacakan )
2) Periwayat dalam sanad bersifat adil
3) Periwayat dalam sanad bersifat dhabit
4) Sanad hadis terhindar dari syudzudz
5) Sanad hadis terhindar dari ‘illat
6) Klik symbol orang yang berada di atas hadis maka seketika itu juga perawi perawi dan
biografi dari perawi akan terlihat.
7) Klik komentar ulama untuk mengetahui komentar ulama tentang rawi
8) Untuk mengecek bahwasanya hadisnya memenuhi syarat keshahihan yang berupa
perawi adil dan dhabit kita juga harus tahu tentang jarh wat ta’dil yang lafadzlafadz

28) Menemukan makna tentang tahammul wal ada'


Menurut bahasa tahammul merupakan masdar dari fi’il madly ‫ﺡ ﱠﺣﻤﻞ‬yang ‫ َﺣﺖ‬berarti
menanggung, membawa, atau biasa diterjemahkan dengan menerima. Secara kesuluruhan
menurut bahasa tahammul al-hadis adalah menerima hadis atau menanggung hadis.
Sedangkan tahammul al-hadis menurut istilah ulama ahli hadis adalah: ‫ﺗﻠﻘﻰ ﺍﺣﻠﺪﻳﺚ ﻭﺍﺧﺬﻩ ﻋﻦ ﺍﻟﺸﻴﻮﺥ‬
“Tahammul artinya menerima hadis dan mengambilnya dari para syekh atau guru.”

Ada’ al-hadis menurut bahasa, ‫ ﻯ ﺣﻰ‬- ‫ ) ﺃﺣﺪ‬dari masdar adalah) ‫‘ )ﺍﺃﻟﺪﺍء‬ada adalah ) ‫ﺃﺣﺪ‬
menyampaikan. ATAU menyampaikan hadis.

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
19

Sedangkan ada’ al-hadis menurut istilah adalah meriwayatkan hadis dan memberikannya pada
para murid. Ada’ al-hadis juga bias diartikan sebgai proses mereportasekan hadis setelah ia
menerimanya dari seorang guru. Karena tidak semua orang bias menyampaikan hadis kepada
orang lain, dalam hal ini mayoritas ulama hadis, ushul, dan fiqh memiliki kesamaan pandangan
dalam memberikan syarat dan criteria bagi pewaris hadis.

29) Mengidentifikasi ketentuan syarat-syarat sebagai perawi dalam tahammul wal ada’ (M3
KB2)
syarat-syarat sebagai perawi dalam tahammul wal ada’tersebut :
1. Syarat-syarat perawi dalam tahammul hadis
a. Penerima harus dlabit̹ (memiliki hafalan yang kuat atau memiliki dokumen yang valid).
b. Berakal sempurna serta sehat secara fisik dan mental
c. Tamyiz
2. Syarat perawi dalam ada’ al-hadis
a. Islam
b. Baligh
c. Adalah (adil)
d. Dlabit

30) Menganalisis sighat tahammuL


Metode penerimaan sebuah hadis dan juga penyampaiannya kembali ada delapan macam yaitu :
a. al-Sima’ (mendengar) Yaitu mendengar langsung dari sang guru. al-Sima’ mencakup imlak
(pendektean), dan tahdits (narasi atau member informasi). Menurut mayoritas ahli hadis,
Sima’ merupakan shigat riwayat yang paling tinggi.
b. al-Qira’ah (membacakan hadis pada guru) al-Qira’ah disebut juga al-Ardlu memiliki dua
bentuk. Pertama, seorang rawi membacakan hadis pada guru. Baik hadis yang dia hafal atau
yang terdapa tdalam sebuah kitab yang ada di depannya. Kedua, ada orang lain membacakan
hadis, sementara rawi dan gurunya berada pada posisi mendengarkan.
c. al-Ijazah Salah satu bentuk menerima hadis dan mentransfernya adalah dengan cara seorang
guru member ijin kepada muridnya atau orang lain untuk meriwayatkan hadis yang ada
dalam catatan pribadinya (kitab), sekalipun murid tidak pernah membacakan atau mendengar
langsung dari sang guru.
d. al-Munawalah Tindakan seorang guru memberikan sebuah kitab atau hadis tertulis agar
disampaikan dengan mengambil sanad darinya. Munawalah ada dua bagian, yaitu disertai
dengan riwayat dan tidak disertai dengan riwayat. Kemudian bentuk yang pertama dibagi
menjadi beberapa macam yaitu:
1. Guru mengatakan “ini adalah hadis yang aku dengar, aku berikan dan ku ijazahkan
kepada mu”.
2. Mirip dengan munawalah ma’al ijazah, seorang guru mengatakan kepada muridnya
“ambillah kitab ini, kutip dan telitilah, kemudian kembalikan lagi kepadaku”.
3. Seorang murid membawakan hadis yang kemudian diteliti oleh sang guru dan berkata
“ini adalah hadisku, riwayatkanlah dariku”.
e. al-Mukatabah (menulis) Devinisi yang dimaksud dengan menulis di sini adalah aktivitas
seorang guru menuliskan hadis, baik ditulis sendiri atau menyuruh orang lain untuk kemudian
diberikan kepada orang yang ada di hadapannya, atau dikirimkan kepada orang yang berada
ditempat lain. Sebagaimana halnya munawalah, mukatabah juga terdapat dua macam yaitu
disertai dengan ijazah dan tidak disertai dengan ijazah.
f. al-I’lam al-Syaikh (memberitahukanseorang guru) al-I’lam al-Syaikh, adalah tindakan
seorang guru yang memberitahukan kepada muridnya bahwa kitab atau hadis ini adalah
riwayat darinya atau dari yang dia dengar, tanpa disertai dengan pemberian ijazah untuk
menyampaikannya.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
20

g. al-Washiyyah al-Washiyyah adalah penegasan guru ketika hendak bepergian atau dalam
masa-masa sakaratul maut, yaitu wasiat kepada seseorang tentang kitab tertentu yang
diriwayatkannya.
h. al-Wijadah Yakni seseorang memperoleh hadis orang lain dengan mempelajari kitab-kitab
dengan tidak melalui cara al-sama’, al-ijazah, atau al-munawalah.

NURUL LAILIYAH
31) Landasan ilmu Al-jahr wa ta’dil : (M3 KB3)
Ajaran Islam melarang seseorang untuk melakukan ghibah yakni, membicarakan ataupun
menyebarkan aib orang lain sementara dalam ilmu jarh wa ta’dil merupakan cabang ilmu yang
membahas kebaikan maupun keburukan orangorang yang namanya tercantum dalam sanad hadis.
Penilaian yang baik disebut ta’dil dan penilaian negatif (mencela atau melukai nama baiknya)
disebut jarh.
Sekalipun Islam melarang ghibah namun ada 6 hal ghibah yang diperbolehkan menurut Al-
Ghazali dan Al Naqawi yang dikutip oleh Hasbi Ash Shiddieqy:
a. Karena teraniaya; orang yang teraniaya boleh membicarakan penganiayaan yang dilakukan
oleh pelakunya
b. Meminta pertolongan untuk membasmi kemungkaran
c. Untuk meminta fatwa
d. Untuk menghindarkan manusia dari kejahatan
e. Orang yang dicela merupakan orang yang terang-terangan melakukan bid’ah dan
kemungkaran
f. Untuk memberikan informasi yang sebenarnya

32) Syarat-syarat kritikus hadits :


1. Haruslah orang tersebut ‘âlim (berilmu pengetahuan),
2. Bertaqwa,
3. Wara’ (orang yang selalu menjauhi perbuatan maksiat, syubhat-syubhat, dosa-dosa kecil dan
makruhat-makruhat),
4. Jujur,
5. Belum pernah dijarh,
6. Menjauhi fanatik golongan,
7. Mengetahui sebab-sebab untuk men-ta’dilkan dan untuk men-tajrihkan

33) Tingkatan-tingkatan jarh wa ta’dil :


1.Tingkatan Pertama
Yang menggunakan bentuk superlatif dalam penta’dil-an, atau dengan menggunakan
wazan af’ala dengan menggunakan ungkapan-ungkapan seperti : “Fulan kepadanyalah puncak
ketepatan dalam periwayatan” atau “Fulan yang paling tepat periwayatan dan ucapannya” atau
Fulan orang yang paling kuat hafalan dan ingatannya”.
2. Tingkatan Kedua
Dengan menyebutkan sifat yang menguatkan ke-tsiqah-annya, ke-‘adil-annya, dan ketepatan
periwayatannya, baik dengan lafadh maupun dengan makna; seperti : tsiqatun-tsiqah,
atau tsiqatun-tsabt, atau tsiqah dan terpercaya (ma’mun), atau tsiqah dan hafidh.
3. Tingkatan Ketiga
Yang menunjukkan adanya pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu, seperti : tsiqah,
tsabt, atau hafidh.
4. Tingkatan Keempat
Yang menunjukkan adanya ke-‘adil-an dan kepercayaan tanpa adanya isyarat akan kekuatan
hafalan dan ketelitian. Seperti : Shaduq, Ma’mun (dipercaya), mahalluhu ash-shidq (ia
tempatnya kejujuran), atau laa ba’sa bihi (tidamengapa dengannya). Khusus untuk Ibnu Ma’in
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
21

kalimat laa ba’sa bihi adalah tsiqah (Ibnu Ma’in dikenal sebagai ahli hadits yang mutasyaddid,
sehingga lafadh yang biasa saja bila ia ucapkan sudah cukup untuk menunjukkan ketsqahan
perawi tersebut).
5. Tingkatan Kelima
Yang tidak menunjukkan adanya pentsiqahan ataupun celaan; seperti : Fulan Syaikh (fulan
seorang syaikh), ruwiya ‘anhul-hadiits (diriwayatkan darinya hadits), atau hasanul-hadiits (yang
baik haditsnya).
6. Tingkatan Keenam
Isyarat yang mendekati celaan (jarh), seperti : Shalihul-Hadiits (haditsnya lumayan),
atau yuktabu hadiitsuhu (ditulis haditsnya).
34) Sebab-sebab seseorang di kenakan jarh wa ta’dil :
1. Bid’ah yaitu melakukan tindakan tercela diluar ketentuan syara. Orang yang disifati dengan
bid’ah adakalanya tergolong orang yang dikafirkan dan adakalanya orang yang difasikan.
Mereka yang dianggap kafir adalah golongan Rafidhah dan mereka yang dianggap fasik
adalah golongan yang mempunyai keyakinan (‘itikad) yang berlawanan dengan dasar
syari’at.
2. Mukhalafah ialah menyalahi periwayatan orang yang lebih tsiqat. Mukhalafah ini dapat
menimbulkan haditsnya syadz atau munkar.
3. Yang dimaksud dengan ghalath ialah banyak kekeliruan dalam meriwayatkan.
4. Jahalah al-hal ialah tidak dikenal identitasnya, maksud perawi yang belum dikenal
identitasnya ialah haditsnya tidak dapat diterima.
5. Sedangkan Da’wa al-“inqitha’ ialah diduga keras sanadnya terputus, misalnya menda’wa
perawi,mentadliskan atau mengirsalkan suatu hadits.

35) Cara mentakhrij hadits dengan sisitem manual :


Takhrîj dengan jalan mengetahui shahabat yang meriwayatkan hadis.
b) Takhrîj dengan jalan mengetahui lafal awal matan hadis.
c) Takhrîj dengan jalan mengetahui lafal matan hadis yang jarang beredar.
d) Takhrîj dengan jalan mengetahui tema hadis.
e) Takhrîj dengan jalan mengetahui keadaan matan dan sanad hadis.

36) Cara mentakhrij hadits secara digital :


Secara umum, penelitian hadis yang bisa dilakukan melalui CD program tersebut mencakup
lima aspek, yaitu:
1. Takhrij al-hadis (pelacakan hadis pada 9 kitab hadis lengkap dengan sanad dan matannya.
2. I’tibar al-Sanad, yaitu pembeberan seluruh jalur sanad pada sebuah hadis atau berita dengan
maksud untuk mengetahui sejauh mana tingkat hadis tersebut ditinjau dari aspek kualitas
rawinya.
3. Naqd al-sanad, yaitu kiritik sanad atau tinjauan aspek kualitas dan persambungan (ittisal)
mata rantai sanad yang dimiliki oleh suatu hadis, guna mengetahui sisi kualitas hadis dilihat
dari aspek wurud al-hadis.
4. Naqd al-matan, yaitu kritik matan atau tinjauan redaksional maupun substansial dari sebuah
berita atau hadis yang telah diketahui secara pasti orisinalitas dan otentisitas hadis tersebut
dalam tinjauan sanad.
5. Natijah, yaitu kesimpulan akhir dari sebuah penelitian tentang hadis tertentu baik nilai
sanad maupun nilai matannya.

S. ICHSAN
(Mapel QurDis M 4 KB 2)
37) Tawasuth adalah sikap tengah–tengah atau sedang di antara dua sikap, tidak terlalu keras
(fundamentalis) dan terlalu bebas (liberalisme). Dengan sikap inilah Islam bisa di terima di
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
22

segala lapisan masyarakat.1Tawasuth ini juga dikenal dengan istilah "moderasi". Kata
"moderasi" sendiri berasal dari bahasa Inggris "moderation", yang artinya adalah sikap sedang
atau sikap tidak berlebihan. Jika dikatakan "orang itu bersikap moderat" berarti ia bersikap
wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrim.
Di antara term-term yang menunjukkan arti moderasi (tawasuth) dalam Al-Quran, adalah:
a. Term Wasat Term wasat hanya disebutkan lima kali di dalam AlQuran. Term wasat juga
digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang berada di anatara dua hal yang buruk,
sebagimana sikap dermawan, yakni sikap yang berada di antara sikap boros dan kikir, dan
juga ssu yang murni, yakni yang berada di antara darah dan kotoran, maka dari sinilah kata
wasat dimaknai sebagai sikap moderat (pertengahan), tidak ke kiri dan idak ke kanan,
bainattafrit-wal-ifrat….al Qolam ayat 28
b. Term al-wazn Term al-Wazan dengan seluruh kata jadiannya didalam aAl-Quran terulang
sebanyak 28 kali. Makna dasarnya adalah sesuatu yang digunakan untuk menhetahui ukuran
sesuatu.9 Dari sini bisa dilihat bahwa kata tersebut pada mulanya berarti benda, sebagaimana
kata al-mizan yang berarti timbangan, yang lazim diketahui dan dipahami oleh banyak orang
sebagai alat yang digunakan untuk menimbang barang atau benda. Seperti dalam firman Allah
Swt Al-A’raaf 28
c. Term al-'Adl Term 'adl dengan seluruh derivasinya ditemukan sebanyak 28 kali. Ada banyak
makna yang dikandung oleh term 'adl, antara lain istiqamah (lurus/tidak benkok), al-musawah
(sama), yakni orang yang adil adalah orang yang membalas orang ain sepadan dengan apa
yang diterimanya, baik maupun buruk, at-taswiyah (mempersamakan), seperti yang
diisyaratkan dalam firman-Nya Al-An’am 150

38) Istilah tasamuh ( ) ‫ ﺗﺴﺎﻣﺢ‬berasal dari dari kata ‫ ﺳﻤﺢ‬yang berarti kelayakan atau kemudahan.
Dalam kamus al-Munawwir kata ‫ ﺳﻤﺢ‬diartikan dengan . ‫ ﺳﺎﻫﻞ‬yang berarti bermurah hati.
Sedangkan kata ‫ ﺗﺴﺎﻣﺢ‬diartikandengan ‫ ﺗﺴﺎﻫﻞ‬yang berarti mempermudah. Istilah tasamuh
tersebut sering disamakan dengan term toleransi yang telah menjadi istilah mutakhir bagi
hubungan antara dua pihak yang berbeda secara idiologi maupun konsep.
Berdasarkan pengertian di atas, maka kata tasamuh menunjukkan kemurahan hati dan
kemudahan dari kedua belah pihak atas dasar saling pengertian.

Menurut Syekh Salim bin Hilali tasāmuḥ memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
a. Kerelaan hati karena kemuliaan dan kedermawanan.
b. Kelapangan dada karena kebersihan dan ketaqwaan.
c. Kelemah lembutan karena kemudahan.
d. Muka yang ceria karena kegembiraan.
e. Rendah hati dihadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan.
f. Mudah dalam berhubungan sosial (muamalah) tanpa penipuan.
g. Menggampangkan dalam berdakwah kejalan Allah tanpa basa-basi.
h. Terikat dan tunduk kepada agama Allah SWT tanpa rasa keberatan.45
Tasamuh (toleransi) dalam Q.S. Al-Kafirun/ 109 : 1-6…..QS alBaqarah:256…..
Tasamuh (toleransi) dalam akidah. Tasamuh (toleransi) sebatas dalam muamalah dan
mu’asyarah, bukan dalam masalah akidah atau ibadah dalam beragama. Dalam masalah akidah
atau agama tidak ada tasamuh (toleransi) dan tawar menawar.
Contoh sikap tasamuh (toleransi)
a. Tasamuh (toleransi) dalam jual beli
b. Tasamuh (toleransi) dalam menagih hutang

39) Akar kata tawazun dari Al Wazn ( ) ‫ﺍﻟﻮﺯﻥ‬Al Waznu ditambah ta’ dan alif menjadi – ‫ﺗﻮﺍﺯﻥ ﺗﻮﺍﺯﻧﺎ‬
‫ –ﻳﺘﻮﺍﺯﻥ‬Tawazun, berasal dari kata tawazana : Seimbang Tawazun bermakna memberi sesuatu
akan haknya, tanpa ada penambahan dan pengurangan. Dengan demikian tawazun menurut
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
23

bahasa berarti keseimbangan atau seimbang sedangkan menurut istilah tawazun merupakan suatu
sikap seseorang untuk memilih titik yang seimbang atau adil dalam menghadapi suatu persoalan.
Klasifikasi Tawazun Sikap tawazun merupakan sikap seimbang dalam berhidmah, baik hidmah
kepada Allah SWT atau hidmah kepada sesama manusia maupun dengan lingkungannya.
Termasuk sikap tawazun sebagai berikut:
a. Keseimbangan teologi
b. Kesimbangan ritual keagamaan
c. Keseimbangan moralitas dan budi pekerti
d. Keseimbangan proses tasyri’ (pembentukan hukum)35
Jadi, Tawazun itu :
1. Dalam pandangan Islam, hidup duniawi dan ukhrawi merupakan satu kesatuan. Dunia adalah
tempat menanam dan akhirat adalah tempat menuai. Segala sesuatu yang kita tanam selama di
dunia, akan kita peroleh buahnya di akhirat kelak.
2. Ayat di atas menggarisbawahi pentingnya mengarahkan pandangan kepada akhirat sebagai
tujuan dan kepada dunia sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
Sesuai fitrah, manusia memiliki tiga potensi, yaitu aljasad (jasmani), al-aql (akal), dan ar-ruh
(ruhani). Islam menghendaki ketiga dimensi tersebut berada dalam keadaan tawazun
(seimbang). Ketiga potensi ini membutuhkan makanannya masing-masing, yaitu yang
pertama, jasmani atau fisik adalah amanah dari Allah Ta'ala, karena itu harus dijaga, agar
jasmani senantiasa sehat. Maka jasmani pun harus dipenuhi kebutuhannya agar menjadi kuat.
Perintah terkait tawazun juga terapat Q.S. A-Rahman ayat 7-9

(Mapel QurDis M 4 KB 1)
40) Sejarah Munculnya Metode Tafsir Tematik (Maudhu'iy)
Menurut sebagian ulama, tafsir tematik ditengarai sebagai metode alternative yang paling sesuai
dengan kebutuhan ummat saat ini. dapat memberi jawaban atas berbagai problematika ummat,
DAN yang paling obyektif, tentunya dalam batas-batas tertentu. Melalui metode ini, seolah
penafsir mempersilahkan Al-Quran berbicara sendiri melalui ayat-ayat dan kosa kata yang
digunakannya terkait dengan persoalan tertentu. Istantiqil Al-Quran (ajaklah Al-Quran
berbicara), demikian ungkapan yang sering dikumandangkan ole para ulama yang mendukung
penggunaan metode ini. Dikatakan obyektif karena sesuai maknanya, kata al-maudhu' berarti
“Sesuatu yang ditetapkan di sebuah tempat dan tidak ke mana-mana”.
Metode ini dikembangkan oleh para ulama untuk melengkapi kekurangan yang terdapat pada
khazanah tafsir klasik yang didominasi oleh pendekatan tahlili, yaitu menafsirkan ayat demi
ayat sesuai dengan susunannya dalam mushaf. Segala segi yang 'dianggap perlu' oleh sang
mufasir diuraikan, bermula dari arti kosa kata, asbabun nuzul, munasabah, dan lain-lain yang
berkaitan dengan teks dan kandungan ayat. Metode ini dikenal dengan metode tahlili atau tajzi'i
dalam istilah Baqir Sadr. Para mufsir klasik umumnya menggunakan metode ini. Kritik yang
sering ditujukan pada metode ini adalah karena dianggap menghasilkan pandangan-pandangan
parsial. Bahkan tidak jarang ayat-ayat Al-Quran digunakan sebagai dalih pembenaran pendapat
mufasir. Selain itu terasa sekali bahwa metode ini tidak mampu memberi jawaban tuntas terhadap
persoalan-persoalan umat karena terlampau teoritis.
Kendati istilah tafsir tematik baru popular pada abad ke 20, tepatnya ketika ditetapkan sebagai
mata kuliah di Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar pada tahun 70-an, tetapi embrio tafsir
tematik sudah lama muncul. Bentuk penafsiran Al-Quran dengan Al-Quran (tafsir Al-Quran bil
Al-Quran) atau Al-Quran dengan penjelasan Hadis (tafsir Al-Quran bisSunnah) yang telah ada
sejak masa Rasulullah disinyalir banyak pakar sebagai bentuk awal tafsir tematik.
Di dalam Al-Quran banyak ditemukan ayat-ayat yang baru dapat dipahami dengan baik setelah
dipadukan/dikombinasikan dengan ayat-ayat di tempat lain.
Pengecualian atas hewan yang halal untuk dikonsumsi seperti disebut dalam Surah alma'idah/5:1
belum dapat dipahami kecuali dengan merujuk kepada penjelasan pada ayat yang turun
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
24

sebelumnya, yaitu Surah al-An'am/6: 145, atau dengan membaca ayat yang turun setelahnya
dalam Surah al-Ma'idah/5: 3. Banyak lagi contoh lainnya yang meng-indikasikan pentingnya
memahami Al-Quran secara komprehensif dan tematik

41) Langkah-langkah dalam Metode Tafsir Tematik (Maudhu'iy)


Al-Farmawi di dalam kitab Al-Bidâyah fî al-Tafsir alMaudhû’iy. Secara rinci mengemukakan cara
kerja yang harus ditempuh dalam menyusun suatu karya tafsir berdasarkan metode ini. Antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Memilih/menetapkan masalah Al-Quran yang akan dikaji secara maudhû’iy (tematik)
b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan, ayat
Makkiyyah dan Madaniyyah.
c. Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai
pengetahuan mengenai latar belakang turunnya ayat atau asbâb an-nuzûl.
d. Mengetahui korelasi (munâsabah) ayat-ayat tersebut di dalam masing-masing suratnya.
e. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna dan utuh (outline).
f. Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadis, bila dipandang perlu, sehingga pembahasan
menjadi semakin sempurna dan semakin jelas.
g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-
ayat yang mengandung pengertian serupa, mengkompromikan antara pengertian ‘âm dan khash,
antara yang muthlaq dan yang muqayyad, menyingkronkan ayat-ayat yang lahirnya tampak
kontradiktif, menjelaskan ayat nâsikh dan mansûkh, sehingga semua ayat tersebut bertemu pada
satu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat
kepada makna yang kurang tepat dan keliru menyusun kesimpulan yang menggambarkan
jawaban Al-Quran terhadap masalah yang dibahas.

