Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
2
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
3
8) Mengidentifikasi karakteristik surah atau ayat al-Qur'an yang tergolong Makiyah atau
Madniyah
Karakteristik Makkiyah dan Madaniyah Dalam sejarah penurunan Alquran dikenal dua periode
yang masing-masing memiliki ciri tersendiri yaitu periode makkiyah dan madaniyah. Ayat-ayat
yang diturunkan pada pereode makkiyah hampir seluruhnya menjelaskan persoalan persoalan
akidah yang pada umumnya menjelaskan tentang orang-orang musyrik, memuat banyak ibarat
dan perumpamaan (al-’ibrah wa al-amtsal), serta mengarahkan mereka kepada perubahan pola
pikir dari peninggalam nenek moyang mereka.
Sementara ayat-ayat yang diturunkan pada pereode madaniyah umumnya mengarah kepada
pembentukan dan pembinaan kehidupan sosial sehingga ayat-ayatnya dominan berkaitan dengan
persoalan-persoalan hukum dalam hubungan sosial kemasyarakatan, seperti hukum kekeluargaan
dan hubungan antara orang Islam dan nonIslam.
Secara terperinci, karakteristik surat-surat makkiyah dijabarkan sebagai berikut:
a. berisi nida ﻳﺎﻳﻬﺎ ﺍﻟ ﱠﻨﺎ ﺱ
b. di dalamnya terdapat lafal “kalla” (Dalam seluruh alAlquran, lafal tersebut terdapat 33 kali
dalam 25 surah di bagian akhir Mushaf Ustmani)
c. di dalamnya terdapat ayat-ayat sajdah
d. diawali dengan huruf-huruf tahajji seperti ﻑdan ﻕ.
e. memuat kisah para nabi dan umat-umat terdahulu
f. di dalamnya terdapat cerita tentang kemusyrikan
g. di dalamnya terdapat keterangan adat istiadat orang kafir, orang musyrik, orang yang suka
mencuri, merampok, membunuh, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan sebagainya
h. isinya memberi penekanan masalah tauhid atau akidah
i. kebanyakan ayat dan suratnya pendek.
11) Membedakan antara beberapa metode tersebut secara tepat berdasarkan ilmu al-quran
Berbagai metode yang digunakan dalam pengungkapan qashash dalam alAlquran diantaranya:
1. Karena kisah di dalam Alquran dimaksudkan untuk memberi pembelajaran kepada umat
manusia, maka untuk mencapai tujuan tersebut biasanya Alquran memulai kisah secara
umum, kemudian menguraikan secara rinci dari awal sampai akhir. Metode ini disebut
dengan metode deduksi.
2. Metode hikmah, diawali dengan pengungkapan akhir sebuah kisah dan pelajaran yang dapat
diambil melalui kisah itu, kemudian baru diceritakan selengkapnya secara terperinci. Metode
ini tercermin dalam kisah Nabi Musa As dalam surat al-Qasas.
3. Metode terpusat, yakni suatu kisah yang diuraikan secara langsung tanpa didahului dengan
cerita pembuka dan juga tanpa kesimpulan. Metode ini dapat dilihat pada kisah Maryam,
ketika Nabi Isa As. Dilahirkan.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
5
4. Melalui cerita dalam bentuk dialog. Dialog yang terjadi dalam kisah-kisah Al-Alquran
diangkat dalam bentuk cerita antara tokoh.
Bentuk percakapan dalam AlAlquran terdiri dari dua bentuk:
Pertama, percakapan semi dialektis, yaitu percakapan yang cenderung mengarah pada
perdebatan
Kedua, model percakapan pengisahan, yaitu bentuk percakapan dimana Alquran berperan
sebagai mediator yang mengajak pembaca masuk ke dalam peristiwa melalui sela-sela cerita.
SITI TSANIYAH
13) M2KB1
Perbedaan antara makna dan kandungannya antara hadis, sunah, khabar dan atsar dalam
ilmu hadis.
Dari segi terminologi, banyak para ahli Hadis muhadditsîn) memberikan definisi di antaranya
Mahmud al-Thahân mengemukakan yang Artinya: Sesuatu yang datang dari Nabi baik berupa
perkataan atau perbuatan dan atau persetujuan.
Sunnah: Segala perkataan Nabi saw, perbuatananya, dan segala tingklah lakunya.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa Sunah sinonim Hadis bersifat umum yaitu meliputi segala
sesuatu yang datang dari Nabi dalam bentuk apapun, baik berkaitan dengan hukum atau tidak.
Tetapi sebagian ulama membedakan bahwa Sunah terfokus pada perbuatan Nabi saja dan yang
dilakukan secara terus menerus.
Khabar: Sesuatu yang datang dari Nabi saw dan dari yang lain seperti dfari para sahabat, tabi`in
dan pengikut tabi`in atau orang-orang setelahnya.
Mayoritas ulama melihat Hadis lebih khusus yang datang dari Nabi, sedang Khabar sesuatu yang
datang dari padanya dan dari yang lain, termasuk berita-berita umat dahulu, para Nabi, dan lain-
lain.
Atsar: Sesuatu yang datang dari selain Nabi saw dan dari para sahabat, tabi`in dan atau orang-
orang setelahnya.
Menurut Ahli Hadis Atsar adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw (marfû`), para
sahabat (mawqûf), dan ulama salaf.
14) Persamaan makna dan kandungannya antara hadis, sunah, khabar dan atsar dalam ilmu
hadis
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
6
Hadis mempunyai beberapa sinonim/murâdif menurut para pakar Ilmu Hadis, yaitu Sunah,
Khabar, dan Atsar.
15) Struktur hadis yang terdiri atas sanad, matan dan mukharrij/perawi
Struktur Hadis terddiri dari beberapa bagian yaitu sanad, matan dan mukharrij. Untuk
memudahkan definisi istilah-istilah tersebut, terlebih dahulu Saudara diajak memperhatikan
contoh struktur Hadis sebagai berikut :
Memberitakan kepada kami Musaddad, memberitakan kepada kami Abd al-Wârits dari al-Ja`di
dari Abi Rajâ’ dari Ibn Abbas dari Nabi saw bersabda : Barang siapa yang benci sesuatu dari
pimpinannya (amir) maka hendaklah sabar, sesungguhnya barang siapa yang keluar dari
penguasa (sultan) satu jengkal maka ia mati Jahiliayah‛. (HR. al-Bukhari)
1. Penyandaran berita oleh «al-Bukhâri kepada Musaddad dari Abd al-Wârits dari al-Ja`di dari
Abi Rajâ’ dari Ibn Abbas dari Nabi‛ rangkaian penyandaran ini disebut : Sanad.
2. Isi berita yang disampaikan Nabi : «Barang siapa yang benci sesuatu dari pimpinannya…»
disebut : Matan.
3. Sedang pembawa periwayatan berita terakhir yang termuat dalam buku karyanya dan
disampaikan kepada kita yakni alBukhâri disebut : Pe-rawi atau Mukharrij. Artinya, orang yang
meriwayatkan Hadis dan disebutkan dalam kitab karyanya.
16) M2KB2
Pengertian ulumul hadis yang lengkap dari rumusan pengertian yang ada
Ulumul Hadis dapat diartikan ilmu-ilmu yang membahas tentang segala yang disandarkan
kepada Nabi saw baik berupa perkataan, perbuatan dan ketetapan/persetujuan, sifat cita-cita dan
lainnya.
Para Ulama telah sepakat bahwa Ulumul Hadis atau ilmu yang membahas tentang perihal hadis
baik dari segi periwayatannya atau dari segi materi/ matan riwayat hadis adalah suatu ilmu yang
sangat penting. Demikian juga al-Suyuti dari ulama mutaqaddimin mengartikan ilmu hadis
adalah adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis
sampai kepada Rasul SAW dari segala hal ihwal para perawinya, kedhabitan, keadilan, dan dari
bersambung tidaknya sanad dan sebagainya.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
7
(w. 124 H/742 M), seorang ulama besar di negeri Hijaz dan Syam, menggalang agar para ulama
hadis di masingmasing daerah mereka. Al-Zuhri berhasil menghimpun hadis dalam satu kitab
sebelum khalifah meninggal dunia yang kemudian dikirimkan oleh khalifah ke berbagai daerah,
untuk bahan penghimpun hadis selanjutnya. ‘Umar juga memerintah Abu Bakar Muhammad ibn
‘Amr ibn Hazm (w. 117 H) untuk mengumpulkan hadis yang terdapat pada Amrah binti ‘Abd al-
Rahman (murid kepercayaan ‘Asiyah) dan Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar al-Shiddiq.
Di sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriyah sebagian Muhaddisin merintis ilmu ini dalam
garis-garis besarnya saja dan masih berserakan dalam beberapa mushafnya. Diantara mereka
adalah Ali bin Almadani (238 H), Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam At-Turmudzi dan
lain-lain. Adapun perintis pertama yang menyusun ilmu ini secara fak (spealis) dalam satu kitab
khusus ialah Al-Qandi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzy (360 H) yang di beri nama dengan
Al-Muhaddis al-Fasil Baina Rawi wa al-Sami’. Kemudian bangkitlah Al-Hakim Abu Abdilah al-
Naisaburi (321-405 H) menyusun kitabnya yang bernama Makrifatu Ulum al-Hadis. Usaha
beliau ini diikuti oleh Abu Nadim al-Asfahani (336-430 H) yang menyusun kitab kaidah
periwayatan hadis yang diberi nama AlKifayah dan al-Jam’u li Adabi al-Syaikhi wa al-Sami’
yang berisi tentang tata cara meriwayatkan hadis.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
8
FITRA JAYA
19) Pembagian hadits dari sisi perawi (M2 KB3)
a. Mutawatir
Secara etimologi mutawâtir berarti al-mutatâbi` berarti, yang datang kemudian, beriring-
iringan, atau beruntun. Secara terminologi definisinya:
Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak dari sejumlah orang banyak pula yang
mustahil menurut tradisi mereka sepakat bohong.
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa ada 4 kriteria Hadis mutawâtir, yaitu sebagai
berikut :
a. Diriwayatkan sejumlah orang banyak pendapaat yang rajih menimal 10 orang.
b. Adanya jumlah banyak pada seluruh tingkatan sanad
c. Mustahil sepakat bohong.
d. Sandaran berita itu pada panca indra.
Contoh Hadis mutawatir:
Artinya :
Barang siapa yang mendustakan atas namaku, maka hendaklah bersiap-siap bertempat
tinggal di neraka.‛(HR. Ahmad, Turmudzî, al-Nasâ’î, Bukhârî, Muslim, dan Abû Dawûd)
Di antaranya Hadis tentang telaga (al-hawdh) diriwayatkan lebih 50 orang sahabat, Hadis
menyapu sepatu (khawf) diriwayatkan 70 orang sahabat, Hadis tentang mengangkat kedua
tangan dalam shalat oleh 50 orang sahabat, dan lain- lain
Hadis mutawâtir memberi faedah ilmu dharûrî artinya pengetahuan secara yakin dan pasti
kebenarannya, oleh karena itu ia wajib diamalkan. Dengan demikian periwayat Hadis
mutawatir tidak perlu diperiksa sifat-sifat adil dan kedhabithannya, karena dengan jumlah
banyak periwayat yang tidak mungkin terjadi kesepakatn bohong dan sudah cukup dijadikan
sebagai alat mencapai tujuan akhir yakni otentisitasnya.
b. Hadis Âhâd
Kata Âhâd bentuk plural (jamak) dari ahad . dengan makna wâhid = satu, tunggal, atau esa.
dengan dipanjangkan bacaan â-hâd mempunyai makna satuan. Nilai angka satuan tidak mesti
satu, tetapi dari 1-9, misalnya angka 576, angka satuannya angka 6.
Menurut istilah Hadis Âhâd adalah : ‚Hadis yang tidak memenuhi beberapa persyaratan
Hadis mutawâtir.‛
Periwayat Hadis âhâd tidak mencapai jumlah banyak yang meyakinkan bahwa mereka tidak
mungkin bersepakat bohong sebagaimana dalam Hadis mutawâtir, ia hanya diriwayatkan
satu, dua, tiga, empat, dan atau lima yang tidak mencapai mutawâtir. Jika yang meriwayatkan
itu satu orang dalam satu atau semua tingkatan sanad disebut Hadis Gharib. Jika yang
meriwayatakannya dua orang disebut Hadis Aziz dan jika 3 orang atau lebih yang tidak
mencapai mutawatir disebut masyhur.
Contoh Hadis ahad:
ﻱ ْﻥ ﺗَ ِﺰﻉ ﻩ ِﻣﻦَ ﺍ ْﻟ ِﻌ َﺒﺎ ِﺩ ِ ﻱ ْﻗ
َ ﺐ ﺽ ﺍ ْﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ ﺍ ْﻧ ِﺘ َﺰﺍ ﻋﺎ َ ِﺇﻥﱠ ﷲ ﻻ...
Hadis di atas diriwayatkan 3 orang sahabat, yaitu Ibn `Amr, `Aisyah, dan Abu Hurairah.
Dengan demikian Hadis ini masyhûr di tingkat sahabat, karena terdapat 3 orang sahabat yang
meriwayatkannya, sekalipun sanad di kalangan tabi`in lebih dari 3 orang. Atau sebaliknya,
bisa jadi Hadis masyhûr di tingkat tabi`in jika periwayatnya mencapai 3 orang atau lebih
tetapi tidak mencapai jumlah mutawâtir, sekalipun di tingkat sahabat tidak mencapai
masyhûr, karena tidak mencapai 3 orang lebih.
Hadis âhâd memberi faedah ilmu nazharî, artinya ilmu yang diperlukan penelitian dan
pemeriksaan terlebih dahulu, apakah jumlah perawi yang sedikit itu memiliki sifat-sifat
kredibelitas yang dapat dipertanggung jawabkan atau tidak. Hadis âhâd inilah yang
memerlukan penelitian secara cermat apakah para perawinya adil atau tidak, dhabith atau
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
9
tidak, sanadnya muttashil (bersambung) atau tidak, dan seterusnya yang nanti dapat
menentukan tingkat kualitas suatu Hadis apakah ia shahih, hasan, dan dha`if.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
10
Bukharî Muhammad bin Isma`il, pemilik kitab al-Shahîh terkenal memiliki kecerdasan
hapalan yang luar biasa dan menjadi Amîr al-Mukminin fi al- Hadîts.
c. Hadis di atas tidak syâdz, karena tidak bertentangan dengan periwayatan periwayat lain
yang lebih tsiqah.
d. Dan tidak terdapat `illah (ghayr mu`allal)
Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi 7 tingkatan, dari tingkat
yang tertinggi sampai dengan tingkat yang terendah, yaitu ;
1) Muttafaq `alayh, (disepakati al-Bukhari dan Muslim),
2) diriwayatkan oleh al- Bukharî saja,
3) diriwayatkan oleh Muslim saja,
4) diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan al-Bukharî dan Muslim,
5) diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan al-Bukharî saja,
6) diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja,
7) dinilai shahih menurut ulama Hadis selain al-Bukharî Muslim dan tidak mengikuti
persyaratan keduanya, seperti Ibn Khuzaymah, Ibn Hibban, dan lain-lain.
2. Hadis Hasan
Dari segi bahasa Hasan dari kata al-Husnu = keindahan. Menurut istilah Hadis Hasan adalah:
Artinya: Hadis Hasan adalah Hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang
adil, kurang sedikit ke-dhâbith-annya, tidak ada keganjilan (syâdz), dan tidak ada `illat.
Kriteria Hadis Hasan hampir sama dengan kriteria Hadis Shahih. Perberbedaannya hanya
terletak pada sisi ke-dhabith-annya. Hadis Shahih ke- dhabith-an seluruh perawinya harus
tamm (sempurna), sedang dalam Hadis Hasan, kurang sedikit ke-dhabith-annya jika
dibandingkan dengan Hadis Shahih.
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzî, Ibn Mâjah, dan Ibn Hibban dari al-Hasan bin
`Urfah al-Maharibî dari Muhammad bin `Amr dari Abi Salamah dari Abi Hurayrah, bahwa
Nabi saw bersabda:
Artinya: Usia umatku sekitar antara 60 sampai 70 tahun dan sedikit sekali yang melebihi
demikian itu.
Para perawi Hadis di atas tsiqah semua kecuali Muhammad bin `Amr dia adalah shadûq
=sangat benar. Oleh para ulama Hadis nilai ta`dîl shadûq tidak mencapai dhâbith tamm
sekalipun telah mencapai keadilan, ke-dhabith-annya kurang sedikit jika dibandingkan
dengan ke-dhabith-an shahih seperti tsiqatun (terpercaya ) dan sesamanya.
