Anda di halaman 1dari 10

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Fisik II dengan judul “Penentuan Laju


Reaksi dan Tetapan Laju Reaksi” disusun oleh :
Nama : Ahmad Rafidi Sumar
NIM : 1713041017
Kelas : Pendidikan Kimia A
Kelompok :I
telah diperiksa oleh asisten dan koordinator asisten dan dinyatakan diterima.

Makassar, September 2019


Koordinator Asisten, Asisten,

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Diana Eka Pratiwi, S.Si, M.Si


Nip. 1980016 200801 2 016
PENENTUAN ORDE REAKSI DAN TETAPAN LAJU REAKSI

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Tahap pertama dalam analisis kinetika tentang reaksi, adalah menentukan
stoikiometri reaksi dan mengenali setiap reaksi samping. Dengan demikian, data
dasar tentang kinetika kimia adalah: konsentrasi reaktan dan produk pada waktu
yang berbeda-beda setelah reaksi dimulai. Karena laju reaksi kimia umumnya
peka terhadap temperatur maka temperatur campuran reaksi harus dijaga supaya
konstan selama reaksi berlangsung. Jika tidak, maka laju yang diamati akan
merupakan laju rata-rata pada temperatur berbeda-beda, yang tak berarti. Syarat
ini menyebabkan tuntutan yang keras pada perancangan eksperimen. Misalnya,
reaksi fase gas sering dilakukan dalam bejana yang selalu kontak dengan batang
logam yang cukup besar. Reaksi fase cair, meliputi juga reaksi aliran, harus
dilakukan dalam termostat yang efisien. (Atkins, 1996 : 331)
Eksperimen kinetik mengukur laju berdasarkan perubahan konsentrasi zat
yang mengambil bagian dalam reaksi kimia dari waktu ke waktu. Bagaimana
perubahan konsentrasi dipantau secara eksperimen? Jika reaksi cukup lambat, kita
dapat membuatnya berlangsung untuk waktu tertentu, kemudian secara mendadak
menghentikannya dengan pendinginan cepat campuran reaksi tersebut pada subu
yang cukup rendah. Pada suhu rendah, kita mempunyai waktu untuk melakukan
analisis kimia terhadap reaktan atau produk tertentu. Prosedur ini tidak berguna
untuk reaksi yang cepat, terutama yang melibatkan campuran gas., yang sulit
didinginkan dengan cepat. Alternatifnya ialah menggunakan penyerapan cahaya
sebagai kuarnya (probe). panjang gelombang cahaya yang diserap oleh molekul
berbeda-beda. Jika panjang gelombang tertentu diserap oleh salah satu reaktan
atau produk, maka pengukuran jumlah cahaya yang diserap pada panjang
gelombang itu oleh campuran reaksi dapat digunakan menentukan konsentrasi
reaktan atau produk yang menyerapnya. Pengukurannya dilakukan dalam rentang
waktu tertentu. Sering kali, kilatan cahaya juga dapat digunakan untuk mengawali
reaksi yang sangat cepat (Oxtoby dkk, 2001: 425).
Laju reaksi dipelajari karena pentingnya kemampuan untuk maramalkan
kecepatan campuran reaksi mendekati kesetimbangan. Laju, itu dapat bergantung
pada variabel yang kita kontrol, seperti tekanan, temperatur, dan keberadaan
katalis. Kita mungkin dapat mengoptimumkan laju itu, dengan pemilihan kondisi
yang tepat. hal ini menghasilkan pemahaman tentang mekanisme reaksi, yaitu
analisis tentang reaksi menjadi rangkaian reaksi dasar. Contohnya, kita dapat
menemukan bahwa reaksi antara hidrogen dan brom untuk membentuk hidrogen
bromida berlangsung dengan: disosiasi Br2 serangan atom Br pada H, dan
beberapa tahap berikutnya, tidak dengan satu peristiwa dengan molekul H,