42) Kelebihan dan Kekurangan Metode Tafsir Tematik (Maudhu'iy)


Kelebihan :
a. Hasil tafsir maudhû’iy memberikan pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan hidup
praktis, sekaligus memberikan jawaban terhadap tuduhan/dugaan sementara orang bahwa Al-
Quran hanya mengandung teori-teori spekulatif tanpa menyentuh kehidupan nyata.
b. Sebagai jawaban terhadap tuntutan kehidupan yang selalu berubah dan berkembang,
menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap Al-Quran.
c. Studi terhadap ayat-ayat terkumpul dalam satu topik tertentu juga merupakan jalan terbaik dalam
merasakan fashâhah dan balâghahal-Qurân.
d. Kemungkinan untuk mengetahui satu permasalahan secara lebih mendalam dan lebih terbuka.
e. Tafsir maudhû’iy lebih tuntas dalam membahas masalah.

Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa tafsir tematik mempunyai keistimewaan di dalam
menuntaskan persoalan-persoalan masyarakat dibandingkan metode lainnya, antara lain:

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
25

a. Menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadis Nabi adalah suatu cara terbaik di dalam
menafsirkan Al-Quran,
b. Kesimpulan yang dihasilkan oleh metode tematik mudah dipahami. Hal ini disebabkan ia
membawa pembaca kepada petunjuk Al-Quran tanpa mengemukakan berbagai pembahasan
terperinci dalam satu disiplin ilmu. Dengan demikian ia dapat membawa kita kepada pendapat
Al-Quran tentang berbagai problem hidup disertai dengan jawaban-jawabannya. Hal ini
membuktikan bahwa Al-Quran adalah petunjuk hidup.
c. Metode ini memungkinkan seseorang untuk menolak anggapan adanya ayat-ayat yang
bertentangan dalam Al-Qura’an, sekaligus membuktikan bahwa Al-Quran sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.

Kekurangan :
a. Mungkin melibatkan pikiran dalam penafsiran terlalu dalam.
b. Tidak menafsirkan segala aspek yang dikandung satu ayat, tetapi hanya salah satu aspek yang
menjadi topik pembahasan saja. Yang dimaksudkan di sini ialah mengambil satu kasus yang
terdapat di dalam satu ayat atau lebih yang mengandung banyak permasalahan yang berbeda.
Misalnya, petunjuk tentang shalat dan zakat. Biasanya kedua ibadah itu diungkapkan bersamaan
dalam satu ayat. Apabila ingin membahas kajian tentang zakat, misalnya, maka mau tak mau
ayat tentang shalat harus ditinggalkan ketika menukilkannya dari mushaf agar tidak menganggu
pada waktu melakukan analisis.
c. Membatasi pemahaman ayat. Dengan ditetapkannya judul penafsiran, maka pemahaman suatu
ayat menjadi terbatas pada permasalah yang dibahas tersebut. Akibatnya, mufasir terikat oleh
judul itu. Padahal tidak mustahil satu ayat itu dapat ditinjau dari berbagai aspek. Dengan
demikian, dapat menimbulkan kesan kurang luas pemahamannya. Kondisi yang digambarkan itu
memang merupakan konsekuensi logis dari metode tematik

AHMAD SILMI
43) Konsep tafsir kontekstual sebagai salah satu jenis penafsiran al-quran. (M4 KB 3)
M. Subhan Zamzami dalam artikelnnya yang berjudul Tafsir Kontekstual, menyatakan bahwa
sebagaimana teori-teori fikih dan tafsir yang diformulasikan dengan cara menelaah karya-karya
fikih dan tafsir yang ada, metode dan aplikasi tafsir kontekstual juga bisa disimpulkan atau dirinci
satu persatu sesuai dengan urutannya sebagai berikut:
 Pertama, menguasai dengan baik sejarah manusia terutama sejarah orang-orang Arab pra-
Islam, baik secara bahasa, sosial, politik, dan ekonomi sebagai modal awal proses penafsiran
kontekstual. Sebab selain Al-Quran tidak diturunkandalam ruang hampa, di dalamnya juga
terdapat banyak informasi tentang mereka.
 Kedua, menguasai secara menyeluruh seluk-beluk orang-orang Arab dan sekitarnya sebagai
sasaran utama turunnya Al-Quran dari awal turunnya ayat pertama hingga ayat terakhir,
bahkan hingga Rasulullah saw. wafat. Sebab tidak semua ayat Al-Quran memiliki sababun
nuzul sehingga bila hanya mengandalkan asbabun nuzul, maka penafsiran akan kurang
sempurna. Oleh karenanya, penguasaan terhadap seluk-beluk orang-orang Arab dan sekitarnya
sangat mendesak yang sangat diharapkan bisa membantu proses penafsiran kontekstual.
 Ketiga, menyusun ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan kronologi turunnya, memperhatikan
korelasi sawabiq dan lawahiq ayat, mencermati struktur lingustik ayat dan perkembangan
penggunaannya dari masa ke masa, dan berusaha menggali kandungan inter-teks dan extra-teks
secara komprehensif.

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
26

 Kempat, mencermati penafsiran para tokoh besar awal Islam secara seksama dan konteks
sosio-historinya, terutama yang secara lahir bertentangan dengan Al-Quran, tetapi bila
diperhatikan ternyata sesuai dengan tuntutan sosial yang ada pada waktu itu dan tetap berada
dalam spirit Al-Quran.
 Kelima, mencermati semua karya-karya tafsir yang ada dan memperhatikan konteks sosio-
historis para penafsirnya. Sebab bagaimana pun juga, para penafsir mempunyai sisi-sisi
kehidupan yang berbeda satu sama lain dan turut memengaruhi penafsirannya.
 Keenam, menguasai seluk-beluk kehidupan manusia di mana Al-Quran hendak ditafsirkan
secara kontekstual dan perbedaan serta persamaannya dengan masa-masa sebelumnya,
terutama pada masa awal Islam.

44) Komponen dasar dalam metode tafsir kontekstual (Modul 4 KB 3)


Upaya perumusan kembali nilai Al-Quran untuk memenuhi tantangan dan kebutuhan yang berbeda-
beda di setiap masa, maka perhatian yang mendalam hendaklah diarahkan kepada empat komponen
pokok yang saling terkait erat. Adapun empat komponen tersebut adalah sebagai berikut:
 Pertama, konteks literer Al-Quran. maksudnya adalah konteks di mana suatu tema atau istilah
tertentu muncul di dalam Al-Quran, mencakup ayat-ayat sebelum dan sesudah tema atau terma
itu yang merupakan konteks langsungnya serta rujukan silang kepada konteks-konteks relevan
dalam surat-surat lain. Pada batas-batas tertentu, konteks literer juga mencakup penelusuran
keragaman tradisi teks (rasm) dan bacaan Al-Quran (qira’ah) yang relevan dengan ayat-ayat
yang dicobapahami untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentangnya.
 Kedua, Konteks historis Al-Quran yang merupakan latar kesejarahan Al-Quran baik yang
bersifat makro maupun mikro. Konteks historis makro adalah latar kesejarahan tidak langsung
atau mileu yang berupa situasi masyarakat, agama, adat-istiadat, pranata-pranata, relasi-relasi
politik, dan bahkan kehidupan secara menyeluruh di Arabia sampai kepada kehidupan Nabi
Muhammad saw sendiri, terutama Makkah dan Madinah menjelang dan pada saat pewahyuan
Al-Quran.

Sedangkan konteks historis mikro adalah latar kesejarahan langsung teks-teks spesifik Al-
Quran yang direkam dalamapa-apa yang disebut mawathin al-nuzul (tempat-tempat turun),
sya’n al-nuzul (situasi turun) dan asbab al-nuzul (sebab-sebab turun) Al-Quran.
 Ketiga, konteks kronologis Al-Quran. Maksudnya kronologis pewahyuan bagian-bagian Al-
Quran tentang suatu tema atau istilah tertentu yang akan memperlihatkan bagaimana tema
tersebut berkembang dalam bentangan pewahyuan Al-Quranselama lebih kurang 23 tahun
seirama dengan perkembangan misi kenabian Muhammad saw dan komunitas Muslim. Di
dalam tradisi ‘Ulum Al-Quran, aspek kronologis ini setidaknya telah dicakup oleh ilmu
tawarikh an-nuzul, ilmu al-makki wa al-madani dan ilmu al-naskh.
 Keempat, konteks spasio-temporal yang merupakan konteks ruang dan waktu yang menjadi
lahan pengimplementasian gagasan-gagasan Al-Quran. Di sini, situasi kontemporer harus
diteliti secara cermat terkait berbagai unsur komponennya, sehingga dapat dinilai dan diubah
sejauh diperlukan, serta dapat dideterminasi prioritas-prioritas baru untuk implementasi nilai-
nilai Al-Quran secara segar dan bermakna.

45) Kelebihan dan kekurangan metode tafsir kontekstual dalam penafsiran al-quran. (Modul 4
KB 3)
Kelebihannya:
Di antara usaha dan aneka ragam pendekatan tersebut adalah penafsiran kontekstual terhadap teks-
teks suci Islam, terutama al-Qur`an. Penafsiran kontekstual sangat urgen dilakukan karena empat
alasan utama sebagai berikut:

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
27

1. Perbedaan pola hidup setiap generasi umat Islam sepanjang sejarahnya. Pada gilirannya
perbedaan ini menuntut perbedaan solusi. Perbedaan solusi salah satunya muncul dari perbedaan
penafsiran terhadap al-Qur`an.
2. Al-Qur`an mengkleim dirinya sebagai kitab sempurna dan terakhir. Padahal sebagian ayatnya
mengandung unsur-unsur lokalitas-temporal. Penafsiran tekstual terhadapnya bisa
menjerumuskan seseorang pada unsur-unsur itu yang menggiringnya pada penafsiran yang
salah. Penafsiran kontekstual bisa menyelamatkannya dari kesalahan penafsiran semacam itu.
3. Al-Qur`an tidak merinci segala persoalan, tetapi menyebutkan perkara-perkara umum yang
memungkinkan untuk ditafsirkan dengan aneka ragam penafsiran, terutama penafsiran
kontekstual.
4. Sebagai karya manusia, penafsiran para sarjana Muslim yang ada selama ini bukan sesuatu yang
sudah final sehingga tidak memerlukan penafsiran lagi dan revisi terutama yang berhubungan
dengan pemecahan persoalan sosial umat Islam. Mereka hidup tidak hidup pada masa yang
sama. Penafsiran kontekstual bisa menyempurnakan kekurangan usaha mereka.
Kelemahannya:
Penyandingan tafsir tematik dengan tafsir kontekstual bukan berarti tafsir kontekstual merupakan
tafsir maha sempurna yang tidak memiliki kelemahan sedikit pun. Sebab bagaimana pun juga, tafsir
tidak sesempurna al-Qur`an itu sendiri. Setiap metode dan corak penafsiran tentu tidak sempurna.
Bahkan tafsīr bi al-ma`thūr yang diyakini sebagai metode tafsir paling utama sekalipun tetap tidak
sempurna, apalagi metode dan corak tafsir yang lain. Khusus tafsir kontekstual,
ketidaksempurnaannya sedikitnya terletak pada lima poin utama:
1. Fakta bahwa tidak semua ayat al-Qur`an mempunyai sabab al-nuzūl bahkan sebagian besar ayat
tidak memilikinya. Padahal asbāb al-nuzūl merupakan tonggak utama tafsir kontekstual.
2. Rumitnya menguasai seluruh aspek kehidupan manusia sejak pra-Islam hingga sekarang.
Padahal asbāb al-nuzūl yang sedikit bisa disempurnakan dengan penguasaan terhadap seluruh
aspek kehidupan mereka ini.
3. Tafsir kontekstual tidak berlaku pada ayat-ayat al-Qur`an yang berbau akidah.
4. Tafsir kontekstual cenderung berlaku pada waktu dan masa tertentu, tidak berlaku secara
universal dan sepanjang masa.
5. Perubahan kehidupan manusia yang serba cepat menuntut penafsiran kontekstual yang juga
cepat. Padahal penafsiran yang tergesa-gesa sangat berpotensi untuk keliru.

46) Metode tafsir al-quran kontemporer dalam penafsiran al-quran. (Modul 4 KB 4)


Berbeda dengan keempat metode di atas, Rahman menawarkan sebuah metode tafsir kontemporer
yang memiliki nuansa "unik" dan menarik untuk dikaji secara intensif. Metode ini, seperti
dikemukan, populer dengan nama double movement. Di antara langkah yang diambil dalam
menerapkan metode ini adalah:
penerapan pendekatan sejarah dalam rangka menemukan makna teks Al Qur'an. Untuk itu, al-Qur'an
harus dikaji dalam bingkai kronologis;
1. pemilahan yang tegas antara preskripsi hukum dengan sasaran dan tujuan al-Qur'an;
2. pemahaman sasaran al-Qur'an dengan memperhatikan latar sosiologisnya

47) Urgensi tafsir kontemporer dalam penafsiran al-quran (Modul 4 KB 4)


Tafsir kontemporer ialah tafsir atau penjelasan ayat Al-Quran yang disesuaikan dengan kondisi
kekinian atau saat ini. Pengertian seperti ini sejalan dengan pengertian tajdid yakni usaha untuk
menyesuaikan ajaran agama dengan kehidupan kontemporer dengan jalan mentakwilkan atau
menafsirkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta kondisi sosial masyarakat.
Metode tafsir kontemporer adalah, metode penafsiran Al-Quran yang menjadikan problem
kemanusiaan yang ada sebagai semangat penafsirannya. Persoalan yang muncul dihadapan dikaji dan
dianalisis dengan berbagai pendekatan yang sesuai dengan problem yang sedang dihadapinya serta
sebab-sebab yang melatar belakanginya
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
28

48) Pendekatan tafsir dalam tafsir kontemporer. (Modul 4 KB 4)


Beberapa pendekatan tafsir kontemporer yang ada sebagai berikut;
1. Pendekatan ilmiah
Tafsir dengan pendekatan ilmiah mengharuskan penafsir dalam memahami ayat-ayat Al-Quran
cenderung menyelaraskan antara teori ilmiah atau aspek metafisika alam dengan ayat Al-Quran.
Al-Quran yang bersifat universal telah memberikan gambaran seluas-luasnya tentang fenomena
alam semesta, yang ternyata setelah dicocokkan sangat berkesesuaian dengan teori ilmu
pengetahuan yang dimiliki manusia pada masa ini.
2. Pendekatan semantik
Sebagai kalam Allah, Al-Quran bersifat transenden dan transhistoris. Namun karena disampaikan
dalam bahasa manusia, maka Al-Quran juga imanen dan historis. Susunan teks Al-Quran yang
dipercaya sesuai dengan susunan di lawḥ al-maḥfuz berbeda dengan urutan diturunkannya.
Jumlah kata-kata Al-Quran adalah terbatas, sedang ruang-waktu pemberlakuannya hampir tak
terbatas. Fakta-fakta ini tampaknya dapat menjadi alasan yang cukup untuk mengatakan bahwa
kompleksitas makna Al-Quran itu demikian tinggi, apalagi jika hendak difahami pada masa yang
sangat jauh dengan masa penurunannya, seperti sekarang ini.
3. Pendekatan Hermeneutika
Pendekatan hermeneutika telah mengilhami para sarjana muslim kontemporer untuk membuka
wacana baru, seperti Arkoun, Hasan Hanafi, Farid Esack dan Nasr Hamid Abu Zaid, dalam
melakukan interpretasi. Konsekuensi dari model hermeneutika, dalam menafsirkan Al-Quran
tidak hanya mengandalkan perangkat keilmuan seperti yang digunakan para penafsir dulu, seperti
ilmu nah}wu sharaf, ushul fiqh dan balaghah, tetapi diperlukan ilmu-ilmu lain seperti teori
sosiologi, antropologi, filsafat ilmu, sejarah, gender, dan sebagainya. Metode hermeneutika yang

4. Pendekatan Ilmu-Ilmu Sosial


Pendekatan ini sebenarnya tidak terlalu baru, pendekatan ini sudah dikenal di awal abad modern
yang lalu. Persentuhan dengan peradaban barat disebut-sebut sebagai stimulus lahirnya
pendekatan ini dalam dunia Islam. Kemampuan para penafsir kontemporer dalam memahami
ilmu-ilmu sosial, dijadikan modal untuk memahami gejala-gejala keagamaan yang sejauh ini
hanya didasarkan pada ilmu-ilmu agama. Mereka tampaknya sangat menyadari bahwa ilmu sosial
yang berasal dari Barat itu sangat penting untuk memahami (mengkritik) gejala (agama) yang ada
dalam dunia Islam selama ini.
Riffat Hassan misalnya, dengan terang-terangan mengakui perlunya mengembangkan apa yang
oleh Barat disebut dengan "teologi feminis" untuk membebaskan umat Islam dari struktur yang
tidak adil dan tidak memungkinkan terjadinya hubungan yang hidup antara laki-laki dan
perempuan.19 Sebenarnya, pendekatan ilmu sosial ini sudah dimulai sejak abad moderen.
Pendekatan ini dikenal dengan al-tafsir al-ijtima’i. Tafsir ini masih diminati pada abad
kontemporer hanya ada sedikit perubahan pada asumsi dan prinsip yang digunakan. Misalnya
pendekatan ini di abad kontemporer kerapkali dikolaborasi dengan pendekatan lain sehingga
menghasilkan tafsir Alal-Quran yang berbeda meskipun pada kasus dan ayat yang sama.
5. Pendekatan yang bersifat mengarah pada pembebasan
Sebagai contoh penulis memilih pendekatan feminisme atau gender. Gender sebagai gejala sosial,
dapat diartikan sebagai pembagian peran manusia berdasar-kan jenis kelamin. Tujuan perjuangan
feminisme pada umumnya mencapai kesetaraan, harkat dan kebebasan perempuan dalam memilih
untuk mengelola kehidupan tubuhnya, baik di luar maupun di dalam rumah tangga.
6. Pendekatan Pluralisme Agama

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
29

Budhi Munawar Rahman menyimpulkan bahwa filsafat atau teologi pluralisme dan dialog antar
umat beragama mensyaratkan dialog antar umat beragama sebagai elemen penting dalam
berinteraksi dengan agama- agama lain. Dialog ini bukan bertujuan menciptakan satu agama
tunggal dan final, melainkan memperkaya dan merayakan keberagaman yang semakin
berkembang dan berarti dalam agama-agama. Dialog korelasional ini harus disertai dengan
tanggungjawab global, oleh karena itu pendekatannya bukan eklesiosentris, kristosentris atau
teosentris melainkan soterosentris (berpusat pada keselamatan) yang didasarkan pada dasar yang
sama, yaitu tanggung jawab global terhadap kesejahteraan manusia dan lingkungan.

ALTRIS WENDRA
49) Menganalisis perbedaan makna dan kandungan hermeneutika di antara tokoh. (Modul 5 KB
1)
Menurut Zygmunt Bauman : sebagaimana dikutip oleh Komaruddin Hidayat bahwa hermeneutika
adalah upaya menjelaskan dan menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah ucapan atau
tulisan yang tidak jelas, kabur, remang-remang dan kontradiksi sehingga menimbulkan keraguan dan
kebingungan bagi pendengar atau pembaca.
Menurut Carl E. Braaten, hermeneutika adalah ilmu yang merefleksikan bagaimana sebuah kata
atau peristiwa dalam budaya dan waktu yang lalu agar bisa dipahami dan menjadi bermakna secara
eksistensial dalam situasi sekarang ini (the science of reflecting on how a word or event in a past
time and culture may be understood and become existentially meaningful in our present situation).