Hadis Hasan terbagi menjadi dua macam, yaitu Hasan li Dzâtih dan Hasan li Ghayrih. Hadis
Hasan lidzâtih adalah Hadis yang memenuhi persyaratan Hadis Hasan. Sedang Hadis Hasan
li Ghayrih adalah ‚ Hadis Dha`if diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama atau
lebih kuat.‛Hadis Hasan dapat dijadikan hujah walaupun kualitasnya di bawah Hadis Shahih.
Semua Fuqahâ, sebagian Muhadditsîn dan Ushûlîyîn mengamalkannya kecuali sedikit dari
kalangan orang yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan Hadis (musyaddidîn).
Bahkan sebagian Muhadditsîn yang mempermudah dalam persyaratan Shahih (mutasâhilin)
memasukkannya ke dalam Hadis Shahih seperti al-Hakim, Ibn Hibban, dan Ibn Khuzaymah.
Buku- buku Hadis yang memuat Hadis Hasan, pada umumnya adalah Jami’ al-Turmudzî
yang masyhur dikenal Sunan al-Turmudzî, Sunan Abi Dâwûd, dan Sunan al-Dâr Quthnî,
yang dijelaskan di dalamnya banyak Hadis Hasan.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
11
3. Hadis Dha’if
Hadis Dha`if dari segi bahasa berarti lemah. Dalam istilah Hadis Dha’if adalah:
Artinya: Hadis yang tidak menghimpun sifat Hadis Shahih dan Hasan.
Jadi Hadis Dha`if adalah Hadis yang tidak memenuhi sebagian atau semua persyaratan Hadis
Hasan atau Shahih, misalnya sanad-nya tidak bersambung (muttashil), para perawinya tidak
adil dan tidak dhâbith, terjadi keganjilan baik dalam sanad atau matan (syâdz) dan terjadinya
cacat yang tersembunyi (`illah) pada sanad dan matan.
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzî melalui jalan Hakim al-Atsram dari Abi Tamimah
al-Hujaymî dari Abi Hurayrah dari Nabi saw bersabda:
Artinya: Barang siapa yang mendatangi pada seorang wanita menstruasi (haidh) atau pada
seorang wanita dari jalan belakang (dubur) atau pada seorang dukun, maka ia telah
mengkufuri apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Dalam sanad Hadis di atas terdapat seorang dha`if yaitu Hakim al-Atsram yang dinilai dha`if
oleh para ulama. Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Taqrîb al-Tahzhîb memberikan komentar ; dia
orang lemah.
Cacat Hadis Dha`if dapat disimpulkan terkait pada dua hal yakni pertama, terkait dengan
sanad dan kedua, terkait dengan matan. Cacat yang terkait dengan sanad bisa jadi karena
tidak bersambung sanad-nya atau seorang periwayat tidak bertemu langsung dengan seorang
guru sebagai pembawa berita, ketidak adilan dan tidak dhâbith, terjadi adanya keganjilan
(syâdz) dan cacat (`illat). Sedang cacat yang terkai dengan matan adalah karena keganjilan
(syâdz) dan cacat (`illat) tersebut. Macam-
macam cacat yang menjadi penyebab kedha`ifan suatu Hadis dapat digamabarkan pada
skema berikut di bawah ini :
Hadis Dha`if tidak identik dengan Hadis mawdhû` (Hadis palsu). Hadis dha’if hanya ada sifat
kelemahan atau kurang dalam matan atau sanad sedang Hadis Maudhu’ Hadis palsu, bukan
dari rasul dibilang dari Rasul. Oleh kaarena itu para ulama berbeda pendapat dalam
pengamalan Hadis dha’if dan sepakat dosa besar meriwayatkan Hadis maudhu’. Perbedaan
para ulama dalam pengamalan Hadis Dha`if ada 3 pendapat :
a. Hadis Dha`if tidak dapat diamalkan secara mutlak baik dalam keutamaan amal (fadhâil al-
a`mâl) atau dalam hukum sebagaimana yang diberitakan oleh Ibn Sayyid al-Nas dari
Yahya bin Ma`în. Pendapat pertama ini adalah pendapat Abû Bakar Ibn al-`Arabî,
Bukhari, Muslim, dan Ibn Hazam.
b. Hadis Dha`if dapat diamalkan secara mutlak baik dalam fadhâil al-a`mâl atau dalam
masalah hukum (ahkam), pendapat Abu Dawûd dan Imam Ahmad. Mereka berpendapat
bahwa Hadis Dha`if lebih kuat dari pada pendapat para sarjana atau profesor.
c. Hadis Dha`if diamalkan dalam fadhâil al-a`mâl, mau`izhah, targhîb (janji-janji yang
menggemarkan), dan tarhîb (anjaman yang menakutkan) bukan masalah halal dan haram,
jika memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang paparkan oleh Ibn Hajar al-
`Asqalanî, yaitu berikut :
1) Tidak terlalu Dha`if.
2) Masuk ke dalam kategori Hadis yang diamalkan (ma`mûl bih) seperti Hadis nâsikh
bukan mansukh dan râjih ( yang lebih kuat) bukan marjuh.
3) Tidak dii`tiqadkan secara yakin kebenaran Hadis dari Nabi, tetapi karena berhati-hati
semata atau ihtiyâth.
Pendapat pertama, dari tiga pendapat di atas pendapat pertama lebih selamat, pendapat
kedua lemah dan pendapat ketiga berhati-hati. Di antara kitab yang tersusun secara
khusus tentang macam-macam Dha`if adalah ; al-Marâsîl,
Artinya: Barang siapa yang mendatangi pada seorang wanita menstruasi (haidh) atau pada
seorang wanita dari jalan belakang (dubur) atau pada seorang dukun, maka ia telah
mengkufuri apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Dalam sanad Hadis di atas terdapat seorang dha`if yaitu Hakim al-Atsram yang dinilai dha`if
oleh para ulama. Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Taqrîb al-Tahzhîb memberikan komentar ; dia
orang lemah.
Cacat Hadis Dha`if dapat disimpulkan terkait pada dua hal yakni pertama, terkait dengan sanad
dan kedua, terkait dengan matan. Cacat yang terkait dengan sanad bisa jadi karena tidak
bersambung sanad-nya atau seorang periwayat tidak bertemu langsung dengan seorang guru
sebagai pembawa berita, ketidak adilan dan tidak dhâbith, terjadi adanya keganjilan (syâdz) dan
cacat (`illat). Sedang cacat yang terkait dengan matan adalah karena keganjilan (syâdz) dan
cacat (`illat) tersebut.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
13
Artinya :.... Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa sunnah/ hadis merupakan
penjelasan Alquran. Sunnah itu diperintahkan oleh Allah untuk dijadikan sumber hukum
dalam Islam. Dengan demikian, sunnah adalah menjelaskan Alquran, membatasi
kemutlakannya dan mentakwilkan kesamarannya. Allah menetapkan bahwa seorang mukmin
itu belum dapat dikategorikan beriman kepada Allah sebelum mereka mengikuti segala yang
diputuskan oleh Rasulullah SAW dan dengan putusannya itu mereka merasa senang.
B. Dalil Kehujjahan Hadis Kehujjahan Hadis adalah wajib digunakannya hadis sebagai hujjah
atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i). Hadis adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup
kaum Muslimin) setelah Alquran. Bagi orang yang beriman terhadap Alquran sebagai sumber
hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa Hadis juga merupakan sumber
hukum Islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran Hadis sebagai sumber hukum Islam,
bukan saja memperoleh dosa, tetapi juga murtad hukumnya. Alasan lain mengapa umat Islam
berpegang pada Hadis karena selain memang di perintahkan oleh Alquran juga untuk
memudahkan dalam menentukan (menghukumi) suatu perkara yang tidak dibicarakan secara
rinci atau sama sekali tidak dibicarakan di dalam Al Qur’an sebagai sumber hukum utama.
Apabila Hadis tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan
mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam berbagai hal, seperti tata cara shalat, kadar dan
ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Alquran dalam hal ini tersebut
hanya berbicara secara global dan umum. Dan yang menjelaskan secara terperinci justru
Sunnah Rasulullah. Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal
menafsirkan ayat-ayat yang musytarak (multi makna), muhtamal (mengandung makna
alternatif) dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya.
Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan kepada pertimbangan rasio
(logika) sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat subyektif dan tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Para imam pembina mazhab semuanya menggunakan hadis
atau Sunnah dalam ijtihanya menggali hukum.
Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadis sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat
dalam beberapa dalil, baik dalam bentuk naqli ataupun aqli :
1. Dalil Alquran Banyak ayat Alquran yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan
menerima segala yang datang dari Rasulullah Saw untuk dijadikan pedoman hidup.
Diantaranya adalah : Firman Allah Swt dalam surah Ali Imran (3): 179 yang berbunyi :
Artinya : Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan
kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin).
Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi
Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah
kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala
yang besar
Diantaranya Q.S. al-Nisa’ (4) : 59 sebagai berikut: Artinya:“Wahai orang-orang yang
beriman,taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kepada Rasul serta ulil amri di antara
kalian.Kemidian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya)….” Perhatikan firman Allah SWT. Dalam surat Ali-
Imran (3) ayat 32 dibawah ini:
Artinya : “Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS:Ali Imran : 32). Masih banyak
lagi ayat-ayat yang sejenis menjelaskan tentang permasalahan ini. Dari beberapa ayat di atas
telah jelas bahwa perintah mentaati Allah selalu dibarengi dengan perintah taat terhadap
Rasul-Nya. Begitu juga sebaliknya dilarang kita durhaka kepada Allah dan juga kepada Rasul-
Nya.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
14
Dari sinilah jelas bahwa ungkapan kewajiban taat kepada Rasulullah Saw dan larangan
mendurhakainya, merupakan suatu kesepakatan yang tidak dipersilihkan umat Islam.
2. Dalil Hadis Dalam salah satu pesan yang disampaikan baginda Rasul berkenaan dengan
kewajiban menjadikan hadis sebagai pedoman hidup disamping Alquran sebagai pedoman
utamanya, adalah sabdanya:
Artinya : Al Mustadrak 319: Abu Bakar bin Ishaq Al Faqih mengabarkan kepada kami,
Muhammad bin Isa bin As-Sakan Al Wasithi memberitakan (kepada kami), Daud bin Amr
Adh-Dhabbi menceritakan kepada kami, Shalih bin Musa Ath-Thalhi menceritakan kepada
kami dari Abdul Aziz bin Rufa'i, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah , dia berkata: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:”Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian
dua pedoman yang tidak akan membuat kalian tersesat sesudahnya, (yaitu) Kitab Allah dan
Sunnahku, keduanya tidak akan berpisah hingga sampai di telaga”. Hadis di atas telah jelas
menyebutkan bahwa hadis merupakan pegangan hidup setelah Alquran dalam menyelesaikan
permasalahan dan segalah hal yang berkaitan dengan kehidupan khususnya dalam menentukan
hukum.
3. Ijma’ al-Sahabah.
Para sahabat pada waktu Rasulullah saw masih hidup selalu mengikuti segala sesuatu yang
diprintahkan oleh beliau dan menjauhi segala sesuatu yang dilarangnya dengan tidak
membeda-bedakan antara hukum-hukum yang ditetapkan oleh Tuhan dengan hukum-hukum
yang diciptakan oleh Rasul sendiri. Setelah Rasulullah saw meninggal dunia, jika para sahabat
tidak mendapatkan ketentuan hukum dalam Alquran, maka meraka meneliti hadis-hadis Rasul
saw yang dihafal oleh para sahabat. Abu bakar, misalnya, jika ia tidak ingat sunnah atau hadis
yang berhubungan dengan suatu kejadian, ia selalu bertanya kepada sahabat yang lain.
Selanjutnya kejadian tersebut ditetapkan hukumnya menurut sunnah tadi. Umar bin khattab
dan sahabat-sahabat yang lain serta para tabi’in mengikuti jejak Abu Bakar tersebut, dan tidak
ada seorangpun diantara mereka yang mengingkari bahwa sunnah Rasulullah saw wajib
diikuti.
Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadis sebagai sumber hukum
Islam, antara lain adalah peristiwa dibawah ini;
a. Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata, “saya tidak meninggalkan
sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila
meninggalkan perintahnya.
b. Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata, “saya tahu bahwa engkau adalah batu.
Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu.”
c. Pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan sholat safar dalam Alquran.
Ibnu Umar menjawab, “Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kita dan
kita tidak mengetahui sesuatu, maka sesugguhnya kami berbuat sebagaimana kami melihat
Rasulullah berbuat.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
15
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
16
c. Alquran. Banyak ayat yang memerintahkan untuk patuh, taat dan mengambil apa yang
dilakukan Nabi SAW.
d. Al-Sunnah. Selain Al-Alquran, terdapat banyak pula hadis yang menjelaskan kehujjahan
al-Sunnah
e. Kebutuhan Alqur’an terhadap al-Sunnah. Alquran tidak akan dapat dipahami secara
sempurna tanpa ada bantuan al-Sunnah
f. Realitas-Sunnah sebagai wahyu. Wahyu yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi ada
yang berupa wahyu dhohir (yang berstatus terjaga dan terpelihara dari segala bentuk
kesalahan)
g. Ijma’. Kesepakatan untuk mengambil hadis sebagai hujjah dan landasan hukum
NONI MULYANI
25) Menyimpulkan makna esensial terkait dengan takkhrij hadis (Modul 3 KB 1)
Definisi Takhrij
Secara etimologi kata takhrij berasal dari akar kata ﺧﺮﺝ ﺧﺮﻭﺟﺎ ﺧﻴﺮﺝmendapat tambahan tasydid
pada ro` (`ain fiil) ّ◌ﺝ:menjadi ﺧﺮ ﺝ ّ ﺧﺘﺮﺟﻴﺎ ﺧﻴﺮyang menampakkan, mengeluarkan,
menerbitkan, menyebutkan, dan menumbuhkan. Maksudnya menampakkan sesuatu yang
tersembunyi, tidak kelihatan dan masih samar. Penampakan dan pengeluaran disini tidak mesti
berbentuk fisik yang konkret, tetapi mencakup nonfisik yang hanya memerlukan tenaga dan
pikiran seperti makna kata ﺍﺳﺨﺨﺮﺍﺝyang diartikan istinbath yang berarti mengeluarkan hukum
dari nash/teks AlAlquran dan Hadis. Takhrij secara bahasa berarti juga berkumpulnya dua
perkara yang saling berlawanan dalam satu persoalan, namun secara mutlak diartikan oleh para
ahli bahasa dengan arti “mengeluarkan” (al istinbath), ‟melatih” (at-tadrib), dan
“menghadapkan” (at-taujih).2
b) Mengetahui ada berapa tempat hadis tersebut dengan sanad yang berbeda di dalam sebuah
buku hadis atau dalam beberapa buku induk hadis.
c) Mengetahui kualitas hadis makbul (diterima) atau mardud (ditolak).
d) Mengetahui eksistensi suatu hadis apakah benar suatu hadis yang ingin diteliti terdapat
dalam buku-buku hadis atau tidak.
e) Mengetahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti.
f) Mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti.
g) Mengetahui ada atau tidak adanya syahid dan mutabi’ pada hadis yang akan diteliti.
Adapun manfaat takhrijul hadis cukup banyak diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Menghimpun sejumlah sanad hadis, dengan takhrij seseorang dapat menemukan sebuah
hadis yang akan diteliti di sebuah atau beberapa tempat di dalam kitab AlBukhori saja, atau
di dalam kitab-kitab lain. Dengan demikian ia akan menghimpun sejumlah sanad.
b) Mengetahui referensi beberapa buku hadis, dengan takhrij seseorang dapat mengetahui
siapa perawi suatu hadis dan yang diteliti dan didalam kitab hadis apa saja hadis tersebut
didapatkan.
c) Mengetahui keadaan sanad yang bersambung (muttashil) dan yang terputus (munqothi’) dan
mengetahui kadar kemampuan perawi dalam mengingat hadis serta kejujuran dalam
periwayatan.
d) Mengetahui status suatu hadis. Terkadang ditemukan sanad suatu hadis dhoif, tetapi melalui
sanad lain hukumnya sahih.
e) Meningkatkan suatu hadis yang dhoif menjadi hasan lighorihi karena adanya dukungan
sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi kualitasnya, atau meningkatnya hadis hasan
menjadi shohih ligoirihi dengan ditemukannya sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi
kualitasnya.
f) Mengetahui bagaimana para imam hadis menilai suatu kualitas hadis dan bagaimana
kritikan yang disampaikan. g) Seseorang yang melakukan takhrij dapat menghimpun
beberapa sanad dan matan hadis.
g) Dengan takhrij dapat diketahui banyak sedikitnya beberapa jalur periwayatan suatu hadis
yang sedang menjadi topik kajian.
h) Dengan takhrij akan diketahui kuat dan tidaknya periwayatan. Makin banyaknya jalur
periwayatan akan menambah kekuatan riwayat, sebaliknya tanpa dukungan
i) periwayatan lain maka berarti kekuatan periwayatan tidak bertambah.
j) Dengan takhrij kekaburan suatu periwayatan, dapat diperjelas dari periwayatan jalur isnad
yang lain. Baik dari segi rawi, isnad maupun matan hadis.
k) k) Dengan takhrij akan dapat ditentukan status hadis shahih dzatihi atau shahih lighoirihi li
ghoirihi, hasan li dzatihi atau hasan lighoirihi. Demikian juga akan diketahui istilah hadis
mutawatir, masyhur, aziz, dan ghorib.
l) Dengan takhrij akan dapat diketahui persamaan dan perbedaan atau wawasan yang lebih
luas tentang berbagai periwayatan dan beberapa hadis terkait.
m) Memberika kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah mengetahui bahwa
hadis tersebut adlah maqbul (dapat diterima), sebaliknya orang yang tidak mengamalkannya
apabila mengetahui bahwa hadis tersebut mardud (ditolak).
n) Mengetahui keyakinan bahwa suatu hadis adalah benarbenar berasal dari Rosulululloh SAW
yang harus diikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadis tersebut,
baik dari segi sanad maupun matan.