bertemu molekul Br, dan atom-atom itu saling bertukar pasangan, untuk
membentuk dua molekul HBr. (Atkins, 1996: 331)
Aktif daripada molekul yang tak teradsorpsi. Dalam beberapa hal naiknya
kereaktifan ini dapat disebabkan oleh naiknya konsentrasi molekul yang
teradsorpsi; mereka berjejalan pada permukaan zat jauh satu sama lain. Dalam
hal-hal lain, gaya-gaya tarik antara molekul zat padat dan molekul gas atau cairan
yang teradsorpsi mengakibatkan molekul yang teradsorpsi jadi aktif secara
kimiawi. Ini menyebabkan reaksi antara molekul A dan B yang berlang sung pada
permukaan zat padat lebih cepat daripada jika katalis itu tidak ada Katalis tidak
boleh mengadsorpsi hasil reaksi dengan terlalu kuat. Ketika reaksi berlangsung,
produk meninggalkan permukaan dan ada lagi molekul percaksi yang teradsorpsi.
Jadi permukaan itu digunakan berkali-kali (Keenan dkk, 1984 : 524)
Bahan bakar roket dirancang untuk menghasilkan lepasan cepat produk
gas dan energi untuk memberikan dorongan maksimum pada roket. Susu
disimpan dalam lemari pendingin untuk memperlambat reaksi kimia yang
menyebabkannya basi. Strategi untuk menurunkan laju kerusakan lapisan ozon
adalah menghilangkan siklus reaksi pengonsumsi-ozon oleh intermediat (zal
antaral kunci yang berasal dari klorolluorokarbon (CFC, Contoh-contoh ini
mengilustrasikan pentingnya laju reaksi kimia. Lebih jauh lagi, seberapa cepat
suatu reaksi Rerjadi bergantung pada ekanisme reaksi -lintasan langkah-demi-
langkah yang dilalui molekul saat berubah dari reaktan menjadi produk. Jadi.
kineitka kimia berkenaan dengan bagaimana laju reaksi kimia diukur. bagaimana
reaksi dapat diprediksi, dan bagaimana data laju-reaksi digunakan untuk
mendeduksi mekanisme reaksi yang mungkin. (Petrucci dkk, 2008 : 196)
Kinetika kimia merupakan pengkajian laju dan mekanisme reaksi kimia.
Besi lebih cepat berkarat dalam udara lembab daripada dalam udara kering;
makanan lebih cepat membusuk bila tidak didinginkan; kulit (bule) lebih cepat
menjadi gelap dalam musim panas daripada dalam musim dingin. Ini merupakan
tiga contoh yang lazim dari per- ubahan kimia yang kompleks dengan laju yang
beraneka menurut kondisi reaksi. Yang lebih mendasar daripada sekedar laju
berlangsung. Untuk memahami hal ini akan dipelajari perubahan bertahap yang
dialami atom, molekul radikal dan ion, ketika mereka diubah dari pereaksi ke
produk. Untuk suatu reaksi tertentu, perjumlahan tahap-tahap ini disebut
mekanisme reaksi. suatu reaksi adalah bagaimana perubahan kimia itu mekanisme
reaksi (Keenan dkk, 1984: 512)
Penyelidikan tentang reaksi yang bertujuan untuk menentukan hukum laju
dan konstanta laju, sering kali dilakukan pada beberapa temperatur Idealnya,
langkah pertama untuk mengenali semua produknya, dan untuk menyelidiki ada
tidaknya antara hasil sementara dan reaksi samping. Penentuan hukum laju
disederhanakan dengan metoda isolasi. Dalam hal ini konsentrasi semua, kecuali
satu reaktan dibuat berlebihan. Contohnya, jika B sangat berlebihan, maka
dianggap konsentrasinya akan konstan selama reaksi. Maka, walaupun hukum laju
sesungguhnya berorde kedua secara keseluruhan, dan
v = k[A][B)
kita dapat menyamakan [B] dengan [B]o dan menuliskan:
v = k[A] k’ = k[B]