50) Faktor-faktor digunakannya hermeneutika dalam kajian dan penafsiran Al-Qur’an. (Modul 5
KB 1)
Menurut Alparslan Acikgence menyebutkan bahwa munculnya ilmu didorong karena 3 (tiga)
faktor, yaitu :
- adanya komunitas ilmuwan yang memiliki pandangan hidup yang pada dataran konsep mereka
memiliki apa yang disebut lingkungan konseptual (conceptual environment),
- adanya keterkaitan antara satu konsep dan konsep keilmuan yang lain yang membentuk apa yang
disebut sebagai kerangka konsep keilmuan (scienctific conceptual scheme),
adanya keterkaitan konsep itu terjadilah suatu cara pandang terhadap sesuatu yang pada gilirannnya
akan menghasilkan saling hubungan antara satu dan kosa kata teknis (technical vocabulary) lainnya.

51) Konsep dasar dan pendekatan hermeneutika Esack dalam kajian Al-Qur’an. (Modul 5 KB 1)
Menurut Esack, tentang pengkajian Al-Qur’an adalah banyak ulama klasik maupun
kontemporer,yang berafiiasi fundamentalis maupun modernis. Mereka seringkali enggan untuk
menggali keterkaitan tersebut lebih lanjut. Keengganan inilah yang akhirnya berakibat pada
kekakuannya dalam menafsirkan Alquran.
Keengganan mereka menggali keterkaitan dimaksud berakar pada emosi kecemasan akan
keimanan mereka terhadap karakter relevansi abadi Alquran. Padahal menurut Esack, mengkaitkan
teks Alquran dengan konteks historis dan linguistiknya dengan disertai kesadaran Alquran yang
meruang waktu bukan berarti akan membatasi pengertian dan pesan-pesannya berada dalam konteks
itu saja, tetapi justru memahami makna pewahyuannya dalam konteks tertentu di masa lalu nantinya
diharapkan sebagai dasar pijak agar dapat mengkontekstualisasikan ajaranajaran yang ada di
dalamnya di setiap saat dan tempat.
Yang menentukan posisi Esack yang lain adalah penekanannya pada ide pewahyuan
progressif. Yang dimaksud dengan pewahyuan progresif adalah bahwa kalimat Tuhan tetap hidup di
dunia sampai kapanpun. Orang beriman dituntut untuk mendapatkan makna sesuai dengan momen
pewahyuan khusus. Tiga ganjalan yang menjadi kesulitan besar penerapan hermeneutika ke dalam
Alquran menurut Farid Esack adalah:

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
30

1. Untuk menemukan kembali makna, hermeneutika memaksakan keterlibatan konteks dan kondisi
manusia. Tanpa konteks, teks tak akan berarti apa-apa.
2. Hermeneutika menawarkan prinsip bahwa yang menghasilkan makna adalah manusia.
3. Pemikiran dominan yang berkembang selama ini membuat pembedaan yang ketat dan seolah tak
terjembatani antara proses pewahyuan di satu sisi dengan penafsiran itu sendiri di sisi yang lain.

52) Konsep dasar pendekatan historis dalam kajian Al-Qur’an. (Modul 5 KB 2)


Pendekatan historis merupakan ilmu yang didalamnya dibahas sebagai peristiwa dengan
memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, dan latar belakang peristiwa. Kajian dengan objek
peristiwa yang terjadi di masa yang lalu, secara disiplin ilmu, harus menggunakan pendekatan
sejarah sebagai pisau analisis dalam mengkaji Islam, sebagai objek kajian.

53) Konsep dasar pendekatan sosiologis dalam kajian Al-Qur’an. (Modul 5 KB 2)


Sosiologi merupakan salah satu dari ilmu sosial yang digunakan sebagai perangkat analisis melihat
data dan permasalahan. Secara umum, kategori-ketegori bahasan sosiologis, meliputi : kategori
statifikasi sosial seperti kelas dan etnisitas, kategori biososial seperti : seks, jender, perkawinan,
keluarga, masa kanak-kanak, dan usia, kategori pola organisasi sosial, meliputi : politik, produksi
ekonomis, sistem-sistem pertukaran, dan birokrasi, serta kategori proses sosial, seperti: relasi
intergroup, konflik, interaksi personal, penyimpangan, dan globalisasi.

54) Penolakan Fazlur Rahman tentang peran Malaikat Jibril seperto tukang pos dalam
pendekatan historis sosiologis. (Modul 5 KB 2)
Fazlur Rahman telah menolak adanya proses pewahyuan yang melibatkan jibril sebagai sosok
yang bersifat eksternal artinya pewahyuan bukanlah laksana proses seorang tukang pos yang
menyampaikan surat dari pengirim surat ke penerima surat, melainkan pengalaman pewahyuan
tersebut digambarkan sebagai suatu pengalaman spiritual.
Selanjutnya menurut Rahman bahwa meskipun dalam Alquran diibaratkan sebagai gudang
yang menyimpan banyak hal, namun semangat diturunkannya Alquran bersifat tunggal, yakni
semangat moral yang menekankan pada monoteisme dan keadilan sosial dan ekonomi. Oleh
karena itu dia secara eksplisit menyebut bahwa Alquran terutama adalah sebuah buku prinsip-psinsip
dan seruan-seruan moral, bukannya sebuah dokumen hukum. Fazlurrahman mengajukan pendekatan
historis sosiologis dalam memahami Alquran,dengan harapan:
1. Suatu pendekatan historis yang serius dan jujur harus digunakan untuk menemukan makna teks
Alquran.
2. Kemudian seseorang telah siap untuk membedakan antara ketetapan-ketetapan legal Alquran dan
sasaran- sasaran serta tujuan-tujuan, yang ketetapan-ketetapan legal ini diharapkan mengabdi
kepadanya.
3. Sasaran-sasaran Alquran harus dipahami dan ditetapkan dengan tetap memberi perhatian
sepenuhnya terhadap latar belakang sosiologisnya - yakni lingkungan dimana Nabi bergerak dan
bekerja.

ANNAS KHAIRULLAH
55) Konsep Dasar Pendekatan Semantik Dalam Kajian Al-Quran (Modul 5 KB 3)
Beberapa hal yang harus dicermati dalam studi teks dengan pendekatan semantik adalah sebagai
berikut:
a. Pendekatan semantik berkaitan langsung dengan pencarian makna teks-teks Bahasa
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
31

b. Dalam sebuah teks bahasa memuat unsur-unsur atau satuan-satuan, yakni : kata, frase, klausa,
kalimat, paragraf, dan wacana. Inilah yang menjadi sasaran pencarian makna dalam semantik.
c. Macam-macam makna. 1) Makna leksikal, adalah makna yang dimiliki, seperti ibu adalah
orang yang melahirkan kita. Makna gramatikal adalah makna yang baru ada setelah terjadi
proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Contoh: afiksasi
prefiks ber-diikuti kata baju atau berbaju berarti memakai, mengenakan baju.

56) Menganalisis Perkembangan Makna Sinonim Substitutif (Modul 5 KB 3)


Makna mengalami perluasan makna, penyempitan makna, atau pemindahan makna.
1. Perluasan makna: Perubahan pengalaman dan budaya, konteks dan pengetahuan mempengaruhi
makna suatu kata.
2. Penyempitan makna: Seperti perluasan makna, perubahan pengalaman dan budaya, konteks, dan
pengetahuan boleh menyempitkan makna sesuatu kata sehingga menjadi khusus.
3. Pemindahan makna: Pemindahan makna berlaku dalam bahasa kiasan. Bahasa kiasan dapat
dibagikan kepada peribahasa dan bukan peribahasa. Makna sesuatu perkataan itu akan berubah
mengikuti perubahan masa, teknologi dan hubungan sosial dalam masyarakat. Contoh: beternak
(makna lama: memelihara binatang darat, sedangkan makna baru: termasuk memelihara
kehidupan air seperti ikan dan udang); taman (makna lama : tempat indah dengan tumbuhan
bunga, sedangkan makna baru: termasuk kawasan perumahan dan perindustrian), rawat (makna
lama : menjaga orang sakit) (makna baru: termasuk memulihkan orang sakit, barang-barang
lama, barang rusak, air kumbahan), dan lain-lain.

57) Pendekatan Semantik dalam study al-Quran menurut Tosihiku Izutsu (M 5 KB 3)


Menurut Izutsu bahwa memaknai kosa kata Alquran dengan pendekatan semantik amatlah penting
untuk mengetahui bagaimana Alquran memaknai Alquran itu sendiri. Secara umum terdapat 7
(tujuh) kasus di mana setiap ayat secara jelas mengandung kepentingan strategi bagi metode analisis
semantic

58) Kajian Historis Pendekatan Semiotika Dalam Kajian Al-Quran ( M 5 KB 4)


Secara historis, istilah semantik itu sendiri belum digunakan meskipun studi tentangnya sudah
dilaksanakan, sebab itulah masa tersebut oleh Ullman disebut sebagai masa pertama pertumbuhan
yang diistilahkannya dengan underground period. Masa kedua pertumbuhan semantik telah ditandai
dengan kehadiran karya Michel Breal (1883M) yang masih menyebut semantik sebagai ilmu yang
murni historis.
Dengan kata lain, studi semantik pada masa itu lebih banyak berkaitan dengan unsur-unsur di luar
bahasa itu sendiri, misalnya: bentuk perubahan makna, latar belakang perubahan makna, hubungan
perubahan makna dengan logika, dan lain-lain. Masa pertumbuhan ketiga pertumbuhan studi tentang
makna ini ditandai dengan pemunculan karya Filolog Swedia, yakni Gustav Stern (1931 M).

59) Konsep Dasar Pendekatan Semiotika Dalam Kajian Al-Quran ( Modul 5 KB 4)


Terdapat 2 (dua) konsep baru yang ditampilkan Saussure dan merupakan revolusi dalam bidang teori
dan penerapan studi kebahasaan. Kedua konsep itu adalah (1) Linguistik pada dasarnya merupakan
studi kebahasaan yang berfokus pada keberadaan bahasa itu pada waktu tertentu; (2) Bahasa
merupakan suatu gestalt atau suatu totalitas yang didukung oleh berbagai elemen, yang elemen satu
dengan elemen yang lain mengalami saling ketergantungan dalam rangka membangun
keseluruhannya. Wawasan kedua ini pada sisi yang lain juga menjadi akar dari paham linguistik
structural

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
32

60) Pendekatan Semiotik Dalam Pembacaan Surat Al-Fatihah Menurut Mohammed Arkoun (
Modul 5 KB 4)
Dalam melakukan pembacaan terhadap al-Qur'an, khususnya Al-Fatihah,Mohammed Arkoun
menggunakan perangkat analisis linguistik. Untuk keperluan analisisnya, Mohammed Arkoun
melakukan pembacaan terhadap surah Al-Fatihah berdasarkan urutan turunnya wahyu, di mana surah
ini menempati posisi nomor 46. Artinya, bahwa untuk mendapatkan pemahaman yang integral
tentang Allah, seharusnya pembaeaan al-Qur' an dilakukan terhadap surat-surat sebelumnya. Dari
persoalan tersebut, analisis Iinguistik Arkoun dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, apa yang dimaksud
dengan metode linguistik Mohammed Arkoun?, dan yang kedua, bagaimana aplikasi linguistik
Arkoun dalam mengkaji surah Al-Fatihah? Pembacaan al-Qur'an yang diperlukan saat ini adalah
berusaha untuk masuk ke dalam tahap wieara al-Qur'an dengan menggunakan teks al-Qur'an yang
ada saat ini. Dalam mengkaji tekstualitas al-Qur'an, Arkoun membagi tiga bentuk "perkataan"
Tuhan. Pertama, perkataan Tuhan sebagai suatu yang transenden, tak terbatas, dan tak tersentuh oleh
pemahaman manusia, lni berupa keseluruhan wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul. Kedua,
perkataan Tuhan yang termanifestasikan seeara historis melalui para Nabi. Yaitu wahyu yang
diturunkan Allah kepada Nabi Isa dan Nabi Muhammad misalnya. La pelihara melalui lisan sebelum
akhirnya ditulis menjadi muskaf aI-Qur'an. Dan ketiga adalah perkataan Tuhan yang sudah
dibukukan dalam bentuk kitab suci Islam berupa muskaf al-Qur'an. Pada tahap linguistis kritis,
pembacaan Arkoun atas al-Fatihah melalui analisis terhadap "tanda-tanda bahasa atau waeana"
(modalisateurs du discours) yang memiliki peran penting dalam proses pengujaran. Analisis ini
bertuj uan untuk memperjelas atau menangkap maksud-maksudpenutur dari teks Al-Fatihah, Untuk
itu, Arkoun memulai analisisnya dengan mencermati seluruh unsur-unsur Iinguistis dalam proses
pengujaran al-Fatihah, antara lain dengan memeriksa determinan (ism ma'rifah); kata ganti orang
(Damir,pronomina; dan lain-lain. salah satu contoh analisisnya adalah berkaitan dengan kata "Allah"
dalam teks AI-Fatihah yang memiliki posisi sentral secara semantis. lni terlihat ketika Arkoun
mencermati seluruh ism ma'rifah seperti al Hamd, aI- Sirat, aI-rahman, al-rahim dan sebagainya, ia
kemudian melihat term «Allah" dalam teks tersebut telah dipahami dengan banyaknya pemberian
keterangan penentu seperti kata-kata raab al Alamin, al-rahman al-rahim dan seterusnya. Lalu
bagaimanakah seharusnya pemahaman tentang Allah dalam teks itu?, persoalan ini bagi Arkoun
berkaitan erat dengan situasi wacana. Pada akhimya, pembacaan analisis Mohammed Arkoun
terhadap surah AI-Fatihah dapat dibagi menjadi tiga pokok kajian. Pertama, analisis sintaksis,
berfungsi untuk mengkategorikan pilihan-pilihan penutur dari kemungkinan yang ditawarkan oleh
sistem bahasa. Kedua, analisis semantis, berfungsi untuk mengetahui makna yang diacu oleh ayat
atau wacana al-Qur'an ketika memberikan makna atau mendeskripsikan tentang cerita-cerita orang-
orang terdahulu. Sedangkan yang ketiga adalah analisis pragmatis, berfungsi untuk mengkaji sistem
kode dalam al-Qur' an yang mencakup analisis teks, proses dan kondisi sosial.

61) Pengertian pendidikan karakter yang sejalan dengan kandungan al-qur'an hadis (Sumber:
Modul 6 Kb 1 Daring Quran Hadis)
Pendidikan karakter adalah sebuah program pendidikan yang bertujuan untuk mengajarkan berbagai
nilai universal yang dianggap baik oleh komunitas masyarakat kepada para peserta didik. Baik di
sekolah maupun di masyarakat. Baik integratif dalam kurikulum yang formal, maupun sebagai
program tambahan di luar kurikulum formal sekolah atau lembaga pendidikan. Dan individu yang
berkarakter baik ialah individu yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME,
dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan
mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran,emosi, dan
motivasinya (perasaannya).
Pencarian makna pendidikan karakter “terpaksa” harus mencari padanan katanya. Dan padanan kata
yang dapat digunakan adalah kata “akhlak yang baik” atau “moral”. Akhlaq bentuk jamak dari
khuluq yang menurut bahasa diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
33

Pendidikan karakter dan pendidikan akhlak memiliki kesamaan yaitu untuk menjadikan manusia
lebih baik.Pendidikan karakter bersumber pada nilai-nilai kebaikan universal (nilai-nilai kehidupan
yang baik atau buruknya diakui oleh seluruh umat manusia), dan pada dasarnya ajaran Islam adalah
agama yang mengandung nilai-nilai universal yang dapat diterima oleh seluruh umat manusia.
Menurut Fazalur Rahman, setidaknya ada banyak surat yang membahas tentang pendidikan moral
dalam ayat-ayat Al-Quran. Salah satu ayat yang terkait dengan pendidikan akhlak adalah Surah Al-
Baqarah, ayat 83.

62) Konsep pendidikan karakter dalam perspektif quran (Sumber: Modul 6 Kb 1 Daring Quran Hadis)
Dalam Al-Quran ada banyak ayat yang menjelaskan tentang pentingnya pendidikan karakter.
Misalnya Q.S. Al-Baqarah ayat 83 dan ayat 195. Namun, sebenarnya selain dua ayat di atas, akan
banyak sekali kita temukan ayat-ayat yang terkait dengan pembudayaan karakter yang baik yang
sifatnya lebih terperinci misalnya ayat terkait menyampaikan amanat, silaturahmi, mendahukukan
kepentingan orang lain dan sebagainya. Ayat-ayat tersebut dapat dikelompokkan dalam tema akhlak
dan adab.
Q.S. Al-Baqarah ayat 83
‫ﺎﺱ ُﺣ ۡﺴ ٗﻨﺎ َﻭﺃ َ ِﻗﻴ ُﻤﻮﺍْ ٱﻟ ﱠ‬
َ ‫ﺼ َﻠ ٰﻮﺓ‬ ِ ‫ﻴﻦ َﻭﻗُﻮ ُﻟﻮﺍْ ِﻟﻠ ﱠﻨ‬ َ ٰ ‫ﺴ ٗﺎﻧﺎ َﻭﺫِﻱ ۡٱﻟﻘُ ۡﺮ َﺑ ٰﻰ َﻭ ۡٱﻟ َﻴ ٰﺘَ َﻤ ٰﻰ َﻭ ۡٱﻟ َﻤ‬
ِ ‫ﺴ ِﻜ‬ ‫َﻭﺇِ ۡﺫ ﺃَﺧ َۡﺬﻧَﺎ ِﻣﻴ ٰﺜَﻖَ َﺑ ِﻨ ٓﻲ ﺇِ ۡﺳ ٰ َٓﺮ ِءﻳ َﻞ َﻻ ﺗَﻌۡ ﺒُﺪ ُﻭﻥَ ﺇِ ﱠﻻ ﱠ‬
َ ‫ٱ¦َ َﻭ ِﺑ ۡﭑﻟ ٰ َﻮ ِﻟﺪَ ۡﻳ ِﻦ ﺇِ ۡﺣ‬
٨٣ َ‫ٱﻟﺰﻛ َٰﻮﺓ َ ﺛ ُ ﱠﻢ ﺗ ََﻮ ﱠﻟ ۡﻴﺘ ُ ۡﻢ ِﺇ ﱠﻻ َﻗ ِﻠ ٗﻴﻼ ِ ّﻣﻨ ُﻜ ۡﻢ َﻭﺃَﻧﺘُﻢ ﱡﻣﻌۡ ِﺮﺿُﻮﻥ‬ ‫َﻭ َءﺍﺗُﻮﺍْ ﱠ‬
83. Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu
menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak
yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah
shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil
daripada kamu, dan kamu selalu berpaling

Q.S. Al-Baqarah ayat 195


‫ٱ¦ِ َﻭ َﻻ ﺗ ُ ۡﻠﻘُﻮﺍْ ِﺑﺄ َ ۡﻳﺪِﻳ ُﻜ ۡﻢ ِﺇ َﻟﻰ ٱﻟﺘﱠﻬۡ ﻠُ َﻜ ِﺔ َﻭﺃ َ ۡﺣ ِﺴﻨُ ٓﻮ ۚﺍْ ِﺇ ﱠﻥ ﱠ‬
١٩٥ َ‫ٱ¦َ ﻳ ُِﺤﺐﱡ ۡٱﻟ ُﻤ ۡﺤ ِﺴﻨِﻴﻦ‬ َ ‫َﻭﺃَﻧ ِﻔﻘُﻮﺍْ ِﻓﻲ‬
‫ﺳ ِﺒﻴ ِﻞ ﱠ‬
195. Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang berbuat baik

63) Konsep pendidikan karakter dalam perspektif hadis


‫ (ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ‬.‫ ﺇﻧﻤﺎ ﺑﻌﺜﺖ ﻷﺗﻤﻢ ﻣﻜﺎﺭﻡ ﺍﻷﺧﻼﻕ‬: ‫ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ‬: ‫(ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ‬
Artinya:
Dari Abu Hurairah RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. (H.R. Al- Baihaqi).
Substansi hadis diatas adalah akhlak yang mulia atau moral yang baik atau karakter yang mulia. Dan
pendidikan karakter menempati posisi yang sangat signifikan yaitu sesuatu yang sangat penting
dalam Islam. Sampai-sampai, Rasulullah SAW sendiri menyatakan bahwa salah satu sebab beliau
diutus oleh Allah SWT adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.Karena itu, dapat
disimpulkan bahwa pendidikan karakter memiliki dasar argumentasi yang jelas dalam hadis-hadis
nabawi dan memiliki signifikasi yang jelas pula.