27) Menentukan langkah2 dalam mentakhrij hadis baik melalui aplikasi maupun kitab
manual
Langkah-langkah mentakhrij hadis melalui aplikasi :
1) Download aplikasi ensiklopedi hadis melalui playstore (android) atau app store (iphone)
2) Buka aplikasi ensiklopedi hadis
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
18
Ada’ al-hadis menurut bahasa, ﻯ ﺣﻰ- ) ﺃﺣﺪdari masdar adalah) ‘ )ﺍﺃﻟﺪﺍءada adalah ) ﺃﺣﺪ
menyampaikan. ATAU menyampaikan hadis.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
19
Sedangkan ada’ al-hadis menurut istilah adalah meriwayatkan hadis dan memberikannya pada
para murid. Ada’ al-hadis juga bias diartikan sebgai proses mereportasekan hadis setelah ia
menerimanya dari seorang guru. Karena tidak semua orang bias menyampaikan hadis kepada
orang lain, dalam hal ini mayoritas ulama hadis, ushul, dan fiqh memiliki kesamaan pandangan
dalam memberikan syarat dan criteria bagi pewaris hadis.
29) Mengidentifikasi ketentuan syarat-syarat sebagai perawi dalam tahammul wal ada’ (M3
KB2)
syarat-syarat sebagai perawi dalam tahammul wal ada’tersebut :
1. Syarat-syarat perawi dalam tahammul hadis
a. Penerima harus dlabit̹ (memiliki hafalan yang kuat atau memiliki dokumen yang valid).
b. Berakal sempurna serta sehat secara fisik dan mental
c. Tamyiz
2. Syarat perawi dalam ada’ al-hadis
a. Islam
b. Baligh
c. Adalah (adil)
d. Dlabit
g. al-Washiyyah al-Washiyyah adalah penegasan guru ketika hendak bepergian atau dalam
masa-masa sakaratul maut, yaitu wasiat kepada seseorang tentang kitab tertentu yang
diriwayatkannya.
h. al-Wijadah Yakni seseorang memperoleh hadis orang lain dengan mempelajari kitab-kitab
dengan tidak melalui cara al-sama’, al-ijazah, atau al-munawalah.
NURUL LAILIYAH
31) Landasan ilmu Al-jahr wa ta’dil : (M3 KB3)
Ajaran Islam melarang seseorang untuk melakukan ghibah yakni, membicarakan ataupun
menyebarkan aib orang lain sementara dalam ilmu jarh wa ta’dil merupakan cabang ilmu yang
membahas kebaikan maupun keburukan orangorang yang namanya tercantum dalam sanad hadis.
Penilaian yang baik disebut ta’dil dan penilaian negatif (mencela atau melukai nama baiknya)
disebut jarh.
Sekalipun Islam melarang ghibah namun ada 6 hal ghibah yang diperbolehkan menurut Al-
Ghazali dan Al Naqawi yang dikutip oleh Hasbi Ash Shiddieqy:
a. Karena teraniaya; orang yang teraniaya boleh membicarakan penganiayaan yang dilakukan
oleh pelakunya
b. Meminta pertolongan untuk membasmi kemungkaran
c. Untuk meminta fatwa
d. Untuk menghindarkan manusia dari kejahatan
e. Orang yang dicela merupakan orang yang terang-terangan melakukan bid’ah dan
kemungkaran
f. Untuk memberikan informasi yang sebenarnya
kalimat laa ba’sa bihi adalah tsiqah (Ibnu Ma’in dikenal sebagai ahli hadits yang mutasyaddid,
sehingga lafadh yang biasa saja bila ia ucapkan sudah cukup untuk menunjukkan ketsqahan
perawi tersebut).
5. Tingkatan Kelima
Yang tidak menunjukkan adanya pentsiqahan ataupun celaan; seperti : Fulan Syaikh (fulan
seorang syaikh), ruwiya ‘anhul-hadiits (diriwayatkan darinya hadits), atau hasanul-hadiits (yang
baik haditsnya).
6. Tingkatan Keenam
Isyarat yang mendekati celaan (jarh), seperti : Shalihul-Hadiits (haditsnya lumayan),
atau yuktabu hadiitsuhu (ditulis haditsnya).
34) Sebab-sebab seseorang di kenakan jarh wa ta’dil :
1. Bid’ah yaitu melakukan tindakan tercela diluar ketentuan syara. Orang yang disifati dengan
bid’ah adakalanya tergolong orang yang dikafirkan dan adakalanya orang yang difasikan.
Mereka yang dianggap kafir adalah golongan Rafidhah dan mereka yang dianggap fasik
adalah golongan yang mempunyai keyakinan (‘itikad) yang berlawanan dengan dasar
syari’at.
2. Mukhalafah ialah menyalahi periwayatan orang yang lebih tsiqat. Mukhalafah ini dapat
menimbulkan haditsnya syadz atau munkar.
3. Yang dimaksud dengan ghalath ialah banyak kekeliruan dalam meriwayatkan.
4. Jahalah al-hal ialah tidak dikenal identitasnya, maksud perawi yang belum dikenal
identitasnya ialah haditsnya tidak dapat diterima.
5. Sedangkan Da’wa al-“inqitha’ ialah diduga keras sanadnya terputus, misalnya menda’wa
perawi,mentadliskan atau mengirsalkan suatu hadits.
S. ICHSAN
(Mapel QurDis M 4 KB 2)
37) Tawasuth adalah sikap tengah–tengah atau sedang di antara dua sikap, tidak terlalu keras
(fundamentalis) dan terlalu bebas (liberalisme). Dengan sikap inilah Islam bisa di terima di
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
22
segala lapisan masyarakat.1Tawasuth ini juga dikenal dengan istilah "moderasi". Kata
"moderasi" sendiri berasal dari bahasa Inggris "moderation", yang artinya adalah sikap sedang
atau sikap tidak berlebihan. Jika dikatakan "orang itu bersikap moderat" berarti ia bersikap
wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrim.
Di antara term-term yang menunjukkan arti moderasi (tawasuth) dalam Al-Quran, adalah:
a. Term Wasat Term wasat hanya disebutkan lima kali di dalam AlQuran. Term wasat juga
digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang berada di anatara dua hal yang buruk,
sebagimana sikap dermawan, yakni sikap yang berada di antara sikap boros dan kikir, dan
juga ssu yang murni, yakni yang berada di antara darah dan kotoran, maka dari sinilah kata
wasat dimaknai sebagai sikap moderat (pertengahan), tidak ke kiri dan idak ke kanan,
bainattafrit-wal-ifrat….al Qolam ayat 28
b. Term al-wazn Term al-Wazan dengan seluruh kata jadiannya didalam aAl-Quran terulang
sebanyak 28 kali. Makna dasarnya adalah sesuatu yang digunakan untuk menhetahui ukuran
sesuatu.9 Dari sini bisa dilihat bahwa kata tersebut pada mulanya berarti benda, sebagaimana
kata al-mizan yang berarti timbangan, yang lazim diketahui dan dipahami oleh banyak orang
sebagai alat yang digunakan untuk menimbang barang atau benda. Seperti dalam firman Allah
Swt Al-A’raaf 28
c. Term al-'Adl Term 'adl dengan seluruh derivasinya ditemukan sebanyak 28 kali. Ada banyak
makna yang dikandung oleh term 'adl, antara lain istiqamah (lurus/tidak benkok), al-musawah
(sama), yakni orang yang adil adalah orang yang membalas orang ain sepadan dengan apa
yang diterimanya, baik maupun buruk, at-taswiyah (mempersamakan), seperti yang
diisyaratkan dalam firman-Nya Al-An’am 150
38) Istilah tasamuh ( ) ﺗﺴﺎﻣﺢberasal dari dari kata ﺳﻤﺢyang berarti kelayakan atau kemudahan.
Dalam kamus al-Munawwir kata ﺳﻤﺢdiartikan dengan . ﺳﺎﻫﻞyang berarti bermurah hati.
Sedangkan kata ﺗﺴﺎﻣﺢdiartikandengan ﺗﺴﺎﻫﻞyang berarti mempermudah. Istilah tasamuh
tersebut sering disamakan dengan term toleransi yang telah menjadi istilah mutakhir bagi
hubungan antara dua pihak yang berbeda secara idiologi maupun konsep.
Berdasarkan pengertian di atas, maka kata tasamuh menunjukkan kemurahan hati dan
kemudahan dari kedua belah pihak atas dasar saling pengertian.
Menurut Syekh Salim bin Hilali tasāmuḥ memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
a. Kerelaan hati karena kemuliaan dan kedermawanan.
b. Kelapangan dada karena kebersihan dan ketaqwaan.
c. Kelemah lembutan karena kemudahan.
d. Muka yang ceria karena kegembiraan.
e. Rendah hati dihadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan.
f. Mudah dalam berhubungan sosial (muamalah) tanpa penipuan.
g. Menggampangkan dalam berdakwah kejalan Allah tanpa basa-basi.
h. Terikat dan tunduk kepada agama Allah SWT tanpa rasa keberatan.45
Tasamuh (toleransi) dalam Q.S. Al-Kafirun/ 109 : 1-6…..QS alBaqarah:256…..
Tasamuh (toleransi) dalam akidah. Tasamuh (toleransi) sebatas dalam muamalah dan
mu’asyarah, bukan dalam masalah akidah atau ibadah dalam beragama. Dalam masalah akidah
atau agama tidak ada tasamuh (toleransi) dan tawar menawar.
Contoh sikap tasamuh (toleransi)
a. Tasamuh (toleransi) dalam jual beli
b. Tasamuh (toleransi) dalam menagih hutang
39) Akar kata tawazun dari Al Wazn ( ) ﺍﻟﻮﺯﻥAl Waznu ditambah ta’ dan alif menjadi – ﺗﻮﺍﺯﻥ ﺗﻮﺍﺯﻧﺎ
–ﻳﺘﻮﺍﺯﻥTawazun, berasal dari kata tawazana : Seimbang Tawazun bermakna memberi sesuatu
akan haknya, tanpa ada penambahan dan pengurangan. Dengan demikian tawazun menurut
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
23
bahasa berarti keseimbangan atau seimbang sedangkan menurut istilah tawazun merupakan suatu
sikap seseorang untuk memilih titik yang seimbang atau adil dalam menghadapi suatu persoalan.
Klasifikasi Tawazun Sikap tawazun merupakan sikap seimbang dalam berhidmah, baik hidmah
kepada Allah SWT atau hidmah kepada sesama manusia maupun dengan lingkungannya.
Termasuk sikap tawazun sebagai berikut:
a. Keseimbangan teologi
b. Kesimbangan ritual keagamaan
c. Keseimbangan moralitas dan budi pekerti
d. Keseimbangan proses tasyri’ (pembentukan hukum)35
Jadi, Tawazun itu :
1. Dalam pandangan Islam, hidup duniawi dan ukhrawi merupakan satu kesatuan. Dunia adalah
tempat menanam dan akhirat adalah tempat menuai. Segala sesuatu yang kita tanam selama di
dunia, akan kita peroleh buahnya di akhirat kelak.
2. Ayat di atas menggarisbawahi pentingnya mengarahkan pandangan kepada akhirat sebagai
tujuan dan kepada dunia sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
Sesuai fitrah, manusia memiliki tiga potensi, yaitu aljasad (jasmani), al-aql (akal), dan ar-ruh
(ruhani). Islam menghendaki ketiga dimensi tersebut berada dalam keadaan tawazun
(seimbang). Ketiga potensi ini membutuhkan makanannya masing-masing, yaitu yang
pertama, jasmani atau fisik adalah amanah dari Allah Ta'ala, karena itu harus dijaga, agar
jasmani senantiasa sehat. Maka jasmani pun harus dipenuhi kebutuhannya agar menjadi kuat.
Perintah terkait tawazun juga terapat Q.S. A-Rahman ayat 7-9
(Mapel QurDis M 4 KB 1)
40) Sejarah Munculnya Metode Tafsir Tematik (Maudhu'iy)
Menurut sebagian ulama, tafsir tematik ditengarai sebagai metode alternative yang paling sesuai
dengan kebutuhan ummat saat ini. dapat memberi jawaban atas berbagai problematika ummat,
DAN yang paling obyektif, tentunya dalam batas-batas tertentu. Melalui metode ini, seolah
penafsir mempersilahkan Al-Quran berbicara sendiri melalui ayat-ayat dan kosa kata yang
digunakannya terkait dengan persoalan tertentu. Istantiqil Al-Quran (ajaklah Al-Quran
berbicara), demikian ungkapan yang sering dikumandangkan ole para ulama yang mendukung
penggunaan metode ini. Dikatakan obyektif karena sesuai maknanya, kata al-maudhu' berarti
“Sesuatu yang ditetapkan di sebuah tempat dan tidak ke mana-mana”.
Metode ini dikembangkan oleh para ulama untuk melengkapi kekurangan yang terdapat pada
khazanah tafsir klasik yang didominasi oleh pendekatan tahlili, yaitu menafsirkan ayat demi
ayat sesuai dengan susunannya dalam mushaf. Segala segi yang 'dianggap perlu' oleh sang
mufasir diuraikan, bermula dari arti kosa kata, asbabun nuzul, munasabah, dan lain-lain yang
berkaitan dengan teks dan kandungan ayat. Metode ini dikenal dengan metode tahlili atau tajzi'i
dalam istilah Baqir Sadr. Para mufsir klasik umumnya menggunakan metode ini. Kritik yang
sering ditujukan pada metode ini adalah karena dianggap menghasilkan pandangan-pandangan
parsial. Bahkan tidak jarang ayat-ayat Al-Quran digunakan sebagai dalih pembenaran pendapat
mufasir. Selain itu terasa sekali bahwa metode ini tidak mampu memberi jawaban tuntas terhadap
persoalan-persoalan umat karena terlampau teoritis.
Kendati istilah tafsir tematik baru popular pada abad ke 20, tepatnya ketika ditetapkan sebagai
mata kuliah di Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar pada tahun 70-an, tetapi embrio tafsir
tematik sudah lama muncul. Bentuk penafsiran Al-Quran dengan Al-Quran (tafsir Al-Quran bil
Al-Quran) atau Al-Quran dengan penjelasan Hadis (tafsir Al-Quran bisSunnah) yang telah ada
sejak masa Rasulullah disinyalir banyak pakar sebagai bentuk awal tafsir tematik.
Di dalam Al-Quran banyak ditemukan ayat-ayat yang baru dapat dipahami dengan baik setelah
dipadukan/dikombinasikan dengan ayat-ayat di tempat lain.
Pengecualian atas hewan yang halal untuk dikonsumsi seperti disebut dalam Surah alma'idah/5:1
belum dapat dipahami kecuali dengan merujuk kepada penjelasan pada ayat yang turun
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
24
sebelumnya, yaitu Surah al-An'am/6: 145, atau dengan membaca ayat yang turun setelahnya
dalam Surah al-Ma'idah/5: 3. Banyak lagi contoh lainnya yang meng-indikasikan pentingnya
memahami Al-Quran secara komprehensif dan tematik
Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa tafsir tematik mempunyai keistimewaan di dalam
menuntaskan persoalan-persoalan masyarakat dibandingkan metode lainnya, antara lain:
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
25
a. Menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadis Nabi adalah suatu cara terbaik di dalam
menafsirkan Al-Quran,
b. Kesimpulan yang dihasilkan oleh metode tematik mudah dipahami. Hal ini disebabkan ia
membawa pembaca kepada petunjuk Al-Quran tanpa mengemukakan berbagai pembahasan
terperinci dalam satu disiplin ilmu. Dengan demikian ia dapat membawa kita kepada pendapat
Al-Quran tentang berbagai problem hidup disertai dengan jawaban-jawabannya. Hal ini
membuktikan bahwa Al-Quran adalah petunjuk hidup.
c. Metode ini memungkinkan seseorang untuk menolak anggapan adanya ayat-ayat yang
bertentangan dalam Al-Qura’an, sekaligus membuktikan bahwa Al-Quran sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Kekurangan :
a. Mungkin melibatkan pikiran dalam penafsiran terlalu dalam.
b. Tidak menafsirkan segala aspek yang dikandung satu ayat, tetapi hanya salah satu aspek yang
menjadi topik pembahasan saja. Yang dimaksudkan di sini ialah mengambil satu kasus yang
terdapat di dalam satu ayat atau lebih yang mengandung banyak permasalahan yang berbeda.