yang mempunyai bentuk hukum laju orde pertama. Karena hukum laju yang
sebenarnya dipaksakan menjadi bentuk orde pertama dengan mengasumsikan
konsentrasi B konstan, maka hal ini disebutkan hukum dari laju orde pseudo-
pertama (Atkins, 1996: 336)
Order suatu reaksi tak dapat diperoleh dari koefisien pereaksi dalam
persamaan berimbangnya. Dalam penguraian N2O5 dan NO2, koefisien untuk
pereaksı dalam masing-masing persamaan berimbang adalah 2, tetapi reaksi
pertama bersifat oder-pertama dalam N2O5. dan yang kedua berorder-kedua dalam
NO2. Seperti dilukiskan oleh Contoh 14.4, suatu pereaksi malahan dapat tidak
muncul dalam persamaan laju suatu reaksi. Order suatu reaksi diberikan hanya
memberi informasi mengenai cara laju itu bergantung pada konsentrasi pereaksi-
pereaksi tertentu, Ramalan teoretis mengenai order-order (dari) reaksi-reaksi yang
kurang dikenal, jarang berhasil. Misalnya, mengetahui bahwa reaksi antara H2
dan 1 adalah order (Keenan dkk, 1984: 531).
laju = k2[H2] [I]2 = k2k1 [H2] [I2]
Mekanisme ini memberikan hukum laju yang sama dengan yang diamati
secara eksperimen, tetapi sekarang konsisten dengan efek cahaya pada reaksi.
Mekanisme reaksi yang lain juga muncul, yang turut menyumbangkan kontribusi
pada laju keseluruhan. Contoh ini menggambarkan resiko dalam penentuan
mekanisme reaksi dari hukum laju: beberapa mekanisme dapat sesuai dengan
hukum laju empiris tertentu, dan selalu mungkin ada informasi baru yang
menyarankan mekanisme yang berbeda. Bagaimanapun, keadaan ini berubah
karena perkembangan teknik eksperimen yang memungkinkan pengkajian
langsung zat-antara yang hanya sesaat terbentuk dalam konsentrasi rendah
sewaktu reaksi kimia berlangsung (Oxtoby dkk, 2001: 431)
Hidrogen lemak cair yang membentuk lemak padat dilangsungkan pada
nikel yang dibubuk halus. Oksidasi sulfur dioksida menjadi sulfur trioksida pada
permukaan sebuah platinum merupakan kasus lain dalam mana suatu katalis
meningkatkan kecepatan suatu reaksi berdasarkan adsorpsi. Ketidak murnian
dalam suatu campuran reaksi yang ter- adsorpsi dengan kuat oleh katalis dapat
berlaku sebagai penghambat dengan mengurangi luas permukaan yang tersedia.
Adakalanya katalis-katalis itu menjadi tak berguna dan dapat dikatakan telah
teracuni (Keenan dkk, 1984: 524)
Karena hukum laju merupakan persamaan turunan, maka kita harus
mengintegrasikannya jika kita ingin mencari konsentrasi sebagai fungsi dari
waktu. Sekarang ini dengan adanya komputer, hukum laju yang paling rumitpun
dapat diintegrasikan secara numerik. Walaupun demikian, dalam beberapa kasus
sederhana, dalam penyelesaian analitis mudah dilakukan dan ternyata sangat
berguna (Atkins, 1996 : 338).
Molekul-molekul yang bereaksi, A2 dan B2. juga harus bersikap dengan
betul dan memiliki energi yang diperlukan, untuk memutuskan ikatan-ikatan
tertentu yang ada, dan untuk membentuk ikatan yang baru. Pada prinsipnya, tak
peduli apakah berawalkan molekul-molekul AB atau molekul A2 dan B2,
kompleks transisi itu dapat berdisosiasi membentuk molekul-molekul baru (terjadi
reaksi), atau dapat berdisosiasi untuk membentuk kembali molekul-molekul
aslinya (tak terjadi reaksi). Contoh khas reaksi yang diduga berlangsung lewat
keadaan transisi siklik (melingkar), dalam mana keempat pusat atom bertabrakan