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
34

64) Makna wawasan kebangsaan yang sejalan dengan kandungan al-quran


(Sumber: Modul 6 Kb 2 Daring Quran Hadis)
Makna wawasan kebangsaan adalah mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar menempatkan
persatuan, kesatuan, mengembangkan persatuan Indonesia dan sebagai pandangan hidup Pancasila
serta mewujudkan NKRI yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur bertekad untuk
mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir batin, sejajar dengan bangsa lain
yang sudah maju.
Pusat Bahasa Arab Mesir pada 1960, dalam buku Mu'jam Al-Wasith menerjemahkan "bangsa"
dengan kata ummah. Kata sya'b juga diterjemahkan sebagai "bangsa" seperti ditemukan dalam
terjemahan Al-Quran yang disusun oleh Departemen Agama RI, yaitu ketika menafsirkan surat Al-
Hujurat (49): 13
‫ﺎﺭ ُﻓ ٓﻮ ۚﺍْ ﺇِ ﱠﻥ ﺃ َ ۡﻛ َﺮ َﻣ ُﻜ ۡﻢ ِﻋﻨﺪَ ﱠ‬
‫ٱ¦ِ ﺃ َ ۡﺗ َﻘ ٰﯨ ُﻜ ۡۚﻢ ﺇِ ﱠﻥ ﱠ‬
١٣ ‫ﻴﺮ‬ٞ ‫ٱ¦َ َﻋ ِﻠﻴ ٌﻢ َﺧ ِﺒ‬ َ ‫ﺷﻌُﻮﺑٗ ﺎ َﻭ َﻗ َﺒﺎ ٓ ِﺋ َﻞ ِﻟﺘَ َﻌ‬ ُ ‫ٰ َٓﻳﺄ َ ﱡﻳ َﻬﺎ ٱﻟ ﱠﻨ‬
ُ ‫ﺎﺱ ﺇِ ﱠﻧﺎ َﺧ َﻠ ۡﻘ ٰ َﻨ ُﻜﻢ ِ ّﻣﻦ ﺫَﻛ َٖﺮ َﻭﺃُﻧﺜَ ٰﻰ َﻭ َﺟ َﻌ ۡﻠ ٰ َﻨ ُﻜ ۡﻢ‬
13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

65) Konsep wawasan kebangsaan dalam prespektif al-quran (Sumber: Modul 6 Kb 2 Daring
Quran Hadis)
1. Al-Hujurat (49): 13
‫ﺎﺭ ُﻓ ٓﻮ ۚﺍْ ﺇِ ﱠﻥ ﺃ َ ۡﻛ َﺮ َﻣ ُﻜ ۡﻢ ِﻋﻨﺪَ ﱠ‬
‫ٱ¦ِ ﺃ َ ۡﺗ َﻘ ٰﯨ ُﻜ ۡۚﻢ ﺇِ ﱠﻥ ﱠ‬
١٣ ‫ﻴﺮ‬ٞ ‫ٱ¦َ َﻋ ِﻠﻴ ٌﻢ َﺧ ِﺒ‬ َ ‫ﺷﻌُﻮﺑٗ ﺎ َﻭ َﻗ َﺒﺎ ٓ ِﺋ َﻞ ِﻟﺘَ َﻌ‬ ُ ‫ٰ َٓﻳﺄ َ ﱡﻳ َﻬﺎ ٱﻟ ﱠﻨ‬
ُ ‫ﺎﺱ ﺇِ ﱠﻧﺎ َﺧ َﻠ ۡﻘ ٰ َﻨ ُﻜﻢ ِ ّﻣﻦ ﺫَﻛ َٖﺮ َﻭﺃُﻧﺜَ ٰﻰ َﻭ َﺟ َﻌ ۡﻠ ٰ َﻨ ُﻜ ۡﻢ‬
13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
2. QS. Al-Anbiya’: 92
٩٢ ‫ُﻭﻥ‬ ِ ‫ﭑﻋﺒُﺪ‬ ۡ ‫ِﺇ ﱠﻥ ٰ َﻫ ِﺬ ِٓﻩۦ ﺃ ُ ﱠﻣﺘ ُ ُﻜ ۡﻢ ﺃ ُ ﱠﻣ ٗﺔ ٰ َﻭ ِﺣﺪَ ٗﺓ َﻭﺃَﻧ َ۠ﺎ َﺭ ﱡﺑ ُﻜ ۡﻢ َﻓ‬
92. Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah
Tuhanmu, maka sembahlah Aku
3. Q.S Al-Mu’minun: 52
٥٢ ‫ﻮﻥ‬ ِ ُ‫َﻭ ِﺇ ﱠﻥ ٰ َﻫ ِﺬ ِٓﻩۦ ﺃ ُ ﱠﻣﺘ ُ ُﻜ ۡﻢ ﺃ ُ ﱠﻣ ٗﺔ ٰ َﻭ ِﺣﺪَ ٗﺓ َﻭﺃَﻧ َ۠ﺎ َﺭ ﱡﺑ ُﻜ ۡﻢ َﻓﭑﺗﱠﻘ‬
52. Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku
adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku
4. Q.S Al-Imran: 105.
ٓ
١٠٥ ‫ﻴﻢ‬ٞ ‫ٱﺧﺘَ َﻠ ُﻔﻮﺍْ ِﻣ ۢﻦ َﺑﻌۡ ِﺪ َﻣﺎ َﺟﺎ ٓ َء ُﻫ ُﻢ ۡٱﻟ َﺒ ِّﻴ ٰ َﻨ ۚﺖُ َﻭﺃ ُ ْﻭ ٰ َﻟﺌِﻚَ َﻟ ُﻬ ۡﻢ َﻋﺬَﺍﺏٌ َﻋ ِﻈ‬ ۡ ‫َﻭ َﻻ ﺗَ ُﻜﻮﻧُﻮﺍْ ﻛ ﱠَﭑﻟﺬِﻳﻦَ ﺗَ َﻔ ﱠﺮﻗُﻮﺍْ َﻭ‬
105. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah
datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa
yang berat

66) Dalil wawasan kebangsaan dalam prespektif hadis


(Sumber: Modul 6 Kb 2 Daring Quran Hadis)
Dalam hadis juga dijelaskan tentang konsep wawasan kebangsaan, di antaranya:

Musnad Ahmad 12162: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim telah menceritakan kepada kami

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
35

al-Harits bin 'Umair dari Humaid, at-thowil dari Anas, Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam jika tiba
dari suatu perjalanan dan melihat kedinding-dinding Madinah, beliau percepat untanya dan jika
diatas kendaraannya, ditarik-tariknya, karena begitu cintanya kepada Madinah.

HASANUDIN
67) Memilih nilai-nilai karakter yang terdapat dalam mata pelajaran al-quran hadis (M6. KB 3)
bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam surat yusuf dalam Alquran,
setidaknya lebih dari 10 point dari 18 nilai karakter yang disebutkan oleh kemendiknas, yaitu
sebagai berikut:
1. Religius yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadp pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.
2. Jujur yaitu Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang
yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
3. Disiplin yaitu Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
4. Kerja keras yaitu Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
5. Cinta Damai yaitu Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang
lainmerasa senang dan amam atas kehadiran dirinya.
6. Peduli Sosial yaitu Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain
dan masyarakat yang membutuhkan.
7. Bersahabat/komunikatif yaitu Tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.
8. Semangat kebangsaan yaitu Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan
yang menempatkan kepentingan bangasa dan negara diatas kepentingan diri dan
kelompoknya.
9. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
10. Rasa Ingin Tahu yaitu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipeajarinya, dilihat, dan
didengar.
11. Tanggung jawab yaitu Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

68) Nilai-nilai karakter dan wawasan kebangsaan dalam perspektif quran (M6.KB3)
Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dan Wawasan Kebangsaan Dalam Perspektif Qu’ran (Surat
Yusuf)
1. Kelompok I (Surat Yusuf Ayat 1-6)
Religius

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
36

Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing religion
sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya
sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia. Sedangkan religius berasal dari
kata religious yang berarti sifat religi yang melekat pada diri seseorang. Religius
sebagai salah satu nilai karakter dideskripsikan oleh Suparlan sebagai sikap dan
perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain. Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi
perubahan zaman dan degradasi moral, dalam hal ini siswa diharapkan mampu memiliki
dan berprilaku dengan ukuran baik dan buruk yang di dasarkan pada ketentuan
dan ketetapan agama.
Nilai karakter ini bisa kita temukan dengan memahami b a h w a kepribadian Nabi
Yusuf dan Ya’kub adalah pribadi orang yang taat kepada Allah dan mematuhi
syariat agama. Itulah sebab utama mengapa mereka berdua dipilih sebagai Nabi
pengembat risalah umat.
Yusuf melihat mimpi ini di usia yang sangat belia yaitu 10 tahun, dan ini
merupakan bentuk kemuliaan yang Allah anugrahkan kepada beliau.
Nilai Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban-nya yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam sosial
dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Inilah yang penulis temukan
dalam karakter ya’kub, karena kepeduliannya sebagai ayah untuk memberikan
kasih sayang dan perlindungan terhadap anaknya demi kemashlahatan
bersama. Seperti disebutkan dalam Q.S Yusuf ayat 13
2. Kelompok III (Surat Yusuf Ayat 21-29)
Nilai Tanggung Jawab
Walaupun sebelumnya sudah disebutkan tentang tanggung jawab, namun pada
kelompok ini sosok figur yang memiliki tanggung jawab menurut penulis adalah
raja mesir yang membeli Yusuf dari keterpurukan dan setelah dibuang oleh
saudara-saudaranya.
3. Kelompok IV (Surat Yusuf Ayat 30-35)
Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat,
dan didengar. Dan inilah yang bisa kita lihat dari sosok wanita-wanita pembesar di
Mesir yang selalu berupaya mengetahui lebih meluas dan mendalam
sesuatu yang didengarnya. Sebagaimana tertera pada ayat 30-32

69) Nilai-nilai karakter dan wawasan kebangsaan dalam perspektif hadis


Rasulullah SAW mengajarkan kepada umat Islam agar dalam memberikan pendidikan kepada
anak itu dilakukan secara bertahap. Pada usia 7 tahun anak sekedar diperintah untuk shalat, kalau
tidak mau, tidak usah dipukul. Akan tetapi pada usia 10 tahun, ketika diperintah untuk shalat, anak

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
37

tidak mau shalat, maka orang tua diperbolehkan untuk memukul anaknya pada bagian yang tidak
membahayakan, misalnya, punggung; agar si anak mau melaksanakan shalat.
Hadis yang memerintah shalat anak oleh orang tuanya sejalan dengan nilai-nilai karakter atau
perilaku manusia terhadap Tuhan-Allah SWT. Nilai-nilai perilaku manusia terhadap Tuhan
meliputi: taat kepada Tuhan, syukur, ikhlas, sabar, tawakkal (berserah diri kepada Tuhan). Nilai-
nilai perilaku manusia terhadap Tuhan ini akan membentuk karakter spiritual atau keimanan atau
ketakwaan kepada Allah SWT.
Hadis tentang perintah shalat jelas mengandung – antara lain- tuntunan untuk mencapai
kedisiplinan waktu, tanggung jawab sebagai hamba Allah SWT, berfikir positif, sabar dan
tabah dalam menjalankan perintah Tuhan .
Selain itu ada hadis juga Hadis di atas memberikan penjelasan bahwa Rasulullah SAW pada
suatu ketika shalat dengan menggendong cucunya yang bernama Amamah binti Zainab binti
Muhammad SAW. Pada waktu sujud, Rasulullah menaruh cucunya, dan pada waktu berdiri,
Rasulullah menggendong cucunya tersebut. Hal ini menunjukkan sikap dan perilaku
Rasulullah yang cinta dan sayang kepada anak, perempuan, dan sesama. Perilaku ini memberikan
teladan pembelajaran kepada umat Islam untuk supaya memiliki karakter cinta kepada sesama,
kepada anak, dan kepada perempuan.
Karakter cinta, peduli, kasih sayang ini sejalan dengan nilai-nilai perilaku manusia terhadap
sesama manusia. Nilai- nilai perilaku manusia terhadap sesama manusia meliputi: taat peraturan,
toleran, peduli, kooperatif, demokratis, apresiatif, santun, bertanggung jawab, menghormati
orang lain, menyayangi orang lain, pemurah (dermawan), mengajak berbuat baik, berbaik sangka,
empati dan konstruktif
Hadis di atas juga menunjukkan keberpihakan Rasulullah terhadap kaum perempuan. Pada
masa Rasul sebelum diutus, kaum perempuan sangat dianggap hina dalam tradisi jahiliyah.
Hadis di atas menjelaskan bahwa suatu ketika ada seorang Arab (badui) non Muslim datang
ke masjid lalu kencing di dalam masjid. Sahabat-sahabat marah dan hampir memukuli orang
tersebut, tetapi Rasulullah SAW melarang sahabat-sahabat yang ada di lokasi tersebut untuk
menindak orang yang kencing tersebut. Rasulullah menyuruh para sahabat agar membiarkan
orang tersebut kencing sampai tuntas. Setelah orang tersebut menyelesaikan kencingnya,
Rasulullah menyuruh para sahabat agar menyucikan lantai masjid tersebut dengan air, dan
kemudian memberikan teguran serta peringatan terhadap orang kafir tersebut.
Perilaku Rasulullah di atas menunjukkan sikap toleran terhadap orang lain. Meskipun orang
yang kencing tersebut jelas-jelas salah, tetapi kesalahan tersebut dilakukan karena ketidaktahuan.
Rasulullah sangat bijaksana dengan membiarkan orang yang kencing tersebut untuk
menuntaskan kencingnya. Sebab ketika ditegur dan dimarahi pada waktu kencingnya belum
selesai, sangat dimungkinkan orang tersebut lari ke mana-mana dan air kencingnya malah
meluber ke mana-mana. Di samping toleran, bijaksana, Rasulullah memberikan pelajaran kepada
para sahabat, agar dalam memberikan sanksi kepada orang yang salah itu ketika orang tersebut
berbuat kesalahan dengan kesengajaan padahal sudah mengetahui bahwa perbuatannya itu
salah.
Disamping perilaku Rasulullah di atas menunjukkan kandungan nilai karakter cinta
kepada sesama manusia (antara lain toleran), juga menunjukkan nilai-nilai perilaku etik

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
38

manusia terhadap lingkungan. Rasulullah sangat peduli terhadap lingkungan, sehingga ketika
suatu lingkungan kotor, sebisa mungkin kotoran itu tidak meluber ke lingkungan yang lain.
Nilai-nilai perilaku manusia terhadap lingkungan meliputi: peduli dan bertanggung jawab
terhadap pelestarian, pemeliharaan dan pemanfaatan tumbuhan, binatang dan lingkungan alam
sekitar.
70) Metode ibrah dalam al-quran untuk diimplementasikan dalam kehidupan seharai-hari (M.6
Kb 4)
Ayat ini diturunkan untuk menceritakan kepada kita kisah Bal’am, untuk mengingatkan
kepada kita bahwa meskipun seorang itu sudah mencapai ilmu yang sangat tinggi sebagaimana
yang dicapai oleh para Nabi tetapi lalu ia maksiat condong kepada dunia, maka akhirnya
bernasib sebagaimana Bal’am yang disebut oleh Allah : (QS. Al-A’raf: 176)
Orang itu contohnya bagaikan anjing yang selalu mengulurkan lidahnya dalam segala hal,
selalu menjilat-jilat dan tidak berguna baginya segala peringatan, ancaman, dan nasihat, tidak
berguna baginya iman dan pengetahuannya, karena itulah ayat ditutup dengan kalimat :
Ikutilah kisah ini supaya mereka berpikir dan memperhatikan. Pesan;” demikian Itulah
perumpamaan orang- orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada
mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
Dalam ayat diatas terdapat beberapa kandungan ayat yang menarik untuk kita perhatikan
secara seksama, yaitu:
1. Sebuah pemandangan yang menggambarkan seorang manusia yang telah di berikan
ayat-ayat oleh Allah SWT, dengan nilai kebenaran yang sangat mutlak dan tidak bisa ditawar-
tawar lagi. Namun pada akhirnya dia mengingkari dan melepaskan diri dari ayat-ayat Allah
SWT dengan cara mendustakan ayat-ayat tersebut. Sebenarnya ayat-ayat Allah SWT
tersebut bagi dirinya laksana kulit yang membungkus dagingnya sendiri. Jadi dengan
usaha yang dilakukannya saat melepaskan diri dari ayat-ayat Allah SWT tersebut, sama
seperti orang bodoh yang berusaha melepaskan kulit yang membungkus dagingnya.
Sehingga terlihat betapa bodohnya dia dalam menyiksa dirinya sendiri.
2. Dampak negatif bagi manusia apabila menyimpang dari ayat-ayat Allah SWT : (1) Setan
akan selalu mengikutinya kemanapun ia pergi, dimanapun ia berada dan dia akan menjadi
teman setan; (2) Dia termasuk ke dalam golongan orang-orang sesat; (3) Cenderung kepada
kehidupan keduniawian (hedonisme); (4) Dia akan menjalani kehidupan di dunia yang
tidak kekal ini, hanya dengan memperturutkanhawa nafsunya saja; (5) Dia
telah menzhalimi diri sendiri dan bertindak sangat bodoh; (6) Dia laksana seperti anjing yang
sangat hina dan najis.
3. Kajian ilmiah sebagai pembuktian tingkat keilmiahan ayat- ayat dalam al Qur’an, tentang
perilaku anjing yang menjulurkan lidah: Sebuah fakta ilmiah yang menarik dari isi surat
Al-A’raaf ayat 176 diatas, adalah tentang pembuktian ayat dalam Al Qur’an yang
mengulas sifat kebiasaan anjing yang selalu menjulurkan lidah. Setelah empat belas abad
sejak a-Qur’an diturunkan, ilmu pengetahuan modern (biologi dan kedokteran hewan)
telah berhasil membuktikan, bahwa anjing tidak memiliki kelenjar keringat, kecuali dalam
jumlah yang sedikit yang berada di telapak kakinya. Fungsi kelenjar keringat bagi makhluk
hidup adalah untuk mengatur, menurunkan dan menjaga kestabilan suhu tubuhnya. Bagi anjing

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
39

jumlah kelenjar keringat untuk mengatur suhu tubuhnya tidak mencukupi, karena sangat
sedikit. Kekurangan jumlah kelenjar keringat inilah, yang membuat anjing selalu berusaha
menjulurkan lidahnya untuk menurunkan temperatur tubuhnya. Karena pada saat itu lidah dan
rongga mulut dapat melakukan kontak langsung dengan udara, sehingga air menguap dari
rongga mulut dan pharynx-nya, maka dari lidahnya tersebut akan keluar air liur. Dapat
diperhatikan, bahwa anjing memiliki kebiasaan menjulurkan lidah dalam keadaan letih
atau tidak. Apabila kita memperhatikan anjing setelah berlari-lari, akan terlihat bahwa anjing
semakin kerap menjulurkan lidahnya dan semakin banyak pula air liur yang keluar dari
lidahnya.
Ayat ini diakhiri dengan perintah Ikutilah kisah ini supaya mereka berpikir dan memperhatikan.
Mengingat al- Qur’an berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia, maka setiap kali al-Qur’an
dibaca tersingkaplah segala sifat diri orang yang membacanya. Orang itupun bertafakur
menghayati ayat menceritakan mengenai jati dirinya sebagai insan. Apabila dia beriman dengan
apa yang dibacanya, maka segala keburukan yang ada dalam diri segera mau diperbaiki.
Namun ada, yang tidak mau mengakui kelemahan diri yang tersindir oleh ayat al-Qur’an,
padahal kiasan dan ulasan al-Qur’an begitu menusuk ke jantung hati orang yang ikhlas.

71) Metode keteladanan dalam al-quran untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari- hari
(M6 KB4)
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam
memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan
bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain
menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter, maka
guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan
contoh berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi,
datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap
peserta didik, jujur, menjaga kebersihan. Kegiatan keteladanan ini dalam ajaran Islam telah
diajarkan oleh Allah dalam mendidika manusia. Contoh atau teladan tersebut dijelaskan
pada QS. Al-Azhab ayat 21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
Dia banyak menyebut Allah” (Q.S. Al-Azhab: 21)

Munasabah Ayat:
Ayat yang lalu Allah melarang Nabi saw mengikuti orang kafir dan munafik, dan ayat yang
berikutnya ini menyuruh untuk mengikuti wahyu Allah yang Maha Mengetahui

72) Metode nasehat dalam al-quran untuk Diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari (M6
KB4)
Berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan akhlak pada anak, maka kata-kata yang bagus (nasehat)
hendaknya selalu diperdengarkan di telinga mereka. Sehingga apa yang didengarnya tersebut
masuk dalam hati yang selanjutnya tergerak untuk mengamalkannya. Metode ini ditemukan pada
kisah Luqman menasehati anaknya untuk beriman kepada
Alllah sebagaimana dalam QS. Al-Luqman ayat 13:
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran
kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. al-Luqman: 13)

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
40

IKA NURSYIFA
Soal No 73 sd 120 = Modul Pedagogik
73) Penyusunan IPK
Indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi
untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu. Indikator pencapaian kompetensi
menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi disusun guru dengan
merujuk kompetensi dasar. Dengan pertimbangan tertentu, guru dapat menentukan tingkatan
indikator lebih tinggi dari kompetensi dasar (kemampuan minimal) yang ditentukan silabus.
Pertimbangan tertentu yang dimaksud, antara lain: agar lulusan memiliki nilai kompetitif, atau
kelengkapan fasilitas laboratorium lebih baik dari satuan pendidikan sejenis. Indikator pencapaian
kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan/atau
diukur, yang mencakup kompetensi pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan
(psikomotor);
Sementara Permendikbud No 22 tahun 2016, menjelaskan bahawa indikator pencapaian
kompetensi dan tujuan pembelajaran disusun oleh guru dengan merujuk kompetensi dasar.
Kompetensi dasar telah difomulakan secara nasional dan tertuliskan pada kurikulum dan silabus.
Kompetensi dasar sebagai standar kemampuan minimal pencapaian pembelajaran suatu mata
pelajaran disusun bersifat luas, umum, dan belum operasional. Sesuai dengan karakteristik
keunikan satuan pendidikan (kelengkapan fasilitas belajar, guru, potensi peserta didik, dlsb.) guru
harus menjabarkan KD menjadi perilaku yang lebih spesifik, operasional, teramati, dan terukur.
Untuk mengukur perilaku spesifik peserta didik dirumuskan indikator pencapaian kompetensi.
Namun demikian, jika rumusan indikator pencapaian kompetensi masih bisa lebih spesifik dan
detail, maka disusun tujuan pembelajaran. Dengan kata lain, tujuan pembelajaran tetap dibutuhkan
untuk mengukur perilaku spesifik (kemampuan yang lebih mendasar dan detail) peserta didik, dan
sebagai indikator atau penanda tercapainya tujuan proses belajar mengajar, setelah peserta didik
menerima pesan pembelajaran yang terkandung dalam materi yang disampaikan guru.