Misalnya, petunjuk tentang shalat dan zakat. Biasanya kedua ibadah itu diungkapkan bersamaan
dalam satu ayat. Apabila ingin membahas kajian tentang zakat, misalnya, maka mau tak mau
ayat tentang shalat harus ditinggalkan ketika menukilkannya dari mushaf agar tidak menganggu
pada waktu melakukan analisis.
c. Membatasi pemahaman ayat. Dengan ditetapkannya judul penafsiran, maka pemahaman suatu
ayat menjadi terbatas pada permasalah yang dibahas tersebut. Akibatnya, mufasir terikat oleh
judul itu. Padahal tidak mustahil satu ayat itu dapat ditinjau dari berbagai aspek. Dengan
demikian, dapat menimbulkan kesan kurang luas pemahamannya. Kondisi yang digambarkan itu
memang merupakan konsekuensi logis dari metode tematik
AHMAD SILMI
43) Konsep tafsir kontekstual sebagai salah satu jenis penafsiran al-quran. (M4 KB 3)
M. Subhan Zamzami dalam artikelnnya yang berjudul Tafsir Kontekstual, menyatakan bahwa
sebagaimana teori-teori fikih dan tafsir yang diformulasikan dengan cara menelaah karya-karya
fikih dan tafsir yang ada, metode dan aplikasi tafsir kontekstual juga bisa disimpulkan atau dirinci
satu persatu sesuai dengan urutannya sebagai berikut:
Pertama, menguasai dengan baik sejarah manusia terutama sejarah orang-orang Arab pra-
Islam, baik secara bahasa, sosial, politik, dan ekonomi sebagai modal awal proses penafsiran
kontekstual. Sebab selain Al-Quran tidak diturunkandalam ruang hampa, di dalamnya juga
terdapat banyak informasi tentang mereka.
Kedua, menguasai secara menyeluruh seluk-beluk orang-orang Arab dan sekitarnya sebagai
sasaran utama turunnya Al-Quran dari awal turunnya ayat pertama hingga ayat terakhir,
bahkan hingga Rasulullah saw. wafat. Sebab tidak semua ayat Al-Quran memiliki sababun
nuzul sehingga bila hanya mengandalkan asbabun nuzul, maka penafsiran akan kurang
sempurna. Oleh karenanya, penguasaan terhadap seluk-beluk orang-orang Arab dan sekitarnya
sangat mendesak yang sangat diharapkan bisa membantu proses penafsiran kontekstual.
Ketiga, menyusun ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan kronologi turunnya, memperhatikan
korelasi sawabiq dan lawahiq ayat, mencermati struktur lingustik ayat dan perkembangan
penggunaannya dari masa ke masa, dan berusaha menggali kandungan inter-teks dan extra-teks
secara komprehensif.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
26
Kempat, mencermati penafsiran para tokoh besar awal Islam secara seksama dan konteks
sosio-historinya, terutama yang secara lahir bertentangan dengan Al-Quran, tetapi bila
diperhatikan ternyata sesuai dengan tuntutan sosial yang ada pada waktu itu dan tetap berada
dalam spirit Al-Quran.
Kelima, mencermati semua karya-karya tafsir yang ada dan memperhatikan konteks sosio-
historis para penafsirnya. Sebab bagaimana pun juga, para penafsir mempunyai sisi-sisi
kehidupan yang berbeda satu sama lain dan turut memengaruhi penafsirannya.
Keenam, menguasai seluk-beluk kehidupan manusia di mana Al-Quran hendak ditafsirkan
secara kontekstual dan perbedaan serta persamaannya dengan masa-masa sebelumnya,
terutama pada masa awal Islam.
Sedangkan konteks historis mikro adalah latar kesejarahan langsung teks-teks spesifik Al-
Quran yang direkam dalamapa-apa yang disebut mawathin al-nuzul (tempat-tempat turun),
sya’n al-nuzul (situasi turun) dan asbab al-nuzul (sebab-sebab turun) Al-Quran.
Ketiga, konteks kronologis Al-Quran. Maksudnya kronologis pewahyuan bagian-bagian Al-
Quran tentang suatu tema atau istilah tertentu yang akan memperlihatkan bagaimana tema
tersebut berkembang dalam bentangan pewahyuan Al-Quranselama lebih kurang 23 tahun
seirama dengan perkembangan misi kenabian Muhammad saw dan komunitas Muslim. Di
dalam tradisi ‘Ulum Al-Quran, aspek kronologis ini setidaknya telah dicakup oleh ilmu
tawarikh an-nuzul, ilmu al-makki wa al-madani dan ilmu al-naskh.
Keempat, konteks spasio-temporal yang merupakan konteks ruang dan waktu yang menjadi
lahan pengimplementasian gagasan-gagasan Al-Quran. Di sini, situasi kontemporer harus
diteliti secara cermat terkait berbagai unsur komponennya, sehingga dapat dinilai dan diubah
sejauh diperlukan, serta dapat dideterminasi prioritas-prioritas baru untuk implementasi nilai-
nilai Al-Quran secara segar dan bermakna.
45) Kelebihan dan kekurangan metode tafsir kontekstual dalam penafsiran al-quran. (Modul 4
KB 3)
Kelebihannya:
Di antara usaha dan aneka ragam pendekatan tersebut adalah penafsiran kontekstual terhadap teks-
teks suci Islam, terutama al-Qur`an. Penafsiran kontekstual sangat urgen dilakukan karena empat
alasan utama sebagai berikut:
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
27
1. Perbedaan pola hidup setiap generasi umat Islam sepanjang sejarahnya. Pada gilirannya
perbedaan ini menuntut perbedaan solusi. Perbedaan solusi salah satunya muncul dari perbedaan
penafsiran terhadap al-Qur`an.
2. Al-Qur`an mengkleim dirinya sebagai kitab sempurna dan terakhir. Padahal sebagian ayatnya
mengandung unsur-unsur lokalitas-temporal. Penafsiran tekstual terhadapnya bisa
menjerumuskan seseorang pada unsur-unsur itu yang menggiringnya pada penafsiran yang
salah. Penafsiran kontekstual bisa menyelamatkannya dari kesalahan penafsiran semacam itu.
3. Al-Qur`an tidak merinci segala persoalan, tetapi menyebutkan perkara-perkara umum yang
memungkinkan untuk ditafsirkan dengan aneka ragam penafsiran, terutama penafsiran
kontekstual.
4. Sebagai karya manusia, penafsiran para sarjana Muslim yang ada selama ini bukan sesuatu yang
sudah final sehingga tidak memerlukan penafsiran lagi dan revisi terutama yang berhubungan
dengan pemecahan persoalan sosial umat Islam. Mereka hidup tidak hidup pada masa yang
sama. Penafsiran kontekstual bisa menyempurnakan kekurangan usaha mereka.
Kelemahannya:
Penyandingan tafsir tematik dengan tafsir kontekstual bukan berarti tafsir kontekstual merupakan
tafsir maha sempurna yang tidak memiliki kelemahan sedikit pun. Sebab bagaimana pun juga, tafsir
tidak sesempurna al-Qur`an itu sendiri. Setiap metode dan corak penafsiran tentu tidak sempurna.
Bahkan tafsīr bi al-ma`thūr yang diyakini sebagai metode tafsir paling utama sekalipun tetap tidak
sempurna, apalagi metode dan corak tafsir yang lain. Khusus tafsir kontekstual,
ketidaksempurnaannya sedikitnya terletak pada lima poin utama:
1. Fakta bahwa tidak semua ayat al-Qur`an mempunyai sabab al-nuzūl bahkan sebagian besar ayat
tidak memilikinya. Padahal asbāb al-nuzūl merupakan tonggak utama tafsir kontekstual.
2. Rumitnya menguasai seluruh aspek kehidupan manusia sejak pra-Islam hingga sekarang.
Padahal asbāb al-nuzūl yang sedikit bisa disempurnakan dengan penguasaan terhadap seluruh
aspek kehidupan mereka ini.
3. Tafsir kontekstual tidak berlaku pada ayat-ayat al-Qur`an yang berbau akidah.
4. Tafsir kontekstual cenderung berlaku pada waktu dan masa tertentu, tidak berlaku secara
universal dan sepanjang masa.
5. Perubahan kehidupan manusia yang serba cepat menuntut penafsiran kontekstual yang juga
cepat. Padahal penafsiran yang tergesa-gesa sangat berpotensi untuk keliru.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
29
Budhi Munawar Rahman menyimpulkan bahwa filsafat atau teologi pluralisme dan dialog antar
umat beragama mensyaratkan dialog antar umat beragama sebagai elemen penting dalam
berinteraksi dengan agama- agama lain. Dialog ini bukan bertujuan menciptakan satu agama
tunggal dan final, melainkan memperkaya dan merayakan keberagaman yang semakin
berkembang dan berarti dalam agama-agama. Dialog korelasional ini harus disertai dengan
tanggungjawab global, oleh karena itu pendekatannya bukan eklesiosentris, kristosentris atau
teosentris melainkan soterosentris (berpusat pada keselamatan) yang didasarkan pada dasar yang
sama, yaitu tanggung jawab global terhadap kesejahteraan manusia dan lingkungan.
ALTRIS WENDRA
49) Menganalisis perbedaan makna dan kandungan hermeneutika di antara tokoh. (Modul 5 KB
1)
Menurut Zygmunt Bauman : sebagaimana dikutip oleh Komaruddin Hidayat bahwa hermeneutika
adalah upaya menjelaskan dan menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah ucapan atau
tulisan yang tidak jelas, kabur, remang-remang dan kontradiksi sehingga menimbulkan keraguan dan
kebingungan bagi pendengar atau pembaca.
Menurut Carl E. Braaten, hermeneutika adalah ilmu yang merefleksikan bagaimana sebuah kata
atau peristiwa dalam budaya dan waktu yang lalu agar bisa dipahami dan menjadi bermakna secara
eksistensial dalam situasi sekarang ini (the science of reflecting on how a word or event in a past
time and culture may be understood and become existentially meaningful in our present situation).
50) Faktor-faktor digunakannya hermeneutika dalam kajian dan penafsiran Al-Qur’an. (Modul 5
KB 1)
Menurut Alparslan Acikgence menyebutkan bahwa munculnya ilmu didorong karena 3 (tiga)
faktor, yaitu :
- adanya komunitas ilmuwan yang memiliki pandangan hidup yang pada dataran konsep mereka
memiliki apa yang disebut lingkungan konseptual (conceptual environment),
- adanya keterkaitan antara satu konsep dan konsep keilmuan yang lain yang membentuk apa yang
disebut sebagai kerangka konsep keilmuan (scienctific conceptual scheme),
adanya keterkaitan konsep itu terjadilah suatu cara pandang terhadap sesuatu yang pada gilirannnya
akan menghasilkan saling hubungan antara satu dan kosa kata teknis (technical vocabulary) lainnya.
51) Konsep dasar dan pendekatan hermeneutika Esack dalam kajian Al-Qur’an. (Modul 5 KB 1)
Menurut Esack, tentang pengkajian Al-Qur’an adalah banyak ulama klasik maupun
kontemporer,yang berafiiasi fundamentalis maupun modernis. Mereka seringkali enggan untuk
menggali keterkaitan tersebut lebih lanjut. Keengganan inilah yang akhirnya berakibat pada
kekakuannya dalam menafsirkan Alquran.
Keengganan mereka menggali keterkaitan dimaksud berakar pada emosi kecemasan akan
keimanan mereka terhadap karakter relevansi abadi Alquran. Padahal menurut Esack, mengkaitkan
teks Alquran dengan konteks historis dan linguistiknya dengan disertai kesadaran Alquran yang
meruang waktu bukan berarti akan membatasi pengertian dan pesan-pesannya berada dalam konteks
itu saja, tetapi justru memahami makna pewahyuannya dalam konteks tertentu di masa lalu nantinya
diharapkan sebagai dasar pijak agar dapat mengkontekstualisasikan ajaranajaran yang ada di
dalamnya di setiap saat dan tempat.
Yang menentukan posisi Esack yang lain adalah penekanannya pada ide pewahyuan
progressif. Yang dimaksud dengan pewahyuan progresif adalah bahwa kalimat Tuhan tetap hidup di
dunia sampai kapanpun. Orang beriman dituntut untuk mendapatkan makna sesuai dengan momen
pewahyuan khusus. Tiga ganjalan yang menjadi kesulitan besar penerapan hermeneutika ke dalam
Alquran menurut Farid Esack adalah:
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
30
1. Untuk menemukan kembali makna, hermeneutika memaksakan keterlibatan konteks dan kondisi
manusia. Tanpa konteks, teks tak akan berarti apa-apa.
2. Hermeneutika menawarkan prinsip bahwa yang menghasilkan makna adalah manusia.
3. Pemikiran dominan yang berkembang selama ini membuat pembedaan yang ketat dan seolah tak
terjembatani antara proses pewahyuan di satu sisi dengan penafsiran itu sendiri di sisi yang lain.
54) Penolakan Fazlur Rahman tentang peran Malaikat Jibril seperto tukang pos dalam
pendekatan historis sosiologis. (Modul 5 KB 2)
Fazlur Rahman telah menolak adanya proses pewahyuan yang melibatkan jibril sebagai sosok
yang bersifat eksternal artinya pewahyuan bukanlah laksana proses seorang tukang pos yang
menyampaikan surat dari pengirim surat ke penerima surat, melainkan pengalaman pewahyuan
tersebut digambarkan sebagai suatu pengalaman spiritual.
Selanjutnya menurut Rahman bahwa meskipun dalam Alquran diibaratkan sebagai gudang
yang menyimpan banyak hal, namun semangat diturunkannya Alquran bersifat tunggal, yakni
semangat moral yang menekankan pada monoteisme dan keadilan sosial dan ekonomi. Oleh
karena itu dia secara eksplisit menyebut bahwa Alquran terutama adalah sebuah buku prinsip-psinsip
dan seruan-seruan moral, bukannya sebuah dokumen hukum. Fazlurrahman mengajukan pendekatan
historis sosiologis dalam memahami Alquran,dengan harapan:
1. Suatu pendekatan historis yang serius dan jujur harus digunakan untuk menemukan makna teks
Alquran.
2. Kemudian seseorang telah siap untuk membedakan antara ketetapan-ketetapan legal Alquran dan
sasaran- sasaran serta tujuan-tujuan, yang ketetapan-ketetapan legal ini diharapkan mengabdi
kepadanya.
3. Sasaran-sasaran Alquran harus dipahami dan ditetapkan dengan tetap memberi perhatian
sepenuhnya terhadap latar belakang sosiologisnya - yakni lingkungan dimana Nabi bergerak dan
bekerja.