adalah bagai berikut:
2IBr →I2 Br2
HCI +Br2 → HBr BrCl
(Keenan dkk, 1984: 513)
Metoda laju awal mungkin tidak mengungkapkan hukum laju yang
lengkap, karena dalam reaksi yang rumit, produk itu sendiri dapat mempengaruhi
lajunya. Contohnya, dalam sintesis HBr produknya ikut berperan serta, karena
persamaan 3 menunjukkan hukum laju yang lengkap bergantung pada konsentrasi
HBr, yang pada awalnya belum ada sama sekali. Untuk menghindari kesulitan ini,
hukum laju harus dicocokkan, itu dapat dilakukan sekurang-kurangnya dalam
kasus sederhana, dengan menggunakan hukum laju yang diajukan, untuk
meramalkan konsentrasi setiap komponen, pada setiap waktu, dan
membandingkannya dengan Suatu hukum juga harus diuji dengan mengamati
apakah penambahan produk atau perubahan perbandingan permukaan dengan
volume dalam kamar reaksi, mempengaruhi laju (Atkins, 1996 : 338)
Masalah lainnya yang timbul dengan perumusan laju reaksi yang beragam
tersebut adalah bahwa laju menghilangnya zat bernilai negatif (konsentrasi
berkurang dengan waktu) dan laju pemben tukan bernilai positif (konsentrasi
bertambah dengan waktu). Dengan memperhatikan semua hal tersebut, akan
didapatkan satu rumusan tunggal yang positif untuk laju reaksi Bila sistem di atas
yaitu melalui pembagian dengan koefisien tidak digunakan, maka perlu di-
jelaskan spesies mana yang konsentrasinya ditelusuri pada waktu pembicaraan
tentang laju suatu reaksi kimia (Petrucci dan Sumina, 1987 :146)
KOH merupakan senyawa yang tergolong kedalam basa kuat. Dalam air
KOH akan terionisasi secara sempurna menghasilkan ion OH-, dan akan
mempengaruhi nilai pH secara signifikan. Hal inilah yang menyebabkan naiknya
pH sabun cair seiring dengan naiknya konsentrasi KOH yang ditambahkan.
Kandungan alkali bebas sabun cair yang dihasilkan berkisar antara 0,08 % - 0,13
%. Grafik hubungan konsentrasi KOH dan alkali bebas dapat dilihat pada gambar
4. Semakin tinggi konsentrasi KOH semakin tinggi pula kandungan alkali
bebasnya (Silsia dkk, 2017 : 16).
pengaruh variasi waktu terhadap rendemen campuran etil ester yang
dihasilkan meningkat seiring dengan waktu reaksi, namun demikian tingkat
kesetimbangan waktu reaksi dalam suatu sistem reaksi memiliki batasan
kesetimbangan sehingga etil ester yang terbentuk akan menurun. Hal ini
dimungkinkan karena adanya pengaruh katalis NaOH yang bereaksi dengan asam
lemak pada minyak kelapa mempengaruhi pembentukan gliserol sehingga terjadi
reaksi saponifikasi dan kemungkinan terjadi reaksi hidrolisis kembali etil ester
menjadi asam lemaknya (Jusman, 2018 : 112).
Berdasarkan hasil ini maka perlu diketahui bahwa angka penyabunan
menurut standar mutu VCO dengan batas maksimal 250-260 KOH g-1, pada
perlakuan (P0) angka penyabunan yang dihasilkan sangat tinggi bahkan
melampaui batas standar mutu APCC sedangkan perlakuan (P2) sesuai standar
APCC. Angka penyabunan yang diperoleh P0 sangat tinggi, dimana pada P0 tidak
ada peranan enzim papain. Dengan demikian angka penyabunan akan tinggi,
dimana minyak yang dihasilkan tersusun atas asam lemak berantai karbon yang
panjang mempunyai berat molekul yang relatif kecil, akan mempunyai angka
penyabunan yang tinggi (Augustyn, 2012 : 58).
1.2 Tujuan
1.2.1 Menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksida
adalah orde dua.
1.2.2 Menentukan tetapan laju reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksida
dengan cara titrasi.
2. Metode Percobaan
2.1 Alat
2.1.1 Labu volumetrik 1 Buah
2.1.2 Pipet volume 10 mL 1 Buah
2.1.3 Pipet volume 20 mL 1 Buah
2.1.4 Pipet volume 25 mL 1 Buah
2.1.5 Erlenmeyer bertutup 250 mL 2 Buah
2.1.6 Erlenmeyer 250 mL 6 Buah
2.1.7 Buret 25 mL 2 Buah
2.1.8 Botol semprot 1 Buah
2.1.9 Botol timbang 1 Buah
2.1.10 Stopwatch 1 Buah
2.1.11 Stative dan klem 2 Buah
2.2 Bahan
2.2.1 Etil asetat (CH3COOC2H5) 0,02 M
2.2.2 Asam Klorida (HCl) 0,02 M
2.2.3 Natrium Hidroksida (NaOH) 0,02 M
2.2.4 Indikator Phenoftalein
2.2.5 Aquadest (H2O)
2.3 Prosedur kerja
2.3.1 Sebanyak 150 mL etil asetat 0,02 M, 150 mL NaOH 0,02M dan 150 mL
larutan HCI 0,02 M disediakan. Konsentrasi NaOH dan HCI harus
diketahui secara tepat.
2.3.2 Masing-masing 30 mL larutan NaOH dan etil asetat dimasukkan ke dalam
sebuah labu Erlenmeyer bertutup. Kedua labu ini kemudian diletakkan
dalam thermostat untuk mencapai suhu yang sama. Sementara itu ke
dalam masing-masing dari 6 buah labu Erlenmeyer lainnya dipipet 20 mL
larutan HCl 0,02 M.
2.3.3 Bila larutan NaOH dan larutan etil asetat telah mencapai suhu thermostat,
maka larutan etil asetat dicampurkan dengan cepat pada larutan NaOH dan
dikocok dengan baik. Stopwatch dijalankan pada saat kedua larutan
bercampur.
2.3.4 Tiga menit setelah reaksi dimulai, 10 mL dari campuran reaksi
dimasukkan ke dalam salah satu labu yang berisi 20 mL HCI itu. 3 tetes
indicator PP ditambahkan, diaduk dengan baik dan segera dititrasi
kelebihan HCl dengan larutan standar NaOH 0,02 M.
2.3.5 Pengambilan ini dilakukan seperti pengerjaan 5 pada menit ke 8, 15, 25 40
dan 65 setelah reaksi dimulai.
2.3.6 Sisa campuran reaksi yang disimpan dalam Erlenmeyer tertutup dibiarkan
selama kurang lebih 2 hari agar reaksi seiesai. Konsentrasi OH kemudian
ditentukan seperti pada perlakuan ke 5. Untuk mempersingkat waktu, sisa
campuran reaksi dalam Erlenmeyer tertutup dipanaskan untuk beberapa
menit. Pada suhu tinggi reaksi dengan cepai mencapai kesetimbangan.
Sételah didingnkan laruian dititrasi seperti pada waktu reaksi selesai (t)
dan menghasilkan konsentrasi awal etil asetat dalam campuran reaksi.
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, 1996. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga

Augustyn, Gelora. 2012. Pengaruh Penambahan Ekstrak Buah Pepaya Terhadap


Mutu Minyak Kelapa Murni. Jurnal Budidaya Pertanian. 8(1).

Jusman, Bambang, Triyono, dan Akhmad. 2018. Pengaruh variasi waktu dan
kecepatan pengadukan dalam pembuatan etil ester dari minyak kelapa.
Jurnal Riset Kimia Kovalen. 4(1).

Keenan, Kleinfelter, dan Wood. 1984. Kimia Untuk Universitas. Jakarta:


Erlangga.

Oxtoby, Gillis, dan Nactrieb. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. .Jakarta:


Erlangga

Petrucci, Harwood, Herring, dan Madura. 2008. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.

Petrucci, Ralph dan Sumina. 1987. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga

Silsia, Laili, dan Reko. 2017. Pengaruh Konsentrasi KOH Terhadap Karakteristik
Sabun Cair Beraroma Jeruk Kalamansi Dari Minyak Goreng Bekas. Jurnal
Agroindustri. 7(1).

Anda mungkin juga menyukai