74) Kriteria IPK yang bermuatan tuntutan pembelajaran abad 21


Pembelajaran abad 21 secara sederhana diartikan sebagai pembelajaran yang memberikan
kecakapan abad 21 kepada peserta didik, yaitu 4C yang meliputi:
1) Communication
2) Collaboration
3) Critical Thinking and Problem Solving
4) Creative and Innovative
Berdasarkan Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Krathwoll dan Anderson,
kemampuan yang perlu dicapai siswa bukan hanya LOTS (Lower Order Thinking Skills) yaitu C1
(mengetahui) dan C2 (memahami). MOTS(Middle Order Thinking Skills) yaitu C
3(mengaplikasikan) dan C4 (menganalisis), tetapi juga harus ada peningkatan sampai HOTS
(Higher Order Thinking Skills) , yaitu C5 (mengevaluasi) dan C6 (mengkreasi)

75) Teori perkembangan intelektual peserta didik


Usia yang dimiliki peserta didik akan berkonsekuensi terhadap pendekatan pembelajaran,
motode, media, dan jenis evaluasi yang digunakan pendidik. Ketika pendidki menghadapi peserta
didik Taman Kanak-kanak pada umumnya berusia 5-6 tahun, sudah tentu akan berbeda pendekatan,
metode, dan media yang digunakan ketika menghadapi peserta didik Sekolah Dasar yang umumnya
berusia 7-11 tahun, dan peserta didik Sekolah Menengah Pertama yang usianya berkisar 12-14
tahun dan juga peserta didik Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan , yang
umumnya berusia 15-17 tahun, karena dilihat dari perkembangan intelektualnya saja jelas berbeda.
Menurut Piaget, Jean perkembangan intelektual anak usia Taman Kanak-Kanak pada taraf pra
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
41

operasional konkrit sedangkan peserta didik Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkrit,
dan peserta didik Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas serta Sekolah
Menengah Kejuruan pada tahap operasional formal. Untuk selanjutnya fase-fase perkembangan
intelektual peserta didik menurutpendapat Piaget, Jean dalam Dwi Siswoyo, dkk. (2013: 100) dapat
dicermati sebagai berikut: 0,0 - 2,0 Tahap Sensori motor
Kemampuan berfikir peserta didik baru melalui gerakan atau perbuatan. Perkembangan panca
indera sangat berpengaruh dalam diri mereka. Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk
menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari
perbuatannya. Pada usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah
“menangis”. Memberi pengetahuan pada mereka usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan
menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak. 0,2 –
7,0 Tahap Pra- operasional
Kemampuan skema kognitif masih terbatas, suka meniru perilaku orang lain, terutama meniru
perilaku orang tua dan guriu yang pernah ia lihat ketika orang itu merespon terhadap perilaku
orang, keadaan dan kejadian, yang dihadapi pada masa lampau. Mulai mampu menggunakan kata-
kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat pendek secara efektif. 7,0 – 11,0 Tahap
Operasional Konkrit Peserta didik sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi, misalnya
volume dan jumlah; mempunyai kemampuan memahami cara mengkombinasikan beberapa
golongan benda yang tingkatannya bervariasi. Sudah mampu berfikir sistematis mengenai benda-
benda dan peristiwa-peristiwa konkrit. 11,0 – 14,0 Tahap operasional Formal
Telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif secara
serentak maupun berurutan. Misalnya kapasitas merumuskan hipotesis dan menggunakan prinsip-
prinsip abstrak. Dengan kapasitas merumuskan hipotesis peserta didik mampu berfikir
memecahkan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan.
Sedang dengan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak , peserta didik akan mampu
mempelajari materi pelajaran yang abstrak, seperti agama, matematika, dan lainnya.
Berdasarkan teori perkembangan dari Piaget tersebut, selanjutnya dapat diketahui tiga dalil
pokok Piaget dalam kaintannya dengan tahap perkembangan intelektual. Ruseffendi dalam Dwi
Siswoyo, dkk. (2013: 101) menyebutkan sebagai berikut: 1). Bahwa perkembangan intelektual
terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya
setiap manusia akan mengalami urutan tersebut dan dengan urutan yang sama; 2). Bahwa tahap-
tahap perkembangan didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan,
pengekalan, pengelompokkan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan
adanya tingkah laku intelektual. 3) Bahwa gerak melalui melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi
oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi
antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).

76) Menganalisis perilaku menyimpang peserta didik berdasarkan teori perkembangan moral
Teori moral adalah sikap dan perilaku individu yang didasari oleh nilai nilai hukum yang
berada di lingkungan tempat dia hidup. Jadi individu dapat dikatakan dapat memiliki teori moral
adalah ketika individu sudah hidup dengan mentaati hukum hukum yang berlaku di tempat dia
hidup.
Sedangkan menurut Lawrence Kohlberg , tahapan perkembangan teori moral adalah ukuran
dari tinggi rendahnya teori moral individu berdasarkan perkembangan penalaran teori moralnya.
Teori perkembangan moral kohlberg yang dikemukakan oleh Psikolog Kohlberg menunjukan
bahwa perbuatan moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal
hal lain yang berhubungan dengan norma kebudayaan (Sunarto,2013:176).
Selain itu Psikolog Kohlberg juga menyelidiki struktur proses berpikir yang mendasari
perilaku moral ( Moral Bahavior). Dalam perkembangannya Psikolog Kohlberg juga menyatakan
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
42

adanya tingkat tingkat yang berlangsung sama pada setiap kebudayaan. Tingkat Teori
perkembangan moral kohlberg (Baca juga mengenai teori decision making dalam psikologi) adalah
ukuran dari tinggi rendahnya moral individu dari segi proses penalaran yang mendasarinya bukan
dari perbuatan moral. Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari
perilaku etis, mempunyai stadium perkembangan dengan tingkat yang teridentifikasi yaitu dapat
dijelaskan sebagai berikut. (Baca juga mengenai perkembangan gender dalam teori psikologi)

Masa Moral Pre konvesional


Pada masa pertama ini, individu sangat tanggap terhadap aturan aturan budaya, misalnya aturan
aturan baik atau buruk, salah atau benar, dsb. Individu akan mengaitkan aturan aturan tersebut
sesuai dengan akibat yang akan dihadapi atas perbuatan yang dilakukan. Individu juga menilai
aturan aturan tersebut berdasarkan kekuatan fisik dari yang menerapkan aturan aturan tersebut.
Pada masa prekonvensional ini dibagi menjadi dua masa yaitu: (Baca juga mengenai teori gaya
hidup dalam psikologi)
 Masa Punishment and Obedience Orientation
Pada masa ini, secara umum individu menganggap bahwa konsekuensi yang ditimbulkan dari
suatu perbuatan sangat menentukan baik buruknya suatu perbuatan yang dilakukan, tanpa
melihat sisi individunya. Perbuatan perbuatan yang tidak diikuti dengan konsekuensi dari
perbuatan tersebut, tidak dianggap sesuatu hal yang buruk. (Baca juga mengenai teori genetik
dalam psikologi sosial)
 Masa Instrumental Relativist Orientation atau Hedonistic Orientation
Pada masa ini, suatu perbuatan dikatakan benar apabila perbuatan tersebut mampu memenuhi
kebutuhan untuk diri sendiri maupun individu lain, serta perbuatan tersebut tidak merugikan.
Pada masa ini hubungan antar individu digambarkan sebagaimana hubungan timbal balik dan
perbuatan terus terang yang menempati kedudukan yang cukup penting. (Baca juga
mengenai teori gunung es dalam psikologi.

Masa Masa Konvensional


Pada masa perkembangan moral konvensional, memenuhi harapan keluarga, kelompok,
masyarakat, maupun bangsanya merupakan suatu perbuatan yang terpuji. Perbuatan tersebut
dilakukan tanpa harus mengaitkan dengan konsekuensi yang muncul, tetapi dibutuhkan perbuatan
dan loyalitas yang sesuai dengan harapan harapan pribadi dan tertib sosial yang berlaku.
Pada masa ini, usaha individu untuk memperoleh, mendukung, dan mengakui keabsahan tertib
sosial sangat ditekankan, serta usaha aktif untuk menjalin hubungan baik antara diri dengan
individu lain maupun dengan kelompok di sekitarnya. Pada masa konvensional ini dibagi menjadi
dua masa yaitu:
 Masa Interpersonal Concordance atau Good Boy/ Good Girl Orientation
Pandangan individu pada masa ini, perbuatan yang bermoral adalah perbuatan yang
menyenangkan, membantu, atau perbuatan yang diakui dan diterima oleh individu lain. Jadi,
setiap individu akan berusaha untuk dapat menyenangkan individu lain untuk dapat dianggap
bermoral.
 Masa Law and Order Orientation
Pada masa ini, pandangan individu selalu mengarah pada otoritas, pemenuhan aturan aturan,
dan juga upaya untuk memelihara tertib sosial. Perbuatan bermoral dianggap sebagai
perbuatan yang mengarah pada pemenuhan kewajiban, penghormatan terhadap suatu otoritas,
dan pemeliharaan tertib sosial yang diakui sebagai satu satunya tertib sosial yang ada.

Masa Masa Postkonvensional


Pada masa ketiga ini, terdapat usaha dalam diri individu untuk menentukan norma norma dan
prinsip prinsip moral yang memiliki validitas yang diwujudkan tanpa harus mengaitkan dengan

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
43

otoritas kelompok maupun individu dan terlepas dari hubungan individu dengan kelompok. Pada
masa ketiga ini, di dalamnya mencakup dua masa perkembangan moral, yaitu:
 Masa Social Contract, Legalistic Orientation
Masa ini merupakan masa kematangan moral yang cukup tinggi. Pada masa ini perbuatan
yang dianggap bermoral merupakan perbuatan perbuatan yang mampu merefleksikan hak hak
individu dan memenuhi ukuran ukuran yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh
masyarakat luas. Individu yang berada pada masa ini menyadari perbedaan individu dan
pendapat. Oleh karena itu, masa ini dianggap masa yang memungkinkan tercapainya
musyawarah mufakat. Masa ini sangat memungkinkan individu melihat benar dan salah
sebagai suatu hal yang berkaitan dengan norma norma dan pendapat pribadi individu. Pada
masa ini, hukum atau aturan juga dapat dirubah jika dipandang hal tersebut lebih baik bagi
masyarakat.
 Masa Orientation of Universal Ethical Principles
Pada masa yang tertinggi ini, moral dipandang benar tidak harus dibatasi oleh hukum atau
aturan dari kelompok sosial atau masyarakat. Tetapi, hal tersebut lebih dibatasi oleh
kesadaran individu dengan dilandasi prinsip prinsip etis. Prinsip prinsip tersebut dianggap
jauh lebih baik, lebih luas dan abstrak dan bisa mencakup prinsip prinsip umum seperti
keadilan, persamaan HAM, dsb.

Tidak ada Karakter Tradisional


Dalam teorinya, Psikolog Kohlberg menolak konsep pendidikan norma/ karakter tradisional yang
berdasarkan pada pemikiran bahwa ada seperangkat kebajikan seperti kejujuran, kesabaran, dsb
yang menjadi landasan perilaku moral. Konsep tersebut dinorma tidak membimbing individu untuk
memahami kebajikan mana yang sungguh baik untuk diikuti.
Oleh karena itu, Psikolog Kohlberg mengajukan pendekatan pendidikan norma dengan
menggunakan pendekatan klasifikasi norma yang bertolak dari asumsi bahwa tidak ada satu
satunya jawaban yang benar terhadap suatu persoalan moral, tetapi di dalamnya ada norma yang
penting sebagai dasar berpikir dan bertindak.

Terdapat Kriteria Moral


Psikolog Kohlberg mengklaim bahwa teorinya (tentang perkembangan moral) tidak hanya menjadi
psikologi tetapi juga “filsafat moral”. Teorinya ini menyatakan tidak hanya bertindak dalam fakta
“melebihkan masa tertinggi dari pertimbangan (moral) mereka secara keseluruhan”, tetapi juga
bahwa masa ini adalah “secara objektif dapat lebih baik atau lebih memadai” daripada masa
sebelumnya “dengan kriteria moral yang pasti”.

77) Menganalisis perilaku peserta didik berdasarkan teori perkembangan emosional


a. Pada bayi hingga 18 bulan
1) Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya aman
dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam membentuk rasa
percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi dengan orang lain.
Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur memberikan rasa aman pada bayi.
2) Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan
tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang di
sekitarnya.
3) Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi seperti
gembira, terkejut, marah dan takut. 11 Pada bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi
pada orang yang merawatnya akan semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang
asing yang belum dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi mulai mengamati dan meniru

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
44

reaksi emosi yang di tunjukan orangorang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian
tertentu.
b. 18 bulan sampai 3 tahun
1) Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya.
Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi
perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak belajar membedakan
cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannya.
2) Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk
mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah dengan
emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak mengekspresikan emosi
dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan mimik dan ekspresi wajah
dengan bahasa verbal.
3) Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya dengan
bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan
prilaku dan menguasai diri.
c. Usia antara 3 sampai 5 tahun
1) Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak
mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau
dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
2) Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa
menimbulkan reaksi emosional yang berbeda 12 pada beberapa orang. Misalnya suatu
pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan sedih.
d. Usia antara 5 sampai 12 tahun
1) Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari
konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan
yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan informasiinformasi secara.
2) Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan
rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik emosi yang dialaminya.
Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain.
3) Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat
berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat
mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya
sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol
(Suriadi & Yuliani, 2006).
4) Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma
aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih
fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa
penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi
munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.

78) Dapat menentukan jenis teori belajar behavioristic dalam pembelajaran


Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai
hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat,
reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori
behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini
tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok
bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah-Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan
Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau
hukuman masih sering dilakukan. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
tergantung dari beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
45

dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang
belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami
oleh murid.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada
melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari
proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah
tersetruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-
aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan
yang perlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk
perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu
keberhasilan belajar. Siswa atau siswa adalah obyek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan,
sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan padapenambahan pengetahuan,
sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan
kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau
materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti
urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga
aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada
ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Thorndike (Schunk, 2012)
kemudian merumuskan peran yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran, yaitu:
1. Membentuk kebiasaan siswa. Jangan berharap kebiasaan itu akan terbentuk dengan sendirinya
2. Berhati hati jangan smpai membentuk kebiasaan yang nantinya harus diubah. Karena
mengubah kebiasaan yang telah terbentuk adalah hal yang sangat sulit.
3. Jangan membentuk dua atau lebih kebiasaan, jika satu kebiasaan saja sudah cukup
4. Bentuklah kebiasaan dengan cara yang sesuai dengan bagaimana kebiasaan itu akan
digunakan.

INDAH AMALIA
79) Konsep Dasar tentang Teori Belajar Kognitif (M5 KB1)
Pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang
tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah
bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk
struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran
atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.
Diantara para pakar teori kognitif, paling tidak ada tiga yang terkenal yaitu Piaget, Bruner, dan
Ausubel. Menurut Piaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap perkembangan
tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimilasi, akomodasi dan equlibrasi. Sedangkan
Bruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur pesan atau
informasi, dan bukan ditentukan oleh umur. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap enaktif,
ikonik, dan simbolik. Sementara itu Ausubel mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika seseorang
mampu mengasimilasi pengetahuan yang telah dimiliknya dengan pengetahuan baru.

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
46

Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna
stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami. Dalam kegiatan
pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan
meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang
telah dimiliki siswa. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari
sederhana ke kompleks. Perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini
sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.

80) Konsep Dasar tentang Teori Belajar Konstruksivistik


Proses belajar konstruktivistik secara konseptual adalah sebagai pemberian makna oleh siswa
kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran
struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah kepada tujuan tersebut. Oleh karena itu pembelajaran
diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal
pada diri siswa. Guru-guru konstruktivistik yang mengakui dan menghargai dorongan diri
manusia/siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, kegiatan pembelajaran yang
dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktivitas konstruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.
Karakteristik pembelajaran yang dilakukannya adalah :
1) Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah
ditetapkan, dan memberikan kesempatan siswa untuk mengembangkan ide-idenya secara lebih
luas.
2) Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan di antara
ide-ide atau gagasannya, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat
kesimpulan-kesimpulan.
3) Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana
terdapat bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai
interpretasi.
4) Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaiannya merupakan suatu usaha yang kompleks,
sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.

81) Konsep Dasar tentang Teori Belajar Humanistik


Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses
belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan
kata lain, siswa telah mampu mencapai aktualisasi dirinya sendiri. Dengan kata lain, siswa telah
mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori humanistik cenderung bersifat eklektik,
maksudnya teori ini dapat memanfaatkan teori apa saja asal tujuannya tercapai. Beberapa tokoh
penganut aliran humanistik di antaranya adalah:
1) Kolb, dengan konsepnya tentang 4 tahap belajar, yaitu:pengalaman konkrit, pengalaman aktif
dan reflektif, konseptualisasi, dan eksperimentasi aktif.
2) Honey dan Mumford, menggolongkan siswa menjadi 4 yaitu: aktifis, reflektor, teoris dan
pragmatis.
3) Hubermas, membedakan 3 macam atau tipe belajar yaitu: belajar teknis, belajar praktis, dan
belajar emansipatoris.
4) Bloom dan Krathwohl, dengan 3 kawasan tujuan belajar yaitu: kognitif, psikomotor,dan
afektif
5) Ausubel, walaupun termasuk juga ke dalam aliran kognitifisme, ia terkenal dengan
konsepnya belajar bermakna (Meaningful learning).

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
47

Aplikasi teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran cenderung mendorong siswa untuk
berpikir induktif. Teori ini juga amat mementingkan faktor pengalaman dan keterlibatan
siswa secara aktif dalam belajar.

82) Konsep Dasar tentang Teori Belajar Sosial


Teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura, konsep dari teori ini menekankan pada
komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, orang belajar
melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh model). Orang belajar dari apa yang
dia baca, dengar, dan lihat di media, dan juga dari orang lain dan lingkungannya. Albert Bandara
(1971), mengemukakan bahwa teori pembelajaran sosial membahas tentang :
1) Bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan
observational learning.
2) Cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi.
3) Bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat
(reinforcement) dan observational opportunity.
Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran. Dalam
observational learning terdapat 4 tahap belajar dari proses pengamatan atau modeling. Proses
tersebut antara lain :
1) Atensi, dalam tahap ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap model dengan
cermat
2) Retensi, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh
model yang diamati maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku
model.
3) Reproduksi, dalam tahapan ini seseorang mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku
yang dilakukan oleh model.
4) Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang harus memiliki motivasi untuk belajar
dari model.

83) Penyusunan IPK yang berorientasi abad 21


Pembelajaran abad 21 secara sederhana diartikan sebagai pembelajaran yang
memberikan kecakapan abad 21 kepada peserta didik, yaitu 4C yang meliputi:
5) Communication
6) Collaboration
7) Critical Thinking and Problem Solving
8) Creative and Innovative
Berdasarkan Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Krathwoll dan Anderson,
kemampuan yang perlu dicapai siswa bukan hanya LOTS (Lower Order Thinking Skills)
yaitu C1 (mengetahui) dan C2 (memahami). MOTS(Middle Order Thinking Skills) yaitu C
3(mengaplikasikan) dan C4 (menganalisis), tetapi juga harus ada peningkatan sampai HOTS
(Higher Order Thinking Skills) , yaitu C5 (mengevaluasi) dan C6 (mengkreasi)

84) Pembelajaran untuk pengembangan kemampuan berpikir kritis


Pendekatan pembelajaran untuk pengembangan kemampuan berpikir kritis berpusat pada
siswa (student centre). Murid harus dipandang sebagai subyek aktif yang memiliki daya seleksi
dan daya interpretasi, serta daya kreasi tinggi terhadap topik apa yang diangkat dalam suatu
proses pembelajaran. Pendekatan ini bukan berprinsip benar atau salah, tetapi prinsipnya
bagaimana mengembangkan kemampuan bernalar dan berargumentasi siswa. Oleh karena itu
penerapan model pembelajaran konstruktivistik sperti pembelajaran kooperatif, metode diskusi,
curah pendapat, dan debat perlu diitensifkan, sehingga melatih siswa memiliki kemampuan
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
48

bertanya dan tidak takut bertanya dalam upaya mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
pemecahan masalah.

LICIA PURNAMANITA ANWAR


85) Menentukan model/ pendekatan / strategi pembelajaran untuk kemampuan berpikir
kreatif. ( Modul 5 KB 1)
Beberapa model pembelajaran yang mendukung pendekatan saintifik dan paradima
pembelajaran abad-21:
1) Pembelajaran Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang
menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara
sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang
atau lebih.
2) Problem Based Learning (PBL) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya
permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch,1995).
3) Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model belajar yang menggunakan masalah
sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru
berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek
dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam
melakukan insvestigasi dan memahaminya.
4) Model pembelajaran role playing merupakan suatu aktivitas yang dramatik, biasanya
ditampilkan oleh sekelompok kecil siswa, bertujuan mengeskploitasi beberapa masalah yang
ditemukan untuk melengkapi partisipan dan pengamat dengan pengalaman belajar yang
nantinya dapat meningkatkan pemahaman mereka (Sharan and Yael, 1976). ( cocok untuk
pembelajaran SKI)

86) Menentukan model/ pendekatan / strategi pembelajaran untuk pengembangan berpikir


inovatif.
1) Metode jigsaw, 6) Metode make a match
2) Metode investigasi 7) Metode think pair and
3) Metode student team- achievement devisions share
(STAD) 8) Metode role playing
4) Team-Game_tournament (TGT) 9) Metode maind mapping
5) Metode Numbered Head Together 10) Metode power of two
87) Menilai pelaksanaan pembelajaran apakah telah berorientasi pada pendekatan TPACK.
TPACK (Technological, Pedagogical, Content Knowledge) adalah sebuah framework (kerangka
kerja) dalam mendesain model pembelajaran baru dengan menggabungkan tiga aspek utama
yaitu teknologi, pedagogi dan konten/materi pengetahuan (ontologis).
TPACK baik sebagai teknologi informasi dalam bentuk
unit pembelajaran di kelas maupun TPACK dalam bentuk
teknologi data dalam bentuk kelembagaan dapat menjadi
alternatif paling depan dalam mengkawinkan pendidikan
nyata dengan pendidikan virtual ala era digital. TPACK
dalam konteks pembelajaran bisa dengan menggunakan
model Computer Assisted Instruction (CAI) atau yang lebih
ekstrim dengan menggunakan Computer Based Instruction
(CBI). Komputer sebagai instrument utama dalam

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
49

pembelajaran ini harus dipersiapkan dalam insfrastruktur


pendidikan. TPACK dalam kelembagaan bisa didesain
dengan menggunakan aplikasi yang dikembangkan semisal
contoh kongkrit ruangguru.com, gurusd.net, atau aplikasi-
aplikasi lainnya.