ANNAS KHAIRULLAH
55) Konsep Dasar Pendekatan Semantik Dalam Kajian Al-Quran (Modul 5 KB 3)
Beberapa hal yang harus dicermati dalam studi teks dengan pendekatan semantik adalah sebagai
berikut:
a. Pendekatan semantik berkaitan langsung dengan pencarian makna teks-teks Bahasa
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
31
b. Dalam sebuah teks bahasa memuat unsur-unsur atau satuan-satuan, yakni : kata, frase, klausa,
kalimat, paragraf, dan wacana. Inilah yang menjadi sasaran pencarian makna dalam semantik.
c. Macam-macam makna. 1) Makna leksikal, adalah makna yang dimiliki, seperti ibu adalah
orang yang melahirkan kita. Makna gramatikal adalah makna yang baru ada setelah terjadi
proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Contoh: afiksasi
prefiks ber-diikuti kata baju atau berbaju berarti memakai, mengenakan baju.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
32
60) Pendekatan Semiotik Dalam Pembacaan Surat Al-Fatihah Menurut Mohammed Arkoun (
Modul 5 KB 4)
Dalam melakukan pembacaan terhadap al-Qur'an, khususnya Al-Fatihah,Mohammed Arkoun
menggunakan perangkat analisis linguistik. Untuk keperluan analisisnya, Mohammed Arkoun
melakukan pembacaan terhadap surah Al-Fatihah berdasarkan urutan turunnya wahyu, di mana surah
ini menempati posisi nomor 46. Artinya, bahwa untuk mendapatkan pemahaman yang integral
tentang Allah, seharusnya pembaeaan al-Qur' an dilakukan terhadap surat-surat sebelumnya. Dari
persoalan tersebut, analisis Iinguistik Arkoun dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, apa yang dimaksud
dengan metode linguistik Mohammed Arkoun?, dan yang kedua, bagaimana aplikasi linguistik
Arkoun dalam mengkaji surah Al-Fatihah? Pembacaan al-Qur'an yang diperlukan saat ini adalah
berusaha untuk masuk ke dalam tahap wieara al-Qur'an dengan menggunakan teks al-Qur'an yang
ada saat ini. Dalam mengkaji tekstualitas al-Qur'an, Arkoun membagi tiga bentuk "perkataan"
Tuhan. Pertama, perkataan Tuhan sebagai suatu yang transenden, tak terbatas, dan tak tersentuh oleh
pemahaman manusia, lni berupa keseluruhan wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul. Kedua,
perkataan Tuhan yang termanifestasikan seeara historis melalui para Nabi. Yaitu wahyu yang
diturunkan Allah kepada Nabi Isa dan Nabi Muhammad misalnya. La pelihara melalui lisan sebelum
akhirnya ditulis menjadi muskaf aI-Qur'an. Dan ketiga adalah perkataan Tuhan yang sudah
dibukukan dalam bentuk kitab suci Islam berupa muskaf al-Qur'an. Pada tahap linguistis kritis,
pembacaan Arkoun atas al-Fatihah melalui analisis terhadap "tanda-tanda bahasa atau waeana"
(modalisateurs du discours) yang memiliki peran penting dalam proses pengujaran. Analisis ini
bertuj uan untuk memperjelas atau menangkap maksud-maksudpenutur dari teks Al-Fatihah, Untuk
itu, Arkoun memulai analisisnya dengan mencermati seluruh unsur-unsur Iinguistis dalam proses
pengujaran al-Fatihah, antara lain dengan memeriksa determinan (ism ma'rifah); kata ganti orang
(Damir,pronomina; dan lain-lain. salah satu contoh analisisnya adalah berkaitan dengan kata "Allah"
dalam teks AI-Fatihah yang memiliki posisi sentral secara semantis. lni terlihat ketika Arkoun
mencermati seluruh ism ma'rifah seperti al Hamd, aI- Sirat, aI-rahman, al-rahim dan sebagainya, ia
kemudian melihat term «Allah" dalam teks tersebut telah dipahami dengan banyaknya pemberian
keterangan penentu seperti kata-kata raab al Alamin, al-rahman al-rahim dan seterusnya. Lalu
bagaimanakah seharusnya pemahaman tentang Allah dalam teks itu?, persoalan ini bagi Arkoun
berkaitan erat dengan situasi wacana. Pada akhimya, pembacaan analisis Mohammed Arkoun
terhadap surah AI-Fatihah dapat dibagi menjadi tiga pokok kajian. Pertama, analisis sintaksis,
berfungsi untuk mengkategorikan pilihan-pilihan penutur dari kemungkinan yang ditawarkan oleh
sistem bahasa. Kedua, analisis semantis, berfungsi untuk mengetahui makna yang diacu oleh ayat
atau wacana al-Qur'an ketika memberikan makna atau mendeskripsikan tentang cerita-cerita orang-
orang terdahulu. Sedangkan yang ketiga adalah analisis pragmatis, berfungsi untuk mengkaji sistem
kode dalam al-Qur' an yang mencakup analisis teks, proses dan kondisi sosial.
61) Pengertian pendidikan karakter yang sejalan dengan kandungan al-qur'an hadis (Sumber:
Modul 6 Kb 1 Daring Quran Hadis)
Pendidikan karakter adalah sebuah program pendidikan yang bertujuan untuk mengajarkan berbagai
nilai universal yang dianggap baik oleh komunitas masyarakat kepada para peserta didik. Baik di
sekolah maupun di masyarakat. Baik integratif dalam kurikulum yang formal, maupun sebagai
program tambahan di luar kurikulum formal sekolah atau lembaga pendidikan. Dan individu yang
berkarakter baik ialah individu yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME,
dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan
mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran,emosi, dan
motivasinya (perasaannya).
Pencarian makna pendidikan karakter “terpaksa” harus mencari padanan katanya. Dan padanan kata
yang dapat digunakan adalah kata “akhlak yang baik” atau “moral”. Akhlaq bentuk jamak dari
khuluq yang menurut bahasa diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
33
Pendidikan karakter dan pendidikan akhlak memiliki kesamaan yaitu untuk menjadikan manusia
lebih baik.Pendidikan karakter bersumber pada nilai-nilai kebaikan universal (nilai-nilai kehidupan
yang baik atau buruknya diakui oleh seluruh umat manusia), dan pada dasarnya ajaran Islam adalah
agama yang mengandung nilai-nilai universal yang dapat diterima oleh seluruh umat manusia.
Menurut Fazalur Rahman, setidaknya ada banyak surat yang membahas tentang pendidikan moral
dalam ayat-ayat Al-Quran. Salah satu ayat yang terkait dengan pendidikan akhlak adalah Surah Al-
Baqarah, ayat 83.
62) Konsep pendidikan karakter dalam perspektif quran (Sumber: Modul 6 Kb 1 Daring Quran Hadis)
Dalam Al-Quran ada banyak ayat yang menjelaskan tentang pentingnya pendidikan karakter.
Misalnya Q.S. Al-Baqarah ayat 83 dan ayat 195. Namun, sebenarnya selain dua ayat di atas, akan
banyak sekali kita temukan ayat-ayat yang terkait dengan pembudayaan karakter yang baik yang
sifatnya lebih terperinci misalnya ayat terkait menyampaikan amanat, silaturahmi, mendahukukan
kepentingan orang lain dan sebagainya. Ayat-ayat tersebut dapat dikelompokkan dalam tema akhlak
dan adab.
Q.S. Al-Baqarah ayat 83
ﺎﺱ ُﺣ ۡﺴ ٗﻨﺎ َﻭﺃ َ ِﻗﻴ ُﻤﻮﺍْ ٱﻟ ﱠ
َ ﺼ َﻠ ٰﻮﺓ ِ ﻴﻦ َﻭﻗُﻮ ُﻟﻮﺍْ ِﻟﻠ ﱠﻨ َ ٰ ﺴ ٗﺎﻧﺎ َﻭﺫِﻱ ۡٱﻟﻘُ ۡﺮ َﺑ ٰﻰ َﻭ ۡٱﻟ َﻴ ٰﺘَ َﻤ ٰﻰ َﻭ ۡٱﻟ َﻤ
ِ ﺴ ِﻜ َﻭﺇِ ۡﺫ ﺃَﺧ َۡﺬﻧَﺎ ِﻣﻴ ٰﺜَﻖَ َﺑ ِﻨ ٓﻲ ﺇِ ۡﺳ ٰ َٓﺮ ِءﻳ َﻞ َﻻ ﺗَﻌۡ ﺒُﺪ ُﻭﻥَ ﺇِ ﱠﻻ ﱠ
َ ٱ¦َ َﻭ ِﺑ ۡﭑﻟ ٰ َﻮ ِﻟﺪَ ۡﻳ ِﻦ ﺇِ ۡﺣ
٨٣ َٱﻟﺰﻛ َٰﻮﺓ َ ﺛ ُ ﱠﻢ ﺗ ََﻮ ﱠﻟ ۡﻴﺘ ُ ۡﻢ ِﺇ ﱠﻻ َﻗ ِﻠ ٗﻴﻼ ِ ّﻣﻨ ُﻜ ۡﻢ َﻭﺃَﻧﺘُﻢ ﱡﻣﻌۡ ِﺮﺿُﻮﻥ َﻭ َءﺍﺗُﻮﺍْ ﱠ
83. Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu
menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak
yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah
shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil
daripada kamu, dan kamu selalu berpaling
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
34
65) Konsep wawasan kebangsaan dalam prespektif al-quran (Sumber: Modul 6 Kb 2 Daring
Quran Hadis)
1. Al-Hujurat (49): 13
ﺎﺭ ُﻓ ٓﻮ ۚﺍْ ﺇِ ﱠﻥ ﺃ َ ۡﻛ َﺮ َﻣ ُﻜ ۡﻢ ِﻋﻨﺪَ ﱠ
ٱ¦ِ ﺃ َ ۡﺗ َﻘ ٰﯨ ُﻜ ۡۚﻢ ﺇِ ﱠﻥ ﱠ
١٣ ﻴﺮٞ ٱ¦َ َﻋ ِﻠﻴ ٌﻢ َﺧ ِﺒ َ ﺷﻌُﻮﺑٗ ﺎ َﻭ َﻗ َﺒﺎ ٓ ِﺋ َﻞ ِﻟﺘَ َﻌ ُ ٰ َٓﻳﺄ َ ﱡﻳ َﻬﺎ ٱﻟ ﱠﻨ
ُ ﺎﺱ ﺇِ ﱠﻧﺎ َﺧ َﻠ ۡﻘ ٰ َﻨ ُﻜﻢ ِ ّﻣﻦ ﺫَﻛ َٖﺮ َﻭﺃُﻧﺜَ ٰﻰ َﻭ َﺟ َﻌ ۡﻠ ٰ َﻨ ُﻜ ۡﻢ
13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
2. QS. Al-Anbiya’: 92
٩٢ ُﻭﻥ ِ ﭑﻋﺒُﺪ ۡ ِﺇ ﱠﻥ ٰ َﻫ ِﺬ ِٓﻩۦ ﺃ ُ ﱠﻣﺘ ُ ُﻜ ۡﻢ ﺃ ُ ﱠﻣ ٗﺔ ٰ َﻭ ِﺣﺪَ ٗﺓ َﻭﺃَﻧ َ۠ﺎ َﺭ ﱡﺑ ُﻜ ۡﻢ َﻓ
92. Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah
Tuhanmu, maka sembahlah Aku
3. Q.S Al-Mu’minun: 52
٥٢ ﻮﻥ ِ َُﻭ ِﺇ ﱠﻥ ٰ َﻫ ِﺬ ِٓﻩۦ ﺃ ُ ﱠﻣﺘ ُ ُﻜ ۡﻢ ﺃ ُ ﱠﻣ ٗﺔ ٰ َﻭ ِﺣﺪَ ٗﺓ َﻭﺃَﻧ َ۠ﺎ َﺭ ﱡﺑ ُﻜ ۡﻢ َﻓﭑﺗﱠﻘ
52. Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku
adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku
4. Q.S Al-Imran: 105.
ٓ
١٠٥ ﻴﻢٞ ٱﺧﺘَ َﻠ ُﻔﻮﺍْ ِﻣ ۢﻦ َﺑﻌۡ ِﺪ َﻣﺎ َﺟﺎ ٓ َء ُﻫ ُﻢ ۡٱﻟ َﺒ ِّﻴ ٰ َﻨ ۚﺖُ َﻭﺃ ُ ْﻭ ٰ َﻟﺌِﻚَ َﻟ ُﻬ ۡﻢ َﻋﺬَﺍﺏٌ َﻋ ِﻈ ۡ َﻭ َﻻ ﺗَ ُﻜﻮﻧُﻮﺍْ ﻛ ﱠَﭑﻟﺬِﻳﻦَ ﺗَ َﻔ ﱠﺮﻗُﻮﺍْ َﻭ
105. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah
datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa
yang berat
Musnad Ahmad 12162: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim telah menceritakan kepada kami
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
35
al-Harits bin 'Umair dari Humaid, at-thowil dari Anas, Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam jika tiba
dari suatu perjalanan dan melihat kedinding-dinding Madinah, beliau percepat untanya dan jika
diatas kendaraannya, ditarik-tariknya, karena begitu cintanya kepada Madinah.
HASANUDIN
67) Memilih nilai-nilai karakter yang terdapat dalam mata pelajaran al-quran hadis (M6. KB 3)
bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam surat yusuf dalam Alquran,
setidaknya lebih dari 10 point dari 18 nilai karakter yang disebutkan oleh kemendiknas, yaitu
sebagai berikut:
1. Religius yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadp pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.
2. Jujur yaitu Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang
yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
3. Disiplin yaitu Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
4. Kerja keras yaitu Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
5. Cinta Damai yaitu Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang
lainmerasa senang dan amam atas kehadiran dirinya.
6. Peduli Sosial yaitu Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain
dan masyarakat yang membutuhkan.
7. Bersahabat/komunikatif yaitu Tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.
8. Semangat kebangsaan yaitu Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan
yang menempatkan kepentingan bangasa dan negara diatas kepentingan diri dan
kelompoknya.
9. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
10. Rasa Ingin Tahu yaitu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipeajarinya, dilihat, dan
didengar.
11. Tanggung jawab yaitu Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
68) Nilai-nilai karakter dan wawasan kebangsaan dalam perspektif quran (M6.KB3)
Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dan Wawasan Kebangsaan Dalam Perspektif Qu’ran (Surat
Yusuf)
1. Kelompok I (Surat Yusuf Ayat 1-6)
Religius
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
36
Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing religion
sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya
sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia. Sedangkan religius berasal dari
kata religious yang berarti sifat religi yang melekat pada diri seseorang. Religius
sebagai salah satu nilai karakter dideskripsikan oleh Suparlan sebagai sikap dan
perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain. Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi
perubahan zaman dan degradasi moral, dalam hal ini siswa diharapkan mampu memiliki
dan berprilaku dengan ukuran baik dan buruk yang di dasarkan pada ketentuan
dan ketetapan agama.
Nilai karakter ini bisa kita temukan dengan memahami b a h w a kepribadian Nabi
Yusuf dan Ya’kub adalah pribadi orang yang taat kepada Allah dan mematuhi
syariat agama. Itulah sebab utama mengapa mereka berdua dipilih sebagai Nabi
pengembat risalah umat.
Yusuf melihat mimpi ini di usia yang sangat belia yaitu 10 tahun, dan ini
merupakan bentuk kemuliaan yang Allah anugrahkan kepada beliau.
Nilai Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban-nya yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam sosial
dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Inilah yang penulis temukan
dalam karakter ya’kub, karena kepeduliannya sebagai ayah untuk memberikan
kasih sayang dan perlindungan terhadap anaknya demi kemashlahatan
bersama. Seperti disebutkan dalam Q.S Yusuf ayat 13
2. Kelompok III (Surat Yusuf Ayat 21-29)
Nilai Tanggung Jawab
Walaupun sebelumnya sudah disebutkan tentang tanggung jawab, namun pada
kelompok ini sosok figur yang memiliki tanggung jawab menurut penulis adalah
raja mesir yang membeli Yusuf dari keterpurukan dan setelah dibuang oleh
saudara-saudaranya.
3. Kelompok IV (Surat Yusuf Ayat 30-35)
Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat,
dan didengar. Dan inilah yang bisa kita lihat dari sosok wanita-wanita pembesar di
Mesir yang selalu berupaya mengetahui lebih meluas dan mendalam
sesuatu yang didengarnya. Sebagaimana tertera pada ayat 30-32
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
37
tidak mau shalat, maka orang tua diperbolehkan untuk memukul anaknya pada bagian yang tidak
membahayakan, misalnya, punggung; agar si anak mau melaksanakan shalat.
Hadis yang memerintah shalat anak oleh orang tuanya sejalan dengan nilai-nilai karakter atau
perilaku manusia terhadap Tuhan-Allah SWT. Nilai-nilai perilaku manusia terhadap Tuhan
meliputi: taat kepada Tuhan, syukur, ikhlas, sabar, tawakkal (berserah diri kepada Tuhan). Nilai-
nilai perilaku manusia terhadap Tuhan ini akan membentuk karakter spiritual atau keimanan atau
ketakwaan kepada Allah SWT.
Hadis tentang perintah shalat jelas mengandung – antara lain- tuntunan untuk mencapai
kedisiplinan waktu, tanggung jawab sebagai hamba Allah SWT, berfikir positif, sabar dan
tabah dalam menjalankan perintah Tuhan .
Selain itu ada hadis juga Hadis di atas memberikan penjelasan bahwa Rasulullah SAW pada
suatu ketika shalat dengan menggendong cucunya yang bernama Amamah binti Zainab binti
Muhammad SAW. Pada waktu sujud, Rasulullah menaruh cucunya, dan pada waktu berdiri,
Rasulullah menggendong cucunya tersebut. Hal ini menunjukkan sikap dan perilaku
Rasulullah yang cinta dan sayang kepada anak, perempuan, dan sesama. Perilaku ini memberikan
teladan pembelajaran kepada umat Islam untuk supaya memiliki karakter cinta kepada sesama,
kepada anak, dan kepada perempuan.
Karakter cinta, peduli, kasih sayang ini sejalan dengan nilai-nilai perilaku manusia terhadap
sesama manusia. Nilai- nilai perilaku manusia terhadap sesama manusia meliputi: taat peraturan,
toleran, peduli, kooperatif, demokratis, apresiatif, santun, bertanggung jawab, menghormati
orang lain, menyayangi orang lain, pemurah (dermawan), mengajak berbuat baik, berbaik sangka,
empati dan konstruktif
Hadis di atas juga menunjukkan keberpihakan Rasulullah terhadap kaum perempuan. Pada
masa Rasul sebelum diutus, kaum perempuan sangat dianggap hina dalam tradisi jahiliyah.