88) Menentukan karakteristik guru abad 21


1) Life-long learner. Pembelajar seumur hidup. Guru perlu meng-upgrade terus
pengetahuannya dengan banyak membaca serta berdiskusi dengan pengajar lain atau bertanya
pada para ahli.
2) Kreatif dan inovatif. Guru diharap mampu memanfaatkan variasi sumber belajar untuk
menyusun kegiatan di dalam kelas.
3) Mengoptimalkan teknologi. Salah satu ciri dari model pembelajaran abad 21 adalah blended
learning, gabungan antara metode tatap muka tradisional dan penggunaan digital dan online
media.
4) Reflektif. Guru yang reflektif adalah guru yang mampu menggunakan penilaian hasil belajar
untuk meningkatkan kualitas mengajarnya.
5) Kolaboratif. Selalu ada mutual respect dan kehangatan sehingga pembelajaran akan lebih
menyenangkan. Selain itu guru juga membangun kolaborasi dengan orang tua melalui
komunikasi aktif dalam memantau perkembangan anak.
6) Menerapkan student centered. Ini adalah salah satu kunci dalam pembelajaran kelas
kekinian. Dalam hal ini, siswa memiliki peran aktif dalam pembelajaran sehingga guru hanya
bertindak sebagai fasilitator.
7) Menerapkan pendekatan diferensiasi, guru akan mendesain kelas berdasarkan gaya belajar
siswa. pengelompokkan siswa di dalam kelas juga berdasarkan minat serta kemampuannya.

Karakteristik guru ( M1 KB1)


a. Guru disamping sebagai fasilitator, juga harus menjadi motivator dan inspirator.
b. Guru mampu mentrasformasikan diri dalam era pedagogi siber atau era digital, adalah
tingginya minat baca.
c. Guru pada abad 21 harus memiliki kemampuan untuk menulis
d. Guru abad 21 harus kreatif dan inovatif

89) Menyusun materi ajar berdasarkan struktur pengetahuan factual konseptual, procedural,
dan metakognitif.
1) Pengetahuan Faktual
Pengetahuan tentang elemen-elemen yang terpisah dan mempunyai cirri-ciri tersendiri
potongan-potongan informasi Pengetahuan Faktual: pengetahuan terminology dan tentang
detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik
2) Pengetahuan Konseptual

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
50

Pengetahuan tentang “bentuk-bentuk pengetahuan yang lebih kompleks dann


terorganisasi” Jenis pengetahuan ini mencakup pengetahuan tentangg klasifikasi dan kategori,
prinsip, dan generalisasi, dan juga teori, model dan struktur.
3) Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu Pengetahuan tentang
keterampilan dan algoritme, teknik dan metode dan juga perihal criteria-kriteria yang
digunakan untuk menentukan dan/menjustifikasi “kapan melakukan sesuatu” dalam ranah-
ranah dan disiplin-disiplin ilmu tertentu.
4) Pengetahuan Metakogniitf
Pengetahuan mengenai kognisi secara umum, kesadaran akan dan pengetahuan
mengenai kognisi sendiri.Pengetahuan ini meliputi pengetahuan strategis, pengetahuan
tentang proses-proses kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional serta
pengetahuan diri.

90) Mampu merumuskan langkah- langkah penentuan pendekatan pembelajaran yang tepat
sesuai dengan tuntutan k13 dan perkembangan abad 21.
Ada lima kegiatan utama di dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik,
yaitu:
1) Mengamati
Mengamati dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan mencari informasi, melihat,
mendengar, membaca, dan atau menyimak.
2) Menanya
Menanya untuk membangun pengetahuan peserta didik secara faktual, konseptual, dan
prosedural, hingga berpikir metakognitif, dapat dilakukan melalui kegiatan diskusi, kerja
kelompok, dan diskusi kelas.
3) Mencoba
Mengeksplor/mengumpulkan informasi, atau mencoba untuk meningkatkan keingintahuan
peserta didik dalam mengembangkan kreatifitas, dapat dilakukan melalui membaca,
mengamati aktivitas, kejadian atau objek tertentu, memperoleh informasi, mengolah data,
dan menyajikan hasilnya dalam bentuk tulisan, lisan, atau gambar.
4) Mengasosiasi
Mengasosiasi dapat dilakukan melalui kegiatan menganalisis data, mengelompokan,
membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi/mengestimasi.
5) Mengkomunikasikan
Mengomunikasikan adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk
lisan, tulisan, gambar/sketsa, diagram, atau grafik, dapat dilakukan melalui presentasi,
membuat laporan, dan/ atau unjuk kerja.

Berikut ini sedikit uraian penjelasan langkah-langkah dari tiap model pembelajaran.
1) Inquiry Based Learning (IBL)
Langkah-langkah atau sintaks nya adalah sebagai berikut:
a. Observasi/Mengamati
b. Mengajukan pertanyaan
c. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban/ mengasosiasi atau melakukan penalaran
d. Mengumpulkan data yang terakait dengan dugaan atau pertanyaan yang
diajukan/memprediksi dugaan
e. Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah atau dianalisis,
mempresentasikan atau menyajikan hasil temuannya.
2. Discovery Based Learning
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
51

Langkah-langkah atau sintaks nya adalah sebagai berikut:


a. Stimulation (memberi stimulus); bacaan, atau gambar, atau situasi, sesuai dengan materi
pembelajaran/topik/tema.
b. Problem Statement (mengidentifikasi masalah); menemukan permasalahan menanya,
mencari informasi, dan merumuskan masalah.
c. Data Collecting (mengumpulkan data); mencari dan mengumpulkan data/informasi,
melatih ketelitian, akurasi, dan kejujuran, mencari atau merumuskan berbagai alternatif
pemecahan masalah
d. Data Processing (mengolah data); mencoba dan mengeksplorasi pengetahuan
konseptualnya, melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif.
e. Verification (memferifikasi); mengecek kebenaran atau keabsahan hasil pengolahan data,
mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media, mengasosiasikannya menjadi
suatu kesimpulan.
f. Generalization (menyimpulkan); melatih pengetahuan metakognisi peserta didik.
3. Problem Based Learning
Langkah-langkah atau sintaks nya adalah sebagai berikut:
a. Orientasi pada masalah; mengamati masalah yang menjadi objek pembelajaran.
b. Pengorganisasian kegiatan pembelajaran; menyampaikan berbagai pertanyaan (atau
menanya) terhadap malasalah kajian.
c. Penyelidikan mandiri dan kelompok; melakukan percobaan (mencoba) untuk
memperoleh data dalam rangka menyelesaikan masalah yang dikaji.
d. Pengembangan dan Penyajian hasil; mengasosiasi data yang ditemukan dengan berbagai
data lain dari berbagai sumber.
e. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah;
4. Project Based Learning
Langkah-langkah atau sintaks nya adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek; langkah awal agar peserta didik
mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang muncul dari fenomena yang ada.
b. Mendesain perencanaan proyek; menyusun perencanaan proyek bisa melalui percobaan.
c. Menyusun jadwal sebgai langkah nyata dari sebuah proyek.
d. Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek; mengevaluasi proyek yang sedang
dikerjakan.
e. Menguji hasil; Fakta dan data dihubungkan dengan berbagai data lain.
f. Mengevaluasi kegiatan/pengalaman; mengevaluasi kegiatan sebagai acuan perbaikan
untuk tugas proyek pada mata pelajaran yang sama atau mata pelajaran lain.

KHOIRIYAH
91) Strategi Pembelajaran yang Tepat Sesuai K 13
Pembelajaran dengan pendekatan saintific (5 M) Mengamati, Menanya, Menginformasikan,
Mengasosiasi, Mengkomunikasikan

92) Sumber Belajar Konvensional


Buku, tafsir qur’an, buku pegangan guru, LKS, koran , majalah dsb.
Sumber Belajar Berbasis IT
computer, laptop, internet, LCD, PPt, dsb.

93) Model-Model Pembelajaran Dan Langkah-Langkahnya


1) Koperatif (CL, CooperativeLearning).

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
52

Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusis sebagai makhluq sosial yang
penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama,
pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok
secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan,
pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-
sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari
kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep, menyelesaikan
persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-
partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siawa heterogen (kemampuan,
gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok
berupa laporan atau presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk
kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.
2. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya
jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa
(daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi
belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif –
nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa
melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan
kemampuan sosialisasi.
Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model
lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan,
pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing,
menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning
community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on,
hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur,
generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi
konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic
assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap
aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai
aspek dengan berbagai cara).
3.Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini
melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi
pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir
tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka,
negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dap[at berpikir
optimal. Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis),
interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan
inkuiri.
4. Problem Solving

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
53

Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum
dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara
penyelesaian (menemukan pola, aturan, .atau algoritma). Sintaknya adalah: sajiakn
permasalah yang memenuhi criteria di atas, siswa berkelompok atau individual
mengidentifikasi pola atau atuiran yang disajikan, siswa mengidentifkasi,
mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi.
5. Jigsaw
Model p[embeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks sepeerti
berikut ini. Pengarahan, iformasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar
(LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap
anggota kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap kelompok bahan belajar sama,
buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan
diskusi, kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan
kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

94) Pengertian, Ciri-Ciri, dan Tujuan Pendidikan Holistik


a. Pengertian
Miller, John, dkk mengatakan bahwasannya pendidikan holistik itu sebuah
pengembangan secara keseluruhan segala potensi siswa sehingga tercipta keharmonisan.
Potensi ini seperti potensi emosional (emotional), potensi intelektual (intellectual),
potensi fisik (physical), potensi sosial (social), potensi kegamaan (spiritual), dan potensi
estetika (aesthetic). Dan masing-masing dari potensi-potensi tersebut haruslah dapat
dikembangkan dengan harmonis agar kemampuan intelektual yang dimiliki siswa
berkembang secara berlebihan melebihi perkembangan sikap serta ketrampilannya.
b. Ciri-Ciri Pendidikan Holistik
1) Pendidikan holistik memiliki tujuan dimana dapat mengintrodusir terciptannya manusia
seutuhnya dan juga masyarakat seutuhnya.
2) Materi pada pendidikan holistik mengandung sebuah kesatuan dalam mengasah
kecerdasan intelektual-ketrampilan-emosional, pendidikan jasmani dan rohani,
pendidikan bermateri teoritis-praktis, pendidikan sosial-pribadi-ketuhanan.
3) Dalam prosesnya, pendidikan holistik lebih mengutamakan kepentingan dalam kesatuan
siswa dengan masyarakat.
4) Pengevaluasian pendidikan holistik juga mengutamakan tercapainya perkembangan siswa
di dalam penguasaan berbagai bidang seperti sikap-ilmu-ketrampilan-tingkahlaku.
c. Tujuan Pendidikan Holistik
1) Mengembangkan segala potensi individu melalui pembelajaran yang menyenangkan serta
menggairahkan, humoris dan juga demokratis berdasarkan pengalaman yang didapatkan
dari interaksi dengan lingkungan.
2) Siswa diharapkan bisa menjadi dirinya sendiri ketika pendidikan holistik ini diterapkan.
Artinya, siswa bisa mendapatkan kebebasan secara psikologis, bisa mengambil sebuah
keputusan yang tepat, memilih pembelajaran yang sesuai dengan keadaan dirinya sendiri,
mendapatkan kecakapan sisoal, dan juga pengembangan karakter-emosional.

95) Pembelajaran Kontekstual

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
54

1) Konsep Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengaitkan materi
pembelajaran dengan konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam
lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar.Sehingga siswa mampu membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
dengan melibatkan komponen utama pembelajaran yakni :
a. konstruktivisme (constructivism),
b. menyelidiki (inquiry),
c. pemodelan (modeling), dan
d.penilaian autentik (authentic assessment).
2) Penerapan Pembelajaran Kontekstual
a. Pembelajaran tidak hanya tekstual melainkan dikaitkan dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari siswa di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, dan dunia
kerja, dengan melibatkan ketujuh komponen utama seagaimana yang disebutkan di atas
sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa.
b. Pembelajaran kontekstual dapat diterapakan dalam kelas besar maupun kelas kecil, namun
akan lebih mudah organisasinya jika diterapkan dalam kelas kecil.
c. Pembelajaran kontekstual memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran yang
ada di lingkungan sekitar seperti tukang las, bengkel, tukang reparasi elektronik, barang-
barang bekas, koran, majalah, perabot-perabot rumah tangga, pasar, toko, TV, radio,
internet, dan sebagainya.
d. Dalam pembelajaran kontekstual rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebenarnya
lebih bersifat sebagai rencana pribadi dari pada sebagai laporan untuk kepala sekolah atau
pengawas seperti yang dilakukan saat ini
e. RPP lebih cenderung berfungsi mengingatkan guru sendiri dalam menyapkan alat-
alat/media dan mengendalikan langkah-langkah(skenario) pembelajaran sehingga
bentuknya lebih sederhana.
f. Beberapa model pembelajaran yang merupakan aplikasi pembelajaran kontekstual antara
lain model pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran kooperatif
(cooperative learning), dan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)

Pembelajaran Futuristik
1) Konsep Pembelajaran Futuristik
Drucket dan Stewart (dalam Saryono, 2002) mencatat bahwa pada masa ini dan
lebih-lebih pada masa depan, keberadaan, kedudukan, peranan pengetahuan menjadi hal
yang strategis dan utama. Sejalan dengan itu,
pada aspek siswa, banyak perubahan yang terjadi pada mereka karena perubahan
teknologi yang selalu disuguhkan pada mereka setiap hari, dan bahkan setiap
saat. Perubahan-perubahan tersebut menurut John Seely Brown (2005), antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Mereka menyukai ada kontrol. Para siswa generasi abad ke-21 tidak menyukai terikat
oleh jadwal-jadwal tradisional, dan juga tidak menyukai duduk di dalam kelas untuk
belajar, atau duduk di dalam kantor untuk bekerja. Sebaliknya mereka lebih menyukai
untuk belajar sendiri dengan menggunakan alat komunikasi yang bisa menjangkau

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
55

dunia yang tak terbatas. Dengan caranya sendiri, mereka akan memperoleh informasi
dari berbagai sumber di dunia. Dengan demikian, mereka
harus dikontrol target pencapaian pengetahuannya, proses belajarnya dan hasil yang
mereka dapatkan.
b. Mereka juga menyukai banyak pilihan. Untuk mata pelajaran project, yakni tugas
melakukan mini riset, mereka akan menggunakan teknologi untuk memperoleh
banyak informasi. Mereka harus diberi kebebasan untuk memilih metode dan teknik-
tekniknya, untuk mereka jalani dan pada akhirnya akan mampu menyiapkan laporan,
sebagaimana para siswa atau mahasiswa yang melakukannya secara tradisional.
c. Mereka adalah orang-orang yang menyukai ikatan kelompok dan ikatan sosial, hanya
saja mereka membangun group melalui media sosial mereka, dan oleh karenanya
kelompok mereka lintas bangsa, negara, budaya dan bahkan agama. Mereka memiliki
jejaring internasional yang dinamis, dan jika mereka manfaatkan
untuk menjadikan jejaringnya sebagai peer group-nya, maka mereka akan memiliki
pengelaman keilmuan yang jauh lebih baik, daripada tutorial atau mentoring dalam
satu kelas di sekolah tradisional
d. Mereka adalah orang-orang terbuka, melalui tradisi jejaringnya mereka terbelajarkan
untuk menjadi terbuka, karena dalam jaringannya semua penganut agama ada dan
terkelompokkan, ada yang Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan
juga Kong Hu Chu, atau bahkan mungkin ada yang atheis, tapi komunikasi mereka
tetap berjalan dan tidak terganggu oleh perbedaan-perbedaan tersebut.

96) Mampu menemukan RPP yang menggunakan tehnologi dan informasi paling tepat
(Contoh Rpp Yang Sudah Biasa Kita Buat berbasis TIK)

MITRA
97) Menentukan unsur-unsur Pembelajaran berdasarkan saintifik.
Unsur-unsur pembelajaran berdasarkan saintifik sebagai berikut :
1) Mengamati
2) Menanya
3) Mengumpulkan informasi
4) Mengasosiasi
5) Mengkomunikasikan
(Permendikbud No. 81A tahun 2013)

98) Menentukan teknik guru dalam menstimulasi siswa untuk bertanya dalam pembelajaran
berdasarkan pendekatan saintifik
Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau
pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yan g diamati (dimulai dari
pertanyaan factual, sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).
Berikut ini adalah teknik guru dalam menstimulasi siswa untuk bertanya dalam pembelajaran
berdasarkan pendekatan saintifik :
a. Memberika rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berfikir;
b. Menunjukkan jika siswa mengalami kesulitan;
c. Menyadarkan siswa dari kesalahan yang mereka buat;
d. Bertanggung jawab atas seluruh kegiatan kelas;
e. Memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yan g diharapkan;

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
56

f. Mengelola sumber belajar, waktu dan organisasi kelas;


g. Memberi reward pada prestasi yang dicapai siswa. (Alwi, Idrus, 2017)

99) Mengidentifikasi langkah yang tepat dalam pengembangan kemampuan penalaran siswa.
Langkah yang tepat dalam pengembangan kemampuan penalaran siswa terdiri dari 5 tahap :
a. Guru menstimulus siswa dengan pertanyaan, masalah, permainan, teka-teki, dll.
b. Sebagai jawaban atas rangsangan yang diterimanya, siswa menentukan hipotesis, prosedur
mencari dan mengumpulkan informasi atau data yang diperlukannya untuk memecahkan
pertanyaan, pernyataan, masalah, dll.
c. Siswa menghayati pengetahuan yang diperolehnya dengan inkuiri yang baru dilaksanakan.
d. Siswa menganal;isis metode inkuiri dan prosedur yang ditemukan untuk dijadikan metode
umum yang dapat diterapkan ke situasi lain.
e. Siswa menarik kesimpulan, mengembangkan sikap ilmiah, yakni ; objektif, jujur, rasa ingin
tahu, terbuka, berkemauan, dan tanggung jawab.(Alwi, Idrus, 2017)

100) Mengidentifikasi langkah yang tepat dalam penerapan TPAC pada pembelajaran.
MODUL 1 KB 2
1) Interactive Instruction (Pembelajaran Interaktif)
2) Personal Response System (PRS)
3) Mobile Assessment Tools
4) Community of Practice (Komunitas Praktik)

101) Mengidentifikasi langkah yang tepat dalam penerapan pembelajaran untuk mencapai
abad 21.
Langkah yang tepat dalam penerapan pembelajaran untuk mencapai abad 21, sbb:
1) Pertama, guru disamping sebagai fasilitator, juga harus menjadi motivator dan
inspirator.
2) Kedua, salah satu prasyarat paling penting agar guru mampu mentrasformasikan diri
dalam era pedagogi siber atau era digital, adalah tingginya minat baca.
3) Ketiga, guru pada abad 21 harus memiliki kemampuan untuk menulis.
4) Keempat, guru abad 21 harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode belajar
atau mencari pemecahan masalah-masalah belajar, sehingga meningkatkan kualitas
pembelajaran berbasis TIK.
5) Kelima, karakteristik guru abad 21 di tengah pesatnya perkembangan era teknologi
digital, bagaimanapun harus mampu melakukan transformasi kultural.

102) Mengambil kesimpulan tentang pengertian, ciri, tujuan, dan manfaat penilaian
pembelajaran.
a. Pengertian Penilaian
Istilah penilaian (assessment) sering disamaartikan dengan evaluasi (evaluation). Beberapa
ahli mengatakan bahwa terdapat kesamaan pengertian antara evaluasi dan penilaian, namun
para ahli lainnya menganggap bahwa kedua hal itu berbeda. Penilaian adalah proses
pengumpulan informasi secara sistematis berkaitan dengan belajar siswa, pengetahuan,
keahlian, pemanfaatan waktu, dan sumber daya yang tersedia dengan tujuan untuk
mengambil keputusan mengenai hal-hal yang mempengaruhi pembelajaran peserta didik.
Penilaian adalah penggunaan berbagai macam teknik untuk mengumpulkan data yang
digunakan sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan berkaitan dengan tingkat
kemajuan belajar dan hasil pembelajaran.
b. Ciri-ciri Penilaian
1) Obyektip
2) Terpadu
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
57

3) Sistematis
4) Terbuka,
5) Akuntabel,
6) Menyeluruh Dan
7) Berkesinambungan,
8) Adil,
9) Valid,
10) Andal, Dan
11) Manfaat.
c. Tujuan Penilaian
Secara rinci tujuan evaluasi program pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Memutuskan seberapa jauh tujuan programberhasil dicapai.
2. Menyimpulkan tepat tidaknya program yang dilaksanakan.
3. Mengetahui besarnya biaya yang digunakan untuk pelaksanaan program.
4. Mengetahui kekuatan dan kelemahan pelaksanaan program pembelajaran.
5. Mengindentifikasi pihak-pihak yang memperoleh manfaat, baik maksimum maupun
minimum.
6. Merumuskan kebijakan berkaitan dengan siapa yang harus terlibat pada program
berikutnya.
d. Manfaat Penilaian
Adapun manfaat penilaian adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengdiagnosis kesulitan belajar,
2) Sebagai evaluasi jarak antara bakat dan pencapaian,
3) peningkatan pencapaian prestasi belajar,
4) untuk mengelompokkan peserta didik dalam belajar kelompok,
5) untuk pengembangan program pembelajaran inividual,
6) Sebagai monitor peserta didik yang memerlukan bimbingan tambahan atau khusus.

Ditinjau dari aspek fungsi manfaat penilaian adalah sebagai :


a. untuk program bimbingan
b. hasil penilaian,
c. pengukuran, dan
d. tes dapat digunakan untuk hal-hal seperti berikut:
e. fokus pembicaraan dengan orang tua tentang anak mereka,
f. pengarahan dalam menentukan pilihan, membimbing peserta didik dalam pencapaian
tujuan pendidikan dan program studi,
g. membantu pembimbing, pendidik, dan orang tua dalam
h. memahami kesulitan dan hambatan peserta didik.

NUNUNG FARHAH
103) Konsep Evaluasi Pembelajaran
a. Pengertian Evaluasi
Salah satu langkah penting yang harus dilakukan untuk mengetahui keberhasilan
suatu program, baik dalam skala mikro maupun dalam skala makro, adalah evaluasi.
Evaluasi merupakan kegiatan untuk menentukan mutu atau nilai suatu program yang di
dalamnya ada unsur pembuatan keputusan. Evaluasi pada dasarnya merupakan kegiatan
pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis melalui suatu pengukuran, yang
selanjutnya data dianalisis dan hasil analisis data tersebut selanjutnya digunakan untuk
menentukan berbagai alternatif keputusan atau kebijakan yang relevan.
b. Ciri Evaluasi
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
58

Model evaluasi ahli merupakan model evaluasi yang memiliki dua ciri khas yaitu
1) manusia dijadikan sebagai instrumen untuk pengambillan keputusan dan
2) menggunakan kritikan untuk menghasilkan konsep-konsep dasar evaluasi.
c. Tujuan Evaluasi
Tujuan utama adanya kegiatan evaluasi pada dasarnya adalah untuk meningkatkan
bukan untuk membuktikan. Tujuan evaluasi pada hakekatnya adalah untuk memperoleh
informasi yang tepat, terkini dan objektif terkait dengan penyelenggaraan suatu program
yang dengan informasi tersebut dapat diambil suatu keputusan. Secara rinci tujuan
evaluasi program pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Memutuskan seberapa jauh tujuan programberhasil dicapai.
2) Menyimpulkan tepat tidaknya program yang dilaksanakan.
3) Mengetahui besarnya biaya yang digunakan untuk pelaksanaan program.
4) Mengetahui kekuatan dan kelemahan pelaksanaan program pembelajaran.
5) Mengindentifikasi pihak-pihak yang memperoleh manfaat, baik maksimum maupun
minimum.
6) Merumuskan kebijakan berkaitan dengan siapa yang harus terlibat pada program
berikutnya.
e. Manfaat Evaluasi
1) Membuat keputusan berkenaan dengan pelaksanaan dan hasil pembelajaran
2) Memperoleh pemahaman pelaksanaan dan hasil pembelajaran yang telah
dilaksanakan oleh guru
3) Meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam rangka upaya
meningkatkan kualitas

104) Penilaian Otentik


a) Pengertian
Penilaian otentik adalah merupakan salah satu bentuk penilaian hasil belajar peserta
didik yang didasarkan atas kemampuannya menerapkan ilmu pengetahuan yang dimiliki
dalam kehidupan yang nyata di sekitarnya.
b) Ruang Lingkup Penilaian Otentik
Penilaian otentik adalah penilaian yang dilakukan secara menyeluruh berimbang
antara kompetensi pengetahuan, sikap,dan keterampilan.
c. Sasaran penilaian pada aspek pengetahuan adalah sebagai berikut:
Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge) adalah kemampuan peserta didik untuk
mengingat-ingat kembali (recall) istilah, fakta- fakta, metode, prosedur, proses, prinsip-
prinsip, pola, struktur atau susunan. Contoh beberapa kata kerja operasional adalah :
mengutip, meniru, mencontoh, membuat label, membuat daftar, menjodohkan, menghafal,
menyebutkan , mengenal, mengingat, menghubungkan, membaca, menulis, mencatat,
mentabulasi, mengulang, menggambar, memilih dan memberi kode.
Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang dalam: menafsirkan
suatu informasi, menentukan implikasi-implikasi, akibat-akibat maupun pengaruh-
pengaruh.Beberapa kata kerja operasional adalah memperkirakan, mencirikan, merinci,
mambahas, menjelaskan, menyatakan, mengenali, menunjukkan, melaporkan, mengulas,
memilah, menceritakan, menerjemahkan, mengubah, mempertahankan, mempolakan,
mengemukakan, menyipulkan, meramalkan, dan merangkum.
Penerapan (application) adalah kemampuan menerapkan abstraksi-abstraksi: hukum,
aturan, metoda, prosedur, prinsip, teori yang bersifat umum dalam situasi yang khusus.
Beberapa kata kerja operasional adalah menyesuaikan, menentukan, mencegah,
memecahkan, menerapkan, mendemonstrasikan, mendramatisasikan, menggunakan,
menggambarkan, menafsirkan, menjalankan, menyiapkan, mempraktekkan, menjadwalkan,

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
59

membuat gambar, mensimulasikan, mengoperasikian, memproduksi, mengkalkulasi, dan


menyelesaikan (masalah).
Analisis (analysis) adalah kemampuan menguraikan informasi ke dalam bagian-
bagian, unsur-unsur, sehingga jelas: urutan ide-idenya, hubungan dan interaksi diantara
bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut. Beberapa contoh kata kerja operasional adalah
menganalisis, menghitung, mengelompokkan, membandingkan, membuat diagram,
meneliti, melakukan percobaan, mengkorelasikan, menguji, mengkorelasikan,
merasionalkan, menginventarisasikan, menanyakan, mentransfer, menelaah, mendiagnosis,
mengaitkan, dan menguji.
Evaluasi/penghargaan/evaluasi (evaluation) adalah kemampuan untuk menilai
ketepatan: teori, prinsip, metoda, prosedur untuk menyelesaikan masalah tertentu. Beberapa
kata operasional yang menunjukkan kemampuan pada tingkat analisis ini antara lain adalah
mendebat, menilai, mengkritik, membandingkan, mempertahankan, membuktikan,
memprediksi, memperjelas, memutuskan, memproyeksikan, menafsirkan,
mempertimbangkan, meramalkan, memilih, dan menyokong.
Kreatif adalah kemampuan mengambil informasi yang telah dipelajari dan
melakukan sesuatu atau membuat sesuatu yang berbeda dengan informasi itu.
Beberapacontoh kata kerja operasional adalah membangun, mengkompilasi, menciptakan,
mengabstraksi, mengarang, mengkategorikan, merekonstruksi, memproduksi, memadukan,
mereparasi, menanggulangi, menganimasi, mengoreksi, memfasilitasi, menampilkan,
menyiapkan, mengatur, merencanakan, meningkatkan, merubah, mendesain, menyusun,
memodifikasi, menguraikan, menggabungkan, mengembangkan, menemukan, dan
membuat.
d) Sasaran penilaian pada aspek sikap adalah sebagai berikut:
Menerima (receiving) adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan
(stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan
lain-lain. Beberapa contoh kata kerja operasional adalah memilih, mempertanyakan,
mengikuti, memberi, menganut, mematuhi, meminati.
Menanggapi (responding) adalah kemampuan seseorang untuk mengikut sertakan
dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya. Beberapa
contoh kata kerja operasional adalah menjawab, membantu, mengajukan,
mengompromikan, menyenangi, menyambut, menampilkan, mendukung, menyetujui,
menampilkan, mepalorkan, mengatakan, menolak.
Menilai (valuing) adalah kemampuan seseorang untuk menghargaiatau menilai
sesuatu. Beberapa contoh kata kerja operasional adalah mengasumsikan, meyakini,
melengkapi, meyakinkan, memperjelas, memprakarsai, mengimani, mengundang,
menggabungkan, memperjelas, mengusulkan, menekankan, menyumbang.
Mengelola/mengatur (organization) adalah kemampuan seseorang untuk mengatur
atau mengelola perbedaan nilai menjadi nilai baru yang universal. Beberapa contoh kata
kerja operasional adalah mengubah, menata, mengklasifikasi, mengkombinasikan,
mempertahankan, membangun, membentuk pendapat, memadukan, mengelola,
mengorganisasi, menegosiasi, merembuk.
Menghayati (characterization) adalah kemampuan seseorang untuk memiliki sistem
nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya dalam waktu yang cukup lama dan menjadi
suatu pilosofi hidup yang mapan. Beberapa contoh kata kerja operasional adalah mengubah
perilaku, barakhlak mulia, mempengaruhi, mendengarkan, mengkualifikasi, melayani,
menunjukkan, membuktikan, memecahkan
e. Sasaran penilaian pada aspek keterampilan sebagai berikut:
Persepsi (perception) mencakup kemampuan mengadakan diskriminasi yang tepat
antara dua atau lebih perangsang menurut ciri-ciri fisiknya.Beberapa contoh kata kerja

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
60

operasional adalah mengidentifikasi, mempersiapkan, menunjukkan, memilih,


membedakan, menyisihkan, dan menghubungkan.
Kesiapan (set) yakni menempatkan diri dalam keadaan akan memulai suatu gerakan.
Beberapa kata kerja opersional antara lain menunjukkan, menafsirkan, menerjemahkan,
memberi contoh, mengklasifikasikan, merangkum, memetakan menginterpolasikan,
mengekstrapolasikan, membandingkan, dan mengkontraskan,
Gerakan terbimbing (guided response) yaitu kemampuan untuk melakukan
serangkaian gerak sesuai contoh. Contoh kata kerja operasional antara adalah
mendemonstrasikan, melengkapi, menunjukkan, menerapkan, dan mengimplementasikan.
Gerakan terbiasa (mechanical response) berupa kemampuan melakukan gerakan
dengan lancar karena latihan cukup. Contoh kata kerja operasional antara lain menguraikan,
menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, membuat pola, dan menyusun.
Gerakan kompleks (complex response) mencakup kemampuan melaksanakan
keterampilan yang meliputi beberapa komponen dengan lancar, tepat, urut, dan efisien.
Contoh kata kerja operasional antara lain membuat hipotesis, merencanakan, mendesain,
menghasilkan, mengkonstruksi, menciptakan, dan mengarang.
Penyesuaian pola gerakan(adjusment) yaitu kemampuan mengadakan perubahan dan
penyesuaian pola gerakan sesuai kondisi yang dihadapi.Beberapa contoh kata kerja
operasional adalah mengubah, mengadaptasikan, mengatur kembali, dan membuat variasi.
Kreativitas(creativity) yang berupa kemampuan untuk menciptakan pola gerakan
baru berdasarkan inisiatif dan prakarsa sendiri. Contoh kata kerja operasional adalah
merancang, menyusun, menciptakan, mengkombinasikan, dan merencanakan.
f. Model Penilaian Otentik
Model penilaian yang dapat dikembangkan untuk kegiatan penilaian otentik antara
lain penilaian kinerja, penilaian proyek, penilaian portofolio, penilaian diri, penilaian antar
teman, jurnal, penilaian tertulis, eksperimen atau demonstrasi, pertanyaan terbuka,
pengamatan, menceriakan kembali teks, dan menulis sampel teks. .
g. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja sering disebut sebagai penilaian unjuk kerja (performance
assessment). Bentuk penilaian ini digunakan untuk mengukur status kemampuan belajar
peserta didik berdasarkan hasil kerja dari suatu tugas. Pada penilaian kinerja peserta didik
diminta untuk mendemonstrasikan tugas belajar tertentu dengan maksud agar peerta didik
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Instrumen yang dapat
digunakan untuk merekam hasil belajar pada penilaian kinerja ini antara lain: daftar cek
(check list), catatan anekdot/narasi, skala penilaian ( rating scale).
h. Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project assessment)adalah bentuk penilaian yang diujudkan dalam
bentuk pemberian tugas kepada peserta didik secara berkelompok. Penilaian ini difokuskan
pada penilaian terhadap tugas belajar yang harus diselesaikan oleh peserta didik dalam
periode/waktu tertentu. Penilaian proyek dapat juga dikatakan sebagai penilaian berbentuk
penugasan yang bertujuan untuk mengukur kemampuan peserta didik menghasilkan karya
tertentu yang dilakukan secara berkelompok. Dengan menggunakan penilaian proyek
pendidik dapat memperoleh informasi berkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam hal
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, sintesis informasi atau data, sampai dengan pemaknaan
atau penyimpulan.
i. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan salah satu penilaian otentik yang dikenakan pada
sekumpulan karya peserta didik yang diambil selama proses pembelajaran dalam kurun
waktu tertentu. Karya-karya ini berkaitan dengan mata pelajaran dan disusun secara
sistematis dan terogansir . Proses penilaian portofolio dilakukan secara bersama antara
antara peserta didik dan guru. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan fakta-fakta peserta
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
61

didik dan proses bagaimana fakta-fakta tersebut diperoleh sebagai salah satu bukti bahwa
peserta didik telah memiliki kompetensi dasar dan indikator hasil belajar sesuai dengan
yang telah ditetapkan.
Untuk melakukan penilaian portofolio secara tepat perlu memperhatikan hal-hal
seperti berikutini, yaitu: kesesuaian,saling percaya antara pendidik dan peserta didik,
kerahasiaan bersama antara pendidik dan peserta didik, kepuasan, milik bersama antara
pendidik guru dan peserta didik, penilaian proses dan hasil.

j. Jurnal
Jurnal belajar merupakan rekaman tertulis tentang apa yang dilakukan peserta didik
berkaitan dengan apa-apa yang telah dipelajari. Jurnal belajar ini dapat digunakan untuk
merekam atau meringkas aspek-aspek yang berhubungan dengan topik-topik kunci yang
dipelajari. Misalnya, perasaan siswa terhadap suatu pelajaran, kesulitan yang dialami, atau
keberhasilan di dalam memecahkan masalah atau topik tertentu atau berbagai macam
catatan dan komentar yang dibuat siswa.Jurnal merupakan tulisan yang dibuat peserta didik
untuk menunjukkan segala sesuatu yang telah dipelajari atau diperoleh dalam proses
pembelajaran. Jadi, jurnal dapat juga diartikan sebagai catatan pribadi siswa tentang materi
yang disampaikan oleh guru di kelas maupun kondisi proses pembelajaran di kelas.
k. Penilaian Tertulis
Penilaian tertulis mensuplai jawaban isian atau melengkapi, jawaban singkat atau
pendek dan uraian. Penilaian tertulis yang termasuk dalam model penilaian otentik adalah
penilaian yang berbentuk uraian atau esai yang menuntut peserta didik mampu mengingat,
memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan
sebagainya atas materi yang telah dipelajari. Penilaian ini sebisa mungkin bersifat
komprehensif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap, pengetahuan, dan
keterampilan peserta didik.Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu
dipertimbangkan hal-hal seperti kesesuaian soal dengan indikator pada kurikulum,
konstruksisoal atau pertanyaan harus jelas dan tegas, dan bahasa yang digunakan tidak
menimbulkan penafsiran ganda.
l. Penilaian Diri
Penilaian diri(self assessment)adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik
diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan proses dan tingkat pencapaian
kompetensi yang diperolehnya dalam pelajaran tertentu. Dalam proses penilaian diri, bukan
berarti tugas pendidik untuk menilai dilimpahkan kepada peserta didik semata dan terbebas
dari kegiatan melakukan penilaian. Dengan penilaian diri, diharapkan dapat melengkapi dan
menambah penilaian yang telah dilakukan pendidik.
Untuk melaksanakan penilaian diri oleh peserta didik di kelas perlu memperhatikan
hal-halseperti: menentukan terlebih dahulu kompetensi atau aspek apa yang akan dinilai;
langkah berikutnya menentukan criteria penilaian yang akan digunakan; merancang format
penilaian yang akan digunakan seperti pedoman penskoran, daftar tanda cek, atau skala
penilaian; peserta didik diminta untuk melakukan penilaian diri; pendidik mengkaji sampel
hasil penilaian secara acak, untuk mendorong peserta didik supaya senantiasa melakukan
penilaian diri secara cermat dan objektif; dan pendidik menyampaikan umpan balik kepada
peserta didik yang didasarkan pada hasil kajian terhadap sampel hasil penilaian yang
diambil secara acak.
m. Penilaian Antarteman
Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peseta
didik untuk saling menilai temannya terkait dengan pencapain kompetensi, sikap, dan
perilaku keseharian peserta didik. Penilaian ini dapat dilakukan secara berkelompok untuk
mendapatkan informasi sekitar kompetensi peserta didik dalam kelompok. Informasi
inidapat dijadikan sebagai bahan menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
62

n. Pertanyaan Terbuka
Penilaian otentik juga dilakukan dengan cara meminta peserta didik membaca materi
pelajaran, kemudian merespon pertanyaan terbuka. Penilaian ini lebih difokuskan terhadap
bagaimana peserta didik mengaplikasikan informasi daripada seberapa banyak peserta didik
memanggil kembali apa yang telah diajarkan. Pertanyaan terbuka tesebut harus dibatasi
supaya jawabannya tidak terlalu luas dan bermakna sesuai dengan tujuannya.

o. Menceritakan Kembali Teks atau Cerita


Menceritakan kembali teks atau cerita merupakan model penilaian otentik yang
meminta peserta didik membaca atau mendengarkan suatu teks kemudian menceritakan
kembali ide pokok atau bagian yang dipilihnya. Penilaian model ini dimaksudkan untuk
mengetahui keampuan peserta didik dalam mengungkapkan kembali apa yang sudah dibaca
tidak sebatas pada apa yang didengar.
p. Menulis Sampel Teks
Menulis sampel teks adalah bentuk penilaian yang meminta peserta didik untuk
menulis teks narasi, ekspositori, persuasi, atau kombinasi berbeda dari teks-teks tersebut.
Penggunaan model penilaian ini disarankan menggunakan rubrik yang dapat menilai secara
analitis dan menyeluruh dalam ranah penulisan, seperti kosakata, komposisi, gaya bahasa,
konstruksi kalimat, dan proses penulisan.
q. Ekperimen atau Demonstrasi
Pada penilaian melalui eksperimen atau demonstrasi peserta didik diminta
melakukan eksperimen dengan bahan sebenarnya atau mengilustrasikan bagaimana sesuatu
bekerja. Peserta didik dapat dinilai dengan menggunakan rubrik berdasarkan semua aspek
yang dilakukan sesuai dengan karakteristik materi yang dieksprimenkan.
r. Pengamatan
Pada penilaian dengan pengamatan pendidik mengamati perhatian peserta didik
dalam mengerjakan tugas, responnya terhadap berbagai jenis tugas, atau interaksi dengan
peserta didik lain ketika sedang bekerja kelompok. Pengamatan dapat dilakukan dalam
pembelajaran secara spontan maupun dengan perencanaan sebelumnya.

105) Penilaian Berorientasi Hots


HOTS merupakan singkatan dari Higher Order Thinking Skills yang artinya
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Istilah ini pertama kali muncul sebagai salah satu buah
pikir seorang psikolog pendidikan Amerika, Benjamin Samuel Bloom. Salah satu kontribusi
beliau untuk pendidikan terbit pada tahun 1956 melalui buku Taxonomy of Educational
Objectives (Taksonomi Tujuan Pendidikan) yang intinya menjelaskan bahwa tujuan pendidikan
memiliki tiga aspek utama, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (emosi dan sikap), serta
psikomotorik (aktivitas fisik).

106) Soal Berorientasi Hots


HOTS sendiri merupakan bagian dari ranah kognitif yang ada dalam Taksonomi Bloom
dan bertujuan untuk mengasah keterampilan mental seputar pengetahuan. Ranah kognitif versi
Bloom ini kemudian direvisi oleh Lorin Anderson, David Karthwohl, dkk. pada 2001.
Urutannya diubah menjadi enam, yaitu:
1. Mengingat (remembering)
2. Memahami (understanding)
3. Mengaplikasikan (applying)
4. Menganalisis (analyzing)
5. Mengevaluasi (evaluating)
6. Mencipta (creating)

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
63

Tingkatan 1 hingga 3 dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat rendah (LOTS),


sedangkan tingkat 4 sampai 6 dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).

107) Analisis Butir Soal


a. Validitas
Soal tes bentuk objektif dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila tes tersebut
menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai
dengan maksud dikenakannya pengukuran tersebut. Konsep validitas juga terkait dengan
kecermatan pengukuran, yaitu kemampuan untuk mendeteksi perbedaan-perbedaan kecil
sekalipun yang ada dalam atribut yang diukurnya. Secara empiris, suatu instrumen dapat
dikatakan valid apabila memenuhi dua criteria, yaitu: (a). instrumen tersebut harus mengukur
konsep atau variable yang diharapkan hendak diukur dan harus tidak mengukur konsep atau
variable lain yang tidak diharapkan untuk diukur, dan (b). instrumen tersebut dapat
memprediksi perilaku yang lain yang berhubugan dengan variabel yang diukur. Analisis
validitas dapat dilakukan pada dua kawasan yaitu analisis untuk keseluruhan isi instrumen
dan analisis untuk masing-masing butir soal atau tes.
b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menggambarkan sejauhmana suatu instrumen dapat
diandalkan. Analisis reliabilitas selalu dikaitkan dengan konsistensi pengukuran, yaitu
bagaimana hasil pengukuran tetap (konstan) dari satu pengukuran kepengukuran yang lain.
Untuk lebih memahami makna reliabilitas dapat didekati dengan memperhatikan tiga aspek
yang terkait dengan alat ukur, yaitu: kemantapan, ketepatan, dan homogenitas. Kemantapan
merujuk pada hasil pengukuran yang sama pada pengukuran berulang-ulang dalam kondisi
yang sama. Ketepatan merujuk pada istilah tepat dan benar dalam mengukur dari sesuatu
yang diukur. Artinya, instrumen tersebut memiliki pernyataan-pernyataan yang jelas, mudah
dimengerti, dan detail. Homogenitas merujuk pada tingkat keterkaitan yang erat antar unsur-
unsurnya.