Hadis di atas menjelaskan bahwa suatu ketika ada seorang Arab (badui) non Muslim datang
ke masjid lalu kencing di dalam masjid. Sahabat-sahabat marah dan hampir memukuli orang
tersebut, tetapi Rasulullah SAW melarang sahabat-sahabat yang ada di lokasi tersebut untuk
menindak orang yang kencing tersebut. Rasulullah menyuruh para sahabat agar membiarkan
orang tersebut kencing sampai tuntas. Setelah orang tersebut menyelesaikan kencingnya,
Rasulullah menyuruh para sahabat agar menyucikan lantai masjid tersebut dengan air, dan
kemudian memberikan teguran serta peringatan terhadap orang kafir tersebut.
Perilaku Rasulullah di atas menunjukkan sikap toleran terhadap orang lain. Meskipun orang
yang kencing tersebut jelas-jelas salah, tetapi kesalahan tersebut dilakukan karena ketidaktahuan.
Rasulullah sangat bijaksana dengan membiarkan orang yang kencing tersebut untuk
menuntaskan kencingnya. Sebab ketika ditegur dan dimarahi pada waktu kencingnya belum
selesai, sangat dimungkinkan orang tersebut lari ke mana-mana dan air kencingnya malah
meluber ke mana-mana. Di samping toleran, bijaksana, Rasulullah memberikan pelajaran kepada
para sahabat, agar dalam memberikan sanksi kepada orang yang salah itu ketika orang tersebut
berbuat kesalahan dengan kesengajaan padahal sudah mengetahui bahwa perbuatannya itu
salah.
Disamping perilaku Rasulullah di atas menunjukkan kandungan nilai karakter cinta
kepada sesama manusia (antara lain toleran), juga menunjukkan nilai-nilai perilaku etik
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
38
manusia terhadap lingkungan. Rasulullah sangat peduli terhadap lingkungan, sehingga ketika
suatu lingkungan kotor, sebisa mungkin kotoran itu tidak meluber ke lingkungan yang lain.
Nilai-nilai perilaku manusia terhadap lingkungan meliputi: peduli dan bertanggung jawab
terhadap pelestarian, pemeliharaan dan pemanfaatan tumbuhan, binatang dan lingkungan alam
sekitar.
70) Metode ibrah dalam al-quran untuk diimplementasikan dalam kehidupan seharai-hari (M.6
Kb 4)
Ayat ini diturunkan untuk menceritakan kepada kita kisah Bal’am, untuk mengingatkan
kepada kita bahwa meskipun seorang itu sudah mencapai ilmu yang sangat tinggi sebagaimana
yang dicapai oleh para Nabi tetapi lalu ia maksiat condong kepada dunia, maka akhirnya
bernasib sebagaimana Bal’am yang disebut oleh Allah : (QS. Al-A’raf: 176)
Orang itu contohnya bagaikan anjing yang selalu mengulurkan lidahnya dalam segala hal,
selalu menjilat-jilat dan tidak berguna baginya segala peringatan, ancaman, dan nasihat, tidak
berguna baginya iman dan pengetahuannya, karena itulah ayat ditutup dengan kalimat :
Ikutilah kisah ini supaya mereka berpikir dan memperhatikan. Pesan;” demikian Itulah
perumpamaan orang- orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada
mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
Dalam ayat diatas terdapat beberapa kandungan ayat yang menarik untuk kita perhatikan
secara seksama, yaitu:
1. Sebuah pemandangan yang menggambarkan seorang manusia yang telah di berikan
ayat-ayat oleh Allah SWT, dengan nilai kebenaran yang sangat mutlak dan tidak bisa ditawar-
tawar lagi. Namun pada akhirnya dia mengingkari dan melepaskan diri dari ayat-ayat Allah
SWT dengan cara mendustakan ayat-ayat tersebut. Sebenarnya ayat-ayat Allah SWT
tersebut bagi dirinya laksana kulit yang membungkus dagingnya sendiri. Jadi dengan
usaha yang dilakukannya saat melepaskan diri dari ayat-ayat Allah SWT tersebut, sama
seperti orang bodoh yang berusaha melepaskan kulit yang membungkus dagingnya.
Sehingga terlihat betapa bodohnya dia dalam menyiksa dirinya sendiri.
2. Dampak negatif bagi manusia apabila menyimpang dari ayat-ayat Allah SWT : (1) Setan
akan selalu mengikutinya kemanapun ia pergi, dimanapun ia berada dan dia akan menjadi
teman setan; (2) Dia termasuk ke dalam golongan orang-orang sesat; (3) Cenderung kepada
kehidupan keduniawian (hedonisme); (4) Dia akan menjalani kehidupan di dunia yang
tidak kekal ini, hanya dengan memperturutkanhawa nafsunya saja; (5) Dia
telah menzhalimi diri sendiri dan bertindak sangat bodoh; (6) Dia laksana seperti anjing yang
sangat hina dan najis.
3. Kajian ilmiah sebagai pembuktian tingkat keilmiahan ayat- ayat dalam al Qur’an, tentang
perilaku anjing yang menjulurkan lidah: Sebuah fakta ilmiah yang menarik dari isi surat
Al-A’raaf ayat 176 diatas, adalah tentang pembuktian ayat dalam Al Qur’an yang
mengulas sifat kebiasaan anjing yang selalu menjulurkan lidah. Setelah empat belas abad
sejak a-Qur’an diturunkan, ilmu pengetahuan modern (biologi dan kedokteran hewan)
telah berhasil membuktikan, bahwa anjing tidak memiliki kelenjar keringat, kecuali dalam
jumlah yang sedikit yang berada di telapak kakinya. Fungsi kelenjar keringat bagi makhluk
hidup adalah untuk mengatur, menurunkan dan menjaga kestabilan suhu tubuhnya. Bagi anjing
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
39
jumlah kelenjar keringat untuk mengatur suhu tubuhnya tidak mencukupi, karena sangat
sedikit. Kekurangan jumlah kelenjar keringat inilah, yang membuat anjing selalu berusaha
menjulurkan lidahnya untuk menurunkan temperatur tubuhnya. Karena pada saat itu lidah dan
rongga mulut dapat melakukan kontak langsung dengan udara, sehingga air menguap dari
rongga mulut dan pharynx-nya, maka dari lidahnya tersebut akan keluar air liur. Dapat
diperhatikan, bahwa anjing memiliki kebiasaan menjulurkan lidah dalam keadaan letih
atau tidak. Apabila kita memperhatikan anjing setelah berlari-lari, akan terlihat bahwa anjing
semakin kerap menjulurkan lidahnya dan semakin banyak pula air liur yang keluar dari
lidahnya.
Ayat ini diakhiri dengan perintah Ikutilah kisah ini supaya mereka berpikir dan memperhatikan.
Mengingat al- Qur’an berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia, maka setiap kali al-Qur’an
dibaca tersingkaplah segala sifat diri orang yang membacanya. Orang itupun bertafakur
menghayati ayat menceritakan mengenai jati dirinya sebagai insan. Apabila dia beriman dengan
apa yang dibacanya, maka segala keburukan yang ada dalam diri segera mau diperbaiki.
Namun ada, yang tidak mau mengakui kelemahan diri yang tersindir oleh ayat al-Qur’an,
padahal kiasan dan ulasan al-Qur’an begitu menusuk ke jantung hati orang yang ikhlas.
71) Metode keteladanan dalam al-quran untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari- hari
(M6 KB4)
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam
memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan
bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain
menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter, maka
guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan
contoh berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi,
datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap
peserta didik, jujur, menjaga kebersihan. Kegiatan keteladanan ini dalam ajaran Islam telah
diajarkan oleh Allah dalam mendidika manusia. Contoh atau teladan tersebut dijelaskan
pada QS. Al-Azhab ayat 21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
Dia banyak menyebut Allah” (Q.S. Al-Azhab: 21)
Munasabah Ayat:
Ayat yang lalu Allah melarang Nabi saw mengikuti orang kafir dan munafik, dan ayat yang
berikutnya ini menyuruh untuk mengikuti wahyu Allah yang Maha Mengetahui
72) Metode nasehat dalam al-quran untuk Diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari (M6
KB4)
Berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan akhlak pada anak, maka kata-kata yang bagus (nasehat)
hendaknya selalu diperdengarkan di telinga mereka. Sehingga apa yang didengarnya tersebut
masuk dalam hati yang selanjutnya tergerak untuk mengamalkannya. Metode ini ditemukan pada
kisah Luqman menasehati anaknya untuk beriman kepada
Alllah sebagaimana dalam QS. Al-Luqman ayat 13:
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran
kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. al-Luqman: 13)
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
40
IKA NURSYIFA
Soal No 73 sd 120 = Modul Pedagogik
73) Penyusunan IPK
Indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi
untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu. Indikator pencapaian kompetensi
menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi disusun guru dengan
merujuk kompetensi dasar. Dengan pertimbangan tertentu, guru dapat menentukan tingkatan
indikator lebih tinggi dari kompetensi dasar (kemampuan minimal) yang ditentukan silabus.
Pertimbangan tertentu yang dimaksud, antara lain: agar lulusan memiliki nilai kompetitif, atau
kelengkapan fasilitas laboratorium lebih baik dari satuan pendidikan sejenis. Indikator pencapaian
kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan/atau
diukur, yang mencakup kompetensi pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan
(psikomotor);
Sementara Permendikbud No 22 tahun 2016, menjelaskan bahawa indikator pencapaian
kompetensi dan tujuan pembelajaran disusun oleh guru dengan merujuk kompetensi dasar.
Kompetensi dasar telah difomulakan secara nasional dan tertuliskan pada kurikulum dan silabus.
Kompetensi dasar sebagai standar kemampuan minimal pencapaian pembelajaran suatu mata
pelajaran disusun bersifat luas, umum, dan belum operasional. Sesuai dengan karakteristik
keunikan satuan pendidikan (kelengkapan fasilitas belajar, guru, potensi peserta didik, dlsb.) guru
harus menjabarkan KD menjadi perilaku yang lebih spesifik, operasional, teramati, dan terukur.
Untuk mengukur perilaku spesifik peserta didik dirumuskan indikator pencapaian kompetensi.
Namun demikian, jika rumusan indikator pencapaian kompetensi masih bisa lebih spesifik dan
detail, maka disusun tujuan pembelajaran. Dengan kata lain, tujuan pembelajaran tetap dibutuhkan
untuk mengukur perilaku spesifik (kemampuan yang lebih mendasar dan detail) peserta didik, dan
sebagai indikator atau penanda tercapainya tujuan proses belajar mengajar, setelah peserta didik
menerima pesan pembelajaran yang terkandung dalam materi yang disampaikan guru.
operasional konkrit sedangkan peserta didik Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkrit,
dan peserta didik Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas serta Sekolah
Menengah Kejuruan pada tahap operasional formal. Untuk selanjutnya fase-fase perkembangan
intelektual peserta didik menurutpendapat Piaget, Jean dalam Dwi Siswoyo, dkk. (2013: 100) dapat
dicermati sebagai berikut: 0,0 - 2,0 Tahap Sensori motor
Kemampuan berfikir peserta didik baru melalui gerakan atau perbuatan. Perkembangan panca
indera sangat berpengaruh dalam diri mereka. Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk
menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari
perbuatannya. Pada usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah
“menangis”. Memberi pengetahuan pada mereka usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan
menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak. 0,2 –
7,0 Tahap Pra- operasional
Kemampuan skema kognitif masih terbatas, suka meniru perilaku orang lain, terutama meniru
perilaku orang tua dan guriu yang pernah ia lihat ketika orang itu merespon terhadap perilaku
orang, keadaan dan kejadian, yang dihadapi pada masa lampau. Mulai mampu menggunakan kata-
kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat pendek secara efektif. 7,0 – 11,0 Tahap
Operasional Konkrit Peserta didik sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi, misalnya
volume dan jumlah; mempunyai kemampuan memahami cara mengkombinasikan beberapa
golongan benda yang tingkatannya bervariasi. Sudah mampu berfikir sistematis mengenai benda-
benda dan peristiwa-peristiwa konkrit. 11,0 – 14,0 Tahap operasional Formal
Telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif secara
serentak maupun berurutan. Misalnya kapasitas merumuskan hipotesis dan menggunakan prinsip-
prinsip abstrak. Dengan kapasitas merumuskan hipotesis peserta didik mampu berfikir
memecahkan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan.
Sedang dengan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak , peserta didik akan mampu
mempelajari materi pelajaran yang abstrak, seperti agama, matematika, dan lainnya.
Berdasarkan teori perkembangan dari Piaget tersebut, selanjutnya dapat diketahui tiga dalil
pokok Piaget dalam kaintannya dengan tahap perkembangan intelektual. Ruseffendi dalam Dwi
Siswoyo, dkk. (2013: 101) menyebutkan sebagai berikut: 1). Bahwa perkembangan intelektual
terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya
setiap manusia akan mengalami urutan tersebut dan dengan urutan yang sama; 2). Bahwa tahap-
tahap perkembangan didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan,
pengekalan, pengelompokkan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan
adanya tingkah laku intelektual. 3) Bahwa gerak melalui melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi
oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi
antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
76) Menganalisis perilaku menyimpang peserta didik berdasarkan teori perkembangan moral
Teori moral adalah sikap dan perilaku individu yang didasari oleh nilai nilai hukum yang
berada di lingkungan tempat dia hidup. Jadi individu dapat dikatakan dapat memiliki teori moral
adalah ketika individu sudah hidup dengan mentaati hukum hukum yang berlaku di tempat dia
hidup.
Sedangkan menurut Lawrence Kohlberg , tahapan perkembangan teori moral adalah ukuran
dari tinggi rendahnya teori moral individu berdasarkan perkembangan penalaran teori moralnya.
Teori perkembangan moral kohlberg yang dikemukakan oleh Psikolog Kohlberg menunjukan
bahwa perbuatan moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal
hal lain yang berhubungan dengan norma kebudayaan (Sunarto,2013:176).
Selain itu Psikolog Kohlberg juga menyelidiki struktur proses berpikir yang mendasari
perilaku moral ( Moral Bahavior). Dalam perkembangannya Psikolog Kohlberg juga menyatakan
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
42
adanya tingkat tingkat yang berlangsung sama pada setiap kebudayaan. Tingkat Teori
perkembangan moral kohlberg (Baca juga mengenai teori decision making dalam psikologi) adalah
ukuran dari tinggi rendahnya moral individu dari segi proses penalaran yang mendasarinya bukan
dari perbuatan moral. Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari
perilaku etis, mempunyai stadium perkembangan dengan tingkat yang teridentifikasi yaitu dapat
dijelaskan sebagai berikut. (Baca juga mengenai perkembangan gender dalam teori psikologi)
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
43
otoritas kelompok maupun individu dan terlepas dari hubungan individu dengan kelompok. Pada
masa ketiga ini, di dalamnya mencakup dua masa perkembangan moral, yaitu:
Masa Social Contract, Legalistic Orientation
Masa ini merupakan masa kematangan moral yang cukup tinggi. Pada masa ini perbuatan
yang dianggap bermoral merupakan perbuatan perbuatan yang mampu merefleksikan hak hak
individu dan memenuhi ukuran ukuran yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh
masyarakat luas. Individu yang berada pada masa ini menyadari perbedaan individu dan
pendapat. Oleh karena itu, masa ini dianggap masa yang memungkinkan tercapainya
musyawarah mufakat. Masa ini sangat memungkinkan individu melihat benar dan salah
sebagai suatu hal yang berkaitan dengan norma norma dan pendapat pribadi individu. Pada
masa ini, hukum atau aturan juga dapat dirubah jika dipandang hal tersebut lebih baik bagi
masyarakat.
Masa Orientation of Universal Ethical Principles
Pada masa yang tertinggi ini, moral dipandang benar tidak harus dibatasi oleh hukum atau
aturan dari kelompok sosial atau masyarakat. Tetapi, hal tersebut lebih dibatasi oleh
kesadaran individu dengan dilandasi prinsip prinsip etis. Prinsip prinsip tersebut dianggap
jauh lebih baik, lebih luas dan abstrak dan bisa mencakup prinsip prinsip umum seperti
keadilan, persamaan HAM, dsb.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
44
reaksi emosi yang di tunjukan orangorang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian
tertentu.
b. 18 bulan sampai 3 tahun
1) Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya.
Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi
perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak belajar membedakan
cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannya.
2) Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk
mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah dengan
emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak mengekspresikan emosi
dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan mimik dan ekspresi wajah
dengan bahasa verbal.
3) Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya dengan
bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan
prilaku dan menguasai diri.
c. Usia antara 3 sampai 5 tahun
1) Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak
mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau
dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
2) Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa
menimbulkan reaksi emosional yang berbeda 12 pada beberapa orang. Misalnya suatu
pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan sedih.
d. Usia antara 5 sampai 12 tahun
1) Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari
konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan
yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan informasiinformasi secara.
2) Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan
rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik emosi yang dialaminya.
Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain.
3) Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat
berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat
mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya
sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol
(Suriadi & Yuliani, 2006).
4) Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma
aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih
fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa
penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi
munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang
belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami
oleh murid.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada
melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari
proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah
tersetruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-
aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan
yang perlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk
perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu
keberhasilan belajar. Siswa atau siswa adalah obyek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan,
sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan padapenambahan pengetahuan,
sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan
kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau
materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti
urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga
aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada
ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Thorndike (Schunk, 2012)
kemudian merumuskan peran yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran, yaitu:
1. Membentuk kebiasaan siswa. Jangan berharap kebiasaan itu akan terbentuk dengan sendirinya
2. Berhati hati jangan smpai membentuk kebiasaan yang nantinya harus diubah. Karena
mengubah kebiasaan yang telah terbentuk adalah hal yang sangat sulit.
3. Jangan membentuk dua atau lebih kebiasaan, jika satu kebiasaan saja sudah cukup
4. Bentuklah kebiasaan dengan cara yang sesuai dengan bagaimana kebiasaan itu akan
digunakan.
INDAH AMALIA
79) Konsep Dasar tentang Teori Belajar Kognitif (M5 KB1)
Pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang
tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah
bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk
struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran
atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.
Diantara para pakar teori kognitif, paling tidak ada tiga yang terkenal yaitu Piaget, Bruner, dan
Ausubel. Menurut Piaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap perkembangan
tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimilasi, akomodasi dan equlibrasi. Sedangkan
Bruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur pesan atau
informasi, dan bukan ditentukan oleh umur. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap enaktif,
ikonik, dan simbolik. Sementara itu Ausubel mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika seseorang
mampu mengasimilasi pengetahuan yang telah dimiliknya dengan pengetahuan baru.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
46
Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna
stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami. Dalam kegiatan
pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan
meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang
telah dimiliki siswa. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari
sederhana ke kompleks. Perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini
sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
47
Aplikasi teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran cenderung mendorong siswa untuk
berpikir induktif. Teori ini juga amat mementingkan faktor pengalaman dan keterlibatan
siswa secara aktif dalam belajar.
bertanya dan tidak takut bertanya dalam upaya mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
pemecahan masalah.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
49
89) Menyusun materi ajar berdasarkan struktur pengetahuan factual konseptual, procedural,
dan metakognitif.
1) Pengetahuan Faktual
Pengetahuan tentang elemen-elemen yang terpisah dan mempunyai cirri-ciri tersendiri
potongan-potongan informasi Pengetahuan Faktual: pengetahuan terminology dan tentang
detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik
2) Pengetahuan Konseptual
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
50
90) Mampu merumuskan langkah- langkah penentuan pendekatan pembelajaran yang tepat
sesuai dengan tuntutan k13 dan perkembangan abad 21.
Ada lima kegiatan utama di dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik,
yaitu:
1) Mengamati
Mengamati dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan mencari informasi, melihat,
mendengar, membaca, dan atau menyimak.
2) Menanya
Menanya untuk membangun pengetahuan peserta didik secara faktual, konseptual, dan
prosedural, hingga berpikir metakognitif, dapat dilakukan melalui kegiatan diskusi, kerja
kelompok, dan diskusi kelas.
3) Mencoba
Mengeksplor/mengumpulkan informasi, atau mencoba untuk meningkatkan keingintahuan
peserta didik dalam mengembangkan kreatifitas, dapat dilakukan melalui membaca,
mengamati aktivitas, kejadian atau objek tertentu, memperoleh informasi, mengolah data,
dan menyajikan hasilnya dalam bentuk tulisan, lisan, atau gambar.
4) Mengasosiasi
Mengasosiasi dapat dilakukan melalui kegiatan menganalisis data, mengelompokan,
membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi/mengestimasi.
5) Mengkomunikasikan
Mengomunikasikan adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk
lisan, tulisan, gambar/sketsa, diagram, atau grafik, dapat dilakukan melalui presentasi,
membuat laporan, dan/ atau unjuk kerja.
Berikut ini sedikit uraian penjelasan langkah-langkah dari tiap model pembelajaran.
1) Inquiry Based Learning (IBL)
Langkah-langkah atau sintaks nya adalah sebagai berikut:
a. Observasi/Mengamati
b. Mengajukan pertanyaan
c. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban/ mengasosiasi atau melakukan penalaran
d. Mengumpulkan data yang terakait dengan dugaan atau pertanyaan yang
diajukan/memprediksi dugaan
e. Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah atau dianalisis,
mempresentasikan atau menyajikan hasil temuannya.
2. Discovery Based Learning
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
51
KHOIRIYAH
91) Strategi Pembelajaran yang Tepat Sesuai K 13
Pembelajaran dengan pendekatan saintific (5 M) Mengamati, Menanya, Menginformasikan,
Mengasosiasi, Mengkomunikasikan
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
52
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusis sebagai makhluq sosial yang
penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama,
pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok
secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan,
pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-
sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari
kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep, menyelesaikan
persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-
partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siawa heterogen (kemampuan,
gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok
berupa laporan atau presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk
kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.
2. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya
jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa
(daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi
belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif –
nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa
melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan
kemampuan sosialisasi.
Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model
lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan,
pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing,
menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning
community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on,
hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur,
generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi
konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic
assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap
aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai
aspek dengan berbagai cara).
3.Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini
melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi
pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir
tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka,
negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dap[at berpikir
optimal. Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis),
interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan
inkuiri.
4. Problem Solving
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
53
Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum
dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara
penyelesaian (menemukan pola, aturan, .atau algoritma). Sintaknya adalah: sajiakn
permasalah yang memenuhi criteria di atas, siswa berkelompok atau individual
mengidentifikasi pola atau atuiran yang disajikan, siswa mengidentifkasi,
mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi.
5. Jigsaw
Model p[embeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks sepeerti
berikut ini. Pengarahan, iformasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar
(LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap
anggota kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap kelompok bahan belajar sama,
buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan
diskusi, kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan
kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
54
Pembelajaran Futuristik
1) Konsep Pembelajaran Futuristik
Drucket dan Stewart (dalam Saryono, 2002) mencatat bahwa pada masa ini dan
lebih-lebih pada masa depan, keberadaan, kedudukan, peranan pengetahuan menjadi hal
yang strategis dan utama. Sejalan dengan itu,
pada aspek siswa, banyak perubahan yang terjadi pada mereka karena perubahan
teknologi yang selalu disuguhkan pada mereka setiap hari, dan bahkan setiap
saat. Perubahan-perubahan tersebut menurut John Seely Brown (2005), antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Mereka menyukai ada kontrol. Para siswa generasi abad ke-21 tidak menyukai terikat
oleh jadwal-jadwal tradisional, dan juga tidak menyukai duduk di dalam kelas untuk
belajar, atau duduk di dalam kantor untuk bekerja. Sebaliknya mereka lebih menyukai
untuk belajar sendiri dengan menggunakan alat komunikasi yang bisa menjangkau
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
55
dunia yang tak terbatas. Dengan caranya sendiri, mereka akan memperoleh informasi
dari berbagai sumber di dunia. Dengan demikian, mereka
harus dikontrol target pencapaian pengetahuannya, proses belajarnya dan hasil yang
mereka dapatkan.
b. Mereka juga menyukai banyak pilihan. Untuk mata pelajaran project, yakni tugas
melakukan mini riset, mereka akan menggunakan teknologi untuk memperoleh
banyak informasi. Mereka harus diberi kebebasan untuk memilih metode dan teknik-
tekniknya, untuk mereka jalani dan pada akhirnya akan mampu menyiapkan laporan,
sebagaimana para siswa atau mahasiswa yang melakukannya secara tradisional.
c. Mereka adalah orang-orang yang menyukai ikatan kelompok dan ikatan sosial, hanya
saja mereka membangun group melalui media sosial mereka, dan oleh karenanya
kelompok mereka lintas bangsa, negara, budaya dan bahkan agama. Mereka memiliki
jejaring internasional yang dinamis, dan jika mereka manfaatkan
untuk menjadikan jejaringnya sebagai peer group-nya, maka mereka akan memiliki
pengelaman keilmuan yang jauh lebih baik, daripada tutorial atau mentoring dalam
satu kelas di sekolah tradisional
d. Mereka adalah orang-orang terbuka, melalui tradisi jejaringnya mereka terbelajarkan
untuk menjadi terbuka, karena dalam jaringannya semua penganut agama ada dan
terkelompokkan, ada yang Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan
juga Kong Hu Chu, atau bahkan mungkin ada yang atheis, tapi komunikasi mereka
tetap berjalan dan tidak terganggu oleh perbedaan-perbedaan tersebut.
96) Mampu menemukan RPP yang menggunakan tehnologi dan informasi paling tepat
(Contoh Rpp Yang Sudah Biasa Kita Buat berbasis TIK)
MITRA
97) Menentukan unsur-unsur Pembelajaran berdasarkan saintifik.
Unsur-unsur pembelajaran berdasarkan saintifik sebagai berikut :
1) Mengamati
2) Menanya
3) Mengumpulkan informasi
4) Mengasosiasi
5) Mengkomunikasikan
(Permendikbud No. 81A tahun 2013)
98) Menentukan teknik guru dalam menstimulasi siswa untuk bertanya dalam pembelajaran
berdasarkan pendekatan saintifik
Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau
pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yan g diamati (dimulai dari
pertanyaan factual, sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).
Berikut ini adalah teknik guru dalam menstimulasi siswa untuk bertanya dalam pembelajaran
berdasarkan pendekatan saintifik :
a. Memberika rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berfikir;
b. Menunjukkan jika siswa mengalami kesulitan;
c. Menyadarkan siswa dari kesalahan yang mereka buat;
d. Bertanggung jawab atas seluruh kegiatan kelas;
e. Memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yan g diharapkan;
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
56
99) Mengidentifikasi langkah yang tepat dalam pengembangan kemampuan penalaran siswa.
Langkah yang tepat dalam pengembangan kemampuan penalaran siswa terdiri dari 5 tahap :
a. Guru menstimulus siswa dengan pertanyaan, masalah, permainan, teka-teki, dll.
b. Sebagai jawaban atas rangsangan yang diterimanya, siswa menentukan hipotesis, prosedur
mencari dan mengumpulkan informasi atau data yang diperlukannya untuk memecahkan
pertanyaan, pernyataan, masalah, dll.
c. Siswa menghayati pengetahuan yang diperolehnya dengan inkuiri yang baru dilaksanakan.
d. Siswa menganal;isis metode inkuiri dan prosedur yang ditemukan untuk dijadikan metode
umum yang dapat diterapkan ke situasi lain.
e. Siswa menarik kesimpulan, mengembangkan sikap ilmiah, yakni ; objektif, jujur, rasa ingin
tahu, terbuka, berkemauan, dan tanggung jawab.(Alwi, Idrus, 2017)
100) Mengidentifikasi langkah yang tepat dalam penerapan TPAC pada pembelajaran.
MODUL 1 KB 2
1) Interactive Instruction (Pembelajaran Interaktif)
2) Personal Response System (PRS)
3) Mobile Assessment Tools
4) Community of Practice (Komunitas Praktik)
101) Mengidentifikasi langkah yang tepat dalam penerapan pembelajaran untuk mencapai
abad 21.
Langkah yang tepat dalam penerapan pembelajaran untuk mencapai abad 21, sbb:
1) Pertama, guru disamping sebagai fasilitator, juga harus menjadi motivator dan
inspirator.
2) Kedua, salah satu prasyarat paling penting agar guru mampu mentrasformasikan diri
dalam era pedagogi siber atau era digital, adalah tingginya minat baca.
3) Ketiga, guru pada abad 21 harus memiliki kemampuan untuk menulis.
4) Keempat, guru abad 21 harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode belajar
atau mencari pemecahan masalah-masalah belajar, sehingga meningkatkan kualitas
pembelajaran berbasis TIK.
5) Kelima, karakteristik guru abad 21 di tengah pesatnya perkembangan era teknologi
digital, bagaimanapun harus mampu melakukan transformasi kultural.
102) Mengambil kesimpulan tentang pengertian, ciri, tujuan, dan manfaat penilaian
pembelajaran.
a. Pengertian Penilaian
Istilah penilaian (assessment) sering disamaartikan dengan evaluasi (evaluation). Beberapa
ahli mengatakan bahwa terdapat kesamaan pengertian antara evaluasi dan penilaian, namun
para ahli lainnya menganggap bahwa kedua hal itu berbeda. Penilaian adalah proses
pengumpulan informasi secara sistematis berkaitan dengan belajar siswa, pengetahuan,
keahlian, pemanfaatan waktu, dan sumber daya yang tersedia dengan tujuan untuk
mengambil keputusan mengenai hal-hal yang mempengaruhi pembelajaran peserta didik.
Penilaian adalah penggunaan berbagai macam teknik untuk mengumpulkan data yang
digunakan sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan berkaitan dengan tingkat
kemajuan belajar dan hasil pembelajaran.
b. Ciri-ciri Penilaian
1) Obyektip
2) Terpadu
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
57
3) Sistematis
4) Terbuka,
5) Akuntabel,
6) Menyeluruh Dan
7) Berkesinambungan,
8) Adil,
9) Valid,
10) Andal, Dan
11) Manfaat.
c. Tujuan Penilaian
Secara rinci tujuan evaluasi program pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Memutuskan seberapa jauh tujuan programberhasil dicapai.
2. Menyimpulkan tepat tidaknya program yang dilaksanakan.
3. Mengetahui besarnya biaya yang digunakan untuk pelaksanaan program.
4. Mengetahui kekuatan dan kelemahan pelaksanaan program pembelajaran.
5. Mengindentifikasi pihak-pihak yang memperoleh manfaat, baik maksimum maupun
minimum.
6. Merumuskan kebijakan berkaitan dengan siapa yang harus terlibat pada program
berikutnya.
d. Manfaat Penilaian
Adapun manfaat penilaian adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengdiagnosis kesulitan belajar,
2) Sebagai evaluasi jarak antara bakat dan pencapaian,
3) peningkatan pencapaian prestasi belajar,
4) untuk mengelompokkan peserta didik dalam belajar kelompok,
5) untuk pengembangan program pembelajaran inividual,
6) Sebagai monitor peserta didik yang memerlukan bimbingan tambahan atau khusus.
NUNUNG FARHAH
103) Konsep Evaluasi Pembelajaran
a. Pengertian Evaluasi
Salah satu langkah penting yang harus dilakukan untuk mengetahui keberhasilan
suatu program, baik dalam skala mikro maupun dalam skala makro, adalah evaluasi.
Evaluasi merupakan kegiatan untuk menentukan mutu atau nilai suatu program yang di
dalamnya ada unsur pembuatan keputusan. Evaluasi pada dasarnya merupakan kegiatan
pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis melalui suatu pengukuran, yang
selanjutnya data dianalisis dan hasil analisis data tersebut selanjutnya digunakan untuk
menentukan berbagai alternatif keputusan atau kebijakan yang relevan.
b. Ciri Evaluasi
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
58
Model evaluasi ahli merupakan model evaluasi yang memiliki dua ciri khas yaitu
1) manusia dijadikan sebagai instrumen untuk pengambillan keputusan dan
2) menggunakan kritikan untuk menghasilkan konsep-konsep dasar evaluasi.
c. Tujuan Evaluasi
Tujuan utama adanya kegiatan evaluasi pada dasarnya adalah untuk meningkatkan
bukan untuk membuktikan. Tujuan evaluasi pada hakekatnya adalah untuk memperoleh
informasi yang tepat, terkini dan objektif terkait dengan penyelenggaraan suatu program
yang dengan informasi tersebut dapat diambil suatu keputusan. Secara rinci tujuan
evaluasi program pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Memutuskan seberapa jauh tujuan programberhasil dicapai.
2) Menyimpulkan tepat tidaknya program yang dilaksanakan.
3) Mengetahui besarnya biaya yang digunakan untuk pelaksanaan program.
4) Mengetahui kekuatan dan kelemahan pelaksanaan program pembelajaran.
5) Mengindentifikasi pihak-pihak yang memperoleh manfaat, baik maksimum maupun
minimum.
6) Merumuskan kebijakan berkaitan dengan siapa yang harus terlibat pada program
berikutnya.
e. Manfaat Evaluasi
1) Membuat keputusan berkenaan dengan pelaksanaan dan hasil pembelajaran
2) Memperoleh pemahaman pelaksanaan dan hasil pembelajaran yang telah
dilaksanakan oleh guru
3) Meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam rangka upaya
meningkatkan kualitas
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
59
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
60
didik dan proses bagaimana fakta-fakta tersebut diperoleh sebagai salah satu bukti bahwa
peserta didik telah memiliki kompetensi dasar dan indikator hasil belajar sesuai dengan
yang telah ditetapkan.
Untuk melakukan penilaian portofolio secara tepat perlu memperhatikan hal-hal
seperti berikutini, yaitu: kesesuaian,saling percaya antara pendidik dan peserta didik,
kerahasiaan bersama antara pendidik dan peserta didik, kepuasan, milik bersama antara
pendidik guru dan peserta didik, penilaian proses dan hasil.
j. Jurnal
Jurnal belajar merupakan rekaman tertulis tentang apa yang dilakukan peserta didik
berkaitan dengan apa-apa yang telah dipelajari. Jurnal belajar ini dapat digunakan untuk
merekam atau meringkas aspek-aspek yang berhubungan dengan topik-topik kunci yang
dipelajari. Misalnya, perasaan siswa terhadap suatu pelajaran, kesulitan yang dialami, atau
keberhasilan di dalam memecahkan masalah atau topik tertentu atau berbagai macam
catatan dan komentar yang dibuat siswa.Jurnal merupakan tulisan yang dibuat peserta didik
untuk menunjukkan segala sesuatu yang telah dipelajari atau diperoleh dalam proses
pembelajaran. Jadi, jurnal dapat juga diartikan sebagai catatan pribadi siswa tentang materi
yang disampaikan oleh guru di kelas maupun kondisi proses pembelajaran di kelas.
k. Penilaian Tertulis
Penilaian tertulis mensuplai jawaban isian atau melengkapi, jawaban singkat atau
pendek dan uraian. Penilaian tertulis yang termasuk dalam model penilaian otentik adalah
penilaian yang berbentuk uraian atau esai yang menuntut peserta didik mampu mengingat,
memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan
sebagainya atas materi yang telah dipelajari. Penilaian ini sebisa mungkin bersifat
komprehensif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap, pengetahuan, dan
keterampilan peserta didik.Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu
dipertimbangkan hal-hal seperti kesesuaian soal dengan indikator pada kurikulum,
konstruksisoal atau pertanyaan harus jelas dan tegas, dan bahasa yang digunakan tidak
menimbulkan penafsiran ganda.
l. Penilaian Diri
Penilaian diri(self assessment)adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik
diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan proses dan tingkat pencapaian
kompetensi yang diperolehnya dalam pelajaran tertentu. Dalam proses penilaian diri, bukan
berarti tugas pendidik untuk menilai dilimpahkan kepada peserta didik semata dan terbebas
dari kegiatan melakukan penilaian. Dengan penilaian diri, diharapkan dapat melengkapi dan
menambah penilaian yang telah dilakukan pendidik.
Untuk melaksanakan penilaian diri oleh peserta didik di kelas perlu memperhatikan
hal-halseperti: menentukan terlebih dahulu kompetensi atau aspek apa yang akan dinilai;
langkah berikutnya menentukan criteria penilaian yang akan digunakan; merancang format
penilaian yang akan digunakan seperti pedoman penskoran, daftar tanda cek, atau skala
penilaian; peserta didik diminta untuk melakukan penilaian diri; pendidik mengkaji sampel
hasil penilaian secara acak, untuk mendorong peserta didik supaya senantiasa melakukan
penilaian diri secara cermat dan objektif; dan pendidik menyampaikan umpan balik kepada
peserta didik yang didasarkan pada hasil kajian terhadap sampel hasil penilaian yang
diambil secara acak.
m. Penilaian Antarteman
Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peseta
didik untuk saling menilai temannya terkait dengan pencapain kompetensi, sikap, dan
perilaku keseharian peserta didik. Penilaian ini dapat dilakukan secara berkelompok untuk
mendapatkan informasi sekitar kompetensi peserta didik dalam kelompok. Informasi
inidapat dijadikan sebagai bahan menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
62
n. Pertanyaan Terbuka
Penilaian otentik juga dilakukan dengan cara meminta peserta didik membaca materi
pelajaran, kemudian merespon pertanyaan terbuka. Penilaian ini lebih difokuskan terhadap
bagaimana peserta didik mengaplikasikan informasi daripada seberapa banyak peserta didik
memanggil kembali apa yang telah diajarkan. Pertanyaan terbuka tesebut harus dibatasi
supaya jawabannya tidak terlalu luas dan bermakna sesuai dengan tujuannya.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
63
pengolahan hasil penilaian ini akan digunakan dalam kegiatan penafsiran hasil penilaian.
Untuk memudahkan penafsiran hasil penilaian, maka hasil akhir pengolahan hasil penilaian
dapat diadministrasikan dengan baik.
Setelah data hasil tes diolah, langkah selanjutnya adalah menafsirkan data sehingga dapat
memberikan makna. Interpretasi terhadap suatu hasil tesdidasarkan atas kriteria tertentu yang
disebut norma. Norma bisa ditetapkan terlebih dahulu secara rasional dan sistematis sebelum
kegiatan tes dilaksanakan. Guru dapat menggunakan kriteria yang bersumber pada tujuan atau
kompetensi setiap mata pelajaran, yang dijabarkan menjadi indikator yang dapat diukur dan
diamati.
Untuk menafsirkan data, dapat digunakan dua jenis penafsiran data, yaitu penafsiran
kelompok dan penafsiran individual. Penafsiran kelompok adalah penafsiran yang dilakukan
untuk mengetahui karakteristik kelompok berdasarkan data hasil tes, seperti prestasi kelompok,
rata-rata kelompok, sikap kelompok terhadap guru dan materi pelajaran yang diberikan, dan
distribusi nilai kelompok. Tujuan utamanya adalah sebagai persiapan untuk melakukan
penafsiran kelompok, untuk mengetahui sifat-sifat tertentu pada suatu kelompok, dan untuk
mengadakan perbandingan antar kelompok. Penafsiran individual adalah penafsiran yang
hanya tertuju pada individu saja.
Pada prinsipnya nilai akhir suatu mata pelajaran adalah gabungan dari seluruh
pencapaian KD yang ditargetkan. Dengan demikian, pendidik harus membuat tabel spesifikasi
yang memuat macam KD dan pencapaian hasil setiap KD, termasuk aspek yang dinilai dalam
setiap KD. Pendidik juga harus membuat pembobotan atas dasar hasil yang diperoleh sesuai
dengan jenis penilaian yang dilakukan. Perlu diperhatikan bahwa yang lebih penting adalah
penilaian harus terbuka dalam arti bahwa peserta didik sejak awal sudah memahami bagaimana
pendidik dalam menilai keberhasilan belajarnya.
b. Memanfaatkan Hasil Tes
Hasil tes atau hasil penilaian dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan dan
perkembangan peserta didik dalam menerapkan pengetahuan dalam tugas tertentu. Di samping
itu hasil penilaian dapat juga memberi gambaran tingkat keberhasilan pendidikan Pada satuan
pendidikan. Berdasarkan analisis hasil penilaian, dapat ditentukan langkah atau upaya yang
harus dilakukan oleh pendidik dan peserta didik dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil
belajar. Oleh sebab itu hasil penilaian yang diperoleh harus diinformasikan langsung kepada
peserta didik sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan peserta didik (assessment as
learning), pendidik (assessment for learning), dan satuan pendidikan selama proses
pembelajaran berlangsung (melalui Penilaian Harian/pengamatan harian) maupun setelah
beberapa kali program pembelajaran (Penilaian Tengah Semester), atau setelah selesai program
pembelajaran selama satu semester.
MUTOLINGA
109) Pengolahan penilaian unjuk kerja
Penilaian kinerja adalah alat evaluasi berupa tes perbuatan untuk menyelesaikan tugas
dalam konteks kehidupan nyata, dimana penilaian tersebut meminta siswa untuk menunjukkan
kemampuannya secara langsung kepada guru baik dari sisi pengetahuan maupun keterampilan,
bukan dengan memilih jawaban dari pilihan yang tersedia.
Penilaian kinerja difokuskan pada dua aktivitas pokok, yaitu: 1) observasi proses saat
berlangsungnya unjuk keterampilan dan 2) evaluasi hasil cipta atau produk.
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
65
teks.
Tindakan : Penerapan metode pertanyaan berpola 5W + 1 H
Judul : Penerepan metode pertanyaan berpola 5W + 1H untuk meningkatkan
kemampuan menemukan informasi rinci dari teks di Kelas IX MTs An-Nur
Malangbong Garut tahun 2012.
RM : Bagaimana Penerepan metode pertanyaan berpola 5W + 1H untuk
Meningkatkan kemampuan menemukan informasi rinci dari teks di Kelas IX
MTs An-Nur Malangbong Garut tahun 2012.
Setidaknya ada lima kriteria yang harus dipenuhi agar sebuah masalah dapat diangkat untuk
masalah PTK. Kelima kriteria dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Masalah berasal dari kelas
2) Tidak terlalu luas dan terlalu sempit
3) Dilandasi dengan data otentik
4) Ditemukan penyebabnya
5) Ada kemungkinan untuk diselesaikan melalui tindakan di kelas.
6) Penting (urgen) untuk segera diselesaikan.
SUSANTO
115) Mengidentifikasi langkah- langkah PTK yang sistematik. Masalah yang dapat dikaji bisa
mencakup pengorganisasian materi, penyampaian materi, dan pengoganisasian kelas.
Secara umum langkah PTK dalam 1 siklus meliputi:
a) perencanaan,
b) melakukan tindakan dan pengamatan,
c) melakukan analisis hasil dan
d) melakukan refleksi.
116) Menetukan langkah-langkah penyusunan proposal PTK. Dibawah ini adalah langkah-
langkah dalam penyusunan proposal PTK:
a) Menentukan Judul Penelitian
b) Menyusun latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian
c) Menentukan teori pendukung,kerangka berfikir, dan hipotesis tindakan
d) Menentukan teori penelitian
e) Menyusun instrument penelitian
117) Menetukan teknik pengumpulan data yang tepat dalam PTK. Hadari Nawawi (2012:
100) mengatakan teknik pengumpulan data dapat dibedakan menjadi lima teknik
penelitan sebagai cara yang dapat di tempuh untuk mengumpulkan data, yaitu:
1) Teknik Observasi Langsung
2) Teknik Observasi Tidak Langsung
3) Komunikasi Langsung
4) Komunikasi Tidak langsung
5) Teknik Pengukuran
6) Teknik Studi Dokumenter
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
67
118) Mengidentifikasi teknik pengolahan dan analisis data Pada umumnya analisis kualitatif
terhadap data PTK dapat dilakukan dengan tahap-tahap:
1) menyeleksi,
2) menyederhanakan,
3) mengklasifikasi,
4) memfokuskan,
5) mengorganisasi (mengaitkan gejala secara sistematis dan logis),
6) membuat abstraksi atas kesimpulan makna hasil analisis.
Model analisis kualitatif yang terkenal adalah model Miles & Hubberman (1992: 20)
yang meliputi :
1) reduksi data (memilah data penting, relevan, dan bermakna dari data yang tidak berguna),
2) sajian deskriptif (narasi, visual gambar, tabel) dengan alur sajian yang sistematis dan logis,
3) penyimpulan dari hasil yg disajikan (dampak PTK dan efektivitasnya).
Model analisis ini dapat digambarkan sebagai berikut:
119) Mengambil kesimpulan tentang pengertian, ciri, tujuan, dan manfaat KTI
a. Pengertian KTI
Karya Tulis Ilmiah atau biasa disingkat Karya Ilmiah (Scientific Paper) adalah
tulisan atau laporan tertulis yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian suatu
masalah oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang
dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Data, simpulan, dan informasi lain yang
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
68
terkandung dalam karya tulis ilmiah dijadikan acuan (referensi) bagi ilmuwan lain dalam
melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya. Karya tulis ilmiah sering juga disebut
“tulisan akademis” (academic writing) karena biasa ditulis oleh kalangan kampus perguruan
tinggi, dosen dan mahasiswa. Karya tulis ilmiah berfungsi sebagai sarana untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi berupa penjelasan (explanation), prediksi
(prediction), dan pengawasan (control).
b. Ciri-ciri Karya Tulis Ilmiah
Karakteristik karya tulis ilmiah yang membedakannya dengan tulisan non-ilmiah antara
lain:
1) Mengacu pada teori sebagai landasan berpikir (kerangka pemikiran) dalam pembahasan
masalah.
2) Lugas -> tidak emosional, bermakna tunggal, tidak menimbulkan interprestasi lain.
3) Logis -> disusun berdasarkan urutan yang konsisten
4) Efektif -> ringkas dan padat.
5) Efisien -> hanya mempergunakan kata atau kalimat yang penting dan mudah dipahami.
6) Objektif berdasarkan fakta -> setiap informasi dalam kerangka ilmiah selalu apa
adanya, sebenarnya, dan konkret.
7) Sistematis -> baik penulisan dan pembahasan sesuai dengan prosedur dan sistem yang
berlaku.
c. Fungsi Karya Tulis Ilmiah
Fungsi karya ilmiah adalah sebagai media untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni. Hal ini berkaitan dengan hakikat karya tulis ilmiah yaitu menyampaikan
kebenaran melalui metode yang sistematis, metodologis, dan konsisten.
Jika dihubungkan dengan hakikatnya maka fungsi karya ilmiah adalah sebagai
berikut:
1) Penjelasan (explanation)
Tulisan ini dapat dijelaskan sebagai suatu hal yang sebelumnya tidak diketahui, tidak
jelas, dan tidak pasti.
2) Ramalan (prediction)
Tulisan ini dapat membantu mengantisipasi hal yang kemungkinan akan datang di masa
yang akan datang.
3) Kontrol (control)
Tulisan ini dapat berfungsi untuk mengontrol atau mengawasi benar tidaknya suatu
pernyataa
4) Tujuan Karya Ilmiah
• Sebagai wahana melatih mengungkapkan pemikiran atau hasil penelitiannya dalam
bentuk tulisan ilmiah yang sistematis dan metodologis.
• Menumbuhkan etos ilmiah di kalangan mahasiswa, sehingga tidak hanya menjadi
konsumen ilmu pengetahuan, tetapi juga mampu menjadi penghasil (produsen)
pemikiran dan karya tulis dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama setelah
penyelesaian studinya.
• Karya ilmiah yang telah ditulis itu diharapkan menjadi wahana transformasi
pengetahuan antara sekolah dengan masyarakat, atau orang-orang yang berminat
membacanya.
• Membuktikan potensi dan wawasan ilmiah yang dimiliki mahasiswa dalam
menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam bentuk karya ilmiah setelah yang
bersangkutan memperoleh pengetahuan dan pendidikan dari jurusannya.
• Melatih keterampilan dasar untuk melakukan penelitian.
5) Manfaat Karya Ilmiah
• Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif;
• Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber;
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
69
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019
70
f. Tesis
Adalah karya tulis ilmiah mahasiswa untuk menyelesaikan jenjang studi S2 (Pasca
Sarjana) yang sifatnya lebih mendalam dibandingkan dengan skripsi.
Tesis mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian sendiri.
g. Disertasi
Disebut juga “Ph.D Thesis” adalah karya tulisi lmiah mahasiswa
untuk menyelesaikan jenjang studi S3 (meraih gelar Doktor/Dr) yang mengemukakan suatu
dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid)
dengan analisis yang terinci). Disertasi ini berisi suatu temuan penulis sendiri, yang berupa
temuan orisinal.
h. Artikel Ilmiah Populer
Selain ketujuh jenis karya ilmiah, ada juga yang disebut artikel ilmiah populer, yaitu
artikel ilmiah yang ditulis dengan gaya bahasa populer (bahasa media/bahasa jurnalistik)
untuk dimuat di media massa (surat kabar, majalah, tabloid). Berbeda dengan artikel ilmiah,
artikel ilmiah popular tidak terikat secara ketat dengan aturan penulisan ilmiah. Artikel
ilmiah ditulis lebih bersifat umum, untuk konsumsi publik. Dinamakan ilmiah populer
karena ditulis bukan untuk keperluan akademik, tetapi untuk “dikomunikasikan” kepada
publik melalui media massa.
Artikel ilmiah populer bisa hasil penelitian ilmiah, namun disajikan dengan lebih
ringkas dan lugas, bisa pula dibuat berdasarkan berpikir deduktif atau induktif, atau
gabungan keduanya yang bisa ‘dibungkus’ dengan opini penulis. Tak jarang artikel ilmiah
populer ini disebut juga sebagai opini ilmiah
Kisi-kisi/UP/PPG-UIN/QH01/XI/2019