108) Pengolahan Hasil Tes


a. Pengolahan hasil tes
Data yang terkumpul dari penilaian dengan teknik tes akan berupa data kuantitatif. Data
tersebut merupakan data mentah yang memerlukan pengolahan lebih lanjut. Guru
melaksanakan penilaian hasil belajar sesuai perencanaan penilaian yang telah ditetapkan
sebelumnya. Setelah selesai melakukan penilaian (pengujian), Guru mengolah atau melakukan
pemeriksaan hasil penilaian. Lembar jawaban bentuk pilihan ganda dapat diperiksa secara
manual atau menggunakan alat pemindai. Lembar jawaban soal bentuk uraian diperiksa secara
manual oleh Guru sesuai mata pelajaran dengan mengacu pada pedoman penskoran. Apabila
dalam suatu tes terdapat dua bentuk soal, yaitu uraian dan soal objektif (misalnya pilihan
ganda), maka nilai akhir merupakan gabungan nilai soal pilihan ganda dan nilai soal uraian,
sesuai dengan bobot yang telah direncanakan.
Prosedur pelaksanaan pengolahan hasil penilaian adalah sebagai berikut:
1) Melakukan Pensekoran, yakni memberikan skor pada hasil penilaian yang dapat dicapai
oleh responden (peserta didik). Untuk menskor atau memberikan angka diperlukan kunci
jawaban, kunci pensekoran dan pedoman pengangkaan. Tiga macam alat bantu penskoran
atau pengangkaan berbeda-beda cara penggunaannya untuk setiap butir soal yang ada dalam
alat penilai.
2) Mengkonversi skor mentah menjadi skor standar, yakni menghitung untuk mengubah skor
yang diperoleh peserta didik yang mengerjakan alat penilaian disesuaikan dengan norma
yang dipakai.
3) Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, yakni kegiatan akhir dari pengolahan hasil
penilaian yang berupa pengubah skor ke nilai, baik berupa huruf atau angka. Hasil
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
64

pengolahan hasil penilaian ini akan digunakan dalam kegiatan penafsiran hasil penilaian.
Untuk memudahkan penafsiran hasil penilaian, maka hasil akhir pengolahan hasil penilaian
dapat diadministrasikan dengan baik.
Setelah data hasil tes diolah, langkah selanjutnya adalah menafsirkan data sehingga dapat
memberikan makna. Interpretasi terhadap suatu hasil tesdidasarkan atas kriteria tertentu yang
disebut norma. Norma bisa ditetapkan terlebih dahulu secara rasional dan sistematis sebelum
kegiatan tes dilaksanakan. Guru dapat menggunakan kriteria yang bersumber pada tujuan atau
kompetensi setiap mata pelajaran, yang dijabarkan menjadi indikator yang dapat diukur dan
diamati.
Untuk menafsirkan data, dapat digunakan dua jenis penafsiran data, yaitu penafsiran
kelompok dan penafsiran individual. Penafsiran kelompok adalah penafsiran yang dilakukan
untuk mengetahui karakteristik kelompok berdasarkan data hasil tes, seperti prestasi kelompok,
rata-rata kelompok, sikap kelompok terhadap guru dan materi pelajaran yang diberikan, dan
distribusi nilai kelompok. Tujuan utamanya adalah sebagai persiapan untuk melakukan
penafsiran kelompok, untuk mengetahui sifat-sifat tertentu pada suatu kelompok, dan untuk
mengadakan perbandingan antar kelompok. Penafsiran individual adalah penafsiran yang
hanya tertuju pada individu saja.
Pada prinsipnya nilai akhir suatu mata pelajaran adalah gabungan dari seluruh
pencapaian KD yang ditargetkan. Dengan demikian, pendidik harus membuat tabel spesifikasi
yang memuat macam KD dan pencapaian hasil setiap KD, termasuk aspek yang dinilai dalam
setiap KD. Pendidik juga harus membuat pembobotan atas dasar hasil yang diperoleh sesuai
dengan jenis penilaian yang dilakukan. Perlu diperhatikan bahwa yang lebih penting adalah
penilaian harus terbuka dalam arti bahwa peserta didik sejak awal sudah memahami bagaimana
pendidik dalam menilai keberhasilan belajarnya.
b. Memanfaatkan Hasil Tes
Hasil tes atau hasil penilaian dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan dan
perkembangan peserta didik dalam menerapkan pengetahuan dalam tugas tertentu. Di samping
itu hasil penilaian dapat juga memberi gambaran tingkat keberhasilan pendidikan Pada satuan
pendidikan. Berdasarkan analisis hasil penilaian, dapat ditentukan langkah atau upaya yang
harus dilakukan oleh pendidik dan peserta didik dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil
belajar. Oleh sebab itu hasil penilaian yang diperoleh harus diinformasikan langsung kepada
peserta didik sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan peserta didik (assessment as
learning), pendidik (assessment for learning), dan satuan pendidikan selama proses
pembelajaran berlangsung (melalui Penilaian Harian/pengamatan harian) maupun setelah
beberapa kali program pembelajaran (Penilaian Tengah Semester), atau setelah selesai program
pembelajaran selama satu semester.

MUTOLINGA
109) Pengolahan penilaian unjuk kerja
Penilaian kinerja adalah alat evaluasi berupa tes perbuatan untuk menyelesaikan tugas
dalam konteks kehidupan nyata, dimana penilaian tersebut meminta siswa untuk menunjukkan
kemampuannya secara langsung kepada guru baik dari sisi pengetahuan maupun keterampilan,
bukan dengan memilih jawaban dari pilihan yang tersedia.
Penilaian kinerja difokuskan pada dua aktivitas pokok, yaitu: 1) observasi proses saat
berlangsungnya unjuk keterampilan dan 2) evaluasi hasil cipta atau produk.

110) Program pembelajaran remedial


Remidial merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memnatu siswa yang
mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran, guru melaksanakan perubahan
dalam kegiatan pembelajarannya sesuai dengan kesulitan yang dihadapi para siswa.

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
65

Langkah-langkah remedial: 1. Analisis diagnosis kesulitan belajar 2. Menemukan


penyebab kesulitan 3. Menyusun rencana kegiatan 4. Melaksanakan kegiatan 5. Melakuan
penilaian

111) Program pembelajaran pengayaan


Pengayaan merupakan program pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang telah
melampaui KKM. Fokus pengayaan adalah pendalaman dan perluasan dari kompetensi yang
dipelajari.
Penilaian unjuk kerja/kinerja/praktik dilakukan dengan cara mengamati kegiatan peserta
didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian
kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu seperti: praktikum di
laboratorium, praktik ibadah, praktik olahraga, presentasi, bermain peran, memainkan alat
musik, bernyanyi, dan membaca puisi/deklamasi
Contoh: Siawa telah memehami teori tentang pertumbuhan kecambah, maka bentuk
pengayaan unjuk kerjanya ialah siswa di bawah bimbingan guru diminta untuk praktik
membuat kecambah sesuai dengan materi yang telah dipahami
112) Konsep PTK
PTK adalah penelitian tindakan yang dilaksanakan di dalam kelas ketika pembelajaran
berlangsung. PTK dilaku- kan dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Tujuan khusus PTK adalah untuk mengatasi berbagai persoalan nyata guna memperbaiki atau
meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas
Manfaat PTK antara lain sebagai berikut.
1) Menghasilkan laporan-laporan PTK yang dapat dijadikan bahan panduan bagi para
pendidik (guru) untuk meningkatkan kulitas pembelajaran.
2) Menumbuh kembangkan kebiasaan, budaya, dan atau tradisi meneliti dan menulis artikel
ilmiah di kalangan pendidik.
3) Mewujudkan kerja sama, kaloborasi, dan atau sinergi antarpendidik dalam satu sekolah
atau beberapa sekolah untuk bersama-sama memecahkan masalah dalam pembelajaran dan
meningkatkan mutu pembelajaran.
4) Meningkatkan kemampuan pendidik dalam upaya menjabarkan kurikulum atau program
pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan konteks lokal, sekolah, dan kelas.
5) Memupuk dan meningkatkan keterlibatan, kegairahan, ketertarikan, kenyamanan, dan
kesenangan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas.
6) Mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang menarik, menantang, nyaman,
menyenangkan,.
Ciri PTK
1) Adanya komitmen pada peningkatan pendidikan.
2) Memiliki maksud jelas untuk melakukan intervensi ke dalam dan peningkatan
pemahaman dan praktik seseorang, serta untuk menerima tanggung jawab dirinya sendiri.
3) Melekat tindakan yang berpengetahuan, berkomitmen dan bermaksud.
4) Dilakukan pemantauan sistematik untuk menghasilkan data atau informasi yang valid.
5) Melibatkan deskripsi autentik tentang tindakan.
6) Perlunya validasi, dalam hal ini melibatkan: (1). Pembuatan pernyataan; (2).
Pemeriksaan kritis terhadap pernyataan lewat pencocokan dengan bukti; (3). Pelibatan
pihak lain dalam validasi.

113) Rumusan Masalah PTK


Contoh:
Tema : Kemampuan membaca.
Masalah : Rendahnya kemampuan peserta didik dalam menemukan informasi rinci dari
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
66

teks.
Tindakan : Penerapan metode pertanyaan berpola 5W + 1 H
Judul : Penerepan metode pertanyaan berpola 5W + 1H untuk meningkatkan
kemampuan menemukan informasi rinci dari teks di Kelas IX MTs An-Nur
Malangbong Garut tahun 2012.
RM : Bagaimana Penerepan metode pertanyaan berpola 5W + 1H untuk
Meningkatkan kemampuan menemukan informasi rinci dari teks di Kelas IX
MTs An-Nur Malangbong Garut tahun 2012.

Setidaknya ada lima kriteria yang harus dipenuhi agar sebuah masalah dapat diangkat untuk
masalah PTK. Kelima kriteria dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Masalah berasal dari kelas
2) Tidak terlalu luas dan terlalu sempit
3) Dilandasi dengan data otentik
4) Ditemukan penyebabnya
5) Ada kemungkinan untuk diselesaikan melalui tindakan di kelas.
6) Penting (urgen) untuk segera diselesaikan.

114) Solusi dalam PTK


Yang dimaksud dengan tindakan (solusi) adalah terapi yang akan dilakukan oleh peneltiti
dalam melakukan PTK. Dalam contoh kedekteran misalnya penderita struk diterapi dengan
akupunctur sampai struknya sembuh.

SUSANTO
115) Mengidentifikasi langkah- langkah PTK yang sistematik. Masalah yang dapat dikaji bisa
mencakup pengorganisasian materi, penyampaian materi, dan pengoganisasian kelas.
Secara umum langkah PTK dalam 1 siklus meliputi:
a) perencanaan,
b) melakukan tindakan dan pengamatan,
c) melakukan analisis hasil dan
d) melakukan refleksi.

116) Menetukan langkah-langkah penyusunan proposal PTK. Dibawah ini adalah langkah-
langkah dalam penyusunan proposal PTK:
a) Menentukan Judul Penelitian
b) Menyusun latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian
c) Menentukan teori pendukung,kerangka berfikir, dan hipotesis tindakan
d) Menentukan teori penelitian
e) Menyusun instrument penelitian

117) Menetukan teknik pengumpulan data yang tepat dalam PTK. Hadari Nawawi (2012:
100) mengatakan teknik pengumpulan data dapat dibedakan menjadi lima teknik
penelitan sebagai cara yang dapat di tempuh untuk mengumpulkan data, yaitu:
1) Teknik Observasi Langsung
2) Teknik Observasi Tidak Langsung
3) Komunikasi Langsung
4) Komunikasi Tidak langsung
5) Teknik Pengukuran
6) Teknik Studi Dokumenter

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
67

Beberapa teknik pengumpulan data dalam PTK:


1) Catatan Anekdot
2) Catatan Lapangan
3) Deskripsi Perilaku Ekologis
4) Analisis Dokumen
5) Catatan Harian
6) Logs
Teknik ini pada dasarnya sama dengan catatan harian tetapi biasanya disusun dengan
mempertimbangkan alokasi waktu untuk kegiatan tertentu, pengelompokan kelas, dan
sebagainya. Kegunaannya akan lebih tinggi jika disertai dengan komentar-komentar secara
logis dan sistematis.
1) Kartu Cuplikan Butir
2) Portofolio
3) Angket
4) Wawancara
5) Teknik Sosiometrik
6) Jadwal dan daftar tilik (checklist) interaksi
7) Rekaman pita
8) Rekaman video
9) Foto dan slide
10) Penampilan subyek penelitian pada kegiatan penilaian

118) Mengidentifikasi teknik pengolahan dan analisis data Pada umumnya analisis kualitatif
terhadap data PTK dapat dilakukan dengan tahap-tahap:
1) menyeleksi,
2) menyederhanakan,
3) mengklasifikasi,
4) memfokuskan,
5) mengorganisasi (mengaitkan gejala secara sistematis dan logis),
6) membuat abstraksi atas kesimpulan makna hasil analisis.

Model analisis kualitatif yang terkenal adalah model Miles & Hubberman (1992: 20)
yang meliputi :
1) reduksi data (memilah data penting, relevan, dan bermakna dari data yang tidak berguna),
2) sajian deskriptif (narasi, visual gambar, tabel) dengan alur sajian yang sistematis dan logis,
3) penyimpulan dari hasil yg disajikan (dampak PTK dan efektivitasnya).
Model analisis ini dapat digambarkan sebagai berikut:

119) Mengambil kesimpulan tentang pengertian, ciri, tujuan, dan manfaat KTI
a. Pengertian KTI
Karya Tulis Ilmiah atau biasa disingkat Karya Ilmiah (Scientific Paper) adalah
tulisan atau laporan tertulis yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian suatu
masalah oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang
dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Data, simpulan, dan informasi lain yang
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
68

terkandung dalam karya tulis ilmiah dijadikan acuan (referensi) bagi ilmuwan lain dalam
melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya. Karya tulis ilmiah sering juga disebut
“tulisan akademis” (academic writing) karena biasa ditulis oleh kalangan kampus perguruan
tinggi, dosen dan mahasiswa. Karya tulis ilmiah berfungsi sebagai sarana untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi berupa penjelasan (explanation), prediksi
(prediction), dan pengawasan (control).
b. Ciri-ciri Karya Tulis Ilmiah
Karakteristik karya tulis ilmiah yang membedakannya dengan tulisan non-ilmiah antara
lain:
1) Mengacu pada teori sebagai landasan berpikir (kerangka pemikiran) dalam pembahasan
masalah.
2) Lugas -> tidak emosional, bermakna tunggal, tidak menimbulkan interprestasi lain.
3) Logis -> disusun berdasarkan urutan yang konsisten
4) Efektif -> ringkas dan padat.
5) Efisien -> hanya mempergunakan kata atau kalimat yang penting dan mudah dipahami.
6) Objektif berdasarkan fakta -> setiap informasi dalam kerangka ilmiah selalu apa
adanya, sebenarnya, dan konkret.
7) Sistematis -> baik penulisan dan pembahasan sesuai dengan prosedur dan sistem yang
berlaku.
c. Fungsi Karya Tulis Ilmiah
Fungsi karya ilmiah adalah sebagai media untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni. Hal ini berkaitan dengan hakikat karya tulis ilmiah yaitu menyampaikan
kebenaran melalui metode yang sistematis, metodologis, dan konsisten.
Jika dihubungkan dengan hakikatnya maka fungsi karya ilmiah adalah sebagai
berikut:
1) Penjelasan (explanation)
Tulisan ini dapat dijelaskan sebagai suatu hal yang sebelumnya tidak diketahui, tidak
jelas, dan tidak pasti.
2) Ramalan (prediction)
Tulisan ini dapat membantu mengantisipasi hal yang kemungkinan akan datang di masa
yang akan datang.
3) Kontrol (control)
Tulisan ini dapat berfungsi untuk mengontrol atau mengawasi benar tidaknya suatu
pernyataa
4) Tujuan Karya Ilmiah
• Sebagai wahana melatih mengungkapkan pemikiran atau hasil penelitiannya dalam
bentuk tulisan ilmiah yang sistematis dan metodologis.
• Menumbuhkan etos ilmiah di kalangan mahasiswa, sehingga tidak hanya menjadi
konsumen ilmu pengetahuan, tetapi juga mampu menjadi penghasil (produsen)
pemikiran dan karya tulis dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama setelah
penyelesaian studinya.
• Karya ilmiah yang telah ditulis itu diharapkan menjadi wahana transformasi
pengetahuan antara sekolah dengan masyarakat, atau orang-orang yang berminat
membacanya.
• Membuktikan potensi dan wawasan ilmiah yang dimiliki mahasiswa dalam
menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam bentuk karya ilmiah setelah yang
bersangkutan memperoleh pengetahuan dan pendidikan dari jurusannya.
• Melatih keterampilan dasar untuk melakukan penelitian.
5) Manfaat Karya Ilmiah
• Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif;
• Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber;
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
69

• Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan;


• Meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara jelas dan sistematis;
• Memperoleh kepuasan intelektual;
• Memperluas cakrawala ilmu pengetahuan;
• Sebagai bahan acuan/penelitian pendahuluan untuk penelitian selanjutnya

120) Menentukan ragam bentuk KTI Jenis-Jenis Karya Tulis Ilmiah


a. Artikel (Jurnal Ilmiah)
Dalam istilah jurnalistik, artikel adalah tulisan berisi pendapat subjektif penulis nya
tentang suatu masalah atau peristiwa. Dalam konteks ilmiah, artikel adalah karya tulis yang
dirancang untuk dimuat dalam jurnal atau buku kumpulan artikel yang ditulis dengan tata
cara ilmiah dan mengikuti pedoman atau konvensi ilmiah yang telah disepakati. Artikel
ilmiah diangkat dari hasil penelitian, pemikiran dan kajian pustaka atau hasil
pengembangan proyek.
b. Makalah
Adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah yang pembahasan nya
berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif. Makalah biasanya disajikan
dalam sebuah seminar atau dipresentasikan di kelas (tugas perkuliahan). Dapat diartikan
juga sebagai karya ilmiah mahasiswa mengenai suatu topik tertentu yang tercakup dalam
ruang lingkup suatu perkuliahan. Makalah mahasiswa umumnya merupakan salah satu
syarat untuk menyelesaikan suatu perkuliahan, baik berupa kajian pustaka maupun hasil
kegiatan perkuliahan lapangan.
Pengertian yang lain dari makalah adalah karya tulis yang memuat pemikiran
tentang suatu masalah atau topik tertentu yang ditulis secara sistematis dan runtut dengan
disertasi analisis yang logis dan objektif. Makalah ditulis untuk memenuhi tugas terstruktur
yang diberikan oleh dosen atau ditulis atas inisiatif sendiri untuk disajikan dalam forum
ilmiah.
c. Kertas Kerja
Work paper atau Kertas kerja pada prinsipnya sama dengan makalah, namun dibuat
dengan analisis lebih dalam dan tajam dan dipresentasikan pada seminar atau lokakarya
yang biasanya dihadiri oleh ilmuwan. Kertas kerja itu menjadi acuan untuk tujuan tertentu
dan bisa diterima atau dimentahkan oleh forum ilmiah.
d. Paper
Adalah sebutan khusus untuk makalah di kalangan akademisi (mahasiswa) dalam
kaitannya dengan pembelajaran dan pendidikannya sebelum menyelesaikan jenjang studi
(Diploma/S1/S2/S3). Sistematika penulisannya sama dengan artikel atau makalah,
tergantung panduan yang berlaku di perguruan tinggi masing-masing.
e. Skripsi
Adalah karya tulis ilmiah mahasiswa untuk menyelesaikan jenjang studi S1
(Sarjana). Skripsi berisi tulisan sistematis yang mengemukakan pendapat
penulis berdasarkan pendapat (teori) orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung
oleh data dan fakta empiris-objektif, baik berdasarkan penelitian langsung (observasi
lapangan, atau percobaan di laboratorium), juga diperlukan sumbangan material
berupa temuan baru dalam segi tata kerja, dalil-dalil, atau hukum tertentu tentang salah satu
aspek atau lebih di bidang spesialisasi nya.

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
70

f. Tesis
Adalah karya tulis ilmiah mahasiswa untuk menyelesaikan jenjang studi S2 (Pasca
Sarjana) yang sifatnya lebih mendalam dibandingkan dengan skripsi.
Tesis mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian sendiri.
g. Disertasi
Disebut juga “Ph.D Thesis” adalah karya tulisi lmiah mahasiswa
untuk menyelesaikan jenjang studi S3 (meraih gelar Doktor/Dr) yang mengemukakan suatu
dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid)
dengan analisis yang terinci). Disertasi ini berisi suatu temuan penulis sendiri, yang berupa
temuan orisinal.
h. Artikel Ilmiah Populer
Selain ketujuh jenis karya ilmiah, ada juga yang disebut artikel ilmiah populer, yaitu
artikel ilmiah yang ditulis dengan gaya bahasa populer (bahasa media/bahasa jurnalistik)
untuk dimuat di media massa (surat kabar, majalah, tabloid). Berbeda dengan artikel ilmiah,
artikel ilmiah popular tidak terikat secara ketat dengan aturan penulisan ilmiah. Artikel
ilmiah ditulis lebih bersifat umum, untuk konsumsi publik. Dinamakan ilmiah populer
karena ditulis bukan untuk keperluan akademik, tetapi untuk “dikomunikasikan” kepada
publik melalui media massa.
Artikel ilmiah populer bisa hasil penelitian ilmiah, namun disajikan dengan lebih
ringkas dan lugas, bisa pula dibuat berdasarkan berpikir deduktif atau induktif, atau
gabungan keduanya yang bisa ‘dibungkus’ dengan opini penulis. Tak jarang artikel ilmiah
populer ini disebut juga sebagai opini ilmiah

Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019

Anda mungkin juga menyukai